Kajian terhadap Beberapa Varietas Unggul Baru (VUB) Padi dalam Produksi Perbenihan Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dan Cara Tanam Legowo 2 : 1 Sudarto, Yohanes G. Bulu dan M. Nazam Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB Jln. Raya Peninjauan, Narmada, Lombok Barat-NTB Email :
[email protected] Abstrak Kajian tentang keragaan pertumbuhan komponen hasil beberapa varietas unggul baru dalam produksi perbenihan telah dilakukan di desa Setanggor kecamatan Praya Barat kabupaten Lombok Tengah tahun 2013. Perbenihan padi dilakukan dengan sistem legowo 2 : 1, melibatkan 10 anggota kelompok tani dengan luas lahan masing-masing 1 ha (total luas lahan 10 ha). Penanaman VUB padi untuk produksi benih dilakukan pada MK I (April – Juli 2013), sedangkan prosesing benih dilakukan pada bulan Agustus-September 2013. Benih padi yang diproduksi meliputi : Ciherang, Cigeulis, Mekongga, Inpari 13 dan Ciliwung (pembanding). Benih yang digunakan berasal dari Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) BPTP NTB dengan kelas benih Foundation Seed (FS). Teknologi budidaya padi yang diterapkan melalui pendekatan PTT dan cara tanam sistem legowo 2 : 1. Rancangan yang digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 ulangan. Hasil analisa terhadap produksi gabah kering benih juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata dan hasil tertinggi diperoleh pada vareitas Ciherang (3.252,34 kg/ha) disusul berturut-turut Inpari 13 (3.092,34 kg/ha), Mekongga (2.930,68 kg/ha), Cigeulis (2.486,40 kg/ha) dan Ciliwung (2.307,25 kg/ha). Rata-rata produksi benih berlabel (SS) yang dihasilkan sebanyak sebanyak 2.814 kg/ha dengan harga aktual Rp. 9.000,00/kg, sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp. 13.862.200, B/C rasio : 2,20, sedangkan produksi gabah konsumsi yaitu 4.195 kg/ha dengan harga aktual Rp. 3.000/kg diperoleh keuntungan sebesar Rp. 5.365.000, B/C rasio 1,74. Hasil analisa ekonomi menunjukkan bahwa usahatani produksi benih padi layak dilakukan, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai MBCR sebesar 3,00 serta TIP dan TIH masing-masing 1.274 kg/ha dan Rp.4.073/kg. Kata kunci : Perbenihan padi, PTT, tanam legowo 2:1, VUB. Pendahuluan Di Nusa Tenggara Barat padi merupakan komoditas pangan utama dan masuk dalam komoditas yang menjadi prioritas pembangunan pemerintah daerah secara nasional. Sejak swasembada pangan regional NTB dan nasional tahun 1983/1984 khususnya padi, tampilan ketahanan pangan dalam hal ketersediaan pangan di NTB cukup terjamin meskipun terjadi fluktuatif. Tahun 2009 pemerintah telah mengumumkan keberhasilan dalam pencapaian swasembada beras, artinya Indonesia mampu memenuhi kebutuhan sendiri sehingga tidak lagi mengimpor beras dan bahkan mulai mengekspor walaupun dalam jumlah terbatas. Untuk menjamin ketahanan pangan agar masyarakat dapat memperoleh pangan secara mudah dengan harga yang dapat dijangkau setiap saat, maka swasembada tersebut harus terus dipertahankan (Wirajaswadi, 2010). Sasaran produksi padi di NTB pada tahun 2015 ditargetkan sebanyak 73,40 juta ton GKG (Dinas Pertanian Tanaman Pangan NTB, 2015). Target produksi tersebut akan tercapai melalui penanaman padi pada areal seluas 362.783 ha khususnya di lahan sawah irigasi dengan pola tanam padi-padi-palawija, berarti produktivitas padi harus mencapai rata-rata 5,64 t/ha GKG. Untuk mencapai target produksi yang cukup besar tersebut dapat ditempuh dengan cara pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) melalui perbaikan kualitas hasil panen padi dan peningkatan produktivitas dengan penggunaan benih yang bermutu. Berdasarkan kajian yang dilakukan selama
