Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Analisa Kontrol Struktur Geologi Terhadap Morfologi dan Pengaruhnya Dengan Kerentanan Lahan Daerah Kecamatan Rajagaluh, Kabupaten Majalengka Dan Sekitarnya Choiril Firmansyah1, Iyan Haryanto2, Boy Yoseph CSSSA2, Edy Sunardi3 1 Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung-Sumedang KM. 21 Jatinangor, Sumedang, 45363, Indonesia Email :
[email protected]
Abstrak Kerentanan lahan suatu daerah dikontrol oleh banyak hal salah satunya adalah struktur geologi yang berkembang pada daerah tersebut. Struktur geologi bisa dicirikan dengan bentukan lahan yang dilihat dari penginderaan jauh yang kemudian dapat diinterpretasikan lebih lanjut. Bentukan lahan seperti lembahan yang terisi air (sungai) merupakan penciri dari rekahan yang terjadi dari aktifitas struktur geologi, dengan menarik kelurusan dari bentukan lahan lembahan tersebut dapat ditentukan kerapatan strukturnya yang kemudian dengan metoda Fault Fracture Density (FFD) dapat ditentukan persebaran kerapatan strukturnya dan dapat ditentukan kerentanan lahan pada suatu daerah, dan dengan ditinjau dari bentukan lahan berupa kemiringan lereng dapat dikorelasikan dengan kepadatan struktur guna mendapatkan hasil nilai kerentanan lahan yang lebih valid. Selain itu ada suatu kontrol yang memegang peranan penting yaitu neotektonik, dimana struktur yang masih aktif dan terus bergerak selama kala Kuarter memiliki dampak yaitu pada pergerakan-pergerakan baik batuan atau tanah, maka dari itu pengkajian tektonik aktif perlu dilakukan guna mengetahui keatifan dari tektonik pembentuk lahan melalui analisa morfotektonik. Dimana ada analisa diantaranya terdapat analisa pembandingan tinggi dan lebar lembah (Vf), rasio cabang sungai (Rb), sinusitas muka gunung (Smf), dan kerapatan pengaliran (Dd). Keempat analisa tersebut dapat mengetahui keaktifan tektonik melalui bentukan lahannya dan dapat menjadi tolak ukur dalam menentukan kerentanan suatu daerah. Kata Kunci : Struktur Geologi, FFD, kemiringan lereng, kerentanan lahan morfotektonik.
1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang Sebagai daerah yang berkembang daerah Rajagaluh memiliki potensi yang cukup tinggi namun bila dilihat dari keadaan geologinya perlu dilakukan pengkajian untuk penentuan daerah yang rentan terhadap terjadinya bencana melalui analisis-analisis geologi. Dimana suatu yang daerah berkembang akan terus melakukan suatu pembangunan dan perlu dilakukan peninjauan untuk memetakan
daerah yang baik dan kurang baik dilakukan pembangunan. Diketahui bahwa muka bumi tempat semua makhluk hidup melakukan beragamaktivitasnya memiliki karakteristik sangat beragam. Kondisi variasi morfologi ini memiliki karakter khusus yang dapat dicirikan dan dikelompokkan baik dari sisi litologi atau bentukan lahannya, sebagai akibat hasil proses-proses pengerjaan yang terjadi di lingkungan bumi. Diketahui geomorfologi
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
adalah ilmu yang mengaitkan antara bentuk medan dan proses-proses yang bekerja padanya serta menyelidiki kaitan antara bentuk medan dan proses-proses mengenai penyebarannya secara keruangan. (Zuidam, 1983). Akibat beragamnya bentuk permukaan bumi, maka perlu dikelompokkan berdasarkan persamaan dan perbedaan bentuk dari luar, struktur, dan proses yang mengakibatkan pembentukannya. Atas dasar kesamaannya, maka bentukan tersebut merupakan satu kesatuan unit atau unit geomorfologi. (Sunardi, 1985) Daerah Kecamatan Rajagaluh dan sekitarnya merupakan daerah yang sebagian besar permukaannya ditutupi oleh batuan yang berumur kuarter. Hal tersebut bisa dilihat dari keadaan geologi regional dimana hampir sekitar 80% lebih merupakan batuan yang berumur kuarter dapat ditinjau dari kondisi morfologinya banyak terdapat gunungapi aktif disekitar daerah tersebut. Bentuk lahan akan mengekspresikan bentukan topografi yang dapat dijadikan indikator telah terjadinya pergerakan tektonik atau tektonik aktif atau adanya suatu dampak dari pertumbuhan gunungapi. Bentuk topografi yang telah mengalami perpindahan dapat terlihat dan teramati melalui foto udara atau citra inderaan jauh yang memberikan kenampakan berupa pola aliran, gawir sesar, kenampakan teras sungai, dll. Indikasi geomorfik tersebut merupakan bagian yang sangat penting pada studi analisis struktur karena dapat digunakan untuk mengevaluasi secara cepat pada suatu daerah yang luas.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan aspek-aspek sebagai berikut : 1. Melakukan suatu identifikasi kepadatan struktur melalui analisis FFD (Fault Fracture Density) daerah penelitian. 2. Mengetahui korelasi dari kemiringan lereng terhadap kerentanan lahan daerah penelitian. 3. Mengetahui pengaruh tektonik aktif yang bekerja pada daerah penelitian.
