ABSTRAK “ Karakteristik Penderita Penyakit Berbasis Lingkungan di Ruang Rawat Inap Kelas III Rsud. Lamaddukkelleng Sengkang Kabupaten Wajo Tahun 2013” 1
1
Musmulyadi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar, Indonesia
Penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat Indonesia karena merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian. Tingginya penyakit berbasis lingkungan antara lain penyakit disebabkan oleh faktor lingkungan serta perilaku hidup bersih dan sehat yang masih rendah. Tujuan Penelitian untuk mengetahui karakteristik penderitapenyakit berbasis lingkungan di ruang rawat inap kelas III RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Kabupaten Wajo Tahun 2013. Penelitian menggunakan survey deskriptif, dengan metode teknik penarikan secara purposive sampling. Populasi penelitian semua pasien yang datang berobat yang dirawat di ruang rawat inap kelas III RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Kabupaten Wajo tahun 2013berjumlah 2617 dengan sampel yaitu seluruh pasien yang menderita penyakit berbasis lingkungan yang berjumlah 639 orang. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penderita penyakit berbasis lingkungan paling banyak adalah Diare 357 (55,8%), selanjutnya TBC 208 ( 32,6%), DBD 36 (5,7%), ISPA 32 (5%), dan Malaria 6 (0,9%). Penyakit Diare paling banyak menyerang pada bayi (<1 tahun), penyakit TBC dan Malaria menyerang pada Usia Remaja dan dewasa (20-44 tahun), Penyakit DBD terbanyak pada usia anak-anak (5-9 tahun) dan Penderita ISPA pada Usia Balita (1-4 tahun). Disamping itu dari hasil penelitian diperoleh bahwa penyakit berbasis lingkungan menyerang terutama pada masyarakat yang tinggal di daerah Perkotaan, pendapatan yang masih kurang dalam mencukupi kebutuhan hidup dan tingkat Pendidikan yang masih rendah. Perlu perbaikan sanitasi dasar terutama pada air bersih yang dikomsumsi masyarakat agar lebih di perhatikan kebersihannya, pemberatasan penyakit, penyuluhan kesehatan sanitasi lingkungan, di samping pekerjaan yang layak dan pendidikan baik formal maupun non formal. Kata Kunci : umur, tempat,waktu, Pekerjaan, Pendidikan, Kesehatan Pendahuluan social change
Salah satu indikator tingkat kesejahteraan suatu masyarakat adalah status kesehatan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat antara lain faktor atau program pelayanan kesehatan, perilaku hidup sehat (gaya hidup/life style), faktor keturunan dan faktor lingkungan.Menurut HL Blum, faktor yang paling dominan dan sangat mempengaruhi derajat kesehatan manusia adalah faktor lingkungan manusia itu sendiri serta menurut teorinya pula dalam planning for health, development and application of
theory, bahwa faktor lingkungan berperan sangat besar dalam meningkatkan derajat kesehatan manusia. Sebaliknya, kondisi kesehatan masyarakat yang buruk, termasuk timbulnya penyakit menular.andil faktor lingkungan sangat besar (Anies, 2006). Organisasi kesehatan dunia (WHO, 1986) mengemukakan bahwa setiap kegiatan termasuk pembangunan disektor apapun wajib dilakukan kajian kesehatan lingkungan.Agaknya keyakinan bahwa lingkungan berperang penting dalam semua sektor atau bidang, telah disadari oleh
organisasi kesehatan sedunia ini (Anies, 2006). Keadaan lingkungan dapat dipengaruhi kondisi kesehatan masyarakat, banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan dan banyak pula penyakit dapat di mulai, didukung, ditopang serta dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan.Pada hakekatnya tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai salah-satunya unsur kesejahteraan umum.Pemerintah berupaya melakukan penanggulangan, pencegahan dan pemberantasan penyakit serta peningkatan kesehatan lingkungan terutama penyediaan senitasi dasar yang dimanfaatkan, dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakat dalam rangka perbaikan menyankut lingkungan hidup. Kondisi lingkungan yang belum memadai mengakibatkan angka kesakitan dan kematian yang disebabkan penderita penyakit berbasis lingkungan seperti pneumonia, diare, cacingan, malaria, DBD, TBC, dan ISPA masih tinggi dan cenderung meningkat.Upaya perbaikan mutu dan cakupan air bersih, limbah padat dan cair, pengaman dampak pencemaran lingkungan, pengendalian vektor hygiene makanan dan sanitasi tempat-tempat umum sangat menentukan keberhasilan penyakit berbasis lingkungan tersebut (Kusnopuranto, 2003). Penyakit-penyakit berbasis lingkungan tersebut masih merupakan penyebab utama kematian.Menurut UNICEF dan WHO tahun 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor dua pada balita di dunia, nomor tiga pada bayi dan nomor lima bagi sejumlah umur. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2006 mengungkapkan kejadian diare pada semua usia di indonesia adalah 423 per 1000 penduduk dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan
jumlah kematian 277 (CFR 2,52%), hasil survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2007 penyakit ISPA di Indonesia masih tinggi terutama pada anak dan balita menunjukkan bahwa proporsi kematian bayi akibab ISPA di Indonesia adalah sebesar 30,8% artinya dari 100 bayi meninggal, 30 diantaranya meninggal karena ISPA dan balita 22,8% atau sebesar 4,6 kematian per 1000 balita. Berdasarkan data WHO tahun 2006, memperkirakan pada saat ini Indonesia merupakan negara penyumbang kasus TBC terbesar ketiga di dunia setelah negara India dan Cina yang setiap tahunnya diperkirakan terdapat penderita baru sebanyak 262.000 orang (44,9%). Angka tersebut tersebut diyakini sangat memungkinkan apalagi dikaitan dengan kondisi lingkungan. Berdasarkan data dinas kesehatan propinsi Sulawasi Selatan tahun 2012 untuk penyakit diare tercatat sebanyak 346.446 kasus ditangani 242.041 kasus (69,86%). Penyakit ISPA sebanyak 74.100 kasus ditangani 10.035 kasus.penderitaTBC sebanyak 16.922 kasus serta penyakit DBD sebanyak 2.333kasus dan jumlah penderita malaria sebanyak 1.993 orang (Profil Dinkes Prop.Sul-Sel 2012) Berdasarkan data pasien rawat inap RSUD Lamaddukkelleng Sengkangyang terdiri dari rawat inap VIP, kelas 1, kelas II dan kelas III. Pada tahun 2012penyakit diare berjumlah 697 (75,7%) penderita, TBC berjumlah 112 (12,3%), penyakit ISPA berjumlah 56 (6%), DBD berjumlah 49 (5,3%), Malaria berjumlah 6 (0,7%). Pada tahun 2013 untuk penyakit diare 818 (59,1%), penyakit TBC bertambah jumlahnya menjadi 309 (22,3%), penyakit ISPA mengalami peningkatan dengan jumlah 99 (7,2%), penyakit DBD berjumlah 146 (10,6%) serta malaria berjumlah 11 (0,8%). (Data RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Kabupaten Wajo 2013).