200
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
2 tahun (2010 sampai 2011) pada kelompok tani yang didampingi di 10 kabupaten/kota se NTB terlihat bahwa produktivitas padi, jagung dan kedelai dengan penerapan teknologi PTT jauh lebih tinggi dibandingkan teknologi non PTT. Petani yang menerapkan teknologi PTT komponen lengkap produktivitas padi mencapai 6,67 ton/ha (peningkatan 24,95 % dari non PTT) sedangkan produktivitas rata-rata padi non PTT hanya 5,41 ton/ha (BPTP NTB, 2010). Susilawati et al. (2005) menyatakan produktivitas usaha pertanian yang dihasilkan oleh suatu rumah tangga petani sangat ditentukan oleh tingkat penerapan teknologi anjuran. Beberapa keadaan yang menyebabkan rendahnya produksi, diantaranya : (1) terbatasnya pilihan varietas, (2) kualitas benih rendah, (3) pemupukan tidak berimbang dan rekomendasi bersifat umum, (4) penggunaan benih tinggi, (5) harga pupuk mahal (Syamsiah et al., 2002). Dilain pihak, hasil-hasil penelitian diantara komponen teknologi yang diterapkan, penggunaan varietas memegang peranan yang paling menonjol, baik kontribusinya terhadap peningkatan hasil persatuan luas maupun sebagai salah satu komponen utama dalam pengendalian hama dan penyakit (Endrizal dan Julistia, 2010). Selanjutnya dikatakan pula oleh Nugraha (2008), penanaman varietas unggul memegang peranan penting dalam peningkatan produksi padi. Suryana dan Prajogo (1997) menyatakan penggunaan varietas unggul akan memberikan manfaat teknis dan ekonomis yang banyak bagi perkembangan usaha pertanian, antara lain : pertumbuhan tanaman menjadi lebih seragam, dapat panen serempak, rendemen lebih tinggi, mutu hasil lebih tinggi dan sesuai selera konsumen. Untuk mengatasi persoalan pengembangan usahatani tanaman pangan, ketersediaan benih unggul merupakan faktor utama dalam pengembangan dan peningkatan kualitas komoditas tersebut. Benih unggul sebagai bahan pertanaman merupakan modal awal bagi penyediaan pangan, namun demikian kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan benih unggul masih sangat minim sebagai akibat belum dikenalnya secara baik manfaat benih unggul oleh petani serta sistem perbenihan yang belum dapat menciptakan jejaring perbenihan secara efisien sampai ke tingkat petani. Pertanian modern selalu dimulai dengan penggunaan benih unggul/bersertifikat, karena benih yang baik adalah merupakan sebagian dari suksesnya budidaya pertanian (Badan Litbang Pertanian, 2007). Benih unggul adalah hasil dari suatu program pemuliaan yang baik, persilangan-persilangan dari tetua (parent) yang memiliki sifat unggul dan tahan terhadap serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dilakukan oleh ahli yang kompeten dengan menggunakan metode yang efisien (Suwarno et.al, 2003). Meningkatnya produktivitas padi juga dipengaruhi oleh cara tanam yang diterapkan. Pengaturan cara tanam sangat berkaitan dalam peningkatan jumlah populasi tanaman persatuan luas. Dalam pengkajian ini, petani diperkenalkan cara tanam sistem legowo 2 : 1 yang menurut bahasa jawa lego yang berarti luas dan gowo yang berarti panjang (Darmawan et.al, 2011). Penanaman dengan sistem tanam jajar legowo akan meningkatkan populasi per satuan luas yaitu dengan cara mengatur jarak tanamnya. Menurut Abdurrachman (2004) sistem tanam jajar legowo adalah sistem tanam yang dilakukan secara berselang - seling antara dua atau lebih baris tanaman padi dan satu baris kosong. Baris tanaman (dua atau lebih) dan baris kosongnya (setengah