Abstrak Hasil pembelajaran bahasa Inggris dievaluasi secara terpisah dengan evaluasi proses pembelajaran bahasa Inggris selama ini sehingga penyebab atau hambatan yang dihadapi oleh guru bahasa Inggris dalam mengelola aktivitas pembelajaran di dalam kelas belum terungkap secara keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk membangun sebuah model evaluasi pembelajaran yang dapat memberikan informasi bagi pimpinan sekolah dan guru bahasa Inggris, baik dari segi isi, cakupan, format maupun waktu penyampaian serta bermanfaat bagi pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA. Subjek coba dalam penelitian ini mencakup siswa, teman sejawat guru bahasa Inggris, guru bahasa Inggris yang mengajar dikelas tersebut, dan pimpinan sekolah. Model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris (EPBI) dikembangkan melalui tiga tahap. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menganalisis data. Berdasarkan hasil analisis data, penelitian pengembangan ini dapat diambil kesimpulkan: Model EPBI dinilai sebagai model yang baik untuk mengevaluasi pembelajaran bahasa Inggris di SMA. Hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwa panduan evaluasi model EPBI baik digunakan sebagai acuan implementasi model di lapangan.
Latar Belakang Suatu realita sehari-hari, pengalaman dan pengamatan peneliti sendiri di dalam kelas ketika proses pembelajaran bahasa Inggris berlangsung, sebagian besar siswa belum terlihat belajar dengan aktif sewaktu guru bahasa Inggris mengajar. Demikian pula guru bahasa Inggris belum sepenuhnya melaksanakan kinerjanya. Hal ini bersesuaian pula dengan pernyataan Madya (2004:1), “sebagai faktor penentu keberhasilan pembelajaran, guru-guru bahasa Inggris (BI) pada jenjang sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) dan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) belum menampakkan sosok guru sejati”. Pengajaran mereka masih terpaku pada materi dari buku pelajaran tanpa peduli terhadap pikiran, perasaan, dan kemajuan belajar siswanya. Selama proses pembelajaran, guru bahasa Inggris belum memberdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar siswa belum mampu mencapai kompetensi individu yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran bahasa Inggris lanjutan. Sebagian besar siswa belum belajar sampai pada tingkat komunikasi dalam menggunakan bahasa Inggris secara maksimal. Siswa baru mampu mempelajari, membaca, menghafal kosa kata, menulis, dan mengingat kaidah-kaidah bahasa Inggris. Demikian pula gagasan inovatif pada tingkat ingatan, mereka belum dapat menggunakan dan menerapkan bahasa Inggris secara efektif dalam berkomunikasi
1
sehari-hari yang kontekstual dengan menggunakan bahasa Inggris baik secara lisan maupun secara tulisan. Selama ini upaya untuk mengevaluasi hasil belajar bahasa Inggris berupa evaluasi belajar tahap akhir nasional (EBTANAS), ujian akhir nasional (UAN), dan ujian nasional (UN) telah dilaksanakan tetapi proses pembelajaran bahasa Inggris selama ini belum dievaluasi secara keseluruhan. Hasil pembelajaran bahasa Inggris dievaluasi oleh Depdiknas secara terpisah dengan evaluasi proses pembelajaran bahasa Inggris selama ini sehingga penyebab atau hambatan yang dihadapi oleh guru bahasa Inggris dalam mengelola aktivitas pembelajaran di dalam kelas belum terungkap secara keseluruhan. Demikian pula permasalahan tentang kepribadian guru bahasa Inggris, fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung pembelajaran bahasa Inggris serta perilaku siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris juga belum terungkap secara keseluruhan. Karena itu, proses dan output pembelajaran bahasa Inggris sangat perlu dievaluasi dalam satu kesatuan. Untuk mengetahui permasalahan dalam pembelajaran bahasa Inggris, model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris sangat dibutuhkan saat ini. Model ini diharapkan dapat mengungkap hambatan di dalam proses pembelajaran bahasa Inggris sekaligus hasil belajar bahasa Inggris siswa. Kalau hambatan yang dihadapi oleh guru bahasa Inggris sudah terungkap, perbaikan aktivitas pembelajaran bahasa Inggris lebih mudah dilaksanakan untuk mencapai output pembelajaran bahasa Inggris yang diharapkan. Singkatnya, penelitian ini terfokus pada penemuan model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris SMA. Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah membangun sebuah model evaluasi pembelajaran yang dapat memberikan informasi bagi pimpinan sekolah dan guru bahasa Inggris, baik dari segi isi, cakupan, format maupun waktu penyampaian serta bermanfaat bagi pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA.
