PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI TERHADAP GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA (Study Quasy Experiment Di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri Tahun 2010) Erwin Yektiningsih
Impaired cognitive function is a major mental health problems and confusion in the elderly, which of course has consequences for all daily activities. Impaired cognitive function can be assessed by the Mini Mental State Examination and one of therapies to maintain cognitive function is the Activity Group Therapy: Perception Stimulation, although it must be balanced with the fulfillment of nutritional and environmental orientation. This research uses quasi experiment design with pre and post test design. The population was 90 elderly, and 14 elderly was been the sample which choose with simple random sampling technique, the instrument used to cognitive function is The Mini Mental State Examination by the number of 30 questions to interview technique and observation while The Activity Therapy of Perceptive Stimulation Group is as many as 3 sessions with observation checklist technique. To know The Influence of Activity Therapy of Perceptive Stimulation Group to upset of cognitive function of the advanced ages, it uses Willcoxon statistic test and SPSS 11 For Windows. As the research result of Pre Test Mini Mental State Examination of 42,9 %, some do not undergo cognitive function but some do in middle, and 14,3 % undergo heavy cognitive function. The result of Activity Therapy of Perceptive Stimulation Group, 50 % has evaluation result with enough criteria, while 14,3% has evaluation result with criteria less. And The Post Test of Mental State Examination, 57,1 % do not undergo cognitive function upset, while 42,9% undergo middle cognitive function upset. Willcoxon statistic test has found the result that (ρ= 0,017) > (α=0,05). It means that H0 is refused and H1 is accepted. Automatically, The Influence of Activity Therapy of Perceptive Stimulation Group To Upset of Cognitive Function of The Advanced Ages in Team Work Unit of Social Service Technique Advanced Ages in Jombang in Kediri on 2010 has totally been found. If this therapy goes on routinely and maximally, it will defend the cognitive function of the advanced ages. The roles of the nurse in this therapy are as the leader, co-leader, facilitator, and observer. Key words :Activity therapy of perceptive stimulation group, Cognitive Function Impairment, elderly ages.
saja mempunyai konsekuensi untuk semua aktivitas sehari-hari (Watson, 2003). Salah satu terapi untuk mempertahankan fungsi kognitif adalah Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi, tetapi harus diimbangi dengan pemenuhan gizi dan orientasi lingkungan yang maksimal. Survei Kesehatan Depkes RI menyatakan, gangguan kognitif pada usia 55-64 tahun mencapai 7,9%, sedangkan yang bersuai di atas 65 tahun 12,3%. Angka ini diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun-tahun mendatang (Fadilla, 2006). Gangguan fungsi kognitif pada lansia perlu diperhatikan sehubungan jumlah lansia pada tahun 2000 diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia ada 500 juta dengan usia rata – rata 60 tahun dan pada tahun 2025 akan mencapai 1.2 milyar (Nugroho, 2000). Berdasarkan data statistik indonesia, kata Endah Ronawulan dari
Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil yang positif diberbagai bidang yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan angka harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah lebih cepat. Akibat dari proses penuaan itu terjadi perubahan-perubahan baik perubahan fisik, perubahan psikososial, maupun perubahan mental. Yang mana contoh perubahan mental pada lansia seperti Intellgentia Quantion, Memory atau kognitif (Nugroho, 2000). Gangguan kognitif merupakan masalah konfusi yang utama pada lansia, yang tentu
Jurnal AKP
7
No. 4; 1 Juli – 31 Desember 2011
