ABSTRAK Penerjemahan merupakan sumbangsih ilmu yang sangat baik yaitu menerjemahkan pesan atau bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa sasaran (Bsa) agar para pembaca atau pendengar dapat memahami pesan khususnya dalam teks. Setiap penerjemah memiliki metode penerjemahan dan seni yang berbeda sesuai dengan penguasaan mereka dalam menyikapi teks yang akan diterjemahkan. Sebagai suatu seni dalam menyampaikan pesan, baik makna dan gaya bahasanya, penerjemah beruasaha menyampaikan pesan dengan penyusunan kata dan kalimat yang sesuai dengan konsep yang hendak disampaikan. Pilihan kata merupakan satu unsur yang sangat penting dalam dunia tulis menulis maupun tutur kata sehari-hari. Kemahiran mengolah kata sangat berkaitan dengan pemilihan diksi, arti kata dan perolehan makna. Berdasarkan pilihan kata, diksi mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, diksi mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi kalimat, kata dan makna agar para pembaca dapat mengetahui maksud dan tujuan seorang penerjemah (BSa). Dalam hal ini, penulis ingin mengetahui pemilihan kata atau diksi yang digunakan oleh penerjemah khususnya dalam buku terjemahan Atlas Al-qur’an. Karena, buku yang diterjemahkan tersebut membahas tentang sejarah atau kejadiankejadian yang termuat di dalam Al-qur’an.
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................
i
Abstraksi ..........................................................................................
iii
Daftar Isi ...........................................................................................
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA .................................
vi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah...........................................
1
B. Perumusan dan pembatasan masalah......................
5
C. Tujuan penelitian .....................................................
6
D. Metodologi penelitian...............................................
6
E. Sistematika penulisan..............................................
7
BAB II PENERJEMAHAN DAN DIKSI A. Teori Penerjemahan 1. Definisi Terjemah ..................................................
8
2. Jenis-jenis Terjemah .............................................
10
3. Syarat-syarat Penerjemahan.................................
15
iv
B. Teori Diksi
BAB III
1. Pengertian Diksi dan Korelasinya dengan Makna ..
16
2. Syarat dan Ketepatan Diksi ...................................
18
3. Diksi dalam Kalimat...............................................
24
GAMBARAN UMUM BUKU TERJEMAHAN ATLAS ALQUR’AN DAN BIOGRAFI M. ABDUL GHOFFAR
BAB IV
A. Gambaran Umum Buku Terjemahan Atlas Al-qur’an
35
B. Biografi M. Abdul Ghoffar ........................................
36
ANALISIS DIKSI BUKU TERJEMAHAN ATLAS ALQUR’AN
A. Analisis Diksi dalam Hubungan dengan Makna ………... 1.
Makna
42
Khusus
dan
makna Umum ... ......................... 42 2........................................................................................ Makna Denotatif
dan
Konotatif .............
makan 46
3........................................................................................ Makna Referensial emplisit ……… ...........................
50
B. Analisis Keserasian Makna dalam penerjemahan ………
52
1.
Tidak diterjemahkan ....................................
53
2.
Kerancauan Menerjemahkan........................
54
v
C. Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata ................... 1.
55
Simile atau persamaan ………………………………... ...................................................................... 56
2.
Metafora ……………………………………………… ...................................................................... 57
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan...............................................................
59
B. Rekomendasi ............................................................
60
Daftar Pustaka
................................................................................
vi
61
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Skripsi ini menggunakan transliterasi yang bersumber dari pedoman transliterasi Arab Indonesia pada buku Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) tahun 2007 yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Arab
Latin
Arab
Latin
ا
=
a
ض
=
dh
ب
=
b
ط
=
th
ت
=
t
ظ
=
zh
ث
=
ts
ع
=
‘
ج
=
j
غ
=
gh
ح
=
h
ف
=
f
خ
=
kh
ق
=
q
د
=
d
ك
=
k
ذ
=
dz
ل
=
l
ر
=
r
م
=
m
ز
=
z
ن
=
n
س
=
s
و
=
w
ش
=
sy
ء
=
`
ص
=
sh
ي
=
y
vii
Penulisan Vokal Panjang dan Pendek
vokal panjang
vokal pendek
tanwin
ﺗﺎ
â
َ
a
ً
an
ﺗﻲ
î
ِ
i
ٍ
in
ﺗﻮ
û
ُ
u
ٌ
un
Penulisan Diftong (bunyi vokal rangkap)
َا ْو
au
misalnya
lâ haula wa lâ quwwata illâ billâh ad-daulah at-taurat
ي ْ َا
ai
misalnya
asy-syaikh al-lail asy-sayithân
Penulisan Partikel al-
viii
1
al(tidak kapital) bila Misalnya: Ditulis merupakan istilah umum dalam bahasa - al-hasan Arab. - al-îmân
2
Ditulis Al- (dengan huruf awal kapital) Misalnya: bila merupakan nama orang, kota, - Al-Ghazali sifatAllah, dan judul buku.
- Al-Busthami - Al-Munqidz min Ahd-Dhalâl 3
Penulisan partikel al- harus luruh Misalnya: mengikuti huruf sesudahnya apabila ia - ar-rasûl termasuk kelompok huruf syamsiyah.
- az-ziadah Kelompok huruf syamsiyah:
tha, tsa, shad, ra, ta, dha, dza, nun, dal, sin, zha, za, syin, dan lam.
Kelompok huruf qamariyah:
alif, ba, ghain, ha, jim, kaf, wau, kha, fa, ‘ain, qaf, ya, mim, dan ha.
ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Al-Qur’an merupakan kitab Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Firman Allah SWT,
)
☺
(2:اﻟﺒﻘﺮة
.
Sebagaimana firman Allah SWT di atas, kebenaran Al-Qur’an tidak dapat diragukan lagi karena ajaran-ajaran yang ada di dalamnya memberikan petunjuk kepada umatnya untuk hidup bahagia di dunia dan akhirat. Allah Swt menurunkan Al-Qur’an dengan bahasa Rasul yaitu bahasa Arab (al: Q.S. 16:103, 12:2). Masyarakat penerima Al-Qur’an adalah masyarakat Quraisy. Atas dasar antropologis, cukup beralasan jika pengertian bahasa Arab adalah bahasa Quraisy. Sebagai pedoman hidup manusia khususnya umat Islam, maka banyak umat Islam yang mempelajari dan memahami Al-Qur’an dengan perhatian penuh. Namun sebagian umat Islam belum bisa memahami bahasa Al-Qur’an disebabkan oleh kesulitan perbedaan bahasa dan arti secara konstektual. Sebagian ulama dan ahli tafsir berusaha menerjemahkan dalam bahasa
x
selain Arab. “Sebab terjemahan merupakan salah satu cara memberi jalan pada umat Islam yang belum memahami Al-Qur’an dikarenakan kesulitan bahasa.”1 Kegiatan menerjemahkan tidaklah semudah apa yang diperkirakan orang. Menerjemahkan identik dengan mengkomunikasikan keterangan, pesan atau gagasan yang ditulis pengarang asli di dalam bahasa terjemahan. Setiap penerjemah memiliki metode penerjemahan dan seni yang berbeda sesuai dengan penguasaan mereka dalam menyikapi teks yang akan diterjemahkan. Sebagai suatu seni dalam menyampaikan pesan, baik makna maupun gaya bahasanya, penerjemah hendaknya membekali diri dengan kemampuan estetis, begitu pula penyusunan kata dan kalimat memerlukan kompetensi yang serba estetis.2 Kemahiran mengolah kata sangat berkaitan dengan pemilihan diksi, arti kata dan perolehan makna. Berdasarkan pilihan kata, diksi mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan katakata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat.3 Dengan kata lain, diksi mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi kalimat, kata dan makna agar para pembaca dapat mengetahui maksud dan tujuan seorang penerjemah (BSa).
.
1
Manna ‘al-Qatthan , Mabahits fi ‘ulum AL-Qur’an, (Riyadh: Mansyurat al-Ashr al-Hadits,
Tt)
2 3
Nurrohman Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan, (Ende: Nusa Indah, 1986), Cet-1, h. 22 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), Cet. XVI,
h.117
xi
Dalam kamus bahasa Indonesia diksi berarti pemilihan kata yang bermakna
tepat dan selaras (cocok padanannya) untuk mengungkapkan
gagasan dengan pokok pembicaraan, peristiwa, dan khalayak pembaca atau pendengar.4 Diksi adalah pilihan kata, maksudnya kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur yang sangat penting dalam dunia tulis menulis maupun tutur kata sehari-hari.5 Beberapa jenis kata dan bentuk kata yang ditulis oleh penerjemah sangat bervariasi dalam menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Penulis memberi contoh dari buku yang akan diteliti dari sisi ketepatan diksi. Dalam bahasa sumber ditulis
ﺟﻤﻊ اﻟﺤﺎرث ﺑﻦ ﺿﺮار ﺳﻴﺪ ﺑﻨﻰ اﻟﻤﺼﻄﻠﻖ( ﻣﻦ ﺧﺰاﻋﺔ )ﻣﺎﻗﺪر ﻣﻦ ﻗﻮﻣﻪ ﻓﺴﺎر ﺻﻠّﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠّﻢ ﻓﻰ, وﻣﻦ اﻷﻋﺮاب ﻟﺤﺮب رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠّﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠّﻢ هـ ﺑﺴﺒﻊ ﻣﺎﺋﺔ رﺟﻞ ﻟﺘﻔﺮﻳﻖ ﻣﺎ ﺟﻤﻊ اﻟﺤﺎرث وﻋﻨﺪ ﻣﺎء اﻟﻤﺮﻳﺴﻴﻊ آﺎن5 ﺷﻌﺒﺎن2 وهﺰم اﻟﺤﺎرث وﻣﻦ ﻣﻌﻪ،اﻟﻠﻘﺎء “Al-Harits bin Dhirar, pemuka Bani Musthaliq (dari kabilah Khuza’ah ) sempat berhasil mengumpulkan beberapa orang dari kaumnya dan orangorang Arab, untuk memerangi Rasulullah saw. melakukan perjalanan pada tanggal 2 Sya’ban 5 H dengan 700 orang untuk memecah belah orang-orang
4
P. Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2002), h. 109 5 E. Zaenal dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Akademika Pressindo,1995), cet. Ke-1, h.73
xii
yang telah berhasil dikumpulkan oleh al –Harits bin Dhirar. Pertemuan berlangsung di sumber air Muraisi’. Hingga akhirnya al-Harits dan para pendukungnya berhasil dikalahkan.”6 Pada terjemahan di atas ditemukan ketidaktepatan dalam penempatan kata menurut kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dari terjemahan di atas, menurut Penulis terdapat kerancuan makna yang terdapat kata pada kata “Hingga akhirnya” menurut Penulis merupakan kalimat yang tidak baku sebaiknya diganti dengan “sehingga”.
Pada kata اﻟﻠﻘﺎء
diterjemahkan
“pertemuan”. Dalam bahasa Arab terdapat isim ma’rifat dan isim nakirah, maka pada kata
اﻟﻠﻘﺎء
merupakan isim marifat yang sudah diketahui
maksudnya yaitu pertemuan antara pasukan Rasulullah Saw dan pasukan AlHarits.