Hakikat Belajar Apakah yang dimaksud dengan belajar dan mengajar dan bagaimana mereka berinteraksi? Brown (2000: 7) menyarankan untuk mempertimbangkan kembali beberapa definisi tradisional. Kamus ‘masa kini’ mengungkapkan bahwa belajar adalah pemerolehan pengetahuan, (acquiring or getting of knowledge of a subject or a skill by study, experience, or instruction). Menurut Kimble dan Garmezy (Brown,
2
2000: 7) , “Learning is a relatively permanent change in a behavioral tendency and is the result of reinforced practice”. Demikian pula, mengajar, yang dinyatakan secara tidak langsung dalam definisi belajar pertama, dapat didefinisikan sebagai “showing or helping someone to learn how to do something, giving instructions, guiding in the study of something, providing with knowledge, causing to know or understand” (Brown, 2000: 7). Ahli kamus profesionalpun tidak dapat melambangkan definisi ilmiah lebih tepat. Definisi mencerminkan kesulitan untuk mendefinisikan konsep yang lain yang lebih kompleks seperti pembelajaran. Pengajaran bahasa Inggris tidak terlepas dari teori-teori belajar yang ada. Teori belajar itu sendiri tidak statis, tetapi selalu berkembang. Perkembanganperkembangan inilah yang harus selalu disimak oleh guru bahasa Inggris, agar ia dapat memperbaiki cara-cara mengajarnya, bila cara yang digunakannya ternyata tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan tujuan pengajaran bahasa Inggris. Dengan merinci komponen definisi belajar, peneliti dapat memperoleh definisi seperti yang dilakukan dengan bahasa, ranah penelitian dan penyelidikan (Brown, 2000: 7): a) Learning is acquisition or “getting”; b)Learning is retention of information or skill; c) Retention implies storage systems, memory, and cognitive organization; d)Learning involves active, conscious focus on and acting upon event outside or inside the organism; e)Learning is relatively permanent but subject to forgetting; f)Learning involves some form of practice, perhaps reinforced practice;and g)Learning is a change in behavior.
Pembelajaran Pembelajaran diarahkan ke pencapaian kompetensi yang dapat dilihat dalam kepiawaian siswa melakukan langkah-langkah komunikasi. Sebagai contoh, pengajaran berbicara diarahkan ke keterampilan melakukan dan merealisasikan tindak tutur yang sering disebut speech act, speech function atau language function. Ini dimaksudkan agar focus pembelajaran berbicara tidak hanya diarahkan ke tema yang biasa dimaknai dengan ‘berbicara tentang tema tertentu’. Dalam mengembangkan kompetensi, pengembangan pembelajarannya diarahkan ke keterampilan siswa melakukan tindak tutur seperti membuka percakapan, mempertahankannya, menutup percakapan, minta tolong dan sebagainya yang semuanya harus direalisasikan ke dalam lexico-grammar atau tata bahasa dan
3
kosakata. Dengan demikian tema yang berkonotasi dengan kosakata dan tata bahasa dipertimbangkan untuk tujuan tercapai kompetensi yang ditargetkan. Singkatnya, pendekatan yang biasanya bermakna ‘let’s talk about something’ dalam pelajaran conversation diubah menjadi ‘let’s do something with language’ (Depdiknas, 2003: 18). Belajar berbicara berarti belajar bagainana menyapa, mengeluh, mengungkapkan kegembiraan dan lain sebagainya. Belajar dilakukan dalam konteks situasi tertentu. Konteks inilah yang berperan terhadap terpilihnya tema yang melibatkan kosakata dan tata bahasa. Di dalam pembelajaran menulis, langkah-langkah komunikasi, seperti mengelaborasi, menambah, mempertajam fokus, menyatakan gagasan utama, menyimpulkan, disebut sebagai langkah-langkah atau pengembangan retorika atau ‘speech act’ dalam bentuk tertulis. Tampak jelas di sini bahwa tindak tutur atau retorika hanyalah salah satu aspek dari kompetensi berbahasa yang diharapkan untuk memperoleh kompetensi wacana.
