1
ABSTRAK PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN JARING GARUK KERANGYANG DILARANG (Studi Putusan PN No: 237/Pid.Sus/2013/PN.TK) Oleh Venti Azharia
Pelaku tindak pidana yang menggunakan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang diputus pengadilan melanggar Undang-Undang No 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 237/Pid.Sus/2013/PN.TK yang menjatuhkan vonis penjara dan denda kepada pelaku. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penegakan hukum pidana serta bagaimanakah faktor penghambat penegakan hukum pidana. Berdasarkan hasil penelitian dengan melakukan secara normatif dan empiris sebagai penunjang dapat disimpulkan sebagai berikut: penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut dilakukan dengan cara : 1. Tahap Formulasi, penegakan hukum diatur dalam Undang-Undang No 45 Tahun 2009; 2. Tahap Aplikasi, tahap penegakan hukum pidana oleh aparat penegak hukum mulai dari kepolisisan, kejaksaan, hingga pengadilan; 3. Tahap Eksekusi, yaitu terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama 1 (satu) tahun dan denda Rp 700.000,00. Faktor penghambat dari penegakan hukum pidana tersebut adalah 1. Faktor hukumnya sendiri; 2. Faktor penegak hukum 3. Faktor sarana dan prasarana; 4. Faktor masyarakat; 5. Faktor kebudayaan. Saran dalam penelitian ini,Para penegak hukum yaitu Kepolisian Perairan, Kejaksaan, dan Hakim harus melaksanakan perannya masing-masing dengan baik serta meningkatkan kinerja dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang agar dapat terlaksananya penegakan hukum yang maksimal. Kata Kunci : Penegakan Hukum Pidana, Pelaku, Alat PenangkapanIkan yang dilarang
2
ABSTRACT CRIMINAL LAW ENFORCEMENTTOWARDS THE PERPETRATOR WHOUSE THE PROHIBITED SCRATCHSHELNET FISHING (Study of Verdict No: 237 / Pid.Sus / 2013 / PN.TK)
By Venti Azharia, Deni Achmad, Eddy Rifa’i E-mail:
[email protected]
Criminals who used scratch shell net fishing which prohibited was decided by the court because it had violated Undang-Undang fisheries law. Pengadilan Negeri Tanjung Karang Decision Number.237/Pid.Sus/2013/PN.TK sentenced to jail and a fine to the perpetrator. The problems in this research were on how the enforcement of criminal law and how was the inhibiting factors the enforcement of criminal law. Based on the results of research conducted by the normative and empirical as supporting, it could be summarized as followed: criminal law enforcement against the perpetrators of the criminal act were done by: 1 Formulation Stage, law enforcement was regulated in Act Number 45 year 2009; 2. Application Stage, stage of the criminal law enforcement by law enforcement officers from Police Department, the prosecutor Institution, and the court Institution; 3. Execution Stage, the defendant was sentenced to imprisonment for 1 (one) year and a fine of Rp 700,000.00. The inhibiting factors of the enforcement of the criminal law were, 1. the law itself Factor; 2. law enforcement officers factor, 3. facilities and infrastructure factors; 4 society factor; 5. cultural factors. Suggestions in this study, law enforcement officers such as Water Police Officers, Prosecutor Institution, and the judge had to execute their respective roles well and improve their performance in law enforcement efforts against criminal acts using scratch shell net fishing gears that prohibited so that the implementation of law enforcement could be executed maximally. Keywords: Criminal Law Enforcement, Perpetrator, Prohibited Fishing Equipment
2
I. PENDAHULUAN Sumber daya alam hayati Indonesia dan ekosistemnya mempunyai kedudukan dan peranan penting bagi kehidupan dan pembangunan nasional. Karena itu harus dikelola dan dimanfaatkan secara lestari bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia dan umat manusia pada umumnya untuk sekarang dan di masa yang akan datang. Contoh sumberdaya alam hayati laut yang harus dikelola dan dimanfaatkan dengan baik adalah kerang. 