PENENTUAN MTBF (MEAN TIME BETWEEN FAILURE) SEBAGAI DASAR AKTIVITAS MAINTENANCE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI Shinta Listyani, Yudha Prasetyawan Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected] ;
[email protected]
ABSTRAK PT Indonesia Power merupakan penyedia tenaga listrik sistem Jawa-Bali terbesar se-Indonesiatetapi pertumbuhan produksi dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Lalu penurunan tersebut ditandai dengan faktor keandalan yakni prosentase EAF (Equivalent AvailabilityFactor) dan OAF (Operating AvailabilityFactor) yang menurun. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi serta tingkat keandalan PTIndonesia Power adalah kesiapan komponen part kritis yakni hotpart. Hotpart adalah serangkaian komponen turbin gas yang menerimaaliran panas tinggi seperti yang berfungsi mengubah energi panas menjadi energi mekanik pada turbin gas. Penggunaan hotpart yang melebihi usia pakainya akan mengakibatkan perfomansi produksi listrik menurun. Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan EOH (Equivalent Operating Hour), penentuan MTBF (Mean Time Between Failure), penentuan availability, dan melakukan analisa efisiensi penggantian hotpart yang tepat. Dari hasil penelitian didapatkan nilai EOH sebesar 7402 jam untuk combustor inspection, 9570 jamuntuk turbine inspection, 8088 jam untuk combustor++ inspection, dan 8444 jam untuk major inspection.Nilai MTBF terbesar terdapat padaturbine blade 3 dengan nilai 68897 jam. Kemudian dilakukan perencanaan penggantian hotpart sehingga pihak manajemen pemeliharaan dapat mengatur waktu pemesanan tanpa mengganggu jadwal pemeliharaan periodik. Kata kunci : Availability, EOH (Equivalent Operating Hour), Hotpart, MTBF (Mean Time Between Failure). ABSTRACT PT Indonesia Power is a the largest supplier electrical power for the Java-Bali-Indonesia but having problems with decreasing power production from year to year. The decreasing problems signed with a reliability factor both the percentage of EAF (Equivalent AvailabilityFactor) and OAF (Operating AvailabilityFactor) is decreasing. One of factor made a decrease production and level of reliability of PT Indonesia Power is a critical part components namely hotpart. Hotpart is a series of gas turbine components which receive the flow of high heat that function is converting heat energy into mechanical energy in the gas turbine. The usage of hotpart that exceeds the lifetime will be consequence a decreased electricity production perfomance and made cost expenditures grow higher because of unplanned hotpart replacement. In this research, determine EOH (Equivalent Operating Hour), determination of MTBF (Mean Time Between Failure, the determination of availability, and analysis efficiency replacement hotpart. From the research results obtained value of EOH is 7402 hours for combustor inspection, 9570 hours for turbine inspection, 8088 hours for combustor++ inspection, and 8444 hours for major inspection. The biggest value of MTBF (Mean Time Between Failure) is turbine blade 3 has a value of MTBF (Mean Time Between Failure) amounting to 68897 hours. Then do the planning replacement hotpart so the maintenance management can be set time order without disturb maintenance periodic planning. Keywords: Availability, EOH (Equivalent Operating Hour), Hotpart, MTBF (Mean Time Between Failure).
1.
Pendahuluan Berikut menjelaskan mengenai pendahuluan yang dilakukan diantaranya adalah latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian.