Nusantara Medical Center, pada tahun 2006 jumlah lansia yang ada di Indonesia mencapai 18,7 juta orang (8,5%) dari jumlah penduduk Indonesia.. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) propinsi jawa timur tahun 2007 jumlah Lanjut Usia (Lansia) di Jatim mencapai 4.209.817 orang atau (11,14%) dari jumlah penduduk di Jatim yang tercatat 37.794.003 orang (Reydra, 2009). Menurut dinas sosial, 2008 jumlah lansia di Kediri mencapai 6.302 jiwa. Menurut penelitian terdahulu dari 27 lansia dip anti, 15 lansia tidak mengalami gangguan fungsi kognitif dan 12 lansia mengalami gangguan fungsi kognitif (Widyastuti, 2009). Berdasarkan study pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 14 – 17 September 2009 di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri bahwa jumlah keseluruhan lansia yang berada di UPT tersebut adalah 90 orang, terdiri 24 laki - laki dan 66 perempuan. Dari hasil uji Mini Mental State Emanination (MMME) yang dilakukan pada 3 lansia peneliti mendapatkan hasil 1 lansia tidak mengalami gangguan fungsi kognitif dan 2 lansia gangguan fungsi kognitif sedang. Dari pelaksanaan Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi diharapkan dapat menambah point Mini Mental State Emanination (MMME) yang didapat oleh lansia. Gangguan kognitif hampir 60 % terjadi pada lansia, dimana hal tersebut disebabkan oleh kemunduran sel atau fungsi organ, terutama pada penurunan fungsi-fungsi fisik dan psikologis. Perubahan pada lapisan otak mengakibatkan menurunnya secara fisik dan mental seseorang. Fungsi otak akan dapat dipertahankan dengan baik bila dilatih untuk proses berfikir maupun dengan peningkatan gizi dan orientasi lingkungan, daya pikir, persepsi yang secara terus menerus agar fungsi otak berjalan dengan baik, bila tidak hal tersebut akan menyebabkan gangguan kognitif. Gangguan fungsi kognitif dapat dinilai dengan Mini Mental State Examination (MMME), sehingga dapat diketahui terapi apa yang cocok untuk diberikan. Salah satu terapi yang dapat diberikan untuk meningkatkan fungsi kognitif adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah suatu upaya atau terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Dengan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi klien dilatih mempersepsikan stimulus yang tersedia atau stimulus
Jurnal AKP
yang pernah dialami. Kemampuan persepsi lansia dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif (Keliat, 2004). Peran masyarakat dalam hal ini adalah diharapkan masyarakat dapat membantu proses terapi ini, minimal keluarga dari lansia yang mengalami gangguan fungsi kognitif tersebut tahu bagaimana proses atau prosedur dari terapi ini. Perawat juga memiliki peranan penting dalam berbagai teknik kognitif terapi. Peran tersebut terutama adalah bertindak sebagai leader, fasilitator, evaluator, dan motivator. Teknik kognitif terapi dapat bermanfaat secara efektif terhadap berbagai masalah klinik untuk semua rentang usia.. Hal ini pun bisa diterapkan pada anak, dewasa, keluarga baik secara kelompok atau individual. Secara umum kognitif terapi meliputi beberapa teknik dengan tujuan Meningkatkan aktivitas yang diharapkan, menurunkan perilaku yang tidak dikehendaki, Meningkatkan rekreasi, Meningkatkan dan memberi kesempatan dalam kemampuan sosial (Kirana, 2009). Dari uraian data dan fakta di atas peneliti tertarik mengadakan penelitian tentang pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap gangguan fungsi kognitif pada lansia. Identifikasi Masalah Setelah mengkaji dan memahami latar belakang, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : “Apakah ada pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap gangguan fungsi kognitif pada lansia di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri?”. Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap gangguan fungsi kognitif pada lansia di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif eksperimental dengan menggunakan desain quasy eksperimental tipe one group pre-post test design. Populasi penelitian ini adalah seluruh lanjut usia di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri, sejumlah 90 orang. Dari populasi
8
No. 4; 1 Juli – 31 Desember 2011
ditentukan sampel sejumlah 14 orang dengan menggunakan teknik simple random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif adalah dengan menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE) sejumlah 30 pertanyaan. Pelaksanaan perlakuan dan pengambilan data diadakan pada tanggal 1-7 Maret 2010. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara deskriptif dan inferensial. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Wilcoxon dengan =0,05.