Jadi menurut Penulis, terjemahan tersebut sangat baik bila
diterjemahkan sebagai berikut Pertemuan
itu berlangsung di sumber air
Muraisi’ sehingga Al-Harits dan para pendukungnya berhasil dikalahkan.” Buku Atlas Al-Qur’an memberikan informasi atau pesan yang berisikan kisah-kisah Al-Qur’an, tokoh dan kelompok manusia yang dikisahkan sebelum umat manusia saat ini hidup dari Nabi Adam hingga perjalanan Rasulullah Saw, dan nama-nama tempat yang menjadi sejarah. Kisah-kisah di dalam Al-Qur’an menyangkut kisah yang berpautan dengan peristiwaperistiwa yang telah terjadi dan orang-orang yang tidak dapat dipastikan kenabiannya,
6
seperti
kisah
orang-orang
yang
pergi
dari
kampung
M. Abdul Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, (Jakarta: Almahira, 2005), cet. Ke-2, h. 282
xiii
halamannya, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut mati dan seperti kisah Thalut dan Jalut, dua putra Adam, Ashabul Kahfi, Zulkarnain, Qarun, dan Ashabus Sabti, Maryam, Ashabul Ukhdud, Ashabul Fil dan lain-lain. Kisah yang berpautan dengan peristiwa-peristiwa terjadi di masa Rasul saw. Seperti: peperangan badar dan Uhud yang diterangkan di dalam surat Ali- Imran.7 Sebagai Rasul yang diutus oleh Allah Swt. sebagai pembawa rahmat untuk umat manusia tidak pernah memulai peperangan dan beliau
berusaha
untuk
menghindari
peperangan
agar
tidak
terjadi
pertumpahan darah di antara manusia. Tapi, jika peperangan tidak mungkin dihindari, maka beliau akan menempatkan diri paling depan dan tidak pernah gentar menghadapi musuh. Oleh karena itu, Penulis sangat tertarik untuk membahas skripsi ini dengan judul pembahasan “Analisis Diksi dalam buku terjemahan Atlas Al-qur’an karya Syauqi Abu Khalil Versi M. Abdul Ghoffar”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Untuk memudahkan penelitian dan menghindari terlalu melebarnya jangkauan penelitian, maka dari latar belakang masalah di atas, Penulis mencoba membatasi penelitian mengenai diksi terjemahan pada bab peperangan. Adapun perumusan dan pembatasan masalahnya adalah sebagai berikut:
7
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002), h.192.
xiv
1. Apakah akurasi kata yang dipilih oleh penerjemah sesuai dengan syarat ketepatan dan keserasian diksi? 2. Apa kelemahan dan kelebihan diksi buku terjemahan Atlas Al-
Qur’an
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan masalah yang Penulis kemukakan di atas, maka yang menjadi tujuan umum penelitian ini adalah membuktikan diksi atau pilihan kata yang dipergunakan oleh penerjemah. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini: 1. Mengetahui akurasi kata yang dilakukan oleh penerjemah sesuai dengan syarat ketepatan dan keserasian diksi
2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan diksi buku terjemahan Atlas Al-Qur’an. D. Metodolgi Penelitian Dalam penelitian ini, penulis meanggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) yang menggunakan buku-buku, dokumen, majalah, dan surat kabar serta media elektronik atau internet sebagai rujukan utamanya. Kemudian menjelaskan masalah tersebut dalam kajian deskriptif. Cara ini secara
singkat dapat dijelaskan sebagai suatu
xv
pendekatan dengan mendeskripsikan atau menguraikan unsur-unsur yang berkaitan dengan tema yang dimaksud. Adapun sumber data yang dipergunakan ada dua macam:
Pertama, data primer yaitu semua data yang diperlukan dalam membantu dan melakukan analisis penulisan skripsi ini. Buku yang dijadikan rujukan adalah Atlas Al-Qur’an. Kedua, data sekunder yakni sumber-sumber lain yang mendukung data primer seperti buku Tata Bahasa Indonesia,
Linguistik, Diksi dan Gaya Bahasa dan data lain yang mendukung. Kedua sumber ini dikumpulkan dan kemudian dilakukan analisis secara dedukatifinduktif. Untuk menghindari penulisan yang keliru, maka dalam teknik penulisan, Penulis sepenuhnya berpedoman pada buku Penulisan Karya
Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) tahun 2007 yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. E. Sistematika Penulisan BAB I
: Diawali dengan pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah problematika pembahasan yang akan dibahas. Agar pembahasan tidak
terlalu melebar dilakukan pembatasan dan perumusan
masalah, kemudian
metode penelitian dan teknik penulisan, tujuan,
xvi
dan
kegunaan
penelitian
yang
ditutup
dengan
sistematika
penulisan. BAB II
: Berisi tentang landasan teori yang cakupannya terdiri dari: Definisi terjemah, jenis-jenis terjemah, dan syarat-syarat dan teori
penerjemahan
diksi meliputi pengertian dan korelasinya dengan makna,
syarat, dan
ketepatan diksi dalam kalimat.
BAB III : Berisi tentang biogarafi penerjemah yang meliputi: Gambaran Umum ini
buku Atlas Al-Qur’an dan biografi penerjemah. Adapun bab
merupakan aspek utama dari penelitian ini yang membahas
tentang
analisis kemudian diakhiri dengan analisa Penulis.
BAB IV : Adalah penutup yang merupakan jawaban terhadap permasalahan yang
dijelaskan dalam kesimpulan dan ditutup dengan rekomendasi.
xvii
BAB II PENERJEMAHAN DAN DIKSI
A. Teori Penerjemahan 1. Definisi Penerjemahan Bidang penerjemahan merupakan sebuah disiplin ilmu yang banyak diperbincangkan hingga saat ini. Banyak para tokoh penerjemah, baik nasional maupun internasional yang memberikan sumbangsihnya dalam pendefinisian. Beragamnya pendefinisian merupakan tanda bahwa penerjemahan adalah ilmu yang bersifat kompleks namun fleksibel, tinggal bagaimana seseorang melihat penerjemahan dari sudut apa? Senikah atau sebuah pekerjaan yang berat dan penuh dengan dedikasi tinggi?
Translation atau penerjemahan selama ini didefinisikan melalui berbagai cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda. Catford (1965), seperti yang dikutip Rochayah Machali, menggunakan pendekatan kebahasaan dalam kegiatan penerjemahan dan ia mendefinisikannnya sebagai “the replacement of textual
material in one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL)” (mengganti bahan teks dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran). Begitu juga
xviii
Newmark (1988), seperti dikutip Rochayah Machali, memberikan definisi serupa, yaitu: “rendering the meaning of a text into another
language
in
the
way
that
the
author
intended
the
text”
(menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan pengarang).8 Sedangkan menurut Ibnu Burdah, penerjemah adalah usaha memindahkan pesan dari teks berbahasa Arab (teks sumber) dengan padanannya ke dalam bahasa Indonesia (bahasa sasaran).9 Secara sederhana penerjemahan dapat diartikan sebagai pemindahan makna teks bahasa asing ke dalam bahasa sasaran. Sedangkan secara luas penerjemahan diartikan sebagai “semua kegiatan manusia dalam mengalihkan makna atau pesan, baik bersifat verbal maupun non-verbal dari suatu bentuk ke dalam bentuk yang lainnya”.10 Kata dasar terjemah berasal dari bahasa Arab tarjammah yang maknanya adalah ihwal pengalihan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan secara tertulis pesan dari teks suatu bahasa (misalnya bahasa Inggris) ke dalam teks bahasa lain (misalnya bahasa Indonesia).11
8
Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Gramedia, 2000), h. 5 Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah, Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab (Yogyakarta, 2004), h. 9 10 Suhendra Yusuf, Teori Terjemah: Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan Sosiolinguistik (Bandung: CV Mandar Maju, 1994), cet ke-1, h. 8 9
11
Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Jakarta: Pustaka Jaya, 2006), h. 23
xix
Melalui
kegiatan
menyampaikan
penerjemahan,
kembali
isi
sebuah
teks
seorang dalam
penerjemah bahasa
lain.
Penyampaian ini bukan sekedar kegiatan penggantian, karena penerjemah dalam hal ini melakukan kegiatan komunikasi baru melalui hasil kegiatan komunikasi yang sudah ada (yakni dalam bentuk teks), tetapi dengan memperhatikan aspek-aspek sosial ketika teks baru itu baru tersebut, penerjemah melakukan upaya membangun “jembatan makna” antara produsen teks sumber (TSu) dan pembaca teks sasaran (TSa).12 2. Jenis-jenis Terjemah Dalam kegiatan penerjemahan ada sebelas jenis penerjemahan. Nababan13dalam
bukunya
“Teori
Menerjemah
bahasa
Inggris”
mengemukakan sepuluh jenis penerjemahan sebagai berikut: a. Word for Word Translation
Word for Word Translation (penerjemahan kata demi kata) adalah suatu jenis penerjemahan yang pada dasarnya masih sangat terkait pada tatanan kata. Dalam melakukan tuganya, penerjemah hanya mencari padanan kata bahasa sumber (BSu) dalam bahasa sasaran (BSa), tanpa mengubah susunan kata dalam terjemahannya. Misalnya
12
Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 6 Rudolf Nababan, Teori Menerjemah Bahasa Inggris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999),
13
h. 30-34
xx
أﻳﻦ اﻟﻜﺘﺎب اﻟﺬي اﺷﺘﺮاﻩ أﺣﻤﺪ أﻣﺲ Artinya Di mana kitab yang membelinya Ahmad kemarin?14 b. Literal Translation
Literal Translation (penerjemah harfiah) adalah penerjemahan yang mula-mula dilakukan seperti penerjemahan kata demi kata, tetapi kemudian penerjemah menyesuaikan susunan kata dalam kalimat terjemahannya yang sesuai dengan kata dalam kalimat bahasa sasaran. Contohnya:
ﻳﺸﺘﺮي اﻟﺘﺎﺟﺮ اﻟﺤﺎﺻﻼت اﻟﺰراﻋﻴﺔ Artinya: Pedagang membeli hasil pertanian.15 c. Free Translation Dalam jenis terjemahan ini, penulis mengutip pendapat dari Nurachman Hanafi, dalam bukunya Teori dan Seni Menerjemahkan, ia
menulis
bahwa
penerjemahan
bebas
itu
bukan
berarti
penerjemah boleh menerjemahkan sekehendak hatinya, sehingga esensi terjemahan itu hilang. Bebas disini berarti penerjemah dalam menjalankan misinya tidak terlalu terikat oleh bentuk
14
Rofi’i, Dalil fi al-Tarjamah; Bimbingan Tarjamah Arab-Indonesia (Jakarta: Persada Kemala, tt), h. 2 15 Rofi’i, Dalil fi al-Tarjamah; Bimbingan Tarjamah (Jakarta: Persada Kemala, tt), h. 1
xxi
maupun struktur kalimat yang terdapat pada naskah bahasa sumber. Ia boleh melakukan modifikasi kalimat dengan tujuan agar pesan atau maksud penulis naskah mudah dimengerti oleh pembacanya. Penerjemahan bebas tidak sama dengan penyaduran pesan. Dalam terjemahan bebas harus tetap setia pada pesan yang terkandung dalam bahasa sumber. Sedangkan dalam saduran dimungkinkan
terjadi
pengubahan
atau
penggantian
hal-hal
tertentu seperti nama pelaku, tempat, dan waktu kejadian. Misalnya Contoh:
ﺟﻤﻴﻊ ﻣﺎ ﻳﻨﺸﺮ ﻓﻰ اﻟﻤﺠﻠﺔ ﻳﻌﺒﺮ ﻋﻦ رأى آﺘﺎﺑﻬﺎ وﻻ ﻋﻦ رأى اﻟﻤﺠﻠﺔ-ﻳﻌﺒﺮ –ﺑﺎﻟﻀﺮورة Artinya: Isi di luar tanggung jawab percetakan.16 d. Penerjemahan Dinamik Penerjemahan dinamik disebut juga penerjemahan wajar. Amanat bahasa sumber dialihkan dan diungkapkan dengan ungkapan-ungkapan yang lazim dalam bahasa sasaran. Segala sesuatu yang berbau asing atau kurang bersifat alami, baik dalam katanya dengan konteks budaya ataupun dalam pengungkapannya dalam bahasa sasaran sedapat mungkin dihindari. Penerjemah tipe
16
Moh. Mansyur dan Kustiawan, Pedoman bagi Penerjemah Arab-Indonesia, Indonesia-Arab (Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002), h. 17
xxii
ini sangat mengutamakan amanat dan juga sangat memperhatikan kekhususan bahasa sasaran. Misalnya:
ﻓﺈﻧّﺎﺧﻠﻘﻨﺎآﻢ ﻣﻦ ﺗﺮاب ﺛ ّﻢ ﻣﻦ ﻧﻄﻔﺔ ﺛ ّﻢ ﻣﻦ ﻋﻠﻘﺔ ﺛ ّﻢ ﻣﻀﻐﺔ Artinya: Maka sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari egumpal darah kemudian dari segumpal daging.17
e. Pragmatic Translation Penerjemahan ini mengacu pada pengalihan amanat dengan mementingkan ketetapan penyampaian informasi dalam bahasa sasaran yang sesuai dengan informasi yang terdapat dalam bahasa sumber. Penerjemahan ini begitu memperhatikan aspek bentuk estetik bahasa sumber. Contoh:
اﻟﻤﺎل اﻟﺤﺮام ﻻ ﺑﺪوم Artinya: Harta haram tak akan bertahan lama.18 f. Esthetic Poetic Translation
17
M. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan, h.21 Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan, h.17
18
xxiii
Dalam penerjemahan estetik puitik penerjemah tidak hanya memusatkan perhatiannya pada masalah penyampaian informasi tetapi
juga
masalah
kesan,
emosi
dan
perasaan,
dengan
mempertimbangkan keindahan bahasa sasaran. Itulah sebabnya penerjemahan estetik puitik disebut juga penerjemahan sastra, seperti terjemahan puisi, prosa, dan drama yang menekankan emosi dan gaya bahasa. Contoh:
ﺑﻜﺎد ﺳﻨﺎﺑﺮﻗﻪ ﻳﺬهﺐ ﺑﺎﻷﺑﺼﺎر... Artinya: dia hamper kilauan kilatnya dia pergi dengan matamata
kilauan
kilat
awan
hamper-hampir
menghilangkan
penglihatan.19 g. Penerjemahan Etnografik Dalam
penerjemahan
etnografik,
seseorang
penerjemah
berusaha menjelaskan budaya bahasa sumber dalam bahasa sasaran. Misalnya:
ﺣﻴﻨﻤﺎ أﻧﺎر ﻧﺎ ﺑﺪرﻧﺎ Artinya: Selama bulan purnama menyinari kami20
19
Ibid, h. 18 M. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemahan, h. 16
20
xxiv
h. Penerjemahan Linguistik Penerjemahan linguistik adalah penerjemahan yang hanya berisi informasi linguistik yang implisit dalam bahasa sumber yang dijadikan eksplisit dan dalam perubahan bentuk dipergunakan transformasi balik analisis komponen makna. i.
