ABSTRAK PENGARUH BRAIN GYM TERHADAP PENINGKATAN FUNGSI KOGNITIF LANSIA DIKARANG WERDHA PENELEH SURABAYA Oleh Pipit Festi Staf Pengajar FIK UMSurabaya
[email protected]
Brain Gym merupakan salah satu metode gerak dan latih otak, yang berguna dalam meningkatkan fungsi kognitif terutama pada lansia. Metode ini mengaktifkan dua belah otak dan memadukan fungsi semua bagian otak untuk meningkatkan kemampuan kognitif. Desain penelitian ini adalah quasy experiment dengan teknik Random sampling, yaitu memilih sampel diantara populasi sesuai yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang berada di Karang Wherda Peneleh Surabaya dengan mempertimbangkan kriteria inklusi sebanyak 20 orang dengan menggunakan data dari hasil kuesioner yang kemudian ditabulasi dengan menggunakan uji statistik SPSS 15,0. Data yang diperoleh dari hasil kuesioner ini disajikan dalam bentuk tabel dan diagram lingkaran. Hasil tabulasi kemudian diuji dengan uji statistic McNemar dan Chi-Square dengan taraf signifikansi (α) = 0.05 dengan hasil P = 0.016 pada uji McNemar dan pada uji Chi Square dengan hasil P = 0,03. Ada pengaruh brain gym terhadap fungsi kognitif lansia.Dari hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak. Ini berarti terdapat perbedaan fungsi kognitif yang signifikan antara sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi Brain Gym serta terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sesudah pelaksanaan intervensi Brain Gym. Kata Kunci : Brain Gym, Fungsi kognitif
A. PENDAHULUAN Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan–lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh . Proses ini merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah, berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan
pada otot, susunan syaraf, dan jaringan lain sehingga tubuh “mati” sedikit demi sedikit. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada beberapa penyakit yang menghinggapi kaum lansia, seperti arthritis, asam urat, kolestrol, hipertensi dan penyakit jantung, selain aspek fisiologis yang mengalami perubahan pada lansia, fungsi kognitif pada lansia juga mengalami penurunan. (Nugroho, 2002). Penurunan fungsi kognitif pada lansia dapat meliputi berbagai aspek yaitu orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi, memori dan juga bahasa. Penurunan ini dapat mengakibatkan masalah antara lain memori panjang dan proses informasi, dalam memori panjang lansia akan kesulitan dalam mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu menarik perhatiannya dan informasi baru atau informasi tentang orang. Hasil Case Study Ryan Dalton dan Bryan Hewson di Australia (2008), bahawa perubahan fungsi kognitif lansia (orientasi, registrasi, atensi dan memory), mampu teratasi dengan intervensi Brain Gym. Di Indonesia jumlah penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih 19 juta, usia harapan hidup 66,2 tahun, pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 23,9 juta (9,77%), usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun. Dari jumlah tersebut, pada tahun 2010, jumlah penduduk Lansia yang tinggal di perkotaan sebesar 12.380.321 (9,58%) dan yang tinggal di perdesaan sebesar 15.612.232 (9,97%) (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2009). Dari sini dapat kita ketahui jumlah lansia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini dipengaruhi oleh majunya pelayanan kesehatan, menurunnya angka kematian bayi dan anak, perbaikan gizi dan sanitasi dan meningkatnya pengawasan terhadap penyakit infeksi. (Wilson, 2009) mengatakan, seiring dengan angka peningkatan orang usia lanjut, maka angka lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif juga meningkat. