BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Tenis Meja
a. Pengertian Permainan Tenis Meja Tenis meja merupakan permaian yang sederhana dan dapat dimainkan oleh siapa saja, gerakan-gerakan yang dilakukan dalam olahraga ini adalah konsisten memukul, mengarahkan dan menempatkan bola ke meja lawan dan diharapkan pihak lawan tidak dapat mengembalikan bola. Menurut Sutarmin (2007:2) menyatakan bahwa, “Pada awalnya, permainan tenis meja dimainkan dengan bola yang dibuat dari gabus dan alat pemukulnya dari kulit binatang”. Muklis (2007:2) menyatakan bahwa, “Pada tahun 1930-an olahraga tenis meja mulai memasuki kawasan tanah air kita, olahraga ini dibawa oleh para pengusaha atau pedagang yang datang dari Belanda”. Permainan tenis meja mula-mula dikenal sebagai pengisi waktu senggang, hiburan dan rekreasi saja. Permainan ini lebih dikenal dengan nama “ping-pong” yaitu berasal dari tiruan suara yang ditimbulkan oleh pantulan bola dengan meja maupun dengan raket. Namun setelah lama berkembang secara resmi pada tahun 1921, Asosiasi Tenis Meja dibuat di Inggris, dan diikuti Federasi Tenis Meja Internasional pada tahun 1926 yang akhirnya namanya menjadi Tenis Meja. Permainan tenis meja peraturanya terus berkembang, dulu hitunganya 21 poin dengan dua kali kemenangan dan sekarang hanya 11 point dengan tiga kali kemenangan. Permainan tenis meja dapat dimainkan dengan permainan single, double (putra/putri), dan double campuran .
7
8
b. Sarana dan Alat Menurut Hodges L (2007:5) bahwa, “Terdapat empat peralatan yang harus dipersiapkan dan dibutuhkan untuk bermain tenis meja yaitu: meja, net, bola, dan bet”. 1) Meja Menurut Hodges L (2007:5) bahwa, “Meja berukuran 9 x 5 kaki dengan permukaan setinggi 30 inci dari lantai. Biasanya berwarna gelap, dengan garis putih di pinggir sebesar ¾ inci. Selain itu juga terdapat garis putih sebesar ¼ inci di tengah meja yang hanya digunakan pada pertandingan ganda”. 2) Net Menurut Hodges L (2007:5-6) bahwa, “ Net berukuran tinggi 6 inci dan melintang di tengah meja.Net harus ditambahkan 6 inci di kedua sisi meja agar pemain tidak memukul bola dari pinggiran net yang dapat dilakukan oleh beberapa pemain terkenal”. 3) Bola Menurut Hodges L (2007:6) bahwa, “Bola biasanya berwarna putih, tapi ada juga yang berwarna oranye”. Menurut Muklis (2007:1) bola tenis meja ada dua macam: a) Bola dengan berat 2,40-2,53 gram disebut bola keras. Bola ini memiliki garis tengah lingkaran 11,43-12,06 mm. b) Bola dengan berat 2,00-2,13 gram disebut bola lembek. Bola ini memiliki garis tengah lingkaran 11,60-12,23 mm. 4) Bet atau raket Muklis (2007:1) ada dua jenis lapisan kayu dalam bet yaitu: a) Bet kayu yang dilapisi karet biasa yang tebalnya maksimum 2 mm. Bet ini disebut bet busa karet halus. b) Bet kayu yang dilapisi karet bintik yang tebalnya tidak boleh lebih dari 4mm. Bet ini disebut bet busa karet bintik.
9
5) Sepatu dan Kostum Menurut Muklis (2007:5), “Pakailah sepatu yang alasnya terbuat dari karet”. Dengan memakai sepatu pemain dapat lebih mudah melakukan berbagai gerakan, misalnya berhenti secara mendadak, mengerem, melakukan start, menggeser ke kanan, ke kiri, maju atau mundur, mengubah arah secara cepat dan tiba-tiba. Pakaian dibuat cukup longgar sehingga pemain dapat bergerak lebih bebas. Pakaian pemain yang berupa kaos terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat, tidak boleh berwarna putih atau warna lain yang sewarna dengan bola. 6) Ruang Bermain Menurut Muklis (2007:5), “Ruang untuk bermain sebaiknya lebih luas, sedikitnya ada ruang 3 meter pada setiap sisi belakang meja dan 2,75 meter pada setiap sisi kanan dan kiri meja. Jadi, ruang seluruhnya berukuran minimum panjang 9 meter, lebar 7 meter, dan tinggi atap ruangan 3 meter dari lantai”.
c. Teknik Dasar Permainan Tenis Meja 1) Teknik Memegang Bet (Grip) Menurut Sutarmin (2007:15) bahwa, “setiap pemain tenis meja harus menguasai teknik dasar memegang raket (bet)”. Menjadikan Teknik memegang bet merupakan faktor yang sangat penting dalam permainan tenis meja. Adapun macam-macam teknik memegang bet sebagai berikut: a) Shakehand Grip Teknik memegang bet shakehand grip seperti orang melakukan jabat tangan. Teknik ini sangat digemari oleh atlet-atlet tenis meja di negara-negara Eropa, karena bersifat multiguna. Dengan teknik ini, pemain tenis meja dapat menggunakan kedua sisi bet sehingga mudah memukul bola, baik secara forehand maupun backhand. Cara
10
memegangnya adalah menurut Muklis (2007:10): (1) Jari manis dan jari kelingking memegang gagang bet. (2) Jari tengah ikut menempel. (3) Jari telunjuk ditempelkan pada permukaan backhand bet dengan relaks dekat jari.
