IMPLEMENTASI PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) PASCA DIBERLAKUKANNYA UNDANG – UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 (Studi Pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur) Ermida Fermiana Sonbay Siti Ragil Handayani Sri Sulasmiyati Ps Perpajakan, Jurusan Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya
[email protected] ABSTRACT The transfer of the management of PBB-P2 from the Central Government to Local Governments is a new opportunity for the region to impose a new levies (add a types of local taxes and levies). Therefore, the local government is expected to be able to increase acceptance of the PBB-P2. This is because the the Local Government to know and understand the state of the region. It is more effective if the PBB-P2 is managed by the Local Government. The research method used is descriptive research with a qualitative approach. Results indicate that the overall readiness of the local government of TTU to manage land and building tax Rural and Urban (PBB-P2) has not been optimal because inadequate infrastructure and lack of human resources. Whereas for the implementation of the PBB-P2 harvesting at TTU is not running well because there are mistakes and some constraints on the database, NJOP and the local community. Therefore, the Local Government of TTU still needs additional human resources more experienced to overcome the obstacles that occur in the harvesting process of the PBB-P2. Keyword: Diversion of PBB-P2, the readiness of Local Government and the implementation of the PBBP2 harvesting. ABSTRAK Pengalihan pengelolaan PBB-P2 dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah merupakan suatu peluang baru kepada daerah untuk mengenakan pungutan baru (menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah). Oleh karena itu, diharapkan pemerintah daerah harus bisa meningkatkan penerimaan PBB-P2. Hal ini dikarenakan Pemerintah Daerah lebih mengetahui dan mengerti keadaan daerahnya. Sehingga lebih efektif jika PBB-P2 dikelola oleh Pemerintah Daerah. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara keseluruhan kesiapan pemerintah daerah Kabupaten TTU untuk mengelola PBB-P2 belum optimal karena sarana dan prasarana belum memadai dan SDM yang dimiliki juga masih kurang. Sedangkan untuk pelaksanaan pemungutan PBB-P2 di Kabupaten TTU belum berjalan dengan baik karena masih terdapat kesalahan-kesalahan dan beberapa kendala pada database, NJOP dan masyarakat setempat. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Kabupaten TTU masih membutuhkan tambahan SDM yang lebih berpengalaman untuk mengatasi kendala yang terjadi dalam proses pemungutan PBB-P2. Kata Kunci : Pengalihan PBB-P2, kesiapan Pemerintah Daerah dan pelaksanaan pemungutan PBB-P2.
PENDAHULUAN Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan, dengan memberikan kewenangan dan hak kepada pemerintah daerah untuk mengimplementasikan serta merealisasikan otonomi daerah. Dengan demikian pelimpahan wewenang atau tanggung jawab akan diikuti oleh pengaturan pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah (UU No. 32 Tahun 2004). Sebagai konsekuensi dari pemberian otonomi yang luas, maka sumber-sumber keuangan telah banyak bergeser ke daerah baik melalui perluasan basis pajak maupun dana perimbangan. Oleh karena itu, pemerintah daerah memiliki hak dan kewajiban mutlak
untuk mengelola sumber pendapatan daerah terutama yang berasal dari pajak daerah tersebut. Menurut Priantara (2013: 2) pajak merupakan sumbangan rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dan tidak mendapatkan balas jasa secara langsung. PBB-P2sebelumnya merupakan pajak yang dikelola pemerintah pusat, namun dialihkan pengelolaannya kepada pemerintah daerah sesuai Pasal 2 Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri tentang Tahapan Persiapan PBB-P2 sebagai Pajak DaerahNo. 213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010. Pemindahan pengelolaan PBB-P2 ini merupakan bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah yang dituangkan ke dalam UU PDRD sehingga kegiatan proses pendataan
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 6 No. 1 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
1
sampai pemungutan atau penagihan serta pelayanan PBB-P2 akan dilaksanakan oleh Pemda (Kabupaten/Kota). Penyerahan pengelolaan PBB-P2 ke Pemerintah Daerah ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada daerah mengenakan pungutan baru, dan peluang untuk melakukan penetapan tarif pajak daerah. Berikut ini data tentang penerimaan PBB-P2 di Kabupaten TimornTengah Utara dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 1. dan (PBBTengah Tenggara Tahun
PERKOTAAN (PBB-P2) PASCA DIBERLAKUKANNYA UNDANG–UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 (STUDI PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR). TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Konsep Perpajakan a. Pengertian Pajak Menurut Soemitro seperti yang
Realisasi Penerimaan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan P2) Kabupaten Timor Utara, Provinsi Nusa Timur Tahun 2011-2014 Target (Rp) Realisasi (Rp) Realisasi (%)
dikutip oleh Mardiasmo (2011: 1) “Pajak adalah sumbangan dari rakyat kepada Negara
yang
dapat
dipaksakan
berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik
2011
1.609.405.368,00
914.123.164,00
56.80
langsung
2012
1.666.231.224,00
1.098.029.821,00
65.90
membayar pengeluaran umum”.