1 Kerang merupakan hewan air yang termasuk hewan bertubuh lunak (moluska). Pengertian kerang bersifat umum dan tidak memiliki arti secara biologi namun penggunaannya luas dan dipakai dalam kegiatan ekonomi. Dalam pengertian paling luas, moluska dengan sepasang cangkang, dengan pengertian ini lebih tepat orang menyebutnya kerang-kerangan dan sepadan dengan arti clam yang dipakai di Amerika. Contoh pemakaian seperti ini dapat dilihat pada istilah “kerajinan kerang”. Kata kerang dapat pula berarti semua kerang-kerangan yang hidupnya menempel pada suatu obyek.2 Cara pengambilan kerang sangat mudah, yaitu dengan menggunakan alat jaring yang dijatuhkan ke dasar laut lalu ditarik dengan menggunakan mesin kapal, sama seperti pengambilan ikan pada umumnya. Masyarakat yang tinggal di daerah pantai memanfaatkan kerang sebagai mata pencaharian sehari-hari karena kerang memiliki nilai ekonomis yang cukup baik, karena semakin banyak peminat pengambilan kerang dan banyak yang ingin mengeksploitasi nilai ekonomis dari kerang tersebut untuk mencari keuntungan, ada sebagian orang menggunakan cara yang salah dengan memakai alat
penangkapan kerang yang dilarang yang tidak memiliki izin dari pemerintah. Perbuatan seperti ini mengakibatkan kerusakan pada ekosistem kerang dan semua ekosistem yang ada di laut bahkan mengalami kelangkaan hingga kepunahan. Penegakan hukum dalam tindak pidana menggunakan alat penangkap ikan yang dilarang ini bersifat universal dan bisa dikategorikan sebagai tindak pidana khusus karena berhubungan dengan berlangsungnya kehidupan ekosistem yang ada di laut, sehingga dalam penjatuhan pidana terhadap para pelaku tindak pidana menggunakan alat penangkap ikan yang dilarang harus lebih diperhatikan lagi, agar masyarakat jera dan tidak ingin mengulangi perbuatannya itu. Jika tidak ditindak lanjuti, akan semakin banyak masyarakat yang ingin mengambil sumber daya alam hayati berupa kerang dengan menggunakan alat penangkap ikan yang dilarang oleh pemerintah demi mencapai keuntungan berlebih dengan cara yang salah, tetapi tidak memikirkan akibat dari penggunaan alat penangkap ikan yang dilarang tersebut utuk kelangsungan hidup ekosistem di bawah laut yang bisa mengakibatkan kerusakan dan kelangkaan. Penegakan hukum itu sendiri merupakan ultimum remedium atau upaya hukum terakhir karena tujuannya adalah untuk menghukum pelaku dengan hukuman penjara atau denda, jadi penegakan hukum pidana tidak berfungsi untuk memperbaiki lingkungan yang tercemar. Penegakan hukum pidana ini dapat menimbulkan faktor penjara (detterant factor) yang sangat efektif, oleh karena itu dalam praktiknya penegakan hukum pidana selalu diterapkan secara selektif.3
1
M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukun Lingkungan Indonesia, PT. Alumni, Bandung, 2001, hlm. 96 2 http://id.wikipedia.org/wiki/Kerang(diakses tanggal 12 Februari 2014, Pukul 08.00 WIB).
3
Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm.121
3
Penegakan hukum pada hakekatnya merupakan upaya menyelaraskan nilainilai hukum dengan merefleksikan di dalam bersikap dan bertindak di dalam pergaulan, demi terwujudnya keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan keadilan dengan menerapkan sanksisanksi.4 Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di dalam kenyataannya di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian law enforcement begitu populer. Selain itu ada kecenderungan yang kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksana keputusan-keputusan hakim. Pendapat yang agak sempit tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan, sebab pelaksanaan perundang-undangan atau keputusan-keputusan hakim tersebut malah mengganggu kedamaian di dalam 5 pergaulan hidup. Dalam kerangka penegakan hukum, khusus penegakan hukum pidana terdiri dari tiga tahap, yaitu :6 1. Tahap formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidana in abstacto oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam tahap ini pembentuk undangundang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskan dalam bentuk peraturan perundangundangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangn pidana yang baik. Tahap ini dapat juga disebut dengan tahap kebijakan legislasi. 4
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2006, hlm. 226 5 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm. 7 6 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Undip, Semarang, 1995, hlm 45.
