STUDI PERBANDINGAN TENTANG KAFĀ’AH DALAM HUKUM ISLAM DAN BUDAYA BUGIS BONE Oleh: Ali Said Sekolah Tinggi Islam Negeri Watampone E-mail:
[email protected] ABSTRACT
Pendahuluan
Research results show kafā’ah that is recommended by Islam in selecting prospective spouses, but it can be a valid size or whether the marriage. kafā’ah was the right woman or his guardian. A marriage that is not balanced, mismatched/not in compliance would pose an ongoing problem, and likely led to the divorce. In the words of the Prophet Muhammad who describes kafā’ah. Women marry because of four things: firstly because of his wealth, second degree, because (their lineage), the third to the fourth, her religion, then choose a because his religion, then fulfilled all. The concept of kafā’ah in the Bugis culture is known by the existence of the ideal of marriage in society, namely (1) Assialang Arolang, marriage held between cousins one time, either from the father or mother's side. (2) Assialanna Memeng, marriage between cousins held twice; (3) Siparewekenna, that is a three-time cousin marriage in Bugis culture strengthen the relationship/the brotherhood of the rope start missing or faded. (4) Ripaddeppe mabelae, mate with cousin 4 times, 5 times onwards. (5) Assiteppa Teppangeng, marriage with another person outside of the kinship. A comparison between the concept of kafā’ah in the Bugis culture with kafā’ah in Islamic law at the moment is the same because the indigenous Bugis Bone adopted Islamic law in the life of society. So all existing legal norms in Islam to be kept because it's been entered in pangadereng Keyword: Kafā’ah, menre, Sompa
AL-RISALAH| Januari -Juni 2016
se-kufu,
dui
Perkawinan 1971:145)
adalah
(Zakariyah, ikatan
suci
berdasarkan agama yang menghalalkan pergaulan serta menentukan batas-batas hak dan kewajiban antara seorang pria dan
seorang
mempunyai
wanita hubungan
yang
tidak
kekeluargaan
(bukan mahram), (Departemen Agama R.I.
Proyek
Peningkatan
Peranan
Wanita, 1997:39) sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita, sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia serta kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk membentuk keluarga yang bahagia
dibutuhkan
rasa
saling
memahami antara suami istri sehingga dapat
tercipta
keharmonisan,
STUDI PERBANDINGAN TENTANG KAFĀ’AH DALAM HUKUM ISLAM DAN BUDAYA BUGIS BONE
| 117
ketenangan dan kasih sayang karena
Terjemahnya: Mereka adalah Pakaian
tiga poin tersebut merupakan kunci dari
bagimu, dan kamupun adalah Pakaian
tujuan
bagi mereka. (Departemen Agama RI,
perkawinan.
Indonesia,
(Republik
Undang-Undang
2002:30)
Perkawinan, 1986:7) Firman Allah dalam QS. al-Rum/30: 21:
Ayat di atas mengibaratkan suami istri sebagai pakaian bagi pasangannya
karena
masing-masing
saling
melindungi pasangannya. Oleh karena
itu, keperluan suami kepada istri dan keperluan istri kepada suami adalah seperti
keperluan
masing-masing
terhadap pakaian. Pakaian diperlukan untuk menutupi badan dan menghindari
Terjemahnya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu
isteri-isteri
dari
jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram
kepadanya,
dan
suatu yang menyakitkan, begitu juga dengan suami dan istri, masing-masing akan menjaga kemuliaan, kehormatan serta memberikan kebahagiaan kepada masing-masing pasangan.
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih Tujuan
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu
benar-benar
terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.
perkawinan
menurut
Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama
dalam
rangka
mendirikan
keluarga yang harmonis, sejahtera, dan
(Departemen Agama RI, 2002:407)
bahagia. Harmonis dalam menggunakan Al-Qur’an kebutuhan
menggambarkan manusia
perkawinan,
serta
kebahagiaan yang
terhadap
ketenangan
dan
lahir dari pada
perkawinan tersebut. Firman Allah swt. dalam QS. al-Baqarah/2:187:
hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir
bathinnya sehingga timbullah
kebahagiaan, yakni kasih sayang antara anggota keluarga. Pernikahan adalah cara yang paling utama bahkan satusatunya cara yang diridhoi oleh Allah dan
Rasul-Nya
untuk
memperoleh
keturunan dan menjaga kesinambungan
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
|
No. 1
118 | Ali Said
manusia, seraya memelihara kesucian
penting dalam perkawinan meskipun
nasab (silsilah keturunan) yang sangat
kafā’ah bukan merupakan syarat sah
diperhatikan oleh agama.(Al-Habsyi,
suatu perkawinan dan hanya merupakan
2002:125)
syarat lazim suatu perkawinan. Mereka
Pasangan yang serasi diperoleh
mengemukakan dalil berdasarkan hadits
untuk mewujudkan rumah tangga yang
Rasulullah dan akal (rasio) berdasarkan
sakinah,
rah{mah.
dalil-dalil yang terdiri dari hadis dan
Banyak cara yang dilakukan untuk
dalil ma’qul. (Al-Zuhaili, 1989:232-
mencapai tujuan tersebut, salah satunya
233) Adapun hadits Nabi saw. yang
adalah upaya mencari calon istri atau
menjelaskan tentang kafā’ah adalah
suami
sebagai berikut:
mawaddah
yang
bukanlah
baik. suatu
keberadaannya
dan
Upaya
tersebut
kunci
namun
ٌ ﺛ َ َﻼ ْ ﺼ َﻼة ُ ِإذَا أَﺗ ، َﺖ اﻟ ﱠ: ث َﻻ ﺗ ُ َﺆ ِ ّﺧ ُﺮ ْ ﻀ َﺮ َو ْاﻷ َ ِﯾّ ُﻢ ِإذَا، ت َ َو ْاﻟ َﺠﻨَﺎزَ ة ُ ِإذَا َﺣ َو َﺟﺪْتَ ﻛُﻔُﺆﱠ ا َﻟ َﮫ
dalam rumah tangga
akan menentukan, baik tidaknya dalam membangun
rumah
tangga.
(Al-Zuhaili,1989:232)
(Marhumah & Suryadilaga, 2003:50) dianjurkan oleh Islam
Artinya : ”Tiga perkara yang tidak
dalam memilih calon suami/istri, tetapi
boleh ditangguhkan, sholat jika telah
dapat menjadi sebuah ukuran sah atau
tiba
tidaknya perkawinan. Kafā’ah adalah
datang, dan perempuan yang belum
hak bagi wanita atau walinya. Suatu
menikah jika mendapati orang yang
perkawinan yang tidak seimbang, tidak
setara denganya”.
Kafā’ah
serasi/tidak sesuai akan menimbulkan problem
berkelanjutan,
jenasah
jika
telah
Dalam perkawinan adat Bugis
besar
(Kab. Bone) dalam hal mencari jodoh
kemungkinan menyebabkan terjadinya
di kalangan orang Bugis menetapkan
perceraian.
itu,
perkawinan yang ideal adalah. (1)
dibatalkan.
Perkawinan yang disebut assialang
Oleh
perkawinannya
dan
waktunya,
karena
boleh
(Ghazaly, 2011:104)
marola, ialah pernikahan antara sudara
Jumhur fuqahā‘, di antaranya adalah
ulama
berpendapat
empat
bahwa
madzhab
kafā’ah
sangat
sepupu sederajat kesatu, baik dari pihak ayah maupun dari ibu; (2) perkawinan yang disebut assialang memeng, ialah perkawinan
AL-RISALAH| Januari -Juni 2016
antara
saudara
sepupu
STUDI PERBANDINGAN TENTANG KAFĀ’AH DALAM HUKUM ISLAM DAN BUDAYA BUGIS BONE
| 119
derajat kedua, baik dari pihak ayah
2) Golongan yang kedua adalah to
maupun ibu; (3) Perkawinan yang
maradeka yang dikenal pula sebagai to
disebut
yaitu
deceng dan to sama, maksudnya orang
sepupu
derajat
merdeka dari kekuasaan orang lain. 3)
Perkawinan
antara
Golongan yang ketiga adalah strata
ripaddeppe’ mabelae, ialah perkawinan
masyarakat yang paling rendah dan
antara saudara sepupu derajat ketiga
dikenal dengan istilah ata (hamba
juga
sahaya
assiparewekenna
perkawinan ketiga.
antara
(4)
dari
kedua
belah
pihak.