Penerjemahan Komunikatif Penerjemahan
berupaya
memberikan
makna
kontekstual
bahasa sumber yang tepat, sehingga isi dan bahasanya dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca. Contoh:
ﻣﺎت زوج ﻓﺎﻃﻤﺔ ﻗﺒﻞ ﺳﺎﻋﺘﻴﻦ Artinya Suami Fatimah meninggal dunia dua jam yang lalu.21 j.
Penerjemahan Semantik Penerjemahan ini terfokus pada pencarian padanan pada tatanan kata dengan tetap terikat pada budaya bahasa sumber. Sementara Rochaya Machali menjelaskan mengenai penerjemahan
kesenistraan sebagai berikut,22penerjemahan kesenisastraan adalah penerjemahan
untuk
kesenian
dan
kesusastraan,
seperti
penerjemahan puisi, drama (opera), cerita bergambar, dan film. Dalam penerjemahan ini, penerjemah biasanya amat setia pada bahasa
21
Moh. Mansyur, Pedoman bagi Penerjemah Arab-Indonesia, Indonesia-Arab , h. 47 Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 50
22
xxv
sumber, selain itu tentu saja pada kandungan pesan naskah sumber serta kesan yang ditimbulkan oleh naskah tersebut. Penerjemah dituntut untuk mampu mengungkapkan nuansa dan getar-getar rasa yang tertuang dalam bahasa sumber, biasanya dikemas dalam bahasa tersirat; sehingga wajarlah kalau masyarakat berpendapat bahwa tidak semua orang dapat melakukan penerjemahan jenis ini karena keterbatasan kemampuan yang dimilikinya. Contohnya:
ﻞ ِ ﺴ ِﺒ ْﻴ ﺳﻮَﺁ َء اﻟ ﱠ َ ﻞ ﺿﱠ َ ن َﻓ َﻘ ْﺪ ِ ﻻ ْﻳﻤَﺎ ِ ل ا ْﻟ ُﻜ ْﻔ َﺮ ﺑِﺎ ِ ﻦ َﻳ َﺘ َﺒ ﱠﺪ ْ َو َﻣ Artinya Barangsiapa mengambil kekufuran sebagai pengganti keimanan, ia tersesat dari jalan yang benar (QS. Al-Baqarah: 108).23
3. Syarat-syarat Penerjemahan Setiap penerjemah harus memiliki norma-norma yang tidak boleh dilanggar oleh penerjemah, kendati dia bebas memilih sarana yang satu, maupun yang lain dalam melakukan kegiatan terjemahan. Adapun syarat-syarat penerjemahan menurut Eugene A. Nida seperti yang dikutip Nurohman Hanafi sebagai berikut:24
23
Moh. Mansyur, Pedoman bagi Penerjemah Arab-Indonesia, Indonesia-Arab, h. 112 Hanafi, Teori dan Seni Menerjemahkan, h. 22
24
xxvi
a.
Seorang penerjemah harus mengenal materi dan kecakapan mengungkapkan dalam bahasa penerima.
b.
Seorang penerjemah harus mengetahui bermacam ilmu disiplin ilmu, walau tidak begitu mendalam. Sebab ini akan memberikan daya bayang untuk mengerti materi secara garis besar.
c.
Penerjemah harus benar-benar menguasai bahasanya sendiri dan mengikuti perkembangannya. Hal ini berakibat fatal jika seorang penerjemah hanya cenderung menggunakan kata-kata yang ketinggalan zaman. Selain itu pula, Nida menambahkan satu hal lagi guna perlunya kecakapan dengan pengeatahuan Cross
Cultural
Understanding,
yakni
mengenal
persamaan
dan
perbedaan dari dua bahasa yang terlihat.
B. Teori Diksi 1. Pengertian Diksi dan Korelasi dengan Makna a. Pengertian Diksi Diksi atau yang lazim disebut pemilihan kata dalam ilmu bahasa, sesungguhnya memiliki jangkauan makna atau maksud yang jauh lebih luas daripada sekedar rangkaian kata-kata atau salinan katakata dalam praktik berbahasa dan bertutur sapa. Diksi tidak
xxvii
semata-mata berurusan dengan valensi kata, maksudnya sebuah kata dan keberterimaan/kelaziman dari kata tertentu manakala dia harus hadir dalam lingkungan kata-kata lain pada sebuah kalimat atau tuturan.25contoh, dia akan maju presentasi, itu jelas-jelas berterima, sedangkan bentuk akan dia meja sama sekali tidak berterima. Karena, susunan kolokasi kata pada bentuk yang kedua sama
sekali
mencakup
tidak
membolehkannya
pengertian
menyampaikan
suatu
kata-kata
terjadi.
mana
gagasan,
Pertama, diksi
yang
bagaimana
dipakai
untuk
membentuk
pengelompokkan kata-kata yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan
yang
ingin
disampaikan,
dan
kemampuan
untuk
menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nila rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kata-kata atau pembendaharaan kata bahasa itu.26 Dalam kamus Bahasa Indonesia (1998) diksi berarti pemilihan kata yang bermakna tepat dan selaras (cocok penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan dengan pokok pembicaraan, peristiwa, dan khalayak pendengar dan pembaca. Dalam kamus Bahasa
25
Kunjana Rahardi, Seni Memilih Kata, Peranti dan Strategi Komunikasi Profesional Efektif dalam Wahana Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara, 2007), h. 11 26 Ibid, h. 24
xxviii
Indonesia kontemporer diksi berarti pilihan kata; penggunaan kata yang sesuai dalam penyampaian suatu gagasan dengan tema pembicara, peristiwa, atau pemirsa.27 Diksi menurut Kridalaksana (1993) adalah pilihan kata dan kejelasan tepat untuk memperoleh efek tertentu dalam pembicara di depan umum atau karang mengarang.28 Jadi, diksi adalah pilihan kata yang tepat dengan menggunakan kata-kata yang jelas sehingga pembaca dan pendengar dapat memahami.
b. Korelasi dengan Makna Ketepatan pilihan kata mencerminkan kemampuan sebuah kata untuk memberikan makna-makna yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar. Seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Demikian, pemilihan kata sangat berkaitan dengan makna kosa kata seseorang. Kesalahan penulis atau pembicara dalam pilihan kata akan berakibat berubah makna yang diterima oleh pembaca atau pendengar. Sehingga pesan yang disampaikan tidak dapat 27
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Medan English Press, 2002), h. 354 28 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1993), h. 44
xxix
tersalurkan, bahkan memungkinkan adanya kesalahpahaman. Makna
kata
dapat
menimbulkan
reaksi
pada
orang
yang
mendengar atau membaca. Reaksi yang timbul itu dapat terwujud “pengertian” atau “tindakan”. Dalam berkomunuikasi kita tidak hanya berhadapan dengan suatu rangkaian kata yang mendukung suatu rangkaian kata yang mendukung suatu amanat. Pembaca atau pendengar yang berlainan akan mempengaruhi pula pilihan kata dan cara penyampaian amanat tersebut.
2. Syarat dan ketepatan Diksi Ketepatan profesional,
diksi
dalam
sesungguhnya
wahana
komunikasi
mempersoalkan
ihwal
dan
interaksi
kesanggupan
sebuah kata untuk memunculkan gagasan-gagasan yang tepat dalam benak dan pikiran pembaca atau pendengarnya, seperti apa yang dipikirkan penulis atau pembicaranya. Karena ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Bahwa kata yang dipakai sudah tepat akan tampak dari reaksi selanjutnya, baik berupa aksi verbal maupun berupa aksi non-verbal dari pembaca atau pendengar. Seperti yang dikutip Kunjana Rahardi, syarat dan ketepatan diksi adalah:
xxx
1. Seorang komunikator harus cermat dalam membedakan makna denotatif
dan makna konotatif dalam sebuah kata.
2. Seorang komunikator harus cermat membedakan makna kata-kata yang hampir bersinonim. 3. Seorang komunikator harus membedakan makna atau arti kata dengan cermat dan tepat, terutama untuk kata-kata yang mirip sekali bentuk bentuk ejaannya. 4. Seorang komunikator tidak boleh menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri. 5. Seorang komunikator juga harus dapat menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan yang benar. 6. Seorang komunikator harus dapat menggunakan kata-kata umum dan kata-kata khusus dengan secara cermat dan tepat. 7. Seorang komunikator harus mampu menggunakan kata yang berubah maknanya dengan cermat. 8. Seorang komunikator harus cermat menggunakan kata-kata yang bersinonim. 9. Seorang komunikator harus mampu menggunakan dengan cermat kata-kata yang berhomofoni.
xxxi
10. Seorang komunikator harus mampu menggunakan dengan cermat kata-kata yang berhomografi. 11. Seorang komunikator yang baik harus menggunakan kata-kata abstrak dan kata-kata konkret dengan cermat dan tepat.29 Menurut Gorys Keeraf, syarat-syarat ketepatan diksi sebagai berikut: 1. Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Dari dua kata yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain ia harus menetapkan mana yang akan dipergunakannya untuk mencapai maksudnya. 2. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim. Kata-kata yang bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling melengkapi. Sebab itu, penulis atau pembicara harus berhati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya, sehingga tidak timbul interpretasi yang berlainan. 3. Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaanya. Bila penulis tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaanya itu, maka akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham.