2. Kerangka Pengerjaan 2.1 Studi pustaka Berdasarkan peta geologi regional daerah penelitian ini memasuk dua lembar peta yaitu Peta Geologi Regional Arjawinangun no. 10/XIII-D dan Tasikmalaya no. 1308-4. Diketahui litologi daerah penelitian hampir seluruhnya produk gunungapi dan memilki umur yang masih muda. -Aluvium, Lempung, lanau, pasir, kerikil dan terutama endapan sungai sekarang -Hasil gunungapi muda-lava, aliran lava muda Gunung Ceremei bersifat andesit, tersingkap disekitar G. Ceremei, dan aliran lava muda Gunung Tampomas bersifat basalt, tersingkap dibagian barat peta. -Hasil Gunung api muda tak teruraikan. Breksi, lava bersifat andesit dan basalt, pasir tufaan, lapili. Berasal dari gunung tampomas dan gunung ceremei. biasanya membentuk bukit-bukit rendah dengan tanah yang berwarna abu-abu kuning dan kemerah-merahan.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
-Hasil Gunungapi tua-lava. Aliran lava tua yang bersifat andesit dengan mineral hornblend sebagai mineral utama, menunjukan struktur aliran. -Hasil Gunungapi Tua-Breksi. Breksi gunungapi tua, endapan lahar. Komponen-komponennya terdiri dari batuan beku bersifat andesit dan basalt. -Hasil Gunungapi tua tak teruraikan. Breksi gunungapi, lahar, lava bersifat andesit dan basalt. -Formasi Halang-Anggota Atas. Batupasir tufa, lempung, konglomerat. Batupasir utamanya -Formasi Halang-Anggota Bawah. Breksi gunungapi yang bersifat andesit dan basalt, Disamping itu ditemukan tufa dan lempung serta konglomerat, morfologi berupa questa. -Formasi Cinambo-Anggota Serpih. Batulempung dengan selingan batupasir gampingan, pasir tufaan. -Formasi Cinambo-Anggota Batupasir. Grauwacke dengan timbulan tinggi, batupasir gampingan, tufa, lempung, lanau. Grauwacke disini mempunyai ciri perlapisan tebal, dengan sisipan serpih dan lempung tipis yang padat berwarna kehitam-hitaman. -Anggota Gununghurip, Formasi Halang.Turbidit, terdiri atas breksi gunungapi, batupasir, serpih dan konglomerat. Tebalnya 200-400 m. -Formasi Pemali. Napal globigerina, kelabu kebiruan dan hijau keabuan. umumnya berlapis buruk, bersisipan batugamping pasiran, biru keabuan, Tebal sekitar 500 m.
-Formasi Halang. Turbidit, terdiri atas perselingan batupasir, batulempung dan batulanau dengan sisipan breksi dan batupasir gampingan. Tebalnya lebih dari 400 m. -Formasi Cijulang. Breksi gunungapi, aliran lava dan retas bersusunan andesit, tufa, dan batupasir tufaan. Paling tebal 1000 m. -Formasi Kaliwangu. Batulempung bersisipan batupasir tufaan, konglomerat, batupasir gampingan, dan batugamping. Tebalnya lebih dari 300 m. Dapat dilihat bahwa hampir seluruhnya merupakan produk gunungapi baik dari umur oligosen (tersier) sampai holosen (kuarter). Dan bisa diketahui bahwa produk gunungapi berupa batuan piroklastik merupakan batuan yang bersifat tidak resisten.