(Lamallongeng, 2007:11)
bilateral
budak).
Lapisan
ini
sebenarnya hanyalah merupakan lapisan
Masyarakat Bugis yang menganut sistim
atau
memungkinkan
sekunder
yang
penumbuhan
hadir
pranata
mengikuti
sosial
dalam
seseorang untuk berubah status dalam
kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan
waktu
pada
singkat
akibat
ikatan
masa
lampau.
(Departemen
kekeluargaan istri atau suaminya. Hal
Pendidikan dan Kebudayaan, 1993:17-
ini dapat terjadi dalam perkawinan
18)
antara
dua
status
sehingga satu
yang
berlainan
Dalam
lembaga
perkawinan,
di antara pasangan
kelas sosial yang semula telah ditempati
tersebut dapat berpindah status. Oleh
oleh keluarga sangat dipengaruhi jodoh
karena itu, perkawinan bagi masyarakat
yang diperoleh seorang perempuan.
Bugis tujuannya tidak hanya semata-
Jodoh yang se-kufu’ dianggap sebagai
mata
kebutuhan
solusi yang harus perempuan ambil
berfungsi
untuk tetap mempertahankan stratifikasi
untuk menaikkan gengsi sosial bagi
sosial yang disandang keluarga. Oleh
salah satu atau kedua-duanya pasangan
karena
tersebut. Status yang diperoleh melalui
mendominasi pemilihan jodoh bagi
keturunan dalam masyarakat Bugis
perempuan demi mendapatkan jodoh
menurut Friedcricy
diklasifikasikan
yang se-kufu’ sehingga perempuan terus
dalam tiga bahagian, meliputi: 1) Anak
berada di wilayah subordinasi di bawah
Arung adalah lapisan raja dan sanak
kekuasaan
dan
keluarganya, kaum bangsawan. Lapisan
Nilai siri’
yang
ini dalam masyarakat mempunyai gelar
masyarakat
seperti mangkau (Raja), andi dan petta,
perempuan dalam posisi yang dilematis.
untuk
biologis,
memenuhi
melainkan
juga
itu, keluarga (ayah) kerap
kontrol
Bugis
laki-laki.
melekat
dalam
menempatkan
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
|
No. 1
120 | Ali Said
Di satu sisi, perempuan dituntut untuk
kerabat
mempertahankan
mempelai perempuan, dan jika salah
Namun,
di
martabat
sisi
keluarga.
(orang
melakukan
menghiraukan adat tersebut maka akan
perbuatan tidak terpuji (menurut ukuran
mendapatkan sangksi pengucilan dalam
masyarakat Bugis), sehingga dalam
masyarakat.
keseharian perempuan perlu betul untuk mendapatkan
penjagaan
masyarakat
dari
satu
akan
anggota
tua)
perempuan
dikhawatirkan
lain,
terdekat
tidak
Fenomena yang terjadi dalam
dan
masyarakat Bugis adalah perkawinan
pengawasan laki-laki (ayah dan seluruh
yang dilangsungkan antara keturunan
anggota keluarga laki-laki lainnya). Hal
ulama (topanrita) orang kaya (tosugi),
tersebut menunjukkan bahwa sistem
pemberani
patriarki
melangsungkan
dalam
memandang lemahnya,
masyarakat
perempuan bahkan
Bugis
sedemikian
untuk
menjaga
nilai siri’ yang dibebankan padanya. Penggolongan masyarakat dalam
(towaranii)
dapat
perkawinan
dengan
perempuan bangsawan karena dalam Lontara antara ulama, orang kaya, pemberani, kalangan bangsawan dapat duduk bersanding satu sama lain.
status sosial seperti di atas kadang-
Paparan
di
atas
menjelaskan
kadang dapat berimplikasi terhadap
bahwa
peroses pernikahan di masyarakat Bone,
perbedaan
terkadang gagalnya suatu pernikahan
kafā’ah
diakibatkan karena salah satu pihak
budaya bugis sehingga penulis merasa
menolak sebab status sosial yang tidak
perlu
sama, terutama status sosial sang laki-
tentang permasalahan keduanya dalam
laki yang lebih rendah dibandingkan
penelitian
dengan
sang
Perbandingan Tentang Kafā’ah dalam
masih
Hukum Islam dan Budaya Bugis Bone.
banyak dianut oleh masyarakat di
Berdasarkan uraian tersebut di atas,
Kabupaten
maka
status
perempuan.
jodoh.
sosial
Praktik
Bone
tersebut
dalam
pemilihan
masyarakat
dalam
persamaan tinjauan
dan tentang
dalam hukum Islam dan
pengkajian
yang
yang
yang
mendalam
berjudul
menjadi
Studi
permasalahan
Bugis
pokok dalam penelitian ini adalah Studi
penetapan setara atau tidaknya seorang
Perbandingan Tentang Kafā’ah dalam
laki-laki dengan
Hukum Islam dan Budaya Bugis Bone
proses
Dalam
yang
adanya
perempuan dalam
pernikahan
AL-RISALAH| Januari -Juni 2016
ditentukan
oleh
yang
dijabarkan
dalam
beberapa
STUDI PERBANDINGAN TENTANG KAFĀ’AH DALAM HUKUM ISLAM DAN BUDAYA BUGIS BONE
| 121
permasalahan sebagai berikut: yaitu
untuk arti akad nikah. (Al-Zuhaili,
bagaimana konsep kafā’ah
1989:29)
hukum Islam?,
dalam
bagaimana konsep
Menurut
Khoiruddin
Nasution
kafā’ah dalam budaya Bugis? dan
perkawinan adalah terjemahan dari kata
bagaimana perbandingan antara konsep
nakaha dan zawaj. Kedua kata inilah
kafā’ah
dalam budaya Bugis dengan
yang menjadi istilah pokok dalam al-
kafā’ah dalam hukum Islam?
Qur’an untuk menunjuk perkawinan
Kerangka Teoritik
(pernikahan). Istilah atau kata زوج pernikahan
berarti pasangan dan istilah ﻧﻜﺢberarti
dalam bahasa arab, secara etimologis
berhimpun. Dengan demikian, dari sisi
berasal dari akar kata ﻧﻜﺢ- ﯾﻨﻜﺢ- ﻧﻜﺤﺎyang
bahasa
berarti sama dengan kata وطﻰء, yang
berkumpulnya dua insan yang semula
Perkawinan
atau
perkawinan
berarti
yang
terpisah dan berdiri sendiri, menjadi
mempunyai arti menggauli, bersetubuh.
satu kesatuan yang utuh dan bermitra.
(Munawwir, 1997:1565) Sedangkan al-
Kata زوجdalam berbagai bentuknya
Azhariy
sebagaimana
terulang tidak kurang 80 kali dalam al-
yang telah dikutip oleh Ibn al-Manzur
Qur’an. Sementara kata ﻧﻜﺢdalam
serupa
dalam
dengan
ﺟﺎﻣﻊ
kata
berpendapat,
kitabnya
Lisān
al-‘Arab,
disebutkan bahwa asal kata nikah adalah
dari
bahasa
arab
berbagai bentuknya ditemukan 23 kali. (Nasution, 2013:20-21)
yang
Dengan demikian, dari kedua
menyebutnya dengan istilah اﻟﻮطﻰءyang
istilah
darinya
menunjukkan perkawinan (pernikahan)
menjadikan
nikah
adalah
yang
digunakan
dikatakan,
mubah. Hal tersebut diperkuat dengan
dapat
pendapat al-Jauhariy bahwa (nikah)
pernikahan
menjadikan
seseorang
اﻟﻮطﻰءyang berawal darinya ikatan
mempunyai
pasangan.