29
Rahardi, Seni Memilih Kata:, h. 43-53
xxxii
Kata-kata yang mirip dalam tulisannya itu misalnya: bahwa-bawah-
bawa, interferensi-inferensi, karton-kartun, dan sebagainya. 4. Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri. Bahasa selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat. Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan jumlah kata baru. 5. Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama katakata asing yang mengandung akhiran asing tersebut. Perhatikan penggunaan:
favorable-favorit,
idiom-idiomatik,
progres-
progresif, dan sebagainya. 6. Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis: ingat akan bukan ingat terhadap; berharap, berharap
akan,
mengharapkan
bukan
mengharap
akan;
berbahaya,
berbahaya bagi. 7. Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus membedakan kata
umum dan kata khusus. Kata khusus lebih
tepat menggambarkan sesuatu daripada
kata umum. Misalnya,
kata merah merupakan sebuah istilah umum akan tetapi, kata ini
xxxiii
mencakup sejumlah istilah yang lebih khusus seperti: merah darah, merah jambu, merah muda, dan sebagainya.30 8. Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus. Suatu jenis pengkhususan dalam memilih kata-kata yang tepat adalah penggunaan istilah-istilah yang menyatakan pengalamanpengalaman yang diserap oleh pancaindria, yaitu serapan indria penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Karena kata-kata ini menggambarkan pengalaman manusia melalui pancaindria yang khusus. Misalnya, kita berbicara tentang merdu yang seharusnya bertalian dengan pendengaran, sedangkan kata sedap bertalian dengan perasa.31 Tetapi sering pula terjadi bahwa suara yang seharusnya bertalian dengan pendengaran
disebut
juga sedap. Contoh: Makanan ini sedap sekali. Suaranya sedap sekali. 9. Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
30
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 90 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 94
31
xxxiv
Ketepatan suatu kata untuk mewakili suatu hal, barang atau orang, tergantung pula dari maknanya, yaitu relasi antara bentuk (istilah) dengan pengarahannya (referennya). Tetapi, kenyataan lain yang juga dihadapi oleh setiap pemakai bahasa adalah bahwa makna kata tidak selalu besifat statis. Dari waktu ke waktu, makna kata-kata
dapat
mengalami
perubahan
sehingga
akan
menimbulkan kesulitan-kesulitan baru bagi pemakai yang telalu bersifat konserfatif. Sebab itu, untuk menjaga agar pilihan kata selalu
tepat,
maka
setiap
penutur
bahasa
harus
selalu
memperhatikan perubahan-perubahan makna yang terjadi. Sering perubahan makna berjalan begitu cepat sampai sukar diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat. Sebelum Perang Dunia II kata daulat dengan arti: 1. bahagia, berkat kebahagian, misalnya
Daulat tuanku; biasanya dipakai terhadap raja-raja atau sultansultan. 2. Mempunyai kekuasaan tertinggi, misalnya penyerahan
kedaulatan Republik Indonesia; Negara Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Tetapi selama revolusi fisik menentang penjajahan Belanda, kata daulat dipakai degan arti yang agak lain yaitu merebut hak dengan tidak sah, memecat dengan paksa; misalnya, tanah-tanah perkebunan Belanda banyak yang didaulat
oleh rakyat; Bupati didaulat oleh rakya setempat karea bekerja
xxxv
sama dengan imperalis32. Sesudah revolusi, arti itu menjadi pudar dan tidak kedengaran lagi dewasa ini. Sebab itu, arti yang ketiga tidak memenuhi syarat bersifat nasional dan tidak terkenal. Karena tidak bersifat nasional dan tidak terkenal maka segera hilang dari pemakaian. 10. Memperhatikan kelangsungan pilihan kata. Kelangsungan pilihan kata adalah teknik memilih kata yang sedemikian rupa, sehingga maksud atau pikiran seoarang dapat disampaikan secara tepat dan ekonomis. Ketepatan dan keakuratan kata dalam hal diksi akan dapat dijamin dan tidak akan menimbulkan salah paham apa yang dirasakan oleh penulis atau pembicara karena, pembicara atau penulis berusaha secermat mungkin memilih kata untuk mencapai maksud yang dikehendakinya. 3. Diksi Dalam Kalimat Penggunaan diksi atau pilihan kata untuk menimbulkan ide yang tepat dan jelas pada pembaca atau pendengar, tidak hanya dilakukan pada susunan kata akan tetapi dapat dilakukan pada tataran kalimat, sehingga menjadi kalimat yang jelas dan efektif. Kalimat efektif adalah kalimat yang secara tepat dapat mewakili ide pembicara atau penulis
32
Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, h. 96
xxxvi
dan sanggup menimbulkan ide yang sama tepatnya dengan pikiran pendengar
atau
pembaca.33Dengan
kalimat
efektif
seorang
penerjemah dapat menyampaikan pesan-pesan dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa) secara jelas. Untuk mencapai keefektifan kalimat, kalimat efektif harus memenuhi tujuh syarat berikut, yakni:34 1) Kesepadanan dan Kesatuan Gagasan Kesepadanan artinya antara pikiran atau perasaan (ide) sama dengan kalimat yang diucapkan atau ditulis. Kesatuan gagasan artinya bahwa sebuah kalimat harus utuh mengandung satu ide pokok atau satu pikiran (tidak menimbulkan salah paham). Biasanya jika sepadan dengan pikiran dan perasaan, kalimat dengan sendirnya akan memiliki kesatuan gagasan. Misalnya, Contoh: a) Pembangunan gedung sekolah baru pihak yayasan dibantu oleh
bank yang memberikian kredit. (terdapat subjek ganda dalam kalimat tunggal). b) Dalam pembangunan sangat berkaitan dengan stabilitas politik. (memakai kata depan yang salah sehingga gagasan kalimat menjadi kacau).
33
Ramlan A. Gani. Mahmudah Fitriyah, Pembinaan Bahasa Indonesia, (Jakarta: UIN Press, 2007), h. 106 34 Gani dan Fitriyah, Pembinaan Bahasa Indonesia, h. 107-122
xxxvii
Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut: a) Pihak yayasan dibantu oleh bank yang memberi kredit untuk
membangun gedung sekolah baru. b) Pembangunan sangat berkaitan dengan stabilitas politik.35 Menurut Zaenal Arifin, Kesatuan atau kesepadanan kalimat memiliki beberapa ciri, seperti yang tercantum di bawah ini: 1. Kalimat itu tidak mempunyai subjek dan predikat dengan jelas. Ketidakjelasan subjek atau predikat suatu kalimat tentu saja membuat
kalimat
itu
tidak
menghindarkan pemakaian kata
efektif.
Kejelasan
dengan
depan di, dalam, bagi, untuk,
pada, sebagai, tentang, mengenai, menurut, dan sebagainya yang ada di depan subjek. Contoh: a) Bagi semua Mahasiswa perguruan ini harus membayar uang
kuliah. (salah) b) Semua Mahasiswa Perguruan ini harus membayar uang
kuliah. (benar) 2. Tidak terdapat subjek yang ganda. Contoh:
35
Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa Non Jurusan Bahasa, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2007), h. 147
xxxviii
a) penyusunan laporan itu saya dibantu oleh para guru. b) Masalah itu saya kurang paham. Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut: a) Dalam penyusunan laporan itu, saya dibantu oleh para guru. b) Masalah itu bagi saya kurang jelas. 3. Kata penghubung intrakalimat tidak dipakai pada kalimat tunggal Contoh: a) Ayahku membaca koran. Sedangkan Adik membaca buku
pelajaran b) Buat saya datang terlambat. Sehingga saya tidak dapat
mengikuti matakuliah pertama. Kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut: a) Ayahku membaca koran, sedangkan Adik membaca buku
pelajaran. b) Saya datang agak terlambat sehingga saya tidak dapat
mengikuti matakuliah pertama. 4. Predikat kalimat tidak didahului oleh kata yang a) Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu. b) Sekolah kami yang terletak di depan bioskopvGunting. Perbaikannya sebagai berikut: xxxix
a) Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu. b) Sekolah kami terletak di depan bioskop Gunting.36
2) Kepaduan (koherensi) Yang dimaksud dengan koherensi adalah hubungan yang padu (koheren) antar unsur kalimat. Satu unsur dengan unsur yang lain tidak boleh diselingi sebuah kata yang tidak penting dan letak kata dalam kalimat tidak boleh dipertukarkan. Yang termasuk unsur pembentuk kalimat adalah kata, frase, klausa, serta tanda baca yang membentuk S-P-O-Pel-Ket dalam kalimat. Contoh: a) Kepada setiap pengemudi mobil harus memiliki surat izin
mengemudi. (tidak mempunyai subjek/subjeknya tidak jelas). b) Saya punya rumah baru saja diperbaiki. (struktur kalimat tidak benar/kacau). c) Tentang kelangkaan pupuk mendapat keterangan para petani.
(unsur S-P-O tidak berkaitan erat). d) Yang saya sudah sarankan kepada mereka adalah merevisi
anggaran itu proyek. (salah dalam pemakaian kata dan frase). Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:
36
E.Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2006), h. 100-102
xl
a) Setiap pengemudi mobil harus memiliki surat izin mengemudi. b) Rumah saya baru saja diperbaiki. c) Para petani mendapat keterangan tentang kelangkaan pupuk. d) Yang sudah saya sarankan kepada mereka adalah merevisi
anggaran proyek itu.37 3) Keparalelan Yang dimaksud dengan keparalelan atau kesejajaran adalah kesamaan unsur-unsur yang digunakan secara konsisiten dalam satu kalimat. Umpamanya dalam sebuah perincian, jika unsur pertama menggunakan verba, unsur kedua dan seterusnya juga harus verba. Jika unsur pertama berbentuk nomina, bentuk berikutnya juga harus nomina. Jika menggunakan aktif, yang lain juga harus aktif. Demikian pula senbaliknya. Contoh: a) Kegiatan di perpustakaan meliputi pembelian buku, membuat
katalog, dan buku-buku diberi label. b) Kakakmu menjadi dosen atau sebagai pengusaha? c) Demikianlah agar Ibu maklum, dan atas perhatiannya saya
ucapkan terima kasih. Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:
37
Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 148
xli
a) Kegiatan di perpustakaan meliputi pembelian buku, pembuatan
katalog, dan pelabelan buku. b) Kakakmu menjadi dosen atau menjadi pengusaha? c) Demikianlah agar Ibu maklum, dan atas perhatian Ibu, saya
ucapkan terima kasih.38 4) Ketepatan Yang dimaksud dengan ketepatan adalah kesesuaian atau kecocokan
pemakaian
unsur-unsur
yang
membangun
suatu
kalimat sehingga terbentuk pengertian yang bulat dan pasti.39 Contoh: a) Karyawan teladan itu memang tekun bekerja dari pagi sehingga
petang. (salah dalam pemakaian kata sehingga) b) ....bukan saya yang tidak mau, namun dia yang tidak suka. (salah memilih kata namun sebagai pasangan kata bukan) c) Manajer saya memang orangnya pintar. Dia juga bekerja
dengan dedikasi tinggi terhadap perusahaan. Namun demikian, dia...(salah dalam pemberian frase namun demikian) Kalimat-kalimat di atas tidak memperhatikan faktor ketepatan maka, kalimat yang tepat adalah:
38
Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 149 Ibid, h. 149
39
xlii
a) Karyawan teladan itu memang tekun bekerja dari pagi sampai
petang. b) ...bukan saya yang tidak mau, malainkan dia yang tidak suka. c) Manajer saya memang orangnya pintar. Dia juga bekerja
dengan dedikasi tinggi terhadap perusahaan. Walaupun demikian, dia...40 5) Kehematan Yang dimaksud dengan kehematan adalah penggunaan kata atau frase yang tidak perlu. Hemat di sini berarti tidak memakai kata-kata mubazir, tidak mengulang subjek; tidak menjamakkan kata yang sudah berbentuk jamak. Dengan hemat kata, diharapkan kalimat menjadi padat berisi. Ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan, antara lain:41 1) Penghematan dapat dilakukan dengan cara menghilangkan pengulangan subjek ganda. Contoh:
a) Karena ia tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu. b)Hadirin serentak berdiri setelah mereka mengetahui bahwa presiden datang. Kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:
40
Finoza, Komposisi Bahasa Indonesi, h. 150 Arifin dan Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, h. 104
41
xliii
a) Karena tidak diundang, dia tidak datang ke tempat itu. b) Hadirin
serentak
berdiri
setelah
dengan
mata
mengetahui
bahwa
presiden datang.42 Adapun Contoh lain: a) Saya
melihatnya
kepala
saya
sendiri
mahasiswa itu belajar seharian dari pagi sampai petang. b) Dalam pertemuan yang mana hadir Wakil Gubernur DKI
dilakukan suatu perundingan yang membicarakan tentang perpakiran. c) Agar supaya Anda dapat memperoleh nilai ujian yang baik
Anda harus belajar dengan sungguh-sungguh. Kalimat-kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut: a) Saya melihat sendiri mahasiswa itu belajar seharian. b) Dalam pertemuan yang dihadiri Wakil Gubernur DKI
dilakukan perundingan perpakiran. c) Agar Anda dapat memperoleh nilai ujian yang baik,
belajarlah sungguh-sungguh.43 2) Pemakaian superkoordinat pada hiponim kata. Misalnya, Kata mawar sudah mencakup bunga Kata Elang sudah mencakup burung
42
Arifin dan Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tingg, h. 104 Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 151
43
xliv
Contoh dalam kalimat: a) Ia memetik bunga mawar. b) Kemana burung Elang itu terbang?. Kalimat itu dapat diperbaiki menjadi: a) Ia memetik Mawar b) Kemana Elang itu pergi? 3) Penggunaan bentuk panjang yang salah, misalnya, a) Kamu janganlah membuat kotor kelas ini dengan kotoran kambing itu. b) Dosen itu memberikan teguran kepada mahasiswa yang sering tidak masuk kuliah. c) Persoalan sepele itu jangan dibuat menjadi besar. Lebih hemat: a) Kamu jangan mengotori kelas ini dengan kotoran kambing itu! b) Dosen menegur mahasiswa yang sering tidak masuk kuliah.
