SKIRPSI
PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI TERHADAP PERUBAHAN GEJALA HALUSINASI PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RSJ PROF. DR. MUHAMMAD ILDREM DAERAH POVSU MEDAN TAHUN 2015
Oleh RENY NELLA SILALAHI 1102 190
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
SKIRPSI
PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI TERHADAP PERUBAHAN GEJALA HALUSINASI PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RSJ PROF. DR. MUHAMMAD ILDREM DAERAH POVSU MEDAN TAHUN 2015
Skripsi ini di ajukan sebagai syarat memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia
Oleh RENY NELLA SILALAHI 1102 190
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
i
PERNYATAAN
PENGARUH TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI TERHADAP PERUBAHAN GEJALA HALUSINASI PADA KLIEN SKIZOFRENIA DI RSJ PROF.DR.MUHAMMAD ILDREM DAERAH PROVSU MEDAN TAHUN 2015
SKRIPSI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan diterbitkan oleh orang lain kecuali yang tertulis yang dicantumkan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2015 Peneliti
(Reny Nella Silalahi)
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Nama
: Reny Nella Silalahi
Nim
: 11.02.190
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat/Tanggal lahir : Bah Sampuran/ 10 Mei 1993 Agama
: Kristen Protestan
Anak ke
: 1 dari 4 bersaudara
Status Pernikahan
: Belum Menikah
Nama Ayah
: Hasudungan Silalahi
Nama Ibu
: Melianna Sijabat
Alamat Rumah
: Jl.Sejahtera Desa Bah Sampuran,Kab.Simalungun, Kec.Jorlang Hataran
No.HP
: 085277026032
Email
:
[email protected]
B. Riwayat Pendidikan 1. Tahun 1999 – 2005 :
SD Swasta RK Cinta Rakyat No.2 Pematang Siantar
2. Tahun 2005 – 2008 :
SMP RK Cinta Rakyat Pematang Siantar
3. Tahun 2008 – 2011 :
SMA RK Bintang Timur Pematang Siantar
4. Tahun 2011 – 2015 :
Sedang menyelesaikan pendidikan S1 keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan dan Kebidanan di Universitas Sari Mutiara Indonesia.
iii
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA Skripsi, Juli 2015 Reny Nella Silalahi Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pada Klien Skizofrenia Di RSJ Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan Tahun 2015 xi + 53 Halaman + 8 Tabel + 2 Skema + 11 Lampiran ABSTRAK Salah satu tanda dan gejala dari skizofrenia adalah gangguan halusinasi pada klien, yang dapat dikontrol salah satu dengan Terapi Aktivitas Kelompok. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi merupakan upaya untuk melatih klien mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi terhadap perubahan gejala halusinasi pada klien skizofrenia. Dalam penelitian menggunakan metode quasi eksperimental pre-post test. Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat (dengan menggunakan rumus Uji Beda Dua Mean Dependen/Paired Sample). Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang berisi 12 pertanyaan tentang halusinasi. Hasil penelitian yang diperoleh dari 18 responden dengan droop out 10% dengan jumlah populasi 323 orang , dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan rata-rata perubahan gejala halusinasi sebelum dan sesudah dilakukannya Terapi Aktivitas Kelompok sehingga dapat disimpulkan bahwa Terapi Aktivitas Kelompok memiliki pengaruh yang sangat bermakna terhadap perubahan gejala halusinasi di RSJ Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan yang ditandai dengan Pvalue = 0,000 < p = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terapi modalitas yang terintegrasi dalam asuhan keperawatan, salah satunya yaitu Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi, tetap perlu dipertahankan dan perlu semakin ditingkatkan baik dari kualitas maupun kuantitasnya.
Kata Kunci
: Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi, Perubahan Gejala Halusinasi, Skizofrenia Daftar Pustaka : 41 (2004 - 2014)
iv
SCHOOL OF NURSING FACULTY OF NURSING AND MIDWIFERY UNIVERSITY OF SARI MUTIARA INDONESIA Thesis, July 2015 Reny Nella Silalahi The Influence Of The Activity Of Stimulation Therapy Group Perception On Changes In Halucinations In Schizophrenia Symptoms Clients In RSJ Prof.Dr.Muhammad Ildrem Provsu Medan Of The Year 2015 xi +53 page + 8 table + 2 scem + 11 attachmen
ABSTRACT One of the signs and symptoms of schizophrenia are impaired hallucinations client, that can be controlled one with the Activity of Group Therapy. The Activity of Group Therapy Stimulation Perception is an effort to train clients who apprehends stimulus provided or a stimulus that ever experienced. This research aims to understand the influenceof the Activity of Group Terapy Stimulation Perception on changes in symptoms cliens hallucinations in schizophrenia. In the research uses a method of quasi pre-post test experimental .In this research , the sample collection technique used is simple random sampling .The analysis used is univariat analysis and analysis bivariat ( with using formulas the different two dependent mean / paired sample ) . Research instruments used is a questionnaire that contains 12 the question of hallucinations . From the research result obtained from 18 respondents with droop out 10 % With a population of 323 people , can be seen that been an increase in the average changes in hallucinatory symptoms before and after he did the activity of group therapy so that we can conclude that therapy the activity of group has an influence that was very meaningful on changes in symptoms hallucinations in RSJ Prof. Dr.Muhammad Ildrem Provsu Regions In Medan that characterized by pvalue = 0,000 < it; p = 0.05 .This indicates that therapy modality of integrated nursing an orphanage , one of them is the activity of group therapy stimulation perception , still needs to retained and need to be improved both of the quantity of quality.
Keywords Reference
: The activity of group therapy stimulation of perception, Changes in Symptoms Hallucinations, Schizophrenia : 41 (2004 - 2014)
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pada Klien Skizofrenia di RSJ Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan Tahun 2015”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Keperawatan di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan Tahun 2015.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak / Ibu: 1.
Parlindungan Purba,SH.MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara.
2.
Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
3.
dr. Chandra Syafei, Sp.OG, selaku Direktur Utama Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan.
4.
Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
5.
Ns. Rinco Siregar, S.Kep,MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
6.
Ns. Jek Amidos, M.Kep, Sp.Kep.J, selaku Ketua Penguji yang telah banyak membimbing dan meluangkan waktu, tenaga serta pikiran selama penyusunan skripsi ini.
7.
Jenny Marlindawani Purba, S.Kp, MNS, selaku Penguji I yang telah banyak membimbing dan meluangkan waktu, tenaga serta pikiran selama penyusunan skripsi ini.
vi
8.
Ns. Masri Saragih, M.Kep, selaku Penguji II yang telah banyak membimbing dan meluangkan waktu, tenaga serta pikiran selama penyusunan skripsi ini.
9.
Ns.Laura Siregar, M.Kep, selaku Penguji III yang telah banyak membimbing dan meluangkan waktu, tenaga serta pikiran selama penyusunan skripsi ini.
10. Teristimewa untuk kedua orangtua peneliti tercinta Ayahanda (H.Silalahi), Ibunda (M.Sijabat) dan untuk adik-adik peneliti tersayang (Haris, Raynal, dan Ribka) yang telah memberikan dukungan doa, semangat, material maupun moril. 11. Para dosen dan staff di lingkunagan Program Studi Ners Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan. 12. Teman-teman, sahabat Grup ALTO, dan teman spesial peneliti Beny Sianturi serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu
masih
selalu
memberikan
dukungan
dan
semangat
menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca di Pendidikan Sarjana Keperawatan di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia. Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih.
Medan, Juli 2015 Peneliti
( Reny Nella Silalahi )
vii
DAFTAR ISI Hal PERNYATAAN PERSETUJUAN PERNYATAAN .............................................................................................. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... ABSTRAK ...................................................................................................... ABSTRACT .................................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL........................................................................................... DAFTAR SKEMA ......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... A. Latar Belakang.......................................................................... B. Rumusan Masalah .................................................................... C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 1. Tujuan Umum.................................................................... 2. Tujuan Khusus ................................................................... D. Manfaat Penelitian .................................................................... BAB II
TINJAUAN TEORITIS ................................................................ A. Konsep Skizofrenia .................................................................. 1. Definisi Skizofrenia ........................................................... 2. Tipe Skizofrenia ................................................................ 3. Etiologi Skizofrenia .......................................................... 4. Tanda Dan Gejala Skizofrenia .......................................... 5. Gejala Klinis Skizofrenia .................................................. 6. Karakteristik Penderita Skizofrenia................................... B. Konsep Halusinasi .................................................................... 1. Defenisi Halusinasi............................................................ 2. Rentang Respon Halusinasi ............................................... 3. Tahapan halusinasi ............................................................ 4. Jenis halusinasi .................................................................. 5. Faktor-faktor mempengaruhi Halusinasi ........................... 6. Tanda dan gejala halusinasi ............................................... C. Konsep Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) ............................. 1. Defenisi kelompok ............................................................ 2. Tujuan dan fungsi kelompok ............................................. 3. Komponen kelompok ........................................................ 4. Perkembangan kelompok .................................................. D. Kerangka Konsep ..................................................................... E. Hipotesa ....................................................................................
viii
i ii iii iv v viii xi x xi 1 1 5 5 5 5 6 7 7 7 8 9 13 14 16 18 18 19 19 21 22 23 24 24 24 25 28 31 31
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. A. Jenis Penelitian ......................................................................... B. Populasi dan Sampel................................................................. 1. Populasi ............................................................................. 2. Sampel ............................................................................... C. Lokasi Penelitian ...................................................................... D. Waktu Penelitian ...................................................................... E. Definisi Operasional ................................................................. F. Aspek Pengukuran .................................................................... G. Alat dan Prosedur Pengumpulan Data ...................................... 1. Alat Pengumpulan Data..................................................... 2. Prosedur Pengumpulan Data ............................................. H. Etika Penelitian ......................................................................... I. Pengolahan Data dan Analisa Data .......................................... 1. Pengolahan Data ................................................................ 2. Analisa Data ......................................................................
32 32 32 32 33 34 35 35 35 36 36 36 37 39 39 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian .......................................................................... 1. Gambaran Umum RSU Jiwa Prof.Dr.Muhamad Ildrem .... 2. Analisa Univariat ................................................................. 3. Analisa Bivariat ................................................................... B. Pembahasan ............................................................................... 1. Interprestasi dan Diskusi Hasil ............................................ 2. Keterbatasan Penelitian .......................................................
41 41 42 42 45 45 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................... B. Saran .........................................................................................
53 54
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL Tabel 3.1
: Daftar Klien Skizofrenia Sebagai Responden Penelitian .........
32
Tabel 3.2
: Definisi Operasional Penelitian ................................................
34
Tabel 3.3
: Bivariat .....................................................................................
40
Tabel 4.1 : Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Karakteristik Responden di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan Juni2015 (n = 18) .
42
Tabel 4.2 : Analisa Perubahan Gejala Halusinasi Klien Skizofrenia Sebelum Diberikan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi (TAK) Di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan2015 (n = 18) .............................
43
Tabel 4.3 : Analisa Perubahan Gejala Halusinasi Klien SkizofreniaSesudah Diberikan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi (TAK) Di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan2015 (n = 18) .............................................................................................
44
Tabel 4.4 : Analisa Perubahan Gejala Halusinasi Klien Skizofrenia Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi(TAK) Di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan2015 (n = 18) .............................................................................................
44
Tabel 4.5 : Hasil Uji Paired Sample TestPengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi (TAK) Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi PadaKlien Skizofreniadi Rumah Sakit JiwaProf.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan2015 (n = 18) .....................................................................................
45
x
DAFTAR SKEMA Skema 2.1 : Kerangka Konsep .........................................................................
31
Skema 3.1 : Rancangan Penelitian ...................................................................
32
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Lembar Informed Consent
Lampiran 2
: Lembar Data Demografi
Lampiran 3
: Lembar Kuesioner
Lampiran 4
: Lembar Observasi
Lampiran 5
: Lembar Izin Pengumpulan Data
Lampiran 6
: Izin Memperoleh Data
Lampiran 7
: Izin Penelitian
Lampiran 8
: Selesai Melaksanakan Penelitian
Lampiran 9
: Master Data
Lampiran 10
: Output SPSS
Lampiran 11
: Lembar Konsul
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kesehatan Jiwa merupakan kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (Undang-Undang No 18 Tahun 2014). Sehingga dapat dikatakan kesehatan jiwa merupakan kondisi dimana seseorang tidak hanya dalam keadaan sehat jiwa tetapi juga mencakup berbagai karakteristik keseimbangan jiwa dimana terjadi perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang sesuai dengan keadaan seseorang.