Data pasien rawat inap Kelas III lingkungan yang ada di ruang rawat inap tahun 2012 penyakit diare 219 (59,3%), kelas III RSUD Lamaddukkelleng Sengkang penyakit TBC berjumlah 97 (26,3%), Kabupaten Wajo, karena dari tahun ketahun penyakit ISPAberjumlah 28 ( 7,5%), penyakit tersebut selalu meningkat. Metode Penelitian penyakit DBD berjumlah 21 (5,7%), Jenis penelitian ini adalah survey penyakit malaria berjumlah 4 (1,2%). Dan deskriptif tentang karakteristik penderita pada tahun 2013 penyakit diare berjumlah penyakit berbasis lingkungan di ruang rawat 357 (55,8%), penyakit TBC bertambah inap kelas III RSUD Lamaddukkelleng jumlahnya 208 (32,6%), penyakit ISPA Sengkang Kabupaten Wajo.Populasi dalam mengalami peningkatan dengan jumlah 32 penelitian ini adalah semua pasien yang (5%), penyakit DBD berjumlah 36 (5,7%), datang berobat dirawat di ruang rawat inap penyakit malaria berjumlah 6 (0,9). (Data kelas III RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Rawat Inap Kelas III RSUD Kabupaten Wajo tahun 2013 sebanyak 2.617 Lamaddukkelleng Sengkang, 2013). orang.Sampel dalam penelitian ini adalah Penyakit berbasis lingkungan masih seluruh pasien yang menderita penyakit tetap menjadi pola utama kesakitan berbasis lingkungan di ruang inap kelas III (Morbiditas) masyarakat Indonesia, ini RSUD Lamaddukkelleng Sengkang mengindikasikan rendahnya cakupan dan Kabupaten Wajo tahun 2013 berjumlah 639 kualitas dan intervensi kesehatan lingkungan orang dengan teknik penarikan secara terutama pada masyarakat pada umumnya purposive sampling yaitu dengan dan masyarakat kurang mampu pada melihatpenderita khusus untuk yang khususnya yang dirawat di kelas III.Dengan berpenyakit lingkungan.Cara pengumpulan melihat kondisi dan hal tersebut di atas, data diperoleh dari bagian rekam medik dan maka peneliti tertarik untuk mengadakan bagian administrasi RSUDLamaddukkelleng penelitian di RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Kabupaten Wajo, dan melalui Sengkang untuk mengetahui mengenai format pengumpulan data. karakteristik penderita penyakit berbasis Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukkelleng Sengkang pada bulan juni - juli 2014 dengan mengumpulkan data sekunder tentang karakteristik penderita penyakit berbasis lingkungan di ruang rawat inap kelas IIIRSUD. Sengkang Kabupaten Wajo tahun 2013 dapat di gambarkan sebagai berikut:
1. Penyakit Berbasis Lingkungan Table 1 Distribusi frekwensi penderita penyakit berbasis lingkunganDi ruang rawat inap kelas III RSUDLamaddukkelleng Sengkang KabupatenWajo Tahun 2013 Jumlah Penderita Penyakit
Berbasis Lingkungan
n
%
Diare
357
55.8
ISPA
32
5
TBC
208
32.6
Malaria
6
0.9
DBD
36
5.7
Jumlah
639
100
Sumber : Data Primer Dari tabel 1 menunjukkan jumlah penderita penyakit berbasis lingkungan tahun 2013 di ruang rawat inap kelas III RSUD.Lamaddukkelleng Sengkang adalah berjumlah 639 orang yaitu penyakit diare sebanyak 357 orang (55,8%), penyakit ISPA sebanyak 32 orang (5%), penyakit TBC sebanyak 208 orang (32,6%), penyakit malaria sebanyak 6 orang (0,9%) dan Deman Berdarah Dengue (DBD) sebanyak 36 orang (5,7%). Penyakit yang terbanyak penderitanya adalah penyakit diare dengan jumlah 357 (55,8%) dan terendah adalah penyakit malariadengan jumlah penderitanya sebanyak 6 orang (0,9%). 2. Umur. Tabel 2 Distribusi Frekwensi Penderita Penyakit berbasis Lingkungan Berdasarkan Umur Di Ruang Rawat Kelas III Inap RSUD Lamaddukkelleng Sengkang Tahun 2013 Kelompok PENDERITA PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN Umur Diare ISPA TBC Malaria DBD (Tahun) n % n % n % n % n % <1 135 37.81 5 15.62 0 0 0 0 4 11.11 1-4 70 19.61 11 34.37 14 6.73 0 0 3 8.33 5-9 22 6.16 4 12.5 6 2.88 0 0 12 33.33 10-14 11 3.08 3 9.37 10 4.81 0 0 10 27.78 15-19 15 4.2 0 0 1 0.48 0 0 4 11.11 20-44 54 15.13 7 21.87 69 33.2 5 83.33 1 2.78 45-54 25 7 2 6.25 35 16.8 0 0 1 2.78 55-59 13 3.64 0 0 26 12.5 1 16.67 0 0 60-69 6 1.68 0 0 25 12 0 0 1 2.78 >70 6 1.68 0 0 22 10.6 0 0 0 0 Jumlah 357 100 32 100 208 100 6 100 36 100 Sumber : Data Primer
Tabel 2 menunjukkan untuk penyakit Diare yang tertinggi adalah kelompok umur 1 tahun kebawah (<1) dengan jumlah penderita 135 (37,81%) dan terendah adalah umur 60-69 dan 70 tahun keatas (>70) dengan jumlah penderita 6 (1,68%), untuk penyakit ISPA yang tertinggi adalah kelompok umur 1-4 tahun dengan jumlah penderita 11 (34,37%) dan terendah adalah umur 45-54 tahun denganjumlah penderita 2 (6,25%), Penyakit TBC yang tertinggi adalah kelompok umur 20-44 tahun dengan jumlah penderita 69 (33,17%) dan terendah adalah umur 1519 tahun dengan jumlah penderita 1 (0,48%), Penyakit malaria yang tertinggi adalah kelompok umur 20-44 tahun dengan jumlah penderita 5 (83,33%) dan terendah adalah umur 55-59 tahun dengan jumlah penderita 1(16,67%), Penyakit DBD yang tertinggi adalah kelompok umur 5-9 tahun dengan jumlah penderita 12 (33,33%) dan terendah pada 20-44, 45-54 dan 60-69 tahun dengan jumlah masing-masing penderita 1(2,78%). 