1.1 Latar Belakang PT Indonesia Power merupakan salah satu anak perusahaan PT PLN (Persero) dengan bisnis utama dibidang ketenagalistrikan, yang beroperasi melalui sejumlah unit pembangkit listrik dari berbagai macam energi primer seperti air, batubara, gas, minyak dan panas bumi. Berdasarkan Laporan Statistik (2009), PT Indonesia Power merupakan penyedia tenaga listrik terbesar se-Indonesia dengan realisasi 37,84% dari total perusahaan yang menyediakan tenaga listrik sistem Jawa-Bali. Realisasi produksi menurun dari tahun 2008 ke tahun 2009 yakni sebesar 42.355 MW menjadi 41.193 MW. Hal ini dapat mengindikasikan adanya permasalahan produksi Secara khusus realisasi pertumbuhan produksi dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Tahun 2010 realisasinya hanya 40.283, dan tahun 2011 direncanakan menurun sebesar 35.838. Selain itu, penurunan kinerja PT Indonesia Power dapat dilihat dari prosentase EAF (Equivalent Availability Factor) dan OAF (Operating Availability Factor) yang merupakan faktor keandalan. EAF tahun 2009 berkisar 95,63%,dan tahun 2010 turun menjadi 94,30%. Lalu OAF tahun 2009 adalah 96,06% dan menurun di tahun 2010 yakni 95,44% (Laporan Statistik, 2010). Penurunan produksi dan kinerja mengindikasikan adanya permasalahan dalam sistem produksi listrik. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi serta tingkat keandalan PT Indonesia Power adalah kesiapan komponen part kritis yakni hotpart. Adapun faktor lain yang menyebabkan penurunan produksi diantaranya adalah perawatan pada komponen turbin gas lain seperti fuel pump yang tidak dilakukan secara rutin sehingga menyebabkan kerusakan secara mendadak pada saat beroperasi. Hotpart adalah serangkaian komponen turbin gas yang menerimaaliran panas tinggi hasil pembakaran bahan bakar, yang terdiri dari combustor basket, transition
piece, vane segment serta turbine blade yang secara keseluruhan berfungsi mengubah energi panas menjadi energi mekanik pada turbin gas. Hotpart dipilih sebagai faktor utama dalam penurunan produksi dikarenakan hotpart merupakan komponen vital yang menghasilkan energi mekanik untuk memutar turbin gas. Kondisi hotpart sangat dipengaruhi oleh kondisi operasi turbin gas, diantaranya pengaruh akibat operasi menggunakan bahan bakar minyak dengan tingkat kontaminan yang tinggi, yang dapat menimbulkan adanya kotoran/deposit pada permukaan sudu tetap (vane segment) dan sudu putar (turbine blade) sehingga pada suhu operasi tertentu (>700ºC) deposit tersebut akan lelehdan merusak pelindung permukaan logam, serta proses tersebut terjadi secara berulang sehingga permukaan sudu tetap maupun sudu putar menjadi erosi dan korosi. Apabila tingkat kerusakan akibat erosi maupun korosi melebihi batas kriteria yang diijinkan oleh pabrikan, maka status komponen tersebut dinyatakan scrap atau reject dan perlu dilakukan penggantian, walaupun secara umur masih dalam batas yang diijinkan sehingga komponen ini dikatakan kritis. Hotpart sering dilakukan penggantian sebelum mencapai umur produknya. Penyebab korosi disebabkan oleh operasi menggunakan bahan bakar minyak dengan tingkat kontaminan yang tinggi, sehingga perlu dilakukan penggantian. Pada umumnya setiap perusahaan selalu mengganti komponen part sesuai dengan umur produknya (rekomendasi pabrikan) namun karena kondisi tertentu unit pembangkit yang bersangkutan sangat diperlukan oleh sistem ketenagalistrikan, maka harus dioperasikan walapun melebihi jam operasi (EOH) yang diijinkan, kondisi yang demikian juga memberikan kontribusi percepatan kerusakan pada komponen turbin gas. Setiap hotpart mempunyai umur produk yang berbeda-beda sehingga waktu penggantian juga akan berbeda-beda. Penggunaan hotpart yang melebihi umur produknya akan mengakibatkan perfomansi produksi listrik menurun dan konsekuensi pengeluaran biaya yang tidak sesuai akibat penggantian komponen part yang tidak terencana. 2
Perencanaan pemeliharaan eksisting selama ini masih belum membuat contigency plan dan hanya merencanakan kebutuhan komponen turbin gas sesuai batas umur yang direkomendasikan oleh pabrikan, sehingga apabila terjadi perubahan kondisi dilapangan pada saat pelaksanaan pemeliharaan periodik, mengalami kesulitan untuk menyiapkan penggantinya, kondisi yang demikian akan membawa konsekuensi pada 2 (dua) pilihan, antara lain komponen yang statusnya sudah melebihi batas yang diijinkan harus dipasang kembali dengan risiko kerusakan yang lebih besar atau harus menunggu kedatangan komponen pengganti dengan risiko kehilangan produksi/pendapatan. Indikator kesuksesan aktivitas maintenance adalah kesiapan mesin turbin gas dalam melakukan produksi listrik sehingga dapat menjual energi listriknya ke pihak selanjutnya. Sebagai manajemen perencanaan