ABREVIASI DAN DAMPAKNYA DALAM PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA
Makalah disajikan dalam Seminar Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia dalam Perspektif Pergaulan Antarbangsa ynag diselenggarakan di IKIP PGRI Semarang 2 s.d. 4 Juli 2006
Oleh Sutji Muljani, M.Hum. NIPY 10452571970
PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL 2006
ABREVIASI DAN DAMPAKNYA DALAM PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA Sutji Muljani ABSTRAK Abreviasi ialah perpendekan bentuk sebagai pengganti bentuk yang lengkap; bentuk singkatan tertulis sebagai pengganti kata atau frase (TB3I, 1990:2). Sebagai perpendekan bentuk, abreviasi merupakan salah satu cara pembentukan kata dalam bahasa Indonesia (BI). Munculnya bentukan singkatan dan akronim dalam kedua media tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan pemakaian bahasa Indonesia. Artinya, banyak pemakai bahasa Indonesia yang beranalogi dengan bentukan-bentukan singkatan dan akronim yang sebelumnya sudah terpakem dalam pemakaian BI. Hasil analogi bentukan singkatan dan akronim tersebut bisa bernuansa bergerak ke arah positif maupun negatif dalam perkembangan dan pembinaan BI. Munculnya berbagai singkatan dan akronim di media masa berdampak positif untuk mendukung perkembangan BI dari aspek pengayaan kosa kata. Namun, dampak positif itu bisa menjadi dampak negatif jika para pemakai bahasa tidak konsisten dan tidak memperhatikan tolok ukur pembentukan singkatan dan akronim. Tolok ukur pembentukan akronim yang harus dijadikan pegangan bagi para pemakai bahasa yaitu (1) jumlah suku kata tidak melebihi jumlah suku kata yang lazim dalam BI; (2) harus mengindahkan atau memperhatikan keserasian vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata yang lazim dalam BI; dan (3) tidak boleh menggambarkan nuansa negatif atau bermakna peyoratif. Munculnya berbagai singkatan dan akronim tersebut harus dilihat sebagai kreativitas atau daya olah pikir para pemakai bahasa. Namun, para pemakai bahasa harus menyadari bahwa kreativitasnya harus tetap didasarkan pada koridor atau tolok ukur yang ditetapkan. Untuk itu, para pemakai bahasa harus mengetahui kaidah-kaidah pembentukan singkatan dan akronim sebagai wujud sikap positif bahasa. Kata kunci: Abreviasi, pembinaan dan pengembangan bahasa
A. Pendahuluan Abreviasi ialah perpendekan bentuk sebagai pengganti bentuk yang lengkap; bentuk singkatan tertulis sebagai pengganti kata atau frase (TB3I, 1990:2). Sebagai perpendekan bentuk, abreviasi merupakan salah satu cara pembentukan kata dalam bahasa Indonesia (BI). Hasil pembentukan kata dengan cara abreviasi dikenal dengan sebutan singkatan dan akronim. Singkatan yaitu bentuk yang dipendekkan dari satu atau lebih kata yang dilafalkan huruf per huruf atau dilafalkan seperti bentuk lengkapnya, misalnya SMA dilafalkan [es-em-a], bukan [sma]; dll dilafalkan [dan lainlain], bukan [de-el-el]; kg dilafalkan [kilogram], bukan [ka-ge]; dsb. Akronim yaitu singkatan yang berupa gabungan huruf awal atau gabungan suku kata dari deret kata yang diperlakukan dan dilafalkan sebagai kata utuh, misalnya puskesmas (pusat kesehatan masyarakat) dilafalkan [puskesmas],
bukan
[pe-u-es-ka-e-es-em-a-es];
Akabri
(Akademi
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dilafalkan [akabri], bukan [a-kaa-be-er-i]; dsb. Singkatan dan akronim selalu menarik untuk dibahas berkaitan dengan proses pembentukan kata dalam BI. Hal ini dikarenakan banyak bentuk singkatan dan akronim yang muncul dalam media cetak maupun media audio-visual (televisi). Kemunculan bentukan singkatan dan akronim dalam media cetak terdapat pada hampir semua jenis artikel, sedangkan dalam televise banyak ditemukan pada nama-nama program acara atau pun judul-judul sinetron. Hingga saat ini, hampir setiap orang suka sekali menyingkat atau mengakronimkan apa saja yang bisa disingkat dan diakronimkan; atau suka sekali bermain dengan “mainan baru” yang sudah tidak bisa dikatakan baru dalam kebahasaan. Munculnya berbagai bentukan singkatan dan akronim dalam BI dipengaruhi oleh berbagai factor, baik politik, social, budaya, ekonomi, agama, maupun pendidikan, dsb. Munculnya bentukan singkatan dan akronim dalam media cetak maupun televisi dapat dicermati pada bentukan-bentukan di bawah ini.