Sebagai
ditemukan. Hal senada juga diperjelas
tambahan, kata زوجmemberikan kesan
oleh Ibn Sayyidah bahwa kata nikah
bahwa laki-laki kalau sendiri tanpa
berarti اﻟﺒﻀﻊyang berarti kemaluan, dan
perempuan hidup terasa belum lengkap,
istilah pernikahan ini adalah khusus
perempuanpun demikian merasa ada
untuk manusia. (al-Mishri, 1995:625)
sesuatu yang tidak lengkap dalam
Kata nikah sendiri sering dipergunakan
hidupnya
untuk arti persetubuhan (coitus), juga
demikian, suami adalah pasangan isteri,
tanpa
bahwa
untuk
laki-laki.
dengan
Dengan
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
|
No. 1
122 | Ali Said
dan sebaliknya, isteri adalah pasangan
Menurut Hanafiah nikah adalah
suami. (Shihab, 1996:206) Ternyata
akad yang memberi faedah untuk
secara
melakukan
umum
al-Qur’an
hanya
mut'ah
sengaja"
seorang
laki-laki
menggunakan dua kata ini, untuk
artinya
menggambarkan terjadinya hubungan
untuk beristimta' dengan seorang wanita
seorang
selama
laki-laki
(suami)
dengan
kehalalan
secara
tidak
ada
faktor
seorang perempuan (isteri) secara sah,
menghalangi
baik untuk hubungan lahir maupun
tersebut
batin. Memang ada kata ( و ھﺒﺖyang
Hanabilah nikah adalah akad yang
berarti memberi) yang juga digunakan
menggunakan
al-Qur’an untuk menyatakan keabsahan
bermakna
hubungan laki-laki dan perempuan.
mengambil manfaat untuk bersenang-
Tetapi kata ini digunakan al-Qur’an
senang.
hanya untuk melukiskan kedatangan
mendefinisikan
wanita kepada Nabi Muhammad saw.
akad
dan
untuk
(ibahat) melakukan persetubuhan yang
dijadikan isteri oleh Nabi. (Nasution,
menggunakan kata nikah atau tazwij.
2013:21)
(Nuruddin, 2012:39)
menyerahkan
dirinya
Menurut istilah hukum Islam,
sahnya
yang
secara
pernikahan
syar'i.
lafaz
tajwiz
nikah
dengan
Selanjutnya
yang
Menurut
yang maksud
al-Malibari
perkawinan
mengandung
sebagai kebolehan
Muhammad Abu Zahrah di dalam
terdapat bebarapa definisi di antaranya
kitabnya
adalah :
mendefinisikan nikah sebagai akad
ﱠ ُﺿﻌَﮫ ً اﻟﺰ َوا ُج ﺷ َْﺮ َ ﻋ ْﻘﺪ ٌ َو َ ﻋﺎ ھ َُﻮ ﻟﺮ ُﺟ ِﻞ ﺑِ ْﺎﻟ َﻤ ْﺮأَةِ َو َﺎرع ِﻟﯿُ ِﻔ ْﯿﺪَ ِﻣ ْﻠﻚَ ا ْﺳﺘِﻤﺘ َﺎ عِ ﱠ ِ اﻟﺸ ﺎﻟﺮ ُﺟ ِﻞ ِﺣ ﱠﻞ ا ْﺳﺘِﻤْﺖَ ِ ْاﻟ َﻤ ْﺮأَةِ ﺑِ ﱠ
menimbulkan
berupa
halalnya
al-syakhsiyyah,
akibat
hukum
melakukan
persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan,
saling
tolong-menolong
serta menimbulkan hak dan kewajiban
(Al-Zuhaili, 1989:29) Artinya:
yang
al-ahwal
Perkawinan menurut syara’
yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk
di antara keduanya. (Zahrah, 1957:19) Substansi yang terkandung dalam
membolehkan bersenang- senang antara
syariat
laki-laki
dan
perintah Allah serta sunnah Rasul-Nya,
bersenang-senangnya
yaitu menciptakan kehidupan rumah
dengan
menghalalkan
perempuan
perempuan dengan laki-laki.
AL-RISALAH| Januari -Juni 2016
tangga
perkawinan
yang
adalah
menaati
mendatangkan
STUDI PERBANDINGAN TENTANG KAFĀ’AH DALAM HUKUM ISLAM DAN BUDAYA BUGIS BONE
kemaslahatan,
baik
pelaku
perkawinan, sebagai perbuatan hukum,
perkawinan itu sendiri, anak turunan,
rukun dan syarat perkawinan tidak
kerabat
boleh
maupun
bagi
| 123
masyarakat.
Oleh
ditinggalkan.
Perkawinan
karena itu, perkawinan tidak hanya
menjadi tidak sah bila keduanya tidak
bersifat
ada atau tidak lengkap.
kebutuhan
internal
yang
bersangkutan, tetapi mempunyai kaitan eksternal
yang
melibatkan
Metode Penelitian
banyak Penelitian
pihak. Sebagai suatu perikatan yang kukuh (mitsagan galidan), perkawinan dituntut
untuk
menghasilkan
suatu
kemaslahatan yang kompleks, bukan sekadar penyaluran kebutuhan biologis.
dilakukan
dengan
mencari data tentang kafā’ah
yang
dilaksanakan
Bone
di
Kabupaten
merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 174 km dari kota Makassar.
Dengan pengertian tersebut, dapat dipahami
bahwa
melahirkan
perkawinan
Kafā’ah dalam Hukum Islam dan
keluarga.
Oleh
Budaya Bugis Bone menggunakan jenis
terikat
oleh
penelitian
kualitatif.
perjanjian perkawinan, hukum-hukum
penelitian
yang
yang wajib dilakukan berkaitan dengan
penelitian
ini
hak dan kewajiban antara suami istri,
teologis
normatif,
hak dan kewajiban antaranak dan
antropologis,
orangtua maupun antara orangtua dan
dan dibahas dengan metode kualitatif.
karena
anak,
hukum
Penelitian Perbandingan Tentang
itu,
setelah
dan
seterusnya.
Pendekatan
digunakan adalah
dalam
pendekatan pendekatan
pendekatan
sosiologis,
Islam
menganjurkan hidup berumah tangga dan menghindari hidup membujang.
Pembahasan Konsep Kafā’ah dalam Hukum Islam Dari
Rukun dan syarat menentukan
segi
etimologi
(bahasa)
suatu perbuatan hukum, terutama yang
kafā’ah berasal dari bahasa Arab yaitu
menyangkut dengan sah atau tidaknya
: َﻛ ِﻔﺊ-ﻛُﻔُﻮء- َﻛـﻔُﻮءatau َﻛﻔَﺎءة- َﻛﻔَﺎءartinya:
perbuatan tersebut dari segi hukum.
sama, semacam, sepadan. Jadi, kafā’ah
Kedua kata tersebut mengandung arti
atau
yang sama, dalam hal bahwa keduanya
sejodoh, seimbang sederajat. Dalam
merupakan
kamus
diadakan.
sesuatu Sama
yang halnya
harus
sekufu
itu
artinya
Almunawwir
kata
sepadan,
kafā’ah
dengan
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
|
No. 1
124 | Ali Said
disebutkan ﻒ َ ُ َو ْاﻟﻜ- ا َ ْﻟ َﻜﻔﱠﻮartinya: yang
Muhammad Abu Zahra mendefinisikan
sama. (Al-Munawwir, 2002:1221)
kafā’ah dengan keseimbangan antara
Ibn
Manzur
kafā’ah
mendefinisikan
dengan
keseimbangan. kafā’ah
keadaan berasal dari
calon suami dan istri dengan keadaan tertentu, yang dengan keadaan itu, mereka
akan
bisa
menghindari
musāwi
kesusahan dalam mengharungi hidup
(keseimbangan). Ketika dihubungkan
rumah tangga. Dengan ringkas, kafā’ah
dengan nikah, kafā’ah diartikan dengan
adalah
keseimbangan
keseimbangan antara calon suami dan
suami
dan
istri, dari segi kedudukan (hasab), agama
keseimbangan tersebut diperdebatkan
(din), keturunan (nasab), dan semacamnya.
