INTEGRITAS PENTTLENGGARA PEMILU DALAM MENGHASILKAN PEI\,IILU YANG BERKUALITAS, TAAT ASAS DAN TAAT ATURAN Sri Mulyani Fakuhas
..
llttu
Sosial Dan
llmu Politik
ABSTRACT
n'e genenl election is an acti|ity that inplemented by eownndt a,ery 5 yea,s in ohjer to elect prcsident a d pa emenl me inplenentation of this election neels gocd rc* ation to guara\tee that peopfe ii Indoneia participate a d the implementor is doinE it fa'rb. The intesritt of Kohisi Penilihan UnM as inplene or eill be achised rltrough aood ru:ruitne t of the nenbet of Ko i'i Pnrilihot Unum iruL atso the rcELnatioh of puntshment i plenentedfor people that agai$t thts rcgulationisKeleor.l : Cencml Et?.tion. I n tcetitr, Regnlation.
A.
PENDAHULUAN
Keluhan terhadap proses pemilihan umum ( pemilu ) secara langsung dari sebagian masyarakat muncul berkaitan dengan ekses atau dampak dari dilaksanakannya pemilu langsung. Alasan dari kelompok masyarakat yalrg mempertahankan pemilu langsung adalah tegaknya demokrasi. Mengganti pernilu langsung sama saja dengan menghianati rakyat yalg berarti memasutg hak masyarakat dalam menentukan pemimpinnya secala lagsung.
229
,
vol. 31 No. 2, l 5
septnbel
20
1
0 : 229 2 33
Pelaksanaan pemilu yang bergulir pada era otonomi daerah merupakan salah satu paket kebijakan reformasi politik. Resiko penyeleflggaraal pemilu langsung adalah konflik dan biaya besar yang harus dikeluaikan oleh pemerintah atau peserta pemilu. Sebagai contoh tidak kurang dari 5 milyard rupiah dikeluarkan oleh pemerintah daerah kota Magelang unuk penyelenggaraan pemilu kada kota Magelaog. Ditambah lagi dengan ketegangan yalrg terjadi di masyarakat akibat dari adanya perbedaan dukungan calon kepala daerah. Mencermati berbagai pemasalahan dalam penyelenggaraao pemilu di banyak daerah di Indonesia menjadi aigumen untuk meninjau kembali kebijakan pemilu secara langsung. Pertimbangan utama tetap pada masalah biaya dan resiko yang timbul akibat
konflik. ..
B.
PEMBAHASAN'
Integritas Lembaga Penyelenggara Pemilu
Pasal 2 Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan P,emilu menyebutkan bahwa asas penyelenggaraan Pernilu adalah mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib penyelenggara Pemilu, kepertingan umuln, ketdrbukaan,' proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Agar asas teNebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya'maka diperlukan penyelenggara pemilu yang memegang prinsip.integritas, netralitas dan profesionalitas. Sebagai penyelenggara pemilu, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan.Pengawas Pemilu memiliki otoritas dan akses yang sangat besar dalam.mempengaruhi proses dan hasil pemilu. Akibatnya mereka pada dasamya rcntan urtuk dipengarhui oleh pihak-pihak yang berkompelisi agar dapat mernbuat kebijakan yang menguntungkan salah satu pihak yang berkompetisi. Parahnya,
230
h
.Atitas
P!4de
eAatu Pentiht
Dala
Menghasitkah penitu yan.
Bertaalitds . 6n Muh.aai)
tindakan oknum penyelenggara pemilu yang mengabaikan prinsip dan melanggar nilai-nilai yang seharusnya dipegang teguh tersebut justru terjadi pada saat DPR bersama Pemerintah sedang menyrsun perubalun atas paket undang-undang politik termasuk di dalamnya pcrubahan atas UU No. 22 tahun 2007 tcntang pcn],elcnggara Pcmilu.