pemeliharaan bukan hanya berupaya melakukan jadwal perawatandengan rutin akan tetapi harus merencanakan dengan tepat kapan penggantian hotpart. PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Perak Grati bagian mekanik pada saat melakukan periodic inspection merasa kesulitan dalam melakukan penggantian hotpart dikarenakan ketersediaan hotpart yang minimum. Selain itu, pihak perencanaan pemeliharaankurang perhatian terhadap hotpart yang sudah melebihi lifetime-nya dikarenakan terlalu banyak komponen hotpart yang harus diganti dengan waktu penggantian yang berbeda-beda. Dalam melakukan pemesanan hotpart, pihak perusahaan tidak dapat melakukan order hotpart dengan cepat. Hal ini dikarenakan hotpart yang dibutuhkan berasal dari Jepang dan waktu pemesanan yang diinginkan oleh pihak supplier sekitar beberapa bulan sebelumnya (18 bulan). Contoh ketidaksiapan penggantian hotpart adalah pada major inspection G.T 1.2 penggantian vane segment row 3 sebanyak enam buah tidak jauh berbeda dari eksistingnya dikarenakan berasal dari gudang unit Grati yang expired dengan nilai EOH 54.726 (Laporan Major inspection G.T 1, 2011).
Operating Hour) sebagai acuan waktu penggantian hotpart yang sesuai dengan umur pakainya, menentukanMTBF (Mean Time Between Failure) sebagai dasar intervalaktivitas maintenance, menentukan availabilityinspection periodic, serta membuat perencanaanwaktu penggantian hotpart .
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, perumusan masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini adalah bagaimanamenentukan EOH (Equivalent
2. Metodologi Penelitian
1.3 Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menentukan EOH (Equivalent Operating Hour) sebagai acuan waktu penggantian hotpart yang sesuai dengan umur pakainya, menentukan MTBF (Mean Time Between Failure) yang dapat memprediksi laju kerusakan hotpart sehingga reliability-nya dapat dijaga, dan melakukan analisa efisiensi penggantian hotpart. 1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini adalahmemberikan saran pertimbangan kepada perusahaan mengenai permasalahan penggantian hotpartyang sesuai dengan waktu failure-nya yang akan diterima oleh perusahaan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini terdiri atas batasan dan asumsi. Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dilakukan di PT Indonesia Power Unit Grati bagian manajemen pemeliharaan, penelitian dibatasi hanya padahotpart turbin gas yang utama yakni terdiri atas : combuster basket, transition piece, vane segment 1,2,3, dan 4 serta blade 1,2,3,dan 4, penelitian dilakukan hanya pada inspection periodic G.T 1.2, perencanaan hotpart hanya dilakukan hanya sampai satu periode inspection periodic (combustor inspection, turbine inspection, combustor++ inspection, danmajor inspection), dan perencanaan penggantian hotpart hanya memperhatikan dari kondisi hotpart G.T 1.2. Sedangkan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini tidak terjadi perubahan kebijakan perusahaan selama proses pengambilan datak, kandungan bahan bakar sudah sesuai dengan spesifikasi Mitsubishi.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertama mengidentifikasi masalah dan tujuan yakni
3
mengidentifikasikan permasalahan yang saat ini sedang dialami oleh perusahaan tempat penelitian ini dilakukan, yakni permasalahan tentang pemakaian hotpart. Selain itu pada tahap ini juga dilakukan studi literatur dan studi lapangan untuk memperkaya pemahaman peneliti terhadap permasalahan waktu penggantian hotpart yang dilakukan dengan pengaplikasian teori – teori yang berhubungan dengan jam operasi, bath-up curve, model matematis keandalan, MTBF, availability, dan permodelan sistemsesuai literatur-literatur yang terkait. Setelah dilakukan tahap identifikasi masalah dan tujuan, tahap selanjutnya adalah tahap pengumpulan data yakni data start & stop bahan bakar pada gas turbin, waktu melakukan repair, dan data TBF (Time Between Failure). Kemudian tahap selanjutnya adalah tahap pengolahan data dilakukan pengolahan data dari hotpart yang nantinya akan menghasilkan informasi EOH, MTBF, serta availability yang menjadi dasar interval rata-rata waktu penggantian hotpart kemudian dilakukan perencanaan waktu penggantian hotpart. Tahap terakhir adalah analisis dan kesimpulan yakni setelah diperoleh perhitungan nilai EOH, MTBF, serta availability akan dilakukan analisis perhitungannya dan sensitivitas analisis dengan mengubah data yang sudah ada dan dilihat bagaimana pengaruhnya. Setelah itu dilakukan kesimpulan dan saran terhadap penelitian tugas akhir yang dilakukan. 3. Hasil Penelitian Berikut menjelaskan mengenai hasil penelitian yang dilakukan diantaranya adalah EOH, MTBF, availability, dan perencanaan penggantian hotpart.
