ABSTRAK Istyarti Pradhana Yusuf, 2013.Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bone Bolango. Skripsi Program Studi Strata 1 Akuntansi, JurusanAkuntansi, Fakultas Ekonomidan Bisnis dengan Pembimbing I Bapak La Ode Rasuli, S.Pd., SE., MSA dan Pembimbing II Bapak Usman, S.Pd., M.Si Penelitian ini dilakukan untuk menguji dan menganalisis seberapa besar pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Bone Bolango. Data yang digunakan adalah data sekunderberupa realisasi pajak daerah, retribusi daerah dan realisasi pendapatan asli daerah yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Asset Daerah Kabupaten Bone Bolango yang diperoleh melalui laporan keuangan periode 2007 s/d 2011. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwapajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas pendapatan asli daerah Kabupaten Bone Bolango baik secara parsial dan simultan. Koefisien determinasi menunjukan besarnya pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Bone Bolango adalah sebesar 75.9%.
Kata Kunci:Pajak daerah, Retribusi daerah,pendapatan asli daerah
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah yang ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22
tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (dalam perkembangannya kedua regulasi ini diperbaharui dengan UU No. 32 tahun 2004 dan UU No 33 tahun 2004) menjadi babak baru terkait dengan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Daerah (kabupaten dan kota) diberikan kewenangan yang lebih luas dalam mengelola berbagai sumber daya yang dimiliki, (Pakpahan, 2009: 14) Pemberian otonomi daerahdiharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada daerah dalam pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, pemberian otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. Karena dengan otonomi, Daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan bagian (sharing) dari Pemerintah Pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat, (Mardiasmo, 2002) dalam Pakpahan (2009). Salah satu usaha untuk membiayai pembangunan adalah dengan cara penarikan pendapatan yang potensial untuk membiayai pembangunan.
Pemerintah
daerah membutuhkan biaya dan dana untuk membangun daerah. Dalam rangka mendukung perkembangan bertanggung
otonomi
jawab, pembiayaan
daerah
yang
nyata,
dinamis, serasi
pemerintah
dan
pembangunan
daerah
dan yang
bersumber dari pendapatan asli daerah sendiri, khususnya yang berasal dari pajak daerah, pelaksanaan pemungutan pajak 5daerah perlu ditingkatkan lagi. Daerah diberi wewenang untuk menggali sumber dana yang sesuai dengan potensi dan keadaan daerah masing-masing,
sehingga
nantinya
dapat meningkatkan pendapatan asli
daerah (PAD) untuk membiayai rumah tangganya sendiri, (Ismaya, 2010: 3). Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.PAD dapat dikelompokan menjadi empat jenis yaitu pendapatan yang berasal dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba perusahaan daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya, serta lain-lain PAD, (Darise, 206). Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan bagian dari sumber pendapatan daerah yang secara bebas dapat digunakan oleh masing-masing daerah untuk menyelenggarakan pemerintah dan pembagunan daerah.Namun pada kenyataan proporsi pendapatan daerah masih kecil.Menurut Nafsiah (2011:3)dalam penelitiaannya menyatakan bahwa selama ini sumbangan pemerintah pusat masih mendominasi dalam penerimaan daerah. Data menunjukan proporsi PAD hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling tinggi sebesar 20%, bahkan kenyataan tersebut terjadi baik pada era sebelum maupun sesudah otonomi daerah dan desentralisasi fiscal (Haryo Kuncoro dalam Nafsiah, 2011: 3), melihat hal tersebut maka setiap
pemerintah daerah dituntut untuk dapat mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial sehingga dapat menigkatkan penerimaan daerah yang bersumber dari PAD. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu indikator yang menentukan derajat kemandirian suatu daerah. Semakin besar penerimaan PAD suatu daerah maka semakin rendah tingkat ketergantungan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah pusat. Sebaliknya, semakin rendah penerimaan PAD suatu daerah maka semakin tinggi tingkat ketergantungan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah pusat. Hal ini dikarenakan PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari dalam daerah itu sendiri, (Ruswandi, 2009). Salah satu sumber pendapatan asli daerah yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam membiayai Pemerintahan Daerah adalah pajak daerah Menurut Simanjuntak (2003: 32) bahwa pajak daerah adalah pajak-pajak yang dipungut oleh daerah-daerah seperti provinsi, kabupaten maupun kota berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya
masing-masing.
Pajak
daerah
ini
banyak
jenisnya
dan
berbeda
pemungutnya diantaranya adalah jenis-jenis pajak daerah tingkat 1 terdiri dari pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.Sedangkan pajak penerangan jalan, pajak parkir, pajak pengambilan dan pamanfaatan bahan galian golongan c dan pajak air bawah tanah dan air permukaan. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara/daerah. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Begitupun dengan daerah, seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka daerah juga memiliki
tanggung jawab sendiri untuk mengelola perpajakannya. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu daerah menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan, (Ruswandi, 2009). Selain pajak daerah sumber pendapatan asli daerah juga bersumber dari Retribusi daerah, menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, definisi retribusi daerah adalah yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang
berasal dari retribusi daerah. Ada 3 bentuk retribusi yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Seperti halnya pajak daerah, retribusi daerah juga mempunyai peranan yang cukup signifikan dan tidak bisa dipandang lemah kontribusinya terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah, (Apriani, 2012: 3). Menurut Halim (2004:121) retribusi dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai akibat adanya
kontraprestasi yang diberikan oleh Pemda tersebut didasarkan atas prestasi/pelayana yang diberikan pemda didasarkan atas peraturan yang berlaku. Sebagaimana dijelaskan oleh Halim (2007: 292) pajak dan retribusi daerah merupakan unsur dari pendapatan asli daerah (PAD) mempunyai peranan yang cukup penting. Oleh karena itu untuk meningkatkan penerimaan paendapatan asli daerah, pemerintah diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan PAD melalui pajak dan retribusi daerah. Pelaksanaan
pemungutan
pajak dan retribusi
daerah
DinasPendapatanPengelolaanKeuangan dan Aset Daerah
dilaksanakan
oleh
(DPPKAD). Pemerintah
Daerah memberlakukan beberapa jenis pungutan berkaitan dengan pajak daerah. Beberapa pungutan
tersebut
diatur
dalam
Peraturan
Daerah
masing-masing
dengan merujuk pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.65 Tahun 2001 tentang Pajak dan retribusi daerah Daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Permasalahan yang dihadapi oleh daerah pada umumnya dalam kaitan penggalian sumber-sumber pajak daerah dan retribusi daerah, yang merupakan salah satu komponen dari PAD, adalah pajak daerah dan retribusi daerah belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan, (Halim, 2007: 290). Mahi (2005) sebagaimana dikutip oleh Halim (2007: 290) pendapatan asli daerah masih belum bisa diandalkan sebagai sumber pembiayaan desentralisasi dikarenakan
beberapa hal diantaranya yaitu masih rendahnya basi pajak dan realisasi daerah. Hal ini dikarenakan beberapa pajak daerah dan retribusi daerah memiliki basis pungutan yang relatif kecil dan sifat berpariasi antara daerah, sehingga itu pajak dan retribusi daerah sebagai pendapatan asli daerah belum mampu menopang pembiayaan daerahnya, sehingga sebagian besar penerimaan daerah masih berasal dari bantuan pusat. Adapun capaian realisasi pajak daerah dan retibusi daerah untuk pemerintah Kabupaten Bone Bolango dapat dilihat table 2 Berikut ini: Tabel 2: Capaian dan Realisasi pajakDaerah dan Retribusi Daerah Kabupaten Bone Bolango tahun 2007-2011 Ket
Pajak Asli Daerah
Pajak Daerah
Reteribusi Daerah
Tahun
Anggaran
Realisasi
Capaian
2007
6.835.093.874,00
6.069.301.590,00
88,80%
2008
5.502.878.874,00
5.650.002.250,99
102,67%
2009
10.342.205.986,00
13.465.965.696,77
130.20%
2010
13.178.009.241,00
6.922.530.440,70
52,53%
2011
11.074.161.153,00
8.519.383.900,00
76,93%
2007
931.582.514,00
1.175.540.616,00
126,19%
2008
926.938.039,00
881.092.811,00
95,05%
2009
926.938.039,00
1. 412.844.736,00
152,42%
2010
928.079.254,00
1.158.032.561,00
124,78%
2011
1.593.479.264,00
1.364.912.817,00
85,66%
2007
2.795.999.360,00
2.710.892.477,00
96,96%
2008
2.500.051.000,00
2.099.369.268,00
83,97%
2009
6.469.377.113,00
5.915.721.234,00
91,44%
2010
6.571.937.000,00
4.610.731.002,83
70,17%
2011
4.167.860.002,00
2.769.880.111,00
66,46%
Sumber: DPPKAD Kabupaten bone bolango. Berdasarkan data tersebut dapat kita lihat bahwa realisasi PAD pada Kabupaten Bone Bolango tiap tahunnya mengalami fluktuasi penurunan dan peningkatan hal ini terlihat dari presentase capainnya dimana pada tahun 2008-2009 tingkat capain realisasi anggaran selalu meningkat bahkan melibihi apa yang dianggarkan, namun pada tahun 2010 presentase capaian PAD menurun menjadi 52,53% dibandingkan
tahun 2009 yang melebihi target yang dianggarkan yaitu sebesar 130,20%, kemudian pada tahun 2011 capaian Realisasi PAD meningkat kembali menjadi 76,93%. Untuk pajak daerah capaian realisasi pajak daerah tahun 2007 memperoleh capain sebesar 126,19% namun pada tahun 2008 capaian tersebut menurun menjadi 95,05%, kemudian untuk dua tahun kedepannya yaitu tahun 2009-2010 meningkat masing-masing mencapai 152,42% untuk tahun 2009 dan untuk tahun 2010 mencapai 124,78% (melebihi anggaran yang ditargetkan), namun capaian tersebut menurun pada tahun 2011 dimana anggaran yang dicapai tidak mencapai atau melebihi apa yang ditargetkan, capaian target pada tahun 2011 hanya mencapai 85,66%. Untuk retribusi daerah, tahun 2007 memperoleh capaian realisasi sebesar 96,96%, namun tidak seperti pada pajak daerah, untuk dua tahun kedepannya capaian retribusi daerah mengalami penurunan dibandingkan tahun 2007 untuk tahun 2008 menurun menjadi 83,97% dan pada tahun 2009 mencapai 91,44% meskipun meningkat dari tahun 2008 namun capaian tersebut menurun jika dibandingkan dengan tahun 2007, sedangkan untuk 2 tahun berikutnya yaitu tahun 2010 dan 2011 capaian realisasi retribusi daerah mencapai 70,16% untuk tahun 2010 dan 66,46% untuk tahun 2011. Fluktuasi capaian realisasi pajak daerah dan retribusi daerah yang tidak menentu dalam arti selalu mengalami penuruan dan
peningkatkan, sehingga hal ini sangat
berpengaruh pada pendapatan asli daerah itu sendiri, otomatis semakin meningkat pajak daerah dan retribusi daerah yang diterima maka akan meningkatkan PAD dan sebaliknya apabila pajak daerah dan retribusi daerah yang diterima menurun maka PAD juga akan ikut menurun. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu unsur terpenting dan merupakan kontributor utama dari PAD.Untuk itulah peranan pajak
daerah dan retribusi daerah ini perlu untuk dioptimalkan sehinggapemerintah daerah mampu untuk menyelenggarakan pemerintahannya dengan mengandalkan potensi daerah yang dimilikinya sendiri. Apriani (2012) sebagaimana dalam penelitannya dengan judul pengaruh penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah Kota Tasikmalaya Tahun 2002-2011
(Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Kota
Tasikmalaya). Hasil simpulan dari penelitian menunjukan bahwa (1) pajak daerah dan retribusi daerah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah kota tasikmalaya (2) pajak daerah secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan asli daerah kota tasikmalaya (3) retribusi daerah secara parsial tidak
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
pendapatan
asli
daerah
Kota
Tasikmalaya. Nugroho (2011) dalam skripsinya yang berjudul pengaruh penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah (analisis terhadap Kota Batu periode Januari2008 - Juni 2010). Berdasarkan hasil penelitiannya membuktikan secara parsial pajak daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah, sedangkan retribusi daerah berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pendapatan asli daerah" Secara simultan pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Variabel yang paling berpengaruh dominan terhadap pendapatan asli daerah selama 30 bulan terhitung sejak Januari 2008 hingga Juni 2010 adalah pajak daerah.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik mengkaji sebuah penelitian dengan judul Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bone Bolango. 1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan tersebut maka masalah dalam
penelitian ini dapat di identifikasi sebagai berikut: 1. Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan bagian dari sumber pendapatan daerah yang
secara
bebas
menyelenggarakan
dapat
digunakan
pemerintah
dan
oleh
masing-masing
pembagunan
daerah.
