A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah China merupakan sumber peradaban bagi banyak bangsa yang hidup di Asia Timur, Seperti Korea, Jepang, dan Vietnam yang berada dalam lingkaran budaya China. Namun tidak sampai di sana saja pengaruh China, karena pancaran cahaya peradaban tersebut juga mencapai Tibet, Mongolia, Asia Tenggah, dan Asia Tenggara.1 Indonesia adalah sebuah masyarakat majemuk atau bhinneka tunggal ika, yaitu sebuah masyarakat negara yang terdiri atas masyarakat-masyarakat sukubangsa yang dipersatukan dan diatur oleh sistem nasional dari masyarakat negara tersebut. Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk ini, penekanan keanekaragaman adalah pada sukubangsa dan kebudayaan sukubangsa. Dalam masyarakat Indonesia, setiap masyarakat sukubangsa secara turun temurun mempunyai dan menempati wilayah tempat hidupnya yang diakui sebagai hak ulayatnya yang merupakan tempat sumber-sumber daya dimana warga masyarakat sukubangsa tersebut memanfaatkan untuk kelangsungan hidup mereka.2 Sebagai masyarakat majemuk (plural society) dalam kenyataan terdiri dari aneka ragam suku bangsa, dengan memiliki keaneka ragaman budaya adat istiadat, tentunya harus di tanamkan nilai-nilai kebersamaan serta rasa nasionalis yang tinggi didalam masyarakat sehingga akan menciptakan kesetaraan sosial masyarakat itu sendiri. Provinsi Gorontalo dan lebih khusus kota Gorontalo merupakan daerah yang memiliki kearifan lokal yang bercorak Islami. Namun hal ini tidak telepas dari kemajemukan masyarakat Indonesia, yang memiliki keaneka ragaman suku bangsa, budaya maupun agama.Tidak terkecualiGorontalo yang memiliki kemajemukan masyarakatnya sendiri, yang didalamnya terdiri dari berbagai 1 2
van Taniputra, History Of China: Ar-Ruzz Media Group, 2008. Hal 21. Parsudi Suparlan, Kesukubangsaan dan Posisi Orang Cina dalam Masyarakat Majemuk Indonesia. Indonesian Journal of Social and Cultural Anthropology, Departemen Anropologi FISIP UI 2003,hlm.23.
macam suku bangsa, budaya, maupun sistem kepercayaan yang berbeda-beda, salah satunya adalah etnis Cina. Etnis Cina, merupakan suku pendatang yang melakukan persebaran (diaspora) sejak ratusan tahun yang lalu. Sampai dengan saat ini mereka merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat kota Gorontalo secara utuh, yang memiliki ciri khas tersendiri baik dari segi budaya, sistem kepercayaan, mata pencaharian, pendidikan, dan lain sebagainya. Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan sitilah “diaspora” disini merujuk pada konteks post-kolonial yang melingkupi situasi politik maupun budaya yang berakar dalam kolonialisme Barat sejak abad ke-19 hingga abad ke20, saat pergerakan diasporik berlangsung secara konsisten sebagai akibat dari tercerabutnya sekelompok orang dari wilayah jajahan di dunia ketiga ke pusatpusat kapitalis metropolitan Barat (Wu, 1991). Menurut Laevi dan Swedenburg (1991), diaspora merupakan suatu migrasi secara massif kelompok-kelompok orang kulit berwarna (non-kulit putih/Eropa) ke „jantung pusat Eropa‟selama dan sesudah kolonialisme barat. Sementara itu, menurut Wang Gung Wu (1991),diaspora Cina memiliki setidaknya empat pola migrasi, yakni : sebagai kuli (Huagong), sebagai pedagang (Huangshang), sebagai perantauan (Huaqio), dan sebagai keturunan perantauan Cina yang bermigrasi ke tempat yang lainnya (Huayi).3 Dalam pola-pola migrasi tersebut, terdapat berbagai karakteristik yang berbeda dan khusus. Pola migrasi sebagai kuli (the coolie-pattern/Huagong), pada awalnya muncul sebagai akibat dari dihapusnya perbudakan di Barat pada saat banyak etnis perantauan Cina dipekerjakan sebagai buruh-buruh bagi perkebunan, pertambangan, pembangunan konstruksi jalam raya dan rel kereta api, di Amerika Utara, Asia Tenggara, dan Australia. Sebagai uapaya untuk dapat bertahan baik secara fisik maupun secara psikologis, etnis perantau Cina ini berupaya untuk mempertahankan bahasa mereka serta mempraktekan ritual dan kebudayaan mereka dalam suatu komunitas terbatas yang ikut mempengaruhi terbentuknya wilayah-wilayah pemukiman orang-orang Cina perti Chinatown.Pola migrasi 3
Arie Setyaningrum, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Globalisasi dan Diaspora Cina dalam perspektif Post-Kolonial) : Dinamika Strategi Ekonomi dan Identitas Budaya.2004,hlm.182-185.
sebagai pedagang (Huangshang) merujuk pada sekelompok etnis perantauan Cina yang bekerja sebagai pedagang atau sebagai pekerja yang memiliki keahlian tertentu yang mendiami wilayah seperti pelabuhan ataupun pusat-pusat perdagangan. Kelompok pedagang ini menggunakan norma-norma Cina dalam mengelola hubungan bisnis mereka termasuk dalam bernegosiasi, sementara mereka juga mulai menerima bahasa dan norma-norma sosial setempat. Menurut Wang Gu Wu, dalam pola kedua ini, berlansung asimilasi budaya antara sense sebagai orang Cina maupun nilai-nilai (khusunya Barat) yang dianut masyarakat setempat. Sementara itu pola ketiga, yakni sebagai perantauan (Huaqiao) berlaku bagi seluruh etnis Cina yang tersebar di seluruh dunia di luar daratan Cina (Mainland China), apapun jenis pekerjaan mereka. Lebih jauh Wang Gung Wu melihat bahwa „Huaqiao’ menjadi sebuah fenomena migrasi yang amat terkenal khususya sejak terjadinya kekacauan politik yang berlangsung di daratan Cina antara tahun 1900-1911 sebagai akibat dari pergerakan nasionalisme yang dipimpin oleh jenderal Sun Yat Sen. Sedangkan pola migrasi keempat (Huayi), merupakan pola migrasi yang dilakukan oleh keturunan etnis Cina yang sudah lama menetap di suatu tempat seperti misalnya di Asia Tenggara (Indonesia dan Malaysia), dan melakukan