3. Tempat Tabel 3 Distribusi Frekwensi Penderita `Penyakit berbasis Lingkungan Berdasarkan Tempat Di Ruang Rawat Kelas III Inap RSUD Lamaddukkelleng SengkangTahun 2013 Penderita Penyakit Berbasis Lingkungan Diare ISPA TBC Malaria DBD Kecamatan n % n % n % n % n % Belawa 5 1.4 1 3.12 6 2.88 0 0 0 0 Majauleng 20 5.6 5 15.62 17 8.17 0 0 1 2.78 Pammana 41 11.48 2 6.25 16 7.69 1 16.67 3 8.33 Pitumpanua 13 3.64 1 3.12 48 23.1 0 0 3 8.33 Sajoanging 6 1.68 2 6.25 11 5.29 1 16.67 0 0 Tanasitolo 23 6.44 1 3.12 22 10.6 1 16.67 2 5.55 Tempe 228 63.86 16 50 75 36.1 2 33.33 25 69.44 Takalalla 9 2.52 0 0 4 1.92 0 0 2 5.55 Keera 8 2.24 3 9.37 5 2.4 0 0 0 0 Sabbangparu 4 1.12 1 3.12 4 1.92 1 16.67 0 0 Jumlah 357 100 32 100 208 100 6 100 36 100 Sumber : Data Primer Tabel 3 menunjukkan penderita penyakit berbasis lingkungan berdasarkan tempat di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukkelleng Sengkang pada tingkat kecamatan yaitu untuk penyakit Diare yang tertinggi adalah kecamatan tempe dengan jumlah penderita 228 (63,86%) dan terendah adalah kecamatan Sabbangparu jumlah penderita adalah 4(1,12%), Penyakit ISPA yang tertinggi adalah Kecamatan tempe dengan jumlah penderita 16 (50%) dan terendah adalah kecamatan Belawa, Pitumpanua, Tanasitolo, dan Sabbangparu masing-masing dengan jumlah penderita adalah 1(3,12%), untuk penyakit TBC yang tertinggi adalah Kecamatan Tempe dengan jumlah penderita 75 (36,06%) dan terendah adalah kecamatan takalalla, sabbangparu masing-masing dengan jumlah penderita 4 (1,92%) untuk penyakit Malaria yang tertinggi adalah Kecamatan Tempedengan jumlah penderita 2 (33,33%) dan terendah adalah kecamatan sajoangin, tanasitolo, sabbangparu masing-masing dengan jumlah penderita 1(16,67%), untuk penyakit DBD yang tertinggi adalah Kecamatan Tempe dengan
dengan jumlah penderita 25 (69,44%) dan terendah adalah Kecamatan majauleng dengan jumlah penderita 1 (2,78%). 4. Waktu Tabel 4
Distribusi Frekwensi Penderita Penyakit Berbasis LingkunganBerdasarkan Waktu di Ruang Rawat Inap kelas III RSUD Lamaddukkelleng SengkangTahun 2013 Penderita Penyakit Berbasis Lingkungan Diare ISPA TBC Malaria DBD Waktu n % n % n % n % n % Januari 29 8.12 4 12.5 16 7.69 0 0 4 11.11 Februari 28 7.84 3 9.37 20 9.61 1 16.67 7 19.44 Maret 18 5.04 1 3.12 16 7.69 0 0 2 5.55 April 20 5.6 4 12.5 15 7.21 0 0 3 8.33 Mei 36 10.08 3 9.37 15 7.21 0 0 3 8.33 Juni 28 7.84 5 15.62 11 5.29 2 33.33 4 11.11 Juli 32 8.96 2 6.25 26 12.5 0 0 7 19.44 Agustus 28 7.84 2 6.25 11 5.29 1 16.67 3 8.33 September 27 7.56 4 12.5 11 5.29 0 0 0 0 Oktober Nopember
28 57
7.84 15.97
2 2
6.25 6.25
24 38
11.5 18.3
0 1
0 16.67
0 3
0 8.33
Desember
26
7.28
0
0
5
2.4
1
16.67
0
0
Jumlah 357 100 32 100 208 100 6 100 36 100 Sumber : Data Primer Tabel 4 menunjukkan bahwa penderita penyakit berbasis lingkungan berdasarkan waktu (bulan) di ruang rawat inap kelas III Rumah Sakit Umum lamaddukkelleng sengkang yaitu untuk penyakit Diare yang tertinggi adalah bulan nopember dengan jumlah penderita 57 (15,97%) dan terendah adalah bulan maret dengan jumlah penderita 18 (5,04%), untuk penyakit ISPA yang tertinggi adalah pada bulan juni jumlah penderita 5 (15,62%) dan terendah adalah bulanmaret dengan jumlah penderita 1 (3,12%), untuk penyakit TBC yang tertinggi adalah bulan nopemberdengan jumlah penderita adalah 38 (18,27%) dan terendah adalah pada desember dengan jumlah penderita 5 (2,40%), untuk Penyakit Malaria yang tertinggi adalah pada bulan juni dengan jumlah penderita 2 (33,33%) dan terendah pada bulan pebruari, agustus, nopember, desember dengan jumlah masing-masing penderita 1 (16,67%), untuk penyakit DBD yang tertinggi adalah adalah bulan pebruari dan juli dengan jumlah penderita masing-masing 7 (19,44%) dan terendah pada bulan maret dengan jumlah penderita 2 (5, 55%). 5. Pekerjaan Tabel 5 Distribusi Frekwensi Penderita Penyakit berbasis LingkunganBerdasarkan Pekerjaan Di Ruang Rawat Kelas III Inap RSUDLamaddukkelleng SengkangTahun 2013 Penderita Penyakit berbasis Lingkungan Pekerjaan
n
%
Tidak/Belum Bekerja
383
59.94
Petani
136
21.28
Nelayang
30
4.69
Wiswasta
90
14.08
Jumlah 639 100 Sumber : Data Primer Tabel 5.Distribusi Penderita penyakit ini menunjukkan bahwa penderita penyakit berbasis lingkungan berdasarkan pekerjaan di ruang rawat inap kelas III RSUD lamaddukkelleng sengkangkabupaten wajo adalah tidak bekerja dan belum bekerja 383 (59,94%), petani 136 (21,28%), nelayang (30,4,69%), dan wiraswasta 90 (14,08%). yang terdiri dari penyakit diare, Ispa, TBC, Malaria, dan DBD dengan jumlah keseluruhan adalah 639 penderita. 6. Pendidikan Tabel 6 Distribusi Frekwensi Penderita Penyakit berbasis LingkunganBerdasarkan Pendidikan Di Ruang Rawat Kelas III Inap RSUD Lamaddukkelleng SengkangTahun 2013 Penderita Penyakit berbasis Lingkungan Pendidikan n % Belum Bersekolah