ulama. (Nasution, 2013: 225-226)
kata
asli
al-kuf’u
diartikan
Kafā’ah
(al-Manzur, tt:134) Sementara di dalam istilah
para
didefinisikan
kafā’ah
fuqaha’, dengan
kesamaan
di
isteri.
antara
calon
Adapun
unsur
menurut bahasa ialah
kesamaan, derajat, tolok, tara. Menurut istilah
berarti
setara,
sama
tinggi
dalam hal-hal kemasyarakatan, yang
derajatnya, martabatnya. Istilah kafā’ah
dengan itu diharapkan akan tercipta
dalam
kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga
kesamaan derajat antara suami-istri.
kelak, dan akan mampu nenyingkirkan
Kesamaan itu dipandang dari berbagai
kesusahan.
sekian
segi. Di antara pengikut mazhab empat
untuk
itu
kualifikasi
Namun yang
dari
ditawarkan
perkawinan
terdapat
ialah
perbedaan
adanya
pendapat
tujuan ini, hanya satu kualifikasi yang
terhadap ukuran dan norma yang dapat
disepakati kafā’ah, yaitu kualifikasi
dipakai untuk menentukan segi-segi
kemantapan agama (din)
dengan arti
yang dapat dianggap sebagai kafā’ah
agama (millah) serta takwa dan kabaikan
yang harus dipenuhi. Hanya ada satu
(al-taqwa
segi saja yang mereka sepakati sebagai
kualifikasi
wa
al-silah).
lain,
seperti
Adapun unsur
kafā’ah
yang harus dipenuhi dalam
kemerdekaan nasab, agama ayah, bersih
perkawinan, ialah segi agama, maka
dari penyakit, sehat akal, ada perbedaan
seorang perempuan yang beragama
sikap di kalangan para fuqaha’. Ada
Islam tidak sah kawin dengan laki-laki
yang mengakui bisa dijadikan unsur
yang beragama bukan Islam. (Latif,
kafā’ah,
2010:55)
sebaliknya
ada
yang
berpendapat tidak. Dengan bahasa lain,
AL-RISALAH| Januari -Juni 2016
STUDI PERBANDINGAN TENTANG KAFĀ’AH DALAM HUKUM ISLAM DAN BUDAYA BUGIS BONE
Dalam
al-Qur’an
disebutkan
| 125
keselamatan perempuan dari kegagalan
secara jelas tentang konsep kafā’ah
atau
dalam perkawinan. Oleh karena itu para
(Ghozali, 2012: 97)
kegoncangan
rumah
tangga.
ulama berbeda pendapat dalam masalah
Kafā’ah dianjurkan oleh Islam
ini, apakah kafā’ah penting dalam
dalam memilih calon suami/istri, tetapi
sebuah perkawinan atau tidak. Ibnu
tidak menentukan sah atau tidaknya
Hazm berpendapat bahwa kafā’ah tidak
perkawinan. Kafā’ah adalah hak bagi
penting
wanita atau walinya. Karena suatu
dalam
sebuah perkawinan,
menurutnya antara orang Islam yang
perkawinan
satu dengan orang Islam yang lainnya
serasi/sesuai
adalah sama (sekufu’). Semua orang
problema
Islam asalkan dia tidak pernah berzina,
kemungkinan menyebabkan terjadinya
maka ia berhak kawin dengan semua
perceraian, oleh karena itu, boleh
wanita muslimah yang tidak pernah
dibatalkan. Sesungguhnya pernikahan
berzina. (Sabiq, 2013:398) Berdasarkan
tidak hanya bertujuan untuk memenuhi
firman Allah swt. QS. al-Hujurat/49:10
insting dan berbagai keinginan yang
sebagai berikut:
bersifat materi. Lebih dari itu, terdapat
berbagai tugas yang harus dipenuhi,
kemasyarakatan yang harus menjadi
baik
yang
tidak
akan
berkelanjutan,
segi
kejiwaan,
seimbang,
menimbulkan dan
besar
ruhaniah,
tanggung jawabnya. Termasuk juga halTerjemahnya: Orang-orang beriman itu
hal lain yang diinginkan oleh insting
Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
manusia.
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
(Kementerian
Agama
RI,
2002:517) Kafā’ah merupakan mendorong suami
istri,
dalam faktor
perkawinan yang
terciptanya dan
lebih
dapat
kebahagiaan menjamin
Sunnah
Nabi
saw.
telah
memberikan perhatian dalam memilih istri dalam hadis beliau sebagai berikut:
ﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َ ﺻ ّﻠﻰ ا ﱡ َ َ ﻋ ْﻦ أَﺑﻲ ھ َُﺮﯾ ِْﺮة َ أَنَ اﻟ ﱠﻨ ِﺒﻲ ﻻر َﺑ ٍﻊ ْ ْ ﺗ ُ ْﻨ َﻜـ ُﺢ اْﻟَ َﻤ ْﺮأَةُا:ﺳﻠﱠ ْﻢ اَﻧﱠﮫُ ﻗَﺎ َل َ و َو ِﻟ ِﺪ ْﯾﻨِ َﮭﺎ, َو ِﻟ َﺠ َﻤﺎ ِﻟ َﮭﺎ,ﺴ ِﺒ َﮭﺎ َ َو ِﻟ َﺤ,ِﻟ َﻤﺎ ِﻟ َﮭــﺎ ْ َﻓ ْ َﱠﺖ ﯾَﺪ ْ ت اّﻟ ِﺪﯾ ِْﻦ ﺗ َِﺮﺑ .اك ِ ﻈﻔَ ْﺮ ﺑَﺬا (an-Naisaburi, t.t:623)
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
|
No. 1
126 | Ali Said
Artinya: ”Dari Said bin Abi Su’bah dari
sisi agama akan berdampak positif bagi
ayahnya dari Abu Hurairah dari Nabi
perkembangan
SAW. : Sesungguhnya beliau bersabda :
Kendati
”Nikahilah perempuan karena empat
mengutamakan faktor agama, namun
perkara : pertama karena hartanya,
ada
kedua karena derajatnya, (nasabnya),
faktor
ketiga
kecantikan,
kecantikannya,
agamanya,
maka
keempat
pilihlah
karena
agama
hadis
itu
tersebut
baiknya
jika
yang
lain
sendiri. di
atas
dipertimbangkan seperti
faktor
sesuai
dengan
kecenderungan mata yang melihat yang
agamanya, maka terpenuhi semua
indah-indah. Jika faktor agama dan
kebutuhanmu”.
kecantikan menyatu dalam diri seorang
Dari sini, tidak diperkenankan
perempuan, maka sebaiknya faktor
dalam memilih istri hanya terbatas dari
agamalah
segi fisik, dengan mengesampingkan
utamanya. Oleh karena itu, menurut
sisi lainnya. Bahkan harus memelihara
penulis
tujuan-tujuan secara keseluruhan dan
dipandang dari sisi agama saja.
menjamin
Konsep Kafā’ah dalam Budaya Bugis
pemenuhan
atas
tujuan
tersebut. Kepuasan insting sungguh bisa tercukupi
dengan
keindahan,
kecantikan
namun
dan
tidak
dapat
yang
menjadi
hakikat
ukuran
kesetaraan
hanya
Perempuanan dalam tradisi-tradisi kebudayaan Bugis memiliki banyak sekali
manifestasi,
dari
para
yang
hebat
mencukupi dalam pemuasan kerinduan
tomanurung/tomnuru
ruh
seperti
(tomanurung = orang yang diturunkan,
ketenangan, cinta, dan keamanan. Oleh
dan totompo = orang yang dinaikkan)
karena itu, se-kufu dalam segala hal
hingga para median roh-roh halus yang
bukan keharusan. Kecuali merupakan
berpengaruh (bissu), dan para ratu
adat
legendaris. Tokoh-tokoh seperti ini bisa
dan
keinginan
istiadat
suatu
jiwa
daerah
yang
dipraktikkan secara turun temurun. Jika
ditemukan
diterapkan secara ketat se-kufu dalam
sebagian
besar
segala
mereka
jarang
hal,
maka
hubungan
dan
dalam
dunia
mitologi
masyarakat, ditemukan
meski jika
pembaruan antarsuku bangsa yang se-
dipadankan dengan realitas pengalaman
agama sulit diwujudkan, yang menonjol
hidup kaum perempuan.
adalah
rasa
kesukuan.