migrasi ke Negara-negara lain seperti ke Kanada, Eropa Barat dan Australia. Pergerakan diasporik dari tipe ke empat ini sudah merupakan kecenderungan yang terus berlangsung selama tiga puluh tahun terakhir ini. Dalam tipe terakhir inilah kita menemukan sekelompok orang yang benar-benarterdidik dan memiliki budaya yang unik, bahkan mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai „Cosmopolitant Chinese’. Pola-pola tersebut menjelaskan latar belakang dari berbagai bentuk migrasi orang-orang Cina ke berbagai tempat dalam kurun waktu yang berbeda. Etnis Cina merupakan suatu etnis yang memiliki ciri hkas tersendiri dibandingkan dengan berbagai ragam etnis lainnya.Etnis Cina memiliki kemampuan dalam melakukan adaptasi terhadap persebaran (diaspora) yang mereka lakukan sehingga terterima dikalangan komunitas lokal.Mereka melakukan perseberan di berbagai daerah yang ada di Indonesia salah satunya termasuk wilayah Gorontalo. Persebaran ini dilakukan oleh orang Cina sejak
berabad-abad yang lalu, migrasi yang dilakukan ini dilatarbelakangi oleh berbagai persoalan yang timbul di kalangan etnis Cina baik persoalan sosial, politik, maupun persoalan ekonomi dan kemudian menjadi cikal-bakal terbentuknya komunitas lokal orang-orang Cina atau wilayah-wilayah pemukiman etnis Cina seperti Chinatown. Diasporikyang dilakukan ini menujukan bahwa, etnis Cina merupakan etnis yang memiliki kemampuan serta adaptasi yang cukup tinggi dalam mempertahankan eksistensi komunitasnya.Sebuah kepercayaan diri yang sangat luar biasa inilah, yang membuat entis pertauan Cina dapat bertahan dan melangsungkan kehidupanya di wilayah-wilayah yang menjadi tujuan diasporik. Migrasi orang Cina pada awalnya berlangsung pada abad ke 3 Masehi, yakni pada masa dinasti Han ke wilayah-wilayah di Asiah Tenggara dan berlangsung hingga abad ke-18 (Wu, 1991). Lynn Pan (1990), secara lengkap menggambarkan bahwa pada abad ke-15, Laksamana Zheng telah memimpin 300 buah kapal yang berlayar di wilayah Asia Tenggara untuk menjalin hubungan perdangangan dengan penduduk lokal setempat dan untuk menunjukan kejayaan dinasti Ming. Menurut Lynn Pan, gelombang migrasi etnis Cina yang terbesar berlangsung pada masa berakhirnya kolonialisme di awal abad ke-20, ketika orang-orang Cina datang ke Asia Tenggara sebagai buruh tani dan pekerja kasar yang miskin. Sebagian diantaranya, bekerja di pabrik-pabrik atau perkebunan karet milik Barat ataupun di pertambangan yang kemudian beranjak menjadi para pedagang kecil. Ketika penjajah Barat muali angkat kaki dari wilayah di Asia Tenggara setelah Perang Dunia ke II , orang-orang Cina ini secara sederhana hanya mewarisi kemampuan sebagai „businessman lokal‟. Sejak akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, migrasi orang-orang Cina lebih dikarenakan pembukaan wilayah-wilayah koloni Barat
serta adanya kekacauan politik dan sosial di
Daratan Cina, yang mengakibatkan setidaknya 500.000 orang Cina tersebar di berbagai wilayah di luar Daratan Cina di seluruh dunia (Kraar, 1994). Sementara, fenomena kontemporer migrasi etnis Cina berlangsung sejak terpecahnya Tanah Air Cina pada tahun 1949 yang melahirkan Republik Rakyat Cina (RRC) dan Republik Cina Taiwan. Berbeda dengan pola-pola migrasi etnis Cina di masa
sebelum dan pada saat berlangsungnya kolonialisme, migrasi kontemporer ini lebih banyak diakibatkan oleh alasan yang bersifat mandiri (bukan diakibatkan oleh pencerabutan sosial ataupun politik), menlainkan lebih diakibatkan oleh terbentuknya jaringan (networks). Hingga akhir abad ke-20, terdapat 55 juta orang etnis perantauan Cina di seluruh dunia yang secara mengejutkan muncul sebagai kekuatan ekonomi baru, khususnya di wilayah Pacific Rim (Lingkaran Pasifik). Tidak jelas kapan pastinnya kedatangan etnis tionghoa ke bumi nusantara.Menurut catatan yang ada, orang-orang tionghoa mulai berdatangan ke Indonesia pada abad IX, yaitu pada jaman Dinasti Tang dengan tujuan berdagang dan mencarai kehiduapan baru.Pada tahun 399-414 Fa Hien seorang pendeta dari negeri Tiongkok menapak bumi nusantara dalam perjalanannya menuju Srilanka. Alkisah, badai besar memporak-porandakan kapal yang ditumpangi sang pendeta ketika ia hendak pulang ke Tiongkok. Dan pendeta tersebut harus membuat kapal baru selama lima bulan di Ye-po-ti atau Jawadwipa yang dikenal sebagai Jawa. Menurut Lombard kapal yang ditumpangi Fa Hien dan rombongan itu megangkut sekitar 200 penumpang.Bukan tidak mungkin diantara mereka akhirnya memilih tetap tinggal atau menikah dengan perempuan pribumi dan lantas berdiaspora.4 Kelompok atau suku bangsa Tionghoa yang datang ke Indonesia kebanyakan adalah etnis Hokkian, Theo Chio, Hakka, dan Kanton. Suku Hokkian adalah suku bangsa yang berasal dari propinsi Fukien bagian selatan, kebanyakan diantara mereka bekerja sebagai pedagang. Suku Theo Chio berasal dari pantai selatan Tionghoa, daerah pedalaman Swatow di bagian Timur propinsi Kwantung, bermata pencaharian sebagai petani.Suku Hakka berasal dari Kwantung, pada umumnya bekerja sebagai pedagang.Sedangkan suku Kanton berasal dari propinsi Kwantung, pekerjaan yang dijalani biasanya adalah pedagang dan pengusaha. Migrasi orang Tionghoa secara besar-besaran ke Indonesia mencapai puncaknya pada abad XIX dan permulaan abad ke XX. Kebutuhan akan tenaga kerja murah di berbagai perkebunan di Sumatera Utara, pertambangan di Pulau Bangka, Biliton, Kalimantan, dan sebagainya mendorong makin banyaknya orang 4
Ayu Windy Kinasih. Identitas Etnis Tionghoa di Kota solo (Etnis Tionghoa dan Heterogenitas Lokal). Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, 2007.Hlm. 83-86.