3. Metode Penelitian Penelitian ini lebih menekankan pada analisis studio dimana analisis studio yang dimaksud adalah dengan menggunakan pendekatan penginderaan jauh, termasuk di dalamnya dilakukan analisis kelurusan (lineament) dan analisis pola pengaliran sungai. Dimana hasil dari analisa tersebut digunakan untuk menentukan pola-pola rekahan regionalnya yang kemudian diikuti oleh interpretasi penginderaan jauh berupa foto udara, foto satelit, analisis peta topografi, dan digital elevation model (DEM), dan kemudian dikombinasikan dengan pengamatan langsung ke lapangan untuk mengonfirmasi interpretasi yang sudah dilakukan selama tahapan analisis studio. Dan semuanya pada dasarnya
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
merupakan dasar-dasar ilmu geologi yang diterapkan dalam penelitian ini. 3.1 Analisis Pola Kelurusan (Lineament Analysis) Pola-pola kelurusan akan mengungkapkan nilai azimuth yang dominan dimana orientasinya dapat memberikan polapola retakan regional (McElfresh et al., 2002, Casas et al., 2000, Koike et al., 1998). Kelurusan didefinisikan secara geomorfologi sebagai suatu hal yang dapat dipetakan, sederhana atau gabungan dari beberapa fiturfitur kelurusan di permukaan, dimana beberapa bagiannya tersusun membentuk hubungan rektilinear atau sedikit kurvalinear dan dapat dibedakan secara jelas dari pola-pola yang berada di sekelilingnya yang diasumsikan sebagai fenomena yang juga terjadi di bawah permukaan (O´Leary et al., 1976). Yang termasuk dalam pola-pola kelurusan di permukaan adalah lembahan, punggungan, batas area yang memiliki perbedaan ketinggian, sungai, garis pantai, batas garis formasi batuan, dan zona-zona retakan (Hobbs, 1904). Kehadiran vegetasi yang tebal, endapan alluvial, abu volkanik yang baru saja meletus, dan lahan hasil ubahan manusia (persawahan, jalanan, sungai buatan untuk irigasi, dan perkotaan) tidak dipertimbangkan dalam penarikan pola-pola kelurusan. Data yang diambil dalam pola kelurusan ini adalah dari : 1) Kelurusan dari kelurusan tiap DAS.
sungai.
Termasuk
2) Kelurusan lembahan dari peta digital elevation model (DEM), dan 3) Kelurusan dari pola-pola struktural yang diambil dari peta geologi regional. Dari setiap nilai-nilai azimuth yang ditarik dari kelurusan, akan dimasukkan ke dalam diagram
bunga mawar (rosette diagram). Dari diagram bunga mawar inilah nantinya akan diketahui pola retakan dan arah gaya dominan yang bekerja. 3.2 FFD Methode Fault and Fracture Density (FFD), adalah suatu metode sederhana dalam eksplorasi panasbumi untuk menentukan lokasi yang kaya rekahan yang diasumsikan sebagai daerah yang berasosiasi dengan reservoar panasbumi di bawah permukaan. Pada sistem panasbumi volkanik berrelief rendah seperti di Selandia Baru, zona dengan nilai FFD tinggi biasanya berkorelasi baik dengan daerah manifestasi permukaan dan asosiasi batuan reservoarnya di bawah permukaan. Kontrasnya, metode FFD memberikan hasil yang berbeda ketika dipakai di sistem panasbumi non-volkanik elevasi tinggi seperti di Pulau Sulawesi, Indonesia. Pada penelitian ini dilakukan penerapan dan modifikasi dari FFD methode dimana dilakukan untuk mengetahui zona lemah yang diindikasikan dengan nilai FFD yang besar. Hasilnya akan dikorelasikan dengan data lain untuk mendukung penentuan daerah yang rentan. 3.3 Morfometri Analisis kemiringan lereng dimulai dari pembagian satu area penelitian menjadi beberapa kotak-kotak kecil berukuran 2 x 2 cm. Masing-masing garis yang memotong kontur digambar tegak lurus terhadap garis kontur yang dipotongnya. Kemudian nilai kemiringan lereng dapat ditentukan oleh rumus yang dibuat oleh van Zuidam (1985) berikut ini: S=((n-1) x ic)/(d x sp) Dimana : S= nilai kemiringan lereng (%)
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
n= jumlah kontur yang terpotong oleh garis ic= interval kontur (cm) d= jarak garis pada peta yang memotong kontur (cm) Tabel 3.2 hubungan Faktor keamanan dengan kemiringan lereng (Bowles, 1989)
sp= skala peta (cm)
Kelas Lereng
00 - 20 (0 - 2 %) 20 - 40 (2 - 7 %) 40 - 80 (7 - 15 %)
Klasifikasi Kemiringan Lereng
Simbol Warna
Datar atau hampir datar
Hijau tua
Landai
Hijau Muda
Landai sampai curam
80 - 160 (15 - 30 %) 160 - 350 (30 - 70 %)
Curam
Dari dua tabel di atas dapat diketahui kemiringan lereng berapa yang memiliki kerentanan lahan yang kurang baik dan memiliki kemungkinan yang besar untuk terjadinya suatu pergerakan lahan. Kemiringan Lereng
Warna
Bobot
0 -4
Hijau
1
40 - 160
Kuning
2
0
Kuning Muda Kuning Tua
Curam sampai terjal
Merah Muda
Terjal
Merah Tua
Sangat terjal
Ungu Tua
0
Merah 3 Tabel 3.3 Modifikasi klasifikasi Van Zuidam dengan Hubungan Fs dengan kemiringan lereng
>160
4. Hasil Penelitian 4.1 Hasil Analisis Dari hasil analisis kelurusan didapakan persebaran kerapatan struktur (gambar 4.1). Hal tersebut menjadi dasar dalam penelitian ini dimana dilakukan analisis kerentanan lahan.