Gambar 1. Shakehand Grip (Muklis, 2007:10)
b) Penhold Grip Penhold grip atau pegangan tangkai pena hanya dapat digunakan untuk satu sisi atau permukaan bet saja. Sistem penhold grip membuat pukulan forehand lebih baik, tetapi membuat gerakan backhand kurang efektif. Teknik penhold grip dalam permainan tenis meja membuat pemain hanya mampu bertahan dari serangan lawan dengan pukulan forehand. Menurut Sutarmin (2007:16) cara memegang bet gaya penhold grip adalah: (1) Tangkai bet dipegang dengan posisi ibu jari dan jari telunjuk bertemu di satu sisi bet, sedangkan jari-jari yang lain ditekuk di sisi bet sebaliknya (seperti memegang pena). (Penhold grip gaya Cina). (2) Tangkai bet dengan ketiga jari dirapatkan dan bet mengarah ke bawah. (Penhold grip gaya Korea)
11
Gambar 2 Penhold Grip (Muklis, 2007:10)
c) Seemilar grip Menurut Hodges L (2007:20) “ Seemlier grip yang juga dikenal dengan American grip merupakan versi dari shakehands grip kelebihanya memberikan kesempatan para pemain untuk melakukan blok yang baik”. Adapun cara memegang bet adalah sebagai berikut : (1) Pegang bet dengan shakehands grip. (2) Putar bagian atas bet dari 20 sampai 90 derajat ke arah tubuh. (3) Lekukan ibu jari telunjuk di sepanjang sisi bet.
Gambar 3. Seemiller Grip (Hodges L, 2007:20) 2) Sikap Dasar Siaga (Stance) Pengertian sikap dasar siaga dalam tenis meja dapat diartikan sebagai berikut, menurut Muklis (2007:12): a) Postur atau sikap badan berdirinya seorang pemain yang berposisi pada jarak tertentu dari meja dan berhubungan erat dengan keadaan tubuh serta teknik pukulan masing-masing. b) Sikap dasar siaga adalah cara bersiap siaganya tangan dan kaki yang diserasikan dengan keadaan tubuh dan tipe permainan . Sikap dasar siaga merupakan kesiapsiagaan sikap tubuh seorang atlet pada jarak tertentu dari meja untuk bergerak pada setiap saat maupun
12
secara tiba-tiba bergerak ke arah kiri, kanan, depan, dan ke belakang untuk menyerang atau bertahan terhadap datangnya bola lawan yang disertai dengan berbagai kecepatan, berbagai tenaga berputar, dan berbagai penempatan, kemudian secepatnya kembali lagi ke sikap dasar siaga.
Gambar 4 Sikap Dasar Siaga (Muklis,2007:15) 3) Teknik Pukulan (Stroke) a) Macam-macam Pukulan (1) Pukulan Forehand Pukulan forehand dilakukan jika bola berada disebelah kanan tubuh, Sutarmin (2007:22) berpendapat, “Orang yang memukul dengan tangan kanan, akan melakukan pukulan forehand kalau bola berada di sebelah kanannya”. Cara melakukan pukulan ini adalah dengan merendahkan posisi tubuh, lalu gerakkan tangan yang memegang bet ke arah pinggang. Jika tidak kidal gerakan ke arah kanan. Siku membentuk sudut kira-kira 90 derajat. Sekarang tinggal menggerakkan tangan ke depan tanpa merubah siku. (2) Pukulan Backhand Pukulan backhand dilakukan jika bola berada disebelah kiri badan, Sutarmin (2007:22) berpendapat, “Orang yang memukul dengan tangan kanan dan menggunakan shakehans grip akan memukul bola dengan pukulan backhand apabila bola berada di sebelah kirinya”. Cara melakukannya pertama rendahkan posisi tubuh lalu gerakkan tangan ke arah pinggang sebelah kiri. Jika tidak kidal, dengan sudut siku sembilan puluh derajat. Gerakkan tangan dan bet ke arah depan, jaga siku agar tetap sembilan puluh derajat dan bet tetap lurus.
13
b) Jenis Pukulan (1) Drive Drive ini adalah pukulan yang paling kecil tenaga gesekannya. Pukulan drive sering juga disebut lift, merupakan dasar berbagai jenis pukulan serangan. Oleh karena itu, pukulan drive disebut pula sebagai induk teknik dari pukulan serangan. Pukulan drive merupakan pukulan datar yang memiliki beberapa segi bentuk berbedaan. Beberapa sifat istimewa dari pukulan drive menurut Muklis (2007:24): (a)Tinggi/rendah terbang bola di atas ketinggian garis net mudah dikuasai. (b)Cepat maupun lambatnya laju bola tidak akan susah dikendalikan. (c)Bola drive tidak mengandung tenaga yang terlalu keras. (d)Bola bersifat membawa sedikit putaran. (e)Dapat dilancarkan disemua titik bola di atas meja tanpa merasa kesulitan terhadap bola-bola berat, ringan, cepat, lambat, tinggi maupun rendah, serta terhadap berbagai jenis putaran bola (2) Push ( dorongan) Menurut Hodges L (2007:64), “Push adalah pukulan backspin pasif yang dilakukan untuk menghadapi backspin”. Pukulan ini dapat menjaga agar bola tidak melambung terlalu tinggi dari net. Untuk melakukan pukulan forehand push perhatikan agar posisi bet sedikit terbuka gerakan bet kedepan dan sedikit kebawah. Usahakan bola mengenai bet bagian tengah. Yang kedua adalah cara melakukan backhand push perkenaan bolanya sama dengan forehand push bedanya ini menggnakan backhand. Usahakan kontak bola hanya terjadi gesekan tetapi kuat sehingga menghasilkan bola backspin yang sempurna. Usahakan perkenaan bola di kiri mendekati bagian depan tubuh. (3) Chop Menurut Hodges L (2007:99), “Pengembalian pukulan backspin yang bersifat bertahan”. Persiapan dalam melakukan pukulan forehand chop sama untuk melakukan pukulan forehand tapi posisi bet agak terbuka. Gerakkan bet ke depan condong ke bawah. Usahakan kontak
14
dengan bola terjadi di depan kanan badan. Perkenaan bola pada sisi bet depan agak bawah dan perkenaan pada bola pada sisi bawah bola. Sedangkan untuk backhand chop posisi awal sama dengan backhand tetapi posisi bet terbuka atau sisi depan condong ke atas. Usahakan kontak bola pada bagian sisi bawah bet depan dengan sisi bawah bola. Usahakan perkenaan bola di kiri agak depan tubuh. (4) Block Menurut Hodges L (2007:72) bahwa, “Block adalah cara paling sederhana untuk mengembalikan pukulan yang keras”. Block dilakukan setelah bola memantul dari meja. Hal ini dilakukan untuk membuat lawan tidak dapat melancarkan serangan dengan cepat, karena bola yang di block akan kembali dengan cepat Cara melakukan forehand blok yang pertma gerakkan bet ke depan, posisi bet tertutup (sisi depan bet menghadap ke bawah). Perhatikan arah datangnya bola, segera lakukan block setelah bola memantul dari meja, perkenaan bola dengan bet tepat pada tengah bet. Sedangkan untuk backhand block bet berada disebelah kiri tubuh. Gerakkan bet ke depan jika ingin melakukan blocking, posisi bet tertutup (sisi depan bet menghadap ke bawah). Perhatikan arah datangnya bola, segera lakukan block setelah bola memantul dari meja.