Menurut World Health Organization (WHO) jika 10% dari populasi mengalami masalah kesehatan jiwa maka harus mendapat perhatian karena termasuk rawan kesehatan jiwa. Masalahgangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang cukup serius. Menurut penelitian WHO menyatakan, paling tidak, ada satu dari empat orang di dunia yang mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa, di Indonesia diperkirakan mencapai 264 dari 1000 jiwa penduduk yang mengalami gangguan jiwa (Azrul Azwar, 2010, Yosep, 2009).
Gangguan jiwa merupakan suatu masalah kesehatan dengan manifestasimanifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis, genetik, fisis, atau kimiawi. Gangguan jiwa mewakili suatu masalah yang merupakan penyimpangan dari suatu konsep normatif. Setiap jenis masalah kesehatan itu memiliki tanda-tanda dan gejala-gejala yang khas (Kuniawan, 2012).
1
2
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang paling banyak terdapat diseluruh dunia adalah gangguan jiwa skizofrenia. Diseluruh dunia, prevalensi skizofrenia diperkirakan sebesar 0,2% menjadi 1,5% setara untuk pria dan wanita disemua tingkatan usia (Buchanan & Carpenter, 2005 dalam Barlow & Durand, 2009). Menurut WHO (2010) prevalensi skizofrenia saat ini adalah tujuh perseribu penduduk dewasa dan terbanyak pada usia 15-35 tahun, lebih dari 50% klien mendapat perawatan dan Shives (2012) menyebutkan 2-4 juta orang, atau 1,1% dari populasi dibumi menderita skizofrenia atau gangguan yang mirip dengan skizofrenia yang merusak kesadaran diri bagi banyak individu tapi mereka tidak menyadari bahwa merka sakit dan membutuhkan pengobatan.
Prevalensi skizofrenia yang cukup tinggi bukan hanya didunia tetapi di Indonesia yang mengalami hal yang sama, karena kelompok skizofrenia yang menempati sebesar 90% pasien di rumah sakit jiwa Magelang (Jalil, 2006). Perilaku yang muncul pada klien skizofrenia antara lain, motivasi kurang sebesar 81%, isolasi sosial sebesar 72%, perilaku makan dan tidur yang buruk sebesar 72%, sukar menyelesaikan tugas sebesar 72%, sukar mengatur keuangan sebesar 72%, penampilan yang tidak rapi/bersihsebesar 64%, lupa melakukan sesuatu sebesar 64%, kurang perhatian pada orang lain sebesar 56%, sering bertengkar sebesar 47%. Berdasarkan simptom dan paparan diatas menunjukkan bahwa klien skizofrenia banyak ditemukan masalahmasalah keperawatan diantaranya waham, halusinasi, resiko perilaku kekerasan,dan harga diri rendah yang presentasinya cukup tinggi sebesar >40%, sehingga perlu perhatian khusus dalam pengobatan dan perawatan (Pardede,J.A, Keliat, B.A & Wardani, I.Y, 2013). Masalah skizofrenia sudah semakin meningkat sesuai dengan prevalensi yang telah disebutkan diatas baik didunia maupun di Indonesia.
Skizofrenia merupakan penyakit kronis, parah dan melumpuhkan, gangguan otak yang ditandai dengan pikiran kacau, waham, halusinasi, dan perilaku
3
aneh atau katatonik, sehingga perlu perhatian khusus dalam upaya pencegahan, upaya pengobatan dan perawatan yang berkesinambungan (Rhoads, 2011). Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan penurunan atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realitas (halusinasi atau waham), afek tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu berpikir abstrak) serta mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari (Budi Anna, Akemat, 2012).
Hasil Riskesdas Indonesia 2013 menyebutkan rata-rata prevalensi gangguan jiwa berat dan kronis atau skizofrenia yang diderita masyarakat Indonesia tanpa batasan umur sekitar menunjukkan bahwa penderita gangguan jiwa berat di Indonesia adalah 1,7 per 1.000 orang. Penelitian yang sama mencatat dari total populasi berisiko sebesar 1.093.150 orang, hanya 3.5% atau 38.260 orang yang terlayani dengan perawatan memadai di berbagai fasilitas kesehatan.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulasi nyata (Keliat, 2014). Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptive individu yang berada dalam rentang neurobiologi (Stuart & Laraia, 2005).
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Dimana pasien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan penanganan halusinasi yang tepat. Pencegahan ini dilakukan untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan, sehingga diperlukan rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi halusinasi.
4
Terapi modalitas yang tepat untuk pasien halusinasi yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan sensori,
upaya
memusatkan
perhatian,
kesegaran
jasmani
dan
mengekspresikan perasaan. Terapi ini menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dalam kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat & Akemat, 2012). Dengan terapi aktifitas kelompok (TAK) : stimulasi persepsi, maka akan memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan, dan pemulihan kesehatan yaitu perilaku yang baik. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi disini klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami klien. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif. Hasil kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah (Keliat & Akemat, 2014). Dengan terapi ini dapat diketahui adanya hubungan TAK terhadap penurunan gejala halusinasi.
Hasil
survey yang didapat penulis dari
Medikal Record di RSJ
Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan pada bulan Januari sampai Desember 2014 ditemukan bahwa pada tahun 2014 sebanyak 2.070 orang mengalami gangguan jiwa dan 13.065 orang mengalami Skizofrenia. Dimana pasien yang rawat jalan sebanyak 11.059 atau 77,1% dan pasien yang rawat inap sebanyak 2.006 atau 96,9%. Berdasarkan wawancara dengan perawat diruangan, dari 12 orang pasien yang telah mengikuti TAK stimulasipersepsi halusinasi sesi 1 sampai sesi 5, 5 orang diantaranya tidak mampu menghardikhalusinasi, melakukan kegiatan, bercakap cakap dengan orang lain dan patuh minum obat. 4orang mampu menghardik halusinasi, mampu bercakap cakap tapi belum mampu melakukan kegiatan terjadwal dan patuh minum obat serta 3 orang mampu menghardik halusinasi,melakukan kegiatan, bercakap cakap dan patuh minum obat. Hampir keseluruhan sudah mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok. Dalam setiap kali mengadakan pertemuan dengan
5
terapi akan berfokus pada kesadaran dan mengerti diri sendiri, memperbaiki hubungan interpersonal dan merubah perilaku. Hal ini dikarenakan adanya rasa kebersamaan yang dirasakan, rasa nyaman dan adanya rasa kekompakan pada pasien Halusinasi. Pasien Halusinasi di RSJ Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan mempunyai sifat yang menunjukkan emosi dan berprilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Terapi Aktifitas Stimulasi Persepsi Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pada Klien Skizofrenia di RSJ Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan Tahun 2015”.
B. Rumusan Masalah 1.
Ditemukan penderita gangguan jiwa sebanyak 2.070 orang yang dirawat diruang inap RSJ Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan.
2.
Ditemukan penderita skizofrenia sebanyak 2.006 (96.9%) orang yang dirawat diruang rawat inap RSJ Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan mengalami
masalah atau diagnosa
keperawatan
halusinasi. 3.
Penelitian yang mengkombinasikan TAK terhadap perubahan gejala dan peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi.
Berdasarkan rumusan masalah diatas peneliti berminat mengangkat judul “Pengaruh Terapi Aktifitas Stimulasi Persepsi Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pada Klien Skizofrenia di RSJ Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan Tahun 2015”.
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Mengetahui pengaruh TAK stimulasi persepsi terhadap perubahan gejala halusinasi pada klien skizofrenia di RSJ Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan Tahun 2015.
6
2.
Tujuan Khusus a.
Mengetahui gejala halusinasi sebelum pemberian TAK pada klien skizofrenia di RSJ Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan Tahun 2015.
b.
Mengetahui perubahan gejala halusinasi sesudah pemberian TAK pada klien skizofrenia di RSJ Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan Tahun 2015.
c.
Mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah gejala halusinasi diberikan TAK Stimulasi Persepsi pada klien skizofrenia di RSJ Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan Tahun 2015.
d.
Mengetahui pengaruh gejala halusinasi diberikan TAK Stimulasi Persepsi pada klien skizofrenia di RSJ Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan Tahun 2015.
D. Manfaat Penelitian 1.
Bagi Responden Klien mampu mengenal dan mengontrol halusinasinya sehingga apabila penyakitnya kambuh klien mampu mengatasi secara mandiri.
2.
Bagi Praktek Keperawatan Sebagai penambahan informasi bagaimana peningkatan pemberian TAK pada klien skizofrenia di pemberian TAK terhadap perubahan gejala halusinasi
pada
klien
skizofrenia
di
RSJ
terutama
di
RSJ
Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan.
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai data dasar dan data pendukung bagi peneliti selanjutnya untuk dapat melanjutkan penelitian.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Skizofrenia 1.
Definisi Skizofrenia Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan perilaku seseorang. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun defisit kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003).
Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya dibagi dalam tiga kategori yaitu gejala positif termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif); gejala negatif ini dimaksudkan karena merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang, termasuk kurang atau tidak mampu menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurang dorongan untuk beraktifitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan bicara (alogia); serta gejala disorganisasi, baik dari perilaku aneh (Bizzare) dan ganguan pembicaraan (Wiramihardja,2005).
2.
Tipe Skizofrenia Diagnosa Skizofrenia berawal dari Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) yaitu: DSM-III (American Psychiatric Assosiation, 1980) dan berlanjut dalam DSM-IV (American Psychiatric Assosiation,1994)
dan
DSM-IV-TR
(American
Psychiatric
Assosiation,2000). Berikut ini adalah tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR 2000. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan yaitu (Davison, 2006) : a.
Tipe Paranoid Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau
7
8
halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif yang relatif masih terjaga.Waham biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin juga muncul.Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan, menjaga jarak dan suka berargumentasi dan agresif.
b.
Tipe Disorganized (tidak terorganisasi) Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan yang kacau dapat disertai kekonyolan dan tertawa yang tidak erat kaitannya dengan isi pembicaraan.Disorganisasi tingkah laku dapat membawa pada gangguan yang serius pada berbagai aktivitas hidup sehari-hari.
c.
Tipe Katatonik Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang dapat meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Aktivitas motor yang berlebihan, negativisme yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi (mutism), gerakangerakan yang tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain (echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia).
d.
Tipe Hebefrenik Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan perubahan pola simptom-simptom yang cepat menyangkut semua indikator
skizofrenia.
Misalnya,
indikasi
yang sangat
ruwet,
kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang berubah-ubah atau salah, adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme seperti mimpi, depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan.
9
e.
Tipe Residual Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa, seperti keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas dan afek datar.
3.
Etiologi Skizofrenia Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab skizofrenia, antara lain : a.
Faktor Predisposisi Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya skizofrenia meliputi faktor biologis, psikologis, dan sosiokltural. 1) Faktor Biologis Faktor biologi yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia antara lain: faktor genetik, neuroanatomi dan imunovirologi (Videbeck, 2011). a)
Genetik Meskipun genetika merupakan faktor risiko yang signifikan, belum ada penanda genetika tunggal yang diidentifikasi. Risiko terjangkit skizofrenia bila gangguan ini ada dalam keluarga meliputi: satu orangtua yang terkena; resiko 12% sampai 15% kedua orangtua terkena penyakit ini; risiko 35% sampai 39%, saudara kandung yang terkena; risiko 8% sampai 10%, kembar dizigotik yang terkena; risiko 15% dan kembar monozigot yang terkena; risiko 50% (Isaac, 2005). Sehingga dapat dikatakan faktor genetik dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya skizofrenia dan mengetahui risiko seseorang mengalami skizofrenia dilihat dari faktor keturunannya.