lebar di kanan dan di kiri) disebut satu unit legowo. Bila terdapat dua baris tanaman per unit legowo, maka disebut legowo 2 : 1, kalau tiga baris tanaman per unit disebut 3 : 1 dan seterusnya. Adapun manfaat dan kelebihan sistem tanam tandur jajar legowo : menambah jumlah populasi tanaman, pemeliharaan tanaman lebih mudah, mengurangi tingkat serangan hama/penyakit, dan dapat memperbaiki kualitas hasil panen karena semua barisan tanaman sebagai tanaman pinggir (Aribawa dan Kariada, 2006). Selanjutnya Juhari S.P (Blog.) menyatakan cara tanam padi jajar legowo merupakan salah satu teknik produksi yang memungkinkan tanaman padi
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
201
dapat menghasilkan produksi yang cukup tinggi serta memberikan kemudahan dalam aplikasi pupuk dan pengendalian organisme pengganggu tanaman, selain itu juga menambah jumlah populasi tanaman. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan VUB dalam memproduksi produksi benih padi dan kelayakan usahatani perbenihan padi. Metodologi Pengkajian dilaksanakan di lahan milik petani desa Setanggor kecamatan Praya Barat kabupaten Lombok Tengah dengan melibatkan 10 orang petani, total luas lahan pengkajian yang digunakan 10 ha. Pelaksanaan pengkajian dilakukan pada MK I (April – Juli 2013) dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 ulangan. Varietas unggul baru (VUB) sebagai perlakuan sebanyak 4 (empat) varietas berasal dari UPBS BPTP NTB dengan kelas benih Foundation Seed (FS). Sebagai pembanding adalah varietas Ciliwung yang biasa dtanam oleh petani disekitar lokasi pengkajian. Sertifikasi benih oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSB-TPH) kabupaten Lombok Tengah. Teknologi budidaya anjuran yang diterapkan merupakan kesepakatan bersama yaitu jumlah benih 20 kg/ha, umur bibit 20 hari setelah semai (HSS), dengan jumlahg rumpun 1-2 batang/rumpun. Cara tanam menerapkan sistem tanam legowo 2 : 1 (jarak tanam 40 x 20 x 10 cm). Pupuk yang digunakan adalah Urea 200 kg/ha + NPK 200 kg/ha. Pupuk dasar diberikan saat tanam dengan dosis NPK 150 kg/ha + Urea 50 kg/ha, sedangkan pupuk susulan pertama diberikan saat tanaman berumur 25 hari setelah tanam dengan dosis 100 kg Urea dan pupuk susulan kedua saat tanaman berumur 40 hari setelah tanam dengan dosis 50 kg NPK + 50 kg Urea. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan monitoring secara berkala dan menggunakan konsep pengendalian hama terpadu (PHT), pengendalian gulma dilakukan secara manual minimal 2 kali. Rouging dilakukan bersama dengan petugas dari BPSB sebanyak 4 kali yaitu dimulai pada umur 40 hari setelah tanam, selanjutnya kegiatan rouging dilakukan dengan interval 2 minggu sekali yang meliputi : fase vegetatif, fase berbunga, fase masak, dan seleksi mutu benih (kadar air dan kotoran). Panen dilakukan setelah biji masak fisiologis sesuai persyaratan untuk dijadikan benih. Untuk mendapatkan preferensi varietas mana yang cocok untuk dikembangkan secara lebih luas, maka pada saat panen dilibatkan petani sekitar dan petugas lapang (PPL) untuk menilainya sehingga varietas yang akan dikembangkan memiliki potensi produksi tinggi, spesifik lokasi dan sesuai selera konsumen. Perlakuan pasca panen yang dilakukan terdiri dari penjemuran sampai kadar air ± 11 %, pembersihan dan pengemasan benih dalam kemasan 10 kg. Parameter komponen hasil dan produksi yang diamati antara lain : tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah gabah/malai, berat 1000 biji, hasil gabah kering panen, dan hasil gabah kering benih. Data dianalisis menggunakan