Potensi Cuka dan Ter dari Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Tempurung Kelapa untuk Mengendalikan Penyakit Hawar Daun (Xanthomonas oryzae pv oryzae) pada Padi Yanetri Asi Nion, Adrianson Agus Djaya, dan Fajar Triyanto Program Studi Agroteknologi, Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta, Universitas Palangka Raya, Jl. Yos Sudarso, Palangka Raya, telp. 05363222664 E-mail:
[email protected] Abstrak Penggunaan cuka dan ter dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan tempurung kelapa telah dicoba untuk menekan penyakit hawar daun padi Xanthomonas oryzae pv oryzae (Xoo) pada bulan Mei-September 2015 di Kalampangan, Kalimantan Tengah. Dosis yang cuka dan ter yang digunakan adalah 0,25% dan varietas padi yang digunakan adalah Impara 3. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan: B0=Kontrol (tanpa perlakuan), B1= Kontrol penyakit (menggunakan patogen saja), B2=Cuka kayu dari tempurung kelapa dan patogen, B3= Cuka kayu dari TKKS dan patogen, B4= Ter dari tempurung kelapa dan patogen, dan B5= Ter dari TKKS dan patogen, tiap perlakuan ada 3 ulangan. Hasil menunjukan bahwa tidak ada pengaruh pada pertumbuhan tinggi dan rata-rata jumlah anakan padi tetapi berpengaruh terhadap intensitas serangan dan produksi gabah. Perlakuan yang baik adalah perlakuan ter dimana tidak ada perbedaan antara ter dari TKKS atau tempurung kelapa. Ter dapat menekan perkembangan penyakit sampai 14% dan meningkatkan produksi gabah sampai 27% lebih tinggi dibanding perlakuan kontrol yang hanya diberi patogen. Kata kunci: cuka, padi, tandan kosong kelapa sawit, tempurung kelapa, ter, Xanthomonas oryzae pv oryzae Pendahuluan Salah satu penyakit utama yang sering menyerang pertanaman padi adalah penyakit Hawar Daun Bakteri (BLB) atau disebut penyakit Kresek. Penyebab penyakit hawar daun bakteri adalah bakteri patogen Xanthomonas oryzae pv oryzae (Xoo). Secara ekonomis penyakit ini dapat menyebabkan kehilangan hasil yang cukup tinggi, terutama pada musim hujan, mencapai 20,635,6%, sedangkan pada musim kemarau dapat mencapai 7,5-23,8% (Suparyono dkk.,dalam BBPOPT 2007). Biopestisida alternatif yang masih jarang diteliti adalah penggunaan cuka kayu dari tempurung kelapa dan TKKS (tandan kosong kelapa sawit). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa cuka kayu dapat mengendalikan hama menurut Wiyantono dan Endang (2009), ulat krop kubis (Crocidolomia pavonana) dan penyakit busuk putih akibat jamur Coriolus versicolorm dan busuk coklat akibat jamur Gloeophyllum trabeum (Chen dkk., 2012 dalam Mela et al., 2013). Alternaria mali (Jung, 2007 dalam Mela et al., 2013), Rhizoctonia solani, Sclerotium oryzae, Helminthosporium maydis, pythium sp., Colletotrichum gloeosporioides dan Choanephora cucurbitarum (Chalermsan dkk., 2009 dalam Mela et al., 2013). Tiilikkala et al., (2011) melaporkan bahwa ter produk dari asap cair dengan dosis berkisar 0.25%-1% dapat menghambat perkembangan hama seperti hama siput, aphid, dan dapat menekan perkembangan jamur seperti jamur pada kayu (Cylindrobasidium evolvens, Libertella sp., Stereum hirsutum dan Chondrostereum). Masih sedikit penelitian yang melaporkan bahwa ter dari asap cair dapat mengendalikan patogen yang disebabkan oleh bakteri sehingga penggunaan ter untuk mengendalikan penyakit HDB padi menarik untuk penting diteliti. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
63
