ABSTRAK Penelitian ini berjudul Self Disclosure Dalam Konteks Komunikasi Antar Pribadi Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) di LSM MEDANplus, Medan. Penelitian ini tujuannya adalah mengetahui karakteristik para ODHA, tipe self disclosure yang dimiliki para ODHA, manfaat yang diperoleh ketika melakukan self disclosure sebagai penanda bagi kesehatan dan kepuasan pribadinya, serta untuk mengetahui kualitas para ODHA di bawah bimbingan LSM MEDANplus, Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum. Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling dan teknik snow ball sampling. Objek yang diamati dan diwawancarai dalam penelitian ini adalah para ODHA yang tergabung di dalam LSM MEDANplus dengan kriteria berdasarkan; usia, agama, pendidikan, pekerjaan dan suku bangsa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para ODHA yang tergabung di MEDANplus lebih membuka diri baik itu di masyarakat, keluarga, kelompok dan lingkungannya. Para ODHA di MEDANplus mulai terbentuk karakternya ketika mereka tergabung dan berinteraksi dengan sesama ODHA, hingga akhirnya kualitas hidup mereka dapat lebih berdaya guna di lingkungan dan masyarakat. Mereka memiliki alasan kuat untuk berusaha hidup lebih sehat dengan keadaan mereka saat ini. Selain itu komunitas ODHA yang tergabung di LSM MEDANplus lebih siap untuk turun dan membantu para ODHA yang masih mengalami masa sulit untuk menerima keadaan mereka. Komunikasi yang dijalin para ODHA di MEDANplus mengutamakan pendekatan psikologis dengan jalur komunikasi antarpribadi serta lebih mengutamakan jalinan kekeluargaan dalam menjalin hubungan antar anggota komunitas. Kata Kunci : Self Disclosure, ODHA, Studi Kasus dan Komunikasi Antar Pribadi.
1
PENDAHULUAN Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak dapat terelakkan dalam kehidupan seharihari. Komunikasi memainkan peran penting dalam kehidupan, dimana manusia dan komunikasi merupakan dua hal yang saling mendukung. Apabila komunikasi tidak berjalan dengan baik, maka akan menimbulkan terjadinya distorsi atau kesalah-pahaman dalam pemaknaan pesan yang disampaikan sehingga komunikasi itu tidak berjalan dengan efektif. Komunikasi menjadi medium yang penting dalam pembentukan karakter seseorang. Melalui komunikasi seseorang tumbuh dan belajar, menemukan pribadi diri sendiri dan penilaian terhadap orang lain untuk bergaul, bersahabat, bermusuhan, mencintai dan dicintai, suka dan benci, kenal atau tidak kenal, serta kegiatan lain yang melibatkan hubungan dua individu Stigma negatif yang melekat pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) terjadi dalam berbagai cara antara lain tindakan-tindakan pengasingan, penolakan sampai diskriminasi. Diskriminasi didefenisikan UNAIDS sebagai tindakan yang disebabkan perbedaan, menghakimi orang berdasarkan status HIV mereka baik yang pasti atau yang diperkirakan. Diskriminasi dapat terjadi di bidang kesehatan, kerahasiaan, kebebasan, pekerjaan, pendidikan, keluarga, dan hak kepemilikan maupun hak untuk berkumpul. ODHA menghadapi diskriminasi dimana saja di berbagai negara dan hal ini berdampak pada kualitas hidup mereka. Membiarkan diskriminasi akan merugikan upaya penanggulangan infeksi HIV/AIDS. (Nursalam, 2007:177) MEDANplus merupakan salah satu organisasi berbasis komunitas yang peduli pada keadaan para ODHA yang merasa terkucilkan dan menimbulkan stigma negatif di masyarakat. MEDANplus bergerak dalam pemberdayaan para ODHA agar dapat dan mampu menjadi bagian dari masyarakat di Sumatera Utara dan warga Negara Indonesia tentunya dengan kualitas hidup yang semakin baik. MEDANplus bertujuan agar komunitas ODHA memiliki pengaruh dan aspirasi mapun ide-ide bagi perbaikan kehidupannya. Orang-orang yang tergabung dalam komunitas ini adalah orang-orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan HIV/AIDS, serta orang-orang yeng beresiko tinggi untuk tertular HIV. Dalam perjalanannya, MEDANplus di gerakkan oleh mereka yang telah tertular virus HIV (ODHA) dan orang-orang yang perduli akan pencegahan penularan virus mematikan ini. Berjuang untuk meraih hak serta tanggung jawab atas kewajiban sebagai bagian dari warga Negara serta memberikan dampak positif bagi individu maupun kelompok komunitas yang tentunya para ODHA itu sendiri.