daerah
untuk
Namun
pada
kenyataannya proporsi PAD hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling tinggi sebesar 20%, bahkan kenyataan tersebut terjadi baik pada era sebelum maupun sesudah otonomi daerah dan desentralisasi fiscal. Hal terlihat dari laporan keuangan bahwa sumbangan pemerintah pusat masih mendominasi dalam penerimaan daerah. 2. Berdasarkan data capaian pajak dan retribusi daerah terlihat bahwa capaian realisasi pajak daerah dan retribusi daerah mengalami Fluktuasi yang tidak menentu dalam arti selalu mengalami penuruan dan peningkatkan, sehingga hal ini sangat berpengaruh pada pendapatan asli daerah itu sendiri, otomatis semakin meningkat pajak daerah dan retribusi daerah yang diterima maka akan meningkatkan PAD dan sebaliknya apabila pajak daerah dan retribusi daerah yang diterima menurun maka PAD juga akan ikut menurun. 1.3
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas tersebut, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Bone Bolango. 1.4
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk
mengetahui dan menganalisis seberapa besar pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Bone Bolango. 1.5
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
a.
Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu
pengatahuan
dibidang
akuntansi
sektor
publik
khusunya
untuk
mengembangkan teori tentang peningkatan pajak dan retribusi daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan optimal serta sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil langkan–langkah kebijaksanaan operasional dilingkungan Dinas Pendapatan Kabupaten Bone Bolangoyang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah. b.
Manfaat Paraktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perytimbangan bagi pemerintah daerah Kabupaten Bone Bolango dalam meningkatkan dan mengoptimalkan pendapatan asli daerahnya melalui pajak dan retribusi daerah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pajak Daerah Pengertian Pajak Daerah menurut Prakoso (2003: 1) dalam Pakpahan (2009) pengertian pajak secara umum adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena Undang-Undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. Dalam konteks daerah, pajak daerah adalah pajak-pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (misal: Provinsi, Kabupaten, Kotamadya) yang diatur berdasarkan masing-masing peraturan daerah dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya. Simanjuntak (2003: 32) menyatakan bahwa pajak daerah adalah pajak-pajak yang dipungut oleh daerah-daerah seperti provinsi, kabupaten maupun kota berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya masing-masing. Menurut Siahaan (2005:7) dalam Siregar (2010) pajak daerah adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan uang-uang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontraprestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya untuk membiayai
pengeluaran
pembangunan.
negara
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan
dan
Sedangkan menurut UU No. 34 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundangundangan yang berlaku yangdigunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Berdasarkan pengertian pajak daerah tersebut diatas maka
dapat diartikan bahwa pemungutan pajak daerah merupakan wewenang daerah yang diatur dalam undang-undang tentang pokok-pokok pemerintahan daerah dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah itu sendiri. Adapaun ciri-ciri yang menyertai pajak daerah dapat diikhtisarkan seperti berikut: a.
Pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah.
b.
Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang
c.
Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang-undang dan/atau peraturan hukum lainnya.
d.
Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, pajak daerah di Indonesia
dibagi menjadi dua jenis, yaitu pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi provinsi atau kabupaten/kota yang
bersangkutan.Berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000, ditetapkan sebelas jenis pajak daerah, yaitu empat jenis pajak provinsi dan tujuh jenis pajak kabupaten /kota. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah kabupaten kota yaitu pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air dan tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan pendesaan dan perkotaan, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. 1. Pajak Hotel Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel.Wajib pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan Hotel.Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel.Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).Tarif pajak hotel tersebutditetapkan dengan Peraturan Daerah. 2. Pajak Restoran
Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/catering.Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran.Pelayanan yang disediakan restoran sebagaimana dimaksud meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain.Tidak termasuk objek pajak restoran sebagaimana dimaksud adalah pelayananyang disediakan oleh restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan peraturan daerah.Subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari Restoran.Wajib pajak restoran adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan restoran.Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima restoran.Tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).Tarif Pajak Restoran ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 3. Pajak Hiburan Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan,permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.Objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut bayaran.Diantaranya tontonan film, pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana, kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya, pameran, diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya, sirkus, akrobat, dan sulap, permainan bilyar, golf, dan boling, pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan, panti pijat,
refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan pertandingan olahraga. Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiBuran.Wajib
pajak
hiburan
adalah
orang
pribadi
atau
badan
yang
menyelenggarakan hiburan.Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan.Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa hiburan.Tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen).Khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).Tarif pajak hiburan ditetapkan dengan peraturan daerah. 4. Pajak Reklame. Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.Objek pajak reklame adalah semua
penyelenggaraan
reklame.Objek
pajaksebagaimana
dimaksudmeliputi:
Reklame papan/billboard/videotron/megatron dan sejenisnya, reklame kain, reklame melekat, stiker, reklame selebaran, reklame berjalan, termasuk pada kendaraan,
reklame udara, reklame apung, reklame suara, reklame film/slide; danreklame peragaan. Sedangkan yang tidak termasuk sebagai objek Pajak Reklame adalahpenyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya, label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya, nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut, Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; danpenyelenggaraan Reklame lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.Subjek pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame.Wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame.Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau badan, wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan tersebut.Dalam hal reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi wajib pajak reklame.Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame.Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud ditetapkan berdasarkan nilai kontrak reklame.Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri, nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media reklame.Dalam hal nilai sewa reklame tidak diketahui dan/atau dianggap tidak wajar.tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen)tarif pajak reklame ditetapkan dengan peraturan daerah.
5. Pajak Penerangan Jalan Pajak penerangan jalanadalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.Objek pajak penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.Listrik yang dihasilkan sendiri listrik.