Tionghoa yang bermigrasi. Dengan berbekal secarik kertas keterangan ijin menetap dari pemerintah Hindia Belanda yang harus dibayar F.150.- bagi seorang imigran laki-laki dan F.50.- bagi imigran perempuan yang disebut Ongji, mereka dengan dekat dan berani mencoba nasib di negeri baru yang menjadi tumpuan harapan mereka.Setiono, (dalam Ayu Windy Kinasih, 2007:85).Para imigran Tionghoa ini disebut sebagai Tionghoa Totok atau singkeh, dengan taucang (kepang rambut) sebagai penanda.Kebanyakan mereka yang bermigrasi adalah laki- laki saja. Secara alamiah terjadilah perkawinan campur (inter-married) antara laki-laki Tionghoa dan perempuan Jawa. Setelah perang dunia ke II kaum perempuan Tionghoa mulai berdatangan ke Indonesia.keturunan orang-orang Tionghoa tersebut kemudian menjadi WNI keturunan yang mengalami kebingungan identitas dan seringkali dicederai hak-haknya oleh Negara pribumi. Golongan peranakan, begitulah mereka disebut.Pada abad 19 identitas mereka dikenali dari pakaian yang dikenakan. Laki-laki peranakan memakai thangsa(baju panjang Tiongkok) dan kaum perempuannya memakai kebaya dan dibesarkan layaknya wanita Jawa. Kaum peranakan ini umumnya tidak lagi bisa berbahasa Mandarin tetapi berkomunikasi dengan bahasa setempat. Sumber lain menyebutkan kedatangan orang
Tionghoa ke kepulauan
nusantara dapat ditelusuri dari catatan agamawan Tiongkok, seperti Fa Hien pada abad ke-4 dan I Ching pada abat ke-7. Fa Hien menyebut keberadaan “ To lo mo” (di jawa). Sedangkan, I Ching pernah mampir ke nusantara untuk mempelajari bahasa Sanskerta sebelum ke India untuk belajar agama Budha, di Jawa, I Ching berguru pada Janabhadra. Sumber ini mengatakan migrasi besar-besari orang Thionghoa terjadi sekitar abad 13 hingga abad ke-20. Runtuhnya Dinasti Song ketangan penguasa Mongol pada abad ke-13 bersamaan dengan pelayaran sekitar 10.000 orang utusan resmi Dinasti Song ke Jawa.Namun, mendengar Dinasti Song jatuh, para utusan itu pun menetap di Jawa.5 Tiongkok juga datang ke daerah barat Pulau Jawa. Dalam kitab Sunda Tina Layang Parahyang, juga disebutkan kedatangan rombongan Tionghoa ke 5
Nurani Soyomukti.Soekarno dan Cina “Nasionalisme Tionghoa dalam Revolusi Indonesia, Soekarno dan Poros Jakarta-Peking, Sikap Bung Karno terhadap Etnis Tionghoa di Indonesia”. Garasi: Jogjakarta,2012.hlm 160-166.
Muara Ci Sadane (sekarang teluk naga) pada tahun 1407, di masa daerah itu masih dibawa kekuasaan Kerajaan Sunda (Pajajaran). Pemimpinya adalah Halung dan mereka terdampar sebelum mencapai tujuan di Kalapa. Kedatangan orang Tionghoa ke Nusantara memang dipicu oleh dinamika di daerah pesisir Cina sebagai pusat-pusat perdagangan.Karena mendengar betapa kayanya Nusantara, mungkin mereka berusaha datang untuk mengembangkan hidupnya melalui jalur perdagangan. Pelayaran ke berbagai wilayah dunia sangat tergantung pada angin musim., yang untuk melanjutkan pelayarannya mereka harus menunggu musim datangnya angin. Sambil menunggu musim tersebut, mereka membangun pemukiman yang mereka singgahi, kebanyakan adalah wilayah Asia Tenggara. Waktu menunggu musim inilah yang membuat mereka menikahi penduduk setempat, hingga tak heran jika sekarang Negara-negara Asia Tenggara, seperti Singapura, Thailand, atau Vietnam mayoritas di huni oleh etnis Tiongkok. Sementara itu , orang Tiongkok yang datang ke Indonesia kebanyakan datang dari daratan Tiongkokyang terletak di daerah Tenggara. Jika dilihat dari sukunya, orang-orang Tiongkok bagian Tenggara yang datang ke Indonesia kebanyakan adalah suku Hakka, Hainan, Hokkien, Kantonis, Hokchia, dan Tiochu. Orang-orang Hakka banyak datang di Aceh, Sumatra Utara, Batam, Sumatra
Selatan,
Bangka-Belitung,
Lampung,
Jawa,
Kalimantan Barat,
Banjarmasin, Sulawesi Selatan, Manado, Ambon dan Jayapura; orang-orang Hainan banyak datang di Pekanbaru, Batam, dan Manado; dan orang-orang Hokkien datang di Sumatra Utara, Riau (Pekanbaru Selatpanjang, Bagansiapiapi, dan Bengkalis), Padang, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Jawa, Bali (terutama Denpasar dan Singaraja), Banjarmasin, Kutai, Sumbawa, Manggarai, Kupang, Makasar, Kendari, Sulawesi Tengah, Manado, dan Ambon. Sedangkan orangorang dari suku Kantonis datang ke Jakarta, Makasar, dan Manado.Orang-orang Hokchia datang ke Jawa (terutama di Bandung, Cirebon, Banjarmasin dan Surabaya).Sedangkan orang-orang Tiochiu datang ke Sumatra Utara, Riau, Riau Kepulauan, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Barat (terutama di Pontianak dan Ketapang).Mayoritas orang-orang Thionghoa di Indonesia menetap di pulau
Jawa.Mereka menetap dalam jumlah besar di daerah perkotaan.bahkan sejak awal kedatangannya, mereka berkonsentrasi dengan kukuh di kota-kota besar maupun kecil di Indonesia. Selain alasan migrasi yang bersifat politis itu, ada faktor lain, yakni tingginya kepadatan penduduk di Cina, alasan ekonomi atau perdagangan, danalasan sosial.Gelombang migrasi etnis Cina juga didorong hubungan perdagangan yang berlangsung lama, mislnya muhibah Laksamana Zhenghe ke Jawa ketujuh kalinya untuk meningkatkan hubungan perdagangan.Tokoh ini mengunjungi kepulawan di Indonesia selama tujuh kali.Ia pernah mampir ke Samudra Pasai. Di sana ia meberikan lonceng raksasa yang kemudian dinamakan “Cakra Donya” yang sampai sekarang tersimpan di Museum Banda Aceh. Cheng Ho juga pernah mampir ke daerah Cirebon pada tahun 1415.Sultan Cirebon waktu itu dihadiahi beberapa benda-benda antik khas Tiongkok.Hingga sekarang, peninggalannya masih ada, yaitu sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi, yang tersimpan di Keraton Kasepuluhan Cirebon. Di semarang, Wong Jinghong (orang kedua dalam armada Cheng Ho) pernah menetap karena waktu itu saat berlabuh di Laut Jawa ia sakit keras. Wang dan pengikutnya menjadi salah satu cikal bakal warga Tionghoa Semarang.Meskipun demikian, banyak sekali alasan yang mendorong terjadinya pergerakan diasporik ini.Mang Mu (1998) misalnya, menjelaskan bahwa terdapat berbagai alasan yang memotivasi migrasi orangorang Cina ini. Alasan tersebut bervariasi, mulai dari ketercerabutan sekelompok orang secara sosial maupun politik hingga akibat dari penderitaan yang disebabkan oleh keterbatasan kondisi geografis tempat tinggal asal mereka karena kurangnya sumber daya alam. Jika kita merujuk pada karakteristik etnis Cina maka hal ini tidak dapat dipisahkan dari keberadaan etnis Cina yang ada di kota Gorontalo. Mereka merupakan bagian dari peradaban bangsanya sediri yang melakukan diaspora ke berbagai belahan dunia, persebaran (diaspora) etnis Cina di kota Gorontalo tidak terlepas dari empat pola persebaran sebagai kuli (Huagong), sebagai pedagang (Huangshang), sebagai perantauan (Huaqio), dan sebagai keturunan perantauan