10
b) Neuroanatomi Perkembangan teknik pencitraan non invasif, seperti CT Scan, magnetic resonance imanging (MRI), dan positron emmision tomography (PET) dalam 25 tahun terakhir, para ilmuwan mampu menilai struktur otak (neuroanatomi) yang menderita skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang menderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatif sedikit, hal ini memperlihatkan suatu kegagalan perkembangan atau kehilangan jaringan selanjutnya. CT Scan menunjukkan pembesaran vertikel otak dan atrofi korteks otak (Videbeck, 2011).
c)
Neurokimia Teori neurokimia yang paling terkenal saat ini mencakup dopamin dan serotonin dan teori ini dikembangkan berdasarkan dua tipe observasi. Pertama, obat-obatan yang meningkatkan aktivitas pada sistem dopaminergi, seperti amfetamin dan levodopa, kadang-kadang menyebabkan reaksi psikotikparanoid yang sama dengan skizofrenia. Kedua, obat-obatan yang menyekat reseptor dopamin pascaipnatik mengurangi kenyataannya,
semakin
gejala besar
psikotik yang pada kemampuan
obatuntuk
menyekat reseptor dopamin, semakin efektif obat tersebut dalam
mengurangi
gejala
skizofrenia
(Bhucanan &
Carpenter, 2005 dalam Videbeck, 2011) sehingga dapat dikatakn bahwa neurokimia sangat berpengaruh dalam skizofrenia.
d) Imunovirologi Teori populer yang mengatakan bahwa perubahan patologi otak pada individu yang menderita skizofrenia dapat
11
disebabkan oleh pajanan virus, atau respon imun tubuh terhadap virusdapat mengubah fisiologi otak. Laporan data epidemiologis menunjukkan tingginya insiden terjadinya skizofrenia setelah kehamilan terpapar dengan influenza (Sadock,
2007).
Hal
ini
didukung
para
peneliti
memfokuskan infeksi pada ibu hamil sebagai kemungkinan penyebab awal skizofrenia di ikuti epidemik (Videbeck, 2011). Sehingga bisa dikatakan ibu hamil yang terkena infeksi nisa menyebabkan skizofrenia.
2) Faktor Psikologi Pada awal teori didapatkan ada kurangnya hubungan antara orangtua dan anaknya dan disfungsi pada sistem keluarga yang dapat menjadi penyebab terjadinya skizofrenia (Townsend, 2009). Teori-teori yang berkaitan dengan peran keluarga dalam munculnya skizofrenia belum divalidasi dengan penelitian tetapi bagian fungsi keluarga yang telah diimplikasikan dalam peningkatan angka kekambuhan individu dengan skizofrenia adalah sangat mengekspresikan emosi (Isaac, 2005). Pada penelitian
ini
dikatakan
skizofrenia
pada
anak
dapat
menunjukkan adanya kelainan secara halus yaitu pada perhatian, kemampuan sosial, koordinasi, fungsi neuromotor serta respon emosional sebelum mereka menunjukkan gejala yang jelas dari skizofrenia (Schiffman et al, 2004 dalam Stuart, 2009)
3) Faktor Sosiokultural Menurut Towsend (2009) faktor sosialkultural meliputi fungsi dalam keluarga, komunikasi double bind serta ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi tugas perkembangannya. Videbeck (2008) mendukung pernyataan ini bahwa skizofrenia terjadi karena faktor interpersonal yang meliputi komunikasi yang tidak
12
efektif, ketergantungan yang berlebihan atau menarik diri dalam hubungan,
dan
kehilangan
kontrol
emosi.
Kondisi
ini
meunjukkan bahwa komunikasi yang tidak efektif pada anak dapat menjadikan mereka kurang percaya diri sehingga sulit untuk berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain, bahkan anak dapat bertindak semena-mena karena adanya kesulitan dalam mengontrol emosi yang mengarah pada perilaku kekerasan.
b.
Faktor Prespitasi 1) Faktor Biologi Faktor stressor yang menjadi prespitasi skizofrenia secara biologis dapat disebabkan oleh gangguanumpan balik diotak yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi. Stressor biologis meliputi penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan struktur otak. Faktor biologis lainnya merupakan predisposisi bisa menjadi presipitasi dengan memperhatikan asal stressor; baik internal atau lingkungan eksternal individu. Sehingga penting untuk dikaji dari waktu dan frekuensi terjadinya perilaku kekerasan (Stuart & Laraia, 2005).
2) Faktor Psikologi Stressor psikologis merupakan pengalaman mendapatkan abuse dalam keluarga atau terkait dengan kegagalan dan untuk stressor lain
diantaranya
adalah
aturan
dimasyarakat,
tuntutan
masyarakat yang tidak ralistik sesuai kemampua. Faktor pencetus individu mengalami skizofrenia secara psikologis dapat diakibatkan oleh toleransi terhadap koping individu yang tidak efektif, inpulsif, dan membayangkan atau secara nyata adanya ancaman terhadap keberadaan dirinya, tubuh atau kehidupan, yang menjadikan klien berperilaku maladaptif
13
rendah diri, perilaku kekerasan, dan kesalahan mempersepsikan stimulus yang tampak pada klien halusinasi. Hal ini didukung oleh Fontaine (2009) yang mengatakan bahwa perilaku agresif atau perilaku kekerasan bisa terjadi karena adanya perasaan marah atau kemarahan, ansietas, rasa bersalah, frustasi atau kecurigaan (Townsend, 2009) sehingga dengan adanya faktor pencetus atau faktor presipitasi yang telah dijelaskan diatas, mampu menyebabkan perilaku kekerasan, halusinasi, dan harga diri rendah.
3) Faktor Sosiokultural Faktor ini sangta memicu terjadinya skizofrenia, dimana sudah banyak penelitian yang menghubungkan terhadap kelas sosial. Data statistik epidemiologi telah menunjukkan bahwa individu dari kelas sosial ekonomi rendah lebih besar mengalami gejalagejala yang berhubungan dengan skizofrenia dibandingkan yang berasal dari kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi Ho, Black, dan Andreasan, 2003 dalam Barlow dan Durand, 2005).
4. Tanda dan Gejala Skizofrenia Penilaian yang dilakukan individu saat menghadapi stressor yang datang dengan mempergunakan respon kognitif, afektif, perilaku, dan sosial. Bisa dikatakan penilaian kognitif adalah suatu mediator dimana individu dapat menganalisa stressor yang ada lingkungan yang berhubungan dengan dirinya dimana individu yang mengalami halusinasi tidak mampu untuk berfikir konkrit. Sedangkan respon afektif merupakan respon yang dirasakan saat terjadi stressor yang berkaitan dengan ekspresi emosi seperti gembira/senang maupun sedih. Respon perilaku adalah respon yang terjadi saat adanya perubahan fisiologis sebagai suatu kemampuan dalam bertindak dalam mempergunakan pikiran dalam menghadapi stressor yang datang berupa reflek karena respon perilaku ditentukan oleh
14
kemampuan kognitif dalam menentukan seseorang dalam berperilaku. Sedangkan respon sosial dipengaruhi orang-orang yang terdekat individu dalam menghadapi stressor yang datang. Kesimpulannya penilaian stressor merupakan penilaian disaat stressor datang yang menimbulkan tanda dan gejala yang dilihat dari respon kognitif, afektif, perilaku, dan sosial.
5.
Gejala Klinis Skizofrenia a.
Gejala positif skizofrenia Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah sebagai berikut : 1) Delusi atau waham, yaitu suatu keyakina yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakina itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya. 2) Halusinasi,
yaitu
pengalaman
panca
indera
tanpa
ada
rangsangan (stimulus). Misalnya penderita mendengar suarasuara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber suara atau bisikan itu. 3) Kekacauan
alam
pikir,
yang
dapat
dilihat
dari
isi
pembicaraannya. Misalnya pembicaraanya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya. 4) Gelisah, gaduh, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira dengan berlebihan. 5) Merasa dirinya “orang besar”, merasa besar mampu, serta hebat dan sejenisnya. 6) Pikiran penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya 7) Menyimpan rasa permusuhan.
15
b
Gejala Negatif Skizofrenia Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah sebagai berikut : 1) Gangguan afek dan emosi Gangguan
dan
emosi
pada
skizofrenia
berupa
adanya
kedangkalan afek dan emosi (emotional blunting), misalnya : pasien menjadi acuh tak acuh terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarga dan masa depannya serta perasaan halus sudah hilang, hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport), terpecah belahnya kepribadian maka hal-hal yang berlawanan mungkin terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama atau menangis, dan tertawa tentang suatu hal yang sama (ambivalensi) (Lumbantobing, 2007). 2) Alogia Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan pembicaraan. Kadang isi pembicaraan sedikit saja maknanya. Ada pula pasien yang mulai berbicara yang bermakna, namun tiba-tiba ia berhenti bicara, dan baru bicara lagi setelah tertunda beberapa waku (Lumbantobing, 2007). 3) Avolisi Ini merupakan keadaan dimaa pasien hampir tidak bergerak, gerakannya miskin. Kalau dibiarkan akan duduk seorang diri, tidak bicara, tidak ikut beraktivitas jasmani (Lumbantobing, 2007). 4) Anhedonia Tidak mampu menikmati kesenangan, dan menghindari pertemanan dengan orang lain (Asociality) pasien tidak
16
mempunyai perhatian, minat pada rekreasi. Pasien yang sosial tidak mempunyai teman sama sekali, namun ia tidak memperdulikannya (Lumbantobing, 2007). 5) Gejala Psikomotor Adanya gejala katatonik atau gangguan perbuatan dan sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya kemauan saja maka dapat dilihat adanya gerakan yang kurang luwes atau agak kaku, stupor dimana pasien tidak menunjukkan pergerakan sam sekali dan dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang bertahun-tahun lamanya pada pasien yang sudah menahun; hiperkinese dimana pasien terus bergerak saja dan sangat gelisah (Kaplan & Sadock, 2010).
6.
Karakteristik Penderita Skizofrenia Klien skizofrenia mempunyai karakterisitik menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, dan lama dirawat, yang dijelaskan sebagai berikut: a. Umur Umur berhubungan dengan pengalaman seseorang dalam menghadapi berbagai stressor, kemampuan memanfaatkan sumber dukungan dan keterampilan dalam mekanisme koping (Stuart & Laraia, 2005). Penelitian yang dilakukan Siagian (1995, dalam Parendrawati, 2008) mengemukakan bahwa semakin lanjut usia seseorang semakin meningkat
pola
kedewasaan
psikologis
dengan
menunjukkan
kematangan jiwa, semakin bijaksana, mampu berfikir secara rasional, mengendalikan emosi dan bertoleransi terhadap orang lain.
Pertumbuhan dan perkembangan normal sesuai umur meliputi perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional yang terjadi selama masa kehidupan individu (Santrock, 2007). Pcertumbuhan mencakup
17
perubahan fisik yang terjadi sejak periode prenatal sampai dewasa lanjut yang dapat berupa kemajuan atau kemunduran. Perkembangan bersifat dinamis dan melibatkan progresifitas dan penurunan (Berger, 2005). Keberhasilan dan kegagalan dalam suatu fase akan mempenagruhi kemampuannya untuk menyelesaikan fase berikut. Jika individu mengalami kegagalan perkembangan yang berulang akan terjadi kecacatan, tetapi jika individu mengalami keberhasilan yang berulang akan meninhkatkan kesehatannya.
b. Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah ciri-ciri fisik, karakter dan sifat yang berbeda (Stuart & Laraia, 2005). Penderita gangguan jiwa ringan pada perempuan terjadi dua kali lebih banyak
dibanding laki-laki dan
sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi. Penderita gangguan jiwa berat lebih banyak diderita laki-laki daripada perempuan (Riskesdas-Depkes, 2007).
c. Status Perkawinan Pada individu yang tidak memiliki pasangan atau mengalami perceraian berisiko tinggi mengalami gangguan jiwa (Stuart & Sundeen, 2005). Widya (2007) mengungkapkan bahwa gangguan jiwa sering dialami oleh individu yang bercerai dibandingkan dengan yang sudah menikah. Hal ini berbeda dengan pendapat Dantas, et.al. (2011) dan Folsom, et.al. (2009) yang menunjukkan klien skizofrenia umumnya terjadi pada individu yang belum menikah.
d. Pendidikan Pendidikan adalah status resmi tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh oleh pasien. Pendidikan menjadi suatu tolak ukur kemampuan klien untuk berinteraksi secara efektif (Stuart & Laraia, 2005). Menurut Potter dan Perry (2005), keikutsertaan klien dalam
18
belajar secara tidak langsung dipenagruhi oleh keinginan untuk mendapatkan pengetahuan dan kemampuan. Wibowo (1997) dalam penelitiannya tentang karakteristik penderita skizofrenia menunjukkan bahwa individu banyak terjadi gangguan jiwa pada tingkat pendidikan SMA. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Tek, Kirkpatrick & Buchanan (2001), Folsom, et.al. (2009) bahwa skizofrenia terjadi setelah individu telah berpendidikan selama 11,5 tahun dan 12,7 tahun.
e. Lama Dirawat Lama dirawat adalah waktu atau lamanya pasien terpapar stresor, yakni terkait sejak kapan, sudah berapa lama, dan berapa frekwensi (Stuart & Laraia, 2005). Aspek stressor yang dapat mempengaruhi respon stres adalh intensitas, jangkauan, durasi, jumlah dan sifat stresor lain, prekdiktabilitas. Karakteristik individual yang dapat mempengharuhi respon stres adalah tingkat pengontrolan personal, ketersediaan
dukungan
sosial,
perasaan
mampu/kompetensi,
penghargaan kognitif (Potter & Perry, 2010)
B. Konsep Halusinasi 1.
Defenisi Halusinasi Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada (Videbeck, 2008). Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam jumlah atau pola ransang yang mendekat (baik yang dimulai secara eksternal maupun internal) disertai dengan respon yang berkurang, dibesar-besarkan, distorsi atau kerusakan rangsang tertentu (Towsend, 1998 dalam Yosep 2008). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya ransangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2005).