4) Teknik Servis Menurut Sutarmin (2007:17) menyatakan bahwa, “Servis yaitu memukul bola untuk menyajikan bola pertama”. Ada beberapa teknik servis yaitu servis forehand topspin, servis backhand topspin, servis forehand backspin, servis backhand backspin. Topspin merupakan arah putaran bola (dimana bola berputar searah jarum jam). Backspin merupakan arah putaran bola juga (bola berputar berlawanan jarum jam). Cara melakukan servis forehand backspin Untuk melakukan forehand topspin pemaian berdiri dengan sikap persiapan di meja bagian kanan dan menghadap sektor kiri meja lawan. Tangan kanan memegang
15
bet berada di kanan badan dengan siku ditekuk sebesar sembilan puluh derajat. Telapak tangan kiri memegang bola. Bola dilambungkan setinggi enam belas senti meter, kemudian dipukul dengan bet. Usahakan pantulan bola tidak begitu tinggi dari net. Cara melakukan backhand Topspin Untuk melakukan backhand topspin pemain berdiri di tengah meja dengan sikap persiapan. Tangan kanan memegang bet dengan mendekatkanya ke pinggang sebelah kiri. Telapak tangan kiri memegang bola. Lambungkan bola setinggi enam belas senti meter, pukul dengan bet. Usahakan bola tidak begitu tinggi dari net sehingga pantulan bola di meja lawan tidak begitu tinggi. Cara melakukan backhand backspin Untuk melakukan backhand backspin pemain berdiri di tengah meja dengan sikap persiapan. Tangan kanan memegang bet dengan mendekatkanya ke pinggang sebelah kiri. Telapak tangan kiri memegang bola. Lambungkan bola setinggi enam belas senti meter, pukul dengan bet. Untuk melakukan pukulan ini hanya menggesek bagian belakang bola dengan bagian bawah bet. Gerakan bet ke depan condong turun ke bawah. Usahakan bola tidak begitu tinggi dari net sehingga pantulan bola di meja lawan tidak begitu tinggi.
d. Gaya Mengajar Inklusi (Inclusion Style) Untuk Pembelajaran Tenis Meja Karena karakteristik dari gaya mengajar inklusi, pelaksanaan pembelajaran pada tenis meja yaitu, guru merancang bentuk pembelajaran tenis meja dari tingkat paling mudah hingga pada
tingkat yang sulit,
diawali gerakan tanpa bola hanya melakukan gerakan ayunan atau teknik dasar, dilanjut dengan gerakan menggunakan bola dan bet di meja atau lapangan tenis meja dengan dilengkapi net. Pembelajaran tenis meja merupakan rangkaian pembelajaran secara keseluruhan. Pelaksanaan pembelajaran tenis meja di sekolah sendiri dimulai dari pengenalan peserta didik terhadap bet dan bola. Peserta didik tidak begitu saja diajarkan teknik
16
gerakan forehand maupun backhand, namun pentingnya mengenal peralatan wajib yang dipakai akan membantu terhadap kelancaran proses belajar mengajar. Pada tahap selanjutnya peserta didik diperkenalkan dengan gerakan dasar tenis meja. Dalam hal ini peserta didik diminta menganalisis gerakan secara seksama, baik gerakan kaki, gerakan lengan, gerakan pinggul maupun gerakan koordinasi secara keseluruhan. Dan terdapat rancangan yang sudah disiapkan oleh guru, antara lain: a) Rancangan tingkat mudah yaitu, pembelajaran tenis meja di meja tenis 1 yaitu tanpa net, yang mana proses pembelajaran hanya menekankan peserta didik dapat melakukan gerakan teknik dasar dengan benar tanpa bola, hanya sesekali memukul bola ke depan dengan hanya memperhatikan perkenaan bola pada bet. b) Rancangan tingkat sedang yaitu, pembelajaran tenis meja di meja tenis 2 yang sudah menggunakan net, dimana untuk setiap peserta didik ditekankan untuk melakukan gerakan teknik dasar tenis meja menggunakan bet dan bola yang sudah disediakan di meja 2 untuk setiap peserta didik namun tidak ada balasan pukulan dari lawan, yang mana hanya bergantian memukul kedepan dan harus benar untuk gerakanya dan masuk sesuai sasaran. c) Rancangan tingkat sukar yaitu, pembelajaran tenis meja di meja 3 yang sudah lengkap juga ada net dengan ukuran standar permainan dimana disitu sudah terjadi berpasangan antara kawan dan lawan dalam bermain tenis meja. Dan sudah mulai adanya perhitungan antara kalah dan menang dengan tetap memperhatikan gerakan dasar yang dilanjut dengan variasi gerakan atau kombinasi antar gerakan. Berdasarkan rancangan pembelajaran yang telah dibuat oleh guru, selanjutnya guru menjelaskan dan memberikan contoh dari masing-masing rancangan pembelajaran yang telah dibuat. Setelah peserta didik paham, selanjutnya diberi kebebasan untuk memilih dan melaksanakan tugas pembelajaran sesuai kemampuannya masing-masing, tetapi guru juga
17
dapat
mengarahkan
peserta
didik
untuk
melakukan
rancangan
pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan peserta didik. Jika pada tingkatan rancangan pertama telah dikuasai, dilanjutkan pada rancangan kedua. Jika peserta didik langusng memilih pada rancangan yang sulit dan tidak berhasil (gagal terus), maka harus melalui rancangan pembelajaran yang mudah terlebih dahulu.