2. Tahap aplikasi, tahap penegakan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisisan, kejaksaan, hingga pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum menegakkan serta menerapkan peraturan perundangan pidana yang dibuat oleh badan pembentuk undangundang. Dalam melaksanakan tugas aparat penegak hukum harus memegang teguh nilai-nilai keadilan dan manfaat. Tahap kedua ini disebut tahap kebijakan yudikatif. 3. Tahap eksekusi, yaitu tahap penegakan
hukum pidana secara konkret oleh aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan aturan yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan oleh pengadilan. Menurut Joseph Golstein, penegakan hukum dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) bagian yaitu:7 a. Konsep penegakan hukum yang bersifat total (Total Enforcement Concept) yaitu dimana ruang lingkup penegakan hukum pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif (substantive law of crimes). Penegakan hukum pidana secara total ini tidak mungkin dilakukan, sebab para penegak hukum termasuk Kepolisian dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana, seperti adanya aturan-aturan tentang penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan pendahuluan, selain itu mungkin terjadi hukum pidana substantif sendiri memberikan batasanbatasan, misalnya dibutuhkannya aduan (klacht delicten) sebagai syarat penuntutan pada delik-delik aduan.
7
Ibid, hlm.55
4
b. Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (Full Enforcement Concept) yaitu dalam ruang lingkup ini para penegak hukum termasuk Polri tidak bisa diharapkan menegakkan hukum secara maksimal karena adanya berbagai keterbatasan, baik dalam bentuk waktu, sarana-prasarana, kualitas sumber daya manusia, perundang-undangan dan sebagainya sehingga mengakibatkan dilakukannya discretions. Sehingga menurut Joseph Golstein , yang tersisa adalah Actual Enforcement. c. Konsep penegakan aktual (Actual Enforcement Concept) muncul setelah diyakini adanya deskripsi dalam penegakan hukum, karena kepastian baik yang terkait dengan saranaprasarana, kualitas SDM, kualitas perundang-undangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat. Tidak tertutup kemungkinan untuk terjadinya berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum termasuk Kepolisian. Sebagai contoh misalnya penyimpangan terhadap hak-hak tersangka dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Penegakan hukum dalam tindak pidana perikanan ini harus diperhatikan, khususnya tindak pidana menggunakan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang, dikarenakan tindak pidana tersebut sangat mudah dilakukan demi mencapai keuntungan berlebih dengan cara yang salah, sehingga mengakibatkan kerusakan serta kepunahan ekosistem yang ada di laut. Kesadaran dari masyarakat sangat penting, jika kesadaran dari masyarakat itu muncul maka akan berkurangnya tindak pidana pengunaan alat penangkapan ikan yang dilarang dan akan beralih menggunakan alat-alat yang di anjurkan oleh pemerintah. Adapun faktor-faktor penghambat dalam penegakan hukum pidana dalam menggunakan alat penangkapan ikan
jaring garuk kerang yang dilarang, menggunakan teori yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto yang menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut:8 a. Faktor Undang-undang b. Faktor Penegak hukum c. Faktor Sarana dan fasilitas mendukung penegakan hukum
yang
d. Faktor Masyarakat e. Faktor Kebudayaan Undang-Undang yang mengatur tentang Perikanan diantaranya yaitu: 1. Undang-Undang No 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan. 2. Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 3. Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dalam penelitian ini ada beberapa masalah yang dirumuskan dan dicari penyelesainnya secara ilmiah. Beberapa masalah tersebut sebagai berikut: a. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang (Studi Putusan PN Nomor : 237/Pid.Sus/2013/PN.TK)
8
Sorejono Soekanto,Op. Cit., hlm 5
5
b. Bagaimanakah faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang (Studi Putusan PN Nomor : 237/Pid.Sus/2013/PN.TK). Membahas permasalahan skripsi ini, penulis menggunakan dua macam pendekatan masalah yaitu pendekatan secara normatif dan empiris. Pendekatan secara normatif dilakukan dengan cara menelaah dan menelusuri berbagai peraturan perundang-undangan. Teori dan konsep-konsep yang ada dan berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.9 Sedangkan pendekatan secara empiris adalah pendekatan yang melihat sesuatu kenyataan hukum di dalam masyarakat, jadi penelitian dengan pendekatan empiris harus dilakukan di lapangan dengan menggunakan metode dan teknik penelitian lapangan yang berkaitan dengan tindak pidana menggunakan alat penangkapan ikan yang dilarang, dalam hal ini dilakukan studi kasus. Data yang digunakan dalam skripsi ini: 1. Data Primer data data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan secara langsung pada objek penelitian yaitu : Pol. Air Bandar Lampung, Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, serta Pengadilan Negeri Bandar Lampung. 2. Data Sekunder data tambahan berbagai sumber hukum yaitu buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang menjadi refrensi untuk skripsi ini. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yang dilakukan melalui membaca, mencatat dan mengutip dari sumbersumber baik primer maupun sekunder 4
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra AdityaBakti, Bandung, 2004, hlm 2.