balon dilafalkan [balon], bukan [be-a-el-o-en]
= bakal calon
BAB dilafalkan [be-a-be], bukan [bab]
= buang air besar
Puspa dilafalkan [puspa], bukan [pe-u-es-pe-a]
= Pusat Terlayanan Terpadu
Ibu
dan
Anak pekat dilafalkan [pe-∂-ka-a-te]
=
penyakit
masyarakat WTS dilafalkan [we-te-es]
= wanita tuna susila
EGP dilafalkan [e-ge-pe]
= emang gue pikirin
PIL dilafalkan [pil], bukan [pe-i-el]
= pria idaman lain
Drs. dialafalkan [de-er-es], bukan [doktorandus]
= di rumah saja
gepeng dilafalkan [gepeŋ]
=gelandangan
dan
pengemis betis dilafalkan [b∂tis]
= berita selebritis
maudi dilafalkan [mawdi]
= mau diapain aja deh
KKN dilafalkan [ka-ka-en]
= korupsi, kolusi dan nepotisme
Betis
= berita selebritis
KISS
=
Kisah
Seputar
Selebritis Pe’Ak
= pendek akal
Jamilah
= Jamil dan Milah
Eko ngegosip
= E…kok! Ngegosip
Pak Eko
= peket ekonomis
Insert
= informasi selebritis
SBY [es-be-ye]
= santai bareng yuk..
Jelita
=
jendela
informasi
wanita Upacara
= Ulfa punya acara
Primadona
= Prima dan Dona
Munculnya bentukan singkatan dan akronim dalam kedua media tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan pemakaian bahasa Indonesia. Artinya, banyak pemakai bahasa Indonesia yang beranalogi dengan bentukan-bentukan singkatan dan akronim yang sebelumnya sudah terpakem dalam pemakaian BI. Hasil analogi bentukan singkatan dan akronim tersebut bisa bernuansa bergerak kea rah positif maupun negative dalam perkembangan dan pembinaan BI. Bagaimanakah fenomena bentukan singkatan dan akronim dalam media cetak dan televisi itu berpengaruh terhadap perkembangan pemakaian BI akan menjadi permasalahan dalam makalah ini. B. Bahasan Masalah Surat kabar dan televise merupakan dua media yang efektif untuk menyampaikan berbagai pesan kehidupan, baik pesan moral, politik, budaya, ekonomi, agama, maupun bahasa. Apa yang muncul di media cetak maupun televise akan sangat cepat sampai kepada masyarakat sehingga mampu mempengaruhi perilaku maupun sikap masyarakat dalam menanggapi hidup dan kehidupan, termasuk sikap dan perilaku masyarakat terhadap pemakaian BI dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bisa dimaklumi karena media cetak dan televisi memang mempunyai peran yang sangat penting untuk ikut serta membina dan mengembangkan BI menjadi bahasa yang semakin berwibawa dan bahasa yang mampu menunjukkan jati dirinya dalam masyarakat internasional. Salah satu
media cetak yang paling efektif sebagai pendukung penyebarluasan upaya penyempurnaan dan pembinaan bahasa adalah surat kabar harian. Surat kabar harian, yang notabene terbit setiap hari, dengan tampilan berita-berita aktualnya yang disampaikan lewat bahasa akan menjadi daya magnit bagi masyarakat pembacanya. Surat kabar harian sebagai media cetak memiliki jenis pembaca yang heterogen, baik dari tingkat sosial, ekonomi, maupun usia. Dari kaum elit maupun kawula alit akan dihadapkan pada berbagai berita dan segala informasi lainnya yang disuguhkan melalui surat kabar harian. Televisi sebagai media audio-visual merupakan media massa yang paling efektif dalam penyampaian pesan-pesan moral karena hampir setiap hari, setiap jam, setiap menit, dan setiap detik, masyarakat selalu disuguhi berbagai macam program acara oleh stasiun-stasiun