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tidak Bersekolah
SD
SMP
SMA
PT
Diagram 3 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan pendidikan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri Tahun 2010
d. Karakteristik Responden Berdasarkan Hobi
7,1 % 0% 57,1 %
Diagram 1 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri Tahun 2010
Berdasarkan
7,1 % 21,4 %
42,0 %
Usia Pertengahan (Middle Age) Usia Lanjut (Elderly) Usia Lanjut Tua (Old) Usia Sangat Tua (Very Old)
Responden
14,3 %
7,1 %
7,1 %
b. Karakteristik Kelamin
7,1 % 64,3 %
Hasil Penelitian a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
35,7 %
7,1 %
21,4 %
Membaca
Melukis
Memasak
OR
Bertanam
Berdagang
Diagram 4 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan hobby di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri Tahun 2010
Jenis
e. Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Pekerjaan 42,9 %
57,1 %
7,1 %
7,1 %
7,1 %
7,1 %
21,4 %
7,1 % 7,1 %
Laki-laki
Perempuan
7,1 %
IRT Perwakilan AD TNI-AL Pramugari
Diagram 2 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri Tahun 2010
7,1 %
Logging Pedagang Swasta
21,4 %
Seniman Studio Photo Tukang Sepatu
Diagram 5 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan riwayat pekerjaan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri Tahun 2010
Jurnal AKP
9
No. 4; 1 Juli – 31 Desember 2011
Data Khusus a. Distribusi Frekuensi Hasil MMSE Pre test
f. Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Sakit Menahun 7,1 %
7,1 %
42,9 %
14,3 %
14,3 %
42,9 %
42,9 %
7,1 %
7,1 %
14,3 %
Hipertensi Katarak Sehat Hepertensi dan Asam urat
Tidak ada gangguan fungsi kognitif Gangguan fungsi kognitif sedang Gangguan fungsi kognitif berat
Linu Rematik Hipertensi dan Stroke
Diagram 6 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan riwayat sakit menahun di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri Tahun 2010
Diagram 9 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan hasil pre test MMSE di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri Tahun 2010
g. Karakteristik Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga
b. Distribusi Frekuensi Hasil MMSE Post test
0% 100%
Ya
42,9 %
0% 57,1 %
Tidak ada gangguan fungsi kognitif Gangguan fungsi kognitif sedang Gangguan fungsi kognitif berat
Tidak
Diagram 7 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan dukungan keluarga di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri Tahun 2010
Diagram 10 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan post test MMSE di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri Tahun 2010
h. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengakuan Keberadaan 0% 100%
Ya
Tidak
Diagram 8 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan pengakuan keberadaan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tahun 2010
Jurnal AKP
10
No. 4; 1 Juli – 31 Desember 2011
c. Tabel perbandingan hasil MMSE
Dari hasil uji statistis Wilcoxon didapatkan hasil ( ρ = 0,017 ) < ( α = 0,05 ) yang artinya Ho ditolak dan H1 diterima yang dapat diartikan bahwa ada Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi terhadap gangguan fungsi kognitif pada lansia di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri. Untuk mengetahui kevalidan hasil uji Wilcoxon dilakukan uji statistik kedua dengan menggunakan Uji T Dua Sampel Berpasangan. Menggunakan Uji T Dua Sampel Berpasangan karena pengamatan berpasangan ( pre dan post test). Dari hasil uji T Dua Sampel Berpasangan didapatkan hasil ( ρ = 0,012 ) < ( α = 0,05 ) yang artinya Ho ditolak dan H1 diterima yang dapat diartikan bahwa ada Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi terhadap gangguan fungsi kognitif pada lansia di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri. Dengan nilai Confiden Interval yaitu tingkat kesalahan (α) 5 % dan kepercayaan 95 % didapatkan nilai Lower – 2,984 dan nilai Upper – 0,445 maka besarnya pengaruh penelitian ini adalah diantara 0,445 – 2,984.