xlv
c) Persoalan sepele jangan dibesarkan.44 4) Penjamakkan kata yang sudah jamak. a) Para murid-murid (tidak baku) b) Beberapa orang-orang (tidak baku) Lebih hemat: a) Para murid (baku) b) Beberapa orang (baku). 5) Pengunaan saling+verba resiprokal, misalnya a) Menjelang berpisah, kedua orang itu saling bersalaman dan
saling bermaafan. b) Anak-anak itu saling berkelahi satu sama lain sehingga luka parah. Lebih hemat: a) Menjelang berpisah, kedua orang itu saling menyalami dan
saling memaafkan. b) Anak-anak itu berkelahi sehingga luka parah. 6) Penggunaan sinonim dalam satu kalimat, misalnya a) Hanya ini saja yang dapat kuberikan padamu. 44
Gani dan Fitriyah, Pembinaan Bahasa Indonesia, h. 113
xlvi
b) Jangankan manusia, kucing saja sangat sayang sekali kepada
anaknya. Lebih hemat: a) Ini saja yang dapat kuberikan padamu. Hanya ini yang dapat kuberikan kepadamu. b)
Jangankan manusia, kucing saja sangat sayang kepada
anaknya. Jangankan manusia, kucing saja sayang sekali kepada anaknya.45 6) Kelogisan Yang dimaksud dengan kelogisan ialah kemampuan sebuah kalimat untuk menyatakan sesuatu sesuai dengan logika. Dalam hal ini juga menuntut adanya pola pikir yang sistematis (teratur dalam penghitungan angka dan penomoran). Contoh: a) Kambing sangat senang bermain hujan. (padahal kambing tergolong binatang antiair).
45
Gani dan Fitriyah, Pembinaan Bahasa Indonesia, h. 115
xlvii
b) Karena lama tinggal di asrama putra, anaknya semua laki-laki. (tidak
ada
hubungan
tinggal
di
asrama
putra
dengan
mempunyai anak laki-laki).46 7) Penekanan atau ketegasan Penekanan atau ketegasan ialah peninjilan pada pokok kalimat. Ada beberapa cara untuk memberikan penonjolan yaitu: 1) Mengubah fungsi kata dalam kalimat, misalnya: a) Sungguh anggun gadis yang berkerudung putih itu. (yang ditekankan
adalah predikat yaitu anggun).
b) Masjid itu baru didirikan pada tahun 1417 M oleh alim ulama
setempat. (yang ditekankan adalah subjek penderita yaitu masjid). 2)
Menggunakan klimaks atau anti klimaks misalnya: a) Jangankan melaksanakan salat sunat, salat wajib saja dia
tinggalkan. b) Jangankan cuma ongkos umrah, ongkos haji pun akan
kuberikan. c) Jangankan dua kali, sekali pun dia belum pernah datang
untuk bersilaturrahmi ke rumahku.
46
Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, h. 152
xlviii
3)
Menggunakan tahapan yang logis, misalnya: a) Kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan akan pangan,
sandang, dan papan. b) Lebaran tahun lalu, kami sekeluarga membeli tiket pergi-
pulang pesawat Sriwijaya Air jurusan Tanjung pandanJakarta. 4)
Menggunakan partikel penegas, misalnya: a) Kami datang, dia pun datang. b) Bukan hanya kami, saudara pun ikut berbuat salah.47
47
Gani dan Fitriyah, Pembinaan Bahasa Indonesia, h. 115
xlix
BAB III GAMBARAN UMUM BUKU ATLAS AL-QUR’AN DAN BIOGRAFI M. ABDUL GHOFFAR
A. Gambaran Umum Buku Terjemahan Atlas Al-Qur’an Sejarah adalah sebuah segmen yang penting dalam Al-Qur’an hal ini dibuktikan melalui isi kandungan Al-Qur’an yang di dalamnya banyak menyangkut epik sejarah, baik yang terjadi pada masa lalu maupun saat Al-Qur’an menunjukkan bahwa pengungkapan kisah tersebut mempunyai bobot yang cukup potensial untuk dijadikan pelajaran yang sangat berharga dalam mendidik dan membimbing manusia pada perilaku yang lebih baik dari masa silam. Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam, memberikan pengetahuan kepada umatnya untuk mempelajari dan menghayati makna dan isinya. Al-Qur’an yang bukan saja menetapkan hukum-hukum syariat, di dalamnya juga menceritakan kejadian-kejadian nabi-nabi terdahulu dan sebagainya. Kejadian yang disampaikan Al-Qur’an kepada umatnya itu memang benar terjadi dan nyata. Di dunia Islam, para ahli tafsir dan para cendikiawan muslim menulis sejarah yang pernah terjadi pada saat manusia (Adam dan Siti Hawa) tinggal di bumi hingga sejarah Nabi Muhammad Saw. Tetapi, mereka
l
hanya menulis buku-buku ensiklopedi atau kamus bahasa yang khusus memuat nama-nama tempat tapi, itu semua tidak cukup tanpa adanya letak dan peta yang menggambarkan tempat-tempat misalnya buku azZamakhsyari yang berjudul, Al-Jibal wal Amkinah wal Miyaah, dan buku alFariq Yahya Abdullah al-Ma’lami yang berjudul, Al- A’laam fii Al-Qur’an al-
karim.48 Buku Atlas Al-Qur’an adalah sebuah buku yang menyajikan kisah AlQur’an yang ditulis secara singkat dan sekaligus dilengkapi dengan peta tempat kejadian itu terjadi. Buku Atlas Al-Qur’an yang diterjemahkan oleh Abdul Ghoffar memberikan
pembuktian kebenaran berbagai fakta
sejarah dan kejadian serta keberadaan umat-umat terdahulu yang disampaikan oleh Al-Qur’an. Pembuktian ini diperkuat lagi oleh atlas yang memperjelas letak dan posisi tempat kejadian, tempat tinggal suatu kaum dan berbagai peristiwa penting seperti gunung Baudza yang merupakan tempat pertama kali Adam diturunkan, Asqhelon, tempat di mana nabi Sulaiman as. dulu mendengarkan percakapan sekawan semut dan kejadian penting yang tidak sempat diabadikan sehingga membantu dan mempermudah umat Islam untuk mengetahui dan memahami Al-Qur’an lebih mendalam sekaligus meyakini kebenaran apa yang dikandungnya. Kitab ini ditulis oleh Dr. Syauqi Abdul Khalil pada tanggal 12 September tahun 2000 yang diterbitkan oleh penerbit Darul Fikr, Damaskus.
48
Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 1-2
li
B. Biografi M. Abdul Ghoffar M. Abdul Ghoffar lahir di Tuban pada tanggal 14 Februari 1971. Dia memulai pendidikan dasarnya di Madrasah Ibtidaiyah Darul Huda (19781984), Tuban Jawa Timur. Setelah lulus, dia lalu melanjutkan pendidikan menengahnya di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo (19841990), Jawa Timur. Pada tahun 1991, dia berangkat ke Jakarta, untuk melanjutkan pendidikan dan diterima di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA). Pada tahun 1998, dia meraih gelar S.H. (S-1) pada Fakultas Hukum, Universitas Ibnu Chaldun, Jakarta. Dalam bidang penerjemahan, dia sudah mulai menerjemahkan buku
Atlas Al-Qur’an pada bulan Oktober 2006 cetakan pertama dan selain itu, ia banyak menerjemahkan di berbagai penerbit dengan ratusan buku hasil terjemahan sejak tahun 1990. Selain menerjemahkan, saat ini menjabat sebagai Direktur Almahira, penulis dan editor di penerbit Almahira dan PT Rajagrafindo Persada. Menurut dia, kitab ini merupakan kitab yang sangat bagus untuk diterjemahkan agar para pembaca dapat mengetahui kejadian-kejadian yang terjadi pada masa silam yang termuat di dalam Al-Qur’an beserta letak-letak kejadian tersebut. Adapun karya terjemahannya yang bisa Penulis sebutkan adalah:
lii
•
Pustaka Imam asy-Syafi’i, Jakarta •
Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 (Ibnu Katsir)
•
Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2 (Ibnu Katsir)
•
Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3 (Ibnu Katsir)
•
Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4 (Ibnu Katsir)
•
Tafsir Ibnu Katsir Jilid 5 (Ibnu Katsir)
•
Tafsir Ibnu Katsir Jilid 6 (Ibnu Katsir)
•
Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7 (Ibnu Katsir)
•
Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8 (Ibnu Katsir)
•
Kisah Shahih Teladan Para Nabi Jilid 1 (Syaikh Aalim bin ‘Ied alHilal)
•
•
Pustaka al-Kautsar, Jakarta •
Fikih Keluarga (Syaikh Hasan Ayyub)
•
Fikih Wanita edisi Lengkap ( Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah)
•
1001 Tanya Jawab tentang Al-Qur’an (Qasim Asyur)
•
101 Wasiat Rasul untuk Wanita (Syaikh Sa’ad Yusuf Abdul Aziz)
•
Jati Diri Muslim (Dr. Muhammad Ali al-Hasyimy)
•
dll
Pustaka Hidayah, Bandung •
Ensiklopedi al-Qur’an (Prof. Dr. Muhammad Sulaiman)
•
Fiqih Tasawwuf (Syaikh Abdul Qadir Jaelani)
•
Awas! Tipu Daya Setan (Thaha Abdullah al-Afifi)
•
Mengenal Allah: Risalah Baru tentang Tauhid (Ahmad Bahjat)
liii
• •
dll
CV Firdaus, Jakarta •
Dipersimpangan Jalan (Fathi Yahan)
•
Sistem Kehidupan Rumah Tangga dalam Islam (Muhammad Ali Ibrahim)
•
•
•
Membenahi Penyimpangan di kalangan Umat (Dr. Yusuf Qardhawi)
•
dll
Pustaka Azzam, Jakarta •
Kisah para Nabi (Ibnu Katsir)
•
30 Keringanan bagi Wanita (Amr Bin Abdul)
•
30 Larangan bagi Wanita (Amr Bin Abdul)
•
dll
Pustaka Ibnu Katsir, Bogor •
Takut Kepada Allah (Muhammad Syauman bin Ahmad as-Ramli)
•
Nasihat Ulama Besar untuk Wanita Muslimah (Syaikh Hamid bin Ibrahim)
• •
•
dll
Pustaka an-Naba’, Jakarta •
Fikih Jihad ( Dr. Muh. Said Ramadhan al-Bhuthi)
•
Fikih Puasa (Dr. Yusuf Qardhawi)
•
Pernikahan Dini (Muh. Ali as-Shabuni)
•
dll
Media Dakwah
liv
•
•
•
Menjadi pendidik Muslim (Dr. Muhammad Ibrahim)
•
Rasa Malu dan Budayanya ( Ahmad Salim Uwaidhah)
•
dll
Granada Nadia, Jakarta •
Islam di Persimpangan Jalan (Dr. Yusuf Qardhawi)
•
Wahai Putriku tutuplah Auratmu (Dr. Azizah Ali al-Fauziayah)
•
dll
Wacana Lazuardi, Jakarta •
Shalat Jum’at Khusyu’ (Dr. Ali Ahmad asy-Syarif)
•
Problematika Kehidupan Rumah Tangga (Syaikh Muhammad Ali Syaikh)
• •
•
•
Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta •
Konsep Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Dr. Abdul Wahab al-Qathari)
•
dll
Pustaka Panji Mas, Jakarta •
Problematika Pengkafiran di kalangan umat ( (Fathi Yahan)
•
dll
Rajawali, Jakarta •
•
Tanda-tanda Orang Munafik (Dr. Muh. Mahmud Iwadah)
Mizan, Bandung •
•
dll
Demokrasi, Oposisi dan Masyarakat Madani (Dr. Fahmi Huwaidi)
Almahira
lv
•
Atlas al-Qur’an, Mengungkap Misteri Kebesaran al-Qur’an (Dr. Syauqi Abdul Khalil)
Adapun karya sebagai editor sebagai berikut: •
Renungan Ba’da Subuh (Syaikh Abdul Hamid al-Bilal)
•
Cantik Tanpa Makeup (Dr. Aiman al-Huasini
•
Mengapa Kita Mati (Dr. Abdul Muhsin Shalih)
•
dll
Adapun karya sebagai penulis sebagai berikut: •
Kamus Indonesia – Arab, Istilah umum dan Kata-kata populer (PT Rajagrafindo Persada, Jakarta)
•
Menyikapi Tingkah Laku Suami, Solusi Islami buat Para Isteri (Almahira, Jakarta)
•
Penyembuhan dengan Do’a & Zikir (Almahira, Jakarta).