Tabel 1 Data Start dan Stop Bahan Bakar pada Inspeksi Periodik No
Jenis Inspeksi
1 2 3 4
CI TI CI++ MI
EOH (Equivalent Operating Hour) 7402 jam 9570 jam 8088 jam 84444 jam
EOH terbesar didapatkan pada MI (Major Inspection) dikarenakan pengisian bahan bakarnya yang paling lama.
3.2 MTBF (Mean Time Between Failure) Pengolahan MTBF (Mean Time Between Failure )ini akan dilakukan dengan memasukkan TBF (Time Between Failure) setiap hotpart pada setiap inspection periodic ke dalam software Reliasoft Weibull++ Version 6 yang untuk mengetahui jenis distribusi kerusakan setiap hotpart. Tabel 2 merupakan jenis distribusi kerusakan setiap hotpart. Tabel 2 Jenis Distribusi Hotpart
Untuk perhitungan MTBF (Mean Time Between Failure) untuk setiap hotpart. Perhitungan ini dibantu menggunakan software MathCad 14. Tabel 3 merupakan perhitungan MTBF (Mean Time Between Failure). Tabel 3 MTBF (Mean Time Between Failure) Hotpart
3.1 EOH (Equivalent Operating Hour) Pengolahan EOH (Equivalent Operating Hour) ini akan dilakukan dengan memperhitungkan waktu bahan bakar masuk dan selesai diisi pada turbin gas, CF (Corection Factor), dan CDF (Cyclic Duty Factor) pada setiap inspection periodic. Berdasarkan persamaan (1) dihasilkan pengolahan EOH (Equivalent Operating Hour).
Pada setiap hotpart memiliki jenis distribusi kerusakan hotpart sama sehingga menghasilkan MTBF (Mean Time Between Failure) yang 4
berbeda-beda. MTBF (Mean Time Between Failure) terbesar dimiliki oleh turbine blade 3 dan MTBF (Mean Time Between Failure) terkecil dimilki oleh combustor basket dan transition piece. 3.3 Availability Pada Inspection Periodic Tabel 3 berikut ini menyajikan perhitungan availabilty setiap hotpart yaitu combustor basket, transition piece, vane segment 1, vane segment 2. Tabel 4 Hasil Perhitungan Availability Inspection Periodic
Availability
terbesar
didapatkan
pada
Gambar 2 Perencanaan Penggantian Tansition Piece
Perencanaan transition piece dilakukanpenggantian saat inspection periodic berikutnya dan dapat digunakan setelah mengalami repair
yaitu
combustor basket dan transition piece. 3.4 Perencanaan Penggantian Hotpart Pada perencanaan penggantian hotpart dilakukan dengan membuat jadwal kapan penggantian hotpart baik combustor basket, transition piece, vane segment, serta turbine blade dalam setiap inspection periodic.Berikut ini adalah gambar perencanaan penggantian hotpart.
Gambar 1 Perencanaan Penggantian Combustor Basket
Perencanaan combustor basket dilakukan penggantian saat inspection periodic berikutnya dan dapat digunakan setelah mengalami repair
Gambar 3 Perencanaan Penggantian Vane Segment 1
Perencanaan vane segment 1 dilakukan penggantian saat inspection periodic berikutnya dan dapat digunakan setelah mengalami repair
Gambar 4 Perencanaan Penggantian Vane Segment 2
Perencanaan vane segment 2 dilakukan penggantian saat hampir mendekati umur lifetime-nya.