Sebaliknya
dengan memperketat kesetaraan dari
AL-RISALAH| Januari -Juni 2016
STUDI PERBANDINGAN TENTANG KAFĀ’AH DALAM HUKUM ISLAM DAN BUDAYA BUGIS BONE
Salah satu budaya yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Bugis
adalah
| 127
Bone di Sulawesi Selatan pada abad ke19. (Bakti, 2010:54)
konsep kekeluargaan, kesepakatan dari
Suku Bugis merunut bahwa gelar
hati ke hati, konsep tiga S (sipakatau,
bangsawan diturunkan dari leluhur
sipakainga, dan sipakalebbi), konsep
penguasa (tomanurung) yang misterius.
musyawarah
tudasipulung
puraonro
Gelar-gelar yang ada menandakan garis
atau
berdasarkan
kejujuran,
keturunan (atau derajat) dan diberikan
konsep siri’ atau menjaga kehormatan
berdasarkan aturan-aturan berikut ini:
diri dan keluarga, dan konsep tentang
orangtua
syarat-syara: seorang pemimpin yang
menurunkan derajat yang sama ke anak-
toacca, tosugi, dan towarani (pintar,
anak mereka; dan putra dari seorang
kaya, dan pemberani).
ayah bangsawan dari derajat tertinggi
bicara
Keharusan
bagi
perempuan
dengan
derajat
setara
(raja) dan seorang ibu kalangan biasa
berstatus tinggi untuk menikah dengan
diberikan
lelaki yang berstatus setara diartikan
rendah dari ayahnya tetapi lebih tinggi
bahwa putri bangsawan yang belum
dari derajat yang akan diberikan pada
menikah dianggap sebagai tujuan yang
anak laki-laki yang bakal terlahir dari
tidak
perkawinan putra yang bersangkutan
lazim
di
Sulawesi.
Meski
derajat/kedudukan
demikian, perempuan Bugis sebagai
dengan
pasangan suami mereka, khususnya
kebanyakan. Begitu banyak gradasi
dalam sebuah pernikahan bangsawan,
dalam
juga dicontohkan dengan baik pada
disebabkan praktik pertautan ini selama
kehidupan Daeng Telele, istri utama
beberapa generasi dapat menimbulkan
penguasa agung Bugis, Arung Palakka
kategori bangsawan tidak murmi yang
(1635-1696).
lebih
Sumber-sumber Kompeni India Timur
Belanda
(VOC)
mencatat
seorang
banyak
murni.
memastikan
keberhasilan
namun
yang
tetap
apalagi bagi mereka yang merupakan
antara suaminya dan pejabat Kompeni,
Bugis-VOC
lagi,
orang
diperlakukan dengan sangat hormat
keturunan
persekutuan
dari
derajat/kedudukan
sejumlah kejadian ketika ia memediasi
serta kontribusinya dalam keberhasilan
istri
lebih
bangsawan
yang
nyaris
Idealnya, perkawinan terjadi antar
yang
kalangan yang berstatus sosial sama,
supremasi
yaitu dari garis keturunan dan status
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
|
No. 1
128 | Ali Said
yang
sebanding.
tetapi
bangsawan dengan lelaki dari status
atas,
sosial lebih rendah, dianggap berbeda
Bugis
umumnya
dengan lelaki dari garis keturunan lebih
merupakan
perkawinan
dengan
rendah, tetapi dari status sosial yang
pendekatan
hypergamous;
dimana
sama, tidaklah jelas.
sebagaimana perkawinan
Akan
disinggung suku
di
terdapat semacam norma kesepakatan dengan
pemberian
atas
meski orangtua mereka tidak sederajat,
dengan
tetap disebut bangsawan, sepanjang
perempuan yang berstatus lebih rendah
ayah mereka adalah bangsawan dan
dan ketidakpatutan bagi perempuan
memiliki sejumlah pengikut atau budak
yang menikah-ke-bawah. Di masa lalu
perempuan dalam jumlah yang wajar.
perkawinan yang tidak setara antara
Jumlah ini, tergantung wilayah, sesuai
laki-laki
akan
dengan hierarki derajat kebangsawanan
dikucilkan dari pergaulan masyarakat
yang dihubungkan dengan raja-raja
dan akan ditinggalkan oleh masyarakat
awal berbagai kerajaan; semakin tinggi
yang senantiasa setia bersama mereka
derajat keturunan raja awal di sebuah
sebelum
itu
kerajaan, semakin besar kemungkinan
berlangsung. Oleh sebab itu, sebagai
akan berdampak pada menurunnya
tambahan dari istri pertama
kemurnian
pernikahan
sanksi
Anak-anak dari kelompok di atas,
seorang
dengan
acara
lelaki
perempuan
perkawinan
yang
kebangsawanannya
berasal dari status sosial yang sama,
menikah
dengan
para lelaki juga dapat memiliki istri-
keturunan budak.
pengikut
bila atau
istri yang berasal dari status sosial yang
Pada dasarnya lelaki dianggap
lebih rendah (di masa lalu, selir-selir
dan diharap bertindak lebih agresif
dari kalangan budak belian seringkali
dalam kehidupan bermasyarakat antara
termasuk
istri-istri
orang-orang dari status sosial yang
berkedudukan rendah milik bangsawan
sama. Mereka akan berusaha keras
berkedudukan tinggi). Oleh karenanya
memukau komunitas dengan kekuatan,
bangsawan-bangsawan
yang
kecerdasan, keberanian, dan prestasi-
berpoligami, memiliki sejumlah anak-
prestasi mereka. Ketika saat meminang
anak
ke-
tiba, lelaki yang sangat sukses dan luar
dudukan/derajat. Derajat anak-anak dari
biasa agresif bisa mendapatkan istri
pernikahan
yang
dalam
kategori
dengan
beragam
antara
AL-RISALAH| Januari -Juni 2016
perempuan
berkedudukan
lebih
tinggi
STUDI PERBANDINGAN TENTANG KAFĀ’AH DALAM HUKUM ISLAM DAN BUDAYA BUGIS BONE
| 129
dibanding adik perempuannya. Tidak
orang kebanyakan, ulama terkemuka,
mustahil
atau
kerabat
perempuan
akan
orang-orang
yang
kadar
menerima sang lelaki sebagai orang
kebangsawanannya telah cukup pudar
berstatus sederajat dengan perempuan
sehingga tidak termasuk lagi dalam
itu,
kategori
dengan
'taruhan' status tinggi
mereka sendiri.
ke-bangsawanan.