berhubungan dengan permasalahan, dan juga studi lapangan dilakukan dengan mewawancarai para pihak yang berkaitan dengan penelitan ini. Analisis data digunakan dengan analisis kualitatif, dengan cara mendeskripsikan dan menguraikan data dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif, yaitu menguraikan halhal yang bersifat khusus sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Jaring Garuk Kerang yang Dilarang Penegakan hukum disebut dalam bahasa Inggris law enforcement, bahasa Belanda rechtshandhaving. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubunganhubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan menilai yang mantap dan sikap tidak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan social engineering, memelihara dan mempertahankan social control kedamaian pergaulan hidup. Dalam kerangka penegakan hukum, khusus penegakan hukum pidana terdiri dari tiga tahap, yaitu : 3. Tahap formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidana in abstacto oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam tahap ini pembentuk undangundang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskan dalam bentuk peraturan perundangundangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangn pidana yang baik.
6
Tahap ini dapat juga disebut dengan tahap kebijakan legislasi. 4. Tahap aplikasi, tahap penegakan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisisan, kejaksaan, hingga pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum menegakkan serta menerapkan peraturan perundangan pidana yang dibuat oleh badan pembentuk undangundang. Dalam melaksanakan tugas aparat penegak hukum harus memegang teguh nilai-nilai keadilan dan manfaat. Tahap kedua ini disebut tahap kebijakan yudikatif. 5. Tahap eksekusi, yaitu tahap penegakan hukum pidana secara konkret oleh aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan aturan yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan oleh pengadilan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Eko Supriadi diperoleh keterangan mengenai penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang yaitu terdakwa ditangkap dan dilakukan penyidikan dalam rangka pemberkasan kasus oleh penyidik dan kemudian sebagai akibat dari tindak pidana penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang akan diserahkan untuk dilakukan penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Tanjung Karang dalam memproses kasus tersebut. Eko Supriadi mengatakan pencegahan yang sudah dilakukan oleh Polisi Perairan mengenai alat penangkapan ikan yang dilarang sudah diterapkan yaitu dengan cara melakukan patroli secara rutin disetiap wilayah dan memberikan penyuluhan secara rutin yang dilakukan oleh Babinkamtibmas perairan. Sebenarnnya sistem penegakan hukum pidana mengenai penggunaan alat penangkapan ikan yang dilarang sudah
maksimal dilakukan oleh polisi perairan dengan cara disetiap pesisir yang berpenghuni ditempatkan Pam Markas Patroli dan Kapal Patroli, tetapi mungkin ada sebagaian dari orang yang belum mendapatkan penyuluhan oleh aparat kepolisian perairan jadi belum mengetahui apa yang dilarang dan merugikan bagi alam serta masyarakat banyak.10 Berkaitan dengan hal tersebut, dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya penuntut umum senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan msrtabat dan profesinya. Kerja sama antar aparat hukum juga untuk memperlancar upaya penegakan hukum sesuai dengan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak memihak dalam penyelesaian kasus. Kemudian Akhmad Suhel menyatakan berdasarkan surat keputusan dari Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor Putusan: 237/Pid.Sus/2013/PN.TK yang menyatakan terdakwa Misni Bin Samiran diputus dengan pidana penjara 1 (satu) tahun dan denda Rp 700.000,00 subsidair 2 (dua) bulan. Terdakwa mendapatan keringanan dengan pertimbangan yaitu terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya, terdakwa bersikap sopan dalam persidangan dan terdakwa belum pernah dihukum.11 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 28 ditegaskan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai 10
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di Dit. Pol. Air Bandar Lampung, tanggal 25 Juni 2014 pukul 10.00 Wib. 11 Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, tanggal 22 Juni 2014 pukul 10.00 Wib.