Adapun
yang
dikecualikan
dari
yangmeliputi seluruh pembangkit objek
pajak
penerangan
jalan
adalahpenggunaan tenaga listrik oleh instansi pemerintah dan pemerintah daerah, penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing dengan asas timbal balik, penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait; danpenggunaan tenaga listrik lainnya yang diatur dengan peraturan daerah.subjek pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat menggunakan tenaga listrik.Wajib pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik.Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh sumber lain, Wajib pajak penerangan Jalan adalah penyedia tenaga listrik.Dasar pengenaan pajak penerangan jalan adalah nilai jual tenaga listrik.Nilai jual tenaga listrik sebagaimana dimaksud tersebut adalah ditetapkan dalam hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan pembayaran, nilai jual tenaga listrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap ditambah dengan biaya pemakaian KWH/variabel yang ditagihkan dalam rekening listrik, dalam hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, nilai jual tenaga listrik dihitung berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu pemakaian listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah
Daerah yang bersangkutan.Tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif pajak penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen).Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (satu koma lima persen). 6. Pajak mineral bukan logam dan batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.Mineral bukan logam dan batuan adalah mineral bukan
logam
dan
batuan
sebagaimana
dimaksud
di
dalam
peraturan
perundang-undangan di bidang mineral dan batubara.Objekpajakmineral bukan logam dan batuan adalah kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang meliputi asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, feldspar, garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit,magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, phospat, talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolite, basal, trakkit; danmineral bukan logam dan batuan lainnyasesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan. Sedangkan yang dikecualikan dari objek pajak mineral bukan logam dan adalah kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang nyata-nyata tidak dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah untuk keperluan rumah tangga, pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel listrik/telepon, penanaman pipa air/gas, kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang merupakan
ikutan dari kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara komersialdanpengambilan mineral bukan logam dan batuan lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah.Subjek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi atau badan yang dapat mengambil mineral bukan logam dan batuan.Wajib Pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan.Dasar pengenaan pajak mineral bukan logam dan batuan adalah nilai jual hasil pengambilan mineral bukan logam dan batuan.Nilai jual sebagaimana dimaksud tersebut dihitung dengan mengalikan volume/tonase
hasil
pengambilan
dengan
nilai
pasar
atau
harga
standar
masing-masing jenis Mineral Bukan Logam dan Batuan.Nilai pasar sebagaimana dimaksud adalah adalah harga rata-rata yang berlaku di lokasi setempat di wilayah daerah yang bersangkutan.Dalam hal nilai pasar dari hasil produksi mineral bukan logam dan batuan sebagaimana sulit diperoleh, digunakan harga standar yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam bidang pertambangan mineral bukan logam dan batuan. Tarif pajak mineral bukan logam dan batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen).Tarif pajak mineral bukan logam dan batuan ditetapkan dengan peraturan daerah. 7. Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
suatu
usaha,
termasuk
penyediaan
tempat
penitipan
kendaraan
bermotor.Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara.Objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan
sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Sedangkan yang tidak termasuk objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir oleh pemerintah dan pemerintah daerah, penyelenggaraan tempat parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri, penyelenggaraan tempat parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik; danpenyelenggaraan tempatparkir lainnya yang diatur dengan peraturan daerah. Subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor.Wajib pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir. Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir.Dasar pengenaan pajak parkir sebagaimana dimaksud tersebut dapat ditetapkan dengan peraturan daerah. Adapun jumlah yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud tersebut termasuk potongan harga Parkir dan parkir cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa parkir. Tarif pajak parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen). Tarif Pajak Parkir ditetapkan dengan peraturan daerah. 8. Pajak Air Tanah Pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.Objek pajak air tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.Dikecualikan dari objek Pajak air tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan airtanah untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, serta peribadatan; danpengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah
lainnya yang diatur dengan peraturan daerah.Subjek pajak air tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.Wajib pajak air tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.Dasar pengenaan pajak air tanah adalah nilai perolehan air tanah.Nilai perolehan air tanah sebagaimana dimaksud tersebut dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor berikut yaitu jenis sumber air, lokasi sumber air, tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air, volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan, kualitas air, dantingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air.Penggunaan faktor-faktor sebagaimana dimaksud tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing Daerah.Besarnya nilai perolehan air tanah ditetapkan dengan peraturan Bupati/Walikota.Tarif pajak air tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen).Tarif pajak air tanah ditetapkan dengan peraturan daerah. 9. Pajak Sarang Burung Walet. Pajak sarang burung walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.Burung walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan collocalia linchi.Objek pajak sarang burung walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.Tidak termasuk objek pajak sebagaimana dimaksud tersebut adalahpengambilan sarang burung walet yang telah dikenakan penerimaan
negara
bukan
pajak
(PNBP),
kegiatanpengambilan
dan/atau
pengusahaan sarang burung walet lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.Subjek pajak sarang burung walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet.Wajib pajak sarang burung walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung wallet.Dasar pengenaan pajak sarang burung walet adalah nilai jual sarang burung walet.Nilai jual sarang burung walet sebagaimana dimaksud tersebut dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum sarang burung walet yang berlaku di daerah yang bersangkutan dengan volume sarang burung walet.Tarif Pajak sarang burung walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).Tarif pajak sarang burung walet ditetapkan dengan peraturan daerah. 10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota.Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatka secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.Objek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.Termasuk dalam pengertian bangunan adalahjalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu
kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;jalan tol;kolam renang;pagar mewah;tempat
olahraga;galangan
kapal,
dermaga;taman
mewah;tempat
penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; danmenara.objek pajak yang tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah objek pajak yang: a. digunakan oleh pemerintah dan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan; b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; c.
digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
d. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak; e. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan f.
digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Besarnya nilai jual objek pajak tidak kena pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak.Nilai jual objek pajak tidak kena pajak sebagaimana dimaksud tersebut ditetapkan dengan peraturan daerah.Subjek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau
memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.wajib pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.Dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah NJOP.Besarnya NJOP ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai denganperkembangan wilayahnya.Penetapan besarnya NJOP dilakukan oleh Kepala Daerah, sedangkan tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen).Tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan ditetapkan dengan peraturan daerah. 11. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.Hak atas tanah dan/atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan. 2.1.2 Retribusi Daerah Sumber pendapatan daerah yang terpenting salah satunya adalah retribusi daerah. Pengertian retribusi menurut Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, (1994:205) dalam Ray Pratama (2012) adalah pembayaran-pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, sedangkan menurut S. Munawir dalam Ray Pratama (2012) bahwa retribusi yaitu iuran
kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan di sini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah, dia tidak dikenakan iuran itu.Lain halnya menurut Siahaan (2005:5) bahwa pengertian retribusi yaitu pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung yaitu hanya yang membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara.Menurut Siahaan (2005:7) bahwa terdapat beberapa ciri yang melekat pada retribusi daerah yaitu : 1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan. 2. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah. 3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya. 4. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan. 5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. 6. Retribusi yang ditarik oleh pemerintah daerah dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah adalah merupakan hal yang mutlak untuk dilakukan guna mendukung pembangunan di daerah tersebut. Menurut Darise (2006: 79) Reteribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu
yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Dikelompokkan dalam retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. 1. Retribusi jasa umum Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan, (Darise, 2006: 79). Subjek retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan yang merupakan wajib retribusi jasa umum. Objek retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dn kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. adapun jenis-jenis retribusi jasa umum berdasarkan undang-undang republik indonesia nomor 28 tahun 200tentangpajak daerah dan retribusi daerahadalah: a. Retribusi pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan di puskesmas, balai pengobatan, dan rumah sakit umum daerah. b. Retribusi pelayananpersampahan/kebersihan, pelayanan persampahan/kebersihan meliputi pengambilan, pengangkutan, dan pembuangan serta penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan sampah rumah tangga, industri, dan perdagangan, tidak termasuk pelayanan kebersihan jalan umum, dan taman. c. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil. Akte catatan sipil meliputi akte kelahiran, akte perkawinan, akte perceraian, akte pengesahan dan pengakuan anak, akte ganti nama bagi warga negara asing, dan akte kematian.
d. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat. pelayanan pemakaman dan pengabuan
mayat
meliputi
pelayanan
penguburan/pemakaman
termasuk
penggalian dan pengurugan, pembakaran/pengabuan mayat, dan sewa tempat pemakaman atau pembakaran/pengabuan mayat yang dimiliki atau dikelola pemerintah daerah. e. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum. Pelayanan parkir di tepi jalan umum adalah penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan umum yang ditentukan oleh pemerintah daerah. Karena jalan menyangkut kepentingan umum, maka penetapan jalan umum sebagai tempat parkir mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. f. Retribusi
pelayanan
pasar.
Pelayanan
pasar
adalah
fasilitas
pasar
tradisional/sederhana berupa pelataran, los yang dikelola Pemerintah Daerah, dan khusus disediakan untuk pedagang, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan pihak swasta. g. Retribusi pengujian kendaraan bermotor. Pelayanan pengujian kendaraan bermotor adalah pelayanan pengujian kendaraan bermotor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. h. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran. Pelayanan pemeriksaan alat pemadam kebakaran adalah pelayanan pemeriksaan dan/atau pengujian oleh pemerintah daerah terhadap alat-alat pemadam kebakaran yang dimiliki dan/atau dipergunakan oleh masyarakat.
i.
Retribusi Penggantian biaya cetak peta;peta adalah peta yang dibuat oleh pemerintah daerah, seperti peta dasar (garis), peta foto, peta digital, peta tematik, dan peta teknis (struktur).
j.
Retribusi penyediaan dan/ atau penyedotan kakus. Pelayanan penyedotan kakus adalah pelayanan penyedotan kakus/jamban yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh badan usaha milik daerah dan pihak swasta.
k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair. Pelayanan pengolahan limbah cair adalah pelayanan pengolahan limbah cair rumah tangga, perkantoran, dan industri yang dikelola dan/atau dimiliki oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah dan pihak swasta. l.
Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;
m. Retribusi Pelayanan Pendidikan; n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi. 2. Retribusi jasa usaha Retribusi jasa usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta, (Darise, 2006: 79). Objek retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial meliputi pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal. Jenis-jenis Retribusi Jasa Usaha berdasarkan undang-undang republik indonesia nomor 28 tahun 200tentangpajak daerah dan retribusi daerahadalah:
a. Retibusi pemaiakan kekayaan daerah. pelayanan pemakaian kekayaan daerah, antara lain, pemakaian tanah dan bangunan, pemakaian ruangan untuk pesta, pemakaian kendaraan/alat-alat berat/alat-alat besar milik daerah. Tidak termasuk dalam pengertian pelayanan pemakaian kekayaan daerah adalah penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut, seperti pemancangan tiang listrik/telepon maupun penanaman/pembentangan kabel listrik/telepon di tepi jalan umum. b. Retribusi pasar grosir/pertokoan. Pasar grosir dan/atau pertokoan adalah pasar grosir berbagai jenis barang, dan fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan/ diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh badan usaha milik daerah dan pihak swasta. c.
Retribusi tempat pelelangan. Tempat pelelangan adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan hasil hutan termasuk jasa pelelangan serta fasilitas lainnya yang disediakan di tempat pelelangan.
Termasuk dalam pengertian tempat
pelelangan adalah tempat yang dikontrak oleh pemerintah daerah dari pihak lain untuk dijadikan sebagai tempat pelelangan. d. Retribusi pelayanan terminal. Pelayanan terminal adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk kendaraan penumpang dan bis umum, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas lainnya di lingkungan terminal, yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah. dengan ketentuan ini, pelayanan peron tidak dipungut retribusi. e. Retribusi tempat khusus parkri. Pelayanan tempat khusus parkir adalah pelayanan penyediaan tempat parkir yang khusus disediakan, dimiliki dan/atau dikelola oleh
pemerintah daerah, tidak termasuk yang disediakan dan dikelola oleh badan usaha milik daerah dan pihak swasta. f.
Retribusi
tempat
tempat
penginapan/pesanggrahan/villa.
Pelayanan
tempat
penginapan/pesanggrahan/villa milik daerah adalah pelayanan penyediaan tempat penginapan/pesanggrahan/villa yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dimiliki dan/atau dikelola oleh badan usaha milik daerah dan pihak swasta. g. Retribusi Rumah Potong Hewan. Pelayanan rumah potong hewan adalah pelayanan penyediaan fasilitas rumah pemotongan hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dan sesudah dipotong, yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah. h. Retribusi pelayanan kepelabuhanan. Pelayanan pelabuhan kapal adalah pelayanan pada pelabuhan kapal perikanan dan/atau bukan kapal perikanan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan kapal yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan pihak swasta. i.