Orang
kebanyakan umumnya tidak menjaga
Begitu komunitas merasa puas
kemurnian dan keberlanjutan silsilah,
sebab pasangan baru ini layak menikah,
dan umumnya akan kehilangan jejak
status si suami dianggap meningkat.
hubungan mereka dengan kerabat yang
Lelaki semacam
disapa
lebih jauh dari sepupu dua kali. Kerabat
dengan istilah-istilah yang menandakan
jauh cukup puas mengetahui mereka
bahwa
memiliki leluhur yang sama.
anaknva
itu
kerap
memeroleh
status
bangsawan melalui ibunya, dan bahwa
Pengetahuan tentang orang-orang
garis keturunan ayahnya bukan status
yang mempunyai indikasi keturunan
sosial kebangsawanan ayahnya lebih
budak disampaikan kepada orang lain
rendah. Namun demikian, setinggi apa
dengan sangat hati-hati; orang-orang
persisnya
merdeka dan khususnya orang baik-
derajat
anak-anak
dari
pasangan semacam ini akan menjadi
baik
terus menghindari pernikahan
problematis. Sekarang ini, ketika gelar
dengan orang-orang dari kalangan ini.
andi' digunakan bagi semua kalangan
Menurut penulis perkawinan antara
bangsawan, dan gelar kebangsawanan
perempuan yang berstatus bangsawan
yang lebih spesifik cenderung hanya
dan laki-laki bukan bangsawan pada
diketahui oleh kaum bangsawan dan
saat sekarang ini sudah mengalami
kerabat-bangsawan,
anak-anak
sedikit pergeseran dan yang paling
semacam itu biasanya menerima gelar
menentukan adalah jabatan dan ilmu
andi' di depan namanya.
seseorang,
namun
sedikit
berbeda
Sebagaimana yang terjadi pada
dengan yang terjadi di pedalaman yang
zaman kerajaan, dikenal dua kategori
masih memegang teguh adat istiadat
orang kebanyakan: orang 'baik-baik'
tetap memandang bahwa perkawinan
(tau madeceng) dan orang merdeka (tau
antara laki-laki yang bukan bangsawan
maradeka.
adalah
dengan perempuan bangsawan masih
keturunan dari tau matoa kalangan
sulit diwujudkan disebabkan karena
Orang
baik-baik
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
|
No. 1
130 | Ali Said
mereka
masih
keturunan
mempertahankan
kebangsawananya.
oleh adanya situasi siri' siri timbul
Hal
ketika seorang individu merasa status
tersebut dapat berimplikasi langsung
atau gengsi sosialnya dalam masyarakat
dengan banyaknya perempuan yang
atau anggapannya mengenai harga-diri
tidak menikah karena menolak menikah
dan martabat dirinya dinodai oleh
dengan
seseorang di depan orang lain (di depan
laki-laki
yang
bukan
bangsawan. Tidak
umum). hanya
gelar,
takaran
Upacara
pesta
perkawinan
simbolis mahar yang diberikan kepada
merupakan media utama bagi orang
orangtua
juga
Bugis untuk menunjukkan posisinya
ditentukan mengikuti garis keturunan.
dalam masyarakat. Misalnya, dengan
Takaran simbolis ini, disebut harga
menjalankan ritual-ritual, mengenakan
kedudukan sompa selalu dibayarkan
pakaian, perhiasan, dan pernak-pernik
dalam jumlah yang menurut ketentuan-
lain tertentu sesuai dengan tingkat
ketentuan adat. Aturan lazim yang
kebangsawanan
berlaku yakni seorang perempuan tidak
mereka. Selain itu, identitas, status, dan
boleh menerima sompa lebih rendah
jumlah
dari yang diterima ibunya, tetapi boleh
merupakan gambaran luasnya hubungan
menerima lebih dari yang diterima
dan pengaruh sosial seseorang. Pesta
ibunya jika garis keturunan ayahnya
perkawinan juga merupakan ajang bagi
lebih tinggi dari garis keturunan ibunya.
pihak keluarga mempelai laki-laki dan
Takaran selanjutnya, yaitu uang belanja
mempelai
dui menre terdiri atas uang dalam
mempertontonkan kekayaan mereka.
jumlah yang lebih banyak. Penentuan
Kekayaan keluarga mempelai laki-laki
jumlah uang belanja mencerminkan
dapat dilihat dari besarnya jumlah dui’
kedudukan
menre' yang
mempelai
yang
wanita
dicapai
orangtua
pengantin perempuan. Keutamaan
yang
status
hadir
perempuan
mereka
sosial
juga
untuk
persembahkan
kepada mempelai perempuan. kedudukan
Pada akhir abad ke-19, besarnya
menjadi jelas ketika melihat konsep
mas kawin (sompa) ditetapkan sesuai
orang Bugis tentang siri' (rasa malu
status seseorang. Setiap satuan mas
yang
diri,
kawin disebut kati (mata uang “kuno”):
martabat diri) sebagaimana dirumuskan
satu kati senilai 66 ringgit, sama dengan
mendalam,
harga
tamu
dan
kehormatan
AL-RISALAH| Januari -Juni 2016
STUDI PERBANDINGAN TENTANG KAFĀ’AH DALAM HUKUM ISLAM DAN BUDAYA BUGIS BONE
| 131
88 rial, 8 uang (8/20 rial) dan 8 duit
tau sama = 22 real; 6) Sompa ata’= 11
(8/12 uang), dan setiap kati harus
real.
yang
Kafā’ah dalam budaya Bugis
bernilai 40 rial dan seekor kerbau yang
lahir dan timbul mengikuti stratifikasi
berharga 25 rial. Sompa bagi perempuan
sosial basyarakat Bugis yang meliputi
bangsawan kelas tinggi sompa bocco’
prinsip-prinsip
atau ‘sompa puncak’ bisa mencapai 14
keturunan dan status masyarkat dalam
kati, sedang perempuan bangsawan
masyarakat Bugis itu sendiri. Disaat
tingkat terendah hanya satu kati, “orang
masuknya Islam di tanah Bugis sampai
baik-baik” (tau deceng) setengah kati,
sekarang,
dan kalangan biasa hanya seperempat
mempercayai dirinya sebagai turunan
kati.” Sompa atau sunreng menurut
dewa
derajat sosial si gadis yang dipinang itu,
perkawinan antargolongan telah me-
diperhitungkan
teliti,
nyebabkan darah putih dalam tubuh
karena sangat, menyangkut tentang
bangsawan tertinggi sekalipun tidak
status sosial keluarga. Garis-garis besar
murni lagi. Bahkan sekarang, Emigrasi
perhitungan sompa, juga diikuti sampai
juga bisa menjadi jalan meningkatkan
sekarang, adapun tingkat sompa di
status bangsawan status. Bangsawan
tanah Bugis sebagai berikut: 1) Sompa
rendah, yang memimpin sekelompok
Bocco, 88 real : Sompa Arung Palili (1
kecil pengikutnya pindah ke wilayah
kati) ditambah 1 orang budak dan 1
lain
ekor kerbau bisa diganti dengan 40 real
pemeriksaan silang leluhur kadang-
(1 orang) 25 real (1 ekor kerbau). Jika
kadang cenderung mengaku memiliki
mangkau perempuan yang tidak punya
silsilah lebih tinggi dari sebenarnya.
suami mau diperistri oleh keluarganya
Para pengikutnya pun akan mendukung
maka sompa-nya (14 kati); 2) Sompa
sikap mereka itu, karena hal tersebut
ana’bocco. Diberikan kepada puteri-
akan
puteri (darah penuh) dari tiga Raja
anggota kelompok. Keberhasilan di
Tellumpocco, atau bangsawan tinggi
bidang
lainnya. Jumlah maharnya, ialah 7 kati;
mendongkrak derajat seseorang. Orang
3) Sompa ana mattola = 3 kati, 4)
yang memiliki kekayaan melimpah,
Sompa tau deceng = 44 real; 5)Sompa
menguasai tanah luas, punya rumah
ditambah
satu
orang
dengan
budak
amat
hirarki
bangsawan
akan
yang
berdasarkan
yang
mengakui
tidak
mengangkat
ekonomi,
akan
derajat
masih
bahwa
terjadi
semua
juga
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
bisa
|
No. 1
132 | Ali Said
besar dan indah, dengan mudah akan
dengan
dianggap berdarah bangsawan hanya
diperbolehkan kawin dengan pasangan
barangkali terlupakan.
berstatus
Analisis perbandingan antara konsep Kafā’ah dalam budaya Bugis dengan Kafā’ah dalam hukum Islam Kafā'ah
merupakan
pranikah
seseorang
mencoba
apakah
langkah
untuk
keadaan
lebih mereka
bangsawan
lebih
perempuan
laki-laki
rendah,
sama
yang
bangsawan
sekali
tidak
diperbolehkan menikah dengan orang yang lebih rendah derajatnya. Semakin tinggi status kebangsaan seseorang, semakin
ketat
pula
aturan
yang
diberlakukan. Hal itu masih tetap
(calon suami dan calon isteri) benar-
berlaku
benar bisa sejalan bila nantinya merajut
kalangan bangsawan rendah, kompromi
ke jenjang pernikahan berumah tangga,
kian hari kian cenderung terjadi. Istri
karena masing-masing calon/keluarga
utama pria bangsawan tinggi (yang
mempelai mempunyai kualitas, baik
tidak mesti istri pertama) biasanya
bawaan (nasab, kecerdasan dll.) atau
memiliki derajat kebangsawanan yang
materi.
diharapkan
sama dengan suaminya. Sementara
keseimbangan derajat antara satu sama
istri-istri lainnya bisa berasal dari
lainnya. Mengenai kafā’ah pada masa
kalangan lebih rendah, atau bahkan
sekarang (masyarakat Bugis), yang
lebih rendah, atau bahkan orang biasa.