2013
1.661.353.261,00
1.218.254916,00
73.33
2014
1.643.520.007,00
1.194.027.222,00
72.65
Sumber Timor
:
Dinas Pendapatan Daerah Tengah Utara (2015)
Kabupaten
Berdasarkan data pada tahun 2014 yang terdapat pada tabel di atas memberikan gambaran bahwa realisasi penerimaan PBB-P2 di Kabupaten TTU dalam empat (4) tahun terakhir (2011-2014) tidak mencapai target yang telah ditetapkan. Kabupaten TTU merupakan salah satu kota/kabupaten yang baru mempersiapkan diri untuk menerima pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah pada tahun 2014.Oleh karena itu, bisa dilihat dari tahun 2011-2013 PBB-P2 masih dikelola oleh pemerintah pusat mengalami sedikit peningkatan walaupun belum mencapai target.Namun pada tahun 2014 PBB-P2 yang sudah menjadi pajak daerah, realisasi penerimaan PBB-P2 mengalami penurunan artinya implementasi pemungutan PPB-P2 masih kurang terlaksana dengan baik. Untuk mengatasi hal tersebut diharapkan semua pihak dapat ikut serta dan dituntut bekerja keras dalam implementasi pemungutan PBB-P2 yang lebih baik lagi. Semua pihak tersebut meliputi pihak-pihak yang berwenang untuk melakukan pemungutan terhadap PBBP2.Pemerintah Kabupaten TTU sebagai pihak yangberwenang dalam melakukan pemungutan PBB-P2 tentu harus menyiapkan kebijakankebijakan dalam menangani masalah-masalah yang terjadi pada saat implementasi pemungutan PBB-P2. Dari uraian di atas dapat dilihat beberapa kendala dalam pelaksanaan pemungutan PBB-P2 yang menyebabkan target realisasi yang tidak kunjung tercapai di Kota Kefamenanu, Kabupaten TTU, maka peneliti tertarik untuk menetapkan judul penelitian sebagai berikut: “IMPLEMENTASI PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN
yang
digunakan
untuk
b. Fungsi Pajak Terdapat dua (2) fungsi pajak yang dikemukakan (Priantara, 2013: 4) antara lain: 1) Fungsi Penerimaan (budgetair) Pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukan dana ke kas Negara secara optimal berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Sebagai contoh yaitu dimasukannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. 2) Fungsi Mengatur (regulerend) Pajak berfungsi sebagai sarana untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi
namun
diluar
bidang
keuangan. Untuk mencapai tujuan tertentu maka pajak digunakan sebagai alat kebijaksanaan untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang
lebih
tinggi
terhadap
minuman keras dan barang mewah agar dapat ditekan. c. Jenis – jenis Pajak Jenis pajak dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu (Priantara, 2013: 6) sebagai berikut : 1) Menurut Golongannya a) Pajak langsung adalah pajak yang langsung dikenakan kepada Wajib Pajak (WP) yang berkewajiban membayar pajaknya. Ini artinya WP yang bersangkutan harus memikul beban pajak dan tidak dapat
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 6 No. 1 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
2