Retribusi tempat rekreasi dan olah raga. pelayanan tempat rekreasi dan olah raga adalah tempat rekreasi, pariwisata, dan olah raga yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah.
j.
Retribusi penjualan produk usaha daerah. Penjualan produksi usaha Daerah adalah penjualan hasil produksi usaha pemerintah daerah, antara lain, bibit/benih tanaman, bibit ternak, dan bibit/benih ikan, tidak termasuk penjualan produksi usaha badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah dan pihak swasta.
3. Retribusi perizinan tertentu Retribusi perizinan tertentu
adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah
daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah. Objek retribusi perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan, (Darise, 2006). Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu menurut undang-undang republik indonesia nomor 28 tahun 200tentangpajak daerah dan retribusi daerahadalah: a. Retribusi izin mendirikan bangunan. Izin mendirikan bangunan adalah pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan. Termasuk dalam pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan desain dan pemantapan pelaksanaan pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap memperhatikan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan
(KLB), koefisien ketinggian bangunan
(KKB), dan
pengawasan
penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syaratsyarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut
b. Retribusi Izin tempat penjualan minuman beralkohol. Izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu. c. Retribusi izin gangguan. Izin gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah. d. Retribusi Izin Trayek. Izin trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. Pemberian izin oleh pemerintah daerah dilaksanakan sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah. e. Retribusi Izin Usaha Perikanan.Izin usaha perikanan adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan. Jenis retribusi jasa umum dan retribusi perizinan tertentu, untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan kewenangan masing-masing Daerah sebagaimana diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sedang jenis retribusi jasa usaha, untuk daerah propinsi dan daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan jasa/pelayanan yang diberikan oleh masing-masing daerah.Rincian dari masing-masing jenis retribusi diatur dalam peraturan daerah. Selain jenis retribusi yang telah disebutkan di atas dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis retribusi lainnya sesuai kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang, (Darise, 2006: 88).
Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum didasarkan pada kebijaksanaan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan.Dengan demikian, prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum dapat berbeda menurut jenis pelayanan dalam jasa yang bersangkutan dan golongan pengguna jasa. Tarif rawat inap kelas tinggi bagi retribusi pelayanan rumah sakit umum daerah dapat ditetapkan lebih besar daripada biaya pelayanannya, sehingga memungkinkan adanya subsidi silang bagi tarif rawat inap kelas yang lebih rendah. Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi jasa usaha didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut. 2.1.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut Darise (2006: 47) pendapatan asli daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Pendapatan Asli Daerah yang
merupakan sumber penerimaan daerah sendiri perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan. Pendapatan asli daerah adalah salah dari sumber pendapatan daerah.Yang dimaksud Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber pendapatan di dalam wilayahnya sendiri.Pendapatan Asli Daerah tersebut dipungut berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Menurut Halim (2004:67), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daera. Menurut Kadjatmiko (2002 :77) dalam Siregar (2010), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang beralaku. Sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam Darise (2006: 45) terdiri dari : a. Pajak daerah. b. Retribusi daerah. c. Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan. d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Khusus pajak dan retribusi dasar hukum pemungutannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah sedangkan aturan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintahan Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 tentang Retribusi Daerah yang sekarang telah dirubah dan jelaskan secara jelas dalam Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 28 Tahun 2009tentangPajak Daerah Dan Retribusi Daerah 2.2
Kajian Penelitian Yang Relevan Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pajak daerah dan retribusi
daerah terhadap pendapatan asli daerah, diantaranya dikutip dari beberapa sumber, yaitu: 1.
Rindi (2011) dengan judul analisa tingkat efektifitas pajak daerah dan retribusi daerah
terhadap pendapatan daerah
Kabupaten Bekasi. Sesuai hasil
penelitiannya bahwa tingkat efektifitas penerimaan pajak dari tahun 2008 sampai 2010 adalah tinggi yaitu 100%. Sedangkan kontribusi penerimaan pajak dan retribusi daerah dari tahun 2008-2010 terus menunjukan angka kenaikan yang baik. Kemudian dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pajak daerah dan retribusi daerah sangatlah berpengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Bekasi 2.
Nugroho (2011) Pengaruh penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah (analisis terhadap Kota Batu periode Januari2008 - Juni 2010). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) perkembangan pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatanasli daerah mengalami pertumbuhan yang fluktuatif setiap bulanya" (2) Secara parsial pajak daerah berpengaruh positif dansignifikan terhadap pendapatan asli daerah, sedangkan retribusi daerah
berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pendapatan asli daerah" Secara simultan pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah" Variabel yang paling berpengaruh dominan terhadap pendapatan asli daerah selama 30 bulan terhitung sejak Januari 2008 hingga Juni 2010 adalah pajak daerah" (3) Variabel bebas yang mempunyai pengaruh kuat terhadap variabel terikat pendapatan asli daerah adalah variabel pajak daerah (X1)" (4)
Pemerintah
daerah
kota
Batu
menerapkan
kebijakan
intensifikasidan
ekstensifikasi pajak serta kebijakan ekstensifikasi retribusi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah kota Batu. 3.
Kurniawan (2010) pengaruh penerimaan pajak dan retribusi daerah terhadap peningkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten Ponorogo Hasil regresi linier berganda menunjukan bahwa pajak daerah berpengaruh
positif terhadap
pendapatan asli daerah 4.
Apriani (2012) pengaruh penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah Kota Tasikmalaya Tahun 2002-2011 (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Kota Tasikmalaya). Hasil simpulan dari penelitian menunjukan bahwa (1) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya (2) Pajak Daerah secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya (3) Retribusi Daerah secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya.
5.
Bayu Nata Dewa. 2010, pengaruh kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap
pendapatan
asli
daerah
Kabupaten
Semarang.
hasil
penelitian
menunjukkan perhitungan statistik uji F memperlihatkan penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah secara bersama-sama berpengaruh terhadap PAD Kabupaten Semarang (Y). Untuk lebih jelasnya tentang penelitian terdahulu yang menajdi acuan penelitian tersebut dapt dilihat pada tabel 3 berikut ini Tabel 3: Penelitian terdahulu No
Peneliti
Judul
Variabel
Hasil Penelitian
1
Rindi (2011)
Analisa tingkat efektifitas pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan daerah Kabupaten Bekasi
Pajak daerah, retribusi daerah, dan PAD
Sesuai hasil penelitiannya bahwa tingkat efektifitas penerimaan pajak dari tahun 2008 sampai 2010 adalah tinggi yaitu 100%. Sedangkan kontribusi penerimaan pajak dan retribusi daerah dari tahun 2008-2010 terus menunjukan angka kenaikan yang baik. Kemudian dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pajak daerah dan retribusi daerah sangatlah berpengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Bekasi
2
Nugroho (2011)
Pengaruh penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah (analisis terhadap Kota Batu periode Januari2008 Juni 2010).
Pajak daerah, retribusi daerah, dan PAD
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) perkembangan pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatanasli daerah mengalami pertumbuhan yang fluktuatif setiap bulanya" (2) Secara parsial pajak daerah berpengaruh positif dansignifikan terhadap pendapatan asli daerah, sedangkan retribusi daerah berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap pendapatan asli daerah" Secara simultan pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah. 3
Kurniawan (2010)
Pengaruh penerimaan pajak dan retribusi daerah terhadap peningkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten Ponorogo .
Pajak daerah, retribusi daerah, dan PAD
Hasil regresi linier berganda menunjukan bahwa pajak daerah berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah
4
Apriani (2012)
Pengaruh penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah Kota Tasikmalaya Tahun 2002-2011 (Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Kota Tasikmalaya).
Pajak daerah, retribusi daerah, dan PAD
Hasil simpulan dari penelitian menunjukan bahwa (1) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya (2) Pajak Daerah secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya (3) Retribusi Daerah secara parsial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya.
5
Bayu Nata Pengaruh Dewa kontribusi pajak (2010) daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Semarang.
Pajak daerah, retribusi daerah, dan PAD
Hasil penelitian menunjukkan perhitungan statistik uji F memperlihatkan penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah secara bersama-sama berpengaruh terhadap PAD Kabupaten Semarang (Y).
Sumber: olah data 2013
2.3
Kerangka Pemikiran Sejak berlakunya otonomi daerah, setiap daerah dipacu untuk dapat berkreasi
dalam mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah.Yang salah satunya dengan adanya pajak.Bahkan istilah pajak sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia, karena pada dasarnya setiap kegiatan pasti akan dikenakan pemungutan pajak. Dengan kata lain pajak dapat berarti sebagai iuran wajib berupa uang dari rakyat kepada Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku Dan dapat dipaksakan serta digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Untuk Meningkatkan kemandirian, pemerintah daerah berupaya terus menerus menggali dan meningkatkan sumber-sumber keuangannya sendiri. Salah satu upaya untuk membantu meningkatkan PAD yaitu dengan cara mengoptimalkan unsur-unsur PAD itu sendiri. Pajak seperti yang telah diungkapkan merupakan salah satu unsure PAD yang sangat penting dan potensial sehingga tidak salahnya jika pajak yang merupakan unsure penerimaan terbesar dalap PAD tersebut digali lagi lebih optimal dengan cara memaksimalkan pengelolaannya agar tercapai hasil yang optimal, (Numan, 2012). Otonomi
daerah
merupakan
pemberdayaan
daerah
dalam
pengambilan
keputusan daerah yang lebih leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri dan tidak bergantung subsidi dari pusat. Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab, setiap daerah dituntut untuk dapat menggali sumber-sumber keuangan di daerahnya. Sumber keuangan tersebut berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jika PAD meningkat
maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga mampu mendorong perekonomian dan pembangunan daerah tersebut, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum, (Inggi, 2013). PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, dan salah satu sumber PAD yang memiliki kontribusi terbesar berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Selama ini, pungutan daerah yang berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000. Yang mana sesuai dengan Undang-Undang tersebut, daerah diberi kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak, yaitu 4 jenis pajak provinsi dan 7 jenis pajak kabupaten/kota, dan diberi kewenangan untuk menetapkan jenis Retribusi selain yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah, adapun peraturan pemerintah tersebut menetapkan 27 jenis Retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan tertanggal 1 Januari 2010 Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diganti menjadi Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Diberlakukannya Undang-Undang ini memberikan peluang bagi daerah untuk mampu meningkatkan PAD-nya. Hal ini disebabkan dalam UndangUndang tersebut menegaskan adanya penambahan 4 jenis pajak, diantaranya 3 jenis pajak kabupaten/kota dan 4 jenis retribusi. Sebagaimana dijelaskan oleh Halim (2007: 292) Pajak dan retribusi daerah merupakan unsur dari pendapatan asli daerah (PAD) mempunyai peranan yang cukup penting. Oleh karena itu untuk meningkatkan penerimaan paendapatan asli daerah, pemerintah diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan PAD melalui pajak dan retribusi daerah.