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) mencatat penurunan fungsi kognitif lansia diperkirakan 121 juta manusia, dari jumlah itu 5,8 % laki-laki dan 9,5 % perempuan (Ahmad Djojosugito, 2002). Berdasarkan survey pendahuluan pada tanggal 6 desember tahun 2009 di Karang Wherda peneleh Surabaya dengan 10 responden, didapatkan hasil kognitif utuh sejumlah 30% dan 70% pada responden yang mengalami penurunan atau kerusakan kognitif. Peningkatan jumlah lansia harus diimbangi kesiapan kelurga dan tenaga kesehatan dalam memandirikan dan meminimalisir bantuan ADL (Activity Dayli Living) makan, minum, mandi, berpakaian dan menaruh barang pada lansia, karena pada lansia terjadi berbagai penurunan atau perubahan antara lain perubahan fisiologis yang menyangkut masalah sistem muskuloskeletal, syaraf, kardiovaskuler, respirasi, indera, dan integumen, hal ini yang menghambat keaktifan dan keefektifan lansia dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara mandiri. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan seseorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda – beda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun penurunannya. Perawat atau keluarga sangat berperan penting dalam membantu lansia yang mengalami penurunan pada aspek kognitif, yaitu dengan menumbuhkan dan membina hubungan saling percaya, saling bersosialisasi, dan selalu mengadakan
kegiatan yang bersifat kelompok, selain itu untuk mempertahankan fungsi kognitif pada lansia upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara menggunakan otak secara terus menerus dan di istirahatkan dengan tidur, kegiatan seperti membaca, mendengarkan berita dan cerita melalui media sebaiknya di jadikan sebuah kebiasaan hal ini bertujuan agar otak tidak beristirahat secara terus menerus. Mengisi teka teki silang (TTS) juga merupakan salah satu cara menjaga daya ingat yang bisa di lakukan para lansia, Brain Gym (senam otak) juga diduga mampu mempertahankankan bahkan meningkatkan kemampuan fungsi kognitif lansia, gerakan-gerakan dalam brain gym digunakan oleh para murid di Educational Kinesiology Foundation, California, USA (2006), untuk meningkatkan kemampuan belajar mereka dengan menggunakan keseluruhan otak. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan melakukan brain gym. Gerakan-gerakan ringan dengan permainan melalui olah tangan dan kaki dapat memberikan rangsangan atau stimulus pada otak. Gerakan yang menghasilkan stimulus itulah yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar, memori, pemecahan masalah dan kreativitas), selain itu kegiatan – kegiatan yang berhubungan dengan spiritual sebaiknya digiatkan agar dapat memberi ketenangan pada lansia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Tujuan Penelitian Tujuan Untuk mengetahui pengaruh Brain Gym terhadap peningkatan fungsi kognitif lansia di Karang Wherda Peneleh Surabaya. Manfaat Penelitian 1) Menambah wawasan ilmu yang berguna bagi pendidikan kesehatan, khususnya tentang brain gym. 2) Informasi bagi tim kesehatan tentang peningkatan fungsi kognitif dengan metode Brain Gym. B. KAJIAN PUSTAKA Kosep Dasar Brain Gym Pengertian Brain Gym Brain Gym adalah serangkaian latihan yang berbasis gerakan tubuh sederhana. Brain Gym merupakan latihan yang terangkai dari gerakn tubuh yang dinamis yang memungkinkan didapatkan keseimbangan aktivitas kedua belahan otak secara bersamaan. Metode yang digunakan dalam melakukan Brain Gym adalah Edu-K (Educational kinosiology) atau pelatihan gerakan yakni melakukan gerakan yang bisa merangsang seluruh bagian otak untuk bekerja.