2. Belajar a. Pengertian Belajar Menurut Dimyati dan Mujiono (2006:7) bahwa, “Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya proses belajar”. Belajar akan menyebabkan perubahan-perubahan pada diri seseorang, Burhan (1988:58) berpendapat, “Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan organisme untuk mengubah tingkah laku dengan cepat dan bersifat permanen sehingga perubahan yang serupa tidak perlu terjadi berulang kali setiap menghadapi situasi baru”. Annurrahman (2009:35) juga menyimpulkan bahwa, “belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk memperoleh tujuan tertentu” . Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu kegiatan peserta didik yang kompleks, dilakukan secara sadar yang memungkinkan organisme untuk mengubah tingkah laku dengan cepat dan bersifat permanen baik melalui latihan dan pengalaman menyangkut perubahan pada aspek pengetahuan, keterampilan, atau sikap untuk memperoleh suatu tujuan tertentu.
18
b. Tujuan Belajar Menurut
teori
yang
dikemukakan,
Hamdani
(2011:302)
menyebutkan tujuan dan fungsi hasil belajar adalah sebagai berikut: 1) Tujuan hasil belajar a) Tujuan umum: (1) Menilai mencapai kompetensi siswa (2) Memperbaiki proses pembelajaran (3) Sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan belajar siswa b) Tujuan khusus: (1) Mengetahui kemajuan dan hasil belajar siswa (2) Mendiagnosis kesulitan belajar (3) Memberikan umpan balik atau perbaikan proses belajar (4) Mengajar (5) Menentukan kenaikan kelas (6) Motivasi belajar siswa dengan mengenal dan memahami diri dan merangsang untukmelakukan usaha perbaikan 2) Fungsi penilaian hasil belajar a) Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas b) Umapan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar c) Meningkatkan motivasi belajar siswa d) Evaluasi diri terhadap kinerja siswa Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar adalah untuk melihat tercapaiannya proses pembelajaran yang telah diberikan guru terhadap peserta didik, dengan tujuan dapat mengetahui kesulitan belajar peserta didik dan untuk itu guru dapat memotivasi peserta didik untuk melakukan usaha perbaikan agar hasil belajar yang telah diterima bisa lebih baik dari sebelumnya.
c. Ciri - ciri Belajar Aunurrahman (2012:35) menyatakan beberapa ciri umum kegiatan belajar sebagai berikut: 1) Belajar menunjukan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja. 2) Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkunganya. 3) Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku.
19
Pendapat yang telah dikemukakan oleh tokoh tersebut sejalan dengan pernyataan Syaiful Sagala (2010:53) tentang ciri-ciri perubahan yang spesifik setiap perilaku belajar bahwa: 1) Belajar menyebabkan perubahan pada aspek-aspek kepribadian yang berfungsi terus menerus, yang berpengaruh pada proses belajar selanjutnya. 2) Belajar hanya terjadi melalui pengalaman yang bersifat individual. 3) Belajar merupakan kegiatan yang bertujuan, yaitu arah yang ingin dicapai melalui proses belajar. 4) Belajar menghasilkan perubahan yang menyeluruh, melibatkan keseluruhan tingkah laku secara integral. 5) Belajar adalah proses interaksi. 6) Belajar berlangsung dari yang paling sederhana sampai pada kompleks. Dan pendapat menurut Bloom, Krathwol & Simpson yang dikutip Aunurrahman (2012:48-49) bahwa, Tingkatan jenis perilaku belajar terdiri dari tiga ranah atau kawasan yaitu: 1) Ranah kognitif terdiri enam jenis perilaku yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. 2) Ranah afektif terdiri dari lima perilaku yaitu: penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan pembentukan. 3) Ranah psikomotor terdiri tujuh perilaku yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreativitas. Dari pembahasan diatas disimpulkan bahwa ciri khas belajar terletak pada perubahan perilaku yang relatif tetap dalam diri peserta didik yang mencakup aspek afektif, kognitif dan psikomotor.
d. Hasil Belajar Menurut Nana Sudjana (2012:3) bahwa, “Hasil belajar ialah perubahan tinggkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor belajarnya”.