2
KAJIAN PUSTAKA 1.1 PERSPEKTIF/ PARADIGMA KAJIAN Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah Paradigma Konstruktivisme dengan model pendekatan kualitatif. Dalam penelitian ini, paradigma dan pandangan yang digunakan membimbing peneliti untuk masuk dan memahami proses self disclosure dan pembentukan konsep diri ODHA. Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber (dalam Ardianto, 2007:158) menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna ataupun pemahaman perilaku dikalangan mereka sendiri. 1.2 Self Disclousure Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) yang menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain. Model Johari Window dianggap paling tepat dalam menjelaskan permasalahan ini, dimana tiap jendela menggambarkan kepribadian seseorang tentang pribadinya dan tentang dirinya kepada orang lain. Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat di dalam diri orang yang bersangkutan. Kedalaman dan pengungkapan diri seseorang tergantung pada situasi dan orang yang diajak untuk berinteraksi. Jika orang yang berinteraksi dengan menyenangkan dan membuat merasa aman serta dapat membangkitkan semangat maka kemungkinan bagi idividu untuk lebih membuka diri amatlah besar. Sebaliknya pada beberapa orang tertentu yang dapat saja menutup diri karena merasa kurang percaya. Menurut Jhonson (dalam Supratiknya, 1995:15) beberapa manfaat dan dampak Self disclosure terhadap hubungan antar pribadi adalah sebagai berikut: Pertama, self disclosure merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua orang. Kedua, semakin kita bersikap terbuka kepada orang lain, semakin orang lain tersebut akan menyukai diri kita. Akibatnya, ia akan semakin membuka diri kepada kita. Ketiga, orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung memiliki sifat-sifat sebagai berikut: kompeten, terbuka, ekstrover, felxibel, adaptif, dan inteligen, yakni sebagian dari ciri-ciri orang yang masak dan bahagia. Keempat, membuka diri kepada orang lain 3
merupakan dasar relasi yang memungkinkan komunikasi intim baik dengan diri kita sendiri maupun dengan orang lain. Kelima, membuka diri berarti bersikap realistis. Maka, pembukaan diri (self disclosure) diri kita haruslah jujur, tulus dan autentik.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yaitu untuk mempelajari secara insentif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi suatu sosial, individu, kelompok, lembaga, dan masyarakat (Usman, 2009:4). Peneliti menggunakan metode studi kasus tersebut untuk memperoleh data yang dibutuhkan tentang proses self disclosure dalam konteks komunikasi antar pribadi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di LSM MEDANplus Objek dalam penelitian ini adalah Self Disclosure dalam konteks komunikasi antar pribadi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dalam layanan konseling yang tergabung sebagai anggota komunitas di LSM MEDANplus Medan. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka subjek penelitian ini adalah Para ODHA yang terlibat langsung atau pun secara tidak langsung di LSM MEDANplus yang tercatat dirinya sebagai anggota di komunitas itu. Para staf, voulunter dan konselor/pendamping yang tergabung dan menjalankan fungsi kerja LSM MEDANplus sebagai informan kedua dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif yang merupakan pengukuran dengan menggunakan data-data nominal yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel kedalam beberapa sub kelas nominal.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian di lapangan, peneliti berhasil mewawancarai 4 orang ODHA yang menjadi narasumber penelitian mereka yakni Muhamad Iqbal ( Informan 1 ), Muhamad Irvan ( Informan 2 ), Sri Rahma Jelita ( Informan 3 ) dan Wulan Dari ( Informan 4 ). Dari hasil wawancara di lokasi penelitian terhadap para ODHA yang berada di bawah bimbingan LSM Medanplus, dapat dijelaskan bahwa para ODHA yang menjadi informan peneliti sebagian besar telah memiliki keterbukaan diri terhadap dirinya dan lingkungannya. Pada setiap informan yang telah di wawancarai, semua pertanyaan yang diajukan peneliti dijawab dengan jelas dan tidak menutup-nutupi keadaan yang ada. Maksudnya adalah keadaan diri para
4