Analysis of variance (Anova) dengan software Genstat (DSAASTAT Versi 1.101, Staly) dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%. Sedangkan untuk mengetahui kelayakan usahatani perbenihan dilakukan analisis terhadap struktur biaya dan pendapatan menggunakan analisis anggaran parsial (Partial Budget Analysis) merupakan analisis finansial yang paling sederhana dalam evaluasi kelayakan suatu teknologi usahatani (menguntungkan). Menurut Kasijadi dan Suwono, 2001; Samuelson dan Nordhaus, 1995; Debertin, 1986; Malian et al., 1987; Swastika, 2014 usaha penangkaran benih padi dianggap layak apabila jika nilai Gross B/C lebih dari satu :
202
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Gross B/C
=
PxQ B
Dimana : P Q
= Harga produksi (Rp/kg) = Jumlah produksi (kg/ha)
Bi
= Biaya produksi ke i (Rp/ha) Untuk mengetahui tingkat
kelayakan akibat perubahan komponen teknologi melalui
analisis Titik Impas Produksi (TIP) dan Titik Impas Harga (TIH) dengan menggunakan losses and gains melalui marginal B/C atau rasio keuntungan dan biaya marginal (MBCR) (Rahman dan Saryoko, 2008). (Q1 x P1) – (Q2 x P2)
MBCR =
C1 – C2
Dimana : Q1 = produksi benih (kg) Q2 P1
= produksi gabah konsumsi (kg) = harga produksi benih (Rp/kg)
P2 C1
= harga produksi gabah konsumsi (Rp/kg) = jumlah biaya untuk memproduksi benih (Rp)
C2
= jumlah biaya untuk memproduksi gabah konsumsi (Rp) Untuk
mengetahui
produksi
minimum
agar
usaha
penangkaran
benih
padi
menguntungkan maka dilakukan perhitungan titik impas terhadap produksi (TIP), begitu pula terhadap harga minimum (TIH). Y * P = TVC Keterangan : Y
= Yield
P TVC
= Price = Total Variable Cost
Selanjutnya dilakukan pula analisis perbandingan tingkat keuntungan antara usahatani perbenihan dan produksi gabah konsumsi dengan menggunakan tolok ukur Nisbah Peningkatan Keuntungan Bersih (NKB) (Adnyana dan Kariyasa, 1995). NKB =
KB pb KB kk
Dimana : NKB
= Nilai peningkatan keuntungan bersih
KBpb
= Keuntungan bersih dari penangkaran benih (Rp)
KBkk
= Keuntungan bersih dari gabah konsumsi (Rp) Hasil dan Pembahasan
Keragaan komponen hasil dan produksi benih varietas unggul baru (VUB) Pengkajian VUB padi sawah varietas Ciliwung (pembanding) menghasilkan tinggi tanaman tertinggi (112,087 cm) dibandingkan dengan VUB padi sawah Ciherang (108,798 cm),
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
203
Cigeulis ( 104,810 cm), Mekongga (95,325 cm) dan Inpari 13 (100,063 cm). Hasil analisa terhadap jumlah anakan produktif menunjukkan hasil yang beda nyata, hasil tertinggi diperoleh pada varietas Ciherang (16,00) dibanding dengan varietas lainnya (Tabel 1). Sesuai dengan deskripsi VUB padi sawah varietas-varietas yang diintroduksikan tersebut memiliki potensi membentuk jumlah anakan lebih banyak (Made et al., 2014), dengan penerapan sistem tanam tandur jajar legowo selain memperbanyak jumlah populasi juga memiliki peluang pembentukkan anakan lebih banyak (Aribawa dan Kariada, 2006). Tabel 1. Rerata komponen hasil dan produksi benih Tinggi Varietas
Jumlah anakan
Jumlah
Berat
Produksi
gabah/ malai
1000 biji (gr)
GKP (kg/ha)
Gabah kering
tanaman (cm)
produkti
Ciherang
108,798 d
16,00 b
126
c
26,283 b
5.656,25 c
3.252,34 bc
Cigeulis
104,810 c
14,25 a
108
b
25,757 b
4.440,00 a
2.486,40 a
95,325 a
15,00 a
99,75 a
25,789 b
5.168,75 b
2.930,68 b
Inpari 13
100,063 b
15,75 b
122,75 c
26,283 b
5.463,50 b
3.092,34 b
Ciliwung
112,087 e
15,50 a
100
21,953 a
4.195,00 a
2.307,25 a
3,27
1,39
2,19
443,023
250,57
Mekongga
BNT (5%)
f
a
8,21
benih (kg/ha)
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf 5%.