diserahkan kepada pihak lain. Contohnya : PPh b) Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pengenaan pajaknya dapat diserahkan kepada pihak lain. Contohnya: PPnBMdan PPN. 2) Menurut Sifatnya a) Pajak Subjektif adalah pajak yang waktu pengenaannya yang pertama diperhatikan adalah subjek pajaknya. Setelah subjeknya diketahui barulah menentukan objeknya, contohnya : WP PPh. b) Pajak Objektif adalah pengenaan pajaknya pertama-tama memperhatikan objeknya, setelah itu barulah menentukan subjeknya, contohnya adalah PPN dan PBB. 3) Menurut Lembaga Pemungutnya a) Pajak Pusat adalah pajak yang diadministrasikan Pemerintah Pusat dalam hal ini adalah Kementerian Keuangan yakni Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Salah satu contoh yang termasuk pajak pusat yaitu Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). b) Pajak Daerah adalah pajak yang diadministrasikan Pemerintah Daerah. Sesuai dengan Undangundang PDRD, Pajak daerah dibedakan menjadi Pajak Propinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Salah satu contoh pajak provinsi yaitu Pajak Rokok, sedangkan Pajak Kabupaten/Kota salah satu contohnya: PBB-P2. d. Prinsip-prinsip Pemungutan Menurut Seligman dalam Nurmantu (2005: 85), merumuskan empat (4) prinsip pemungutan pajak, yang terdiri dari : a. Prinsip Fiscal Prinsip Fiscal berhubungan dengan dua hal, yaitu; kecukupan (Adequency) dan keluwesan (elasticity), artinya pemungutan pajak harus menjamin terpenuhinya kebutuhan pengeluaran Negara dan harus cukup elastis dalam menghadapi berbagai tantangan, perubahan serta perkembangan kondisi perekonomian.
economy yakni bahwa ketentuanketentuan dalam undangundang perpajakan haruslah jelas. c. Prinsip Economic Prinsip ini mengatakan bahwa biaya-biaya untuk memungut pajak harus lebih rendah dari jumlah pajak yang dipungut. d. Prinsip Ethical Prinsip ini meliputi dua hal yaitu; Uniformity dan Universality. Prinsip uniformity menggambarkan kesamaan atas perilaku yang sama terhadap para pembayar pajak. Sedangkan prinsip Universality menghendaki supaya setiap Wajib Pajak yang dikenakan pajak harus memikul beban pajaknya, dan tidak satupun Wajib Pajak yang memikul beban pajak yang lebih besar dari semestinya. 2. Konsep Pemungutan Pajak Bumi dan a.
danBangunan Perdesaan Perkotaan (PBB-P2) Pengertian PBB-P2
Pengertian dasar Pajak Bumi dan Bangunan yaitu permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya adalah Bumi sedangkan konstruksi teknik yang diletakkan atau ditanam secara tetap pada tanah/atau perairan adalah bangunan (Diana dan Setiawati, 2009: 711). Jadi PBB-P2 adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan bangunan yang dikuasai atau dimanfaatkan oleh subjek PBB-P2. b. Subjek PBB-P2 Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 pasal 78, yang termasuk Subjek PBB-P2 adalah seseorang atau suatu badan yang mempunyai hak untuk memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat dari bumi dan bangunan. c. Objek Pajak PBB-P2 Peraturan
Prinsip Administrative Prinsip ini meliputi prinsip certainty, convenience dan
Kabupaten
TTU tentang PBB-P2 Nomor 8 Tahun 2012 Pasal 2 (dua), objek PBB-P2 adalah bumi dan bangunan yang dimiliki,
dikuasai,
dan/atau
dimanfaatkan oleh seseorang atau suatu badan, kecuali penggunaan wilayah
b.