300
46.95
<SD
167
26.13
SMP
81
12.68
SMA/SLTA
57
8.92
DIII, DIV, >S1
34
5.32
Jumlah 639 100 Sumber : Data Primer Tabel 6 menunjukkan bahwa penderita penyakit berbasis lingkungan berdasarkan tingkat pendidikan di ruang rawat inap kelas III RSUD lamaddukkelleng sengkang yaitu belum mempunyai pendidikan / belum bersekolah 300 (46,95%), tingkat pendidikan SD kebawah 167 (26,95%), tingkat pendidikan SMP 81 (12,64), tingkat pendidikan SMA 57 (8,92%), tingkat pendidikan DIII, DIV, >S134 (5,32%) yang terdiri dari penyakit diare, Ispa, TBC, Malaria, dan DBD dengan jumlah keseluruhan adalah 639 penderita. Penderita penyakit berbasis lingkungan Pembahasan 1. Penderita penyakit berbasis lingkungan sangat erat hubungannya dengan kualitas
lingkungan khususnya kualitas udara dan lingkungan di sekitar tempat tinggal kualitas air bersih yang digunakan serta di sebagian sudah bersih terutama di tambah perilku masyarakat yang kurang pekerangan rumah sehingga vector nyamuk bersih. Secara Epidemiologis Penyebaran anopheles yang menyebabkan penyakit penyakit berbasis lingkungan dimasyarakat malaria tidak dapat bersarang. ini masih tinggi, misalnya pada penyakit Penyakit-penyakit berbasis lingkungan Diare, ISPA, DBD, TBC, serta Malaria. di masyarakat kabupaten wajo ini masih Selain itu risiko gangguan akibat tetap menunjukkan intensitas yang tinggi pencemaran lingkungan dari berbagai proses dan sangat berkaitan erat dengan kondisi kegiatan pembangunan makin meningkat lingkungannya masih berpotensi dalam seperti makin meluasnya gangguan akibat mempengaruhi status kesehatan masyarakat, paparan asap kendaraan, emisi gas buang, kondisi lingkunga ini bisa di artikan seperti sarana transportasi, kebisingan, limbah kualitas udara, kualitas air bersih dan industri dan rumah tangga serta gangguan kualitas penyehatan makanan dan minuman kesehatan akibat bencana (Kusnoputranto, masih rendah, tidak terlepas dengan 2003). beragam persoalan seperti asap kendaraan Kondisi kota di Kabupatan Wajo yang bermotor, asap rokok, cara pembuangan menampakkan wajah kota yang masih limbah industri dan limbah rumah tangga. sebagai menunjukkan lingkungan yang tidak Lingkungan yang masih menjadi penyebab ramah. Hasil penelitian di ruang rawat inap utama kesakitan di Indonesia yang kelas III RSUD Lamaddukkelleng Sengkang disebabkan karena masih buruknya kondisi tahun 2013 menunjukkan jumlah penderita sanitasi dasar seperti air bersih dan jabatan penyakit berbasis lingkungan sebanyak 639 serta masih rendahnya perilaku hidup bersih penderita, yang terdiri dari penyakit Diare, dan sehat di masyarakat (Kusnadi S, 2001). ISPA, TBC, Malaria dan DBD. 2. Umur Untuk penderita penyakit berbasis Umur merupakan suatu faktor yang lingkungan di ruang rawat inapkelas terpenting III dalam timbulnya suatu RSUD Lamaddukkelleng Sengkang yang penyakit pada beberapa penyakit menular paling tertinggi dari keseluruhan penyakit tertentu, menunjukkan bahwa umur muda adalah penyakit diare dengan jumlah mempunyai resiko yang tinggi, bukan saja penderita 357 (55,8%) hal ini disebabkan karena tingkat keretanannya tetapi juga oleh karena kondisi lingkungan masyarakat pengalaman terhadap penyakit tertentu yang di kabupaten wajo masih perlu dalam biasanya sudah dialami oleh mereka yang perbaikan terutama mengenai kualitas air berumur lebih tinggi.begitu pula sejumlah bersih dan kesehatan makanan dan penyakit pada umur yang lebih tua karena minuman, terutama masalah air minum di pengaruh tingkat keterpaparan serta proses komsumsi masyarakat masih kurang bersih patogenesisnya yang mungkin memakan dan air PAM yang digunakan sehari-hari waktu lama, di samping itu umur juga kurang jernih dan warna keruh ini sangat berhubungan erat sifat karakteristik seperti mempengaruhi kesehatan seseorang yang pekerjaaan, status perkawinan, reproduksi, dapat mengakibatkan banyaknya masyarakat dan kebiasaan hidup lainnya. ( Noor Nasry, yang terkena penyakit Diare sebab air 2008 ). tersebut tidak layak untuk di gunakan atau di Hasil penelitian di ruang rawat inap komsumsi. Sedangkan penyakit malaria kelas III RSUD lamaddukkelleng sengkang yang terendah penderitanya 6 (0,9%) dari berdasarkan umur sebagai berikut : keseluruhan jenis penyakit berbasis 1. Penyakit Diare