Cina yang bermigrasi ke tempat yang lainnya (Huayi),(Wang Gung Wu, 1991).dari keempat pola migrasi yang dikemukan oleh Wang Gung Wu ada tiga pola migrasi yang berkaitan erat dengan keberadaan etnis Cina di kota Gorontalo, pertama sebagai pedagang, kedua sebagai perantauan, dan ketiga sebagai keturunan perantauan Cina yang melakukan migrasi ke tempat lainnya. Ketiga pola migrasi inilah yang membentuk karakteristik etnis Cina di kota Gorontalo. Meskipun diaspora etnis Cina secara umum dapat dikatakan terggolong sukses, namun hal ini tidak terlepas dari pores jalannya diasporaitu sendiri.Tentunya ada berbagai permaslahan baru yang mau tidak mau harus mereka hadapi, mereka akan memasuki babak baru sebuah kehidupan di tanah asing yang nantinya akan diperhadapkan pada hegemoni komunitas lokal dengan berbagai hambatanhambatan baik dari segi sosial, ekonomi, budaya, maupun ekonomi di tempat mereka ber-diaspora. Dalam konteks inilah mereka akan diperhadapkan pada pertarungan identitas dan konsep mereka masing-masing, sehingga perlakuan diskriminatif akan muncul dalam mengawali perjalanan kehidupan minoritas dimana negara mereka tinggal. Etnis Cina kota Gorontalo tentunya tidak serta merta mendapat tempat yang layak sebagaimana layaknya komunitas lokal, hal ini dilandasi berbagai macam faktor mulai dari persoalan kesukuan, budaya, maupun agama yang mereka anut. Disisi lain pada masa pemerintahan orde baru, pengakuan terhadap etnis Cina sebagai warga negara belum sepenuhnya di wujudkan dengan baik hal ini menimbulkan berbagai tindakan disrimitatif terhadap etnis perantauan Cina. Dalam menghadapi berbagai macam tekanan tersebut, Ling Chi Wang (1994)6 menjelaskan bahawa etnis minoritas Cina memfungsikan apa yang disebutnya sebagai “situasional ethnicity” (etnisitas situasional) dalam upaya mengkonsolidasikan keterkaitan mereka dengan kelaskelas yang berkuasa dan tampa bermaksud untuk melakukan tindakan subversi. Pendapat ini dapat dibenarkan jika kita melihat apa yang terjadi selama ini bagi etnis perantauan Cina, dimana mereka dapat bertahan dalam berbagai peristiwa dan kondisi budaya serta situasi politik yang beragam sebagai tantangan yang harus mereka hadapi. Situasi dan kondisi ini dapat di hadapi oleh etnis perantauan 6
Arie Setyaningrum,ibid. hlm.193.
Cina yang ada di kota Gorontalo sehingga mereka mampu beradaptasi dan dapat mempertahankan identitas lokal mereka sebagai etnis perantauan, yang sampai dengan saat ini di warisi turun-temurun dikalangan generasi mereka. Diaspora atau (persebaran) etnis Cina di Kota Gorontalo berkisar tahun 1877-1900 M sesuai dengan keberadan tempat peribadatan etnis Cina (Klenteng) yang suda berumur 140 tahun.7 Masuk lewat jalur laut melalui daerah bumbulan dan banggai, namun ada juga yang datang langsung ke Gorontalo tanpa melalui daerah atau wilayah yang lain.8Tujuan utama etnis Cina melakukan diaspora ke Gorontalo yaitu dengan mencari tempat untuk melakukan perniagaan atau tempat yang baru untuk berdagang.Mereka mendiami Biau sehingga di kenal dengan istilah Kampung Cina. Suku asli etnis Cina Kota Gorontalo berasal dari suku Hokkien, Kantonis, Hakka (Ke), Hainan, Hochia dan Tiochu .9 Seiring dengan berjalannya waktu serta perkembangan zaman, etnis Cina yang berda di kotaGorontalo melalukan sosialisai dan komunikasi yang baik dengan suku pribumi atau masyarakat Gorontalo, dengan perilaku yang komunikatif ini sehingga mereka di sambut dan mendapat tempat di hati masyarakat Kota Gorontalo. Dengan adanya relasi ini, maka dapat di katakana bahwa telah terjadi asimilasi atara kedua etnis yang bersangkutan, dalam artian adanya suatu proses sosial yang telah lanjut serta makin berkurangnya perbedaan-perbedaan antara individu maupun kelompok satu dan lainnya, yang di tandai dengan semakin eratnya persatuan dalam segi aktifitas.
Ini terlihat dengan adannya hubunganbaik atara kedua etnisdalam hubungan kekeluargaan yang di bangun selama ini,berupa pagelaran kebudayaan dan perayaan hari-hari besar keagamaan yang melibatkan satu sama lain.Dan setiap tahunnyadiadakan pemberian bantuan sosial dari etnis Cina terhadap penduduk asli Kota Gorontalo yang di kategorikan miskin, serta ada juga etnis Cina yang menikahi suku Gorontalo. Hubunganharmonis ini dibangun sampai 7
Maryam Lamadlawu (Kepala Klenteng Entis Cina Kota Gorontalo). dr. Iwan Wijaya (Ketua Perhimpunan Etnis Cina Gorontalo). 9 Budiardjo Benawa (Pengusaha Etnis Cina Kota Gorontalo). 8
dengan saat ini, sehinga entis Cina Gorontalo mendapatkanhak yang sama seperti halnya pada masyarakat Gorontalo, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya kecenderungan dan respon yang baik dari suku pribumi atau masyarakat Gorontalo terhadap diaspora etnis Cina di Kota Gorontalo.
Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi rujukan penelitian ini antara lain penelitian yang dilakukan oleh Andreas Susanto tentang Orang Cina di Yogyakarta (1997). Orang Cina telah berada di Yogyakarta sejak berdirinnya kotaitu pada tahun 1756. Pada waktu itu pemerintah Kolonial Belanda telah mengangkat seorang Kapiten Cina, To In, yang menandai keberadaan sebuah komunitas orang Cina di Yogyakarta.10
Penelitian yang dilakukan oleh Ayu Windy Kinasih dalam bukunya “Identitas Etnis Tionghoa di Kota Solo” yang mengatakan bahwa kedatangan etnis Tionghoa di Solo berbarengan dengan keberadaan Keraton Surakarta. Pada pekerbangannya, pada masa kolonialisme Belanda, komunitas Tionghoa paling banyak bermukim di daerah Pasar Gede, karena pada abad XIX pasar Gede merupakan kota pelabuhan.11
Penelitian yang dilakukan oleh DR. Agus Salim, MS tengang keberadaan etnisCina di kota Semarang. Dikatakan bawa kedatangan etnis Cina di kota Semarang secara berangsur-angsur dalam jumlah kecil didoroang oleh perdangangan internasional saat itu. Mereka singgah di sepanjang garis pantai utara dengan membawa komoditas seperti sutra, kertas, keterampilan membuat kapal, pengolahan emas hingga barang pecah belah, dan kemudian membawa hasil bumi dalam jaringan perdangangan antar pulau. Lebih lanjut dikatakan bahwa masa yang paling penting mengenai keberadaan entis Cina di kota Semarang adalah kedatangan seorang Laksamana berkebangsaan Cina yang 10
I.Wibowo. Harga yang Harus Dibayar“Sketsa pergulatan etnis Cina di Indonesia”. Andreas Susanto, Orang Cina di Yogyakarta: Antara Penerimaan dan Penolakan. PT.Gramedia Pustaka Utama dengan Pusat Studi Cina: Jakarta,2001.hlm.63. 11 Ayu Windy Kinasih.Ibid.hal.87-88.