350 - 550 (70 - 140 %) > 550 ( > 140% )
Tabel 3.1 Klasifikasi kemiringan lereng dan warna yang disarankan (van Zuidam, 1985)
Gambar 4.1 Penarikan Kelurusan (Lineament)
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Dapat dilihat bahwa penarikan kelurusan sungai yang menjadi dasar penarikan kelurusan tersebut dan didapatkan persebaran dan kerapatan struktur tersebut.
Peta tersebut kemudian dioverlay dengan peta kemiringan lereng hasil perhitungan morofometri (Gambar 4.4) dan didapatkan peta Analisa Kerentanan lahan dari analisa FFD dan kemiringan lereng (Gambar 4.5)
Lalu dilakukan analisa FFD untuk menganalisis kerapatannya dimana dilakukan metoda gridding (gambar 4.2) dan krigging guna mendapatkan peta persebaran kerapatan struktur.
Gambar 4.4 Peta kemiringan lereng
Gambar 4.2 Metoda grid untuk analisa FFD Dari data tersebut didapatkan data berupa peta kerapatan struktur (Gambar 4.3). Peta tersebut menggambarkan bahwa daerah yang memiliki kerapatan struktur yang padat berwarna merah dan bila tidak begitu padat berwarna kuning dan bila tidak padat berwarna hijau.
Gambar 4.3 Peta Kerapatan Struktur hasil analisa FFD
Gambar 4.5 Peta Kerentanan lahan Selain itu dilakukan analisa tektonik aktif melalui analisa morfotektonik dimana didapatkan hasil sebagai berikut: NAMA DAS 1 DAS 2 DAS 3 DAS 4 DAS 5 DAS 6 DAS 7 DAS 8 DAS 9 DAS 10 DAS 11
Rb1/2
Rb2/3
1,958333 2,318841 2,571429 2,306452 2,4 1,368421 2,255814 2,193548 2,607843 2,923077 2,315789
1,627119 1,604651 2,1875 1,409091 3,8 1,30303 1,55 2,833333 2,826087 0,95
Rb3/4
Rb4/5
5,363636 11 3,583333 2,4 1,882353 2,833333 8,8 3,666667 6,666667 2 1,352941 5 2
Tabel 4.1 Hasil analisa Rb
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Das 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
A 188,300 131,400 103,400 96,630 29,240 41,470 99,000 96,840 84,800 85,830 53,370
Ls 452,30 290,70 267,80 277,90 59,48 71,16 216,00 173,90 214,20 242,90 97,73
Dd 2,4020181 2,2123288 2,589942 2,8759185 2,0341997 1,7159392 2,1818182 1,7957456 2,5259434 2,8300128 1,8311786
lahan. Didapatkan kesamaan dari peta kerentanan lahan hasil FFD dan kemiringan lereng dengan peta yang dibuat oleh PVMBG (Gambar 4.6)
Tabel 4.2 Hasil analisa Dd DAS
Vfw
Eld
Erd
Esc
Vf
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
275 375 239 62,5 173 152,5 482 113 202 120 120
468 610 480 921 784 557 1250 521 852 512 585
471 680 505 925 788 572 1375 544 851 552 584,5
440 550 375 915 765 545 1000 510 830 480 584
9,322033898 3,947368421 2,034042553 7,8125 8,238095238 7,820512821 1,5424 5,022222222 9,395348837 2,307692308 160
Ls (km) 4,99 2,55 5,95 4,88 3,28 3,94 3,45 4,02 7,84 2,79 4,31
Smf 1,104208 1,152941 1,129412 1,274795 1,152439 1,121827 1,142029 1,20398 1,102041 1,222222 1,187935
DAS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tabel 4.3 Hasil analisa Vf Lmf (km) 5,51 2,94 6,72 6,221 3,78 4,42 3,94 4,84 8,64 3,41 5,12
Aktivitas Tektonik aktif aktif aktif aktif aktif aktif aktif aktif aktif aktif aktif
Tabel 4.4 Hasil Analisa Smf Dari hasil ke-empat analisa tersebut dapat dilihat bahwa daerah penelitian ini merupakan daerah yang memilik tektonik aktif dibeberapa titik setiap daerah aliran sungainya. 4.2 Pembahasan Dari hasil analisa didapatkan peta kerentanan (Gambar 4.5) hasil tersebut kami bandingkan dengan peneliti sebelumnya yang telah meneliti kerentanan pergerakan tanah yaitu PVMBG yang menggunakan beberapa metoda diantaranya: a. Kemiringan lereng, b. Kondisi geologi, c. Pergerakan tanah, dan d. tata guna