lvi
BAB IV ANALISIS DIKSI BUKU TERJEMAHAN ATLAS ALQUR’AN
A. Analisis Diksi dalam Hubungan dengan Makna Masalah diksi berkaitan dengan keserasian kata dengan konteks kalimat, ketidaklazimkan kata yang dipilih (Arkais) atau kata itu menimbulkan keambiguan makna.49 Penulis menganalisis hasil terjemahan buku terjemahan Atlas Al-
Qur’an tentang bab peperangan yang mengenai diksi dalam hubungannya dengan makna yang meliputi: kata khusus dan umum, makna konotatif dan makna denotatif, dan makna referensial implisit. 1. Makna Khusus dan Umum Salah satu persyaratan dan ketepatan diksi, menurut Gorys Keraf adalah penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan kata khusus. Makna khusus adalah makna kata atau istilah yang pemakaiannya terbatas pada bidang tertentu.50 Sedangkan makna
49
Syihabuddin, Teori dan Praktek Penerjemahan Arab-Indonesia, (Bandung: Fakultas Pendidikan, Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia, 2001), h. 183 50 Pateda, Semantik Leksikal, h. 106
lvii
umum adalah makna yang menyangkut keseluruhan atau semuanya, tidak menyangkut yang khusus atau tertentu.51 Penulis menemukan data-data sebagai berikut:
ﺧﻄﺔ ﺗﻀﻤﻦ،و ﻓﻰ اﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ر ّﺗﺐ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ااﻧﺼﺮ ﻓﻰ اﻟﻤﻌﺮآﺔ “Sementara langkah
di Madinah, Rasulullah Saw. menyusun langkah-
teknis
dan
strategi
dalam
rangka
memenangkan
pertempuran.”52 Kata yang bergaris bawah diterjemahakan “langkah-langkah, teknis, dan strategi” kurang tepat. Kata “langkah-langkah”, “teknis”, dan “strategi” mempunyai makna masing-masing. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), Langkah mempunyai makna 1. gerakan kaki (ke depan, ke belakang, ke kiri, ke kanan) waktu berjalan, 2. jarak antara kedua kaki waktu melangkah ke muka, 3. sikap, tindak tanduk. Teknis mempunyai makna bersifat atau mengenai. Sedangkan strategi mempunyai makna siasat dalam perang. Kamus mengartikan kata
ﺧﻄﺔ
kontemporer
adalah rencana.53 Kata rencana merupakan
kata umum. Dari ketiga kata tersebut, menurut Penulis lebih cocok 51
Ibid, h. 131 Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 244 53 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Mudhor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996), h. 844 52
lviii
dengan menggunakan kata strategi, karena kata tersebut mempunyai makna siasat perang. Namun, penerjemah menerjemahkan dengan kata khusus yang sekaligus yaitu, langkah-langkah, teknis, dan strategi. Maka, menurut Penulis, kata strategi lebih cocok digunakan karena, maknanya lebih khusus jika melihat kata sesudahnya “dalam rangka memenangkan pertempuran”. Menurut Penulis, terjemahan di atas sebagai berikut, “Sementara di Madinah, Rasulullah Saw. menyusun
dalam
langkah-langkah
rangka
memenangkan
pertempuran.” Juga terdapat dalam kalimat
ﺖ ﻧﺨﻼت ﻓﻘﻂ ّ وﻣﺠﻤﻮع ﻣﺎ أﺣﺮق ﺳ “keseluruhan
pohon kurma yang dibakar itu ada enam batang
saja”54 Kata
ﻧﺨﻼت
mempunyai arti makna umum yaitu “pohon”, akan
tetapi penerjemah tidak menerjemahkan dengan arti umum. Tetapi, ia menulis dengan makna kata khusus “batang” untuk mendapatkan gambaran yang khusus. Menurut Penulis, terjemahan tersebut, “Keseluruhan pohon kurma yang dibakar itu ada enam pohon saja.” Juga terdapat kalimat
54
Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 264
lix
وﻋ ّﺰ ﻋﻠﻴﻬﻢ أن، ﻓﺘﻮﻟّﻮا وﻟﻬﻢ ﺑﻜﺎء،واﷲ ﻻ أﺟﺪ ﻣﺎ أﺣﻤﻠﻜﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﻳﺤﺴﺒﻮا ﻋﻦ اﻟﺠﻬﺎد وﻻ ﻳﺠﺪون ﻧﻔﻘﺔ وﻻ ﺣﻤﻼ “Demi
Allah, aku tidak mendapatkan kendaraan untuk membawa
kalian. Maka, mereka pun kembali sambil menangis. Mereka bersedih karena mereka tidak bisa ikut berjihad, sementara mereka tidak memiliki apa-apa, makanan maupun kendaraan yang bisa mereka sumbangkan untuk berjuang di jalan Allah.”55 Kata yang bergaris bawah
ﻧﻔﻘﺔ
diterjemahkan penerjemah yaitu
makanan. Dalam kamus kontemporer kata
ﻧﻔﻘﺔberarti biaya.56Menurut
Penulis, biaya mempunyai arti makna umum. Tetapi, penerjemah menerjemahkan kata tersebut dengan makna yang khusus yaitu makanan. Dalam Bahasa sumber, penulis asli menulis dengan gagasan makna yang umum yaitu biaya. Namun, penerjemah menerjemahkan kata
ﻧﻔﻘﺔ
dengan makna khusus yaitu, makanan sebagai gambaran
yang lebih khusus. Penerjemahan di atas menjadi, “Demi Allah, aku tidak mendapatkan kendaraan untuk membawa kalian. Maka, mereka pun kembali sambil menangis. Mereka bersedih karena mereka tidak bisa ikut berjihad, sementara mereka tidak memiliki apa-apa, biaya
55
Ibid, h. 314 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Mudhor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, h. 1934
56
lx
maupun kendaraan yang bisa mereka sumbangkan untuk berjuang di jalan Allah. Terdapat pula pada kalimat:
ا ﻟﻤﻘﺎﻃﻌﺔ وهﻢ ﻃﻠﻘﺎء،وﺑﻌﺪ ا ﻟﻌﻮدة آﺎن ا اﻟﻌﻘﺎب ﻋﻘﺎﺑﺎ ﻟﻄﻴﻔﺎ ﻧﺎﺟﻌﺎ ﺑﻴﻦ ا ﻟﻨﺎ س “Setelah
kembali dari peperangan, mereka akan memperoleh
hukuman yang lembut lagi ringan, yaitu pemutusan hubungan, sedang mereka dibiarkan bebas di tengah-tengah umat manusia.”57 Kata yang diberi garis bawah ini termasuk kata yang dikategorikan makna umum. Hal ini dikarenakan pesan yang disampaikan oleh teks asli bisa dipahami dengan mudah ketika membaca teks terjemahan. Namun maksud kata ini adalah kata khusus yaitu, masyarakat, Berdasarkan analisa Penulis, kata
ا ﻟﻨﺎسmenyangkut seluruh manusia
yang bukan hanya pada daerah tertentu melainkan seluruh dunia, maka kata ini lebih cocok dengan masyarakat yang mengandung makna yang lebih khusus. Menurut penulis, penerjemahan di atas sebagai berikut, “Setelah kembali dari peperangan, mereka akan memperoleh hukuman yang lembut lagi ringan, yaitu pemutusan
57
Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 316
lxi
hubungan,
sedang
mereka
dibiarkan
bebas
di
tengah-tengah
masyarakat. 2. Makna Denotatif dan konotatif Makna Denotatif adalah kata atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat.58 Menurut Harimurti, makna denotatif didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan pada konvensi tertentu. Jadi, makna denotatif adalah makna sebenarnya, makna yang tidak dihubungkan dengan faktor-faktor lain, baik yang berlaku pada pembicara maupun pada pendengar. Konotasi adalah pandangan baik-buruk atau positif-negatif yang diberikan oleh sekelompok masyarakat bahasa terhadap sebuah kata.59 Makna konotasi menurut Gorys Keraf merupakan suatu jenis makna
di
mana
stimulus
emosional,60misalnya
kata
dan
respon
mengandung
nilai-nilai
amplop yang sebenarnya bermakna
‘sampul surat’, dalam masyarakat dewasa ini memiliki konotasi yang buruk atau negatif karena kata amplop itu memiliki pula makna ‘uang sogok’ atau ‘uang suap’ seperti, Beri saja amplop, maka urusan kita
58
Pateda, Semantik Leksikal, h. 98 Abdul Chaer, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), h.
59
391
60
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia, 2006), Cet ke-6. h. 29
lxii
akan cepat sekali! Jadi makna konotasi merupakan makna yang mengandung perasaan senang-tidak senang misalnya, kata ‘sapi’. Dalam kalimat ’kamu seperti sapi’ mungkin dalam masyarkat selain umat Hindu akan merasa dilecehkan, namun dalam masyarakat Hindu sapi merupakan hewan yang dianggap suci. Penulis menemukan data yang berkaitan dengan pembahasan ini, sebagai berikut:
ﻟﻢ ﻳﻠﻖ ﻣﺤﻤﺪ ﻣﻦ ﻳﺤﺴﻦ اﻟﻘﺘﺎل: وﻗﺎﻟﻮا “Bahkan
mereka berkata, “Muhammad tidak pernah menghadapi
ahli perang.”61 Penerjemah menerjemahkan kata
ﻳﺤﺴﻦ اﻟﻘﺘﺎلsebagai ahli perang,
mungkin yang dimaksud penulis kitab ini adalah pejuang yang tangguh. Pejuang yang tangguh mengandung makna yang emosional. Penerjemah mengartikan kata tersebut dengan ahli perang dengan makna
denotatif
artinya
memiliki
makna
yang
mengenakkan.
Sedangkan yang dimaksud penulis di sini adalah makna konotatif. Terdapat pula pada kalimat:
أ رﺳﻠﺖ ﺧﺰاﻋﺔ ﻣﻮآﺒﺎ ﻗﻄﻊ اﻟﻄﺮﻳﻖ ﺑﻴﻦ ﻣﻜﺔ واﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻓﻲ أرﺑﻊ ﻟﻴﺎل
61
Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 242
lxiii
“Kabilah Khuza’ah mengirim satu rombongan yang memotong jalan antara Mekah dan Madinah dalam waktu empat hari.”62 Kata
ﻗﻄﻊ
diterjemahkan sebagai memotong kurang tepat.