yang
dimiliki
siswa
setalah
menerima
pengalaman
20
Menurut Agus Suprijono (2011:5) bahwa, “Hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan,
nilai-nilai,
pengertian-pengertian,
sikap-sikap,
apresiasi dan keterampilan”. Hasibuan dan moedjiono (1988) juga berpendapat dipetik dari pendapat Robert M. Gagne ada 5 kemampuan hasil belajar: 1) Keterampilan intelektual (yang merupakan hasil belajar terpenting dari system lingkungan sekolastik). 2) Strategi kognitif, mengatur “cara belajar” dan berpikir seseorang di dalam arti seluas-luasnya, termasuk kemampuan memecahkan masalah. 3) Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta. Kemampuan ini umumnya dikenal dan tidak jarang. 4) Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah, antara lain keterampilan menulis, mengetik, dan sebagainya. 5) Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah dan intensitas emosional yang dimiliki seseorang, sebagaimana dapat disimpulkan dari kecenderungan bertingkah laku terhadap orang, barang, atau kejadian. Hlm 5 Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang dapat diperoleh peserta didik setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan. e. Penilaian Hasil Belajar Menurut Sudjana (2008:3) bahwa, “Penilaian hasil belajar adalah suatu proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu”. Karena itu, dalam menilai hasil belajar, peran tujuan yang berisi rumusan kemampuan dan tingkah laku yang diinginkan dikuasai peserta didik menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan dalam kegiatan penilaian. Dan menurut Hamdani (2011:303) mengungkapkan bahwa, “Dalam pelaksanaan penilaian hasil belajar, guru harus memperhatikan prinsip-prinsip penilaian hasil belajar sebagai berikut”:
21
1) Valid (sahih), yang berarti penilaian hasil belajar harus mengukur pencapaian kompetensi yang ditetapkan dalam standart isi dan standart kompetensi lulusan. 2) Objektif, yang berarti hasil belajar siswa hendaknya tidak dipengaruhi oleh unsur subjektivitas penilai, perbedaan latar belakang agama, sosial-ekonomi, budaya, bahasa, gender, dan hubungan emosional. 3) Transparan (terbuka), yang berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan terhadap hasil belajar siswa dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan 4) Adil, yang berarti hasil belajar tidak menguntungkan atau merugikan siswa karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi dan gender. 5) Terpadu yang berarti penilaian hasil belajar merupakan suatu komponen yang tidak terpiah dari kegiatan pembelajaran 6) Menyeluruh dan berkesinambungan, yang berarti penilaian hasil belajar mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan siswa. 7) Bermakna, yang berarti penilaian hasil belajar mudah dipahami, mempunyai arti, bermanfaat, dan dapat ditindaklanjuti oleh semua pihak, terutama guru, siswa, orang tua, serta masyarakat 8) Sistematis yang berarti hasil belajar dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku 9) Akuntabel, yang berarti penilaian hasil belajar dapat dipertanggung jawabkan, baik dari sgi teknik, prosedur, maupun hasilnya 10) Beracuan kriteria, yang berarti penilaian hasil belajar didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan. 3.
Pembelajaran a. Pengertian Pembelajaran Menurut Syaiful Sagala (2010:61) bahwa, “Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan
penentu
utama
keberhasilan
pendidikan.
Pembelajaran
merupakan konsep komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid”. Dimyati
dan
Mudjiono
(2006:297)
mengartikan
bahwa,
“Pembelajaran adalah kegiatan secara terprogram dalam desain intruksional
22
untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar ”. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut penulis mengambil kesimpulan dari pembelajaran yaitu segala upaya yang dilakukan pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik yang didalamnya berupa interaksi belajar mengajar yang dilalukan dengan penuh kesadaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b. Tujuan Pembelajaran Oemar Hamalik (2008:76) menyatakan untuk merumuskan tujuan pembelajaran yaitu: Dalam menentukan tujuan pembelajaran kita harus mengambil suatu rumusan tujuan dan menetukan tingkah laku siswa yang spesifik yang mengacu ke tujuan tersebut, suatu tujuan seyogyanya memenuhi kriteria sebagai sebagia berikut: Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar. Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat diukur dan diamati. Tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang dihendaki. Pada intinya tujuan pembelajaran merupakan kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik setelah memperoleh pengalaman belajar. Tujuan pembelajaran harus berpusat pada perubahan perilaku peserta didik yang diinginkan karenanya harus dirumuskan secara operasional, dapat diukur dan dapat diamati ketercapaianya.
c. Ciri pembelajaran Oemar Hamalik (1999) yang dikutip di M.Sobry Sutikno (2014:14) menjelaskan tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran sebagai berikut: 1) Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur, yang merupakan unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus. 2) Kesaling ketergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap
23
unsur bersifat esensial, dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran. 3) Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak di capai. Selanjutnya ciri-ciri pembelajaran, lebih detail sebagai berikut: 1) Memiliki
tujuan,
membentuk
peserta
didik
dalam
suatu
perkembangan tertentu. 2) Terdapat mekanisme, prosedur, langkah-langkah, metode dan teknik yang direncanakan dan didesain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 3) Fokus materi jelas, terarah dan terencana dengan baik. 4) Adanya aktivitas peserta didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan pembelajaran. 5) Faktor guru yang cermat dan tepat. 6) Terdapat pola aturan yang ditaati guru dan siswa dalam proporsi masing-masing. 7) Evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi produk.