7
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, yakni dalam masyarakat yang masih mengenal hukum tidak tertulis, serta berada dalam masa pergolakan dan peradilan. Menurut Muladi dalam kerangka penegakan hukum, khusus penegakan hukum pidana terdiri dari tiga tahap, yaitu :12 1. Tahap formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidana in abstacto oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam tahap ini pembentuk undangundang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskan dalam bentuk peraturan perundangundangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangn pidana yang baik. Tahap ini dapat juga disebut dengan tahap kebijakan legislasi. 2. Tahap aplikasi, tahap penegakan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisisan, kejaksaan, hingga pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum menegakkan serta menerapkan peraturan perundangan pidana yang dibuat oleh badan pembentuk undangundang. Dalam melaksanakan tugas aparat penegak hukum harus memegang teguh nilai-nilai keadilan dan manfaat. Tahap kedua ini disebut tahap kebijakan yudikatif. 3. Tahap eksekusi, yaitu tahap penegakan hukum pidana secara konkret oleh aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan aturan yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan oleh pengadilan.
pidana dapat dilakukan melalui 3 tahap khususnya penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang Putusan PN Nomor: 237/Pid.Sus/2013/PN.TK yaitu: 1. Tahap Formulasi 2. Tahap Aplikasi 3. Tahap Eksekusi Ketiga tahap inilah yang paling tepat untuk Pelaku Tindak Pidana Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Jaring Garuk Kerang yang Dilarang Putusan PN Nomor: 237/Pid.Sus/2013/PN.TK. Dalam tahap tersebut menguraikan mengenai formulasi sebagai pengaturan pada pasal 85, aplikasi sebagai penerapan pasal yaitu sesuai atau tidak dengan pasal yang bersangkutan yaitu pasal 85 dan eksekusi adalah tahap akhir dimana aparat penegak hukum menegakkan aturan melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan oleh pengadilan mengenani kasus tersebut.13 Penulis berpendapat, penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pengguanaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang telah sesuai dengan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Para penegak hukum telah melakukan tahap-tahap penegakan hukum seperti yang telah dijelaskan yaitu formulasi, aplikasi, eksekusi. Para penegak hukum yang menangani kasus tidak mendapatkan kendala-kendala yang mengganggu proses peradilan hingga dikeluarkannya putusan pengadilan, sesuai dengan kasus yang diteliti yaitu kasus penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang yang terjadi di Tulang Bawang Tahun 2013.
Erna Dewi berpandangan sama dengan Muladi yaitu mengenai penegakan hukum 13 12
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Undip, Semarang, 1995, hlm 45.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di Gedung A Bagian Pidana Fakultas Hukum Unila, tanggal 27 Juni 2014 pukul 11.00 Wib.
8
B. Faktor Penghambat dalam Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Jaring Garuk Kerang yang Dilarang
seluruh tingkah laku manusia, yang jelas bagi setiap warga masyarakat yang diaturnya dan serasi antara kebutuhan untuk menerapkan peraturan dengan fasilitas pendukungnya.
Barda Nawawi mengutip pendapat Soedarto mengatakan bahwa penegakan hukum pidana di Indonesia dilaksanakan secara penal yaitu lebih menitik beratkan pada sifat repressive yaitu kebijakan dalam menanggulangi kejahatan menggunakan hukum pidana dengan penindasan, pemberantasan atau penumpasan setelah terjadinya kejahatan dengan dilakukannya penyidikan oleh penyidik kepolisian yang untuk selanjutnya dapat diproses melalui pengadilan dan diberikan sanksi yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sarana non penal lebih menitik berat kan pada sifat preventive atau pencegahan, penangkapan dan pengendalian sebelum kejahatan terjadi.
Berkaitan dengan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang pelaku tindak pidana penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang, maka kasus yang ditangani oleh penegak hukum yang bersangkutan tidak mengalami kendala hingga proses putusan pengadilan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi 14 penegakan hukum adalah: 1. Faktor hukumnya sendiri (PerundangUndangan) Praktek penyelenggara hukum di lapangan sering kali terjadi kontradiksi antara hukum dan keadilan, hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian keadilan merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Oleh karena itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Permasalahan sosial hanya dapat diselesaikan oleh hukum yang tertulis, karena tidak mungkin ada peraturan perundang-undangan yang mengatur 14
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2012hlm. 8
2. Faktor Penegak Hukum Penegak hukum adalah mereka yang secara langsung dan secara tidak langsung berkecimpung dibidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi juga peace maintenance. Kalangan yang mempunyai pengaruh besar dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana pengguanaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang adalah mereka yang bertugas di bidang-bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian perairan, kepengacaraan, dan pemasyarakatan yang berupaya menjalankan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang sah. Peran penegak hukum harus dapat menjamin antara rasa keadilan, kegunaan atau kemanfaatan dan kepastian hukum dalam pelaksanaan penegak hukum untuk menentukan kepuasan bagi mereka yang mendambakan keadilan. Faktor penghambat dalam kasus penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang dilihat dari para penegak hukumnya sendiri, yaitu kurangnya sumber daya manusia yang mencukupi di Kepolisian Perairan Bandar Lampung. Selain itu masih ada aparat penegak hukum seperti penyidik (kepolisian), penuntut umum dan hakim yang kurang profesional, sehingga penanganan kasus sering terlambat dan bahkan karena ketidakcermatan dalam
9
penanganan kegagalan pengadilan.