5
Gambar 5 Perencanaan Penggantian Vane Segment 3
Perencanaan vane segment 3 dilakukan penggantian saat hampir mendekati umur lifetime-nya.
Gambar 6 Perencanaan Penggantian Vane Segment 4
Perencanaan vane segment 4 dilakukan penggantian saat hampir mendekati umur lifetime-nya.
Gambar 7 Perencanaan Penggantian Turbine Blade 1
Perencanaan turbine blade 1 dilakukan penggantian saat hampir mendekati umur lifetime-nya.
Gambar 8 Perencanaan Penggantian Turbine Blade 2
Perencanaan turbine blade 2 dilakukan penggantian saat hampir mendekati umur lifetime-nya.
Gambar 9 Perencanaan Penggantian Turbine Blade 3
Perencanaan turbine blade 3 dilakukan penggantian saat hampir mendekati umur lifetime-nya.
Gambar 10 Perencanaan Penggantian Turbine Blade 4
Perencanaan turbine blade 4 dilakukan penggantian saat hampir mendekati umur lifetime-nya. 4. Analisis Hasil Berikut menjelaskani analisis hasil penelitian yang dilakukan diantaranya adalah EOH, MTBF, availability, dan analisis perencanaan hotpart. 4.1 Analisa EOH (Equivalent Operating Hour)
6
Pada saat combustor inspection nilai EOH yang diperoleh sebesar 7402 jam. Nilai EOH tersebut didapat dari proses pengisian bahan bakar terjadi sebanyak 123 kali mulai dari 2 Juli 2006 hingga 2 September 2007. Bahan bakar yang digunakan oleh power plant untuk mengisi G.T 1.2 adalah hsd. CF (Corection Factor) untuk bahan bakar hsd asalah 1,25. Pada turbine inspection nilai EOH-nya adalah 9570 jam dengan 132 kali pengisian mulai dari 19 Desember 2007 sampai 3 Januari 2009. Bahan bakar yang digunakan adalah gas seperti yang dilakukan pada saat akan dilakukannya turbine inspection.. CF (Corection Factor) untuk bahan bakar hsd adalah 1,25. Pada combustor++ inspection nilai EOHnya adalah 8088 jam dengan 142 kali pengisian mulai dari 9 Februari 2009 sampai 17 April 2010. Bahan bakar yang digunakan oleh power plant untuk mengisi G.T 1.2 adalah gas dan minyak. Penggunaan bahan bakar yang berbeda akan mempengaruhi nilai OH-nya dikarenakan masing-masing (gas dan hsd) memiliki nilai yang berbeda dimana CF (Corection Factor) untuk bahan bakar gas adalah 1,125 dan hsd adalah 1,25. Semakin besar nilai OH (Operating Hour) maka nilai EOH (Equivalent Operating Hour) semakin besar. Nilai EOH pada saat major inspection adalah 8444 jam dengan 517 kali pengisian mulai dari 26 April 2010 sampai 14 Maret 2011. Bahan bakar yang digunakan oleh power plant untuk mengisi gas turbin G.T 1.2 adalah gas dan hsd. Untuk perhitungan CF seperti yang dijelaskan pada major inspection, CF (Corection Factor) untuk bahan bakar gas adalah 1,125 dan minyak adalah 1,25 sesuai dengan ketetapan dari pabrikan. 4.2 Analisa MTBF (Mean Time Between Failure) Sebelum dilakukan perhitungan MTBF, dicari distribusi waktu antar kerusakan masingmasing hotpart dan terdistribusi weibull untuk combustor basket, transition piece, vane segment 1 dan 4 serta turbine blade1,2, dan 4. Beta menyatakan kemiringan dan eta menentukan karakteristik life time. Karena beta > 1 maka laju kegagalannya akan bertambah seiring dengan bertambahnya waktu. Lalu hotpart yang terdistribusi lognormal adalah vane segment 1 dan 3 serta turbine blade3. Dari hasil perhitungan didapatkan MTBF terbesar didapatkan pada turbine blade 3