4. Gaya Mengajar a. Hakikat Gaya Mengajar Menurut Muska Mosston yang dikutip Adang Suherman & Agus Mahendra (2001:149) bahwa, “Guru dan siswa dapat saling tawar menawar dalam memperoleh kesempatan. Dalam memperoleh kesempatan dalam perihal perencanaan, pelaksanaannya. Dalam istilah lain disebutkan setting pre impact, impact set dan post impact”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, dalam gaya mengajar ada tiga hal yang menjadi pokok dalam pengajaran, yaitu setting pre impact, impact set dan post impact. Dalam gaya mengajar siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan dalam kegiatan pembelajaran. Lebih lanjut Adang Suherman & Agus Mahendra (2001:150) menjelaskan ketiga hal pokok dalam mengajar sebagai berikut:
24
1) Pre impact set, mencakup semua keputusan yang harus dibuat sebelum terjadinya tatap muka antara guru dengan siswa. Keputusan dalam setting ini mencakup tugas gerak yang harus dipelajari, waktu, pengorganisasian, alat, tempat berlangsungnya gerak, kriteria keberhasilan serta prosedur dan materi penilaian. Keputusan ini menegaskan tentang maksud. 2) Impact set, meliputi keputusan-keputusan yang berhubungan dengan pelaksanaan maksud di atas, atau hal-hal yang diputuskan pada tahap pra impact set. Keputusan dalam tahap ini menentukan aksi. 3) Post impact set, memasukkan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan penilaian penampilan atau pelaksanaan tugas pada masa impact set serta kesesuaian antara maksud dan aksi. Pemberian koreksi dan umpan balik serta penilaian, termasuk pada setting ini. Menurut Srijono Brotosuryo, Sunardi dan M.Furqon (1994:250) menyatakan, “Gaya mengajar didefinisikan dengan keputusan keputusan yang dibuat oleh guru dan dibuat oleh siswa di dalam episode atau peristiwa belajar yang diberikan”. Menurut Husdarta & Yudha M. Saputra (2000:21) bahwa, “Gaya mengajar merupakan interaksi yang dilakukan oleh guru dengan siswa dalam proses belajar mengajar agar materi yang disajikan dapat diserap oleh siswa”. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, gaya mengajar pada dasarnya merupakan seperangkat keputusan yang diambil dalam pelaksanaan proses pengajaran. Baik guru maupun peserta didik memiliki
kemungkinan
untuk
membuat
keputusan dalam proses
pengajaran. Perbedaan antara satu gaya dengan gaya lainnya ditentukan oleh besarnya pengalihan keputusan dari guru kepada peserta didiknya. Pada sisi lain dapat dilihat gaya mengajar yang semua keputusannya dibuat oleh guru, tetapi ada juga gaya mengajar peserta didik juga dapat mengambil keputusan. Kecenderungan yang terjadi dalam proses pengajaran adanya kesadaran bahwa pengajaran sebaiknya jangan terlalu didominasi oleh keputusan guru. Tetapi harus secara proporsional memberikan kesempatan
25
kepada peserta didik dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pelaksanaannya.
b. Macam-macam Gaya Mengajar Rusli Lutan (2000:30) menyatakan, “Tidak ada satu gaya mengajar yang dianggap paling berhasil, sebab bergantung pada situasi. Gaya mengajar itu, sekali waktu lebih ditekankan pada guru sebagai pusat pengajaran dan sekali waktu berpusat pada anak”. Jadi pembuatan keputusan itu bergerak dalam sebuah garis berkesinambungan.
Komando Tugas
Individual
Pemecahan
Eksplorasi
Eksplorasi
MasalahTerbatas Tak Terbatas Berpusat pada
Berpusat pada
Guru
Siswa
◄- Ꞌ - - - - - - - - - Ꞌ - - - - - - - - - - Ꞌ - - - - - - - - - - Ꞌ - - - - - - - - - - - Ꞌ - - - - - - - - - - - Ꞌ - ►
Gambar 5.Gaya Mengajar (Waluyo, 2011:63) Pendapat
tersebut
menunjukkan
bahwa,
dalam
kegiatan
pembelajaran dapat menerapkan lebih dari satu gaya menurut kebutuhan dalam pembelajaran. Untuk memanfaatkan kelebihan dari setiap gaya mengajar guru harus mampu menggunakan gaya yang bervariasi dalam pembelajarannya. Menurut Mosston yang dikutip Adang Suherman & Agus Mahendra (2001:150) gaya mengajar pendidikan jasmani sebagai berikut: 1) Komando(commando style) yaitu, semua keputusan dikontrol guru. Murid hanya melakukan apayang diperintahkan guru. 2) Gaya latihan (practice style) yaitu, guru memberikan beberapa tugas, siswa menentukan dimana, kapan, bagaimana dan tugas mana yang akan dilakukan pertama kali. Guru memberi umpan balik. 3) Gaya berbalasan (reciprocal style) yaitu, satu siswa menjadi perilaku, satu siswa lain menjadi pengamat dan memberikan umpan balik. Setelah itu bergantian.
26
4) Gaya menilai diri sendiri (self check style) yaitu, siswa diberi petunjuk untuk bisa menilai penampilan dirinya sendiri. Pada saat latihan siswa berusaha menentukan kekurangan dirinya dan mencoba memperbaikinya. 5) Gaya partisipatif atau inklusi (inclusion style) yaitu, guru menentukan tugas pembelajaran yang memiliki target atau kriteria yang berbeda tingkat kesulitannya dan siswa diberi keleluasan untuk menentukan tingkat tugas mana yang sesuai dengan kemampuannya. Dengan begitu setiap anak akan merasa berhasil dan tidak ada yang merasa tidak mampu. 6) Gaya penemuan terbimbing (guided discovery) yaitu, guru membimbing siswa ke arah jawaban yang benar melalui serangkaian tugas atau permasalahan yang dirancang guru. Guru setiap kali meluruskan atau memberikan petunjuk untuk mengarahkan anak pada penemuan itu. 7) Gaya pemecahan masalah (problem solving) yaitu, guru menyediakan satu tugas atau permasalahan yang akan mengarahkan siswa pada jawaban yang bisa diterima untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh karena itu, jawaban atau pemecahan masalah yang diajukan siswa bersifat jamak. 8) Gaya yang dirancang siswa/inisiatif siswa ( learner designed program /learner initeated/self ) teaching yaitu, siswa mulai mengambil tanggungjawab untuk apa pun yang akan dipelajari serta bagaimana hal itu akan dipelajari. Dari beberapa gaya mengajar tersebut penting untuk di perhatikan dan dikuasai seorang guru dalam proses pembelajaran. Seorang guru dapat mengkombinasikan antara gaya satu dengan gaya yang lainnya menurut kebutuhannya. Karena tidak ada satu gaya mengajar yang dianggap paling berhasil karena bergantung pada situasi. Artinya, ketika guru mengajar harus mengkombinasikan gaya mengajar yang berbeda-beda, untuk mencari kemungkinan terbaik serta mencari kesesuaian dengan gaya belajar peserta didik. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan dalam kegiatan pembelajaran hanya dapat diterapkan satu gaya mengajar saja. Oleh karena itu setiap guru harus memahami dan menguasai macam-macam gaya mengajar.