19
2.
Rentang Respon Halusinasi
RESPON ADAPTIF
RESPON MALADAPTIF
o Pikiran logis
Distorsi pikiran
o
Gangguan piker
o Persepsi akurat
Ilusi
o
Sulit merepon emosi
o Emosi
Reaksi emosional >/<
o
Perilaku
Perilaku anah/ tidak
konsisten
dengan pengalaman o Perilaku sesuai o Berhubungan social
3.
biasa
disorganisasi o
Isolasi sosial
Menarik diri
Tahapan halusinasi Tahapan halusinasi menurut Depkes RI (2000 dalam Dermawan & Rusdi, 2013) sebagai berikut : a. Tahap I (comforting): Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan dengan karakteristik : 1) Klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan. 2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas. 3) Pikiran dan pengalaman masih dalam kontrol kesadaran. Perilaku klien : 1) Tersenyum atau tertawa sendiri. 2) Menggerakkan bibir tanpa suara. 3) Pergerakan mata yang cepat. 4) Respon verbal yang lambat. 5) Diam dan berkonsentrasi.
20
b.
Tahap II (Condeming): Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipasti dengan karakteristik : 1) Pengalaman sensori menakutkan. 2) Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut. 3) Mulai merasa kehilangan kontrol. 4) Menarik diri dari orang lain. Perilaku klien : 1) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah. 2) Perhatian dengan lingkungan berkurang. 3) Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya. 4) Kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi
dengan
realitas.
c. Tahap III (Controlling): Mengontrol, tingkat kecemasan berat, pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi dengan karakteristik : 1) Klien
menyerah
dan
menerima
pengalaman
sensorinya
(halusinasi). 2) Isi halusinasi menjadi atraktif. 3) Kesepian bila pengalaman sensori berakhir. Perilaku klien : 1) Perintah halusinasi ditaati. 2) Sulit berhubungan dengan orang lain. 3) Perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik. 11 4) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat.
21
d. Tahap IV (Conquering): Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi, klien tampak panik. Karakteristiknya yaitu suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak diikuti. Perilaku klien : 1) Perilaku panik. 2) Resiko tinggi mencederai. 3) Agitasi atau kataton. 4) Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.
4.
Jenis halusinasi Berbagai jenis halusinasi antara lain (Cancro & Lehman, 2000): a.
Halusinasi pendengaran Mendengar suara-suara, paling sering adalah suara orang, berbicara kepada pasien atau membicarakan pasien. Mungkin ada satu atau banyak suara; dapat berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Halusinasi pendengaran merupakan jenis halusinasi yang paling sering terjadi. Halusinasi berupa perintah, suara-suara yang menyuruh
pasien
untuk
mengambil
tindakan,
seringkali
membahayakan diri sendiri atau orang lain dan dianggap berbahaya.
b.
Halusinasi penglihatan Melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau orang yang telah meninggal, atau mungkin sesuatu yang bentuknya rusak. Halusinasi ini merupakan jenis halusinasi kedua yang sering terjadi
c.
Halusinasi penciuman Mencium aroma atau bau padahal tidak ada. Bau tersebut dapat berupa bau tertentu seperti urine atau feses, atau bau yang sifatnya lebih umum , misalnya bau busuk atau bau yang tidak sedap. Jenis
22
halusinasi ini sering ditemukan pada pasien demensia, kejang atau stroke.
d.
Halusinasi pengecapan Mencakup rasa yang tetap ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut bisa seperti rasa logam atau pahit atau mungkin seperti rasa tertentu.
e.
Halusinasi taktil Mengacu pada sensasi seperti aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuh atau seperti binatang kecil yang merayap di kulit. Paling sering ditemukan pada pasien yang mengalami putus alcohol.
f.
Halusinasi kenestetik Meliputi laporan pasien bahwa ia merasakan fungsi tubuh yang biasanya tidak bisa dideteksi. Contohnya sensasi pembentukan urine atau impuls yang ditransmisikan melalui otak.
g.
Halusinasi kinestetik Terjadi ketika pasien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan tubuh. Gerakan tubuh kadang kala tidak lazim, misalnya melayang di atas tanah. (Videbeck, 2008).
5.
Faktor-faktor mempengaruhi Halusinasi a.
Faktor Predisposisi 1) Biologis Abnormalitas perkembangan system saraf yang berhubungan dengan respon neorobiologis yang mal adaptif. 2) Psikologis Penolakanatau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien
23
3) Sosial budaya Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusakan, bencana alam) dan kehidupan yang tersolasi disertai stress.
b.
Faktor Presipitas 1) Biokimia Dopamine, norepineprin, zat halusinagen dapat menimbulkan persepsi yang diinginkan oleh klien sehingga klien cenderung membenarkan apa yangdikhayal.
2) Sosial budaya Teori
ini
mengatakan
menyebabkan
bahwa
terjadinya
stress
respon
lingkungan
dapat
neurobiologist
yang
maladaptifve, misalnya lingkungan yang penuh dengan kritik (bermusuhan); kehilangan kemandirian
dalam kehidupan;
kehilangan
dalam
harga
interpersonal;
diri
kesepian;
;
kerusakan tekanan
dalam
hubungan
pekerjaan,
dan
kemiskinan.
6.
Tanda dan gejala halusinasi Adapun tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut : a. Berbicara, senyum dan tertawa sendiri. b. Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasakan sesuatu yang tidak nyata. c. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak mampu melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi, berganti pakaian dan berhias yang rapi. e. Sikap curiga, bermusuhan, menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan, mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi wajah
24
tegang, pembicaraan kacau dan tidak masuk akal, banyak keringat. (Towsend & Mary, 1995 dalam Cyber Nurse 2009)
C. Konsep Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) 1.
Defenisi kelompok Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama Stuart & Laraia (2001, dalam Keliat & Akemat, 2004). Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat sadar diri (self-awareness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan atau ketiganya (Keliet & Akemat, 2004).
Dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi dibagi dalam 5 sesi, yaitu
sesi I
klien mengenal halusinasi, sesi II klien
mengontrol halusinasi dengan menghardik, sesi III klien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, sesi IV klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas terjadwal dan sesi V klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat.
2.
Tujuan dan fungsi kelompok Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptive. Kekuatan kelompok ada pada kontribusi dari setiap anggota dan pemimpin dalam mencapai tujuannya.Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain, untuk menemukan
cara
menyelesaikan
masalah.
Kelompok
terapeutik
membantu mengatasi stres emosi, penyakit fisik kritis, tumbuh-kembang, atau penyesuaian social (Keliat, 2005).
25
3.
Komponen kelompok a.
Struktur Kelompok Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan keputusan, dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil secara bersama.
b.
Besar Kelompok Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara 5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut Stuart dan Laraia (2001) adalah 7-10 orang, menurut Lencester (1980) adalah 10-12 orang, sedangkan menurut Rawlins, Williams, dan Beck (1993) adalah 5-10 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat kesempatan
mengungkapkan
perasaan,
pendapat,
dan
pengalamannya. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi.
c.
Lama Sesi Waktu optimal untuk sesi adalah 20-40 menit bagi fungsi kelompok yang rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi (Stuart &Laraia, 2001). Biasanya dimulai dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja, dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali/dua kali perminggu atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
26
d.
Komunikasi Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan menganalisis pola komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika yang terjadi. Pemimpin kelompok dapat mengkaji hambatan dalam kelompok, konflik interpersonal, tingkat kompetisi, dan seberapa jauh anggota kelompok mengerti serta melaksanakan kegiatan yang dilaksanakan.
e.
Peran Kelompok Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada tiga peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dalam kerja kelompok yaitu (Berne & Sheats, 1948 dalam Stuart & Laraia, 2001) maintenance roles, task roles, dan individual role. Maintenance Roles yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok dan fungsi kelompok. Task Roles yaitu fokus pada penyelesaian tugas. Individual role adalah self-centered dan distraksi pada kelompok.
f.
Peran Perawat dalam TAK Menurut Purwaningsih & Karlina (2009) menjelaskan bahwa peran perawat jiwa profesional dalam pelaksanaan TAK pada penderita skizofrenia adalah 1) Peran perawat sebagai penyusun program terapi yang digunakan sebagai pedoman dan acuan pelaksanaan TAK. 2) Peran perawat bertugas sebagai leader dan co-leader, meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi pola-pola komunikasi yang terjadi dalam kelompok, membantu anggota kelompok untuk menyadari dinamisnya kelompok, menjadi motivator, membantu
kelompok
menetapkan
tujuan
dan
membuat
peraturan serta mengarahkan dan memimpin jalannya TAK.
27
3) Peran Perawat sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompok sebagai anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada anggota kelompok lain agar dapat mengikuti jalannya kegiatan. 4) Peran perawat sebagai observer meliputi mencatat serta mengamati respon penderita, mengamati jalanya proses TAK dan menangani peserta atau anggota kelompok yang drop out. 5) Peran perawat dalam mengatsi masalah yang timbul selama pelaksanaan TAK. Kemungkinan akan timbul sub kelompok, kurangnya
keterbukaan,
resistesi
baik
individu
maupun
kelompok dan adanya anggota keompok yang drop out. Untuk mengatasai permasalahan tersebut tergantung pada jenis kelompok terapis, kontrak dan kerangka teori yang mendasari TAK tersebut.
g.
Kekuatan Kelompok Kekuatan
adalah
kemampuan
anggota
kelompok
dalam
memengaruhi berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan anggota kelompok yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak mendengar dan siapa yang membuat keputusan dalam kelompok.
h.
Norma Kelompok Norma adalah standar perilaku yang ada pada kelompok. Pengharapan terharap perilaku kelompok pada masa yang akan dating berdasarkan pengalaman masa lalu dan saat ini. Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk mempengaruhi pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok. Kesesuaian perilaku anggota kelompok dengan norma kelompok, penting dalam menerima anggota kelompok. Anggota kelompok yang tidak
28
mengikuti norma dianggap pemberontak dan ditolak anggota kelompok lain (Keliat, 2005).
i.
Kekohesifan Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok berkerja sama dalam mencapai tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah dalam kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas terhadap kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan kelompok dapat dipertahankan.
4. Perkembangan kelompok a.
Fase prakelompok Hal penting yang harus diperhatikan ketika memulai kelompok adalah
tujuan
dari
kelompok.
Ketercapaian
tujuan
sangat
dipengaruhi oleh perilaku pemimpin dan pelaksanaan kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk itu perlu disusun proposal atau panduan pelaksanaan kegiatan kelompok.Garis besar isi proposal adalah daftar tujuan umum dan khusus; daftar pemimpin kelompok disertai kehliannya; daftar kerangka teoritis yang akan digunakan pemimpin untuk mencapai tujuan; daftar criteria anggota kelompok; uraian proses seleksi anggota kelompok; uraian struktur kelompok: tempat sesi, waktu sesi, jumlah anggota, jumlah sesi, perilaku anggota yang diharapkan, dan perilaku pemimpin yang diharapkan; uraian tentang proses evaluasi anggota kelompok dan kelompok; uraian alat dan sumber yang dibutuhkan; uraian dana yang dibutuhkan. Proposal dapat pula berupa pedoman atau panduan menjalankan kegiatan kelompok. b.