bernama Cheng Ho pada kisaran tahun 1606 yang singah di Semarang (bukit Simongan). Mereka memilih bukit Simongan karena memiliki tata letak yang sangat baik dan merupakan pelabuhan utama dari perdagangan antar pulau.12
Keberadaan etnis Cina di Nusantara sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu, bahkan sudah berabad-abad yang lalu.Hal ini dapat dilihat dari beberapa penelitian terdahulu, khususnya etnis Cina yang berada di Yogyakarta, Solo, dan di Semarang. Etnis Cina di Yogyakarta sudah ada sejak berdirinya kota itu pada tahun 1756, di Solo keberadaan etnis Cina berbarengan dengan keberadaan Keraton Surakarta. Sedangkan di Semarang keberadaan etnis Cina dengan adanya kedatangan Laksamana Cheng Ho yang berlabuh di bukit Simongan (pelabuhan Semarang) pada tahun 1606. Gorontalo merupakan daerah yang memiliki kearifan lokal bercorak Islami yang mengklaim bahwa Gorontalo sebagai “serambi mandinah” hal ini sesuai dengan falsafah Gorontalo “adati holo-holoa to saraah wau saraah holo-huloato Qur’ani” dalam artian adat Gorontalo bersandar pada syariah dan syariah bersandar pada Al-Qur‟an.13
Namun hal ini tidak terlepas dari kemajemukan masyarakat Indonesia yang memiliki keanekaragaman suku bangsa, budaya, maupun agama. Tidak terkecuali
Gorontalo yang memiliki kemajemukan masyarakatnya sendiri,di
didalamnya terdiri dari berbagai macam suku bangsa, budaya, maupun sistem religi atau kepercayaan. Pada dasarnya mayoritas suku Gorontalo adalah penduduk atau orang Gorontalo asli, namun hal ini tidak terlepas dari persebaran (diaspora)baik suku bangsa Tionghoa atau Cina, Arab, Bugis, Bolaang Mongondow, Sangihe, Jawa, maupun suku Minahasa. Sebuah komunitas masyarakat majemuk yang terkait kuat secara hukum social dan budaya,dalam 12
13
Dr. Agus Salim, MS. Stratifikasi Etnik: Kajian Mikro Sosiologi Interaksi Etnis Jawa dan Cina. Jurusan Pendidikan Sosiologi dan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Semarang (UNNES) dengan Tiara Wacana: Yogyakarta,2006.hlm.34-45. Lihat Funco Tanipu, dalam : Raut Muka Gorontalo Kita. HPMIG PRESS: Yogyakarta, 2008.hlm.4.
bentuk seperangkat aturan-aturan yang disebut hukum adat. Kearifan lokal ini di warisi secara turun-temurun oleh para pewarisnya yang senantiasa menjaga kemurnianya dan dilestarikan agar dapat dipelihara demi menjunjug tinggi nilainilai ke-Bhinekaan lebih khususnya di wilayah kota Gorontalo.
2. Tujuan Penelitian Penelitian ini mengkaji tentang Diaspora Etnis Cina (Studi Tentang Etnsis Cina Di Kota Gorontalo), terhadap sisi kehidupan masyarakat serta bagaimana kecenderungan dan respon masyarakat kota Gorontalo terhadpat diaspora etnis Cina di kota Gorontalo
Bedasarkan latar belakang diatas maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana prosesmasuknya etnis Cina di kota Gorontalo?. 2. Bagaimana dampak sosial diaspora Etnis Cina terhadap sisi kehidupan masyarakat kota Gorontalo?. 3. Bagaimana kecenderungan dan respon masyarakat kota Gorontalo terhadap Etnis Cina kota Gorontalo?.
3. Metode dan Teknik Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif sesuai dengan permasalahan yang diangkat yaitu diaspora etnis Cina kota Gorontalo. Dalam penelitian ini peneliti menetapkan obyek penelitian sebagai instrument utama yang terlibat secara langsung melalui interview dan observasi guna memperoleh data yang akurat menyangkut diaspora etnis Cina di kota Gorontalo. Pada tahap awal peneltian peneliti menentukan informan kunci yang dipandang mengetahui serta dapat memberikan informasi mengenai masalah yang diteliti berdasarkan kajian yang sangat cermat, dan akurat. Sehingga sampel dapat
berkembang sesuai dengan kebutuhan informasi serta data yang ingin diperoleh, serta besarnyasampel menyerupai bola salju (snowball) sehingga kebutuhan untuk menambah informasi yang di perlukan dalam penilitian ini sudah tidak ada lagi. Teknik pengumpulan data melalui wawancara dalam penelitian ini di maksudkan untuk memahami dan lebih mendalami suatu kejadian atau subjek penelitian. Peneliti mengumpulkan data melalui wawancara mendalam (in-depth interview), di lakukan dengan cara
menemui informan-informan yang dapat
memberikan keterangan, atau sumber-sumber data yang akurat mengenai permasalahan yang di teliti.
B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Keadaan dan Letak Geografis Kota Gorontalo merupakan ibu kota provinsi Gorontalo. Secara geografis mempunyai luas 79,03 km² atau 0,65 % dari luas provinsi Gorontalo dibagi menjadi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan, 239 RW, dan 753 RT. Kecamatan kota Barat terdiri dari 7 kelurahan, Kecamatan Dungigi 5 kelurahan, Kecamatan kota Selatan 5 kelurahan, Kecamatan kota Timur 6 kelurahan, Kecamatan Hulontalangi 5 kelurahan, Kecamatan Dumbo Raya 5 keurahan, Kecamatan kota Utara 6 kelurahan, Kecamatan kota Tengah 6 kelurahan dan Kecamatan Sipatana 5 kelurahan. Dari 9 kecamatan dan 50 kelurahan yang ada di kota Gorontalo, kecamatan dan kelurahan dengan luas terbesar adalah kecamatan kota Barat. Secara astronomis, kota Gorontalo terletak antara 00º 28' 17'' - 00' 35' 56'' lintang utara dan antara 122º 59' 44'' - 123º 05' 59'' Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya, kota Gorontalo memiliki batas-batas wilayah: sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango, sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Tomini, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Telaga dan Batudaa Kabupaten Gorontalo, dan sebelah timur kota Gorontalo berbatasan langsung dengan kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango.
2. Keadaan Penduduk Berdasarkan hasil sensus penduduk dan registrasi kependudukan yang dilaksanakan di kota Gorontalo menunjukan bahwa, Gorontalo mempunyai jumlah penduduk sebesar 196.897 jiwa. Yang terdiri dari laki-laki 97.871 jiwa, dan perempuan berjumlah 99.026 jiwa.Dengan tingkat kepadatan penduduk 2.491 orang/km².Lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1.Keadaan Penduduk Kota Gorontalo menurut kecamatan dan jenis kelamin.
Penduduk (Orang)
Kecamatan
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
Kota Barat
10.970
11.252
22.222
Dungigi
12.128
12.405
24.533
Kota Selatan
11.792
12.149
23.941
Kota Timur
13.493
13.698
27.191
Hulontalangi
8.552
8.350
16.902
Dumbo Raya
9.307
9.146
18.453
Kota Utara
8.911
8.968
17.879
Kota Tengah
13.815
14.096
27.911
Sipatana
8.903
8.962
17.865
Jumlah
97.871
99.026
196.897
Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kota Gorontalo.