Yang
nantinya
menjadi patokan bagi sebagian besar masyarakat adalah masalah kekayaan, nasab, dan pekerjaan. Seperti yang sering didengar tentang bibit, bebet, dan bobot, itulah yang menjadi patokan sebagian masyarakat sekarang. Jadi, masalah agama bukan menjadi prioritas utama. Bagi
hingga
Selama
kini.
sistem
Namun,
politik
di
Bugis
tradisional berlaku, prinsip ini tetap dipegang teguh, karena akan berdampak terhadap status keturunan mereka dan hak pewaris tahta. Namun demikian, pertimbangan harta kekayaan sewaktuwaktu bisa menyebabkan diabaikannya prinsip tersebut. Dahulu, khususnya di
kaum
bangsawan
di
kalangan orang Wajo, laki-laki dari
masyarakat Bugis, faktor lain yang
keluarga
harus diperhatikan yang paling penting,
mengawini perempuan berstatus lebih
malah adalah kesesuaian derajat antara
tinggi, setelah melalui proses mang’elli
pihak laki-laki dan perempuan. Berbeda
dara (membeli darah), yakni membeli
AL-RISALAH| Januari -Juni 2016
kaya
acapkali
diizinkan
| 133
STUDI PERBANDINGAN TENTANG KAFĀ’AH DALAM HUKUM ISLAM DAN BUDAYA BUGIS BONE
derajat.
Dalam
proses perkawinan,
Sehingga pada zaman sekarang
pihak laki-laki harus memberikan mas
banyak
kawin kepada perempuan. Mas kawin
mengukurnya dari kekayaan, keturunan,
terdiri atas dua bagian. Pertama, sompa
dan pekerjaan. Mereka beranggapan,
(secara harfiah berarti “persembahan”
bahwa untuk menjamin kehidupan yang
dan sebetulnya berbeda dengan mahar
layak untuk masa depan anaknya. Akan
dalam
tetapi,
Islam)
yang
sekarang
sekali
ada
orang
juga
tua
banyak
sebagian
dari
disimbolkan dengan sejumlah uang
masyarakat yang mengukur masalah
rella’ (yakni rial, mata uang Portugis
kafā’ah
yang sebelumnya berlaku, antara lain,
akhlaknya,
di Malaka). Rella’ ditetapkan sesuai
pekertinya
sebagaimana
status perempuan dan akan menjadi hak
disyariatkan
agama.
miliknya. Kedua, dui’ menre’ (secara
dalam Q.S. al-Hujjarat/49:13 :
dari
agamanya,
istiqomah,
yaitu
dan
budi yang
Sebagaimana
harfiah berarti ‘uang naik’) adalah “uang antaran” pihak pria kepada keluarga
pihak
digunakan
perempuan
melaksanakan
untuk pesta
perkawinan. Besarnya ‘dui’ menre”
ditentukan oleh keluarga perempuan. Selain itu ditambah pula lise’ kawing (hadiah
perkawinan),
dalam
Islam
disebut mahar atau hadiah kepada mempelai perempuan biasanya dalam bentuk uang. Akhir-akhir ini mahar kadang-kadang diganti dengan mushaf al-Quran. Sebelum masa penjajahan Belanda, laki-laki dari luar wilayah tempat
tinggal
perempuan
harus
membayar pajak pa’lawa tana (secara harfiah ‘penghalang tanah’) kepada penguasa
setempat
sesuai sompa.
yang
besarnya
Terjemahanya:
Hai
manusia,
Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan
menjadikan
kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Kementerian Agama RI,, 2002:518)
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
|
No. 1
134 | Ali Said
Syariat Islam adalah seperangkat
Oleh karena itu. Menurut hemat
pranata aturan yang memiliki dimensi
penulis bahwa kafā’ah dalam budaya
vertikal dan horizontal. Dalam tatanan
Bugis di kabupaten Bone sebahagian
vertikal telah diatur hukum hukum yang
mengadopsi
bersifat ta’abbudi, sebagaimana tata
hukum
cara shalat dan puasa. Dalam tatanan
(pangadereng)
hubungan horizontal yang menyangkut
Islam
sesama manusia yang sebagian besar
dalamnya. Sistem panngaderreng, yang
bersifat muamalat. Bagian ini terbagi
pada kesempatan ini disebut sistem adat
atas beberapa bagian, yang terpenting
orang Bugis, terdiri atas lima unsur
diantaranya
pidana
pokok: (l) ade', (2) bicara, (3) rapang,
(jinayat), hukum nikah (munakahat),
(4) wari’ dan (5) sara’. (Najamuddin,
dan mua'amalat.
2015)
ialah
Dalam
hukum
hukum
adat
di
sebagai
Islam,
karena
Kabupaten
Bone
memasukkan bagian
hukum
penting
di
kaitannya
dengan
Yang disebut terakhir berasal dari
persoalan
kafā'ah
ajaran Islam, yaitu syariat Islam. Unsur-
merupakan bagian yang sangat penting.
unsur pokok itu terjalin satu sama
kafā'ah
lainnya sebagai satu kesatuan organis
tidaklah
dalam alam pikiran orang Bugis di
munakahat
Adanya dalam
penerapan
konsep
perkawinan
dimaksudkan
kecuali
untuk
samping
mendasari
sentimen
kemaslahatan, artinya men-datangkan
kewargaan masyarakat dan rasa harga
keuntungan bagi mereka, atau menolak
diri yang semuanya terkandung dalam
mudarat, atau menghilangkan keberatan
konsep siri’. Kelima unsur pokok dari
dari mereka, padahal sesungguhnya
panngaderreng
kemaslahatan manusia tidaklah terbatas
pedoman dalam tingkah laku sehari-
bagian-bagiannya,
hari, dalam kehidupan rumah tangga,
tidak
individu-individunya;
terhingga
sesungguhnya
kemaslahatan itu terus-menerus muncul yang
baru
bersama
terjadinya
di
atas
menjadi
dalam mencari nafkah dan sebagainya. Penerapan kafā'ah dalam suatu ikatan
perkawinan
pembaharuan pada situasi dan kondisi
konsep
yang
manusia
dilaksanakan. Kafā'ah ini hanyalah
dan
berkembang
perbedaan lingkungan.
AL-RISALAH| Januari -Juni 2016
akibat
sebuah
jalan
bagi
bukanlah
suatu
mutlak
harus
mereka
yang
STUDI PERBANDINGAN TENTANG KAFĀ’AH DALAM HUKUM ISLAM DAN BUDAYA BUGIS BONE
menginginkan
terciptanya
hubungan
keluarga yang harmonis. Apabila
meskipun kafā’ah
| 135
bukan merupakan
syarat sah suatu perkawinan dan hanya
pernikahan
yang
merupakan
syarat
lazim
suatu
dilakukan oleh dua calon pasangan
perkawinan. Mereka mengemukakan
suami istri tidak memperhatikan prinsip
dalil berdasarkan hadits Rasulullah dan
kesepadanan, rumah tangganya akan
akal
mengalami
Muhammad saw yang menjelaskan
kesulitan
untuk
saling
(rasio).