Berdasarkan uraian tersebut maka kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihatpada gambar 1 berikut: Permasalahan: Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh pajak daerah dan retrbusi daerah terhadap PAD
Teori: Berdasarkan pedapat Halim (2007: 292)
Pajak dan retribusi daerah merupakan unsur dari pendapatan asli daerah (PAD) mempunyai peranan yang cukup penting. Besar kecilnya pndapatan daerah sangat trgantung dari penerimaan pajak dan retribusi daerah.
DPPKAD Kabupaten
Bone Bolango Penelitian terdahulu: 1. Kurniawan
(2010) dalam penelitiannya membuktikan penerimaan pajak dan retribusi daerah berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan asli daerah di Kabupaten Ponorogo. 2. Apriani (2012) Hasil simpulan dari penelitian menunjukan bahwa (1) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tasikmalaya. 3. Bayu Nata Dewa (2010) Hasil penelitian menunjukkan perhitungan statistik uji F memperlihatkan penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah secara bersama-sama berpengaruh terhadap PAD Kabupaten Semarang
Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah
Pajak
Retribusi
Daerah
Daerah Pendapatan Asli Daerah
Gambar 1: Kerangka Berfikir
2.4
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, hipotesis yang akan diuji dalam
penelitian ini adalah diduga terdapat pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Bone Bolango.
BAB III METODE PENELITIAN
1.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini di lakukan dikantor Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Asset Daerah Kabupaten Bone Bolango.Penelitian ini dimulai dengan melakukan
pengumpulan
data
awal
sampai pada
tahap
penyelesaian
yang
dilaksanakan pada bulan Maret 2013 sampai dengan selesai. 1.2
Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, yakni
menganalisis adanya pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat(Y). Desain penelitian pada dasarnya menggambarkan adanya prosedur-prosedur yang mungkin dapat menguji hipotesis penelitian agar bisa mencapai kesimpulan mengenai hubungan dan pengaruh variabel bebas dengan variabel terikat dalam penelitian ini. Adapun desain penelitian yang ditetapkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Pendapatan asli daerah (Y)
Pajak Daerah (X1) Retribusi Daerah (X2)
Gambar 2: Desain Penelitian
3.4
Definisi Operasional Variabel Penelitian ini menggunakan dua variabel independen yaitu pajak daerah (X1) dan
retribusi daerah (X2) dan satu variabel dependen yaitu pendapatan asli daerah (Y). Definisi operasional dari masing-masing variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Pajak daerah (X1) Simanjuntak (2003: 32) menyatakan bahwa pajak daerah adalah pajak-pajak yang dipungut oleh daerah-daerah seperti provinsi, kabupaten maupun kota berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya masing-masing.
2.
Retribusi daerah (X2) Darise (2006: 79) menyatakan reteribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan
3.
pendapatan asli daerah pendapatan asli daerah adalah tingkat keberhasilan suatu daerah dalam mencapai penerimaan pajak yang diperoleh daerah tersebut dari sumber-sumber pendapatan di dalam wilayahnya sendiri. Adapun definisi operasional variabel dan penyebaran indikator secara jelas dapat
dilihat pada tebel 3 berikut:
Tabel 3 Definisi Operasional Variabel Variabel
Definisi Operasional Varabel
Indikator
Skala
Pajak daerah (X1)
Pajak daerah adalah pajakpajak yang dipungut oleh daerah-daerah seperti provinsi, kabupaten maupun kota berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya masing-masing, (Simanjuntak, 2003: 32)
Realisasi Total Pajak Daerah 2007- Rasio 2011
Retribusi daerah (X2)
Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan(Darise, 2006: 79).
Realisasi Total Retribusi Daerah 20072011
Rasio
Pendapata n Asli Daerah (Y)
pendapatan asli daerah adalah tingkat keberhasilan suatu daerah dalam mencapai penerimaan pajak yang diperoleh daerah tersebut dari sumber-sumber pendapatan di dalam wilayahnya sendiri.
Realisasi Total PAD dari tahun 20072011
Rasio
Sumber: Olah Data 2013 3.5
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
dokumentasi yang dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder, mencatat, dan mengolah data yang berkaitan dengan penelitian ini. 3.6
Jenis Dan Sumber Data
3.6.1 Jenis Data
Sugiyono
(2009) menjelaskan
data sekunder adalah data yang telah
dikumpulkan oleh lembaga data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan laporan Target dan Realisasi pendapatan asli daerah kabupaten bone Bolango dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dengan periode pengamatan berbentuk kuartal. Karena data yang diperoleh dari berbagai sumber berbentuk tahunan maka untuk memperoleh data kuartalan dilakukan dengan cara interpolasi data tahunan menjadi kuartalan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Y 4.5 /12 Yt Yt 1 4 t Q2 1 Yt 1.5 /12 Yt Yt 1 4 Q3 1 Yt 1.5 /12 Yt Yt 1 4 Q4 1 Yt 4.5 /12 Yt Yt 1 4 Q1 1
3.6.2 Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini yakni data sekunder berupa laporan target realisasi anggaran pendapatan dan beanja daerah kabupaten bone Bolangoperiode 2007-2011 yang diperoleh dari instansi pemerintah yaitu dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. 3.7
Metode Dan Tehnik Analisis Data Model dan tehnik analiss data dalam penelitian ini menggunakan regresi
berganda.Regresi merupakan metode estimasi utama didalam Ekonometrika.Analisis regresi berganda yang menjelaskan hubunganantara satu variabel dependen dan satu atau lebih varabel independen berkaitan erat dengan hubungan yang bersifat statistic. Penggunanaan teknik ini karena dalam penelitian ini hanya digunakan dua variabel
independen (pajak daerah dan retribusi daerah) dan satu variabel dependen (PAD) model yang akan dibentuk sesuai dengan tujuan penelitian (Sugiyono, 2009: 261). Analisis regresi yang menjelaskan hubungan antara variabel dependen dan independen berkaitan erat dengan hubungan yang bersifat statistik, bukan hubungan yang pasti.Didalam statistik hubungan yang tidak pasti ini disebut hubungan yang acak (random atau stokastik). Suatu model regresi berganda dengan hanya dua variabel independen dari suatu populasi dimana terdapat satu variabel yang dependen dapat dinyatakan sebagai berikut: Y =a + b1 X1 + b2 X2 + e
Dimana:
Y
= Variabel terikat (PAD)
a
= Konstanta
b1, b2 = Koefisien regresi X1
= Variabel bebas 1 (pajak daerah)
X2
= Variabel bebas 2 (retribusi daerah)
e
= Error
Berdasarkan analisis regresi linier berganda maka akan diproleh koefisien regresi linier dari masing-masing variabel. Untuk menguji setiap koefisien dengan, pengujian koefisien determinasi R2, Regresi secara Individual (t-test) dan secara (Ftest).
3.7.1 Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum melakukan regresi berganda terlebih dahulu dilakukan uji uji asumsi klasik.Pengujian regresi linear berganda dapat dilakukan setelah model dari penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari asumsi klasik.Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah data tersebut harus terdistribusikan secara normal, tidak mengandung multikolinieritas, dan heterokedastisitas.Untuk itu sebelum melakukan pengujian regresi linier berganda perlu dilakukan lebih dahulu pengujian asumsi klasik, yang terdiri dari. 1.
Uji Normalitas Pengujian normalitas memiliki tujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal.Seperti diketahui bahwa uji t mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Untuk menguji normalitas data, penelitian ini menggunakan analisis
grafik. Pengujian
normalitas melalui analisis grafik adalah dengan cara menganalisis grafik normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal. Data dapat dikatakan normal jika data atau titik-titik terbesar disekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti garis diagonal. Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histrogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan: -
Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histrogramnya menunjukan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
-
Jika data menyebar lebih jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histrogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2006)
2.
Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2006).Uji multikolinearitas ini digunakan karena pada analisis regresi terdapat asumsi yang mengisyaratkan bahwa variabel independen harus terbebas dari gejala multikolinearitas atau tidak terjadi korelasi antar variabel independen.Cara untuk mengetahui apakah terjadi multikolinearitas atau tidak yaitu dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF).Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya.Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi dependen (terikat) dan regresi terhadap variabel independen lainnya.Tolerance mengukur variabillitas variabel independen lainnya. Jadi nilai Tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF=1/Tolerance).Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance<0,10 atau sama dengan nilai VIF>10 (Ghozali, 2006).