Penderita paling tinggi ditemukan pada umur 1 tahun kebawah ( <1) dengan jumlah penderitanya sebanyak 135 (37,81%), penyakit Diare ini banyak terjadi pada bayi disebabkan karena pada usia tersebut atau pada usia muda mempunyai resiko yang tinggi atau rentan / rawan terkena penyakit diare oleh karena tubuhnya mudah masuk suatu bibit penyakit atau mikroorganisme yang berupa bakteri atau virus dari suatu makanan atau air minum, dan terendah di temukan pada umur 60-69 dan >70 tahun disebabkan karena umur sekian biasanya sudah mengalami atau sudah perpengalaman terhadap penyakit tertentu tersebut serta pengaruh tingkat keterpaparan serta proses pathogenesis dan mungkin memakan waktu lama dibanding usia muda atau bayi. 2. Penyakit ISPA Penderita tertinggi di temukan pada kelompok umur 1-4 denganjumlah penderita 11 (34,37%), di Kabupaten Wajo penyakit ISPA pada umur tersebut banyak terjadi karena pada umumnya masyarakat tersebut mempunyai kebiasaan memasak di dalam rumah dan rata – rata tidak mempunyai cerobong asap sehingga asap di dalam rumah bercampur dengan udara dan masuk kedalam paru-paru yang mengakibatkan radang atau infeksi pada saluran pernapasan dan pada anak usia 1-4 tahun umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara alamiah, terendah ditemukan pada umur 45-54tahun dengan jumlah penderita 2 (6,25%) sebab pada usia tersebut lebih banyak beraktifitas di pekerjaan masing-masing seperti : sawah, ladang, kebun dan lain-lain, dan umur 45-54 tahunsudah banyak terjadi kekebalan alamiah yang lebih optimal akibat pengalaman infeksi yang terjadi sebelumnya. 3. Penyakit TBC Penderita paling banyak ditemukan yaitu pada kelompok umur 20-44 tahun
dengan jumlah penderita adalah 69 (33,17%), penyakit ini sering menyerang pada usia remaja dan dewasa ini disebabkan karena pada umur tersebut penularan juga mudah masuk melalui udara yang mengandung hasil TBC dalam percikan ludah yang dikeluarkan oleh penderita TBC pada waktu mereka sedang bicara, batuk dan bersin dengan lawan bicaranya, dan tertendah ditemukan pada umur 15-19 tahun dengan jumlah penderitanya 1(0,48%) sebab umur tersebut yang terkena TBC jarang berinteraksi dengan orang-orang diluar rumah di banding umur yang dewasa sehingga penularan sedikit terjadi. 4. Penyakit Malaria Penderita tertinggi adalah kelompok umur 20-44 tahun dengan jumlah penderita 5 (83,33) hal ini terjadi pada umur tersebut juga dengan mudah terserang malaria atau rentang resiko tinggal terjangkit dan penularan cepat atau mudah masuk pada seseorang juga dikaitkan dengan lingkungan tempat tinggal yang kotor dan yang kurang bersih sebagai tempat bersarangya nyamuk anopheles yang dapat mengakibatkan penyakit malaria dari gigitan nyamuk tersebut, serta terendah di dapatkan pada umur55-59 tahun dengan jumlah penderita 1(16,67%) sebab di umur tersebut sudah berpengalaman dari jenis penyakit tersebut atau sudah pernah pengalami penyakit tersebut. 5. Penyakit DBD Penderitatertinggi adalah kelompok umur 5-9 tahun dengan jumlah penderita 12 (33,33%), hal ini disebabkan pada umur tersebut penularan penyakit sangat mudah masuk pada umur yang masih muda karena sistem kekebalan tubuhnya masih rendah serta dikaitkan pula dengan lingkungan yang kotor dan kumuh sering didapatkan, banyaknya benda-benda berserakan di halaman rumah sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes Aegypti yang menyebabkan penyakit DBD, serta
yang terendah pada umur 20-44, 45-54, 6069 tahun dengan jumlah masing-masing penderita 1(2,78%) sebab pada umur tersebut atau dewasa sistem kekebalan terhadap penyakit sudah meningkat dan sudah bisa memperhatikan kebersihan tempat tinggal baik dalam rumah maupun luar rumah. 3. Tempat Kejadian penyakit serta adanya gangguan kesehatan lainnya mempunyai kecendrungan ditemukan pada tempattempat tertentu.Misalnya pada penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) lebih sering ditemukan di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan ini erat hubungannya dengan vektor penyakit dan lingkungan (Noor Nasry,2003). Berdasarkan hasil penelitian di ruang rawat inap kelas III RSUD lamaddukkelleng sengkang menunjukkan bahwa penderita penyakit berbasis lingkungan berdasarkan tempat di ruang rawat inap tersebut : 1. Penyakit Diare Penderita tertinggi pada kecamatan tempedengan jumlah penderita 228 (63,86%), inidisebabkan karena kecamatan tersebut yaitu di kecamatan tempe mempunyai penduduk yang sangat padat dan seringnya terjadi banjir dan musim kemarau di beberapa tempat di kecamatan tersebut sehingga kualitas air bersih dan kesehatan makanan dan minuman, terutama masalah air minum di komsumsi masyarakat kurang bersih dan pada musim kemarau air PAM yang digunakan sehari-hari kurang jernih dan warna keruh ini sangat mempengaruhi kesehatan seseorang yang dapat mengakibatkan banyaknya masyarakat yang terkena penyakit Diare sebab air tersebut tidak layak untuk di gunakan atau di komsumsi sehingga banyak didapatkan masyarakat terkena diare di kota, dan terendah penyakit Diare di dapatkan pada Kecamatan Sabbangparu yaitu 4(1,12%) ini