Tabel 1 Perbandingan hasil MMSE (pre dan post test) di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri Tahun 2010 Resp 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
Pre Test Skor Kategori 23 Sedang Tidak 25 ada 19 Sedang 17 Berat Tidak 24 ada Tidak 28 ada Tidak 28 ada 20 Sedang 21 Sedang 23 Sedang 18 Sedang Tidak 24 ada 17 Berat Tidak 25 ada
Skor 24
Post Test Kategori Tidak ada
Selisih Hasil +1
23 18
Sedang Sedang
+4 +1
29 28 25 29 22 21 28 20 25 20 24
Tidak ada
+4
Tidak ada
+4
Tidak ada
-3
Tidak ada
+1
Tidak ada
+1
Sedang Sedang Tidak ada Sedang
+2 0 +5 +2
Sedang
+3
Tidak ada
-1
Pembahasan Penelitian 1. Gangguan fungsi kognitif pada lansia sebelum diberikan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 42,9 % yang tidak mengalami mengalami gangguan fungsi kognitif, 42,9 % yang mengalami gangguan fungsi kognitif sedang dan terdapat 14,3 % yang mengalami gangguan fungsi kognitif berat. Hal ini disebabkan karena dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal meliputi faktor biologis atau jasmaniah dan faktor psikologis, faktor eksternal meliputi faktor lingkungan keluarga dan faktor lingkungan masyarakat. Faktor usia mempunyai peranan penting dalam fungsi kognitif, umur individu merupakan tingkat kematangan dan kekuatan seseorang dalam berfikir dan bekerja. Makin tua usia seseorang, tingkat kematangan dan kekuatan akan lebih matang dibandingan dengan usia lebih muda sehingga usia yang lebih tua mempunyai resiko mengalami gangguan fungsi kognitif yang lebih parah (Mardjono, 2000). Hasil MMSE yang mempunyai jumlah terbanyak adalah tidak mengalami gangguan fungsi
Berdasarkan tabel diatas terdapat 1 responden dengan selisih post – pre test terbesar yaitu pertambahan hasil MMSE sebanyak 5 point sedangkan terdapat 1 responden dengan selisih pre – post test terkecil yaitu pengurangan atau penurunan sebanyak 3 point. d. Tabulasi silang TAK Stimulasi Persepsi dan MMSE Tabel 2 Tabulasi silang TAK Stimulasi Persepsi dan MMSE (pre dan post test) di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri Tahun 2010 MMSE TAK Baik Cukup Kurang Total
Tidak ada
Pre Test Sedan g
Berat
1 7,1 % 3 21,4 % 2 14,3 % 6 42,9 %
4 28,6 % 2 14,3 % 0 0% 6 42,9 %
0 0% 2 14,3 % 0 0% 2 14,3 %
Jurnal AKP
Total 5 35,7 % 7 50,0 % 2 14,3 % 14 100 %
Post Test Tidak Sedan ada g 3 21,4 % 3 21,4 % 2 14,3 % 8 57,1 %
2 14,3 % 4 28,6 % 0 0% 6 42,9 %
Total 5 35,7 % 7 50,0 % 2 14,3 % 14 100 %
11
No. 4; 1 Juli – 31 Desember 2011
kognitif dengan kategori kelompok usia lanjut (60 – 74 tahun) sejumlah 57,1 %, hal ini dapat diakibatkan karena lansia yang berusia lebih tua sering menerima stressor yang bermacam-macam dari pada lansia yang berusia lebih muda sehingga pengalaman mereka juga lebih banyak, dengan pengalaman itulah dapat dijadikan mekanisme koping yang lebih baik. Dan disamping itu selama di panti para lansia diharuskan mengikuti kegiatan – kegiatan, seperti melakukan hobi dari masing – masing lansia, membuat kerajinan tangan, berdagang, mengikuti kegiatan keagamaan, dll sehingga dapat menstimulus otak mereka dan fungsi kognitif pun akan berfungsi dengan baik.