informan yang seorang ODHA terkait keberadaan mereka di komunitas, keluarga, dan masyarakat. ODHA yang tergabung dalam komunitas MEDANplus sebagian besar lebih siap dan terbuka secara psikologis dengan status mereka di masyarakat. Informan 1 dan 2 terbuka dengan sesama teman yang tergabung di medanplus namun tidak ketika harus dihadapkan dengan masyarakat, terkhusus dengan informan 1. Sedang informan 3 lebih sering berdiskusi tentang masalah yang dihadapi dengan keluarganya, begitupun dengan informan 4. tetapi mereka lebih siap ketika dihadapkan dengan masyarakat dengan statusnya. Untuk informan 3, ia lebih sering curhat dengan keluarga terutama dengan anak-anaknya karena merasa keluarga adalah tempat ia saling berbagi cerita suka dan duka. Peneliti menilai baik sebelum ataupun sesudah konseling dilakukan, informan 1 masih belum membuka diri terlalu dalam. Peneliti menilai pengungkapan kepribadian informan 1 hanya sampai pada tahapan ke-1 yaitu Orientasi, dimana di sesi wawancara tersebut peneliti melihat bahwa keterbukaan informan hanya sebatas hal-hal yang klise dan bersifat publik. Dari penjelasan yang disampaikan oleh informan 1 (komunikator) dalam menyampaikan jawabannya. Peneliti melihat konteks kedekatan dan jenjang waktu sampai ketika informan di vonis terinfeksi virus menyebabkan informan menjadi demikian. Informan masih belum siap dengan penyakitnya begitu juga ketika ia harus membawa statusnya ke lingkungan masyarakat. Akan tetapi walaupun begitu, informan sangat bersemangat jika berada di komunitasnya bersama teman-teman ODHA lainnya. Berada di komunitasnya ia merasa seperti berada di rumah sendiri, bersama kelauarganya. Setelah menjalani rehabilitasi dan therapy informan jadi lebih sadar dengan kesehatan dirinya. Pada informan ke-2, juga terlihat masih canggung pada saat pertama kali diadakan wawancara ketika ia menceritakan keadaan dirinya juga ketika ia harus membawa statusnya di keluarga dan lingkungan nya. Dalam mengutarakan ceritanya, ia sedikit tegang dan cenderung menahan tiap jawaban yang diberikannya. Peneliti menilai sepertinya informan masih malu atau karena mungkin tidak ingin kehidupan privasinya di bagi dengan orang lain. Berlatar-belakang dirinya yang dulu hidup urak-urakan karena menggunakan Narkoba serta pola komunikasi yang salah dalam bergaul dan “asal buat happy” menjerumuskan dirinya hingga sampai keadaan saat ini. Konsep diri informan 1 juga masih belum terbentuk secara utuh. Tahapan pertemuan dan penyusupan serta penetrasi yang peneliti lakukan untuk dapat membuka diri informan cukup sulit untuk dilakukan dengan sifat deffensive informan yang 5
tertutup dan susah menerima orang baru di lingkungannya. Namun pada informan 2 peneliti melihat ada peluang untuk dapat menggali informasi lebih dalam dari diri informan. Karenanya dibutuhkan kesabaran dan intensitas pertemuan yang cukup sering sehingga dapat membangun kedekatan yang lebih intens secara personal dengan informan. Akhirnya dari hasil pertemuan yang cukup sering itu peneliti tidak sia-sia. Informan 2 mulai membuka dirinya hingga tujuan-tujuan yang ingin di capai peneliti kepada informan 2 dalam mencari data-data informasi tentang pengungkapan dirinya dapat terlaksana dengan baik. Sampai pada akhirnya peneliti menyimpulkan pendekatan dan penuyusupan yang peneliti lakukan mencapai pada titik kuadaran terbuka pada siklus jendela johari. Dalam teori self dislousure dikenal empat jendela johari ( johari window) yang menjelaskan kepribadian manusia. Salah satu jendela johari tersebut merupakan ruang “terbuka”. Dalam pandangan peneliti, informan 3 masuk dalam kategori jendela “terbuka” dimana kedua orang yang saling berhubungan sama–sama mengetahui isi konteks masalah yang dibahas. Informan 3 sangat antusias dalam menjelaskan panjang lebar tentang dirinya, kronologis kejadian hingga ia sampai berada pada keadaan menjadi seorang ODHA serta keluarga dan lingkungan memandang dirinya yang seorang ODHA. Dengan konsep diri yang telah matang, informan 3 lebih siap dan berdaya di komunitas dan lingkungannya. Seperti dengan informan 3, informan 4 juga memasuki kuadran ke-4 dalam mengungkapkan dirinya. Semua informasi yang dibutuhkan peneliti untuk memenuhi data-data yang diperlukan di jelaskan dengan mudah tanpa ada yang di tutup-tutupi sedikitpun dari informan 4. Mungkin karena sudah begitu lamanya informan bergabung di komunitas MEDANplus sehingga ia merasa tidak ada yang perlu di tutup-tutupi selama hal itu untuk menjaga penyebar luasan penularan HIV/AIDS. Apalagi ketika informan menyatakan ia pernah menjadi salah satu ODHA yang menjadi orator di tempat umum ketika peringatan hari AIDS sedunia di peringati. Informan juga menambahkan jika dirinya adalah salah satu bentuk kampanye untuk memerangi virus tersebut. Pada akhirnya peneliti melihat dari hasil wawancara dengan para informan di lapangan, para ODHA yang berada di bawah bimbingan dan tergabung di dalam MEDANplus tidak jauh berbeda dengan individu atau masyarakat biasa lainnya. Namun mereka tidak mengingkari mereka memiliki sesuatu yang “istimewa” didalam diri mereka yang tidak dimiliki orang-orang sehat. Keterbukaan diri yang dimiliki para ODHA dibawah bimbingan MEDANplus lebih siap ketika harus membuka diri di masyarakat.