Gambar 4.6 Peta Kerentanan pergerakan tanah PVMBG Dapat dilihat bahwa dua peta tersebut memiliki kesamaan relatif 80% dimana bisa dikatakan tingkat ketepatan dari penelitian ini cukup tinggi dan kesalahn yang kecil hanya sekitar 30%. Perbedaan dapat dilihat dari beberapa metoda yang diterapkan PVMBG seperti tata guna lahan yang dapat mempengaruhi hasil dari perhitungan kerentanan lahan tersbut. Selain itu hasil dari analisa morfotektonik yang menunjukkan bahwa daerah penelitian tersebut memilik tektonik aktif yang dimana masih melakukan pergerakan selama 10 ribu tahun terakhir atau umur Holosen sampai dengan resen, hal tersebut dapat memicu pergerakan tanah atau batuan ketika terjadi gempabumi. 5. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini sudah cukup baik namun masih
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
memiliki beberapa hal yang perlu dikoreks agar dapat mendapatkan hasil yang lebih baik dan detail. Daerah penelitian merupakan daerah yang memiliki potensi bencana cukup tinggi dilihat dari hasil penelitian ini baik dari peta kerentanan lahannya ataupun analisa aktifitas tektoniknya yang menunjukan bahwa morfologi daerah tersebut hasil aktifitas tektonik.
Daftar Pustaka Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Carlson, Diane H., et al. 2011. Physical Geology: Earth Revealed, ninth edition. New York. McGraw-Hill Companies. Doornkamp, J. C. 1986. Geomorphological approaches to the study of neotectonics. Journal of Geological Society, Vol. 143: 335-342. Horton, Robert E. 1945. Erosional Development of Strams and Their Drainage Basins; Hydrophysical Approach to Quantitative Morphology: Bulletin of The Geological Society of America, V 56, PP. 275 –370 Howard, A.D. 1967. Drainage Analysis in Geologic Interpretation: A Summation. AAPG bulletin, V 51, no.11. Hunt, Roy E. 2007. Characteristics of Geologic Materials and Formations, A Field Guide for Geothecnical
Engineers, second editions. CRC Press. Strahler A. N.. 1952. Hypsometric (AreaAltitude) Analysis of Erosional Topology. Geological Society of America Bulletin 63. Zuidam, R.A. 1985. Aerial PhotoInterpretation in Terrain analysis and Geomorphologic Mapping. Smits Publishers The Hague Netherland. 442h. Howard, Arthur David., 1967. Drainage Analysis in Geologic Interpretation: A Summation. The American Association of Petroleum Geologists Bulletin. V. 51, No. 11: 2246-2259 Schumm, S. A., 1977. Drainage Basin Morphology. Dowden Hutchinson & Ross Inc. Pennsylvania. 352p Strahler, Arthur N. and Alan H. Strahler., 1984. Elements of Physical Geography, 3rd Edition, John Wiley & Sons, New York. Thornbury, D. William., 1969. Principles of Geomorphology, John Willey & Sons Inc., New York, London, Sidney, Toronto. Van Zuidam, R. A., 1983. Guide to Geomorphologic aerial photographic interpretation and Verstappen, H. Th., 1977. Remote Sensing in Geomorphology, First Edition, Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam. Van Der Pluijm, Ben A., 2004. Earth Structure Second Edition, New York: W. W. Norton & Company Ltd.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”