Penerjemah menerjemahkan dengan memotong dengan makna konotatif. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata
memotong mempunyai makna lebih cocok untuk memotong dengan barang yang tajam seperti memotong kain.63 Sedangkan memotong yang dimaksud adalah memotong jalan yang artinya melintasi perjalanan supaya lebih dekat. Maksud dari penulis asli di sini adalah makna denotatif. Menurut Penulis, kata tersebut lebih cocok dengan kata memintasi karena memintasi mempunyai makna mengambil jalan pintas, menempuh jalan yang terdekat. Sehingga penerjemahan di atas sebagai berikut, “Kabilah Khuza’ah mengirim satu rombongan yang memintas jalan antara Mekah dan Madinah dalam waktu empat hari.”
واﷲ ﻟﺌﻦ ﻗﺘﻞ ﻣﺤﻤّﺪ أﺻﺤﺎب هﺆﻻء اﻟﻘﻮم ﻟﺒﻄﻦ اﻷرض ﺧﻴﺮ ﻟﻨﺎ ﻣﻦ ﻇﻬﺮهﺎ
62
Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 273 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 1204 63
lxiv
“Demi
Allah, seandainya Muhammad membunuh orang-orang itu,
niscaya perut bumi lebih baik bagi kita daripada permukaanya.”64 Kata yang diberi garis bawah ini termasuk kata yang dikategorikan makna konotatif. Hal ini dikarenakan pesan yang disampaikan oleh teks asli bisa dipahami dengan mudah ketika membaca teks terjemahan. Namun, maksud kata ini adalah makna denotatif yaitu, apa yang ada di dalam bumi atau isi bumi, Berdasarkan analisa penulis, perut memberikan makna yang emosional akan tetapi, penerjemah menerjemahkan kata ini dengan makna konotatif. Jadi menurut penulis,
penerjemahan
di
atas
sebagai
berikut,
“Demi
Allah,
seandainya Muhammad membunuh orang-orang itu, niscaya isi bumi lebih baik bagi kita daripada permukaanya.” Terdapat pula pada kalimat:
ﻏﺰوة ﺑﻨﻲ ﻗﺮﻳﻈﺔ ﻗﺼﺎص ﻋﺎدل ﻟﺨﻴﺎﻧﺔ ﻋﻠﻨﻴﺔ “Perang bani Quraidzah merupkan balasan yang adil dan setimpal atas pengkhianatan yang dilakukan secara terang-terangan.”65 Kata yang bergaris bawah di atas mempunyai makna konotatif yang menimbulkan rasa emosional atau memiliki rasa yang kurang
64
Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 242 Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h.278
65
lxv
menggenakkan. Menurut penulis, penerjemahan di atas sebagai berikut, “Perang bani Quraidzah merupkan balasan yang adil dan setimpal atas pengkhianatan yang dilakukan secara terang-terangan.” Kata
pegingkaran
lebih
cocok
sehingga
memiliki
rasa
yang
mengenakkan.
3. Makna Referensial Emplisit Makna referensial (referential meaning) adalah makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata.66 Menurut Palmer “reference deals with the relatitionship between the
linguistic elements, words, sentences, etc, and the nonlinguistic world of experience” (hubungan antara unsur-unsur linguistik berupa katakata, kalimat-kalimat, dan dunia pengalaman yang nonlinguistik). Makna referensial merupakan isi informsi atau sesuatu yang dikomunikasikan dan disusun dalam struktur semantis.67
66
Pateda, Semantik Leksikal, h. 125 Mildred L. Larson, Penerjemah Berdasar Makna, Pedoman Untuk Pemadanan Antar Bahasa, (Jakarta: Arcan, 1989), h. 41 67
lxvi
Informasi implisit adalah informasi yang diungkapkan secara jelas dengan unsur leksikal dan bentuk gramatikal.68 Dari definisi tersebut Penulis tidak perlu menyinggung analisis informasi implisit. Informasi implisit atau makna tertentu dibiarkan implisit karena struktur bahasa sumbernya. Hal demikian disebabkan oleh informasi itu sudah tercakup di bagian lain dalam bentuk teks itu atau karena informasi sudah dikenal oleh situasi komunikasi itu, akan tetapi informasi itu harus disampaikan oleh penerjemah, karena informasi itu merupakan
bagian
makna
yang
ingin
disampaikan.
Penulis
menemukan data-data tersebut pada kalimat:
هـ رﺳﺎﺋﻞ إﻟﻰ اﻟﻤﻠﻮك7 أرﺳﻞ رﺳﻮ ل اﷲ ﺻﻠّﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠّﻢ ﺳﻨﺔ واﻷﻣﺮاء ﻳﺪﻋﻮهﻢ ﻓﻴﻬﺎ إﻟﻰ اﻹﺳﻼم “Pada tahun 7 H, Rasulullah mengirimkan beberapa surat kepada beberapa orang raja dan penguasa yang mengajak mereka supaya memeluk Islam.”69 Terjemahan di atas mengandung makna implisit. Dalam Bsu kata yang bergaris bawah orang. Akan tetapi penerjemah menyebutkan informasi implisit. Walaupun diksi yang dipilih kurang tepat. Penulis menerjemahkan kalimat tersebut sebagai berikut, “Pada tahun 7 H,
68
Ibid, h. 41 Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 302
69
lxvii
Rasulullah mengirimkan beberapa surat kepada beberapa raja dan penguasa untuk memeluk Islam.
ﻓﻜﺎﻧﺖ ﻣﺆﺗﺔ ﻟﺘﺄ دﻳﺐ ﺷﺮﺣﺒﻴﻞ اﻟﻐﺴﺎﻧﻲ،وﻗﺘﻞ رﺳﻮل رﺳﻮل اﷲ “Yang kemudian dia membunuh utusan Rasulullah dan perang Mu’tah meletus sebagai pemberian pelajaran terhadap Syurahbil alGhassani.”70 Penerjemahan yang diberi garis bawah mengandung makna implisit yang tidak disebutkan. Akan tetapi penerjemah menyebutkan informasi implisit. Penulis berpendapat diksi di atas kurang tepat oleh karena itu, Penulis menerjemahkan sebagai berikut, “kemudian dia membunuh utusan Rasulullah hingga terjadilah perang Mu’tah sebagai balasan terhadap Syarhabil al-Ghassani.” Terdapat pula pada kalimat:
اﻟّﺬي ﺗﻤﻜّﻦ ﻣﻦ ﺗﺤﻘﻴﻖ اﻧﺴﺤﺎب,ﻗﺪّﻣﺖ اﻟﺮّاﻳﺔ ﻟﺴﻴﻒ اﷲ ﺧﺎﻟﺪ ﺑﻦ اﻟﻮﻟﻴﺪ ﻣﺄﻣﻮن دون ﺧﺴﺎﺋﺮ “Dia berhasil menarik mundur pasukan dengan aman, tanpa kerugian berarti dan tanpa korban.”71
70
Ibid, h. 302 Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 314
71
lxviii
Penerjemahan di atas mengandung makna implisit yang tidak disebutkan
oleh
penulis
asli
(Bsu).
Akan
tetapi
penerjemah
menerjemahkan dengan menyebutktan informasi impilist. Menurut Penulis, diksi yang dipilih lebih tepat jika diterjemahkan sebagai berikut, “Dia berhasil menarik mundur pasukan dengan aman, tanpa ada kerugian.” Terdapat pula kalimat:
وﻟﺮ ّد هﺬﻩ اﻟﺠﻤﻮع ﻃﺮﻳﻘﺘﺎن “Ada
dua
cara
untuk
mengahalau
dan
melawan
pasukan
tersebut.”72 Penerjemahan di atas mengandung makna implisit yang tidak disebutkan
oleh
penulis
asli
(Bsu).
Akan
tetapi
penerjemah
menerjemahkan dengan menyebutktan informasi impilist. Menurut Penulis, diksi yang dipilih lebih tepat jika diterjemahkan sebagai berikut, “ada dua cara untuk melawan pasukan tersebut.”
B. Analisis Keserasian Makna dalam Penerjemahan Atlas Al-Qur’an pada Bab Peperangan.
72
Ibid, h. 303
lxix
Kesepadanan kata dalam penerjemahan banyak melibatkan proses pemadanan
dalam
suatu
konteks
kalimat.
Kesepadanan
banyak
dipengaruhi oleh ketepatan pilihan kata.
1. Tidak Diterjemahkan Dalam hal ini, Penulis menemukan data, ada kata yang seharusnya diterjemahkan oleh penerjemah namun tidak diterjemahkan. Seperti kalimat di bawah ini:
ﺧﺮج رﺳﻮل اﷲ – ﻣﻊ ﻋﺪد ﻣﻦ أﺻﺤﺎﺑﻪ – إﻟﻰ ﺑﻨﻲ اﻟﻨﻀﻴﺮ ﻳﺴﺘﻌﻴﻨﻬﻢ ﻓﻲ دﻳﺔ ﻗﺘﻠﻴﻦ ﻣﻦ ﺑﻨﻲ ﻋﺎﻣﺮ
“Bersama
beberapa orang sahabatnya, Rasulullah Saw. pergi
menuju kepada bani Nadhir untuk meminta bantuan mengenai pembayaran diyat bagi dua orang bani Amir yang terbunuh.”73 Kata Diyat diterjemahkan apa adanya terasa kurang tepat. Karena tidak semua pembaca mengerti kata ini. Maenurut penulis, kata ini seharusnya diterjemahkan “tembusan” sehingga dapat membantu para pembaca memahaminya. Menurut Penulis, penerjemahan di atas sebagai berikut, “Bersama beberapa orang sahabatnya, Rasulullah
73
Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 265
lxx
Saw. pergi menuju kepada bani Nadhir untuk meminta bantuan mengenai tembusan bagi dua orang bani Amir yang terbunuh.” Juga terdapat pada kalimat:
و أﺗﺎﻩ ﻳﺤﻨّﺔ اﺑﻦ رؤﺑﺔ ﺻﺎﺣﺐ أﻳﻠﺔ )اﻟﻌﻘﺒﺔ( ﻓﺼﺎﻟﺢ ﻋﻠﻰ ﺟﺰﻳﺔ ﻳﺴﻴﺮة “Kemudian
beliau didatangi oleh Yohanna ibn Ru’bah, penguasa
Allah (Aqabah), untuk mengajak berdamai dan mau membayar jizyah dalam jumlah yang tidak banyak.”74 Kata Jizyah diterjemahkan apa adanya sehingga terasa kurang tepat. Karena tidak semua pembaca mengerti kata ini. Penulis berpendapat, kata ini lebih baik diterjemahkan “pajak atau upeti”, sehingga dapat membantu para pembaca memahami kata tersebut. Jadi penerjemahan tersebut sebagai berikut, “Kemudian beliau didatangi oleh Yohanna ibn Ru’bah, penguasa Allah (Aqabah), untuk mengajak berdamai dan mau membayar pajak dalam jumlah yang tidak banyak.” 2. Kerancuan dalam menerjemahkan
ﻓﻤﻦ رؤي ﺑﻌﺪ ذﻟﻚ ﻣﻨﻬﻢ ﻗﺘﻞ “Barang siapa di antara mereka yang terlihat setelah ini, akan dibunuh.”75
74
Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 314
lxxi
Kata
ﻣﻦ
diartikan “barang siapa”, kata tersebut sudah tidak
relevan pada masa sekarang. Penulis menerjemahkan kata tersebut dengan kata “siapa saja”.
وﺑﻌﺪ ﺳﻔﺎرات إﻟﻰ اﻟﺤﺪﻳﺒﻴﺔ ﺣﻴﺚ رﺳﻮل اﷲ وﻣﻦ ﻣﻌﻪ ﻣﻦ اﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ “Setelah melakukan perjalanan ke Hudaibiyah, di mana Rasulullah Saw dan orang-orang muslim yang ikut bersama beliau.”76 Kata
ﺣﻴﺚdiartikan “di mana”, kata tersebut digunakan dalam
konteks bertanya, yakni untuk menanyakan tempat. Misalnya, Di mana dia sekarang?.77 Menurut Penulis, kalimat tersebut terasa rancu dalam bahasa Indonesia dan kalimat tersebut lebih cocok sebagai berikut, “Setelah melakukan perjalanan ke Hudaibiyyah, Rasulullah Saw dan orang-orang muslim yang ikut bersama beliau.”