6
Heider mengatakan bahwa jika kita melihat perilaku orang lain, maka kita harus melihat
apa
sebenarnya
yang
menyebabkan
seseorang
berprilaku
seperti
itu
(liliweri,1991:54). Dari sini peneliti melihat dan menelisik apa yang mengakibatkan sehingga mereka para ODHA menjadi seperti keadaan mereka saat ini, hidup dengan dijangkiti virus mematikan di tubuhnya sendiri. Tiga dari empat informan yang menjadi sumber penelitian ini mengatakan bahwa mereka terjangkit virus HIV/AIDS karena prilaku buruk mereka terdahulu. Keterbukaan diri para ODHA sangat penting dalam membentuk karakter mereka. Dengan mengungkapkan diri mereka di masyarakat dan memberikan contoh yang baik dalam bergaul dan hidup sehat, maka stigma negatif masyarakat terhadap ODHA lambat laun akan hilang dan menimbulkan pemikiran yang positif tentang ODHA. Diperlukan kerjasama dan hubungan yang baik antara ODHA, Pemerintah (dalam hal ini lembaga resmi yang menangani permasalahan tentang kesehatan), serta peran serta masyarakat. Dengan adanya hubungan yang baik antara elemen tersebut, akan terjalin suatu kondisi positif bagi perkembangan kesehatan dan psikologis ODHA. Suatu hubungan tidak lepas dari terjadinya penyusupan atau penetrasi. Seperti yang dikatakan oleh Altman dan Taylor bahwa dalam setiap hubungan antar pribadi telah terjadi penyusupan sosial. Ketika kita baru berkenalan dengan orang lain untuk pertama kalinya maka sebenarnya kita mulai dengan suatu ketidak akraban, kemudian berlanjut pada keadaan yang semakin akrab sehingga pengembangan hubungan mulai terjadi. Dari pengembangan hubungan ini lah maka kita akan mengetahui lebih dalam kepribadian seseorang (West, 2008: 38). Dalam penelitian ini peneliti juga melalui proses penetrasi ketika menjalin hubungan dengan para ODHA yang menjadi informan penelitian ini. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa tiap-tiap ODHA memiliki lapisan-lapisan kepribadian yang berbeda. Semakin akrab hubungan yang peneliti jalin dengan informan, maka semakin dalam pula kepribadian yang didapat dari hubungan tersebut. Setiap orang ingin hidup dengan sehat, begitu juga dengan para ODHA di komunitas MEDANplus. Dari empat orang yang menjadi informan dalam penelitian ini, semuanya sangat menginginkan dapat lepas dari label ODHA yang melekat dalam diri mereka. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa penyakit atau virus yang tersebar dalam diri mereka tidak dapat disembuhkan sampai akhir hidup mereka. Perlakuan diskriminasi atau bahkan sampai perlakuan di jauhi dari lingkungan pernah mereka alami. Kejadian tersebut semakin 7
membuat para ODHA semakin stress dan depresi dengan diri mereka. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa mereka ingin hidup sehat atau setidaknya hidup dengan normal kembali. Karena kasus-kasus semacam ini dibutuhkan lembaga-lembaga yang intens menanganinya. Dukungan dari teman-teman sesama anggota komunitas sangat penting dalam membentuk karakter yang dimiliki tiap ODHA. ODHA di bawah MEDANplus telah memahami keadaan diri mereka yang secara psikis dan kesehatan berbeda. Seperti apa yang dikatakan oleh informan 1,2,3, dan 4 ketika peneliti menanyakan apakah anda siap mengatakan kepada publik bahwa anda seorang ODHA? Mereka sepakat menjawab “ ya, saya seorang ODHA, tapi saya bukan ODHA yang bodoh. Saya berusaha untuk berdaya guna di sisa hidup saya.” Pernyataan tersebut sangat hangat dan terdengar tegas dari setiap ODHA yang menjadi informan dalam penelitian ini. Satu kalimat, ODHA yang tergabung di komunitas MEDANplus ternyata lebih berdaya guna dan pembentukan karakter mereka lebih siap untuk terjun di masyarakat dengan keadaan dirinya saat ini.
KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 KESIMPULAN 1. Karakter para ODHA di MEDANplus terbentuk dari proses interaksi yang terjalin dengan sesama anggota komunitas dan masyarakat luar sampai pada saat ketika mereka berusaha untuk lebih berdaya guna. Mereka lebih siap untuk turun dan membantu sesama ODHA yang mengalami kesulitan seperti belum dapat menerima kenyataan ketika mengetahui keadaan diri mereka yang terinfeksi HIV/AIDS. Caranya adalah dengan saling berbagi, mensupport dan melakukan bimbingan secara bertahap. ODHA yang tergabung di komunitas MEDANplus juga menunjukkan bahwa mereka telah memiliki karakter masing-masing yang di tempah dari pengalaman mereka. 2. Dari hasil pengamatan dan pertemuan yang dilakukan peneliti kepada para informan dapat dijelaskan sebagai berikut; pada informan 1 memasuki tahapan penjajakan, dimana informan mulai menampakkan dirinya dan mulai nyaman menyampaikan pendapat namun tidak secara spontan menjawabnya. Informan 2 telah memasuki tahapan Pertukaran Afektif. Kenyamanan dalam berkomunikasi dan pontanitas dalam 8
menjawab dapat dijelasakan secara terbuka. Tahapan ini juga yang terlihat pada informan 3. Pada informan 4, keterbukaan dirinya membawa peneliti mengetahui seluruh informasi dari dirinya. Penjelasan secara langsusng tanpa perlu ditanyakan beberapa kali sering disampaikan informan 4 kepada peneliti. Hal ini yang membawa informan ke-4 berada pada tahapan pertukaran stabil. Program konseling dan pembekalan yang diberikan yayasan sedikit banyak sangat membantu para informan untuk dapat berkembang, bersosialisasi dan mandiri di masyarakat. 3. Manfaat yang diperoleh para informan (ODHA) setelah melakukan self disclosure dapat diketahui setelah para informan menjalani terapi konseling. Hasil dari konseling inilah memperlihatkan sejauh mana tingkatan keterbukaan kepribadian informan. Manfat yang diperoleh yakni para informan terlihat lebih menghargai hidup dan optimis dalam menjalani proses hidup. Keterbukaan informan di masyarakat dianggap sebagai ujian. Suara-suara sumbang atas identititas mereka sebagai pemacu dan semakin menguatkan tekad mereka bahwa ODHA juga dapat berdaya guna dan berperan serta di dalam masyarakat. 4. Kualitas diri para informan di bawah bimbingan MEDANplus memperlihatkan bahwa para ODHA telah dipersiapkan dan ditempah untuk dapat bersosialisasi dan berdaya guna di masyarakat. Kualitas diri itu terbentuk sejalan dengan keterbukaan diri informan ketika menjalani hidup baik sebagai individu pribadi ataupun mahluk sosial. 2.2 SARAN 1.
Saran dalam kajian praktis, Peneliti berharap hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan masyarakat luas tentang dasar pengetahuan penyakit HIV/AIDS dan juga dapat menghilangkan stigma negatif terhadap para ODHA yang hidup di sekitar masyarakat agar para ODHA itu dapat merasa nyaman di sekitar masyarakat juga dapat berdaya guna.
2.
Hendaknya para ODHA menjadi lebih membuka diri di masyarakat tanpa takut akan diskriminasi. Karena diskriminasi yang muncul biasanya karena sempitnya pengetahuan masyarakat akan penyakit ini serta tidak adanya penjelasan yang luas.
3.
Saran secara akademis, Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat menambah khazanah pengetahuan di dalam konteks akademis. Khususnya dalam penelitian kualitatif dengan masalah yang akan diteliti tentang komunikasi antar pribadi.
9
DAFTAR PUSTAKA Alo liliweri. 1991. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Nursalam. 2007. Asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika Supratiknya.A.Dr. 1995. Komunikasi Antarpribadi “Tinjauan Psikologis”. Yogyakarta: Kanisius Turner, West. 2008. Pengantar Teori Komunikasi “Analisis dan Aplikasi”. Jakarta: Salemba Humanika Usman, Husaini. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.
10