Pengertian Evaluasi Tujuan umum untuk mengevaluasi haruslah jelas. Untuk menentukan strategi evaluasi yang cocok, seorang peneliti harus mengetahui mengapa evaluasi dilaksanakan (Brinkerhoff, 1983:16). Apakah evaluasi akan digunakan untuk menemukan permasalahan, memecahkan permasalahan, menyediakan informasi yang sedang berlangsung, atau memutuskan keberhasilan program? Alasan umum untuk mengevaluasi akan membantu evaluator menentukan strategi untuk melahirkan pertanyaan-pertanyaan evaluasi secara khusus. “The first step in the utilizationfocused approach to evaluation is identification and organization of relevant decision makers for information users of the evaluation” (Patton, 1978: 61). Untuk memutuskan tujuan suatu evaluasi, seorang evaluator membuat keputusan mengenai evaluasi tersebut. “Most evaluation studies arise from the interest in oversight” (Levine, 1981:134). Sementara ada tujuan yang dikesampingkan atau terpusat secara umum untuk dimanfaatkan dengan evaluasi, evaluator akan menemukan bahwa audience yang berbeda akan memiliki alasan berbeda pula untuk menginginkan evaluasi yang sama. Maka dari itu, audience bermaksud akan menggunakan hasil tersebut dengan berbeda pula (Brinkerhoff, 1983: 16).
4
Stufflebeam (1985: 3) menyatakan ‘’The standard definition of evaluation is as follows: Evaluation is the systematic assessment of the worth or merit of some object’’. Stufflebeam (1985: 174) juga menyatakan, “a process evaluation is an ongoing check on the implementation of a plan”. Demikian pula Gronlund (1971: 6) mengemukakan definisi tentang evaluasi sebagai berikut. Evaluasi dapat dikemukakan sebagai suatu proses sistematis dari menentukan tingkat tujuan bahan pelajaran yang diterima oleh siswa. Gronlund (1981: 36) juga mengemukan kembali bahwa evaluasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang sistematis untuk mengumpulkan dan menginterprestasikan informasi tentang pencapaian pemebelajaran guna menentukan nilai. Selanjutnya Lynch (1996: 2) mendefinisikan “evaluation is defined here as the systematic attempt to gather information in order to make judgements or decisions”. Nunan (1992: 13) membandingkan bahwa evaluasi lebih luas dalam konsep daripada penilaian. Demikian pula Baumgartner & Jackson (1995: 154) mengemukakan, “Evaluation often follows measurement, taking the form of judgement about the quality of a performance”. Weiss (1972: 6) mengungkapkan bahwa evaluasi adalah pembandingan “what is” dengan “what should be”. Walaupun peneliti sendiri tetap tidak bias dan objektif, peneliti terfokus pada fenomena yang mendemonstrasikan apakah program tersebut menerima tujuan yang diinginkannya. Secara sederhana Azwar (2004: 7) mengemukakan karakteristik evaluasi adalah: “a) merupakan perbandingan anatara hasil ukur dengan suatu norma atau suatu kriteria; b) Hasilnya bersifat kualitatif; c) Hasilnya dinyatakan secara evaluatif”.