disebabkan pada kecamatan tersebutkesehatan makanan dan minuman, terutama masalah air minum di komsumsi masyarakat sudah bersih masyarakatnya banyak yang sadar memperhatikan akan sanitasi lingkungan terutama kualitas air minum diambil dari sumur dalam yang jauh dari pencemaran lingkungan. 2. Penyakit ISPA Penderita tertinggi adalah pada Kecamatan Tempe (kota) dengan jumlah penderita 16 (50,00 %) hal ini disebabkan tingginya penyakit ISPA di kota karena terlalu padatnya kegiatan sehari hari yang dilakukan oleh masyarakat dikotasehingga masyarakat cenderung terkena infeksi pada saluran pernafasan yang diakibatkan oleh adanya penimbunan debu, kotoran dan pencemaran udara akibab asap rokok,asap dapur, asap kendaraan yang masuk kedalam paru-paru pada waktu beraktifitas, dan terendah penyakit ISPA di dapatkan pada Kecamatan Belawa, Pitumpanua, Tanasitolo, dan Sabbangparu yaitu 1 (3,12%) sebab ke empat Kecamatan tersebut aktifitas yang sering dilakukan lebih banyak dipersawahan, kebun, dan lainlain.sehingga masyarakat jarang terkena polusi udara yang kotor di banding yang ada di kota. 3. Penyakit TBC Penderita tertinggi adalah pada Kecamatan Tempe (kota) dengan jumlah penderita 75 (36,06%), hal ini disebabkan pula di kecamatan tempe pemukiman penduduk sangat padatdan terdapatnya pemukiman yang mempunyai pertukaran(ventilasi) udara yang tidak memadai/buruk, lewat pertukaran udara yang buruk ini perkembangan penyakit Tuberculosis sering terjadi pada masyarakat di kota, dan terendah penyakit TBC terdapat pada Kecamatan Takalalla dan Sabbangparu yaitu 4 (1,92%) sebab kedua kecamatan tersebut mempunyai pemukiman yang kurang atau sedikit serta di dapatkan
ventilasi udara yang memadai sehingga penyebaran tuberkulosis jarang terjadi dan masyarakat juga sering memperhatikan lingkungan tempat tinggalnya agar selalu bersih. 4. Pada penyakit Malaria Penderita tertinggi adalah pada Kecamatan Tempe (kota) pula dengan jumlah penderita 2 (33,33%), sebab di Kecamatan Tempe (kota) masih banyak didapatkan pemukiman penduduk yang kumuh dan kotor sehingga nyamuk banyak berkembang biak diselokan, saluran air dan tempat penyimpanan air lalu masyarakat di tulari melalui gigitan nyamuk yang berkembang biak tersebut.dan penyakit Malaria terendah didapatkan pada Kecamatan Sajoangin, Tanasitolo, dan Sabbangparu yaitu 1(16,27%) sebab di tiga kecamatan tersebut masyarakat memperhatikan kebersihan akan tempat tinggal dan pemukimannya sehingga sedikit didapatkan penyakit Malaria. 5. Penyakit DBD Penderita tertinggi adalah pada Kecamatan Tempe (kota) dengan jumlah penderita 25 (69,44%) pada kecamatan tersebut tinggi penderita DBD sebab masyarakat kurang memperhatikan kebersihan akan tempat tinggalnya baik di dalam maupun di luar rumah seperti sampah-sampah dan barang-barang bekas yang tidak dibersihkan di pekerangan rumah sebagai tempat berkembang biaknya nyamuk aedes aegypti serta tidak memperhatikan kebersihan akan tempat penyimpanan/penampungan air di dalam rumah, dan terendah penyakit DBD di dapatkan pada kecamatan Majauleng yaitu 1 (2,78%) sebabkecamatan tersebut penduduknya lebih memperhatikan sanitasi akan kebersihan lingkungannya. Dari berbagai jenis variasi penyakit diatas berdasarkan tempat tinggal Kecamatan hampir sama semua terdapat jumlah kasus penderita penyakit berbasis lingkungan yaitu
didapatkan pada kecamatan Tempe (kota), variasi penyakit tersebut diatas cenderung banyak di dapatkan di perkotaan disebabkan karena dikota penduduknya lebih padat dalam hal ini erat hubungannya dengan vektor penyakit dan lingkungan tempat tinggal, lingkungan tempat tinggal dikota sangat padat sehingga masyarakat banyak yang tidak memperdulikan akan kebersihan lingkungannya. 4. Waktu Waktu merupakan factor yang cukup penting pula dan merupakan komponen dasar penyebab timbulnya penyakit yang ada di dalam suatu lingkungan.Perubahan frekwensi penyakit dalam masyarakat menurut waktu dapat berlangsung dalam waktu singkat, periode maupun secara secular dalam hal ini dapat di ukur dengan satuan apapun yang diinginkan seperti sesaat, tahunan, bahkan beradap (Noor Nasry, 2002). Dari hasil peneliatian kami di ruang rawat inap kelas III RSUD lamaddukkelleng sengkang berdasarkan waktu (bulan) sebagai berikut : 1. Penyakit Diare Penderita paling tinggi didapatkan pada waktu bulan nopember dengan jumlah penderita 57 (15,97%), ini desebabkan karena bulannopember tersebut adalah musim kemarau dan sanitasi dasar berupa air PAM kurang lancar sehingga masyarakat sering menggunakan air sumur yang tidak terjaga kebersihannya. Begitu pula air minum yang sering di komsumsi masyarakat warnanya keruh dan tidak jernih, ini membuktikan bahwa air tersebut tidak sehat untuk di minum sehingga penyakit Diare pada bulan tersebut sangat tinggi, dan penyakit Diare terendah didapatkan pada Bulan Maret yaitu 18 (5,04%) sebab pada bulan tersebut bukan merupakan musim kemarau dan kondisi cuaca dan iklim sangat baik sehingga vector penularan penyakit jarang didapatkan.