Daerah
untuk
perkebunan,
kegiatan
pertambangan
usaha dan
perhutanan. Salah satu contoh Yang termasuk
dalam
pengertian
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 6 No. 1 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
3
bangunan
adalah
satu
kompleks
terdapat pabrik, hotel yang ada pekarangan emplasemennya
perorangan yang
dan menjadi
kesatuan komplek bangunan. Berikut ini objek pajak yang tidak dikenakan PBB-P2 yaitu: 1) Hutan lindung, hutan wisata, hutan suaka alam, taman nasional dan tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, serta tanah yang belum dibebani suatu hak karena milik Negara; 2) Digunakan sesuai penetapan peraturan Menteri Keuangan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional; 3) Digunakan oleh Pemerintah dan Pemda untuk penyelenggaraan pemerintahan; 4) Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat sesuai perlakuan timbal balik; 5) Digunakan untuk tidak mendapatkan keuntungan seperti pelayanan terhadap kepentingan umum di bidang kesehatan, ibadah, sosial, pendidikan dan kebudayaan nasional. d. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Berdasarkan Peraturan Bupati Timor Tengah Utara Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Penetapan NJOP Sebagai Dasar Pengenaan PBB-P2 pasal 1 (satu), NJOP merupakan harga rata-ratadari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Dan jika tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP dapat ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek sejenis. NJOP juga bisa ditetapkan melalui nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. e. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) NJOPTKP merupakan suatu Batas NJOP dimana wajib pajak tidak terutang pajak (Siahaan, 2010: 561). Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten TTU Pasal 3 (tiga) ayat 4 (empat) besarnya NJOPTKP sebesar Rp 10.000.000,00 untuk setiap wajib pajak. Besarnya NJOPTKP tersebut disesuaikan dengan kemampuan masyarakat setempat sehingga tidak membuat masyarakat keberatan untuk membayar pajak. f. Tarif PBB-P2 Tarif PBB-P2 ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen). Tarif PBB-P2 ditetapkan
dengan Peraturan Daerah (Pasal 80 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah). Daerah diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menetapkan besarnya tarif pajak daerah untuk diberlakukan di daerahnya sepanjang tidak melampaui tarif minimum dan maksimum yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Berikut tarif PBB-P2 Kabupaten TTU yang telah ditetapkan sesuai Peraturan Daerah Kabupaten TTU Nomor 8 Tahun 2012 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2014 Tentang PBB-P2, Pasal 6 (enam) yaitu sebagai berikut: 1) Untuk NJOP sampai dengan Rp 1.000.000.000,(satu milyard rupiah) sebesar 0,1% (nol koma satu persen); 2) Untuk NJOP Rp 1.000.000.000,(satu milyard rupiah) sampai dengan Rp 3.000.000.000,- (tiga milyard rupiah) sebesar 0,2% (nol koma dua persen); 3) Untuk NJOP diatas Rp 3.000.000.000,-(tiga milyard rupiah) sebesar 0,22% (nol koma dua persen); METODE PENELITIAN Jenis Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif (Moleong, 2005: 6), dengan mendeskripsikan dan menganalisis implementasi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) pasca diberlakukannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009. Penelitian ini difokuskan pada kesiapan Pemerintah Daerah Kabupaten TTU dalam memungut PBB-P2 dan pelaksanaan pemungutan PBB-P2 pasca diberlakukannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009.Lokasi penelitian di Dispenda Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Data yang digunakan meliputi data primer berupa hasil wawancara, data sekunder berupa dokumen-dokumen mengenai pengelolaan PBBP2. Dalam penilitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan obsevarsi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan analisis data Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2014: 246) menjelaskan bahwa analisis data kualitatif dalam penelitian ini menggunakan metode interaktif yang terdiri atas reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 6 No. 1 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
4