Hasil analisa terhadap komponen hasil (yaitu: jumlah gabah/malai, berat 1000 biji (gram) dan produksi GKP (kg/ha)
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dibanding dengan
komponen hasil varietas Ciliwung (pembanding). Jumlah gabah/malai varietas Mekongga (99,75) hasilnya lebih rendah jika dibanding dengan VUB lainnya yaitu berturut-turut Ciliwung (100), Cigeulis (108), Inpari 13 (122,75) dan Ciherang (126). Hasil analisa terhadap berat 1000 biji (gram), juga menunjukkan bahwa VUB memberikan hasil lebih berat jika dibandingkan dengan varietas Ciliwung (21,953 gr). Sedangkan hasil analisa terhadap komponen produksi gabah kering panen (GKP) menunjukkan VUB berbeda nyata terhadap varietas padi sawah yang umum/biasa ditanam oleh petani (varietas Ciliwung) di lokasi pengkajian. Hasil tertinggi diperoleh pada varietas Ciherang (5.656,25 kg/ha), kemudian disusul oleh varietas Inpari 13 (5.463,50 kg/ha); Mekongga (5.168,75 kg/ha); Cigeulis (4.440,00 kg/ha), dan varietas Ciliwung (4.195,00 kg/ha). Setelah diproses menjadi benih (KA ± 11 %), rata-rata dari gabah kering panen menjadi gabah kering benih turun ± 40%. Analisa terhadap produksi gabah kering benih juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata dan hasil tertinggi diperoleh pada vareitas Ciherang (3.252,34 kg/ha) disusul berturut-turut Inpari 13 (3.092,34 kg/ha), Mekongga (2.930,68 kg/ha), Cigeulis (2.486,40 kg/ha) dan Ciliwung (2.307,25 kg/ha). Keragaan ekonomi usaha perbenihan padi Hasil analisis ekonomi terhadap rata-rata produksi benih dan gabah konsumsi per hektar saprodi yang diperlukan masing-masing sebesar Rp. 1.480.000 dan Rp. 1.460.000. Sedangkan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk produksi dan gabah konsumsi relatif sama yaitusebesar Rp. 3.760.000. Sehingga total biaya produksi yang dikeluarkan masing-masing usahatani ditambah dengan biaya sewa lahan dan biaya lain-lain adalah sebesar Rp. 11.462.000 untuk produksi benih dan Rp. 7.220.000 untuk gabah konsumsi. Berdasarkan analisis (Tabel 2) bahwa penangkaran
204
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
benih padi total biaya digunakan lebih tinggi dari pada produksi gabah konsumsi, hal ini dikarenakan pada produksi benih padi ada penambahan biaya untuk pasca panennya yaitu rouging, sortir, pengeringan, pengemasan dan lain-lain. Tabel 2. Rerata analisa usahatani produksi perbenihan per hektar
Uraian A. Sewa Lahan B. Biaya 1. Saprodi - Benih (kg) - Urea (kg) - NPK (kg) - Furadan (kg) - Cruiser (bks) - Matador (btl) Total saprodi 2. Tenaga kerja - Persiapan lahan - Penanaman - Pemupukan - Penyemprotan - Penyiangan - Panen - Penjemuran Total biaya tenaga kerja - Lain-lain Total biaya C. Pendapatan 1. Produksi (kg) 2. Keuntungan (Rp) 3. B/C 4. MBCR 5. NKB
Produksi benih padi Harga Jumlah satuan Nilai (Rp) satuan (Rp) 2.000.000
Produksi gabah konsumsi Harga Jumlah Nilai (Rp) satuan satuan (Rp) 2.000.000
20 200 200 16 2 6
9.000 2.300 2.500 12.500 25.000 15.000
180.000 460.000 500.000 200.000 50.000 90.000 1.480.000
20 300 200 6
9.000 2.300 2.500 15.000
10 17 6 2 25 25 9
40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000
400.000 680.000 240.000 80.000 1.000.000 1.000.000 360.000 3.760.000 4.222.000 11.462.000
10 17 6 2 25 25 9
40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000
400.000 680.000 240.000 80.000 1.000.000 1.000.000 360.000 3.760.000 7.220.000
9.000
25.324.200 13.862.200 2.20 3.00 2.58
4.195
3.000
12.585.000 5.365.000 1.74
2.814
180.000 690.000 500.000
90.000 1.460.000