Mekanisme Kerja Brain Gym Paul dan Gail E. dennison (2006), membagi otak ke dalam tiga fungsi yakni, dimensi lateralis (otak kiri-kanan), dimensi pemfokusan (otak depanbelakang), dimensi pemusatan (otak atas-bawah). masing-masing dimensi memiliki tugas tertentu, sehingga gerakan senam yang harus dilakukan dapat bervariasi, diantaranya : 1. Dimensi Lateralis Otak terdiri atas dua bagian, kiri dan kanan dimana masing-masing belahan orak mempunyai tugas tertentu. bila kerja sama antara otak kiri dan otak kanan kurang baik, seseorang sulit membedakan antara kiri dan kanan, gerakan kaku, tulisan tangannya jelek atau cenderung terbalik, sulit membaca, menulis, mengikuti sesuatu dengan mata, sulit menggerakkan mata tanpa mngikutinya dengan kepala, tangan miring kedalam ketika menulis, cenderung melihat kebawah sambil berpikir, keliru dengan huruf (seperti d dan b; p dan q), serta menyebut kata sambl menulis. 2. Dimensi Pemfokusan Pemfokusan adalah kemampuan untuk menyeberang "giris tengah keterlibatan" yang memisahkan otak bagian belakang dan depan. Informasi diterima oleh otak bagian betakang (batang otak atau brainstem) yang merekam, semua pengalaman, lalu informasi diproses dan diteruskan ke otak bagian depan untuk diekspresikan sesuai tuntutan dan keinginannya. 3. Dimensi Pemusatan Pemusatan adalah kemampuan uniuk menyeberang garis pemisah antara tubuh bagian bawah dan atas, sesuai dengan fungsi otak bagian bawah dan atas, yaitu sistem limbik. Apa yang dipelajari harus dapat dihubungkan dengan perasaan dan rnemberi arti. Bila kerja sama antar otak besar (cerebral corteks) dan sistem limbik terganggu, seseorang sulit merasakan emosi atau mengekspresikannya, cenderung bertingkah laku "berjuang atau melarikan diri", serta dapat mengalami ketakutan yang berlebihan. Dalam keadaan stres, tegangan listrik berkurang di otak besar, sehingga fungsinya pun terganggu.
Konsep Dasar Lansia Pengertian Proses Menua Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara berlahan – lahan jaringan memperbaiki diri / mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Perubahan – Perubahan Pada Lansia 1. Perubahan Fisik 1) Sel 2) Persyarafan 3) Sistem Penglihatan 4) Sistem Kardiovaskuler 5) Sistem Respirasi 6) Sistem Gastrointestinal 2. Perubahan Mental
Faktor – faktor yang mempengaruhi perubahan mental: 1) Perubahan fisik, khususnya organ perasa 2) Kesehatan umum 3) Tingkat pendidikan 4) Keturunan 5) Lingkungan 3. Perubahan Sosial 1) Pensiun : Nilai seseorang di ukur oleh produktivitasnya, identitas dikaitkan dengan peranan dan pekerjaan 2) Merasakan / sadar akan kematian 3) Perubahan dalam cara hidup yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit. Perubahan-perubahan lain yang terjadi pada lansia adalah : 1) Perubahan fungsi motorik 2) Perubahan fungsi sensorik 3) Perubahan fungsi sensomotorik 4) Perubahan fungsi kognitif a) Memori panjang b) Proses informasi C. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah quasy eksperimental, artinya suatu rancangan penelitian yang dipergunakan untuk mencari hubungan sebab akibat dengan adanya keterlibatan peneliti dalam melakukan manipulasi terhadap variabel bebas (Nursalam, 2003).
Tabel 4.1. Desain Penelitian PRE TEST PERLAKUAN
SUBYEK
POST TEST
KE
01
X
02
KK
01
-
02
Keterangan KE KK 01 02 X -
: : : : : : :
Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Observasi sebelum perlakuan Observasi sesudah perlakuan Dilakukan Brain Gym Tidak dilakukan Brain Gym
Populasi, sampel dan sampling Populasi
Populasi dalam penilitian ini adalah lansia yang berada di Karang Werdha Peneleh Surabaya, sebanyak 37 orang. Sampel Sampel dalam penitian ini telah ditentukan sesuai dengan kriteria inklusi : 1. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi dalam penelitian ini meliputi : 1) Bersedia diteliti 2) Berada di tempat saat penelitian 3) Mampu berkomunikasi dengan baik 4) Mengalami penurunan atau kerusakan kognitif 2. Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi dalam penelitian ini meliputi : 1) Tidak bersedia diteliti 2) Sedang tidak ada di tempat 3) Tidak mampu berkomunikasi dengan baik Adapun besar sampel dalam penelitian ini adalah 20 responden yang terbagi menjadi 10 responden sebagai kelompok perlakuan dan 10 responden sebagai kelompok kontrol.