Evaluasi Model Kirkpatrick Kirkpatrick (1998: 131) menggunakan suatu proses yang sistematis untuk mengevaluasi pelatihan di semua level. Proses tersebut berisi langkah-langkah khusus dan kriteria untuk diikuti ketika melakukan suatu studi evaluasi. Ini adalah suatu petunjuk yang dilengkapi dengan spesifikasi proses dan contoh yang membantu pengguna untuk merencanakan, mengembangkan, mengumpulkan, menganalisis, dan melaporkan berbagai tipe data evaluasi di semua level. Ini cukup pliksibel untuk menuntun kita melalui analisis deskriptif sederhana dan cukup rinci untuk membimbing kita melalui studi komparatif dan korelasi kausal.
5
Kelebihan dan Kekurangan Evaluasi Model Kirkpatrick Dibandingkan dengan model-model evaluasi yang lain, model Kirkpatrick memiliki beberapa kelebihan antara lain: 1). lebih komprehensif, karena mencakup aspek kognitif, skill dan afektif; 2). objek evaluasi tidak hanya hasil belajar semata tetapi juga mencakup proses, output maupun outcomes; 3). lebih mudah diterapkan (applicable) untuk level kelas karena tidak terlalu banyak melibatkan pihak-pihak lain dalam proses evaluasi. Selain memiliki kelebihan, model Kirkpatrick juga memiliki beberapa keterbatasan, antara lain: 1). kurang memperhatikan input, padahal keberhasilan output dalam proses pembelajaran juga dipengaruhi oleh input; 2). untuk mengukur impact sulit dilakukan karena selain sulit tolok ukurnya juga sudah diluar jangkuan guru maupun sekolah.
Diagram Model EPBI Kerangka pikir dalam penelitian ini didasarkan atas penyususnan dan pembangunan model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris (EPBI) di jenjang SMA. Model ini bertitik tolak dari pandangan bahwa faktor-faktor yang sangat kuat mempengaruhi proses pembelajaran bahasa Inggris adalah kinerja guru bahasa inggris, kepribadian guru bahasa Inggris, fasilitas yang mendukung proses pembelajaran bahasa Inggris, perilaku siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris. Proses pembelajaran bahasa Inggris tersebut akan menghasilkan output berupa kompetensi bahasa Inggris siswa. Keterampilan yang diharapkan yang wajib dikuasai oleh siswa adalah listening, speaking, reading , dan writing. Oleh karena itu, peneliti ingin membangun model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris SMA yang efektif dan efisien. Evaluasi menurut model ini bertujuan untuk mengungkap semua komponen yang terkait dengan pembelajaran bahasa Inggris. Pengembangan model evaluasi ini akan menggambarkan kriteria-kriteria kompetensi siswa SMA kelas XII yang perlu dinilai dan dievaluasi. Kompetensi siswa SMA kelas XII yang dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris baik secara tulisan maupun lisan akan menggambarkan ketercapaian pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA. Model evaluasi pembelajaran bahasa inggris ini mengembangkan dan memodifikasi model yang digunakan oleh Kirkpatrick. Tetapi model ini mengambil level 1 dan level 2. Level 1, reaction di dalam model Kirkpatrik dapat diartikan sebagai perilaku siswa terhadap proses pembelajaran bahasa Inggris, situasi, kondisi serta fasilitas yang mendukung pembelajaran bahasa Inggris. Kalau semua ini kondusif, reaksi dan perilaku siswa untuk belajar bahasa Inggris akan lebih efektif. 6
Demikian pula tujuan pembelajaran bahasa Inggris dapat dicapai dan siswa dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris baik secara tulisan maupun secara lisan. Berdasarkan kerangka pikir tersebut, peneliti dapat menyusun diagram alir model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris di jejang SMA sebagai mana digambarkan pada gambar 4. Process