PEMBAHASAN 1. Analisis Data a. KesiapanPemerintahDaerah Kabupaten TTU Dalam Memungut PBB-P2 Pengelolaan sarana dan prasarana yang terdapat di Kabupaten TTU belum memadai. Sarana yang dimiliki cukup memadai kabupaten TTU cukup terdiri dari beberapa perangkat komputer, server, printtronik, beberapa monitor meliputi hardware dan software. Namun prasarana yang dimiliki seperti gedung khususnya ruangan untuk mengelolah PBB-P2 tidak layak digunakan. Hal ini dikarenakan Saat ini Dispenda Kabupaten TTU masih menggunakan gedung yang lama, belum dipindahkan ke gedung yang baru karena belum selesai pembangunannya. Mengenai ruangan pelayanan PBB-P2 bagi WP disediakan dibagian depan diantara koridor ruangan kepala Dinas dan ruangan bagian PBB-P2 dan BPHTB. Kondisi ruangan tersebut kurang nyamankarena selain sempit dan hanya terdapat beberapa kursi tunggu serta banyak aktivitas masuk keluar ruangan melalui ruangan tersebut, sehingga ruangan tersebut sudah tidak layak digunakan untuk melakukan pelayanan bagi WP. Penyesuaian terhadap struktur organisasi harus disertai dengan penyesuaian terhadap tata kerja. Mengenai struktur organisasi dalam menangani PBB-P2, terbentuk beberapa seksi, yakni : Seksi Pelayanan dan Informasi, Seksi Pengolahan Data dan Penetapan, dan Seksi Intensifikasi dan Ekstensifikasi. Pembentukan ketiga seksi tersebut sudah cukup baik karena seksi-seksi tersebut sudah cukup mencakup kebutuhan pengolahan PBB-P2 hingga sampai dengan menggali dan meningkatkan potensi penerimaan PBB-P2 secara optimal. Namun alangkah lebih baik jika ada seksi penagihannya tersendiri untuk melakukan penagihan khusus untuk PBB-P2 saja demi mengoptimalkan hasil penagihan. SDM yang dimiliki Kabupaten TTU masih kurang, oleh karena Pemerintah Daerah Kabupaten TTU perlu menambah jumlah SDMyang berpengalaman terkait pengelolaan PBB-P2. Kabupaten TTU dalam mengelola PBBP2 melakukan kerja sama dengan pihakpihak yang ditunjuk berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Tentang Tahapan Persiapan Pengalihan PBB-P2 Menjadi Pajak DaerahNomor 213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010. Pihak-pihak yang dimaksud seperti BRI sebagai pihak penerima pembayaran PBB-P2, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Atambua dan Kupang. Tidak hanya pihak-pihak tersebut Dispenda Kabupaten TTU melakukan kerja sama
dengan pihak kelurahan, Kantor Pertanahan, namun alangkah lebih baik jika melakukan kerjasama dengan Notaris/PPAT, karena PPAT juga lebih mengetahui objek pajak WP PBB-P2 tertentu. Hal ini juga dapat memudahkan pihak Dispenda dalam hal mendata dan menetapkan besar pajak yang terutang dari WP tersebut. b. Pelaksanaan Pemungutan PBB-P2 Pasca Diberlakukannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Proses kegiatan pendataan, penetapan, penilaian, pemungutan/penagihan serta pelayanan langsung bagi WP mengenai PBBP2 cukup berjalan dengan baik berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten TTU yang telah ditetapkan. Namun untuk kegiatan pendataan dan penilaian kurang berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan data-data yang digunakan oleh Dispenda Kabupaten TTU menggunakan data lama yang diserahkan oleh KPP Pratama Atambua. Data yang digunakan oleh Dispenda Kabupaten TTU tersebut menyebabkan nilai jual objek PBB-P2 masih menggunakan harga nilai jual objek PBB-P2 yang lama sehingga penilaian pada objek PBB-P2 belum secara optimal. Padahal seperti yang kita tahu dengan berkembangnya zaman tentunya akan mempengaruhi nilai jual suatu objek pajak. Pengelolaan PBB-P2 yang dilaksanakan oleh Dispenda Kabupaten TTU ditemui beberapa permasalahan pada database, NJOP dan sebagainya. Pada database terdapat beberapa permasalahan seperti penerbitan SPPT yang ganda maupun SPPT yang salah nama, alamat subjek pajak ataupun objek yang tidak sesuai dengan luasnya. Adapun juga setiap tahun tidak sedikit SPPT terbit namun tidak dapat dilakukan penagihan akibat objek yang tidak jelas, atau objek yang tidak seharusnya diterbitkan seperti tanah Negara. Sedangkan pada NJOP masih menggunakan penetapan lama yang nilai jual objek PBB-P2 tidak sesuai dengan nilai jual harga sekarang. Adapun NJOP yang terdapat di Kabupaten TTU masih terdapatnya pajak minimal sebesar Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah) untuk WP yang NJOP-nya dibawah Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah). Hal ini menyebabkan NJOP yang ditetapkan tidak sesuai dengan keadaan riil di lapangan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pengimplementasian pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), mulai tanggal 3 Januari 2014 yang telah diperdakan
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 6 No. 1 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
5
2.