Sampling Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah random sampling. Identifikasi Variabel 1. Variabel Independen Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah pelaksanaan Brain Gym. 2. Variabel Dependen Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah aspek kognitif. Pengumpulan dan analisis Data .1. Instrumen Untuk melakukan pengumpulan data, peneliti membuat instrumen berupa kuisioner dan selain itu juga menggunakan modul kegiatan Brain Gym, untuk mengevaluasi aspek kognitif lansia sebelum dan sesudah perlakuan. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah di Karang Wherda Peneleh Surabaya. Waktu pelaksanaan tanggal 10 - 31 Januari 2010. Prosedur Pengumpulan Data dan Analisa Data 1. Prosedur Pengumpulan Data Peneliti menyiapkan instrumen sebagai tahap persiapan, kemudian peneliti mengadakan pre test selama 1 minggu dan memberikan intervensi kepada responden yang masuk dalam kategori perlakuan selama 3 minggu, dan metode
Brain Gym ini dilakukan 2 kali sehari yakni menjelang dan setelah bangun tidur dengan durasi ± 15 menit, untuk mengetahui hasil intervensi peneliti melakukan post test selama 1 minggu kepada seluruh responden. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner. Sebagai subyek penelitian yaitu lansia di Karang Wherda Peneleh Surabaya yang sudah memenuhi kriteria inklusi. Sebelumnya responden diberi penjelasan maksud dan tujuan penelitian serta cara mengisi kuisioner supaya hasilnya valid. Responden dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Setelah pengisian kuisioner kelompok perlakuan diberi pelatihan atau pelaksanaan Brain Gym dan tiga minggu setelah itu kemudian kedua kelompok mengisi kembali kuisioner, dan dilanjutkan dengan menganalisa data.
2. Analisis Data Untuk mengevaluasi aspek kognitif sebelum dan sesudah perlakuan, dikatakan kognitif utuh atau meningkat jika nilai 22 - 30, kognitif rusak atau tetap jika nilai ≤ 21. Setelah data terkumpul di lakukan penyuntingan untuk melihat kualitas data, di lanjutkan dengan melakukan coding, scoring dan tabulasi, kemudian di sajikan dalam bentuk cross tab sesuai dengan variabel yang hendak di ukur. Untuk data yang didapat dianalisa dengan uji statistic : 1) Mc. Nemar pada data analisis perbedaan fungsi kognitif sebelum dan sesudah perlakuan Brain Gym 2) Chi Square pada data analisis perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok control sesudah intervensi dilakukan
dengan α = 0,05 dan ρ ≤ α maka Ho ditolak dan Ha di terima. Ini berarti ada ada perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di Karang Wherda Peneleh Surabaya. Analisa data menggunakan piranti lunak SPSS for Windows Release 15,00.
D.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1
Hasil Penelitian Data Umum
Data ini menggambarkan karakteristik responden baik kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol yang berada dalam Karang Wherda Peneleh Surabaya meliputi :
1) Karakteristik responden berdasarkan umur
a. Kelompok perlakuan
b. Kelompok Kontrol
Gambar.1 diagram distribusi responden kelompok perlakuan dan kelompok kontrol berdasarkan umur lansia di Karang Wherda Peneleh Surabaya tahun 2010. Berdasarkan gambar 1 pada responden kelompok perlakuan menunjukan usia terbanyak adalah 50 – 60 tahun dengan jumlah 5 responden (50%) dan usia responden terkecil ≥ 70 tahun dengan jumlah responden 1 orang (10%), sedangkan pada kelompok kontrol menunjukan bahwa usia responden terbanyak adalah 60 70 tahun dengan jumlah 5 responden (50%) dan usia responden terkecil 50 - 60 tahun dengan jumlah responden 2 orang (20%) Data Khusus Pada bagian ini akan disajikan data khusus mengenai identifikasi perbedaan fungsi kognitif lansia pada kelompok perlakuan sebelum dan setelah dilakukan intervensi Brain Gym serta menganalisis perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
1 Analisis perbedaan fungsi kognitif lansia sebelum dan setelah dilakukan intervensi Brain Gym pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Berdasarkan tabulasi data fungsi kognitif lansia yang telah dilakukan oleh peneliti pada kelompok perlakuan sebelum dan setelah diberikan intervensi Brain Gym akan disajikan dalam tabel berikut ini. Tabel 1 tabel hasil observasi fungsi kognitif lansia sebelum dan setelah dilakukan intervensi Brain Gym pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Perlakuan
Kontrol
Jumlah
Pre
Post
Pre
Post
Naik
0
7
0
0
7
Konstan
10
3
10
10
13
Total
10
10
10
10
20
Mc. Neemar
P = 0,016
α = 0,05
Berdasarkan tabel 1 di atas didapatkan bahwa dari 20 responden pada kelompok perlakuan dan kontrol, pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan fungsi kognitif 7 responden (70%) dan pada kelompok kontrol 0 responden (0%). Hasil uji analisis skala Mc. Neemar didapatkan data p = 0,016 dengan α = 0,05 berarti nilai H0 ditolak berarti ada perbedaan fungsi kognitif yang signifikan antara sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi Brain Gym pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
2 Analisis perbedaan antara kelompok perlakuan (diberi intervensi Brain Gym) dengan kelompok kontrol (tidak diberi intervensi) setelah dilakukan Brain Gym.