Kepribadian Guru B. Inggris
Output
Kinerja Guru Bahasa Inggris
Listening
Reading
Pembelajaran
Kompetensi
B. Inggris
B.Ing Siswa
Perilaku Siswa
Fasilitas
Speaking
Writing
EVALUASI Gambar 1: Diagram Model EPBI
Komponen Model EPBI Evaluasi pembelajaran model EPBI mempunyai dua komponen utama, yaitu proses dan output pembelajaran. Penilaian proses pembelajaran meliputi aspek: kinerja guru bahasa Inggris dalam kelas, kepribadian guru bahasa Inggris, sikap siswa terhadap pembelajaran bahasa Inggris, fasilitas yang mendukung pembelajaran bahasa Inggris. Penilaian output pembelajaran bahasa Inggris meliputi empat keterampilan berbahasa, yaitu: listening, reading, speaking, dan writing. Penilaian proses pembelajaran perlu dilakukan dengan asumsi bahwa proses pembelajaran akan mempunyai pengaruh kuat terhadap output belajar siswa. Proses pembelajaran akan tergantung pada kinerja guru, kepribadian guru, sikap siswa, dan fasilitas pembelajaran dengan asumsi bahwa fasilitas pembelajaran yang kondusif untuk kegiatan pembelajaran akan mempengaruhi kinerja guru. Kinerja guru yang baik akan
7
mampu menumbuhkan proses pembelajaran bahasa Inggris yang kondusif. Fasilitas pembelajaran yang kondusif dengan didukung kinerja guru yang baik akan menumbuhkan reaksi /respon atau perilaku positif siswa dalam belajar, siswa merasa senang dalam belajar. Perilaku positif siswa pada akhirnya mampu meningkatkan output/hasil belajar siswa. Komponen-kompenen tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk bagan pada gambar 5 berikut yang merupakan kerangka pikir dalam penelitian ini .
Proses Pembelajaran
Kinerja Guru Bahasa Inggris Kepribadian Guru B.Inggris Fasilitas
Model EPBI
Perilaku Siswa
Listening
Kompetensi B. Inggris Siswa
Speaking Reading Writing
Gambar 2: Komponen Model EPBI
Prosedur Pengembangan Pengembangan model ini menggunakan jenis penelitian Research & Development yang bertujuan menghasilkan produk berupa model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA dan panduan evaluasi pembelajaran bahasa Inggris SMA. Adapun model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model pengembangan dari Kirkpatrick yang telah dimodifikasi. Dalam memodifikasi model kirkpatrick, level yang digunakan adalah level 1, reaction dan level 2, learning karena model EPBI ini mengevaluasi proses dan output pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA. Prosedur yang dilakukan dalam penelitian pengembangan ini mengkombinasikan langkah-langkah yang dikemukakan oleh Borg & Gall dengan prosedur pengembangan dalam model Kirkpatrick melalui empat tahap, yaitu: 1) kegiatan yang dilakukan pada tahap ini
8
adalah melakukan kajian teori-teori pendukung antara lain teori model–model evaluasi dan melakukan identifikasi terhadap hasil-hasil penelitian sebelumnya; 2) kemudian dirancang model evaluasi pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA dan instrumen pengumpul data beserta perangkat model evaluasinya; 3) pada tahap ini dilakukan ujicoba di kelas terhadap model evaluasi beserta instrumen dan perangkat modelnya yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana model evaluasi beserta instrumen dan perangkat model tersebut dapat diterapkan untuk mengevaluasi pembelajaran bahasa Ingris di jenjang SMA; 4) pada tahap ini model evaluasi beserta perangkat yang telah diujicobakan tersebut diimplemantasikan pada sekolah lain agar dapat dilihat sejauh mana hasil implementasinya.