Fase awal kelompok 1) Tahap orientasi Pada tahap ini pemimpin kelompok lebih aktif dalam memberi pengarahan. Pemimpin kelompok mengorientasikan anggota pada
29
tugas utama dan melakukan kontrak yang terdiri dari tujuan, kerahasiaan, waktu pertemuan, struktur, kejujuran dan aturan komunikasi, misalnya hanya satu orang yang berbicara pada satu waktu, norma perilaku, rasa memiliki atau kohesif antara anggota kelompok diupayakan terbentuk pada fase orientasi. 2) Tahap konflik Peran dependen dan independen terjadi pada tahap ini, sebagian ingin pemimpin yang memutuskan dan sebagian ingin pemimpin lebih mengarahakan atau sebaliknya anggota ingin berperan sebagai pemimpin. Ada pula anggota yang netral dan dapat membantu menyelesaikan konflik peran yang terjadi. Perasaan bermusuhan yang ditampilkan, baik antar anggota kelompok maupun anggota dengan pemimpin dapat terjadi pada tahap ini. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif, dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku yang tidak produktif, seperti menuduh anggota tertentu sebagai penyebab konflik. 3) Tahap kohesif Setelah tahap konflik, anggota kelompok merasakan ikatan yang kuat satu sama lain. Perasaan positif akan semakin sering diungkapkan. Pada tahap ini, anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain. Pemimpin tetap berupaya memberdayakan kemampuan anggota kelompok dalam melakukan penyelesaian masalah. Pada tahap akhir fase ini, tiap anggota kelompok belajar bahwa perbedaan tidak perlu ditakutkan. Mereka belajar persamaan dan perbedaan, anggota kelompok akan membantu pencapaian tujuan yang menjadi suatu realitas.
30
c.
Fase kerja Pada fase ini kelompok sudah menjadi tim. Walaupun mereka bekerja keras tetapi menyenangkan bagi anggota dan pemimpin kelompok. Kelompok menjadi stabil dan realistis. Tugas utama pemimpin adalah membantu kelompok mencapai tujuan dan tetap menjaga kelompok ke arah pencapaian tujuan. Serta mengurangi dampak dari faktor apa saja yang dapat mengurangi produktifitas kelompok. Selain itu pemimpin juga bertindak sebagai konsultan. Beberapa problem yang mungkin muncul adalah subgroup, conflict, self disclosure, dan resistance. Beberapa anggota kelompok menjadi sangat akrab, berlomba mendapat perhatian pemimpin, tidak ada lagi kerahasiaan karena keterbukaan yang tinggi dan keengganan berubah perlu didefinisikan pemimpin kelompok agar segera melakukan strukturisasi. Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari produktifitas dan kemampuan yang bertambah disertai kepercayaan diri dan kemandirian. Pada kondisi ini kelompok segera masuk ke fase berikut, yaitu perpisahan.
d.
Fase terminasi Terminasi dapat sementara (temporal) atau akhir. Terminasi dapat pula terjadi karena anggota kelompok atau pemimpin kelompok keluar dari kelompok. Evaluasi umumnya difokuskan pada jumlah pencapaian baik kelompok maupun individu. Pada tiap sesi dapat pula dikembangkan instrumen evalusai kemampuan individual dari anggota kelompok. Terminasi dapat dilakukan pada akhir tiap sesi atau beberapa sesi yang merupakan paket dengan memperhatikan pencapaian tertentu. Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari. Pada akhir sesi, perlu dicatat atau didokumentasikan proses yang terjadi berupa notulen. Juga didokumentasikan pada catatan implementasi tindakan keperawatan tentang pencapaian dan perilaku yang perlu dilatih pada klien diluar sesi.
31
D. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka dapat di gambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Skema 2.1 Kerangka Konsep Input
Proses
Variabel Dependent
Output
Variabel Independent
Variabel
Gejala Halusinasi
Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
-
Sesi 1: mengenal halusinasi
Perubahan Gejala Halusinasi
Dependent
Kognitif Afektif Fisik Perilaku Sosial
Sesi 2 : mengontrol halusinasi dengan menghardik Sesi 3 : mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
-
Kognitif Afektif Fisik Perilaku Sosial
Sesi 4 : mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap. Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
Keterangan : ;;;;;;;
: Diteliti : Berpengaruh
E. Hipotesa Ha : Ada pengaruh signifikan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pada Klien Skizofrenia.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Desain penelitian merupakan model atau metode yang digunakan peneliti untuk melakukan suatu penelitian yang memberikan arah terhadap jalannya penelitian (Darma, 2011) yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat menentukan penelitian untuk memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Sastroasmoro, 2011). Penelitian ini merupakan desain penelitian yaitu Quasi Experimental pre-post test dengan intervensi terapi aktivitas kelompok pada klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan Tahun 2015. Skema 3.1 Rancangan Penelitian Pretest
Posttset
X
Keterangan : : Pengukuran sebelum dilakukan perlakuan : Perlakuan
X
:Pengukuran sesudah dilakukan perlakuan
B. Populasi dan Sampel 1.
Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien Skizofrenia yang mengalami halusinasi di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad.Ildrem Provsu Medan Tahun 2014 yang berjumlah sebanyak 323 orang.
32
33
Tabel 3.1 Daftar Klien Skizofrenia Sebagai Responden Penelitian Pada Ruang Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Provsu Medan April- Juni 2015 No
Ruangan
Jumlah Klien
Cempaka Bukit barisan Sibual-buali Kamboja Sinabung Pusuk buhit Gunung sitoli Sipiso-poso Mawar Sorik marapi Melur Total
2.
24 32 40 40 24 23 15 24 37 40 24 323
Jumlah Klien sebagai Responden 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2 18
Intervensi
Sampel Sampel adalah sebagian populasi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan simple random sampling yaitu sampel yang dikehendaki dapat diambil secara sembarang (acak) saja, peneliti memberikan kesempatan yang sama kepada tiap-tiap subjek untuk terambil sebagai anggota sampel (Arikunto, 2013). Pengambilan sampel di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Provsu Medan sebanyak 18 sampel. Kriteria peneliti dalam menentukan sampel pada peneliti ini adalah a.
Kriteri Inklusi 1) Klien dengan masalah utama halusinasi. 2) Tidak sedang mengalami halusinasi. 3) Mampu berbahasa Indonesia 4) Memiliki kemampuan baca tulis yang baik 5) Bersedia menjadi responden
34
b.
Kriteria Ekslusi Tidak bersedia menjadi responden Besar sampel ditentukan dengan rumus (Nursalam, 2008) : N
=
=
(
)
(
) (
)
= 18 Orang
Keterangan : n
= Jumlah sampel
N
= Perkiraan besar populasi
Z
= Nilai standar normal untuk a = 0.05 (1.96)
P
= Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%
D
= Tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0.05)
Koreksi besar sampel untuk antisipasi drop outadalah: (Sastroasmoro & Ismael,2011) n’ =
(
)
Keterangan: n „ = Besar sampel yang direncanakan n
= Besar sampel yang dihitung
f
= Perkiraan proporsi drop out
n’ = n„=
(
)
(
)
n „ = 20 sampel
C. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan dengan alasan karena rumah sakit ini adalah rumah
35
sakit rujukan untuk daerah Provsu khususnya dan sebagian dari wilayah NAD dalam
bidang
Ilmu
Kesehatan
Jiwa
dan
Rumah
Sakit
Jiwa
Prof.Dr.Muhammad Ildrem Provsu Medan memberi izin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian ini.
D. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April – Juni 2015.
E. Definisi Operasional Tabel 3.2 Definisi Operasional Penelitian Variabel Variabel Independen Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
Defenisi Operasional Upaya memfasilitasi kemampuan menerima terapi sejumlah klien skizofrenia.
Alat ukur
Variabel Dependen Gejala Halusinasi
Perilakuyang muncul pada klien skizofrenia dengan halusinasi sebelum dan sesudah dilakukan TAK.
Kuisioner dan Observasi
Skala
Ordinal
Hasil ukur
1. 2. 3. 4.
Kognitif Afektif Perilaku Sosial
F. Aspek Pengukuran Untuk mengukur perubahan gejala halusinasi terdapat 12 pertanyaan terdiri dari respon kognitif, afektif, perilaku, dan sosial. Untuk respon kognitif pada soal no 3,4,8, respon afektif pada soal 1,2,5, respon perilaku pada soal 10,11,12, respon sosial pada soal 6,7,9. Jika pasien menjawab “ selalu” diberi nilai 4, “sering” diberi nilai 3, “jarang” diberi nilai 2, “tidak pernah” diberi nilai 1.
36
G. Alat dan Prosedur Pengumpulan Data 1. Alat Pengumpulan Data a) Data primer Data primer di peroleh peneliti langsung dari responden berupa penilaian atau pengamatan langsung tentang tanda dan gejala yang dialami pasien skizofrenia.
b) Data sekunder Data sekunder diperoleh dari tempat penelitian Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan
c) Cara pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan lembar observasi dan kuesioner. Lembar observasi diisi langsung oleh peneliti melalui pengamatan secara langsung pada pasein dan lembar kuesioner diberikan pada pasien stelah melakukan TAK.
d) Instrumen penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan kuesioner.
2. Prosedur Pengumpulan Data Pelaksanaan pengumpulan data akan dilaksanakan setelah mendapat izin survey awal tertulis dari Institusi Pendidikan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sari Mutiara Indonesia. Pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi izin pelaksanaan dariRumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan digunakan peneliti sebagai lokasi penelitian. Setelah mendapat izin dari Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan maka peneliti mengadakan pendekatan psikologis dengan melakukan perkenalan diri kepada pasien skizofrenia.
37
Setelah mendapatkan persetujuan dari
responden, peneliti membuat
kontrak dengan responden. Sesuai dengan kontrak yang telah disepakati,peneliti datang sesuai dengan hari dan jam yang telah ditentukan. Selanjutnya peneliti menjelaskan terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Selanjutnya peneliti meminta responden untuk menceritakan perasaan yang dialaminya kepada penulis setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok ( TAK). Keesokkan harinya (± 24 jam), peneliti datang kembali mengunjungi responden yang lain untuk melakukan kembali intervensi terhadap kemampuan menghardik halusinasi pada klien skizofrenia. Peneliti mencatat hasilnya pada lembar observasi sesuai dengan jawaban responden berkaitan dengan intensitas kemampuan klien skizofrenia setelah dilakukan terapi.
H. Etika Penelitian Selama penelitian, responden dilindungi dengan memperhatika aspek – aspek self determination, privacy and anonymity, benefience, maleficience, justice (Polit & Beck, 2004). Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan dengan menekankan masalah etika sebagai berikut : 1. Self determination Prinsip self determination dijelaskan bahwa responden (pasien) diberi kebebasan oleh penulis untuk menentukan keputusan sendiri, apakah bersedia ikut dalam penelitian atau tidak tanpa paksaan (sukarela). Setelah responden bersedia, maka langkah selanjutnya penulis menjelaskan maksud dan tujuan serta manfaat penelitian, kemudian penulis menanyakan kesediaan responden, setelah setuju, respon diminta untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi subyek penelitian atau informed consent yang disediakan.
2. Privacy and anonymity Prinsip etik privacy dan anonymity yaitu prinsip menjaga kerahasiaan informasi responden dengan tidak mencantumkan nama, tetapi hanya
38
menuliskan kode inisial dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Informasi yang dikumpulkan dijamin oleh penulis kerahasiaannya dengan memusnahkan data ketika datanya sudah selesai diambil dan dianalisa.
3.
Beneficience Beneficience merupakan prinsip etik yang mementingkan keuntungan, baik bagi peneliti maupun responden sendiri. Peneliti menjelaskan kepada responden tentang manfaat penelitian ini untuk menambah pengetahuan klien sizofrenia Manfaat penelitian bagi peneliti sendiri adalah peneliti diharapkan mampu menerapkan terapi aktivitas kelompok
(TAK)
terhadap kemampuan berinteraksi klien skizofrenia.