Tabel.2 Tabel hasil Analisis perbedaan antara kelompok perlakuan ( diberi intervensi Brain Gym) dengan kelompok kontrol (tidak diberi intervensi). Perlakuan
Kontrol
Pos test
Pos test
Naik
7
0
7
Konstan
3
10
13
Total
10
10
20
Chi Square
P = 0,03
Jumlah
α = 0,05
Berdasarkan tabel 2 di atas didapatkan bahwa dari 20 responden pada kelompok perlakuan dan kontrol sebagian besar kelompok perlakuan mengalami peningkatan 7 responden (70%) dan 3 responden (30%) konstand, sedangkan pada kelompok kontrol 10 responden (100%) konstand. Pada uji Chi Square didapatkan hasil p = 0,03 dengan α = 0,05 berarti H0 ditolak, berarti ada perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Pembahasan 1. Analisis perbedaan fungsi kognitif lansia pada responden sebelum dan setelah dilakukan intervensi Brain gym pada kelompok perlakuan dan kontrol Fungsi kognitif lansia pada responden baik kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi Brain Gym masih konstan dan mengalami kenaikan pada kelompok perlakuan setelah mendapatkan intervensi brain gym. Hal ini bisa dilihat dalam lampiran (tabel 5.1) menunjukkan bahwa baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi brain gym sebagian besar konstan 10 responden (100%) pada kelompok perlakuan dan 10 responden (100%) pada kelompok kontrol. Sedangkan setelah intervensi dilakukan pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan sebanyak 7 responden (70%) dan tidak satu pun yang mengalami peningkatan pada kelompok kontrol (0%). Hasil uji Mc. Neemar didapatkan hasil p = 0,016 dengan α = 0,05 berarti H0 ditolak berarti ada perbedaan fungsi kognitif yang signifikan
antara sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi Brain Gym pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol Perbedaan fungsi kognitif lansia antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum dan setelah Brain Gym dilakukan terjadi karena pada kelompok kontrol tidak terjadi pengoptimalan fungsi otak kembali secara menyeluruh dan efektif karena pada lansia telah terjadi beberapa perubahan, diantaranya perubahan fisik dan psikologis, perubahan ini mempengaruhi penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. (Surini dan budi, 2003) Menurut Pudjiastuti (2002) bahwa menurunnya kemampuan fungsi kognitif lansia dikarenakan susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia, berat otak lansia berkurang berkaitan dengan berkurangnya kandungan protein dan lemak pada otak sehingga otak menjadi lebih ringan. Akson, dendrite dan badan sel saraf mengalami banyak perubahan, dendrit yang berfungsi sebagai sarana untuk komunikasi antar sel saraf mengalami perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan kontak antar sel saraf, daya hantar saraf mengalami penurunan sehingga gerakan menjadi lamban. Sedangkan pada kelompok perlakuan ada upaya pengoptimalan fungsi otak secara menyeluruh, mengacu hasil sesuai tabel 5,1 bahwa ada peningkatan fungsi kognitif pada kelompok perlakuan setelah dilakukan Brain Gym. Menurut Assosiasi Alzaemer Indonesia (2003), kemampuan otak dapat ditingkatkan melalui gerakan-gerakan, hal ini sesuai dengan teori Dennison (2006) bahwa gerakan-gerakan pada brain gym dapat memberikan rangsangan atau stimulus pada otak, gerakan yang menimbulkan stimulus itulah yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif (kewaspadaan, konsentrasi, kecepatan, persepsi, belajar, memori, pemecahan masalah dan kretifitas), menyelaraskan kemampuan