ﺧﺮج رﺳﻮل اﷲ – ﻣﻊ ﻋﺪد ﻣﻦ أﺻﺤﺎﺑﻪ – إﻟﻰ ﺑﻨﻰ اﻟﻨﻀﻴﺮ “Bersama
beberapa orang sahabatnya, Rasulullah Saw. pergi
menuju kepada bani Nadhir.”78
75
Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 265 Ibid, h. 289 77 Zaenal Arifin dan Farid Hadi, Seribu Kesalahan Berbahasa, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2001), h. 81 78 Ghoffar, Atlas Al-qur’an, h. 265 76
lxxii
Penerjemahan di atas terasa rancu, kata yang bergaris bawah diterjemahkan dengan “menuju” dan “kepada”. Menurut penulis,
إﻟﻰ
cukup diterjemahkan dengan menuju karena kedua kata tersebut sangat berlebihan. Menurut penulis, terjemahan
di atas sebagai
berikut, “Rasulullah Saw. bersama beberapa sahabatnya pergi menuju bani Nadhir.”
C. Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata Gaya bahasa kiasan dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan antara dua hal.79 Penulis menganalisis hasil terjemahan Atlas Al-Qur’an pada pembahasan ini mengenai gaya bahasa yang meliputi dua gaya bahasa yaitu, simile dan metafora. 1. Simile (persamaan) Gaya bahasa kiasan persamaan atau simile yaitu perbandingan yang bersifat eksplisit, artinya penulis langsung menyatakan sesuatu hal dengan hal yang lain, dan menggunakan kata seperti dan
diumpamakan sebagai petunjuknya.
79
Keraf , Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 23
lxxiii
: وﺳﺄل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠّﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠّﻢ ﻧﻮﻓﻞ ﺑﻦ ﻣﻌﺎوﻳﺔ اﻟﺪّﻳﻠﻲ ﺛﻌﻠﺐ ﻓﻰ, ﻳﺎرﺳﻮل اﷲ: ﻣﺎ ﺗﺮى ﻓﻰ اﻟﻤﻘﺎم ﻋﻠﻴﻬﻢ ؟( ﻓﺄﺟﺎب،)ﻳﺎ ﻧﻮﻓﻞ ﺣﺠﺮ إن اﻗﻤﺖ ﻋﻠﻴﻪ أﺧﺬﺗﻪ و إن ﺗﺮآﺘﻪ ﻟﻢ ﻳﻀﺮّك “Rasulullah Saw. bertanya kepada Naufal bin Mu’awiyah ad-Daili, “Hai Naufal, bagaimana pendapatmu mengenai posisi kami terhadap mereka?” Naufal menjawab,”Wahai Rasulullah, mereka seperti srigala di dalam liang batu. Jika menyerangnya, engkau akan dengan mudah membunuhnya.
Dan
jika
engkau
biarkan,
dia
tidak
akan
membahayakan dirimu.”80 Kata yang bergaris bawah di atas adalah bentuk dari simile. Kata “mereka atau penduduk Thaif” diibaratkan Srigala yang mempunyai sifat seperti srigala. Srigala adalah makna asli yaitu binatang yang buas. Dengan demikian, penduduk Thaif keadaanya seperti sifat-sifat yang dimiliki srigala yang buas.
2. Metafora Dalam bahasa Arab, metafora (perumpamaan) sering disebut dengan kata amtsal. Metafora adalah semacam analogi yang 80
Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 311.
lxxiv
membandingkan dua hal secara langsung.81 Berbeda dengan simile yang membandingkan dua hal menggunakan penunjuk sedangkan metafora menurut Gorys Keraf adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk singkat, dan langsung tanpa menggunakan penunjuk kesamaan.82 Dalam hal ini, penulis menemukan data sebagai berikut:
ﻳﺮﻳﻬﻢ أﻧّﻤﺎ ﻳﺮاد ﺑﻬﻢ اﻟﻘﺘﻞ، وأﺷﺎر ﺑﻴﺪﻩ إﻟﻰ ﺣﻠﻘﻪ أﻧّﻪ اﻟﺬّﺑﺢ، ﻧﻌﻢ:ﻗﺎل “Maka Abu Lubabah menjawab, “Bagus” sembari mengisyaratkan tangannya ke leher yang berarti sembelih.”83 Pada penerjemahan di atas terkandung gaya bahasa metafora. Menurut Penulis, tangannya diasosiasikan sebagai pedang. Tangan merupakan bagian tubuh manusia. Sembelih mengandung arti membunuh. Jadi, tangan yang diisyaratkan ke leher yang berarti membunuh.
ﻗﺪّﻣﺖ اﻟﺮّاﻳﺔ ﻟﺴﻴﻒ اﷲ ﺧﺎﻟﺪ ﺑﻦ اﻟﻮﻟﻴﺪ،وﺑﻌﺪ اﺳﺘﺸﻬﺎد اﻷﻣﺮاء اﻟﺜّﻼﺛﺔ “Panji kepemimpinan diserahkan kepada pedang Allah, Khalid bin Walid.”84
81
Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia, 1984), h. 129 Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Puataka Utama, 2002), h. 139. 83 Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, h. 279 82
lxxv
Kata yang bergaris bawah di atas mengandung gaya bahasa metafora. Khalid bin Walid diibaratkan pedang Allah. Kata pedang merupakan makna asli yang berfungsi sebagai alat memotong atau menyembelih. kata pedang dibandingkan dengan Khalid bin Walid sebagai sifat pemberani yang dimiliki Khalid Bin Walid yang tidak takut menghadapi lawan. Terdapat pula pada kalimat:
وﻟﻜﻨّﻪ ﻣﺎ ﺟﻌﻞ اﻟﺘﺴﺎﻣﺢ ﻣﻮﻗﻔﺎ،اﻹﺳﻼم ﻣﻌﺘﻘﺪ ﻗﻮي وﻣﺘﺴﺎﻣﺢ ﻣﻌﺎ ﺑﻞ ﺟﻌﻞ ﻟﻠﺘﺴﺎﻣﺢ ﻗﻮة ﺗﺤﻤﻴﺔ،ﻣﻬﺘ ّﺰا ﻳﻠﺘﻘﻰ ﺑﺴﺒﻴﻪ اﻟﻀﺮﺑﺎت واﻟﻤﺆاﻣﺮات “Islam merupakan keyakinan yang sangat kuat sekaligus penuh toleransi. Tapi, Islam tidak menjadikan toleransi ini sebagai sikap yang membuatnya
justru
memperoleh
serangan
dan
ancaman
persengkongkolan. Sebaliknya, dia jadikan toleransi ini sebagai kekuatan yang dapat melindunginya.”85 Terjemahan di atas mengandung gaya bahasa metafora. Menurut penulis,اﻟﺘﺴﺎﻣﺢ
(toleransi) dibandingkan dengan
( ﻗﻮةkekuatan).
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Toleransi adalah sifat atau sikap toleran, batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang
84
Ibid, h. 303 Ghoffar, Atlas Al-Qur’an, (Jakarta: Almahira, 2005), h. 227.
85
lxxvi
masih diperbolehkan.86 Sedangkan kekuatan adalah perihal kuat, keteguhan.87 Toleransi merupakan makna asli yang diibaratkan sebagai kekuatan.
86
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 1204 87 Ibid, h. 605
lxxvii
BAB V PENUTUP Kesimpulan Abdul Ghoffar dalam menerjemahkan buku Atlas Al-qur’an lebih menekankan
kepada metode penerjemahan bebas dan harfiah, namun
penerjemahan yang dilakukan dengan kedua metode tersebut tidak menghilangkan ide atau gagasan penulis. Dalam permasalahan diksi atau pemilihan kata masih kurang dengan syarat-syarat ketepatan dan kesesuaian diksi. Ada beberapa kata yang dipilh oleh penerjemah tidak mewaklili maksud penulis. Ada tiga garis besar mengenai diksi. Pertama, Diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nila rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kata-kata atau pembendaharaan kata bahasa itu. Penerjemah tidak memperhatikan beberapa syarat ketepatan diksi atau pilihan kata dalam hubungannya dengan makna, yaitu:
lxxviii
a. Membedakan secara cermat kata khusus dan umum Makna
khusus
adalah
makna
kata
atau
istilah
yang
pemakaiannya terbatas pada bidang tertentu. Sedangkan makna umum adalah makna yang Sedangkan makna umum adalah makna yang menyangkut keseluruhan atau semuanya, tidak menyangkut yang khusus atau tertentu. b. Membedakan makna denotasi dan konotasi makna denotasi adalah makna sebenarnya, makna yang tidak dihubungkan dengan faktor-faktor lain, baik yang berlaku pada pembicara maupun pada pendengar. sedangkan makna konotasi pandangan baik-buruk atau positif-negatif yang diberikan oleh sekelompok masyarakat bahasa terhadap sebuah kata. c. Simile dan metafora Simile
adalah
perbandingan
yang
langsung
menyatakan
sesuatu hal dengan hal yang lain, dan menggunakan kata seperti dan diumpamakan sebagai petunjuknya. Sedangkan metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung.
A. Rekomendasi Kajian diksi pada buku terjemahan Atlas Al-Qur’an masih partikular, karena hanya membahas pada analisis diksi pada bab peperangan, khususnya dalam melihat kajian makna denotatif dan
lxxix
konotatif, makna umum dan khusus, dan referensial emplisit. Dengan demikian cakupan kajian diksi lain seperti dalam kajian diksi dalam kalimat, gaya bahasa, dan lainnya tidak dibahas dalam penelitian ini. Karenanya tema-tema yang belum dibahas tersebut dapat dijadikan penelitian lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
‘al-Qatthan, Manna, Mabahits fi ‘ulum AL-qur’an, Riyadh: Mansyurat al-Ashr alHadits, Tt. Arifin, E. Zaenal dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Akademika Pressindo, 2006, Cet.8. Burdah, Ibnu, Menjadi Penerjemah, metode dan wawasan menerjemah Teks Arab (Yogyakarta, 2004), Cet.1. Chaer, Abdul, Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000, Cet.I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, Cet.2. Finoza, Lamuddin, Komposisi Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa Non Jurusan Bahasa, 2007, Cet.13. Ghoffar, M. Abdul, Atlas Al-qur’an, Jakarta: Almahira, 2005, Cet.2.
lxxx
Gani, Ramlan A. dan Fitriyah, Mahmudah, Pembinaan Bahasa Indonesia, Jakarta: UIN Press, 2007. Hanafi, Nurrohman, Teori dan Seni Menerjemahkan, Ende: Nusa Indah, 1986, Cet.1. Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002, Hidayatullah, Moch Syarif, Diktat II Teori dan Permasalahan Penerjemahan. Hoed, Benny Hoedoro, Penerjemahan dan Kebudayaan, Jakarta: Pustaka Jaya, 2006. Keraf , Gorys, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006, Cet. XVI. 6 Gramedia Pustaka Utama, 2002, Cet. XIII -----------, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: 1 Kridalaksana, Harimurti, kamus Linguistik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1993, Cet.3. Machali, Rochayah, Pedoman Bagi Penerjemah, Jakarta: Gramedia, 2000, Cet.1. Mansyur, Moh dan Kustiawan, Pedoman bagi Penerjemah Arab-Indonesia, Indonesia-Arab, Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002. Nababan, Rudolf, Teori Menerjemah Bahasa Inggris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. Pateda, Mansoer, Semantik Leksikal, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2001, Cet.2. Rofi’i, Dalil fi al-Tarjamah; Bimbingan Tarjamah Arab-Indonesia Jakarta: Persada Kemala, tt.
lxxxi
Rahardi, Kunjana, Seni Memilih kata, Peranti dan Strategi Komunikasi Profesional Efektif dalam Wahana Bahasa Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara, 2007. Salim, Peter dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Medan English Press, 2002, Cet.2. Syihabuddin, Teori dan Praktek Penerjemahan Arab-Indonesia, Bandung: Fakultas Pendidikan, Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia, 2001, Cet.1. Yusuf, Suhendra, Teori Terjemah: Pengantar ke arah Pendekatan Linguistik dan sosiolinguistik, Bandung: CV Mandar Maju, 1994, Cet.1. Larson, Mildred L, Penerjemah Berdasar Makna, Pedoman Untuk Pemadanan Antar Bahasa, Jakarta: Arcan, 1989.
lxxxii
lxxxiii