2. Penyakit ISPA Penderita paling tertinggi pada bulan Juni jumlah penderita 5 (15,6%), pada bulan tersebut jumlah ISPA lebih tinggi sebab perilaku masyarakat pada waktu ini kurang memperhatikan masalah kesehatan lingkungannya terutama kondisi lingkungan di luar rumah, misalnya misalnya kualitas udara yang kurang baik yang tidak terlepas dengan beragam persoalan misalnya terhirup kendaraan bermotor, asap pabrik, rokok, dan lain-lain yang dapat menimbulkan penyakit ISPA, sedangkang penyakit ISPA terendah didapatkan pada bulan Maret yaitu 1 (3,12%) sebab masyarakat padabulan tersebut lebih cenderung memperhatikan masalah kesehatannya dengan jarang melakukan aktifitas diluar rumah sehingga terlepas dari berbagai polusi udara yang menyebabkan penyakit ISPA. 3. Penyakit TBC Penderita tertinggi pada bulan Nopember dengan jumlah penderita 38 (18,27%), penyakit TBC jumlahnya tinggi pada bulan nopember ini karena masyarakat kurang memperhatikan akan kesehatan lingkungannya terutama hygiene perorangan atau diri sendiri sehingga vector penularan kuman tuberculosis dengan mudah masuk kedalamtubuh dan terendah penyakit TBC didapatkan pada bukan Desember yaitu 5(2,40%) sebab padabulan tersebut masyarakat sangat memperhatiakan kesehatannya terutama terutama hygien perorangan sehingga sedikit terkena Penyakit TBC. 4. Penyakit Malaria Penderita paling tinggi didapatkan pada bulan Juni, berjumlah 2 (33,33%) penderita, penyakit malaria ini jumlahnya tinggi pada bulan tersebut disebabkan karena kurang bersihnya lingkungan tempat tinggal masyarakat di Kabupaten Wajo misalnya sampah berserakan dimana-mana dan di biarkan berserakan serta masyarakat tidak memperhatikan selokan/saluran air dan
nyamuk berkembang biak dengan cepat sehingga wabah Malaria sering terjadi pada bulan tersebut, dan terendah penyakit Malaria di dapatkan pada bulan Pebruari, Agustus, Nopember, Desember yaitu 1 (16,67%) sebab pada bulan tersebut masyarakat lebih sering membersihkan lingkungan tempat tinggalnya terutama pada pekarangan sekitar rumah serta di dalam rumah untuk menghindari bersaranganya nyamuk yang menyebabkan Malaria. 5. Penyakit DBD Penderita paling tinggi didapatkan pada bulan Pebruari dan Juli dengan masingmasing jumlah penderita adalah 7 (19,44%), pada kedua bulan tersebut sering terjadi musim hujan yang menimbulkan tempat lingkungan di kabupatenwajo semakin kotor dan becek sehingga wabah penyakit yang ditularkan oleh gigitan nyamuk aedes aegepty yang berserang pada tempat-tempat atau kaleng-kaleng yang berserakan di halaman rumah banyak menyerang masyarakat yang tinggal dikabupaten wajo serta penduduk juga tidak memperhatikan wadah penyimpanan air yang ada di dalam rumah sehingga jentik nyamuk aedes aegypti terdapat pada wadah-wadah tersebut, dan terendah penyakit DBD didapatkan pada bulan Maret yaitu 2 (5,55%) sebab masyarakat padabulan tersebut sering memperhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggalnya terutama pada lingkungan sekitar rumah dan dalam rumah untuk mengantisipasi agar jentik nyamuk aedes aegypti tidak dapat berkembang biak sehingga sedikit ditemukan penderita DBD pada bulan tersebut. 5. Pekerjaan. Pekerjaan mempunyai hubungan erat dengan status sosial ekonomi, sedangkan berbagai jenis penyakit yang timbul dari keluarga sering berkaitan dengan jenis pekerjaan yang mempengaruhi pendapatan keluarga. Angka kematian bayi umpamanya sangat erat hubungannya dengan pekerjaan
dan pendapatan keluarga, dan telah di ketahui bahwa pada umumnya angka kematian bayi dan balita meningkat pada status sosial ekonomi rendah.( Noor Nasry, 2008 ). Dari hasil penelitian kami di ruang rawat inap kelas III RSUD lamaddukkelleng sengkang berdasarkan jenis pekerjaaan yaitu tidak/belum bekerja 383 (59,94%), petani 136 ( 21,28%), nelayang 30 (4,69%) dan wiraswasta 90 (14,08%) menunjukkan bahwa di ruang rawat inap kelas III rata-rata yang menderita penyakit adalah yang belum mempuyai pekerjaan, dan pendapatannya masih kurang dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari serta mempunyai keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai ketersediaan air bersih, yang memenuhi persyaratan kesehatan. 6. Pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi pemamfaatan terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan yang telah dicapai penduduk juga dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat kesejateraan manusia dan berperan dalam menurunkan angka kesakitan. Tingkat pendidikan dengan penyebaran penyakit dan kematian. Kelompok masyarakat yang berpendidikan tinggi cenderung lebih mengetahui cara-cara mencegah penyakit. (Notoatmodjo.S. 2011) Dari hasil penelitian kami di ruang rawat inap kelas III RSUD lamaddukkelleng sengkang berdasarkan pendidikan yaitu belum berpendidikan 300 (46,95%), >SD 167 (26,13%), SMP 81 (12,68%), SMA 30 (4,69%) dan DIII, DIV, S1< 34 (5,32%) ini menunjukkan bahwa di ruang rawat inap kelas III rata-rata yang menderita penyakit adalah yang belum berpendidikan karena belum dewasa (bayi, balita dan anak-anak) serta yang berpendidikan masih rendah sehingga
belum mengetahui cara-cara pencegahan penyakit. Kesimpulan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di ruang rawat inap kelas III RSUD. Lamaddukkelleng Sengkang Kabupaten Wajo, maka disimpulkan bahwa : 1. Pada kelompok umur di peroleh bahwa penderita penyakit berbasis lingkungan yaitu penyakit diare paling banyak menyerang padausia bayi, Penyakit Ispa pada usia balita, penyakit DBD pada usia anak-anak, TBC pada usia remaja dan Dewasa, sedangkan Penyakit malaria pada usia Remaja. 2. Berdasarkan tempat penderita penyakit berbasis lingkungan di ruang rawat inap kelas III RSUD lamaddukkelleng sengkang kabupaten wajo didapatkan lebih tinggi jumlah penderita penyakit berbasis lingkungan yang tinggal di daerah perkotaan disebabkan karena kurangnya kesadaran akan kebersihan lingkungan tempat tinggal. 3. Berdasarkan waktu penderita penyakit berbasis lingkungan di ruang rawat inap kelas III RSUD lamaddukkelleng sengkang didapatkan lebih tinggi keseluruhan jenis penyakit berbasis lingkungan adalah penyakit diare pada bulan nopember 4. Berdasarkan pekerjaan penderita penyakit berbasis lingkungan di ruang rawat inap kelas III RSUD lamaddukkelleng sengkang menunjukkan bahwa yang banyak menderita penyakit berbasis lingkungan adalah yang belum mempunyai pekerjaan, dan pendapatan masih rendah. 5. Berdasarkan pendidikan penyakit berbasis lingkungan di ruang rawat inap kelas III RSUD lamaddukkelleng sengkang didapatkan yang banyak menderita penyakit adalah yang belum mempunyai pendidikan serta yang berpendidikan masih rendah.