karena mempunyai pengalaman yang lebih banyak juga dan responden ini lebih aktif dalam mengikuti TAK Stimulasi Persepsi dibandingkan responden yang lain. Sedangkan terdapat 1 responden dengan selisih pre – post test terkecil yaitu pengurangan atau penurunan sebanyak 3 point, hal ini diakibatkan karena pada responden ini tidak aktif mengikuti TAK Stimulasi Persepsi. Responden ini lebih banyak diam, tidak kooperatif, dan kontak matanya jelek terhadap terapis. Meningkatkan kemampuan uji realitas melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain merupakan salah satu tehnik dalam terapi ini. Hal ini dapat diasumsikan bahwa setelah diberikan terapi aktifitas kelompok, respon MMSE para lansia menjadi lebih bagus karena responden dilatih untuk memperbaiki orientasi mereka baik berupa waktu, tempat, maupun orang. Tentunya dalam waktu mengikuti terapi pun mereka kooperatif dan berani mengungkapkan pendapat mereka. Dan yang tidak kalah penting adalah karena 100 % responden diakui keberadaannya sehingga hasil MMSE nya cenderung tidak mengalami gangguan fungsi kognitif.
2. Gangguan fungsi kognitif pada lansia sesudah diberikan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden yaitu 57,1 % yang tidak mengalami gangguan fungsi kognitif, 42,9 % yang mengalami gangguan fungsi kognitif sedang, dan tidak ada responden yang mengalami gangguan fungsi kognitif berat. Secara umum tujuan terapi aktivitas kelompok adalah meningkatkan kemampuan uji realitas melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain, melakukan sosialisasi, meningkatkan kesadaran terhadap hubungan reaksi emosi dengan tindakan atau perilaku denfensif, dan meningkatkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif. Secara khusus tujuannya adalah meningkatkan identitas diri, menyalurkan emosi secara konstruktif, meningkatkan ketrampilan hubungan interpersonal atau sosial. Di samping itu tujuan rehabilitasinya adalah meningkatkan ketrampilan ekspresi diri, social, meningkatkan kepercayaan diri, empati, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pemecahan masalah (Anumbara, 2008). Faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif salah satunya adalah faktor lingkungan masyarakat yaitu pengakuan dari masyarakat atas diri lansia tersebut. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 1 responden dengan selisih post – pre test terbesar yaitu pernambahan hasil MMSE sebanyak 5 point, hal ini diakibatkan karena pada responden ini berusia lebih tua dibandingkan dengan responden lain. Sehingga mekanisme kopingnya lebih bagus
Jurnal AKP
3. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi terhadap gangguan fungsi kognitif Berdasarkan hasil pre test MMSE menunjukkan bahwa 42,9 % yang tidak mengalami mengalami gangguan fungsi kognitif, 42,9 % yang mengalami gangguan fungsi kognitif sedang dan terdapat 14,3 % yang mengalami gangguan fungsi kognitif berat. Kemudian diberikan perlakuan berupa Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi, adapun hasil evaluasinya adalah setengah dari responden yaitu 50 % yang mempunyai hasil evaluasi dengan kriteria cukup, 35,7 % yang mempunyai hasil evaluasi dengan kriteria baik, dan 14,3 % yang mempunyai hasil evaluasi dengan kriteria kurang. Setelah itu dilakukan post test MMSE dengan hasil lebih dari setengah responden yaitu 57,1 % yang tidak mengalami gangguan fungsi kognitif dan 42,9 % yang mengalami gangguan fungsi kognitif sedang, dan tidak ada responden yang mengalami gangguan fungsi kognitif berat. Dari hasil uji statistis Wilcoxon didapatkan hasil ( ρ = 0,017 ) < ( α = 0,05 ) yang artinya Ho ditolak dan H1 diterima yang dapat diartikan bahwa ada Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
12
No. 4; 1 Juli – 31 Desember 2011