3.7.2 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis ini bertujuan untuk menguji ada tidaknya pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen.Hipotesis penilitian ini di uji dengan menggunakan analisis regresi berganda. 1. Uji Parsial (Uji t)
Uji parsial (uji t), bertujuan untuk menunjukan seberapa jauh pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Secara parsial hipotesis penelitian yang akan di uji dirumuskan menjadi hipotesis sebagai berikut: H1:
ß1X1, ß2X2 ≠ 0, artinya suatu variabel independen secara parsial
berpengaruh terhadap variabel dependen. H0:
ß1X1, ß2X2 = 0, artinya suatu variabel independen secara parsial tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen. Secara individual uji statistik yang digunakan adalah uji t. uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat.Uji t dilakukan dengan membandingkan antara thitung dengan ttabel. Untuk menentukan nilai ttabel ditentukan dengan tingkat signifikan 5% dengan derajat kebebasan df = (n-k-1) dimana n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel. Kriteria pengujian yang digunakan sebagai berikut: Jika thitung> ttabel (n-k-1) maka H0 ditolak Jika thitung< ttabel (n-k-1) maka H0 diterima Selain uji t, dapat pula dilihat dari segi besarnya probabilitas value (p value) dibandingkan dengan 0,05 (taraf signifikan α = 5%). Adapun kriteria pengujian yang digunakan adalah: Jika p value< 0,05 maka H0 ditolak Jika p value> 0,05 maka H0 diterima
Untuk dapat mengetahui seberapa besar presentase sumbangan dari variabel independen pajak daerah (X1), retribusi daerah (X2) secara bersama-sama terhadap alokasi belanja daerah (Y) sebagai variabel dependen dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi (r2).Dimana r2 menjelaskan seberapa besar variabel independen yang digunakan dalam penilitian ini menjelaskan variabel dependen. 2. Uji Simultan (Uji F) Uji simultan, yaitu uji statistik bagi koefisien regresi yang serentak atau bersamasama mempengaruhi Y. Uji ini menggunakan uji F menurut Hasan (2008) yaitu:
Keterangan: n : Jumlah subyek k : Jumlah variabel bebas R2: koefisien determinasi Secara simultan keseluruhan hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut: H0: b1X1, b2X2 = 0, artinya pajak daerah dan retribusi daerah tidak berpengaruh secara simultan terhadap alokasi belanja daerah. H1: b1X1, b2X2 ≠ 0, artinya pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh secara simultan terhadap alokasi belanja daerah. Uji F ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh secara bersama-sama (simultan) variabel-variabel independen (bebas) terhadap variabel dependen (terikat). Pembuktian dilakukan dengan cara membandingkan nilai Fhitung dengan
Ftabel pada tingkat kepercayaan 5% dan derajat kebebasan (degree of freedom) df = (n-k-1) dimana n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel. Criteria pengujian yang digunakan adalah: Jika Fhitung >Ftabel (n-k-1) maka H0 ditolak dan H1 diterima, arti secara statistic data yang digunakan membuktikan bahwa semua variabel independen (X 1 dan X2) berpengaruh terhadap nilai variabel (Y). Selain itu uji F pula dapat dilihat dari besarnya probabilitas value (p value) dibandingkan dengan 0,05 (taraf signifikan α = 5%). Adapun kriteria pengujian yang digunakan adalah: Jika p value< 0,05 maka H0 ditolak Jika p value> 0,05 maka H1 diterima Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar presentase sumbangan dari variabel independen X1, X2 secara bersama-sama terhadap varabiabel dependen Y dapat dilihat dari besarnya koefisien determinasi (R2).Dimana R2 menjelaskan seberapa besar variabel independen yang digunakan dalam penilitian ini menjelaskan variabel dependen. 3. Koefisien Determinasi R² Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan
variasi
variabel
independen.Koefisien
determinasi
ini
digunakan karena dapat menjelaskan kebaikan dari model regresi dalam memprediksi variabel dependen. Semakin tinggi nilai koefisien determinasi maka akan semakin baik pula kemampuan variabel independen dalam menjelaskan
variabel dependen, (Ghozali, 2006). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu.Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas.Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksikan variasi variabel dependen.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Penelitian
Kabupaten Bone Bolango adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Gorontalo, Indonesia. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran Kaupaten Gorontalo tahun 2003. Pada waktu dimekarkan Kabupaten Bone Bolango hanya terdiri atas empat wilayah Kecamatan, yaitu Bonepantai, kabila, suwawa, dan tapa. Sampai saat ini (September 2011) Kabupaten Bone Bolango mengalami banyak proses pemekaran Kecamatan dan desa/kelurahan menjadi banyak, yaitu 17 kecamatan dan 1 kecamatan persiapan (wilayah pinogu, cs), 152 desa, dan 4 kelurahan dengan jumlah penduduk 141.721 jiwa (berdasarkan data SP 2010). Luas wilayahnya adalah 1.984.31 km 2, sehingga daerah ini memiliki tingkat kepadatan penduduk sekitar 71,42 jiwa/km2. 4.1.2 Visi dan Misi Visi Bone Bolango adalah terwujudnya pemerintahan yang amanah, demi terciptanya
masyarakat
yang
madani. Misi
bonebolango
adalah
mewujudkan
pemerintah yang bersih, taat hukum dan demokrasi, menciptakan masyarakat yang sejahtera, mandiri dan berkeadilan.
4.1.3 Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Pemerintah Kabupaten Bone Bolango. Data diperoleh dari Kantor Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Bone Bolango. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa data Laporan Realisali Anggaran APBD tahun 2007 sampai
tahun 2011 yang diperoleh langsung dari Kantor Dinas Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Bone Bolango. Jumlah data dari penelitian ini adalah sebanyak 5 data yakni dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, yakni yang mencantumkan data-data mengenai pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan asli daerah (PAD). Sebelum dianalisis lebih lanjut data tahunan tersebut diubah menjadi data kuartalan. untuk memperoleh data kuartalan dilakukan dengan cara interpolasi data tahunan menjadi kuartalan yang hasilnya dapat dilihat pada lampiran. Data kwartalan tersebut menggunakan rumus dari Insukindro (2000) sebagai berikut: Y 4.5 /12 Yt Yt 1 4 t Q2 1 Yt 1.5 /12 Yt Yt 1 4 1 Q3 Yt 1.5 /12 Yt Yt 1 4 1 Q4 Yt 4.5 /12 Yt Yt 1 4 Q1 1
4.1.4 PengujianAsumsiKlasik Sebelum data dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis regresi berganda, terlebih dahulu diuji normalitas dan uji multikolinearitas adapaun hasil pengujian masing-masing sebagai berikut: 1. PengujianAsumsiNormalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal
atau mendekati normal. Untuk
mengetahui normal tidaknya distribusi variabel dalam penelitian ini dilakukan dengan uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S test). Jika nilai KolmogorovSmirnov signifikan pada taraf di atas 5% (0,05), maka data mengikuti distribusi normal,
dan sebaliknya jika nilai Kolmogorov-Smirnov signifakan pada taraf 5% atau dibawahnya berarti data mengikuti distribusi tidak normal. Hasil uji One Sample Kolmogorov Smirnov dapat dilihat pada tabel 4 berikut: Tabel 4: Hasil Pengujian Normalitas Data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Pajak Daerah N a Normal Parameters
Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Retribusi Daerah
Pendapatan Asli Daerah
20 2.9962E8
20 9.0533E8
20 2.0314E9
6.11342E7
4.54017E8
8.30827E8
.066 .066 -.055 .296 1.000
.130 .130 -.117 .580 .889
.191 .191 -.136 .853 .460
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. Sumber:: Olahan 2013
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan nilai Kolmogorov-Smirnov memiliki tingkat signifikan berada di atas 5% (0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data dalam variabel ini mengikuti distribusi normal. Selain dengan melihat nilai Kolmogorov-Smirnovpengujian normalitas juga dilakukan dengan melihat Normal Probability Plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya (Ghozali, 2001). Hasil Normal Probability Plot untuk uji normalitas adalah sebagai berikut: Gambar 3: Grafik Hasil Pengujian Normal Probability Plot
Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa data (titik) menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dengan mengikuti dasar pengambilan keputusan di atas, maka disimpulkan bahwa data dalam model regresi ini memenuhi asumsi normalitas data. 2. Asumsi Non Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan salah satu pelanggaran kondisi ideal yang disebabkan adanya hubungan linear diantara variabel regresor. Multikolinearitas bisa dideteksi dengan melihat nilai R2, dimana nilai R2 tinggi sedangkan tidak ada satupun koefisien regresi (secara parsial) yang signifikan. Selain itu, multikolinearitas dapat juga dideteksi dengan menggunakan indikator Variance Inflation Factor (VIF) dengan ketentuan sebagai berikut:
0 VIF 10 , tidak terdapat multikolinearitas
10 VIF 30 , multikolinearitas rendah
VIF 30 , multikolinearitas tinggi
Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan sebelumnya, diperoleh nilai Variance Inflation Factor (VIF) untuk masing-masing variabel yang tersajikan pada tabel 5. Tabel 5: Hasil Uji Multikolinearitas Collinearity Statistics Model 1
Tolerance
VIF
(Constant) Pajak Daerah
.912
1.096
Retribusi Daerah
.912
1.096
Sumber: Olahan 2013
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh pada tabel 5 ternyata dari dua variabel yang diamati semuanya mempunyai nilai VIF dibawah 10. Dengan demikian dapat disimpulkan dalam model yang dibangun tidak terdapat gejala multikolinearitas 4.1.5 HasilAnalisisRegresiBerganda Setelah persyaratan pengujian asumsi klasik terpenuhi, maka selanjutnya dilakukan analisis regresi antara pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah selama periode 2007-2011. Hasil analisis regresi dengan menggunakan bantuan SPSS tersajikan pada tabel 6 sebagai berikut:
Tabel 6: Model Regresi dan pengujian hipotesis Coefficients Model
Unstandardized Coefficients
a
Standardized Coefficients
t
Sig.