27
c. Anatomi Gaya Mengajar Menurut Srijono Brotosuryo, Sunardi dan M. Furqon (1994: 253) anatomi gaya mengajar digambarkan sebagai berikut: Tabel: 1. Anatomi mengajar Perangkat
Keputusan-keputusan yang harus dibuat tentang:
keputusan Pra-pertemuan (berisi persiapan)
Selama pertemuan (berisi pelaksanaan dan penampilan)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tujuan/saran pelajaran (pokok bahasan) Pemilihan gaya mengajar Gaya belajar yang di harapkan Siapa yang akan diajarkan Pokok bahasan Dimana mengajar Kapan mengajar: a) Waktu mulai b) Kecepatan dan irama pelajaran c) Lama pelajaran d) Waktu berhenti e) Interval f) Waktu pengakhiran 8. Sikap tubuh 9. Pakaian dan penampilan 10. Komunikasi 11. Cara menjawab pertanyaan 12. Rencana organisasi 13. Parameter 14. Suasana kelas/pelajaran 15. Materi dan prosedur evaluasi 16. Lain-lain 1. Pelaksanaan dan mengikuti pada keputusan-keputusan pra-pertemuan. 2. Menyesuaikan keputusan-keputusan. 3. Lain-lain
28
Pasca
1. Pengumpulan informasi tentang pelaksanaan dalam perangkat, selama pertemuan (dengan mengamati, mendengarkan sentuhan dan sebagainya) 2. Menilai informasi dengan kriteria (peralatan, prosedur, materi, norma, nilai, dan sebagainya). 3. Feed back (umpan balik)
pertemuan
(berisi evaluasi)
Pokok bahasan
Peran
a. Pertanyaan korektif b. Pertanyaan nilai c. Pertanyaan netral Segera
Lambat
4. Menilai gaya mengajar yang dipilih 5. Menilai gaya belajar yang diharapkan 6. Lain-lain.
Anatomi gaya mengajar ini mengidentifikasi rangkaian atau urutan perangkat keputusan-keputusan yang harus dibuat berbagai episode belajar mengajar.
Perangkat
keputusan-keputusan
pra
pertemuan
selalu
mendahului berbagai transaksi di antara guru dan peserta didik. Keputusan-keputusan
pelaksanaan
yakni
selama
pertemuan
selalu
mengikuti keputusan-keputusan yang ditentukan dalam pra-pertemuan. Penampilan atau pelaksanaan yang telah dilakukan, kemudian dievaluasi dan keputusan-keputusan feedback yakni pada pasca pertemuan. Rangkaian keputusan ini selalu berlangsung tanpa mengabaikan lamanya episode atau pelaksanaan pelajaran. Rangkaian ini terjadi jika satu latihan dilakukan, jika satu sesi latihan terdiri dari beberapa episode. d. Gaya Mengajar Inklusi 1) Gaya Mengajar Inklusi (Inclusion Style) Menurut Adang Suherman & Agus Mahendra (2001:151) menyatakan, Gaya inklusi (inclusion style) yaitu, “Guru menentukan tugas
29
pembelajaran yang memiliki target atau kriteria yang berbeda tingkat kesulitannya dan siswa diberi keleluasan untuk menentukan tingkat tugas mana yang sesuai dengan kemampuannya. Dengan begitu setiap anak akan merasa berhasil dan tidak ada yang merasa tidak mampu”. Menurut Srijono Brotosuryo, Sunardi dan M.Furqon (1994:278) bahwa, “Gaya mengajar inklusi (cakupan) yaitu memperkenalkan berbagai tingkat tugas. Gaya inklusi memberikan tugas yang berbeda-beda dan dalam gaya ini siswa didorong untuk menentukan tingkat penampilannya”. karakteristik gaya mengajar inklusi (cakupan) yaitu: a) Tugas yang diberikan kepada siswa berbeda-beda, karena pada hakikatnya setiap individu memiliki perbedaan kemampuan dalam melaksanakan tugas. Gaya ini memberikan kesempatan individu untuk memulai dari tingkat kemampuannya sendiri. b) Guru diharuskan merancang tugas dalam berbagai tingkat kesulitan yang disesuaikan dengan perbedaan individu. Rancangan tugas juga harus memungkinkan siswa bergerak dari tugas yang mudah ke tugas yang sulit. 2) Anatomi Gaya Inklusi A
B
C
D
E
Pra pertemuan
G
G
G
G
G
Dalam pertemuan
G
S
p
S
S
Pasca pertemuan
G
G
a
S
S
a) Peranan Guru (1) Membuat keputusan-keputusan pada pra pertemuan (2) Harus merencanakan seperangkat tugas-tugas dalam berbagai tingkat kesulitan yang disesuaikan dengan perbedaan individu dan yang memungkinkan siswa untuk beranjak dari tugas yang mudah ke tugas yang sulit. b) Keputusan-keputusan Siswa (1) Memilih tugas-tugas yang tersedia
30
(2) Melakukan penafsiran sendiri dan memilih tugas awalnya. (3) Siswa mencoba tugasnya (4) Sekarang siswa menentukan untuk mengulang, memilih tugas yang lebih sulit atau lebih mudah, berdasarkan berhasil atau tidaknya, sesuai dengan tugas awal. (5) Mencoba tugas berikutnya (6) Siswa menilai/menaksir hasil-hasilnya (7) Prosesnya dilanjutkan Berdasarkan beberapa pengertian gaya mengajar inklusi yang dikemukakan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa, gaya mengajar inklusi merupakan bentuk pengajaran dengan merancang kegiatankegiatan pembelajaran dari tingkat yang paling mudah hingga pada tingkat yang lebih sulit. Dari rancangan pengajaran yang telah dibuat oleh guru, peserta didik diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Seperti dikemukakan Husdarta & Yudha M.Saputra (2000:30) menyatakan, “Tujuan gaya mengajar inklusi adalah untuk membelajarkan siswa pada level kemampuan masing-masing”. Gaya mengajar inklusi merupakan bentuk pembelajaran dengan merancang kegiatan pembelajaran dari tingkat yang paling mudah hingga pada tingkat paling sulit. Dari rancangan pengajaran yang telah dibuat oleh guru, peserta didik diberi kebebasan untuk melaksanakan tugas pembelajaran sesuai dengan kemampuannya masing-masing peserta didik. Jika pada tahapan sebelumnya telah dikuasai, kemudian dilanjutkan pada tingkatan selanjutnya.
e. Kelebihan dan Kekurangan Gaya Mengajar Inklusi Gaya mengajar inklusi merupakan bentuk pembelajaran dengan merancang tugas pembelajaran dari yang mudah hingga yang sulit. Dari rancangan tugas pembelajaran yang dibuat oleh guru, peserta didik dapat memilih tugas pembelajaran dan berlatih sesuai dengan kemampuannya.