kasus dalam
dapat berakibat penuntutan di
3. Faktor Sarana atau Fasilitas Sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar dan menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peran yang aktual. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Adanya hambatan penyelesaian kasus bukanlah semata-mata disebabkan karena banyaknya kasus yang harus diselesaikan, sedangkan waktu untuk mengadilinya atau menyelesaikannya adalah terbatas, efektivitas dari sanksi negatif yang diancamkan terhadap peristiwa-peristiwa pidana tertentu. Kepastian dan kecepatan penanganan kasus senantiasa tergantung pada masukan sumber daya yang diberikan di dalam program-program pencegahan dan pemberantasan kejahatan. Peningkatan teknologi deteksi kriminalitas, umpamanya, mempunyai peranan yang sangat penting bagi kepastian dan kecepatan penanganan kasus-kasus pidana. Faktor penghambat selain aparat penegak hukum yang tidak memadai (SDM) terdapat faktor lain diantaranya yaitu faktor sarana dan fasilitas. Berkaitan dengan faktor sarana dan fasilitas tersebut Kepolisian Perairan mengeluhkan kurangnya fasilitas seperti kapal yang kualitasnya kurang baik dikarenakan usia kapal sudah tua, kurangnya radar pemancar sebagai signal pemeberitahu apabila ada kapal-kapal asing yang melintasi perairan Indonesia, kurangnya alat komunikasi untuk memberitahukan situasi laut antara para petugas Kepolisian Perairan.
4. Faktor Masyarakat Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum di mana peraturan hukum berlaku atau diterapkan. Bagian terpenting dari masyarakat yang menentukan penegakan hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Faktor penghambat selanjutnya yaitu dapat dilihat dari kesadaran warga masyarakat untuk melaporkan adanya tindak pidana khususnya penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang masih sangat rendah dan takut menjadi saksi atas terjadinya suatu tindak pidana tersebut. Laporan dari masyarakat inilah yang sangat penting, sebab tanpa adanya laporan dari masyarakat penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang tidak dapat terlaksana kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pengguanaan alat penangkapan ikan yang dilarang oleh negara untuk menangkap sumber daya alam yang ada di laut. Seharusnya aparat penegak hukum melakukan sosialisasi yang lebih evektif kepada masyarakat untuk memberitahukan hal tersebut sehingga terjalin kerjasama antara aparat pebegak hukum dan masyarakat setempat. 5. Faktor Kebudayaan Faktor kebudayaan yang sebenarnya bersatu padu dengan faktor masyarakat sengaja dibedakan, karena di dalam pembahasannya diketengahkan masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau nonmaterial. Beragam kebudayaan yang demikian banyak dapat menimbulkan persepsipersepsi tertentu terhadap penegakan
10
hukum. Masalah-masalah yang timbul di wilayah pedesaan mungkin harus lebih banyak ditangani dengan cara tradisional, dan di kota tidak semua masalah dapat diselesaikan tanpa mempergunakan caracara yang tradisonal. Keragaman tersebut sulit untuk diseragamkan. Oleh Karena itu penegakan hukum harus disesuaikan dengan kondisi setempat. Faktor penghambat terakhir mengenai kebudayaan yaitu sebagai contoh Indonesia, Indonesia adalah negara maritim yang sebagian dari wilayah Indonesia adalah laut. Sehingga penduduk yang bertempat tinggal di daerah pinggir pantai bekerja sebagai nelayan, karena banyaknya penduduk yang bekerja sebagai nelayan ada sebagian dari penduduk yang menggunakan cara-cara yang salah bahkan dengan alat-alat penangkapan ikan yang dilarang. Ini disebabkan karena kurangnya sosialisasi dari aparat penegak hukum mengenai bahaya menggunakan penangkapan ikan yang dilarang serta mensosialisasikan undang-undang perikanan agar masyarakat paham mengenai apa saja aturan yang terdapat di dalamnya. Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, tetapi dalam faktor perundang-undangan menurut penulis tidak menjadi faktor penghambat untuk penegakan hukum dalam kasus pelaku tindak pidana penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang. Menurut Eko Supriadi faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang khususnya untuk kepolisian adalah tidak ada, karena aparat kepolisian perairan telah melaksanakan kewajibannya dengan sangat baik sehingga tidak ada faktor yang menghambat pada kasus ini, mulai dari penangkapan, penyidikan serta
penyelidikan baik.15
semua
berjalan
dengan
Menurut Elis Mustika yang menjadi faktor penghambat adalah jika dilihat dari keseluruhan aparat penegak hukum yaitu kepolisian, jaksa serta hakim tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Seperti ketidakcermatan dalam penanganan kasus sebagai jaksa juga bisa menghambat jalannya penegakan hukum pidana itu sendiri. Peran penegak hukum harus dapat menjamin antara rasa keadilan, kegunaan atau kemanfaatan dan kepastian hukum dalam pelaksanaan penegak hukum untuk menentukan kepuasan bagi mereka yang mendambakan keadilan.16 Menurut Akhmad Suhel faktor yang menghambat penegakan hukum pidana pada saat di pengadilan adalah jika terdakwa atau saksi-saksi yang tidak hadir dalam persidangan tetapi pada kasus tindak pidana penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang ini terdakwa serta para saksi dapat hadir guna melancarkan jalannya persidangan. Tetapi jika dilihat dari keseluruhan faktor penghambat penegakan hukum, yang harus diperhatikan adalah pada faktor penegak hukumnya yaitu kepolisian, jaksa serta hakim yang harus bekerjasama dengan baik sehingga dalam penanganan kasus dapat berjalan dengan baik.17 Menurut Erna Dewi faktor penghambat dari tindak pidana penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang adalah sama dengan faktorfaktor yang mempengaruhi penegak
15
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di Dit. Pol. Air Bandar Lampung, tanggal 25 Juni 2014 pukul 10.00 wib. 16 Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, tanggal 20 Juni 2014 pukul 11.00 wib. 17 Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, tanggal 22 Juni 2014 pukul 10.00 wib.
11
hukum yaitu:18
menurut
Soerjono
Soekanto
1. Faktor Hukumnya (perundangundangan), dalam faktor ini para penegak hukum dalam menerapkan sanksi kepada pelaku tindak pidana penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang harus lebih ditingkatkan lagi agar membuat efek jera kepada pelaku. 2. Faktor penegak hukum, masih ada aparat penegak hukum, penyidik atau penuntut umum dan hakim yang kurang profesional, sehingga penanganan kasus sering terlambat dan bahkan tidak cermat. 3. Faktor sarana dan prasarana, dalam faktor ini masih kurangnya tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang kurang memadai serta keuangan yang cukup. Sarana dan prasarana hukum mutlak diperlukan untuk memperlancar dalam menciptakan kepastian hukum, dalam proses penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat masih rendah, dapat dilihat dari pelaporan warga masyarakat terhadap suatu tindak pidana khususnya penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang masih sangat rendah atau menjadi saksi atas terjadinya suatu proses penegakan hukum. Laporan dari masyarakat inilah yang sangat penting, sebab tanpa adanya laporan dari masyarakat penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang tidak dapat terlaksana. 5. Faktor Kebudayaan berasal dari faktor masyarakat, masalah-masalah yang terjadi pada masyarakat pedesaan akan diselesaikan dengan cara-cara yang 18
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber di Gedung A Bagian Pidana Fakultas Hukum Unila, tanggal 27 Juni 2014 pukul 11.00 wib.