beraktifitas dan berfikir pada saat yang bersamaan meningkatkan keseimbangan dan harmonisasi antara kontrol emosi dan logika, mengoptimalkan fungsi kinerja panca indra, menjaga kelenturan dan keseimbangan tubuh, meningkatkan daya ingat, meningkatkan ketajaman pendengaran dan penglihatan, mengurangi kesalahan membaca, memori dan kemampuan komperhensif pada kelompok dengan penggunaan bahasa, hingga mampu meningkatkan respon terhadap rangsangan visual. Dapat diketahui bahwa perubahan-perubahan pada lansia terutama perubahan pada system saraf sangat mempengaruhi penurunan koordinasi dan kemampuan lansia dalam beraktifitas. Namun seiring dengan kamajuan zaman telah ditemukan metode dan teori baru yang menyatakan bahwa perubahanperubahan lansia dapat diantisipasi dan diminimalisir terutama perubahan fisiologis atau fungsi otak.
2.
Analisis perbedaan antara kelompok perlakuan (diberi intervensi Brain Gym) dengan kelompok kontrol (tidak diberi intervensi)
Dari tabel 5.2 tersebut di atas menunjukan bahwa responden yang mendapatkan intervensi perlakuan mengalami peningkatan 7 responden (70%) dan
hanya 3 responden (30%) yang konstan, sedangkan pada kelompok kontrol 10 responden (100%) konstan. Hasil uji Chi Square didapatkan hasil p = 0,03 dengan α = 0,05 berarti H0 ditolak, berarti ada perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Menurut paul E. Denisson (2006), Brain Gym dapat mengaktifkan seluruh bagian otak untuk kemampuan akademik, hubungan perilaku, serta sikap karena pada dasarnya otak terbagi atas dua belahan yaitu kanan dan kiri. Masing-masing belahan mempunyai fungsi yang berbeda. Otak kiri berhubungan dengan potensi kamampuan kebahasaan (verbal), kontruksi objek (teknis dan mekanis), temporal, logis, analitis, rasional dan konsep kegiatan yang terstruktur. Otak kanan memiliki potensi kemampuan kreativitas (kemampuan berinisiatif dan memunculkan ide), kemampuan visual, potensi intuitif, abstrak dan emosional (berhubungan dengan nilai rasa). Pemetaan potensi kemampuan yang dimiliki oleh bagian otak yaitu sebagai berikut: 1) Implementation thinking merupakan potensi kemampuan yang dimiliki oleh otak kiri bagian bawah. Secara fungsional merupakan kemampuan penerapan berbagai konsep ke dalam bentuk pelaksanaan atau kemampuan untuk menuangkan kerangka berpikir dalam pelaksanaan. Ketelitian kerja serta perencanaan yang matang merupakan bagian terpenting dari kemampuan potensial yang dimiliki oleh bagian ini. 2) Social thinking merupakan kemampuan potensial yang dimiliki untuk menumbuhkan kecerdasan sosial. Kondisi hubungan antar sesama manusia menghasilkan tata aturan dan norma-norma sosial. Kepekaan terhadap kebutuhan dan norma-norma sesama manusia merupakan suatu kecerdasan yang terbentuk oleh bagian ini. 3) Future thinking adalah konsep masa depan terkait dengan prediksi dan kemungkinan yang dapat terjadi merupakan kemampuan future thinking. Daya intuitif dan pemikiran dan holistik atau menyeluruh akan mengarahkan kecerdasan terhadap konsep masa depan yang jauh. Dengan kata lain Brain Gym ditujukan untuk membantu seseorang yang mengalami kesulitan dan penurunan daya kognitif. Brain Gym adalah serangkaian gerakan tubuh yang sederhana yang digunakan untuk memadukan semua bagian otak untuk meningkatkan kemampuan kognitif, membangun harga diri dan rasa kebersamaan. Gerakan tubuh dalam Brain Gym dapat dilakukan dengan mudah oleh siapa saja dan dengan efek yang langsung terlihat. Gerakan ini