Sumber : data primer diolah Rata-rata produksi benih yang dihasilkan sebanyak 2.814 kg/ha dengan harga aktual Rp. 9.000/kg, sehingga memperoleh keuntungan sebesar Rp. 13.862.200 B/C rasio : 2,20 lebih besar jika dibanding dengan produksi gabah konsumsi yaitu 4.195 kg/ha dengan harga aktual Rp. 3.000/kg dengan keuntungan sebesar Rp. 5.365.000, B/C rasio 1,74. Dengan tambahan biaya dan pendapatan, maka diperoleh nilai MBCR sebesar Rp. 3.00 artinya setiap tambahan Rp. 1.000 untuk merubah usahatani padi dari produksi gabah konsumsi menjadi produksi benih padi diperoleh tambahan keuntungan sebesar Rp. 3.000. Nilai Keuntungan Bersih (NKB) untuk usaha penangkaran sebesar 2,58 berarti usaha perbenihan padi mampu meningkatkan pendapatan sebanyak 2,58 kali dibanding memproduksi gabah konsumsi. Hasil analisa titik impas produksi (TIP) dan titik impas harga (TIH) usahatani produksi benih dan usahatani gabah konsumsi disajikan pada Tabel 3.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
205
Tabel 3. Analisis titik impas produksi (TIP) dan titik impas harga (TIH) usahatani produksi benih dan produksi gabah konsumsi. Uraian
Produksi benih padi
Produksi gabah konsumsi
Total biaya (Rp)
11.462.000
7.220.000
Produksi (kg/ha)
2.814
4.195
Harga aktual (Rp/kg)
9.000
3.000
TIP (Kg/ha)
1.274
2.407
TIH (Rp/kg)
4.073
1.721
Analisis TIP dan TIH dilakukan untuk mengetahui hubungan antara harga penerimaan dan volume produksi (Jumakir dan Abdullah Taufiq, 2010). Produksi dan harga impas perbenihan masing-masing 1.274 kg/ha dan Rp.4.073/kg, nilai impas keduanya berada dibawah niali produksi dan harga aktual berarti produksi benih padi yang dilakukan memberikan nilai tambah dan layak untuk dilakukan. Begitu pula pada usahatani produksi gabah konsumsi pada tingkat produksi 2.407 kg selama harga berada di atas Rp. 1.721/kg maka usaha produksi gabah konsumsi juga layak dilakukan.
1.
Kesimpulan Analisa terhadap produksi gabah kering benih juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata dan hasil tertinggi diperoleh pada vareitas Ciherang (3.252,34 kg/ha) disusul berturut-turut Inpari 13 (3.092,34 kg/ha), Mekongga (2.930,68 kg/ha), Cigeulis (2.486,40 kg/ha) dan
2.
Ciliwung (2.307,25 kg/ha). Produksi benih yang dihasilkan sebanyak 2.814 kg/ha dengan harga aktual Rp. 9.000,00/kg, sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp. 13.862.200, B/C rasio : 2,20, sedangkan produksi gabah konsumsi yaitu 4.195 kg/ha dengan harga aktual Rp. 3.000/kg diperoleh keuntungan
3.
sebesar Rp. 5.365.000, B/C rasio 1,74. Hasil analisa ekonomi menunjukkan bahwa usahatani produksi benih padi layak dilakukan, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai MBCR sebesar 3,00 serta TIP dan TIH masing-masing
4.
1.274 kg/ha dan Rp.4.073/kg. Penangkaran benih padi dapat dijadikan salah satu bentuk agroindustri perbenihan padi dikelompok tani desa Setanggor kecamatan Praya Barat, kabupaten Lombok Tengah.
Daftar Pustaka Abdurrachman, S. 2004. Teknologi Budidaya Padi Type Baru. Makalah disampaikan pada Pelatihan Pengembangan Varietas Unggul Tipe Baru (VUTB) Fatmawati dan VUB Lainnya, 31 Maret – 3 April 2004 di Balitpa. Sukamandi. Adnyana, M.O. dan K. Kariyasa.1995. Model Keuntungan Kompetitif Sebagai Alat Analisis Dalam Memilih Komoditas Unggulan Pertanian. Informatika Penelitian. Vol 5 (2), 1995. Badan Litbang Pertanian Jakarta. Aribawa IB dan Kariada IK, 2006. Pengaruh Sistem Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa varietas Padi Sawah di Subak Babakan, Tabanan Bali. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali.