tradisional berbeda dengan masalahmasalah yang timbul pada masyarakat kota yang akan diselesaikan dengan cara yang lebih modern. Penulis berpendapat, faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pengguanaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang yaitu kurangnya sumber daya manusia dalam hal ini yaitu para penegak hukum, kurangnya sarana dan fasilitas yang memadai, kurangnya memberikan sosialisasi kepada masyarakat yang bertujuan agar masyarakat mengetahui bahaya penggunaan alat-alat penangkapan ikan yang tidak memiliki izin dari pemerintah yang dapat menyebabkan kerusakan pada ekosistem laut bahkan membahayakan serta terjadi kelangkaan ekosistem akibat alat-alat yang dilarang tersebut. Diharapkan adanya partisipasi masyarakat agar jangan sampai dilibatkan dengan kegiatan yang melanggar terhadap alat penangkapan ikan serta jika memang ada yang melakukan tindak pidana tersebut agar bekerjasama melapor kepada pihak yang berwajib agar cepat diproses, demi menanggulangi tindak pidana pengguanaan alat penangkapan ikan yang dilarang. III. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab-bab terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : A.Tahap penegakan hukum yang digunakan para aparat penegakan dalam kasus diantaranya yaitu, pertama tahap Formulasi yang sudah diatur dalam Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, kedua tahap Aplikasi tahap dimulai dari penyelidikan oleh kepolisisan, dakwaan oleh kejaksaan, hingga putusan hakim di pengadilan, ketiga tahap Eksekusi
12
sesuai surat keputusan dari Pengadilan Negeri Tanjung Karang dengan Nomor Putusan : 237/Pid.Sus/2013/PN TK yang menyatakan tersangka Misni Bin Samiran diputus dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun penjara dan denda Rp 700.000,00 (tujuh ratus ribu rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan penjara selama 2 (dua) bulan.
dari masyarakat penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang tidak dapat terlaksana. Seharusnya aparat penegak hukum melakukan sosialisasi yang lebih evektif kepada masyarakat untuk memberitahukan hal tersebut sehingga terjalin kerjasama antara aparat pebegak hukum dan masyarakat setempat.
B. Faktor Penghambat dalam Penegakan Hukum kasus tersebut diantaranya:
d. Faktor Kebudayaan yaitu sebagai contoh Indonesia, Indonesia adalah negara maritim yang sebagian dari wilayah Indonesia adalah laut. Sehingga penduduk yang bertempat tinggal di daerah pinggir pantai bekerja sebagai nelayan, karena banyaknya penduduk yang bekerja sebagai nelayan ada sebagian dari penduduk yang menggunakan cara-cara yang salah bahkan dengan alat-alat penangkapan ikan yang dilarang. Ini disebabkan karena kurangnya sosialisasi dari aparat penegak hukum mengenai bahaya menggunakan penangkapan ikan yang dilarang serta mensosialisasikan undang-undang perikanan agar masyarakat paham mengenai apa saja aturan yang terdapat di dalamnya.
a. Faktor penegak hukum, dilihat dari para penegak hukumnya sendiri, yaitu kurangnya sumber daya manusia yang mencukupi di Kepolisian Perairan Bandar Lampung. Selain itu masih ada aparat penegak hukum seperti penyidik (kepolisian), penuntut umum dan hakim yang kurang profesional, sehingga penanganan kasus sering terlambat dan bahkan tidak cermat. b. Faktor sarana dan prasarana, berkaitan dengan faktor sarana dan fasilitas tersebut Kepolisian Perairan mengeluhkan kurangnya fasilitas seperti kapal yang kualitasnya kurang baik dikarenakan usia kapal sudah tua, kurangnya radar pemancar sebagai signal pemeberitahu apabila ada kapalkapal asing yang melintasi perairan Indonesia, kurangnya alat komunikasi untuk memberitahukan situasi laut antara para petugas Kepolisian Perairan. c. Faktor masyarakat, dapat dilihat dari kesadaran warga masyarakat untuk melaporkan adanya tindak pidana khususnya penggunaan alat penangkapan ikan jaring garuk kerang yang dilarang masih sangat rendah dan takut menjadi saksi atas terjadinya suatu tindak pidana tersebut. Laporan dari masyarakat inilah yang sangat penting, sebab tanpa adanya laporan
13
DAFTAR PUSTAKA Husin, Sukanda, 2009, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Kitab
Undang-Undang Pidana (KUHAP)
Hukum
Acara
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
Silalahi, M, Daud, 2011, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, PT. Alumni, Bandung.
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan
Tutik, Titik Triwulan. 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Prestasi Pustaka, Jakarta.
Putusan PN Tanjung Karang Nomor: 237/Pid.Sus/2013/PN.TK.
Soekanto, Soerjono. 2012, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta. Ali, Zainudin. 2011, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Andrisman, Tri. 2011, Hukum Pidana, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Lamintang, P.A.F. 1990, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung. Husin, Sukanda. 2009, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir. 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Syahrul, Machmud. 2012, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta. Supriadi. 2011, Hukum Perikanan Indonesia, Sinar Grafika Offset, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
http://id.wikipedia.org