efektif membantu seseorang kembali pada kondisi mental yang optimal (Gunawan, 2006). Dapat diketahui bahwa resiko penurunan fungsi kognitif dapat di cegah dan diantisipasi serta dapat ditingkatkan kembali meski tidak sesempurna sepertia pada awalnya, Brain Gym memadukan gerakan kaki dan tangan dalam optimalisasi fungsi otak kanan dan kiri sehingga mampu memperbaiki fungsi kognitif yang mengalami kerusakan ataupun penurunan, selain Brain Gym ada beberapa cara lain untuk memelihara fungsi kognitif agar terhindar dari resiko kerusakan fungsi kognitif secara dini diantaranya : menggunakan otak secara terus menerus dan di istirahatkan dengan tidur, kegiatan seperti membaca, mendengarkan berita, cerita dan mengisi teka teki silang (TTS) jaga sangat efektif dalam menjaga atau pemeliharaaan fungsi kognitif lansia,
E. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dengan memperhatikan hasil penelitian dan pembahasan pada bab 5, maka dapat disimpulkan tentang pengaruh Brain Gym terhadap peningkatan fungsi kognitif lansia di karang wherda peneleh Surabaya. 1.
Terdapat perbedaan fungsi kognitif antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum dan setelah intervensi Brain Gym dilakukan.
2.
Terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah intervensi Brain Gym dilakukan.
Saran Saran yang dapat peneliti berikan berdasarkan hasil hasil penelitian dan pembahasan di atas adalah: 1.Bagi Tenaga Kesehatan Bagi tenaga kesehatan hendaknya lebih meningkatkan penyuluhan tentang kesehatan lansia, pemberian kegiatan kelompok lansia sebagai tindakan meningkatkan fungsi kognitif seperti : Brain Gym dan GLO (gerak latih otak). 2.Bagi Lembaga Memasukan Brain Gym atau latihan otak dalam program perencanaan kegiatan di Puskesmas dan Karang Wherdha Peneleh Surabaya.
3.Bagi Peneliti Lain Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi kelanjutan penelitian. Dan untuk kesempurnaan penelitian ini hendaknya dilakukan penelitian tentang factor-faktor yang mempengaruhi penurunan fungsi kognitif.
DAFTAR PUSTAKA
AAzi (2008), Kiat panjang umur dengan gerak dan latih otak.Universitas Indonesia Ali jeco (2008), Psikologi pada lansia, www. Bang blog. Com. 29 November 2009 Carpenito, Lynda Juall (2001) Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta, EGC Denisson P, Denisson G (2006), Buku panduan Brain Gym. Jakarta, PT Gramedia
Fakultas Ilmu Kesehatan (2009), Pedoman Penyusunan Tugas Akhir (Karya Tulis Ilmiah/Skripsi). Surabaya Gallo, Joseph dan Reichel, William dan Andersen, Lillian (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Jakarta, EGC Hidayat, A.A. Alimul (2007), Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta, Salemba Medika Heru sabrata (2008), Penerapan Barain Gym dalam PBI, www. Teras pembelajaran blog. Com. 29 November 2009 Irshinta (2009), Brain Gym, www. Home Kesehatan. Com. 29 November 2009 Moh. Nazir, (2005), Metode Penelitian Bogor : Ghalia Indonesia Nugroho, Wahjudi (2000), Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta, EGC Nursalam (2008), Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 2. Jakarta, Salemba Medika Sabri, Luknis dan Hastono, Sutanto Priyo (2006), statistik Kesehatan. Jakarta, Rajawali Press Sarlito Wrawan Sarwono (2005), Psikologi Sosial Jakarta : Balai Pustaka Sikobet (2009), Pengaruh Brain Gym terhadap belajar, www. Sikobet Blog. Com. 29 November 2009 Sri Surini P, Budi Utomo (2003), Fisioterapi Pada Lansia Jakarta : Buku Kedokteran EGC