Stimulasi Persepsi terhadap gangguan fungsi kognitif pada lansia di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri. Untuk mengetahui kevalidan hasil uji Wilcoxon dilakukan uji statistik kedua dengan menggunakan Uji T Dua Sampel Berpasangan. Dari hasil uji T Dua Sampel Berpasangan didapatkan hasil ( ρ = 0,012 ) < ( α = 0,05 ) yang artinya Ho ditolak dan H1 diterima yang dapat diartikan bahwa ada Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi terhadap gangguan fungsi kognitif pada lansia di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri. Dengan nilai Confiden Interval yaitu tingkat kesalahan (α) 5 % dan kepercayaan 95 % didapatkan nilai Lower – 2,984 dan nilai Upper – 0,445 maka besarnya pengaruh penelitian ini adalah diantara 0,445 – 2,984. Gangguan fungsi kognitif merupakan masalah konfusi yang utama pada lansia, yang tentu saja mempunyai konsekuensi untuk semua aktivitas sehari-hari. Fungsi otak akan dapat dipertahankan dengan baik bila dilatih untuk proses berfikir maupun dengan peningkatan gizi dan orientasi lingkungan, daya pikir, persepsi yang secara terus menerus agar fungsi otak berjalan dengan baik, bila tidak hal tersebut akan menyebabkan gangguan kognitif (Watson, 2003). Ada dua faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal meliputi faktor biologis atau jasmaniah dan faktor psikologis, faktor eksternal meliputi faktor lingkungan keluarga dan faktor lingkungan masyarakat. Pengukuran gangguan fungsi kognitif salah satunya yaitu dengan MMSE. Dan salah satu terapi yang dapat digunakan untuk mengendalikan atau mengontrol fungsi kognitif adalah dengan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi . Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi adalah suatu upaya atau terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dan atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok. Dengan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi klien dilatih mempersepsikan stimulus yang tersedia atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi lansia dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini diharapkan respon
Jurnal AKP
klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif (Keliat, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan terapi kelompok adalah jumlah efektif 7-10 orang per-kelompok terapi, kelompok umur yang hampir sama, jenis kelamin yang sama, kategori sama (gangguan dan gejala yang sama), perhatian kepada instruksi terapis, mengikuti dari awal sampai akhir kegiatan, keaktifan klien dalam kegiatan, penguasaan sikon oleh terapis, penguasaan materi, dan situasi yang mendukung. Apabila Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi ini dapat diikuti dengan maksimal maka akan terjadi pernambahan point MMSE post test dibandingkan dengan point MMSE pre test. Karena dengan terapi ini responden dilatih untuk mempersepsikan objek kemudian didiskusikan didalam kelompok sehingga responden menjadi terbiasa dengan adanya stimulus. Tidak hanya dengan terapi ini tetapi terapi atau kebiasaan yang lain juga dapat diterapkan, contohnya adalah menjalankan hobi masing – masing responden, mengikuti kegiatan – kegiatan keagamaan, ikut serta dalam kegiatan organisasi yang terdapat di panti, dll. Simpulan 1. Hasil pre test MMSE yang mempunyai jumlah terbanyak adalah tidak mengalami gangguan fungsi kognitif dengan kategori kelompok usia lanjut (60 – 74 tahun) yaitu 57,1 %. Hal ini dapat diakibatkan karena lansia yang berusia lebih tua sering menerima stressor yang bermacam-macam dari pada lansia yang berusia lebih muda sehingga pengalaman mereka juga lebih banyak, dengan pengalaman itulah dapat dijadikan mekanisme koping yang lebih baik. Dan disamping itu selama di panti para lansia diharuskan mengikuti kegiatan – kegiatan, seperti melakukan hobi dari masing – masing lansia, membuat kerajinan tangan, berdagang, mengikuti kegiatan keagamaan, dll sehingga dapat menstimulus otak mereka dan fungsi kognitif pun akan berfungsi dengan baik. 2. Hasil post test MMSE 57,1 % tidak mengalami gangguan fungsi kognitif dan 42,9 % mengalami gangguan fungsi kognitif sedang. Meningkatkan kemampuan uji realitas melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain merupakan salah satu tehnik dalam terapi ini. Hal ini dapat diasumsikan bahwa setelah diberikan
13
No. 4; 1 Juli – 31 Desember 2011