31
Berdasarkan karakteristik gaya mengajar inklusi dapat diidentifikasi kelebihan dan kelemahannya. Kelebihan pembelajaran tenis meja dengan gaya mengajar inklusi antara lain: 1) Peserta didik dapat menentukan dan memilih tugas pembelajaran sesuai dengan melatih kemampuannya sendiri-sendiri. 2) Peserta didik dapat melaksanakan tugas pembelajaran dengan baik, karena sesuai kemampuannya. 3) Berlajar tahap demi tahap mempunyai dampak yang lebih baik, sehingga akan memberi kemudahan untuk mempelajari tugas gerak yang lebih sulit. 4) Dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik, karena merasa tertantang dengan tugas ajar yang semakin sukar atau rumit. 5) Dapat meningkatkan persaingan yang sehat antar peserta didik, sehingga proses belajar lebih kondusif.
Kelemahan pembelajaran tenis meja dengan gaya mengajar inklusi antara lain: 1) Dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran dalam pembelajaran, karena tahapan sebelumnya harus dikuasai sebelum meningkat pada tahap berikutnya. 2) Waktu yang dibutuhkan lebih lama, apabila pada tahap sebelumnya peseta didik belum menguasai dengan baik. 3) Kemampuan yang dicapai siswa akan berbeda-beda, peserta didik yang
terampil
akan
semakin
berkembang,
sedangkan
yang
kemampuannya rendah peningkatan kemampuan bermain tenis meja agak lambat.
32
B. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan arahan penalaran untuk mengetahui sampai mana dapat memberi jawaban sementara atas masalah yang telah dirumuskan. Untuk mencapai kompetensi hasil yang optimal, teori yang telah dikemukakan sebelumnya dapat diuraikan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik. Dalam pembelajaran tenis meja di SMP Islam Diponegoro Surakarta pada kelas VIII C banyak kesulitan atau permasalahan yang dihadapi peserta didik. Dari kesulitan yang dihadapi dalam pembelajaran tenis meja, mengakibatkan hasil pembelajaran tidak optimal. Kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam pembelajaran tenis meja antara lain: kurangnya intensitas melakukan gerakan dilapangan, tidak dapat melakukan gerakan teknik dasar tenis meja, tidak bisa melakukan permainan tenis meja. Kesulitan dalam pembelajaran tenis meja harus ditelusuri faktor penyebabnya dan dicarikan solusi yang tepat. Karena permasalahan pembelajaran tenis meja berbeda-beda, maka dalam merancang pembelajaran tenis meja disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi peserta didik. Untuk merancang pembelajaran tenis meja yang berbeda-beda dari tingkatan paling mudah, sedang dan sulit dapat diterapkan gaya mengajar inklusi. Gaya mengajar inklusi merupakan bentuk pembelajaran dengan merancang kegiatan pembelajaran dari yang paling mudah hingga pada tingkatan yang sulit. Rancangan pembelajaran tenis meja dengan gaya mengajar inklusi antara lain: pembelajaran langkah awal dengan pengenalan bola dan bet, pembelajaran gerakan dasar tenis meja dengan menggunakan bola dan bet dan pembelajaran tenis meja dengan permainan yang sesungguhnya. Dari rancangan pembelajaran yang dibuat oleh guru, peserta didik diberi kebebasan untuk melaksanakan tugas pembelajaran sesuai dengan kemampuannya masingmasing. Jika rancangan sebelumnya telah dikuasai, kemudian dilanjutkan pada rancangan berikutnya hingga pada rancangan terakhir atau rancangan yang paling sulit.
33
Berdasarkan karakteristik gaya mengajar inklusi tersebut, gaya mengajar ini memberikan kemudahan bagi peserta didik. Karena peserta didik melaksanakan tugas pembelajaran sesuai kemampuannya, sehingga tidak merasa kesulitan. Selain itu, belajar keterampilan tenis meja yang dilakukan secara bertahap akan memberi kontribusi terhadap peningkatan aktivitas dan hasil belajar tenis meja. Secara garis besar kerangka berpikir dalam Penelitian Tindakan Kelas ini dapat dijabarkan dalam diagram berikut:
Kondisi Awal
Kondisi pembelajaran tenis meja yang kurang sesuai.
Tindakan
Menerapkan gaya mengajar inklusi pada pembelajaran tenis meja.
Kondisi Akhir
Melalui penerapan gaya mengajar inklusi peserta didik akan lebih mudah dikoordinasikan dan lebih mudah mengerti materi pembelajaran tenis meja.
Siswa: Peserta didik kurang tertarik dan cepat bosan dengan pembelajaran penjas. Hasil belajar tenis meja rendah.
Siklus I: Guru dan peneliti menyusun bentuk pembelajaran untuk Meningkatkan hasil belajar tenis meja menerapkan gaya mengajar inklusi Siklus II:
upaya perbaikan dari tindakan silkus I apabila belum mencapai terget kriteria kelulusan yang ditetapkan peneliti sehingga meningkatkan hasil belajar gerakan tenis meja melalui penerapan gaya mengajar inklusi.
Gambar 6 Alur Kerangka Berpikir