Tabel 2. Keadaan penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamain di kota Gorontalo.
Penduduk (Orang)
Kelompok Umur
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
0-4
9.880
9.205
19.084
5-9
10.326
9.295
19.621
10-14
9.340
8.727
18.067
15-19
9.587
10.496
20.083
20-24
9.342
9.529
18.871
25-29
8.930
8.874
17.803
30-34
7.980
8.079
16.059
35-39
7.789
7.709
15.498
40-44
6.818
6.916
13.733
45-49
5.535
5.675
11.210
50-54
4.458
4.582
9.040
55-59
3.177
3.411
6.589
60-64
2.099
2.634
4.733
65-69
1.253
1.718
2.970
70-74
785
1.173
1.958
55 +
573
1.004
1.577
Jumlah/Total
97.871
99.026
196.897
Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Gorontalo.
Tabel 3. Sistem kepercayaan yang dianut masyarakat kota Gorontalo. Sistem kepercayaan yang dianut
Jumlah %
Islam
97,20 %
Protestan
1,86 %
Katolik
0,54 %
Budha
0,29 %
Hindu
0,12 %
Tabel 4. Presentase Penduduk Menurut Kecamatan dan Agama yang diantut di kota Gorontalo. Kecamatan
Islam
Protestan
Katolik
Hindu
Budha
Kota Barat
99,40
0,55
0,02
0,03
0,02
Dungigi
96,24
2,67
0,69
0,11
0,27
Kota Selatan
92,43
4,22
2,11
0,01
1,24
Kota Timur
97,55
1,25
0,37
0,03
0,80
Hulonthalangi
95,34
4,06
0,48
-
0,12
Dumbo Raya
96,41
2,91
0,47
0,00
0,21
Kota Utara
96,61
3,03
0,09
0,27
-
Kota Tengah
96,76
2,59
0,28
0,18
0,19
Sipatana
99,21
0,66
0,08
0,02
0,04
97,20
1,86
0,54
0,12
0,29
Jumlah
Sumber: Kementrian Agama Kota Gorontalo.
Tabel 5. Presentase penduduk menurut status perkawinan di kota Gorontalo.
Kelompok
Belum Kawin
Kawin
Cerai Hidup
Cerai Mati
Umur Laki-Laki 10-24
93,48
6,52
0,00
0,00
25-49
10,85
87,59
1,57
0,00
3,00
85,55
0,48
10,97
50 +
Perempuan 10-24
88,15
10,66
1,19
0,00
25-49
8,00
85,34
3,04
3,62
5,52
59,03
2,68
32,77
50 +
Sumber: BPS Kota Gorontalo.
3. Keadaan Pendidikan Pendidikan merupakan halmendasar dari salah satu faktor utama dalam penunjang pembangunan yang ada. Pendidikan dapat menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas disegala bidang kehidupan bermasyarakat, seperti halnya keadaan pendidikandi kota Gorontalo yang harus tetap mendapat perhatian dari pemerintah, baik dari segi kualitas pendidikan itu sendiri maupun sarana dan prasarana penunjang pendidikan yang ada. lebih jelasnya menyangkut keadaan pendidikan di kota Gorontalo dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6. Keadaan pendidikan di kota Gorontalo. Murid Kecamatan
TK
RA
SD
MI
SMP
MTs
SMA
MA
SMK
Kota Barat
390
34
2.547
262
817
-
908
-
530
Dungigi
369
-
2.195
147
364
86
-
-
-
Kota Selatan
653
-
2.498
92
4.024
483
799
290
711
Kota Timur
692
-
2.993
113
443
-
883
-
-
Hulonthalangi
497
-
2.552
112
333
-
-
-
-
Dumbo Raya
285
-
1.995
-
310
-
-
-
-
Kota Utara
297
82
1.519
454
281
291
599
223
69
Kota Tengah
454
259
2.847
628
1.292
31
101
-
1.595
Sipatana
413
41
2.203
-
-
674
-
561
2.337
Jumlah
4.050 416 21.319 1.818 7.864 1.565 3.290 1.074 5.242
Sumber: Dinas Pendidikan Kota Gorontalo.
Tabel 7.Sarana dan Prasarana Penunjang Pendidikan di Kota Gorontalo. Gedung Sekolah Kecamatan
TK
RA
SD
MI
SMP
MTs
SMA MA SMK
Kota Barat
10
1
17
2
2
-
1
-
1
Dungigi
8
-
11
1
2
1
-
-
-
Kota Selatan
11
-
10
2
5
2
1
2
1
Kota Timur
15
-
16
1
2
-
1
-
-
Hulonthalangi
9
-
12
1
2
-
-
-
-
Dumbo Raya
7
-
10
-
1
-
-
-
-
Kota Utara
7
2
9
3
1
2
1
2
1
Kota Tengah
10
2
13
2
2
1
1
-
3
Sipatana
6
1
11
-
-
1
-
1
1
Jumlah
83
6
109
12
17
7
5
5
7
4. Mata Pencaharian Menurut Status Pekerjaan Pada umumnya mata pencaharian masyarakat kota Gorontalo sebagian besar adalah pedagang. Dikarenakan kota Gorontalo sebagai ibu kota provinsi Gorontalo, dan merupakan pusat perdagangan yang ada di provinsi Gorontalo. Disisi lain masyarakat kota Gorontalo ada juga yang mempunyai profesi lain seperti pegawai negeri sipil, petani, buruh, dan lain sebagainya. Dari berbagai profesi yang di jalani oleh masyarakat kota Gorontalo lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 8. Keadaan Mata Pencaharian Menurut Jenis Kegiatan Utama.
Jenis Kegiatan Utama
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
I. Angkatan Kerja
49.058
32.342
81.400
1. Bekerja
47.716
28.897
76.613
2. Pengangguran
1.342
3.445
4.787
II. Bukan Angkatan Kerja
13.589
33.890
47.479
1. Sekolah
4.077
3.541
7.618
2. Mengurus Rumah Tangga
3.148
27.090
30.238
3. Lainnya
6.364
3.259
9.623
62.647
66.232
128.879
Jumlah / Total Sumber: BPS Kota Gorontalo.
Tabel 9.Keadaan Mata Pencaharian Menurut Status Pekerjaan Utama di Kota Gorontalo. Jenis Kegiatan Utama
Jumlah
Berusaha Sendiri Tanpa Dibantu Orang Lain
15.650
Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tak Dibayar
6.256
Berusah Dibantu Buruh Tetap/Buruh Dibayar
4.272
Buruh/Karyawan/Pegawai
44.838
Pekerja Bebas di Pertanian
806
Pekerja Bebas di Non Pertanian
1.984
Pekerja Keluarga/Tak Dibayar
2.807
Jumlah / Total
76.613
Sumber: BPS Kota Gorontalo.
Tabel 10.Status Pekerjaan Menurut Lapangan Usaha di Kota Gorontalo. Lapangan Usaha
Jumlah
Pertanian, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan
3.688
Industri Pengolahan
5.754
Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel
17.819
Jasa Kemasyarakatan
29.390
Lainnya (Pertambangan, Listirik, Gas, Air, Bangunan,
19.942
Transportasi, Keuangan) Jumlah / Total Sumber: BPS Kota Gorontalo.