dalam Peraturan Daerah Kabupaten TTU Nomor 8 Tahun 2012. Mengenai kesiapan Kabupaten TTU dalam memungut PBB-P2, sarana dan prasarana cukup memadai namun untuk prasarana di Kabupaten TTU saat ini kurang baik karena masih menempati gedung yang lama. Sumber Daya Manusia (SDM) juga masih kurang, dimana terdapat 206.024.613 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) harus ditangani oleh 10 (sepuluh) orang dalam waktu yang telah ditentukan. Secara umum pelaksanaan pemungutan PBB-P2 di Kabupaten TTU belum berjalan dengan baik karena masih terdapat banyak kelemahan. Hal ini dibuktikan dengan masih terdapatnya kesalahan-kesalahan dan beberapa kendala yang pada database seperti seperti pada objek dan subjek pajak seperti kesalahan penulisan nama, alamat subjek pajak ataupun objek pajak yang tidak sesuai dengan luasnya. NJOP untuk PBB-P2 juga masih menggunakan data lama dari KPP Pratama. Adapun juga terdapat PBB terutang sebesar Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah). Nilai tersebut ditentukan berdasarkan peraturan daerah yang telah ditetapkan kepada NJOP-nya sebesar Rp 0 (nol rupiah) untuk beberapa kecamatan. Sehingga menyebabkan realisasi penerimaan PBBP2 belum mencapai target. Yang harus diperhatikan oleh pihak Dispenda untuk lebih berusaha lagi dalam proses pemungutan PBB-P2. Sehingga nantinya pada tahun berikutnya realisasi penerimaan PBB-P2 mengalami peningkatan karena kerja keras dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan sebelumnya. Saran 1. Mengenai SDM yang sangat kurang maka perlu adanya tambahan jumlah SDM yang berpengalaman terkait PBB-P2 sehingga dapat mengurangi kesulitan yang dihadapi dalam mengelola PBB-P2. 2. Pemerintah Daerah disarankan mendata ulang objek pajak dan subjek PBB-P2 serta perlu menetapkan NJOP Bumi dan Bangunan sesuai dengan nilai jual objek PBB-P2 dengan menyerahkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) kepada Wajib Pajak untuk diisi dengan jelas, benar, dan lengkap sesuai kondisi riil di lapangan. 3. Untuk meningkatkan kepatuhan WP, pemerintah daerah perlu
4.
melakukan sosialisasi terus menerus untuk setiap Kecamatan di Kabupaten TTU. Perlu adanya koordinasi terus menerus antar tim yang berwenang dalam proses pemungutan PBB-P2 seperti pengecekan pada pencetakan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) oleh Kepala Bidang PBB kepada bawahannya sehingga tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang tidak diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA Diana, Anastasya dan Lilis Setiawati. 2009. Perpajakan Indonesia: Konsep, Aplikasi, dan Penentuan Praktis. Yogyakarta: Andi Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi. Moleong, lexi J. 2005.Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi.Bandung: PT Remaja Rosdakarya Nurmantu, Safri. 2005. Pengantar Perpajakan Edisi 3. Jakarta: Granit. Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri No.213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Sebagai Pajak Daerah. Peraturan Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Peraturan Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan. Peraturan Bupati Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi Dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan. Priantara,Diaz. 2013. Perpajakan Indonesi Edisi Revisi 2. Jakarta: Mitra Wacana Media. Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Siahaan, P. Marihot. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 6 No. 1 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id
6