Umumnya, untuk membuat cuka kayu dan ter menggunakan teknik pirolisis. Pirolisis merupakan proses pemecahan lignoselulosa oleh panas dengan oksigen yang terbatas dan menghasilkan gas, cairan dan arang yang jumlahnya tergantung pada jenis bahan, metode, dan kondisi dari pirolisisnya (Girard, 1992). Pembuatan arang dengan teknik pirolisis merupakan proses pembakaran bahan kayu dengan suhu tinggi (150-3000 °C) dalam wadah atau tempat kedap udara yang dilengkapi dengan alat kondensor. Asap yang dihasilkan dari pembakaran tidak dilepaskan ke udara, tetapi dijebak dan didinginkan atau dikondensasi sehingga akan terbentuk cairan hitam yang di dalamnya terdapat asap cair/cuka kayu, ter, arang, dan minyak nabati (Jamilatun dan Setyawan, 2014). Potensi limbah tempurung kelapa dan hasil pengolahan kelapa sawit berupa TKKS sangat melimpah di Indonesia begitu juga di Kalimantan Tengah. Kapasitas produksi kelapa sawit 1,95 ton.ha-1 dan kapasitas produksi kelapa 1,55 ton.ha-1 (Dinas Perkebunan, 2015). Pemanfaatan limbah tempurung kelapa dan limbah kelapa sawit untuk dijadikan cuka kayu dan ter menggunakan teknik pirolisis sangat besar sehingga apabila limbah tersebut dimanfaatkan untuk membuat cuka kayu dan ter yang dapat mengendalikan penyakit tanaman, maka penelitian ini menyumbangkan kontribusi besar dalam pertanian organik berkelanjutan. Masih sedikitnya referensi yang menggunakan cuka kayu dan ter untuk mengendalikan penyakit, membuat penelitian ini menjadi menarik untuk mengetahui potensi dalam mengendalikan penyakit hawar bakteri daun pada padi. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui potensi penggunaan cuka dan ter dari tandan kosong kelapa sawit dan tempurung kelapa dalam menekan penyakit hawar daun bakteri dan pengaruhnya terhadap hasil gabah pada tanaman padi.
Metodologi Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan selama 5 bulan mulai bulan Juni sampai bulan Oktober 2015, bertempat di Jalan Kahuripan Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sabangau, Kota Palangka Raya dan Laboratorium Manajemen Hutan, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya. Pembuatan cuka kayu dan ter dari tandan kosong kelapa sawit dan tempurung kelapa Tandan kosong dan tempurung kelapa dijemur sampai kering, kemuidna dibakar dengan teknik pirolisis dengan muffle furnace pada suhu 300 °C selama 2 jam. Pembakaran bahan baku secara terpisah. Hasil pembakaran tersebut menghasilkan biochar juga uap atau asap cair. Uap yang keluar dari hasil pengovenan ini ditampung. Asap cair tersebut disimpan dalam botol dirigen tertutup. Disimpan di tempat teduh, tidak terkena sinar matahari dan disimpan 2 minggu sehingga terfermentasi secara alami. Lapisan paling atas berwarna kekuningan merupakan minyak yang bisa digunakan sebagai bahan bakar. Lapisan bawah ter (berwarna hitam pekat) dan lapisan tengah adalah cuka kayu yang siap digunakan untuk biopestisida. Cuka kayu dan ter diambil dengan menggunakan alat jarum suntik. Penanaman padi dan pemeliharaan Media tanam berupa tanah sulfat masam yang diambil dari kebun petani di daerah kelurahan Hampatung, Kecamatan Kapuas Hilir, Kabupaten Kapuas. Tanah dimasukkan ke dalam ember
64
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
plastik berdiameter 40 cm, sebanyak 7 kg tanah untuk setiap ember. Tanah dalam pot dilumpurkan dengan menambahkan air secukupnya, kemudian diaduk-aduk sampai terbentuk lumpur diinkubasi selama 2 minggu. Penanaman bibit padi varietas inpara 3, berumur 10 hari di pindah tanamkan ke dalam pot dengan (3) tiga bibit per pot. Sepertiga bagian pupuk N dan seluruh P dan K diberikan pada saat 2 minggu sebelum tanam, 2/3 bagian pupuk N berikutnya diberikan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah tanam (HST) dengan dosis pupuk Urea, SP-36 dan KCl masing-masing sebanyak 0,70; 0,44 dan 0,44 g/pot (masing-masing setara dengan 200, 125 dan 125 kg/ha). Dilakukan setelah tanaman menunjukkan kondisi masak panen, sekitar umur 127 hari