sehingga waktu penggantiannya paling lama dibandingkan dengan dengan hotpart yang lain. Untuk combustor basket dan transition piece dikarenakan pada inspeksi periodik harus dilakukan penggantian hotpart karena berdasar hasil perhitungan mengalami failure. Dikarenakan lifetime-nya masih lama hanya akan dilakukan repair. Hasil MTBF (Mean Time Between Failure) dapat dijadikan pertimbangan bagi perusahaan yakni PT Indonesia Power Unit Perak-Grati untuk melakukan perawatan terhadap hotpart. 4.3 Analisa Availability Availability merupakan ketersediaan jam operasi hotpart dalam menjalankan fungsinya. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan 81,34% untuk availability combustor basketdan transition piece. Lalu availability sebesar 88,13% didapatkan pada vane segment 1,Kemudian availability sebesar 93,45% dihasilkan pada vane segment 2.Semakin besar availability, semakin besar proporsi waktu sistem dalam keadaan siap beroperasi. Untuk combustor basketdan transition piece, proporsi kesiapannya lebih kecil dibandingkan hotpart yang lain dalam beroperasi. Lalu untuk hotpart lain availabilitynya cenderung turun dengan bertambahnya waktu tetapi tidak ada nilai yang signifikan dikarenakan hotpart selain combustor basket dan transition piece tidak mengalami repair sesuai dengan keadaan yang di lapangan tetapi langsung dilakukan penggantian. 4.4 Analisis Perencanaan Hotpart Untuk perencanaan combustor basket, transition piece, dan vane segment 1 dilakukan pembelian sebelum combustor inspection tahun 2012. Karena setelah combustor inspection akan dilakukan pemakaian combustor basket yang baru. Lalu pada turbine inspection akan dilakukan repair dikarenakan sudah mencapai waktu MTBF (Mean Time Between Failure) dan pada waktu setelah dilakukan CI++ akan digunakan kembali (reuse). Karena pada waktu turbine inspection tidak ada inventory maka akan menggunakan combustor basket yang baru dan pemesanannya pada waktu combustor inspection. Begitu seterusnya sampai combustor basket mendekati lifetime akan dilakukan scrap. Pada vane segment 2, akan dilakukan pemakaian vane segment 2 baru pada 7
combustor inspection. Kemudian dilakukan repair dan dipakai pada waktu combustor++ inspection dan pada waktu turbine inspection vane segment 2 mengalami scrap karena umurnya sudah mendekati lifetime, jika masih digunakan kembali akan mengganggu jalannya turbin gas karena hotpart tersebut sudah pada masa wear out jadi perfomancenya sudah tidak baik lagi. Pada vane segment 3, turbine blade 3, dan turbine blade 4 dilakukan pemakaian hotpart baru (vane segment 3, turbine blade 3, dan turbine blade 4) dan setelah major inspection diletakkan dalam gudang. Karena perencanaan ini hanya empat periode saja maka diletakkan di dalam gudang. Hotpart tersebut masih dapat digunakan hingga mendekati waktu MTBF (Mean Time Between Failure) dimana hotpart tersebut akan mengalami scrap. Pada vane segment 4 masih digunakan setelah major inspection dikarenakan umurnya belum mencapai MTBF (Mean Time Between Failure) dan pada combustor inspection akan dilakukan scrap karena umurnya sudah mencapai MTBF (Mean Time Between Failure) dan diganti dengan hotpart yang baru dan digunakan sampai batas MTBF (Mean Time Between Failure). Karena perencanaan hanya sampai empat periode saja maka setelah pemakaian akan diletakkan di gudang, apakah akan digunakan untuk periode selanjutnya atau untuk digunakan pada G.T yang lain sesuai dengan kebijakan perusahaan. Pada turbine blade 1 dan 2 pada major inspection dilakukan pemakaian hotpart (turbine blade 1 dan 2) baru dan akan dilakukan scrap pada saat sudah mencapai MTBF ((Mean Time Between Failure). Setelah dilakukan improvement, output daya aktual dibagi dengan standard output yang diinginkan perusahaan didapatkan nilai efisiensi sebesar 0,77 atau 77%. Dengan tercapainya efisiensi maka biaya untuk resiko kerusakan yang lebih besar atau harus menunggu kedatangan komponen pengganti dengan risiko kehilangan produksi atau pendapatan tidak akan terjadi. 4.5 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan pada parameter distribusi, availability, dan MTBF (Mean Time Between Failure)