Tidak heran bila kcmudian banyak anggota DpR yang mernbuka kembali rvacana kenggotaaan KpU dikcmbaiikan kepada
partai politik. Penyebabnya karena kalangan independen dinilai tidak juga dapat terbebas dari pemihakan terhadap telhadap kekuatan politik tertentu. Hal iri tidak hanya menin$ulkan kcmarahan kalangan partai politik tetapi juga pada dasamya merugikan masyarakat secara luas karena produk pemilu yang diselenggarakan oleh orang-omng yang cacat moral politik ini akhimya diragukan kedibilitas dan integritasnya. Memang merupakair sebuah kemunduran apabila kita menjadikan issu lemalmya integritas, netralitas dan profesionalitas oknum KPU ini sebagai dasar berpikir untuk mengembalikan unsur atas keanggotaa KPU kepada partai politik. Hal ini dikarenakan dalam sebuah kompetisi, .sangat tidak masuk akal jika pihak yang berkompetisi jugalah yang menjadi penyelenggara event kompetisi
danjuri.
Dalam kohteks
ini
yang diperlukan sebenamya adalah pengatuan yang lebih tegas tentang kode etik dan kode perilaku penyelenggara pemilu i,ang disertai dengan meianisme
pemeriksaan dan bentuk serta model pemberian sanksi vang lebih tegas dan mampu menimbulkan efek jera yang memadai- Sanksi yang ringan dalam kenyataannya membuat penyelenggara pemilu menganggap remeh pelanggaran tersebut. Penilgkatan ancaman sanksi pidana dan etik ini sangat wajar mengingat dampak dari ''dosa" yang dilakukan penyglenggara pemilu pada umumnya sangatlah besar.
231
vo|.31\o.2, I5 S.pt.rtb$2A10: )29
233
Apabila dilihat konstruksi pengaturan dalam UU No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Aggota DPR, DPRD dan DPD penegakan integritas penyelenggara peinilu didesain melalui 2 pendekatan yaitu ancaman sanksi pidana dan sidang Dewan Kehomatan yang dapat membuat keputusan sanksi tertinggi berupa pemberhentian terhadap penyelenggara pemilu yang dinyatakan bersalah. UU ini menpersamakan jenis dan bentuk ancaman sanksi pidana bagi peserta pemilu dan masyarakat dengan penyelenggara pemilu. Sedikit pemberatan hanya dengan menambah besaran sanksi pidana l/3 lebih besar apabila pelaku pidana pemilu adalah penyelenggara pemilu. Peningkatan kualitas ancaman sanksi terhadap penyelenggara pemilu yang melakukan pelanggaran maupun tindak pidana pemilu dapat ditempuh rnelalui 2 ca.a. Pertam4 membuat pengaturan yaag berbeda te:iltang bentuk.dan jenis tindak pidana bagi penyelenggara pemilu dan ancaman sanksi pidananya. Hal ini tidak lain karena motif, bentuk an derajad kerugian yang ditimbulkannya jeias berbeda. Pelanggaran oleh penyelenggara pemilu akan mempunyai dampak yang jziuh lebih besar dibandingkan pelanggaran oleh peserta pemilu. Demikian pula korban dari pelanggaran oleh penyelenggara pemilu adalah seluruh peseda pemilu dan masyarakat. Ke dua, perubahan terhadap UU Pemilu ini perlu mengatur secirra tegas bahwa ancaman sanksi pidana dan kode etik dapat diterapkan secara.bercmaan. Aitinya apabila penyelenggara pemilu terbukti bersalah maka diberi sanksi pidana dan kode etik.
C,
PENUTUP
Pemilihan umum merupakan samna pelaksanaan kedaulatan mkyat yang harus dilaksanakan seca6 langsung, umum, bebas ,
rahasia dan
jujur
serta-
-adil. Sernakin luber dan
jurdil
pelaksaraannya maka bukan saja akan semakin meningkatkan
232
ttt gtit6
Petete"aaala Penitu Datan Menshasilkan Pe itu Yds
Befimtitds ($i Mubaa,
kualitas Pemilu tetapi juga meningkatkan legitimasi atas hasil-hasil pemilu di mata publik domestik maupur intemasional. Integritas penyelenggara pemilu akan mencapai derajad yang tinggi tidak hanya melelui seleksi rekrutmen sesuai dengan undangundang yang mengatumya tetapi juga disertai dengan pengaturan dan penegakkan sanksi bagi pelanggamya.
DAFTAR PUSTAKA Undang-Und4og No. 22 Tahul 2007 tentang Petryelenggaraan Pemilu Undang-Undang dan DPD
No. l0 Taun 2008 tentang Penilu DPR,DPRD
Buletin Bawaslu Edisi 4 Birlan Juni 2010
Rozali Abdullah , Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsuog, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta 2005