sehingga panen dilakukan secara bersamaan antar pot. Perlakuan Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan: B0=Kontrol (tanpa perlakuan), B1= Kontrol penyakit (menggunakan patogen saja), B2=Cuka kayu dari tempurung kelapa dan patogen. B3= Cuka kayu dari tandan kosong kelapa sawit dan patogen, B4= Ter dari tempurung kelapa dan patogen, dan B5= Ter daritandan kosong kelapa sawit dan patogen, tiap perlakuan ada 3 ulangan. Cuka atau ter baik dari TKKS maupun tempurung kelapa diaplikasikan pada tanaman dengan dosis 0,25%. Aplikasi cuka atau ter pada tanaman padi dengan cara disemprotkan pada umur 4 minggu setelah tanam (MST) dan selanjutnya dilakukan setiap 1 minggu sekali yang dilakukan pada sore hari yaitu sekitar pukul 15.00-17.00 WIB. Isolat patogen Xoo ras III, diperoleh dari Balai Besar Penelitian Padi, Sukamandi, Jawa Barat. Isolat patogen diperbanyak pada media nutrient broth cair (diencerkan 1/10) selama dua hari sehingga mendapatkan kepadatan populasi 108 cfu/mL. Proses inokulasi dilakukan pada tanaman umur 4 MST saat fase vegetatif tanaman, dengan metode pengguntingan daun (Clipping method) untuk melukai daun padi yang akan diinfeksi dengan bakteri Xoo Ras III. Pengguntingan semua ujung daun sepanjang 5-10 cm dilakukan dengan gunting steril yang sudah dicelupkan ke dalam suspensi bakteri. Inokulasi dilakukan menjelang sore hari untuk menghindari panas terik dan penguapan tinggi, yaitu pada pukul 15.0017.00 WIB. Variabel pengamatan Variabel pengamatan yang diamati adalah sebagai berikut: Intensitas serangan penyakit dari umur 6 sampai 14 MST (minggu setelah tanam), tinggi tanaman (cm), jumlah anakan, jumlah anakan padi dan bobot gabah kering per rumpun padi. Hasil dan Pembahasan Intensitas serangan penyakit Varietas padi yang dipakai dalam penelitian ini sengaja dipakai varietas padi Inpara 3, karena varietas ini sesuai untuk lahan pasang surut yang ada di Kalimantan Tengah, tetapi varietas ini tidak tahan terhadap serangan penyakit hawar daun bakteri. Ras patogen yang dipakai untuk menginfeksi tanaman juga adalah ras patogen yang paling ganas untuk dataran rendah dari koleksi yang diambil dari Balai Besar Penelitian Padi, Sukamandi, Jawa Barat, yaitu ras III.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
65
Fakta yang ada memang membuktikan kerentanan padi Inpara 3 dan keganasan ras III ini, walaupun pada perlakuan kontrol (Bo) yang sengaja tidak diinfeksi penyakit dan tanpa diberi perlakuan apapun ternyata padinya juga terinfeksi oleh bakteri X. oryzae pv oryzae, hal ini karena jarak ember yang digunakan dengan pot yang terinfeksi penyakit cukup dekat yaitu sekitar 15 cm. Penyebaran pada tanaman lain akan sangat cepat melalui gesekan antar daun, angin, dan air. Walaupun terlihat semua perlakuan yang dipakai untuk menekan perkembangan penyakit termasuk kategori rentan, tetapi terlihat ada potensi penggunaan ter (0,25%) dalam menekan serangan penyakit terlihat lebih baik dibanding penggunaan cuka, yaitu dapat menekan sampai 14% yang terlihat jelas pada umur 14 MST (Gbr. 1 dan 2). Hal ini senada dengan pernyataan Tiiilikkala et al., 2011 bahwa ter diketahui dapat menghambat pertumbuhan jamur yang merusak kayu dengan dosis 10-30%, yaitu jamur Cylindrobasidium evolvens, Libertella sp.,Stereum
Intensitas Serangan (%)
hirsutum dan Chondrostereum, juga penyakit hawar daun pada kentang (Phytophthora infestans). 120
Bo (Kontrol)
100 80 60
B1 (Kontrol penyakit)
40
B2 (Cuka Kelapa)
20
B3 (Cuka TKKS)
0
6
8
10
12
14