206
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB. 2010. Rencana Strategis (RENSTRA) BPTPNTB tahun 2010-2015. Darmawan, Wage Ratna Rohaeni dan Heru Susanto, 2011. Kinerja Teknik Demfarm Padi Sawah Legowo 2 : 1 MK I 2011 di Desa Tambi Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu. Prosiding Semnas. Pemberdayaan Petani Melalui Inovasi Teknologi Spesifik Lokasi. Kerjasama BPTP Yogyakarta dengan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Jurusan Penyuluhan Pertanian Yogyakarta. Debertin, D.L. 1986. Agricultural Production Economics. McMilllan Publ. Co. New York. Dinas Pertanian Tanaman Pangan NTB. 2015. Program Pengembangan dan Peningkatan Produktivitas Padi dan Palawija. Mataram. Endrizal dan Julistia Bobihoe. 2010. Pengujian Beberapa Galur Unggulan Padi Dataran Tinggi Di Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Volume 13 Nomor 13, November 2010. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Bogor. https ://www.google.co.id : Juhari S.P. Blog : Penanaman Padi Tandur Jajar Cara Legowo Padi Lahan Sawah. Jumakir dan Abdullah Taufiq, 2010. Kajian Teknologi Budidaya dan Kelayakan Ekonomi Usahatani Kedelai Dengan Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu di Lahan Pasang Surut Jambi. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Volume 13 Nomor 1, Maret 2010. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Bogor. Kasijadi, F dan Suwono. 2001. Penerapan Rakitan Teknologi Dalam Peningkatan Daya Saing Usahatani padi di Jawa Timur. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 4 (1) Januari 2001. Puslitbang Sosek Pertanian. Bogor. Lalu Wirajaswadi. 2010. Laporan Pendampingan SL-PTT Padi. Kementerian Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB. Mataram. Made J. Medaya, Satoto, Priatna Sasmita, Yuliantoro Baliadi, Agus Guswara dan Suharna, 2014. Deskripsi Varietas Unggul Baru Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Malian, H.A., A. Jauhari, dan M.G. Van Der Veen. 1987. Analisis Ekonomi Dalam Penelitian Sistem Usahatani. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Nugraha. 2008. Sistem Perbenihan Padi. Padi Inovasi Teknologi Produksi. Buku 2. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Rahman, B. dan A. Saryoko. 2008. Analisis Titik Impas dan Laba Usahatani Melalui Pendekatan Pengelolaan Padi Terpadu di Kabupaten Lebak- Banten. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 11 (1) : 54-60. Samuelson, P.A. and W.D. Nordhaus. 1995. Mikro Ekonomi. Erlangga. Jakarta. Suryana dan U.H Prajogo. 1997. Subsidi Benih dan Dampaknya Terhadap Peningkatan Produksi Pangan. Kebijaksanaan Pembanguan Pertanian. Analisis Kebijaksanaan Antisipatif dan
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
207
Responsif. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Susilawati, M. Sabran, Rahmadi Ramli, Deddy Dajuhari, Rukayah dan Koesrini. 2005. Pengkajian Usahatani Terpadu Padi-Kedelai/Sayuran-Ternak di Lahan Pasang Surut. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Volume 8 (2): 176-191. Suwarno, B. Suprianto, Satoto, B. Abdullah, U.S Nugraha dan I.N Wisiarta, 2003. Panduan Teknis Produksi Benih dan Pengembangan Padi Hibrida dan Padi Tipe Baru. Penyunting Djuber Pasaribu dan Hermanto. Departemen Pertanian : 29 hal. Swastika, DKS. 2004. Beberapa Teknik Analisa Dalam Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Volume 7, Nomer 1. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Syamsiah, I. Azwir, A. Sahar, dan Z. Irfan. 2002. Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu. Laporan Akhir Kegiatan. BPTP Sumatera Barat Tahun 2002.
208
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016