B 1
(Constant)
Std. Error
-1.387E9
4.976E8
9.403
1.694
.664
.228
Pajak Daerah Retribusi Daerah
Beta -2.787
.013
.692
5.550
.000
.363
2.910
.010
a. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah
Sumber: Olahan 2013 1. PersamaanRegresi/Model Regresi Berdasarkan hasil analisis pada tabel 6 di atas maka model regresi untuk menguji pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah dengan Efektivitas pendapatan asli daerah pemerintah Kabupaten Bone Bolango selama periode 2007-2011 adalah sebagai berikut: Y = -1.387E9 + 9.403X1 + 0.664X2
Interpretasi dari model analisis regresi di atas adalah sebagai berikut: a. Nilai Konstana diperoleh sebesar -1.387E9, hal ini berarti jika Pengaruh dari pajak dan retribusi daerah diabaikan maka rata-rata efektivitas pendapatan asli daerah pemerintah Kabupaten Bone Bolango selama periode 2007-2011 adalah sebesar 1.387E9 . b. Nilai Koefisien regresi variabel Pajak daerah diperoleh sebesar 9.403. hal ini berarti Setiap peningkatan 1 satuan penerimaan pajak daerah maka akan meningkatkan pendapatan asli daerah Kabupaten Bone Bolango sebesar 9.403. c. Nilai Koefisien regresi variabel retribusi daerah diperoleh sebesar 0.664. hal ini berarti setiap peningkatan 1 satuan penerimaan retribusi daerah, maka akan meningkatkan pendapatan asli daerah Kabupaten Bone Bolango sebesar 0.664. 2. UjiSignifikanParsial (Uji-t)
Uji t dilakukan untuk menguji secara parsial apakah variabel tingkat pajak daerah (X1), retribusi daerah (X2), secara parsial atau masing-masing mempunyai pengaruh terhadap efektivitas pendapatan asli daerah. Setelah pengujian model dilakukan selanjutnya akan dilaksanakan pengujian signfikansi Pengaruh dari variabel X (pajak dan retribusi daerah) terhadap pendapatan asli daerah pemerintah Kabupaten Bone Bolango. Secara individual uji statistik yang digunakan adalah uji t. uji t digunakan untuk mengetahui Pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji t dilakukan dengan membandingkan antara thitung dengan ttabel. Untuk menentukan nilai ttabel ditentukan dengan tingkat signifikan 5% dengan derajat kebebasan df = (n-k-1) dimana n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel. Kriteria pengujian yang digunakan sebagai berikut: Jika thitung> ttabel (n-k-1) maka H0 ditolak Jika thitung< ttabel (n-k-1) maka H0 diterima Berdasarkan output pada tabel 6 dapat dilihat nilai t-tabel yang diperoleh setiap variabel. Untuk mendapatkan kesimpulan apakah menerima atau menolak Ho, terlebih dahulu harus ditentukan nilai t-tabel yang akan digunakan. Nilai t-tabel ini bergantung pada besarnya df (degree of freedom) serta tingkat signifikansi yang digunakan. Dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5% dan nilai df sebesar n-k-1 = 20-2-1 = 17 diperoleh nilai t-tabel sebesar 2,110. Hasil pengujian pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap efektivitas pendapatan asli daerah pemerintah Kabupaten Bone Bolango selama periode 20072011 adalah sebagai berikut a. Pengaruh Pajak Daerah terhadap pendapatan asli daerah
Berdasarkan analisis diperoleh nilai t-hitung untuk variabel pajak daerah sebesar 5.550. Jika dibandingkan dengan nilai t-tabel yang hanya sebesar 2,110 maka t-hitung yang diperoleh jauh lebih besar dari nilai t-tebel sehingga Ho ditolak dengan signifikan kurang dari 0.05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel pajak daerah berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah. b. Pengaruh Retribusi Daerah terhadap efektivitas pendapatan asli daerah. Berdasarkan analisis diperoleh nilai t-hitung untuk variabel retribusi daerah sebesar 2.910. Jika dibandingkan dengan nilai t-tabel yang hanya sebesar 2,110 maka t-hitung yang diperoleh lebih besar dari nilai t-tebel sehingga Ho ditolak dengan nilai signifikan kurang dari 0.05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel retribusi daerah berpengaruh positif terhadap efektivitas pendapatan asli daerah. 3. UjiSignifikanSimultan (Uji- F) Uji F atau uji simultan digunakan untuk melihat apakah pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh secara simultan terhadap alokasi .
Uji F ini digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh secara bersama-sama (simultan) variabel-variabel independen (bebas) terhadap variabel dependen (terikat). Pembuktian dilakukan dengan cara membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel pada tingkat kepercayaan 5% dan derajat kebebasan (degree of freedom) Df1= k-1 dan Df2 = n-k, dimana n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel. Kriteria pengujian yang digunakan adlah jika Fhitung > Ftabel (n-k-1) maka H0 ditolak dan H1 diterima, arti secara statistic data yang digunakan membuktikan bahwa semua variabel independen (X1 dan X2) berpengaruh terhadap nilai variabel (Y).
Hasil pengujian hipotesis secara simultan dengan menggunakan SPSS dapat dilihat pada tabel 7 sebagai berikut:
Tabel 7: Hasil Pengujian Uji F b
ANOVA Sum of Squares
Model 1
df
Mean Square
Regression
9.954E18
2
4.977E18
Residual
3.162E18
17
1.860E17
Total
1.312E19
19
F 26.761
Sig. a
.000
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah
Sumber: Olahan, 2013
Berdasarkan hasil pada di atas didapat nilai Fhitung sebesar26.761. Adapun nilai Ftabel pada tingkat signifikansi 5% dan derajat bebas pembilang (df1) sebesar k = 2 dan derajat bebas penyebut (df2) sebesar N-k-1 = 20-2-1 = 17 adalah sebesar 3,592. Jika kedua nilai F ini dibandingkan, maka nilai Fhitung yang diperoleh jauh lebih besar Ftabel sehingga Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh secara simultan terhadap pendapatan asli daerah. 4.1.6 InterpretasiKoefisienDeterminasi Untuk mengetahui besar Pengaruh dari pajak dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah pemerintah kabuapten Bone Bolango selama periode 20072011
digunakan
analisis
koeifsien
determinasi.
Nilai
koefisien
determinasi
mencerminkan besarnya Pengaruh perubahan variabel bebas dalam menjalankan perubahan pada variabel tidak bebas secara bersama-sama, dengan tujuan untuk
mengukur kebenaran dan kebaikan hubungan antara variabel dalam model yang digunakan. Besarnya nilai R2 berkisar antara 0< R2 <1. Jika nilai R2 semakin mendekati satu maka model yang diusulkan dikatakan baik karena semakin tinggi variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel independen. Nilai koefisien determinasi untuk model regresi antara pajak dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah selama periode 2007-2011 dapat dilihat pada tabel 8 sebagai berikut: Tabel 8: Hasil Uji Determinasi Model Summaryb Model
R
R Square
Adjusted R Std. Error of Square the Estimate
1 .871a .759 .731 4.31245E8 a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah Sumber: Olahan, 2013 Berdasarkan hasil estimasi model persamaan regresi yang telah dilakukan di atas diperoleh nilai koefisien determinasi R Square (R2) sebesar 0.759. Nilai ini berarti bahwa sebesar 75.9% perubahan pendapatan asli daerah pemerintah kabupaten Bone Bolango selama periode 2007-2011 dipengaruhi oleh besarnya penerimaan pajak dan retribusi daerah yang diperoleh, Sedangkan sisanya sebesar 0,85% dipengaruhi oleh variabel lain.
4.2
Pembahasan Pendapatan asli daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah “Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah. Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). Dengan demikian usaha peningkatan pendapatan asli daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang Iebih luas tidak hanya ditinjau dan segi daerah masing-masing tetapi daham kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia. Pendapatan asli daerah itu sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan
keleluasaan
kepada
daerah
dalam
menggali
pendanaan
dalam
pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi. (Penjelasan UU No.33 Tahun 2004) 4.2.1 Pengaruh Pajak Daerah secara terhadap Efektivitas Pendapatan asli daerah Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunkan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Salah satu penerimaan Pendapatan Asli Daerah berasal dari sektor pajak daerah. Pajak daerah di Indonesia menurut Undang-Undang 34 Tahun 2000 adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, dan yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Untuk pemerintah kabupaten Bone Bolango berdarkan laporan realisasi anggaran penerimaan pajak daerah cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya daerah dan ditambah semakin banyak para pengguna daerah yang mau membayar pajak dan ini dapat dilihat bahwa dari tahun 2009 saja realisasi pajak daerah telah mencapai Rp 1.412.844.736,00 dibandigkan dengan tahun 2008 yang hanya mencapai Rp 881.092.811,00. Peningkatan pajak daerah ini tentunya akan meningkatkan pendapatan asli daerah.
Hasil analisis regresi menunjukan bahwa pajak daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan asli daerah pada pemerintah Kabupaten Bone Bolango. Hasil ini terlihat dari hasil pengujian secara parsial (uji t) yang menolak H 0, dalam artian nilai thitung diperoleh lebih besar dari nilai ttabel, sedangkan koefisien regresi variabel pajak daerah menunjukan arah positif sehingga dapat disimpulkan bahwa pajak daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan asli daerah pada Kabupaten Bone Bolango dengan arah positif, atau dengan kata lain peningkatan pajak daerah akan turut meningkatkan efektivitas pendapatan asli daerah, apabila pajak daerah meningkat sebesar satu satuan maka efektivitas pendapatan asli daerah pada pemerintah Kabupaten Bone Bolango akan meningkatkan sebesar 9.403. secara parsial pajak daerah memiliki kontrubusi terhadap pendapatan asli daerah dibandingkan dengan retribusi daerah. Hasil penelitian ini membuktikan penelitian dari Apriani (2012) sebagaimana dalam penelitannya membuktikan pajak daerah secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan asli daerah kota tasikmalaya. Penelitian Nugroho (2011) juga membuktikan secara parsial pajak daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah. pajak daerah merupakan salah satu komponen dari pendapatan asli daerah sehingga itu peningkatan pajak daerah akan berpengaruh terhadap efektivitas pendapatan asli daerah. 4.2.2 Pengaruh Retribuasi Daerah secara parsial terhadap Efektivitas Pendapatan asli daerah Sumber pendapatan daerah yang penting lainnya adalah retribusi daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakalan atau karena
memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah balk Iangsung maupun tidak Iangsung. Seperti halnya pajak daerah, retribusi daerah juga mempunyai peranan yang cukup signifikan dan tidak bisa dipandang lemah kontribusinya terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Berdasarkan laporan realisasi anggaran pemerintah Kabupaten Bone Bolango, penerimaan retribusi daerah cenderung tidak stabil, hal ini terlihat setiap tahunnya retribusi daerah mengalami penurunan dan peningkatan, dimana pada tahun 2008 realisasi retribusi daerah yang dicapai oleh pemerintah kabupaten Bone Bolango sebesar Rp 2.099.369.268,00 jika dibandingkan dengan tahun 2007 yang mencapai Rp. 2.710.892.477,00 realisasi tersebut menurun, kemudian untuk tahun 2009 penerimaan retribusi daerah sebesar Rp. 5.915.721.234,00 meningkat dibandingkan tahun 2008, untuk tahun 2010 penerimaan retribusi daerah sebesar Rp 4.610.731.002,83 dibandingkan dengan tahun 2009 capain ini cenderung menurun, untuk tahun 2011 pencapaian retirbusi daerah sebesar Rp. 2.769.880.111,00 dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya penerimaan ini cenderung menurun. Peningkatan dan penurunan retribusi daerah ini tentunya akan berpengaruh juga pada efektiviras penerimaan pendapatan asli daerah. Hasil analisis regresi menunjukan bahwa retirbusi daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan asli daerah pada pemerintah Kabupaten Bone Bolango. Hasil ini terlihat dari hasil pengujian secara parsial (uji t) yang menolak H 0, dalam artian nilai thitung diperoleh lebih besar dari nilai ttabel, sedangkan koefisien regresi variabel retirbusi daerah menunjukan arah positif sehingga dapat disimpulkan bahwa
retribusi daerah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas pendapatan asli daerah pada Kabupaten Bone Bolango dengan arah positif, atau dengan kata lain peningkatan retribusi daerah akan turut meningkatkan pendapatan asli daerah, apabila retribusi daerah meningkat sebesar satu satuan maka pendapatan asli daerah pada pemerintah Kabupaten Bone Bolango akan meningkatkan sebesar 0.664. Hasil penelitian ini membuktikan penelitian dari Apriani (2012) sebagaimana dalam penelitannya membuktikan retribusi daerah secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan asli daerah kota tasikmalaya. Penelitian Nugroho (2011) juga membuktikan secara parsial penerimaan retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah. sebagai komponen satu komponen dari pendapatan asli daerah, retribusi daerah patut diperhitungkan, hak ini dikarenakan
peningkatan
dan
penurunan
penerimaan
retribusi
daerah
turut
mempengaruhi pendapatan asli daerah. 4.1.3 Pengaruh Pajak daerah dan Retribusi daerah secara simultan terhadap Efektivitas Pendapatan Asli daerah Pendapatan asli daerah merupakan sektor penerimaan yang sangat penting bagi keberlangsungan
pembangunan
daerah.