4. Maleficience Penelitian ini menggunakan prosedur yang tidak menimbulkan bahaya bagi responden dan terbebas dari rasa tidak nyaman, dalam hal ini peneliti meyakinkan responden bahwa apabila selama penelitian berlangsung, responden merasa tidak nyaman, kurang berkonsentrasi, kelelahan, maka responden dapat menghentikan sementara terapi aktivitas kelompok (TAK) dan dapat dilanjutkan kembali dengan memperhatikan kesiapan dan kondisi klien. Namun jika responden telah bersedia melakukan intervensi, tetapi dalam pelaksanaan penelitiannya merasa kurang nyaman, maka responden juga berhak berhenti menjadi responden.
5. Justice Justice merupakan prinsip etik yang memandang keadilan dengan memberikan keadilan bagi responden.
6. Informed Consent Infomed consent merupakan persetujuan atau izin yang diberikan oleh responden untuk perlakuan.
memperbolehkan dilakukannya suatu tindakan atau
39
I. Pengolahan Data dan Analisa Data 1.
Pengolahan Data Setelah semua data pada lembar kuisioner terkumpul, maka dilakukan pengolahan data melalui beberapa tahap (Notoatmodjo, 2010 ) yaitu : a.
Editing Peneliti melihat dan memeriksa kuisioner yang sudah dibagikan hasil yang didapat peneliti.Setelah kuisioner terisi, kemudian diperiksa kembali untuk melihat adakah lembaran kuisioner yang belum terjawab oleh responden dan peneliti juga memeriksa ulang kelengkapan pengisian kesalahan atau jika ada bagian dari lembar kuisioner yang belum diisi tidak ada kendala, sehingga lanjut ke pengolahan data berikutnya.
b.
Coding Pernyataan-pernyataan yang telah dijawab diberi kode agar mempermudah peneliti dalam pengolahan data. Untuk respon kognitif, afektif, perilaku, dan sosial diberi 4 kategori yaitu selalu diberi “kode 4” sering diberi “kode 3” jarang diberi “kode 2” tidak pernah diberi “kode 1”. Dari 12 pertanyaan kuesioner no 3,4,8 dikategorikan pada respon kognitif, no 1,2,5 dikategorikan pada respon afektif, no 10,11,12 dikategorikan pada respon perilaku, no 6,7,9 dikategorikan pada respon sosial.
c.
Enter Kategori-kategori yang sudah diberi kode kemudian dimasukkan kedalam komputer untuk diolah.
d.
Tabulating Untuk mempermudah analisa data dan pengolahan data serta pengambilan keputusan, data dimasukkan kedalam bentuk distribusi frekuensi dan memberikan skor terhadap soal-soal yang telah diisi oleh responden dengan diberi 4 kategori yaitu selalu diberi “kode 4”
40
sering diberi “kode 3” jarang diberi “kode 2” tidak pernah diberi “kode 1”. 2.
Analisa Data a.
Analisa Univariat Analisa univariat dilakukkan untuk mendapatkan gambaran distribusi subyek penelitian serta menggambarkan variabel bebas yaitu Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi (TAK) dan variabel terikat yaitu Perubahan- Gejala Halusinasi Pada Klien Skizofrenia. Terapi Aktifitas Kelompok Stimulasi Persepsi (TAK) Terhadap Penurunan Gejala Halusinasi
Pada
Klien
Skizofrenia
di
Rumah
Sakit
Jiwa
Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan 2015. b.
Analisa Bivariat Analisis Bivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap perubahan gejala halusinasi dengan menggunakan uji statistik T- test dependent dengan α = 0,05 yang bertujuan untuk menilai ada tidaknya pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap perubahan gejala halusinasi.
Tabel 3.3 Bivariat Untuk Melihat Perbedaan Sebelum Dan Sesudah Melakukan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi No
Variabel halusinasi
Variabel halusinasi
1
Gejala pada klien halusinasi yang meliputi kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial pada kelompok intervensi sebelum terapi aktivitas kelompok (data numerik)
Gejala pada klien halusinasi yang meliputi kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial pada kelompok intervensi sesudah diberikan terapi aktivitas kelompok (data numerik)
Cara Analisis Paired t-test
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan yang berada di jalan Let.Jend.Jamin Ginting S KM.10/Jl.Tali Air No. 21 Medan. Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan adalah satu-satunya Rumah Sakit Jiwa Pemerintah yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki pelayanan klasifikasi kelas “A” dengan sifat kekhususannya dikategorikan dengan type “B”. Dengan kemampuan pelayanan yang dimiliki saaat ini Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan juga merupakan Rumah Sakit Rujukan bagi Rumah Sakit lain diwilayah Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan.
Pelayanan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Sumatera Utara Medan dibagi menjadi dua unit pelayanan yaitu pelayanan rawat jalan dan pelayanan rawat inap.
Peran Rumah sakit terhadap Terapi Aktivitas Kelompok pada pasien halusinasi sangat kurang, di karenakan perawat tidak begitu dekat dengan pasien. Dimana jumlah pasien yang begitu banyak jumlah yang Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara Medan. . 2. Analisa Univariat a. Karakteristik Responden Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 18 orang responden didapatbahwa karekteristik yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
41
42
Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan bervariasi. Distribusi Karakteristik Responden ditampilkan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Karakteristik Responden di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan 2015 (n = 18) Karakteristik
f
%
<35 36-50 >50
9 7 2
50.0 38.9 11.1
Laki-laki Perempuan
9 9
50.0 50.0
Usia (tahun) Jenis kelamin Pendidikan Pekerjaan
SMP SMA Perguruan Tinggi
Wiraswasta Tidak Bekerja Lain-lain Status Kawin
Kawin Cerai Tidak Kawin
3 13 2
16.7 72.2 11.1
7 6 5
38.9 33.3 27.8
8 5 5
44.4 27.8 27.8
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa mayoritas responden berusia <35 tahun (50.0%), jenis kelamin laki-laki dan perempuan sebanyak 9 orang (50.0%), latar belakang pendidikan SMA sebanyak 13 responden (72.2%), pekerjaan mayoritas wiraswasta sebanyak 7 responden (38.9%), dan sebagian besar responden sudah kawin sebanyak 8 responden (44.4%).
43
b. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi (TAK) Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pada Klien Skizofrenia Tabel 4.2 Analisa Gejala Halusinasi Klien Skizofrenia Sebelum Diberikan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi (TAK) Di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan 2015 (n = 18) Gejala Halusinasi Kognitif Afektif Perilaku Sosial Komposit
Mean
N
St. Deviasi
Std. Error mean
9,50 9,83 9,44 9,06 37,83
18 18 18 18 18
1,150 1,200 2,202 1,349 5,901
,271 ,283 ,519 ,318 1,391
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan gejala halusinasi sebelum diberikan terapi aktivitas kelompok, dengan rata-rata gejala halusinasi pada klien skizofrenia sebelum terapi aktivitas kelompok meliputi respon kognitif sebesar 9,50 ,respon afektif sebesar 9,83 ,respon perilaku sebesar 9,44 , respon sosial sebesar 9,06 dan nilai komposit sebesar 37,83 Tabel 4.3 Analisa Perubahan Gejala Halusinasi Klien Skizofrenia Sesudah Diberikan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi (TAK) Di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan 2015 (n = 18) Gejala Halusinasi Kognitif Afektif Perilaku Sosial Komposit
Mean
N
St. Deviasi
Std. Error mean
6,17 5,94 5,94 6,39 24,44
18 18 18 18 18
1,757 1,434 1,765 2,146 7,102
,414 ,338 ,416 ,506 1,674
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan adanya perubahan gejala halusinasi setelah diberikan terapi aktivitas kelompok, dengan ratarata gejala halusinasi pada klien skizofrenia sebelum terapi aktivitas kelompok meliputi respon kognitif sebesar 6,17 ,respon afektif sebesar 5,94 ,respon perilaku sebesar 5,94 dan respon sosial sebesar 6,39 dan nilai komposit sebesar 24,44.
44
Tabel 4.4 Analisa Perbedaan Gejala Halusinasi Klien Skizofrenia Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi (TAK) Di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan 2015 (n = 18) Gejala Halusinasi Kognitif Afektif Perilaku Sosial Komposit
Mean Sebelum 9,50 9,83 9,44 9,06 37,83
Mean Sesudah 6,17 5,94 5,94 6,39 24,44
Mean Selisih 3,333 3,889 3,500 2,667 13,389
SD 1,879 1,771 2,728 1,970 8,348
P.Value 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan perubahan gejala halusinasi pada respon kognitif sebelum diberikan TAK tinggi sebesar 9,50 dan sesudah diberikan TAK mengalami perubahan sebesar 6,17 yang menunjukkan adanya pengaruh TAK. Untuk respon afektif sebelum diberikan TAK tinggi sebesar 9,83 dan sesudah diberikan TAK rendah sebesar 5,94. Pada respon perilaku sebelum diberikan TAK tinggi sebesar 9,44 dan sesudah diberikan TAK rendah sebesar 5,94. Pada respon sosial juga ada perbedaan sebelum diberikan TAK tinggi sebesar 9,06 dan sesudah diberikan TAK rendah 6,39. Pada nilai komposit meunjukkan adanya perubahan gejala halusinasi sebelum diberikan TAK tinggi 37,83 dan sesudah diberikan TAK rendah sebesar 24,44.
3. Analisa Bivariat Uji Normalitas Berdasarkan hasil uji normalitas yang menggunakan uji KolmogorovSmirnov hasil yang didapat respon kognitif ( ,615), respon afektif ( ,715), respon perilaku ( ,590), respon sosial ( ,361) dengan hasil yang didapat bahwa hasil tersebut dinyatakan normal.
45
Tabel 4.5 Hasil Uji Paired Sample Test Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi (TAK) Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pada Klien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan 2015 (n = 18) Gejala Halusinasi Kognitif Sebelum dan Sesudah TAK Afektif Sebelum dan Sesudah TAK Perilaku Sebelum dan Sesudah TAK Sosial Sebelum dan Sesudah TAK
Mean
SD
SE
95% CI Lower Upper
T
Df
P
3,333
1,879
,443
2,399
4,268
7,528
17
0.000
3,889
1,711
,403
3,038
4,740
9,642
17
0.000
3,500
2,728
,643
2,143
4,847
5,444
17
0.000
2,667
1,970
,464
1,687
3,647
5,742
17
0.000
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara gejala halusinasi pada responden sebelum diberikan terapi aktivitas kelompok (TAK) dan gejala halusinasi sesudah diberikan terapi aktivitas kelompok (TAK) dari hasil uji Paired Sample Test ditemukan p = 0,000 (p<0,05).
B. Pembahasan 1. Interprestasi Dan Diskusi Hasil a.
Analisa gejala halusinasi sebelum diberikan terapi aktivitas kelompok Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata gejala halusinasi sebelum diberikan terapi aktivitas kelompok, dengan rata-rata gejala halusinasi pada klien skizofrenia sebelum terapi aktivitas kelompok meliputi respon kognitif sebesar 9,50 ,respon afektif sebesar 9,83
46
,respon perilaku sebesar 9,44 , respon sosial sebesar 9,06 dan nilai komposit sebesar 37,83.
Hasil penelitian sejenis belum ada, akan tetapi peneliti menemukan dari penelitian yang dilakukan oleh Purwanto (2010) mengenai pengaruh terapi kerja terhadap perubahan gejala halusinasi pada pasien psikosis di RSJ daerah Surakarta. Hasil penelitian diperoleh sebelum diberikan terapi sebagian besar yaitu 7 orang (70%) gejala halusinasi dalam kategori berat.
Hasil penelitian yang didapat menunjukkan kemampuan mengontrol halusinasi sebagian besar dalam katagori kurang sebelum dilakukan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi, hal tersebut terjadi karena semua responden belum pernah mendapat pengetahuan tentang pengenalan halusinasi yang dialami dan cara mengontrol bila halusinasi muncul aktivitas kelompok stimulasi persepsi disebabkan karena dapat merangsang atau menstimulasikan responden melalui kegiatan yang disukainya dan mendiskusikan aktivitas yang telah dilakukan dengan tujuan membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladatif.