4.5.1 Analisis Parameter Distribusi Analisis sensitivitas dilakukan pada parameter distribusi.Pada kondisi eksisting, parameter distribusi yakni beta lebih besar daripada 1. Kemudian pada analisa senstivitas dilakukan perubahan nilai beta kurang dari 1 yakni mencoba dengan nilai 0,95 dan untuk nilai eta tetap yakni 8523,512. Contohnya pada combustor basket hasil yang didapatkan terjadi perubahan nilai MTBF (Mean Time Between Failure) yang semakin besar yang artinya ratarata waktu failure hotpart menjadi lama yakni 8800 jam dimana kondisi eksistingnya 7848 jam. Ketika parameter distribusi yakni beta diubah nilainya menjadi 1, maka nilainya menjadi sama dengan eta sehingga failure-nya dikatakan konstan. MTBF (Mean Time Between Failure) yang diperoleh yakni 7848 jam. 4.5.2 Analisis Availability Analisis sensitivitas pada availabilitydilakukan dengan mengubah data yang ada. Data yang akan diubah yakni pada MTTR hotpart. Contohnya pada combustor basket, waktunya yang pada mulanya panjang diubah menjadi lebih pendek yakni 1200 hari dan didapatkan hasil dari 81,34% menjadi 86,74%. Semakin pendek waktu repair maka semakin tinggi nilai availability-nya sehingga proporsi kesiapan pada saat beroperasi menjadi lebih tinggi. 4.5.3 Analisis MTBF (Mean Time Between Failure) Analisis MTBF (Mean Time Between Failure) dilakukan dengan mengubah data TBF(Time Between Failure) sehingga akan berpengaruh terhadap jenis distribusi kerusakannya. Jika TBF (Time Between Failure)tetap (konstan) maka distribusi kerusakannya adalah ekponensial. Jika TBF(Time Between Failure)bernilai kecil maka akan menghasilkan MTBF (Mean Time Between Failure) yang bernilai kecil pula sehingga akan berpengaruh terhadap biaya penggantian komponen ataupun perbaikan komponen. 5. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dari penelitian ini adalah 1. Nilai EOH untuk masing-masing inspection periodic adalah nilai EOH untuk Combustor inspection sebesar 7402 jam, nilai EOH untuk Turbine inspection sebesar 8
2.
9570 jam, nilai EOH untuk Combustor++ inspection sebesar 8088 jam, dan nilai EOH untuk Major inspection nilai EOHnya 8444 jam. MTBF (Mean Time Between Failure) untuk: a.Combustor basket dan transition piece memiliki nilai MTBF (Mean Time Between Failure) sebesar sebesar 7848 jam untuk b. Vane segment yakni vane segment 1 memiliki nilai MTBF (Mean Time Between Failure) sebesar 12542 jam, untuk vane segment 2 memiliki nilai MTBF (Mean Time Between Failure) sebesar 29449 jam, vane segment 3 memiliki nilai MTBF (Mean Time Between Failure) sebesar 63361 jam, dan untuk vane segment 4 memiliki nilai MTBF (Mean Time Between Failure) sebesar 64767 jam. c.Turbine blade yakni turbine blade 1 memiliki nilai MTBF (Mean Time Between Failure) yakni 15423 jam, untuk turbine blade 2 memiliki nilai MTBF (Mean Time Between Failure sebesar 26426 jam, untuk turbine blade 2 memiliki nilai MTBF (Mean Time Between Failure) sebesar 68897 jam, dan untuk turbine blade 4 memiliki nilai MTBF (Mean Time Between Failure sebesar 50076 jam. 3. Perencanaan penggantian hotpart adalah a.Melakukan penggantian combustor basket dan transition piece baru pada saat combustor inspection dan dapat digunakan turbine inspection. b. Melakukan penggantian combustor basket, transition piece, vane segment 1, vane segment 2baru pada saat combustor inspection dan dapat digunakan turbine inspection c.Vane segment 3, vane segment 4, turbine blade 1, turbine blade 2, turbine blade 3, serta turbine blade 4 dapat digunakan hingga umurnya mendekati nilai MTBF (Mean Time Between Failure) Sedangkan saran dari penelitian ini adalah 1. Melakukan pencatatan secara detail dan berkesinambungan mulai dari hotpart