Gambar 3: Prosedur Pengembangan Model EPBI Analisis data Analisis data secara kuantitatif digunakan untuk menganalisis validitas instrumen pengumpulan data yang dianalis dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA), menggunakan bantuan program LISREL. CFA digunakan untuk meriksa validitas konstrak yang sudah ada (Mueller, 1996:124). Apabila hasil analisis 9
menunjukkan bahwa model pengukuran sudah sesuai dengan data (fit model) maka hasil tersebut menunjukkan bahwa instrumen sudah valid untuk digunakan . Penentuan validitas instrumen dengan menggunakan program LISREL 8.51 didasarkan pada besarnya muatan faktor (λ), apabila nilai (λ) ≥ 0,3 maka instrumen tersebut dianggap valid (Solimun, 2002: 81). Apabila nilai Lamda (λ) lebih besar dari 0,3 maka butir instrumen tersebut dianggap valid (Fernandes, 1984: 28). Sebaliknya apabila hasil analisis belum diperoleh model yang fit maka instrumen tersebut perlu direvisi dan diujicobakan lagi. Untuk menentukan apakah model yang diujicobakan sudah fit atau belum, peneliti menggunakan berbagai alternatif indikator fit model dengan bantuan program LISREL. Untuk memeriksa validitas setiap item dari masing-masing instrumen dengan melihat nilai (λ) pada diagram jalur (path diagram) dengan ketentuan, apabila nilai (λ) pada diagram path menunjukkan < 0,3 berarti item (nomor butir) yang bersangkutan dianggap tidak valid dan harus didrop, direvisi kemudian diujicobakan lagi atau ditinjau ulang respondennya, sebaliknya kalau nilai > 0,3, maka item (nomor butir) tersebut dianggap valid.
Model Empiris Evaluasi Model EPBI Secara hipotetis evaluasi model EPBI disusun berdasarkan asumsi bahwa proses pembelajaran mempunyai pengaruh terhadap output pembelajaran. Evaluasi pembelajaran tidak cukup hanya didasarkan pada data hasil belajar semata tetapi juga perlu data tentang proses pembelajaran yang telah berjalan. Evaluasi terhadap proses pembelajaran bahasa Inggris disingkat menjadi EPBI yang meliputi penilaian terhadap kinerja guru bahasa Inggris di dalam kelas, kepribadian guru bahasa Inggris, perilaku siswa, dan fasilitas pembelajaran bahasa Inggris. Penilaian terhadap output pembelajaran bahasa Inggris dibedakan menjadi empat aspek, yaitu penilaian terhadap: keterampilan listening, keterampilan reading, keterampilan speaking, dan keterampilan writing. Evaluasi model EPBI dianggap sebagai model yang sesuai untuk mengevaluasi pembelajaran bahasa Inggris apabila didukung oleh data empiris. Untuk menguji kesesuaian model hipotetis evaluasi model EPBI dengan data empiris, didasarkan pada tiga indikator, yaitu: 1) P-value > 0,05; dan 2). Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) < 0,05 (Imam Ghozali, 2005: 32). Berdasarkan data uji implementasi model EPBI di sejumlah kelas yang dianalisis dengan menggunakan program LISREL (Linear Structural Relationships).