Dalam
sabda
Nabi
beradaptasi, sehingga secara psikologis,
tentang kafā’ah. Nikahilah perempuan
keduanya
karena empat perkara : pertama karena
akan
terganggu.
Dengan
menerapkan konsep kafā'ah diharapkan
hartanya,
akan mengurangi adanya konflik dalam
(nasabnya),
rumah tangga.
keempat karena
Dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
kafā'ah
perkawinan
dalam
dapat
kedua karena ketiga
kecantikannya,
agamanya, agamanya,
derajatnya,
maka maka
pilihlah terpenuhi
semua kebutuhanmu.
ikatan Kedua, Konsep kafā’ah dalam
mewujudkan
kemaslahatan dalam rumah tangga.
budaya Bugis dikenal dengan adanya perkawinan ideal dalam masyarakat
Penutup
yaitu
Kesimpulan
Assialang
perkawinan
Pertama, Kafā’ah
dianjurkan
Arolang,
yang
yaitu
diselenggarakan
antara sepupu satu kali, baik dari pihak
calon
ayah maupun pihak ibu. Assialanna
suami/istri, tetapi dapat menjadi sebuah
Memeng/asaln emmE, yaitu perkawinan
ukuran sah atau tidaknya perkawinan.
yang dilangsungkan antara sepupu 2
Kafā’ah adalah hak bagi wanita atau
kali. Siparewekenna yaitu perkawinan
walinya. Suatu perkawinan yang tidak
sepupu tiga kali yang dalam budaya
seimbang, tidak serasi/tidak sesuai akan
Bugis
menimbulkan problem berkelanjutan,
persaudaraan yang mulai hilang atau
dan besar kemungkinan menyebabkan
pudar. Ripaddeppe Mabelae, kawin
terjadinya perceraian. Jumhur fuqahā‘,
dengan sepupu 4 kali, 5 kali sampai
diantaranya
seterusnya.
oleh
Islam
dalam
adalah
memilih
ulama
empat
madzhab berpendapat bahwa kafā’ah sangat
penting
dalam
memperkokoh
Assiteppa
hubungan/tali
Teppangeng,
yaitu perkawinan dengan orang lain
perkawinan
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
|
No. 1
136 | Ali Said
diluar
dari
hubungan
kekerabatan
tersebut di atas. Ketiga,
kompleks
sehingga
pencerahan kepada masyarakat awam antara
karena sebahagian masyarakat tidak
dalam budaya Bugis
mengetahui dengan baik konsep kafā’ah
Perbandingan
konsep kafā’ah
dengan kafā’ah dalam hukum Islam
tersebut
pada saat ini sama karena adat Bugis
maupun hukum adat.
Bone mengadopsi hukum Islam dalam kehidupan
dibutuhkan
bermasyarakat.
baik dalam hukum Islam
Kedua, Kepada para akademisi
Sehingga
dan pemerhati budaya hendaknya perlu
semua norma hukum yang ada dalam
penelitian mendalam tentang budaya
Islam harus dipatuhi kerana sudah
Bugis khusunya tentang perkawinan
masuk
dalam
karena
Sistem
panngaderreng
pangaderang/pgeder. ini
banyak
permasalahan-
disebut
permasalahan tentang budaya Bugis,
sistem adat orang Bugis, terdiri atas
karena literatur budaya Bugis sangat
lima unsur pokok: (l) ade' (2) bicara (3)
minim dan sebahagian besar hanya bisa
rapang (4) wari’ dan (5) sara’.
diperoleh
penelitian
yang
dilakukan oleh orang Eropa.
Saran Dari telah
melalui
hasil
penulis
penelitian
yang
lakukan,
maka
penulis memberikan saran-saran sebagai berikut: Pertama, Permasalahan kafā’ah dalam masyarakat Bugis Bone sangat
DAFTAR PUSTAKA Abi al-Fadl Jamaluddin Muhammad Mukram Ibnu Mandzur al-Afriqy al-Mishri, Lisan al-‘Arab, Beirut, Jil. II., Beirut, 1995. Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariyah, Mu’jam Maqayis al-Lugah,Juz III Cet.II;Mesir : Maktab al-Babiy al-Halabi wa Awaladuh,1971. Abu Husain al Qusyairi an Naisaburi, Shahih Muslim Juz 1, Beirut: Dar Ihya Turats al Arabiy, tt Al-Habsyi, Muhammad Bagir, Fiqih Praktis, Cet. I ;Bandung: Mizan Media Utama, 2002. Alhamdani, H.S.A. Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, Cet. III; Jakarta: Pustaka Amani, 1989.
AL-RISALAH| Januari -Juni 2016
STUDI PERBANDINGAN TENTANG KAFĀ’AH DALAM HUKUM ISLAM DAN BUDAYA BUGIS BONE
| 137
Al-Manzur,Jamal al-Din Muhammad bin Mukarram al-Ansari. Lisan al-Arabi, Mesir: Dar al-Misriya, tt. Al-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adilatuhu, Damaskus, Dar al-fiqr alMua’sshim, 1989 M, 1409 H. As’ad, Abdul Muhaimin. Risalah Nikah, Cet. I; Surabaya: Bintang Terang, 1993 Bakti, Andi Faisal, Diaspora Bugis di Alam Melayu Nusantara, Cet. I; Makassar: Ininnawa, 2010. Departemen Agama R.I. Proyek Peningkatan Peranan Wanita, Modul: Keluarga Bahagia Sejahtera. Jakarta: Kementerian Agama RI Proyek Peningkatan Peranan Wanita, 1997. Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, Jakarta: Al-Huda Kelompok Gema Insani, 2002. Departemen Pendidkan dan Kebudayaan, Biografi Pahlawan La Pawawoi Karaeng Segeri, Ujung Pandang, 1993. Ghazaly, Abd. Rahman. Fiqh Munakahat, dalam Dedi Supriyadi, Fiqh Munakahat Perbandingan dari Tektualitas Sampai Legislasi, Cet. I; Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011. Gozali, Abdul Rahman. Fiqh Munakahat, Cet. V; Jakarta: Kencana Prenada Group, 2012 Kementerian Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, Cet. I; Jakarta: al-Huda Kelompok Gema Insani, 2002. Lamallongeng, Asmad Riady, Dinamika Perkawinan dalam Masyarakat Bugis Bone, Cet, I Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kab. Bone, 2007. Latif, Syarifuddin. Hukum Perkawinan di Indonesia (Buku 1), Cet. I; Makassar; CV. Berkah Utami, 2010. MS, Abd. Kadir Ahmad, Sistem Perkawinan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Cet. I; Makassar: INDOBIS, 2006. Munawwir, A. W. Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap, Pustaka Progressif, Surabaya, 1997. Nasution, Khoiruddin. Hukum Perkawinan I (Dilengkapi Perbandingan UU Negara Muslim Kontemporer), Cet. I; Yogyakarta: AcadeMia+TAZZAFA, 2013. Nuruddin, Amiur. Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1 Tahun 1974 Sampai Kompilasi Hukum Islam), Cet. IV; Jakarta: Kencana Prenada Group, 2012. Republik Indonesia, Undang-Undang Perkawinan, UU No. 1/1974, PP No. 9 Th 1975, PP No. 10 Th 1983, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1986. Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah Jilid VIII, terj. Drs. Muh. Thalib, Bandung: PT Al Ma’ruf,1987. ___________. Fiqih Sunnah, jilid III, Cet. V; Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2013
Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. II
|
No. 1
138 | Ali Said
Shihab, M. Quraish.Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Ummat Bandung: Mizan, 1996. Sudarsono. Hukum Perkawinan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 1991. Suryadilaga, M. Al-Fatih, Memilih Jodoh, dalam Marhumah dan Al-Fatih Suryadilaga (ed), Membina Keluarga Mawaddah Warahmah dalam Bingkai Sunnah Nabi, Yogyakarta: PSW IAIN dan f.f., 2003. Zahrah, Muhammad Abu. Al-Ahwal al-Syakhsiyyah, Qahirah: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1957. .
AL-RISALAH| Januari -Juni 2016