76.613
C. Diaspora Etnis Cina Di Kota Gorontalo
1. Diaspora Provinsi Gorontalo dan lebih khusus kota Gorontalo merupakan daerah yang memiliki kearifan lokal bercorak Islami. Namun hal ini tidak telepas dari kemajemukan masyarakat Indonesia, yang memiliki keanekaragaman suku bangsa, budaya maupun agama. Tidak terkecuali Gorontalo yang memiliki kemajemukan masyarakatnya sendiri, didalamnya terdiri dari berbagai macam suku bangsa, budaya, maupun sistem kepercayaan yang berbeda, salah satunya adalah etnis Cina. Etnis Cina, merupakan suku perantauan yang melakukan persebaran (diaspora) sejak ratusan tahun lalu. Sampai dengan saat ini mereka merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat kota Gorontalo secara utuh, serta memiliki ciri khas tersendiri baik dari segi budaya, sistem kepercayaan, mata pencaharian, pendidikan, dan lain sebagainya. Diaspora atau (persebaran) etnis Cina di Kota Gorontalo berkisar tahun 1877-1900 M, sesuai dengan keberadan tempat peribadatan etnis Cina (Klenteng) yang sudah berumur 140 tahun.14Etnis Cina masuk ke kota Gorontalo lewat jalur laut melalui daerah Bumbulan dan Banggai, namun ada juga yang datang langsung ke Gorontalo tanpa melalui daerah atau wilayah yang lain. 15 Ada tiga faktor utama yang melatar belakangi Tujuan etnis Cina melakukan diaspora ke Gorontalo yaitu; pertama mencari tempat untuk bekerja, kedua mencari tempat tinggal tetap, ketiga mencari tempat untuk melakukan perniagaan atau tempat baru untuk berdagang. Mereka mendiami Biau sehingga di kenal dengan istilah Kampung Cina.16 Seiring dengan berjalannya waktu serta perkembangan zaman, etnis Cina yang ada di kota Gorontalo melalukan sosialisai dan komunikasibaik dengan suku pribumi atau masyarakat Gorontalo, dengan perilakukomunikatif ini, sehingga mereka di sambut dan mendapat tempat di hati masyarakat Kota Gorontalo. Dengan adanya relasi ini, maka dapat di katakana bahwa telah terjadi 14
Maryam Lamadlawu (Tokoh etnis Cina). 2013 dr. Sunawan Widjaja (Ketua Perhimpunan Etnis Cina Gorontalo). 2013 16 Budiardjo Benawa (Pengusaha Etnis Cina Kota Gorontalo). 2013 15
asimilasi atara kedua etnis tersebut, dalam artian adanya suatu proses sosial yang telah lanjut serta makin berkurangnya perbedaan-perbedaan antara individu maupun kelompok satu dan lainnya, yang di tandai dengan semakin eratnya persatuan dalam segi aktifitas.
Ini terlihat dengan adannya hubungan baik atara kedua etnis dalam hubungan kekeluargaan yang di bangun selama ini, berupa pagelaran kebudayaan dan perayaan hari-hari besar keagamaan yang melibatkan satu sama lain.Dan setiap tahunnya diadakan pemberian bantuan sosial dari etnis Cina terhadap penduduk asli Kota Gorontalo yang di kategorikan miskin, serta ada juga etnis Cina yang menikahi suku Gorontalo. Hubungan harmonis ini dibangun sampai dengan saat ini, sehinga entis Cina Gorontalo mendapatkan hak yang sama seperti layaknya masyarakat Gorontalo, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya kecenderungan dan respon yang baik dari suku pribumi atau masyarakat Gorontalo terhadap diaspora etnis Cina di Kota Gorontalo. Etnis Cina merupakan suatu etnis yang memiliki ciri hkas tersendiri dibandingkan dengan berbagai ragam etnis lainnya. Etnis Cina memiliki kemampuan dalam melakukan adaptasi terhadap persebaran (diaspora) yang mereka lakukan sehingga terterima dikalangan komunitas lokal. Mereka melakukan perseberan di berbagai daerah yang ada di Indonesia salah satunya termasuk wilayah Gorontalo. Persebaran ini dilakukan oleh orang Cina sejak berabad-abad lalu, migrasi ini dilatarbelakangi oleh berbagai persoalan yang timbul di kalangan etnis Cina baik persoalan sosial, politik, maupun persoalan ekonomi. Kemudian menjadi cikal-bakal terbentuknya komunitas lokal orangorang Cina atau wilayah-wilayah pemukiman etnis Cina seperti Chinatown. Diasporik ini menujukan bahwa, etnis Cina merupakan etnis yang memiliki kemampuan dan adaptasi dalam mempertahankan eksistensi komunitasnya. Sebuah kepercayaan diri yang sangat luar biasa inilah, membuat entis perantauan Cina dapat bertahan dan melangsungkan kehidupanya di wilayah-wilayah yang menjadi tujuan diasporik.
Di Gorontalo komunitas orang-orang Cina terkosentrasi di wilayah perkotaan seperti halnya etnis Cina yang berada di kota Gorontalo, mereka mendiami wilayah Biawu atau biasa disebut Kampung Cina. Sebuah etnis minoritas yang memiliki eksistensi dalam membangun dan mempertahankan jati dirinya sebagai etnis minoritas yang berada di tengah-tengah etnis mayoritas. Seperti ungkapan seorang novelis Amerika Serikat, Pearl Buck (1892-1973). “Tidak ada seorang pun yang bisa menghancurkan orang China.Mereka adalah pejuang yang keras hati. Mereka adalah orang beradab paling tua dimuka bumi ini. Peradaban mereka melewati berbagai fase sejarah, tapi karakteristik dasarnya tetaplah sama. Mereka menghasilkan benih, lalu menerbangkannya ke angin, tapi mereka tidak akan pernah hancur.17 Jika kita merujuk pada karakteristik etnis Cina maka hal ini tidak dapat dipisahkan dari keberadaan etnis Cinadi kota Gorontalo. Mereka merupakan bagian dari peradaban bangsanya sediri yang melakukan diaspora ke berbagai belahan dunia, persebaran (diaspora) etnis Cina di kota Gorontalo tidak terlepas dari empat pola persebaran sebagai kuli (Huagong), sebagai pedagang (Huangshang), sebagai perantauan (Huaqio), dan sebagai keturunan perantauan Cina yang bermigrasi ke tempat yang lainnya (Huayi). Wang Gung Wu (1991),18 dari keempat pola migrasi yang dikemukan oleh Wang Gung Wu ada tiga pola migrasi yang berkaitan erat dengan keberadaan etnis Cina di kota Gorontalo, pertama sebagai pedagang, kedua sebagai perantauan, dan ketiga sebagai keturunan perantauan Cina yang melakukan migrasi ke tempat lainnya. Ketiga pola migrasi inilah yang membentuk karakteristik etnis Cina di kota Gorontalo. Meskipun diaspora etnis Cina secara umum dapat dikatakan terggolong sukses, namun hal ini tidak terlepas dari proses jalannya diaspora itu sendiri.Tentunya ada berbagai permaslahan baru yang mau tidak mau harus mereka hadapi, mereka akan memasuki babak baru sebuah kehidupan di tanah asing yang nantinya akan diperhadapkan pada hegemoni komunitas lokal dengan berbagai hambatanhambatan baik dari segi sosial, ekonomi, budaya, maupun ekonomi di tempat 17 18
Ivan Taniputra, Op.cit. Arie Setyaningrum, Op.cit., hlm. 182-183
mereka ber-diaspora. Dalam konteks inilah mereka akan diperhadapkan pada pertarungan identitas dan konsep mereka masing-masing, sehingga perlakuan diskriminatif akan muncul dalam mengawali perjalanan kehidupan minoritas dimana negara mereka tinggal. Etnis Cina kota Gorontalo tentunya tidak serta merta mendapat tempat yang layak sebagaimana layaknya komunitas lokal, hal ini dilandasi berbagai macam faktor mulai dari persoalan kesukuan, budaya, maupun agama yang mereka anut. Disisi lain pada masa pemerintahan orde baru, pengakuan terhadap etnis Cina sebagai warga negara belum sepenuhnya di wujudkan dengan baik, hal ini menimbulkan berbagai tindakan diskrimitatif terhadap etnis perantauan Cina. Dalam menghadapi berbagai macam tekanan tersebut, Ling Chi Wang (1994) menjelaskan bahawa etnis minoritas Cina memfungsikan apa yang disebutnya sebagai “situasional ethnicity” (etnisitas situasional) dalam upaya mengkonsolidasikan keterkaitan mereka dengan kelaskelas yang berkuasa dan tampa bermaksud untuk melakukan tindakan subversi. 19 Pendapat ini dapat dibenarkan jika kita melihat apa yang terjadi selama ini bagi etnis perantauan Cina, dimana mereka dapat bertahan dalam berbagai peristiwa dan kondisi budaya serta situasi politik yang beragam sebagai tantangan yang harus mereka hadapi. Situasi dan kondisi ini dapat di hadapi oleh etnis perantauan Cina yang ada di kota Gorontalo sehingga mereka mampu beradaptasi dan dapat mempertahankan identitas lokal mereka sebagai etnis perantauan, yang sampai dengan saat ini di warisi turun-temurun dikalangan generasi mereka.