Gambar. 1 Intensitas serangan penyakit pada padi dari umur 6-14 MST Senyawa pada cuka dan ter mengandung banyak asam fenolat dan asam organik yang dapat menghambat pertumbuhan mikrob. Nikhom dalam Burnette (2013) melaporkan bahwa hasil cuka kayu per metrik ton (2.200 lbs.) Dari kayu kering air 314 kg (690,8 lbs.). produk tersebut mengandung sekitar 200 komponen, antara lain alkohol (metanol, butanol, amylalcohol), asam asetat, format, propioinic, valerat, zat netral seperti formaldehida, aseton, furfural, valerolactone, fenol (siringol, kresol, fenol), zat dasar seperti amonia, metil amina, piridin. Senyawa fenolik diketahui memiliki sifat membran-aktif terhadap mikroorganisme yang menyebabkan kebocoran konstituen sel, termasuk protein, asam nukleat, dan ion anorganik seperti kalium atau fosfat (Johnston et al., 2003). Senyawa ini dapat menyebar melalui membran sitoplasma meningkatkan permeabilitas. Pengukuran tingkat pemakaian metabolit ini (Menggunakan metode potensiometri atau spektrofotometri) telah digunakan untuk beberapa waktu untuk memantau kerusakan membran sel (Denyer dan Hugo, 1991). Lu et al. (2011) menjelaskan dalam makalahnya bahwa mekanisme asam organik untuk menghambat mikrob adalah dengan melakukan perubahan aktivitas metabolisme interseluler pada bakteri, mengganggu integritas membran sel, termasuk fosforilasi protein (sinyal selular), sintesis flagellar dan rotasi, dan transportasi nutrisi, terjadinya difusi dari asam organik terprotonasi melalui membran sel diikuti oleh disosiasi intraseluler asam dapat mengakibatkan pengasaman sitoplasma dan anion asam intraseluler yang pada akhirnya dapat mengganggu proses metabolisme sel dan terjadinya homeostasis pH. Selain itu, asam organik menggakibatkan perubahan konformasi enzim dan ganggunan metabolik, contohnya Benzoat daapt menipiskan glikolisis
66
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
anaerobik sehingga terjadi deplesi ATP, akumulasi asam fumarat pada intrasel dapat mengubah metabolisme sel.
Gambar. 2. Intensitas serangan penyakit pada pada umur 14 MST. Walaupun perlakuan yang menggunakan ter pengaruh penekanan perkembangan penyakit ini masih rendah tetapi diduga dapat ditingkatkan pengaruhnya dengan pemakaian dosis yang lebih besar misalnya menjadi 1%. Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan Berdasarkan hasil pengamatan ternyata tidak ada perbedaan yang nyata antar semua perlakuan dari sejak bibit padi ditanam sampai umur 8 MST. Hal ini diduga karena inokulasi patogen dilakukan setelah tanaman agak dewasa yaitu umur 4 MST, sehinggga tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi dan jumlah anakan (Gbr.3). Seandainya serangan sudah dimulai pada awal penanaman, maka serangan akan lebih berat dari pada yang ada sekarang. Pengaruh secara nyata, lebih terlihat pada serangan yang ada pada daun, karena menurut Ou (1985) dan Lang et al. (2010) mekanisme serangannya adalah sel bakteri Xoo masuk ke dalam jaringan tanaman melalui pori-pori atau stomata pada daun, atau lewat celah/retakan yang terjadi akibat pertumbuhan tanaman, seperti munculnya akar. Setelah masuk ke jaringan tanaman, bakteri lalu memperbanyak diri atau tumbuh, kemudian menyerang sistem vaskuler tanaman. Cairan yang mengandung bakteri akhirnya keluar ke permukaan daun pada daerah yang terbentuk lesi/luka. Pada helaian daun, cairan bakteri akan terlihat seperti embun susu. Selanjutnya, lesi akan berubah menjadi kuning keputihan dan daun mengering. Pada tanaman dewasa, daun akan kuning pucat (Gbr.4).
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
67
Bo (Kontrol) B1 (Kontrol Negatif) B2 (Cuka Kelapa)
0
2
4
6
Anakan
Tinggi (cm)
Anakan
Tinggi (cm)
Anakan
Tinggi (cm)
Anakan
Tinggi (cm)
Anakan
B3 (Cuka TKKS) Tinggi (cm)
120 100 80 60 40 20 0
B4 (Ter kelapa) B5 (Ter TKKS)
8
Gambar. 3. Tinggi tanaman dan rata-rata jumlah anakan padi sampai umur 8 MST.