televisi yang ada. Berkaitan dengan kenyataan tersebut, kemunculan bentukan singkatan dan akronim pada kedua media itu perlu dicermati dalam rangka mengetahui sejauh mana bentukan-bentukan mampu menyemarakkan dan mendukung perkembangan dan pembinaan BI. Untuk itu, disini akan dikemukakan juga tentang fenomena bentukan singkatan dan akronim serta fenomena kebahasaan yang menyertai maraknya singkatan dan akronim di media massa. Fenomena bentukan singkatan dan akronim di media massa dapat diberikan seperti di bawah ini. 1. Singkatan dan akronim yang dibentuk dari nama orang untuk nama orang atau maksud lain, seperti Pak Eko, SBY, Jamilah, Maudi, Primadona, dsb. 2. Singkatan dan akronim dibentuk dari kata yang secara leksikal sudah bermakna, seperti balon, PIL, API, Kontras, Bahari, Ayu, dsb. 3. Singkatan dan akronim yang dibentuk dari penggalanpenggalan kata bermakna utuh, seperti muna (munafik), lab
(laboraturium), perpus (perpustakaan), info (informasi), rekap (rekapitulasi), seleb (selebritis), dsb. 4. Singkatan dan akronim dibentuk dari bentuk singkatan atau akronim lain yang sudah baku atau yang sudah menjadi pakem, seperti KKN (Kuliah Kerja Nyata) menjadi kolusi, korupsi, nepotisme;dsb. 5. Singkatan yang dibentuk dari kelompok kata (frasa), seperti Arusbah,dsb. 6. Singkatan dan akronim yang dibentuk dari kata atau istilah asing, seperti KISS, dsb. Fenomena kebahasaan yang menyertai munculnya bentukan singkatan dan akronim yaitu. 1. Munculnya gejala homonim yaitu bentuk bahasa yang memiliki bentuk yang sama, tetapi maknanya berbeda. Misalnya, balon (‘bola atau pundi-pundi besar terbuat dari karet yang berisi gas’ dan ‘bakal calon’); granat (‘senjata peledak yang dilemparkan’ dan ‘gerakan antinarkotik’), dsb. 2. Munculnya gejala pergeseran makna menuju makna peyoratif, seperti sekwilda (sekitar wilayah dada), cerdas (incar dada dan selangkangan), maudi (mau diapain aja dech..), KKN (keri-keri nikmat), IWAPI (ikatan wanita penyebar isu), dsb. 3. Munculnya
ketidakkonsistenan
bentukan
singkatan
dan
akronim, seperti Pembantu Rektor (PR, Purek), Pembantu Dekan (PD, Pudek), Pelacur (WTS,PSK), dsb. Munculnya berbagai singkatan dan akronim di media masa berdampak positif untuk mendukung perkembangan BI dari aspek pengayaan kosa kata. Namun, dampak positif itu bisa menjadi dampak negatif jika para pemakai bahasa tidak konsisten dan tidak memperhatikan tolok ukur pembentukan singkatan dan akronim. Tolok ukur pembentukan akronim yang harus dijadikan pegangan bagi para pemakai bahasa yaitu (1) jumlah suku kata tidak melebihi jumlah suku kata yang lazim dalam
BI; (2) harus mengindahkan atau memperhatikan keserasian vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata yang lazim dalam BI; dan (3) tidak boleh menggambarkan nuansa negatif atau bermakna peyoratif.
C. Penutup Munculnya berbagai singkatan dan akronim tersebut harus dilihat sebagai kreativitas atau daya olah pikir para pemakai bahasa. Namun, para pemakai bahasa harus menyadari bahwa kreativitasnya harus tetap didasarkan pada koridor atau tolok ukur yang ditetapkan. Untuk itu, para pemakai bahasa harus mengetahui kaidah-kaidah pembentukan singkatan dan akronim sebagai wujud sikap positif bahasa.