Saran 1. Karena masih tinggi angka kesakitan akibat penyakit berbasis lingkungan terutama penyakit diare maka perlu adanya perbaikan sanitasi dasar terutama pada air bersih yang dikomsumsi masyarakat agar lebih di perhatikan kebersihannya. 2. Pihak Rumah Sakit hendaknya menyediakan khusus Klinik sanitasi untuk masyarakat yang ada dikabupaten wajodalam mengatasi masalah kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit dengan satu pendekatan upaya kuratif ( pengobatan ) dengan upaya preventif dan promotif. 3. Masih tingginya jumlah penderita penyakit berbasis lingkungan yang ada di kota dibanding pedesaan maka pemerintah dikabupaten wajo khususnya petugas kesehatan perlu mengadakan penyuluhan atau pelayanan kesehatan tentang sanitasi lingkungan di masyarakat yang bersih dan sehat dan bebas dari penyakit. 4. Sebaiknya Pihak Rumah Sakit dan petugas kesehatan lebih sering memberikan pelayanan tentang kebersihan sanitasi lingkungan pada masyarakat dan pemberian abate untuk mencegah berkembang biaknya jentik nyamuk, penyemprotan dan perbaikan sanitasi dasar terutama mengenai air yang dikomsumsi untuk mencegah terjadinya penyakit diare yang biasa meningkat pada waktu (bulan )nopember. 5. Sebaiknya pelayanan kesehatan harus menentukan, merumuskan, dan merencanakan pemberdayaan secara bersama antara pemerintah kabupaten dan masyarakat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat, membuat program pemberdayaan yang berkelanjutan dan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat miskin, melalui
bimbingan dalam pelaksanaan kegiataan pemberdayaan seperti pengawasan dan bimbingan dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan sehingga pendapatan pekerjaan masyarakat bisa meningkat. 6. Sebaiknya petugas kesehatan dan pemerintah kabupaten memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan melaui bangku sekolah (formal), pendidikan kesehatan pada anak usia dini serta anak-anak (non formal) dan pendidikan kesehatan di lingkungan keluarga ( informal ) kepada masyarakat sehingga dapat mengetahui pentingnya kesehatan bagi kehidupan sehari- hari. DAFTAR PUSTAKA Achmadi U.F.2012. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah Edisi Revisi. Jakarta PT. Raja Garfindo Persada. Divisi Buku Perguruan Tinggi. Achmadi U.F. 2013. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta PT. Raja Grafindo Persada. Divisi Buku Perguruan Tinggi. Angraini Dewi dkk. 2001. Pengantar Epideminologi Edisi 2. Bandung : Buku Kedokteran EGC Anies. 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan. Jakarta : PT Elex media komputindo Kelompok Gramedia Budiman C. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran Daud A. 2003. Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan. Makassar Etjang Indran, 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jakarta. PT. Citra Aditya Bakti. Kusnoputranto H. 2003 Kesehatan Lingkungan, Jakarta : Kesehatan
Lingkungan.jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Indonesia.
Slamet S. 2004. Kesehatan Lingkungan Surabaya : Gajah Mada University press.
Kusnadi Chasan S. 2011. Epiodemilologi Kesehatan Lingkungan. Makassar
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Kesehatan 2012. Penyakit Berbasis Lingkungan. Depkes RI Jakarta.
Notoadmodjo S. 2002. Metedologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Jakarta. Notoadmojo S. 2011. Edisi Revisi 2011 Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni Jakarta : Rineka Cipta. Nasry Noor. 2008 Edisi Revisi. Epidemiologi. Lembaga Penerbitan Rineka Cipta Jakarta. Puji E, dkk. 2013 Pedoman Penulisan Skripsi, Edisi 10 . Makassar : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Makassar. Rihadi S. 2001. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Berbasis Lingkungan Melalui JPS-BK. Jakarta : Jurnal Kedokteran Dan farmasi Medica.
Depkes RI 2007. Badan Pengembangan Pemberdayaan Kesehatan SDM Masalah penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta. Depkes RI 2012. Panduan Konseling Bagi Petugas Klinik Sanitasi di Puskesmas Masalah Kesehatan Lingkungan penyakit Berbasis Lingkungan. Depkes RI 2012. Prop. Sulawesi-Selatan . Masalah Kesehatan Lingkugan dan Penyakit Berbasis Lingkungan. Pusat Informasi Penyakit Infeksi. 2013 PENYAKIT-Deman Berdarah. http://www.infeksi.com/articles.php diakses 9 Pebruari 2014 Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukkelleng Sengkang. 2013. Kasus Penyakit Berbasis Lingkungan Sengkang.