Berdasarkan asumsi hasil observasi peneliti, perlunya peningkatan pengetahuan klien dalam mengatasi halusinasi mereka dan perlunya terapi aktivitas kelompok dilakukan secara teratur dan dukungan dari para petugas kesehatan.
b. Analisa perubahan gejala halusinasi sesudah diberikan terapi aktivitas kelompok Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perubahan gejala halusinasi setelah diberikan terapi aktivitas kelompok, dengan ratarata gejala halusinasi pada klien skizofrenia sebelum terapi aktivitas
47
kelompok meliputi respon kognitif sebesar 6,17 ,respon afektif sebesar 5,94 ,respon perilaku sebesar 5,94 dan respon sosial sebesar 6,39 dan nilai komposit sebesar 24,44.
Penelitian ini didikung oleh penelitian yang dilakukan oleh Talilah (2011) dimana ada pengaruh TAK stimulasi persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi, Suryaningsih (2007) menyatakan TAK stimulasi persepsi berpengaruh terhadap penurunan frekuensi halusinasi. Kesamaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian sebelumnya berimplikasi bahwa terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi dapat dijadikan sebagai alternatif pilihan terapi untuk penanganan halusinasi pasien jiwa.Hal ini didukung dengan teori yang menyebutkan TAK stimulasi persepsi halusinasi bertujuan untuk membentuk kemampuan klien untuk menyelesaikan masalah dengan stimulus yang diberikan kepada pasien.
Salah beberapa
faktor yang dapat
mempengaruhi
terjadinya
peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi sesudah diberikan Terapi Aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah konsentrasi dan adanya ketertarikan responden terhadap Terapi Aktivitas Kelompok yang dilaksanakan, sehingga setelah dilaksananaknya TAK ini, kemampuan responden dalam mengontrol halusinasi dapat mengalami peningkatan. Pada saat sebelum dilakukannya TAK, sebagian besar responden hanya dapat mengingat dan melakukan satu atau dua cara untuk mengontrol halusinasinya. Namun setelah dilakukannya TAK, hampir seluruh responden dapat mengingatnya dan melakukan kelima cara mengontrol halusinasi. Hasil tersebut diartikan bahwa terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi yang diterapkan pada pasien terbukti efektif meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien. Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang
48
dilakukan pada kelompok penderita berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seseorang terapis.
Berdasarkan asumsi hasil observasi peneliti, bahwa klien mampu mengatasi gejala halusinasi sesudah dilakukan terapi aktivitas kelompok dan mengetahui cara-cara mengatasinya secara mandiri.
c.
Analisa perbedaan sebelum dan sesudah terapi aktivitas kelompok Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perubahan gejala halusinasi responden yang mengalami halusinasi sebelum intervensi yang meliputi respon kognitif sebesar 9,50, respon afektif sebesar 9,83, respon perilaku sebesar 9,44, respon sosial sebesar 9,06 dan nilai komposit sebesar 37,83.
Sementara itu, perubahan halusinasi dengan skizofrenia mengalami perubahan sesudah mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok meliputi respon kognitif sebesar 6,17 ,respon afektif sebesar 5,94 ,respon perilaku sebesar 5,94
dan respon sosial sebesar 6,39 dan nilai
komposit sebesar 24,44. Halusinasi mengindikasikan bahwa ada perubahan gejala halusinasi pada responden sebelum dan sesudah intervensi.
Dari hasil penelitian Elisabet (2008 ).menyatakan dengan cara menghardik halusinasi pada terapi aktivitas kelompok klien dapat menolak
halusinasi yang akan muncul dengan mengatakan tidak
terhadap halusinasi dan tidak mempedulikannya.
Terapi aktivitas kelompok yang diberikan stimulus pada klien bisa mengontrol halusinasi yang bertujuan agar klien dapat menjelaskan cara yang selamaini dilakukan untuk mengalami halusinasi. Klien
49
juga dapat memahami dinamika halusinasi, cara menghardik halusinasi dandapat memperagakan cara menghardik halusinasi ( Videbeck, 2008 ).
Terapi modalitas yang tepat untuk pasien halusinasi yaitu terapi aktivitas sensori, upaya memusatkan perhatian, kesegaran jasmani dan mengekspresikan perasaan. Terapi ini menggunakan aktivitas sebagai stimulus dan terkait dengan pengalaman dalam kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keliat & Akemat, 2012). Dengan terapi aktifitas kelompok (TAK) : stimulasi persepsi, maka akan memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan, dan pemulihan kesehatan yaitu perilaku yang baik. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi disini klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami klien. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi.
Berdasarkan asumsi hasil observasi peneliti, kemampuan ini disebabkan karena proses pelaksanaan TAK yang berkesinambugan. Dalam kelompok terjadi dinamika saling berinteraksi dan saling mempengaruhi sehingga responden yang lain terstimulus untuk melaksanakan hal yang diajarkan dan hal yang berhasil dilakukan oleh responden lain. Selain itu juga memberikan kesempatan kepada klien supaya mampu menerima umpan balik dari orang lain serta dapat belajar bermacam cara dalam memecahkan masalah orang lain.
d. Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi (TAK) terhadap perubahan gejala halusinasi Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh TAK terhadap perubahan
gejala
halusinasi
responden
yang
dinilai
dengan
50
menggunakan uji statistik uji Paired Sample Test diperoleh nilai hitung p = 0.000 (p<0.05).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) terhadap perubahan gejala halusinasi pada responden sebelum dan sesudah intervensi Sundeen (1998). Dengan mengikuti TAK stimulasi persepsi halusinasi frekuensi halusinasi akan menurun, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Veronika dkk (2007) bahwa frekuensi halusinasi sesudah pelaksanaan
TAK
dibandingkan dengan
stimulasi
persepsi halusinasi
frekuensi
halusinasi
lebih
rendah
sebelum pelaksanaan
TAK stimulasi persepsi halusinasi.
Hasil penelitian Wijayanti (2012) juga mendukung hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa terapi okupasi berpengaruh terhadap perubahan gejala halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia karena proses terapi okupasi adalah merangsang atau menstimulasikan pasien melalui aktivitas yang disukainya dan mendiskusikan aktivitas yang telah dilakukan untuk mengalihkan halusinasi pada dirinya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Isnaeni, Wijayanti, dan Upoyo (2008), dengan judul Efektivitas Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi persepsi halusinasi terhadap penurunan kecemasan klien halusinasi pendengaran di ruang Sakura RSUD Banyumas terhadap 30 pasien halusinasi, didapatkan perbedaan tingkat kecemasan sebelum dilakukan TAK dan sesudah dilakukan TAK. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sihotang (2010), dengan judul Pengaruh Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi di rumah sakit jiwa Medan Provinsi Sumatera Utara, menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan setelah pelaksanaan TAK stimulasi persepsi dalam mengontrol halusinasi pasien.
51
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Masdelita (2013), dengan judul Pengaruh TAK sosialisasi terhadap kemampuan kerjasama pada pasien dengan masalah isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau, menunjukkan adanya pengaruh TAK sosialisasi terhadap kemampuan kerjasama pada pasien dengan masalah isolasi sosial. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) terhadap pasien di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau, sehingga dalam hal ini pelaksanaan TAK sangat perlu
ditingkatkan
serta
dilakukan
secara
kontiniu
dan
berkesinambungan.
Pasien dengan halusinasi pada awalnya menunjukkan sikap apatis, menarik diri, mengisolasi diri dan tidak mau berkomunikasi (Keliat & Akemat, 2005). Kemudian setelah diberikan TAK stimulasi persepsi pasien sudah mau berinteraksi dengan lingkungan. Ini sesuai dengan hasil penelitian dimana pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara menghardik halusinasi, bercakap – cakap, melakukan kegiatan terjadwal dan patuh minum obat. Kondisi fisik pasien dapat berpengaruh dalam pelaksanaan TAK, dimana kondisi pasien yang tidak sehat tidak dapat mengikuti
terapi
aktivitas
kelompok
dengan
optimal.
Dalam
melaksanakan TAK peneliti menggunakan data pendukung yaitu data rekam medis untuk melihat perkembangan pasien. Dapat disimpulkan bahwa TAK berpengaruh terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi karena pasien mau mengungkapkan komunikasi verbal pada saat TAK, dengan mengikuti TAK, frekuensi halusinasi akan menurun, melalui kegiatan TAK stimulasi persepsi, responden akan mendapatkan pengalaman satu dengan yang lain antara pasien, dengan berbagi pengalaman pasien akan lebih banyak mendapatkan informasi dan akan dengan segera mendapatkan umpan balik dari anggota kelompok lain.
52
Penurunan
kecemasan
pada responden setelah
dilakukan
TAK
stimulasi persepsi halusinasi dapat terjadi karena responden sudah mampu mengenal halusinasi, mengenal waktu dan situasi terjadinya halusinasi dan mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi. Dari pelaksanaan TAK stimulasi persepsi halusinasi, responden juga telah mampu memperagakan cara mengontrol dan mencegah halusinasi yaitu dengan cara menghardik, melakukan kegiatan harian terjadwal, melakukan percakapan dengan orang lain dan mampu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar serta mampu mengenal keuntungan minum obat dan kerugian akibat tidak minum obat.
Asumsi peneliti dari hasil observasi peneliti bahwa dalam penanganan gangguan jiwa, obat bukan segala-galanya, namun diperlukan pula konseling, psikoterapi serta rehabilitasi. Berbagai riset menunjukkan bahwa faktor penyebab gangguan jiwa sangat kompleks, meliputi faktor fisik, psikologis dan sosial. Salah satu terapi lain selain obat adalah terapi aktivitas kelompok.
2. Keterbatasan Penelitian a. Keterbatasan pada lokasi Lokasi untuk melakukan TAK kurang mendukung karena suasana yang kurang nyaman dan banyak orang yang lewat sehingga mengganggu konsentrasi klien karena mata mereka tertuju pada orang tersebut. b. Keterbatasan pada sampel Keterbatasan penelitian ini pada pengambilan sampel dengan simple random sampling dengan jumlah populasi 323 menggunakan rumus Nursalam sehingga jumlah sampel sedikit dengan 18 sampel.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap karakteristik demografi yang dilakukan oleh peneliti Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad IldremDaerah Provsu Medan terhadap 18 orang responden yang mengikuti kegiatan TAKS, diperoleh data yakni rata-rata umur responden berusia <35 tahun, berpendidikan sampai pada jenjang SMA, pekerjaan
wiraswasta, status
menikah, jenis kelamin sama rata laki-laki dan perempuan. 1. Rata-rata gejala halusinasi klien skizofrenia sebelum terapi aktivitas kelompok meliputi respon kognitif sebesar 9,50 ,respon afektif sebesar 9,83,respon perilaku sebesar 9,44 ,respon sosialsebesar 9,06 dan nilai komposit sebesar 37,83 2. Rata-rata perubahan gejala halusinasi klien skizofrenia sesudah terapi aktivitas kelompok meliputi respon kognitif sebesar 6,17 ,respon afektif sebesar 5,94,respon perilaku sebesar 5,94 dan respon sosial sebesar 6,39 dan nilai komposit sebesar 24,44. 3. Rata-rata
perbedaan gejala halusinasi klien skizofrenia sebelum dan
sesudah terapi aktivitas kelompok meliputi respon kognitif sebelum diberikan TAK tinggi sebesar 9,50 dan sesudah diberikan TAK mengalami perubahan sebesar 6,17 yang menunjukkan adanya pengaruh TAK. Untuk respon afektif sebelum diberikan TAK tinggi sebesar 9,83 dan sesudah diberikan TAK rendah sebesar 5,94. Pada respon perilaku sebelum diberikan TAK tinggi sebesar 9,44 dan sesudah diberikan TAK rendah sebesar 5,94. Pada respon sosial juga ada perbedaan sebelum diberikan TAK tinggi sebesar 9,06 dan sesudah diberikan TAK rendah 6,39. Pada nilai komposit meunjukkan adanya perubahan gejala halusinasi sebelum diberikan TAK tinggi 37,83 dan sesudah diberikan TAK rendah sebesar 24,44. 4. Hasil Uji Paired Sample Test menunjukkanbahwa ada pengaruh yang signifikan padaperubahan gejala halusinasi klien skizofrenia sebelum dan 53
54
sesudah diberikan
terapi aktivitas kelompok dengan nilai p= 0,000
(p<0,05).