apa saja yang ada di gudang, yang di repair, dan yang akan diganti. 2. Penelitian ini dalam melakukan perencanaan hotpart hanya mempertimbangkan fungsi keandalan sehingga dapat dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek dari hal lain. 3. Hasil penelitian ini dapat dimasukkan dalam SOP perencanaan hotpart. 6. Daftar Pustaka Assauri, S (1993).Manajemen Produksi dan Operasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE-UI).Jakarta Buwana, Andhika Wira (2010).Analisa Keandalan Sebagai Dasar Optimasi Interval Waktu Pemeliharaan Pasa Sistem Fine Grinding Studi Kasus dI PT Central Proteinaprima.Tugas Akhir.Surabaya: ITS Jurusan Teknik Mesin. Chandra, Susanti. (2010).Perancangan Alat Bantu Pengambilan Keputusan Bagi Penjadwalan Pengerjaan Komponen Unserviceable Untuk Meminimumkan Keterlambatan.Tugas Akhir.Surabaya: ITS Jurusan Teknik Industri. Corder, A.S (1988).Teknik Manajemen Pemeliharaan. Penerbit Erlangga,Jakarta. Dana, Agung Surya (2009). Penentuan Interval Penggantian Komponen Pada Pearawatan Pencegahan Untuk Meminimalkan Biaya Total Per Jam Motor Grader 24 H.Tugas Akhir.Surabaya: ITS Jurusan Teknik Mesin. Ebelling, Charles E (1997). An Introduction to Reliability and Maintability Engineering.The McGraw-Hill Comapny Inc. Singapore Gasperz,V (1992).Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri.Tarsito.Bandung General Cologne Re. 2001.Equivalent Operating Hour. Newsletter. accessed 12 September 2011
Groover,Mikell P (2001).Otomasi Sistem Produksi dan Computer-Integrated Manufacturing. Prentice-Hall Inc. Bandung.Upper Saddle River, New Jersey J.O Catchpole , M.J Kelly, and C.Musgrave (1983). Reliability Growth of Gas Turbine Powered Compressor Unit. Applied Reliabilty Engineering 8 (1984) 235-254 Lewis,E.E(1996). Introduction To Reliability Engineering. John Willey&Son,Inc. Canada Mitsubishi (2003).Part Catalogue Mitsubshi Gas Turbine Model M701D.Jakarta Mitsubishi Heavy Industries, Ltd (2011).O&M Collaboration Gas Turbine Technical Seminar.Surabaya
9
Mitsubishi Corp (1997).Manual Book for Gas Turbine. Jakarta Moubray, John. (1997).Reliability-centered Maintenance II second edition.Industrial Press Inc.New York Priyanta, Dwi (2000).Keandalan dan Perawatan. Institut Teknologi Sepuluh November.Surabaya PT Indonesia Power (2009).Laporan Statistik.Jakarta PT Indonesia Power (2010).Laporan Statistik.Jakarta PT Indonesia Power Unit Grati (2011).Laporan Major Inspection14 Maret 2011 – 21 April 2011.Pasuruan Sudarsono (2009).Analisis Tentang Main Time Break Failure dari Bearing 6304 Pada CrankShaft Gasoline Engine. Jurnal Teknologi, Vol 2. 108-115 Wahyu Afifah Suryani (2010).Analisis Reliabilitas dan Optimasi Preventive Maintenance Pompa Tipe A di Area Polymerazation PT. TPC Indoplastic And Chemicals Gresik.Tugas Akhir.Surabaya: ITS Jurusan Statistika. Warsito, Eko.Penentuan Jam Operasi PLTG V.94.2 KWU Sebagai Guide Line Pelaksanaan Periodik Maintenance. weblog. accessed 17 September 2011. <(http://www.ccitonline.com/mekanikal/tikiview_forum_thread.php?comments_parentId= 29&forumId=35&display=print)> Yuliana (2010). Penentuan Interval Perawatan Berdasarkan Nilai MTBF dan Analisis Availabilitas Standby dengan Metode Continous Time Markov Chain di Sistem Karbamat Unit Area K-1 PT. Pupuk Kaltim. Tugas Akhir.Surabaya: ITS
10