10
a) Semua variabel tampak dari variabel laten eksogenus dan endogenus memiliki nilai muatan faktor (λ) > 0,3; b) P-Value = 0,72541; dan c) RMSEA = 0,000. Hasil selengkapnya model empiris dari evaluasi model EPBI dapat dilihat pada Gambar 29 dan kesuaian model EPBI secara lengkap dapat dilihat pada output analisis LISREL 13. Model EPBI
Gambar 4: Model Empiris Evaluasi Model EPBI Catatan: X1 : Kinerja guru bahasa Inggris X2 : Kepribadian guru bahasa Inggris X3 : Prilaku siswa X4 : Fasilitas pembelajaran Y1 : Listening Y2 : Reading Y3 : Speaking Y4 : Writing
11
OUTPUT ANALISIS LISREL 13 Goodness of Fit Statistics Model EPBI Normed Fit Index (NFI) = 0.94 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.98 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 1.14 Comparative Fit Index (CFI) = 0.95 Incremental Fit Index (IFI) = 1.65 Relative Fit Index (RFI) = 1.46 Root Mean Square Residual (RMR) = 1.43 Standardized RMR = 1.13 Goodness of Fit Index (GFI) = 1.70 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 1.43 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 1.37
Karakteristik Model EPBI Ada beberapa karakteristik model EPBI yang membedakan dengan evaluasi model lain. Karakteristik model EPBI secara lengkap dipaparkan di bawah ini. a.
Model ini digunakan untuk mengevaluasi pembelajaran, khususnya pembelajaran bahasa Inggris di SMA.
b.
Penggunaan model ini tidak tergantung pada konteks kurikulum formal yang berlaku.
c.
Penggunaan model ini tidak tergantung pada pendekatan pengajaran tertentu yang dilaksanakan oleh guru.
d.
Model ini mengevaluasi pembelajaran bahasa Inggris secara komprehensif (mengevaluasi proses sekaligus output pembelajaran bahasa Inggris).
e.
Model ini dapat digunakan sebagai evaluasi diagnostik (diagnostic evaluation) untuk menemukan dan memetakan berbagai aspek dalam pembelajaran bahasa Inggris (proses maupun output) yang perlu diperbaiki.
f.
Model ini bersifat terbuka untuk dikembangkan lebih lanjut.
12
Kelebihan Model EPBI Dibandingkan dengan model evaluasi pembelajaran yang lain, model EPBI memiliki kelebihan berikut ini. a.
Lebih komprehensif, karena objek evaluasi tidak hanya terbatas pada output belajar siswa semata, tetapi juga mencakup evaluasi terhadap proses pembelajaran bahasa Inggris. Penilaian terhadap output pembelajaran bahasa Inggris mencakup penilaian terhadap keterampilan: listening, reading, speaking, dan writing sehingga informasi yang diperoleh dari hasil evaluasi pembelajaran bahasa Inggris akan semakin lengkap.
b.
Model ini relatif sederhana dalam implementasi tanpa mengurangi kelengkapan informasi yang dibutuhkan dalam evaluasi pembelajaran.
c.
Penggunaan model EPBI tidak begitu kompleks, sehingga keterlaksanaan oleh pimpinan sekolah cukup tinggi.
d.
Model ini dapat digunakan tanpa terikat oleh kompetensi tertentu.
e.
Model ini efektif digunakan oleh sekolah tanpa mengganggu proses pembelajaran yang ada.
f.
Model ini mendukung pelaksanaan kurikulum 2006, kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), khususnya yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran bahasa Inggris di SMA, yaitu membuat siswa dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris baik secara lisan maupun secara tulisan.
Keterbatasn Model EPBI Selain memiliki beberapa kelebihan di atas, model EPBI juga memiliki beberapa keterbatasn berikut ini. a. Proses evaluasi belum melibatkan penilai independen (independent appraisal) dari luar, hanya mengandalkan penilaian dari pihak intern (internal appraisal) sehingga dimungkinkan dapat mengurangi tingkat objektivitas hasil penilaian.
13
b. Instrumen pada aspek keterampilan: listening, reading, speaking, dan writing tidak mengalami perkembangan karena aspek ini sudah ada sejak adanya pembelajaran bahasa Inggris. c. Belum diadakan uji kelayakan terhadap informasi hasil evaluasi, dalam arti informasi yang dihasilkan model EPBI belum diuji secara empiris oleh pengguna atau pengambil manfaat model ini untuk digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan, penyusunan kebijakan maupun penyusunan pembelajaran bahasa Inggris berikutnya oleh guru bahasa Inggris.