Semakin
tinggi
penerimaan
terhadap
pendapatan asli daerah maka semakin besar pula kemampuan bagi daerah tersebutuntuk melaksanakan dan mensukseskan pembangunan daerah. Dalam hal ini pajak daerah dan retribusi daerah memegang peranan yang sangat penting yaitu sebagai sektor penyumbang pendapatan asli daerah. Pemerintah Kabupaten Bone Bolango dituntut untuk melakukan pembenahan struktural yang meliputi identifikasi potensi PAD, peningkatan kapasitas dan kapabilitas aparat dan peningkatan identifikasi
potensi dari sektor pajak dan retribusi daerah, agar sumber-sumber potensi yang ada dapat digali secara maksimal. Sehingga tidak terus terjadi ketergantungan terhadap pendapatan antara pemerintah pusat dan daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu unsure terpenting dan merupakan kontributor utama dari PAD.
Untuk itulah peranan pajak daerah dan
retribusi daerah ini perlu untuk dioptimalkan sehingga pemerintah daerah mampu untuk menyelenggarakan pemerintahannya dengan mengandalkan potensi daerah yang dimilikinya sendiri. Berdasarkan hasil analisis secara simultan dapat dilihat bahwa Pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah kabuapten Bone Bolango, hasil ini dibuktikan dengan nilai Fhitung yang diperoleh lebih besar dari nilai Ftabel. Hasil kefisien determinasi menunjukan besarnya pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah kabuapten Bone Bolango adalah sebesar 75,9%. Hasil penelitian ini mendukung pedapat dari Halim (2007: 292) diman Pajak dan retribusi daerah merupakan unsur dari pendapatan asli daerah (PAD) mempunyai peranan yang cukup penting. Besar kecilnya pendapatan daerah sangat tergantung dari penerimaan pajak dan retribusi daerah. penelitian ini juga membuktikan hasil penelitian dari Rindi (2011) hasil penelitian dapat diketahui bahwa pajak daerah dan retribusi daerah sangatlah berpengaruh yang signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Bekasi. Kemudian penelitian dari Nugroho (2011) hasil penelitiannya membuktikan secara simultan pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah.
kemudian penelitian dari Kurniawan (2010) jiga
sependapat dengan penelitain ini dimana hasil regresi linier berganda menunjukan
bahwa pajak daerah berpengaruh dan retribusi daerah berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah sebesar. Apriani (2012) juga membuktikan pajak daerah dan retribusi daerah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah Kota Tasikmalaya. Hasil yang sam juga dibuktikan oleh Bayu Nata Dewa (2010) hasil penelitiannya memperlihatkan penerimaan pajak dan retribusi daerah secara bersama-sama berpengaruh terhadap PAD Kabupaten Semarang (Y).
BAB V PENUTUP 5.1
Simpulan Bertolak dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Pajak daerah dan retribusi daerah secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap pendapatan asli daerah pada Pemerintah Kabupaten Bone Bolango. Hasil ini dibuktikan dengan nilai thitung variabel pajak daerah jauh lebih besar dari nilai ttabel dengan signifikan dibawah 0,05 dan koefisien regeresi untuk variable pajak daerah diperoleh dengan arah postif. Hal ini berarti pajak daerah secara parsial berpengaruh positif signifikan pendapatan asli daerah pada Pemerintah Kabupaten Bone Bolango. Sedangkan untuk varaiabel retirbusi diproleh nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel dengan nilai sginifikan kurang dari dari 0,05 dan koefisien regresi yang diperoleh dengan arah positif, sehingga dapat dikatakan retribusi daerah secara parsial berpengaruh positif signifikan pendapatan asli daerah pada Pemerintah Kabupaten Bone Bolango 2. Pajak daerah dan retribusi daerah secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan asli daerah pada Pemerintah Kabupaten Bone Bolango. Hal ini dibuktikan dengan adanya nilai Fhitung yang jauh lebih besar dari Ftabel.
5.2
Saran Berdasarkan simpulan di atas maka diajukan saran sebagai berikut: Untuk menunjang pendapatan asli daerah diharapkan pemerintah daerah kabupaten
Bone Bolango agar lebih mengoptimalkan lagi penerimaan daerah, yang bersumber
dari pajak daerah dan retribusi daerah. Sehingga dengan semakin besarnya kontribusi penerimaan yang dalam hal ini penerimaan dari sektor pajak daerah dan retribusi daerah, maka tingkat kemampuan daerah untuk memenuhi kebutuhan daerahnya yang bersumber dari dua faktor ini akan semakin tinggi. Bagi Dinas Pendapatan Dan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah selaku SKPD yang ditugaskan untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah diharapkan meningkatkan kualitas dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi DPPKAD Kabupaten Bone Bolango di bidang pelayanan terhadap wajib pajak dan retribusi daerah, hal ini dilakukan guna mengoptimalkan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah.
Lamprian 2: Data Penelitian Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
Pajak Daerah 640.110.665,00 1.175.540.616,00 881.092.811,00 1.412.844.736,00 1.158.032.561,00
Retribusi Daerah 1.103.352.062,00 2.710.892.477,00 2.099.369.268,00 5.915.721.234,00 4.610.731.002,83
PAD 2.864.144.687,00 6.069.301.590,00 5.650.002.250,99 13.465.965.696,77 6.922.530.440,70
2011
1.364.912.817,00
2.769.880.111,00
8.519.383.900,00
Lampiran 3: Iterpolasi kuartalan data penelitian TAHUN 2007.1 2007.2 2007.3 2007.4 2008.1 2008.2 2008.3 2008.4 2009.1 2009.2 2009.3 2009.4 2010.1 2010.2 2010.3 2010.4 2011.1 2011.2 2011.2 2011.3
Pajak Daerah 243.688.596,09 277.152.968,03 310.617.339,97 344.081.711,91 247.877.684,47 229.474.696,66 211.071.708,84 192.668.721,03 303.359.441,03 336.593.936,34 369.828.431,66 403.062.926,97 313.396.781,66 297.471.020,72 281.545.259,78 265.619.498,84 321.833.180,25 263.648.108,25 418.808.300,25 360.623.228,25
Retribusi daerah 527.016.205,34 627.487.481,28 727.958.757,22 828.430.033,16 582.172.617,84 543.952.417,28 505.732.216,72 467.512.016,16 1.121.147.311,69 1.359.669.309,56 1.598.191.307,44 1.836.713.305,31 1.275.025.584,88 1.193.463.695,43 1.111.901.805,98 1.030.339.916,54 865.049.798,86 1.382.789.112,19 2.150.943,31 519.890.256,64
PAD 1.216.841.937,84 1.417.164.244,28 1.617.486.550,72 1.817.808.857,16 1.451.809.875,78 1.425.603.667,09 1.399.397.458,40 1.373.191.249,72 2.633.744.851,15 3.122.242.566,51 3.610.740.281,87 4.099.237.997,23 2.344.079.665,43 1.935.114.961,93 1.526.150.258,42 1.117.185.554,92 1.980.140.963,19 1.531.025.927,76 2.728.666.022,24 2.279.550.986,81
Lampiran 4: Hasil Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Pendapatan Asli Daerah
N a Normal Parameters
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences
20 2.9962E8
20 9.0533E8
20 2.0314E9
6.11342E7
4.54017E8
8.30827E8
.066 .066 -.055 .296 1.000
.130 .130 -.117 .580 .889
.191 .191 -.136 .853 .460
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. Sumber:: Olahan 2013
2. Hasil Uji Multi Kolonieritas Collinearity Statistics Model 1
Tolerance
VIF
(Constant) Pajak Daerah
.912
1.096
Retribusi Daerah
.912
1.096
Lampiran 5: Hasil Pengujian Hipotesis
Coefficients
a
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Standardized Coefficients
Std. Error
Beta
-1.387E9
4.976E8
9.403
1.694
.664
.228
Pajak Daerah Retribusi Daerah
t
Sig.
-2.787
.013
.692
5.550
.000
.363
2.910
.010
a. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah b ANOVA Sum of Squares
Model 1
df
Mean Square
Regression
9.954E18
2
4.977E18
Residual
3.162E18
17
1.860E17
Total
1.312E19
19
F 26.761
a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah
Model Summaryb Model
R
R Square
Adjusted R Std. Error of Square the Estimate
1 .871a .759 .731 4.31245E8 a. Predictors: (Constant), Retribusi Daerah, Pajak Daerah b. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah
Sig. a
.000
n-k-1 = 20-2-1 = 17 sebesar 2,1098
derajat bebas pembilang (df1) sebesar k = 2 dan derajat bebas penyebut (df2) sebesar N-k-1 = 20-2-1 = 17 adalah sebesar 3,59