Gambar. 4. Tanaman padi pada umur 13 MST Bobot gabah kering per rumpun (g) Penelitian ini dapat dikatakan merupakan penelitian pertama yang belum pernah digunakan orang, dimana ternyata menggunakan ter dari TKKS dan tempurung kelapa dapat menghambat penyakit hawar daun bakteri dan ternyata dapat meningkatkan produksi padi. Hasil gabah kering per rumpun senada dengan data yang ditunjukan dalam intensitas serangan penyakit dimana perlakuan yang menggunakan ter lebih baik produksi gabahnya dibanding yang menggunakan perlakuan cuka. Ter dari kelapa dan TKKS lebih tinggi produksi gabahnya dibanding kontrol negatif yaitu masing-masing lebih tinggi 27% dan 25%, sedang cuka dari kelapa lebih tinggi 10%, sedangkan cuka dari TKKS justru paling rendah dari semua perlakuan (Tabel 1). Uswatun et al., 2012 mengatakan bahwa komposisi ter dari tempurung kelapa mengandung 79 komponen dimana ter encer mengandung fenol 16,4%, hidrokarbon 12,4%, fenolik 27,6%, oksigenat 53,6%, asam asetat 3%, dan ter kental mengandung 18 komponen antara lain mengandung fenol 31,2%, asam laurat 6%, fenolik 27,6% dan oksigenat 35,3%. Dari komposisi ini terlihat bahwa ter mengandung senyawa yang dapat menghambat perkembangan patogen seperti senyawa fenolik dan asam organik.
68
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Perkembangan patogen yang terhambat menyebabkan produksi gabah lebih tinggi, sehingga perlakuan yang menggunakan ter dari kelapa lebih baik produksinya dibanding kontrol negatif, yaitu padi yang hanya diinfeksi oleh patogen xoo. Tabel 1. Rata-rata hasil bobot gabah kering per rumpun tanaman padi saat panen umur 103 hst Perlakuan Bo (Kontrol) B1 (Kontrol Negatif) B2 (Cuka Kelapa) B3 (Cuka TKKS) B4 (Ter Kelapa) B5 (Ter TKKS)
Bobot gabah kering per rumpun (g) 48,78 b 19,66 ab 24,64 ab 10,15 a 32,98 b 32,03 b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT taraf α 5%.
Kesimpulan dan Saran Penggunaan ter dari tandan kosong kelapa sawit dan tempurung kelapa berpotensi untuk menekan perkembangan patogen xoo dan berpengaruh terhadap peningkatan produksi gabah padi. Perlakuan selanjutnya disarankan agar dosis penggunaan ter dapat ditingkatkan lebih tinggi dari pada 0,25%. Daftar Pustaka Balai Besar Peramalan Organisme Penggangu Tumbuhan. 2007. Efektivitas Bakteri Antagonis Corynebacterium terhadap HDB/kresek. www.bbpoptjatisari.com. Akses 22 Maret 2015 Burnette, R., 2013. An introduction to wood vinegar. Technical Note 77. Echo ommunity. 17391 Durrance Road, North Fort Myers, Florida 33917, USA. Denyer, S.P., Hugo, W.B., 1991. Mechanism of Action of Chemical Biocides – their Study and exploitation Blackwell Publishing. UK, London. Dinas Perkebunan Kalimantan Tengah. 2015. Statistik Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah Angka Sementara Tahun 2013 Girard, J.P. 1992. Technology of Meat and Meat Products. New York. Ellias Howard Ltd. Jamilatun, S. dan M. Setyawan. 2014. Pembuatan karbon aktif dari tempurung kelapa dan aplikasinya untuk penjernihan asap cair . Spektrum Industri. J. 12:1-112. Johnston, M.D., Hanlon, G.W., Denyer, S.P., Lambert, R.J.W., 2003. Membrane damage to bacteria caused by single and combined biocides. Journal of Applied Microbiology 94, 1015–1023. Lu, H. J., F. Breidt , JR., I. M. Pe´ Rez-Di´Az, and J. A. Osborne. 2011. Antimicrobial Effects of Weak Acids on the Survival of Escherichia coli O157:H7 under Anaerobic Conditions. Journal of Food Protection, Vol. 74, No. 6, 2011, Pages 893–898. Mela, E., Y. Arkeman, E. Noor, and N.A. Achsani. 2013. Potential Products of Coconut Shell Wood Vinegar.Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences. Vol 4(4):1480-1493.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
69
Tiilikkala, K., I. Lindqvist, M. Hagner, H. Setälä and D. Perdikis. 2011. Use of Botanical Pesticides in Modern Plant Protection, Pesticides in the Modern World - Pesticides Use and Management. M. Stoytcheva (Ed.). InTech. Croatia. Uswatun, H., B. Setiaji, Triyono, and C. Anwar. 2012. The chemical composition and physical properties of the light and heavy tar resulted from coconut shell pyrolysis. J. Pure App. Chem. Res.1:26-32.
70
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016