Kesimpulan Penelitian pengembangan Model Evaluasi Pembelajaran Bahasa Inggris ini dilakukan mulai dari penyusunan desain model evaluasi, pengembangan instrumen pengukuran proses pembelajaran dan output pembelajaran bahasa Inggris, penyusunan panduan evaluasi serta penerapan model evaluasi untuk mengetahui kesesuaian model evaluasi yang dikembangkan. Berdasarkan hasil analisis data, penelitian pengembangan ini dapat disimpulkan hal-hal berikut ini. 1.
2.
3.
4. a.
Evaluasi pembelajaran bahasa Inggris di SMA yang dikembangkan dalam penelitian diberi nama “Model Evaluasi Pembelajaran Bahasa Inggris” disingkat dengan model EPBI. Model EPBI ini dapat memberikan informasi bagi sekolah, baik dari segi isi, cakupan, format maupun waktu penyampaian serta bermanfaat bagi pembelajaran bahasa Inggris di jenjang SMA. Model EPBI ini memiliki dua komponen pokok, yaitu: proses dan output pembelajaran bahasa Inggris. Proses pembelajaran bahasa Inggris terdiri dari empat subkomponen, yaitu: a) kinerja guru bahasa Inggris di dalam kelas, b) kepribadian guru bahasa Inggris, c) perilaku siswa, dan d) fasilitas, media pembelajaran bahasa Inggris. Output pembelajaran bahasa Inggris mencakup empat subkomponen, yaitu keterampilan: a) listening, b) reading, c) speaking, dan d) writing. Hasil penilaian pakar, pemakai (user) dan praktisi menunjukkan bahwa panduan evaluasi model EPBI baik digunakan sebagai acuan implementasi model di lapangan. Model EPBI dinilai sebagai model yang baik untuk mengevaluasi pembelajaran bahasa Inggris di SMA karena didukung hal-hal berikut ini. Cakupan evaluasi yang cukup komprehensif, yaitu meliputi proses sekaligus output pembelajaran bahasa Inggris. Output pembelajaran mencakup seluruh kompetensi bahasa Inggris siswa, yaitu kemampuan siswa berkomunikasi dalam
14
bahasa Inggris baik secara lisan maupun secara tulisan, berupa keterampilan: listening, reading, speaking, dan writing. Cakupan evaluasi yang komprehensif mampu menghasilkan informasi yang lebih lengkap. b. Kesesuaian model EPBI dengan data lapangan (P-value = 0, 72541 > 0,05; RMSEA = 0,000 < 0,05; GFI = 1,70 > 0,9; AGFI = 1,43 > 0,9; PGFI = 1,37 > 0,9) menunjukkan bahwa model EPBI adalah fit. c. Panduan evaluasi cukup praktis dan model lebih sederhana sehingga akan lebih cepat dalam pengumpulan, pengolahan, dan penyampaian/penyajian informasi. d. Instrumen pengumpulan data dianggap valid jika nilai muatan faktor (λ) > 0,3. Model dianggap sesuai jika 1) P-value > 0,05; dan 2) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) < 0,08 (Imam Ghozali, 2005: 32). Model EPBI ini setelah diujicobakan sampai dengan tahap implementasi diperoleh: 1) kinerja guru di dalam kelas: semua nilai muatan factor (λ) > 0,3, Pvalue=0.93157, RMSEA =0,000; 2) kepribadian guru: semua nilai muatan factor (λ) > 0,3, P-value=0.71264, RMSEA =0,065; 3) perilaku siswa: semua nilai muatan factor (λ) > 0,3, P-value=0.34562, RMSEA =0,0087; dan 4) fasilitas: semua nilai muatan factor (λ) > 0,3, P-value=0.4658, RMSEA =0,00312; 5) ouput pembelajaran bahasa Inggris: semua nilai muatan faktor (λ) > 0,3, Pvalue=0.72541, RMSEA =0,000.
15