B. Saran Adapun saran dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Responden Apabila penyakitnya klien kambuh maka kloiien mampu mengatasi secara mandiri dengan cara mengenal halusinasi, menghardik halusinasi, bercakap-cakap, menyusun kegiatan terjadwal, dan minum obat.
2. Bagi Praktek Keperawatan Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan perlu memberikan asuhan TAK stimulasi
persepsi halusinasi
karena
dapat mengurangi
gejala
halusinasi klien.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya Pengambilan metode sampel diharapkan dapat menggunakan metode yang lain
untuk memperbanyak jumlah sampel dan menggunakan
rumus yang lain. Perlu ada penelitian-penelitian yang lain dengan menambah variabel-variabel lain yang berpengaruh terhadap penurunan gejala halusinasi pada klien skizofrenia.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto. (2013). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta Berger, K. (2005). The Developing Person: Trought The Life Span. New Tork: Worth. Dantas, etal. (2011). Insight Controlled for Cognition in Deficit and Nondeficit Schizophrenia. Schizoprenia Research128 (2011) p.124-126. In Science Direct. Departemen Kesehatan RI. (2007). Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan Tahun 2007. Doengoes, M.E., Townsend.M.C., & Moorhouse,M.F.(2007). Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri. ( ). Jakarta : EGC. Elizabeth B . (2008).Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga Folsom, et.al. (2009). Physical and Mental Health-Related Quality of Life Among Older People with Schizophrenia. Schizoprenia Research 108 (2009) p.207-213. In Science Direct Isaac . (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa & Psikiatri.(
). Jakarta : EGC.
Isnaeni, J., Wijayanti, R & Upoyo, A,S. (2008). Efektivitas terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi terhadap penurunan kecemasan halusinasi pendengaran diruang Sakura RSUD Banyumas. Diperoleh tanggal 13 Januari 2013 dari http://jurnal online. unsoed. ac. Id /index. php/ keperawatan /article /download /289 /131. Keliat & Akemat. (2004). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC. _________ (2005). Keperawatan Jiwa: terapi aktivitas kelompok. Jakarta: EGC. _________. (2012). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC. _________. (2014). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (basic course). Jakarta: EGC.
Lumbantobing. (2007). Skizofrenia. Jakarta : FKUI
Masdelita. (2013). Pengaruh TAK sosialisasi terhadap kemampuan kerjasama pada pasien dengan masalah isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru. Skripsi PSIK UR. Tidak dipublikasikan. Nursalam.(2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Penelitian
Ilmu
Pardede, J.A, Keliat, B.A & Wardani, I.Y, (2013). Pengaruh Acceptance And Commitment Therapy Dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat Terhadap Gejala: Kemampuan Menerima Dan Berkomitmen Pada Pengobatan Dan Kepatuhan Klien Skizofrenia. Depok: Tesis FIK UI. Parendrawati, D.P. (2008).Pengaruh Terapi Token Ekonomi pada Klien Defisit Perawatn Diri di Rumah Sakit Dr.Marzoeki Mahdi Bogor. Depok : Tesis FIK UI Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Fundamental of Nursing: Concept, Process, and Practice. Mosby Year Book, Inc. ________ (2010). Fundamental Keperawatan. Buku 2. Jakarta: Salemba Medika. Purwaningsih & Karlina.(2009). Asuhan KeperawatanJiwa. Jogjakarta : Nuha Medika. Purwanto. (2010). Pengaruh Terapi Kerja Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pada Pasien Psikosis di RSJ Daerah Surakarta.Jakarta: Tesis FIK UI, Tidak Dipublikasikan. Rhoads, J. (2011). Clinical Consult for Psychiatric Mental Health Care. New York : Springer Publishing Company. Sadock, B.J., Kaplan, Harold.I. & Sadock, V.A. (2003). Kaplan And Sadock’s Sypnosis of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry : Lippincott Williams & Vilkins. ________ (2007). Kaplan And Sadock’s Sypnosis of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. ( ed). : Lippincott Williams & Vilkins Santrock, J. (2007). Life span Development.
Ed. New York: McGraw-Hill
Sastroasmoro, S. & Ismael, S. (2011). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 4. Jakarta: Sagung seto Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Edisi Keperawatn. Yogyakata : Graha Ilmu.
Shives L.R. (2012). Basic Concepts Psychiatric Mental Health Nursing. ( Philadelphia : Lippincott Williams & Vilkins
ed).
Sihotang, L.G. (2010). Pengaruh Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi di rumah sakit jiwa Provsu Medan. Diperoleh tanggal 1 Juni 2013 dari http://repository.usu.ac.id/6/Abstract.pdf Stuart and Laraia. (2005). Principles and Practice of Psichiatrik Nursing. St.Louis : The Mosby year Book. Suryaningsih, V. (2007). Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi terrhadap frekuensi halusinasi di ruang P2A rumah sakit Grhasia propinsi DIY. Skripsi,Tidak Dipublikasikan. Talilah, R. (2011). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Terhadap Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi di Bangsal Rawat Inap Abimanyu dan Arjuna RSJD. Dr. RM Soeradjarwadi Klaten .Skripsi,Tidak Dipublikasikan. Tek, C., Kirkpatrick, B., & Buchanan, R.W. (2001). A Five-Year Followup Study of Deficit and Nondeficit Schizoprenia. Schizoprenia Research 49 (2001) p. 253-260. In Science Direct. Undang-Undang No 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa. Veronika, S, Mariyono, S & Sri, W .(2007). Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi terhadap frekuensi halusinasi, JIK vol 02, no. 01, p. 24-27. Yogyakarta: PSIK Fakultas Kedoteran UGM. Videbeck, S.L. (2008) : Psychiatric-Mental Health Nursing.( : Lippincott Williams & Vilkins. ________ (2011) : Psychiatric-Mental Health Nursing.( Lippincott Williams & Vilkins.
). Philadelphia ). Philadelphia :
WHO. (2010). Mental Health and Development: Targetting People With Mental Health Conditions as a Vulnarable Group: WHO Library Cataloguing-inPublicantion Data Wijayanti, Candra & Ruspawan.(2012). Terapi Okupasi Aktivitas Waktu Luang Terhadap Perubahan Halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali.Diakses pada tanggal 04 April 2015 pukul 11.00 WITA. (http://poltekkesdenpasar.ac.id).
Yosep, I. (2008). Faktor Penyebab dan Proses Terjadinya Gangguan Jiwa. Dibuka pada website http://resources.unpad.ac.id/24 april 2012.
Lampiran 4
LEMBAR OBSERVASI Screening Tindakan Yang Dilakukan Klien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan Tahun 2015
Kode
:
Tanggal Observasi :
No. CM
:
Observer
Ruangan
:
:
(Di isi oleh peneliti)
Petunjuk Pengisian 1.
Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda (√) pada pilihan jawaban sesuai dengan kemampuan yang telah dimiliki oleh klien : Ya (1), jika klien menampilkan kemampuan, Tidak (0), jika klien tidak menampilkan kemampuan.
2.
Amatilah dengan teliti dan seksama
Sesi 1 : Mengenal Halusinasi No
Aspek Yang Dinilai
1
Menyebut isi halusinasi
2
Menyebut waktu terjadi halusinasi
3
Menyebut situasi terjadi halusinasi
4
Menyebut perasaan saat halusinasi
Ya
Tidak
Sesi 2 : Mengontrol Halusinasi Dengan Menghardik No 1
Aspek Yang Dinilai Menyebutkan cara yang selama ini digunakan mengatasi halusinasi
2 3
Menyebutkan efektivitas cara Menyebutkan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik Memperagakan menghardik halusinasi
4
Ya
Tidak
Sesi 3 : Mengontrol Halusinasi Denga Melakukan Kegiatan No 1 2 3 4
Aspek Yang Dinilai Menyebutkan kegiatan yang biasa dilakukan Memperagakan kegiatan yang biasa dilakukan Menyusun jadwal kegiatan harian Menyebutkan dua cara mengontrol halusinasi
Ya
Tidak
Sesi 4 : Mencegah Halusinasi Dengan Bercakap-Cakap No 1 2 3 4
Aspek Yang Dinilai Menyebutkan orang yang biasa diajak bercakap-cakap Memperagakan percakapan Menyusun jadwal percakapan Menyebutkan tiga cara mengontrol dan mencegah halusinasi
Ya
Tidak
Sesi 5 : Mengontrol Halusinasi Dengan Patuh Minum Obat No 1 2 3
Aspek Yang Dinilai Menyebutkan 5 benar cara minum obat Menyebutkan keuntungan minum obat Menyebutkan akibat tidak patuh minum obat
Ya
Tidak
Lampiran 2
KUESIONER IDENTITAS RESPONDEN (DATA DEMOGRAFI) Kode
:
Petunjuk pengisian : 1.
Isi dengan lengkap
2.
Untuk data yang harus dipilih, beri tanda (x) pada kotak yang tersedia dan atau isi sesuai jawaban Tanggal Dirawat
:
Tanggal Pre- test :
Tanggal pengkajian :
Tanggal Post- test :
A. IDENTITAS KLIEN 1.
Inisial klien
:
2.
Jenis kelamin
:
3.
Usia
:
4.
Pendidikan terahir (klien) :
5.
6.
7.
a.
Tidak sekolah
b.
SD
c.
SMP
d.
SMA
e.
Perguruan tinggi
Pekerjaan terahir a.
Pelajar/mahasiswa
d. Wiraswasta
b.
Pegawai negeri
e. Tidak bekerja
c.
TNI/Polisi
f. Lain-lain sebutkan
Status perkawinan (klien) a.
kawin
b.
Cerai
c. Tidak kawin
Frekuensi di Rawat
:
……………kali dirawat
:
8.
Riwayat Gangguan Jiwa
: 1. Ada
9.
Obat yang digunakan
:
2.Tidak ada
Lampiran 3
KUESIONER PENGUKURAN HALUSINASI ( PRE & POST ) Kode
:
Tanggal Observasi :
No. CM
:
Observer
Ruangan
:
:
Petunjuk pengisian kuesioner 1. Berilah tanda ( √ ) pada selalu jika lebih dari 3 kali sehari 2. Berilah tanda ( √ ) pada sering jika dari 2-3 kali sehari 3. Berilah tanda ( √ ) pada jarang jika kurang dari 2 kali sehari 4. Berilah tanda ( √ ) pada tidak pernah jika tidak sama sekali No 1 2 3
4 5 6 7
8 9
10 11 12
Pernyataan Saya merasa takut dengan suara bisikan yang saya dengar Saya meras kesal saat suara bisikan itu muncul Saya tidak suka jika ada yang menanyakan tentang suara bisikan yang saya dengar Saya yakin suara bisikan yang saya dengar adalah suatu yang nyata Saya merasa nyaman saat suara bisikan itu muncul Saya tidak suka diganggu siapapun saat suara bisikan itu muncul Saya akan mengusir orang yang mengganggusaya saat suara bisikan itu muncul Saya sulit untuk berkonsentrasi saat suara bisikan itu muncul Saya sadar bahwa suara bisikan tersebut dapat mengganggu hubungan saya dengan orang lain Saya suka melakukan apa yangdiperintahkan oleh suara bisikan itu Saya melakukan apa yang diperintah oleh suara bisikan tersebut Saya tidak ingin melakukan aktivitas apapun saat suara biiskan itu muncul
Selalu Sering Jarang
Tidak pernah
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama/NIM
: Reny Nella Silalahi/11.02.190
Alamat
: Jl. Kapten Muslim, Medan
Tempat Institusi Pendidikan
: Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Judul Penelitian
: Pengaruh Terapi Aktifitas Stimulasi Persepsi Terhadap Perubahan Gejala Halusinasi Pada Klien Skizofrenia di RSJ Prof.Dr.Muhammad Ildrem Daerah Provsu Medan Tahun 2015.
Sehubungan dengan penyusunan laporan penelitian yang akan saya lakukan dengan judul diatas tersebut dengan yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Medan Tahun 2015. Untuk itu saya memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk saya melakukan observasi mengisi kuesioner yang saya sediakan dengan kejujuran dan apa adanya. Jawaban Bapak/Ibu/Saudara/i dijamin kerahasiaannya. Demikian permohonan saya ini, atas kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. Medan, April 2015 Hormat Saya
(Reny Nella Silalahi) Sehubungan dengan penjelasan diatas, dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia untuk berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian ini dengan sukarela. Hormat saya
Responden