terapi aktifitas kelompok, respon MMSE para lansia menjadi lebih bagus karena responden dilatih untuk memperbaiki orientasi mereka baik berupa waktu, tempat, maupun orang. Tentunya dalam waktu mengikuti terapi pun mereka kooperatif dan berani mengungkapkan pendapat mereka. 3. Dari hasil uji statistis Wilcoxon didapatkan hasil (ρ = 0,017) < (α = 0,05) yang artinya Ho ditolak dan H1 diterima yang dapat diartikan bahwa ada Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi terhadap gangguan fungsi kognitif pada lansia di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri. Untuk mengetahui kevalidan hasil uji Wilcoxon dilakukan uji statistik kedua dengan menggunakan Uji T Dua Sampel Berpasangan. Dari hasil uji T Dua Sampel Berpasangan didapatkan hasil (ρ = 0,012) < (α = 0,05) yang artinya Ho ditolak dan H1 diterima yang dapat diartikan bahwa ada Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi terhadap gangguan fungsi kognitif pada lansia di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri. Dengan nilai Confidence Interval yaitu tingkat kesalahan (α) 5 % dan kepercayaan 95 % didapatkan nilai Lower – 2,984 dan nilai Upper – 0,445 maka besarnya pengaruh penelitian ini adalah diantara 0,445 – 2,984.Apabila Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi ini dapat diikuti dengan maksimal maka akan terjadi pernambahan point MMSE post test dibandingkan dengan point MMSE pre test. Karena dengan terapi ini responden dilatih untuk mempersepsikan objek kemudian didiskusikan didalam kelompok sehingga responden menjadi terbiasa dengan adanya stimulus. Tidak hanya dengan terapi ini tetapi terapi atau kebiasaan yang lain juga dapat diterapkan, contohnya adalah menjalankan hobi masing – masing responden, mengikuti kegiatan – kegiatan keagamaan, ikut serta dalam kegiatan organisasi yang terdapat di panti, dll.
besar pada lansia yang tidak hanya tinggal di unit pelayanan sosial tetapi keseluruhan lansia yang berada di masyarakat. 2. Bagi Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri Dengan pemberian TAK Stimulasi Persepsi dapat memberikan hasil yang positif baik untuk lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang di Kediri. Maka terapi ini harus diberikan sesering mungkin, tidak hanya dengan terapi ini saja tetapi terapi atau kegiatan yang lain juga bisa diberikan, misalnya menjalankan hobi masing – masing responden, mengikuti kegiatan – kegiatan keagamaan, ikut serta dalam kegiatan organisasi yang terdapat di panti, dll.
Saran 1. Bagi Peneliti Lain Untuk peneliti selanjutnya karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai informasi awal dan study pendahuluan untuk meneliti dengan variabel lain yang lebih lengkap dan jumlah sampel yang lebih
Kirana, Ardha. (2009). Terapi Kognitif. http://www.google.com/localhost/I:/. (didownload pada tanggal 7 September 2009)
Jurnal AKP
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2000). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Aziz, Alimul Hidayat. (2007). Riset Keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta: Salemba Medika Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta. EGC Departement Pendidikan Nasional. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Fadilla, Haris. (2006). Konsep Happy Village. http://
[email protected]. (didownload pada tanggal 8 September 2009) Gallo, Joseph J. (1998). Buku Saku Gerontologi. Jakarta: EGC Hermana. (2008). Mencapai Optimal Aging pada lansia. http://
[email protected]/. (didownload pada tanggal 30 September 2009) Hurlock, Elizabeth B. (2000). Perkembangan. Jakarta :Erlangga
Psikologis
Isaacs. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Pediatrik. Jakarta: EGC
Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
14
No. 4; 1 Juli – 31 Desember 2011
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC Nursalim, Pariani S. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV. Sagung Seto Pardhani. (2008). Abstrak Kognitif. http://www.google.co.id/localshot/I:/viewkoleks i. (didownload pada tanggal 8 September 2009) Reydra. (2009). Diperlukan inovasi dan inisiatif Untuk Peningkatan Kesejahteraan Lansia. http://www.google.com/localshot/I:/pemda_jati m. (didownload pada tanggal 30 September 2009) Sardhika. (2007). Jiwa usila. http:/www.google.com/localshot/I:/jiwa_usila. (didowload pada tanggal 7 September 2009) Stuart & Sundeen. (1998). Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC Watson, Roger. (2003). Perawatan Pada Lansia. Jakarta: ECG
Jurnal AKP
15
No. 4; 1 Juli – 31 Desember 2011