2. Suku dan persebaran populasi etnis Cina di kota Gorontalo Etnis Cina di kota Gorontalo terdiri dari berbagai macam suku yang ada. Mulai dari suku Hokkien, Hakka, Hainan, Kantonis, Hochia, dan Tiochu. Berbagai macam suku yang ada ini telah mendiami dan tersebar di berbagai wilayahdi kota Gorontalo.20 Populasi etnis Cina di kota Gorontalo kurang lebih 2000 jiwa, tersebar dan mendiami wilayah kota Gorontalo. Populasi terbesar entis 19 20
Arie Setyaningrum, Op.cit., hlm. 193-194. Wo. Santoso (tokoh etnis Cina Kota Gorontalo). 2013
Cina di kota Gorontalo tersebar diwilayah kecamatan kota Selatan (Biawu) atau biasa di kenal dengan sebutan Kampung Cina.21 Lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.
Table.11 Jumlah populasi etnis Cina di kota Gorontalomenurut jenis suku 2013. No.
Jenis suku etnis Cina di kota Gorontalo
Jumlah populasi
1.
Hokkien
769
2.
Hakka
315
3.
Hainan
548
4.
Kantonis
175
5.
Hochia
126
6.
Tiochu
67 Total
2000
Sumber: Sunawan Widjaja (Ketua Perhimpunan etnis Cina)
Suku-suku ini telah mewarnai jalannya proses kehidupan yang ada di kota Gorontalo. Mereka saling mengikat satu sama lain, baik sema suku mereka maupun yang berbeda sukudikalangan mayoritas etnis Cina itu sendiri. Ikatan kekeluargaan dan hubungan yang baik inilah membuat etnis Cina mampu bertahan hidup, dapat membentuk komunitas ke-Cinaan, kemudian mendominasi komunitas lokal yang ada di wilayah kota Gorontalo. Adapun alasan dipilihnya wilayah tersebut, karena sebagai sentra perdagangan yang ada di kota Gorontalo. Persebaran etnis Cina diwilayah ini telah membentuk komunitas ke-Cinaan, persoalan ini terlihat jelas karena wilayah kota Gorontalo khususnya pusat-pusat perbelanjaan sebagain besar didominasi oleh etnis Cina. Dominasi yang di bangun ini sangat kuat,dengan adanya dominasi dalam perdagangan yang dibangun di kota Gorontalo, keberadaan etnis Cina ini telah membentuk hubungan sosial, baik dikalangan sesama etnis Cina maupun penduduk lokal atau masyarakat kota Gorontalo.
21
Sunawan Widjaja (Ketua Perhimpunan Etnis Cina). 2013
3. Interaksi Sosial Etnis Gorontalo dan Cina Di kota Gorontalo interaksi sosial kedua etnisterlihat jelas dalam hubungan interaksi yang ada di Kampung Cina, kelurahan Biawu kecamatan kota Selatan.Asal-usul keberadaan etnis Cina di kota Gorontalo berawal dari Kampung Cina, Kampung Cina merupakan wilayah yang pertama kali di huni oleh etnis Cina yang melakukan diaspora ke kota Gorontalo, populasi terbesar etnis Cina di kota Gorontalo terdapat di kelurahan Biawu (Kampung Cina). Sebagian mereka telah melakukan asimilasi perkawinan dengan penduduk lokal (inter-married) atau kawin lokal. Khususnya etnis Cina yang berada di Kampung Cina bermata pencaharian sebagai pedagang, hal ini di karenakan wilayah Kampung Cina merupakan wilayah atau pusat perdagangan di kota Gorontalo. Hubungan komunikasi yang di lakukan etnis Cina dengan penduduk setempat sangat erat kaitannya, mereka menggunakan berbagai pendekatan dalam menjalin hubungan interaksi dengan pendudukdi wilayah tersebut, hal ini dilakukan untuk menghindari berbagai dampak yang akan muncul terhadap mereka atau konflik dengan penduduk lokal, karena mereka merupakan etnis yang rentan akan konflik karena harus bersaing dengan penduduk kota Gorontalo demi kelangsungan hidup mereka. Berbagai upaya dilakukan untuk menarik simpati penduduk sekitar, seperti sering melakukan kunjungan ke sesama warga yang ada, merangkul dan mempekerjakan warga sekitar dalam usaha perdagangan mereka, memberikan bantuan sosial terhadap warga yang dikategorikan kurang mampu.22Model pendekatanseperti inilah membuat kedekatan emosional yang erat dengan warga masyarakat yang berada di kecamatan kota Selatan (Kampung Cina). Rasa persaudaraan ini terlihat jelas dengan adanya dua konflik yang pernah terjadi antara etnis Cina dengan penduduklokalyang berada di wilayah lain di kota Gorontalo, permasalahannya di picu oleh salah seorang pekerja yang dituduh telah melakukan pencurian, namun tuduhan ini tidak diterimah sehingga terjadi 22
Maryam Lamadlauw (tokoh etnis Cina kota Gorontalo). 2013
persilihan yang melibatkan warga dimana salah seorang pekerja tersebut tinggal. Entis Cina akan di serang oleh warga lokal yang tidak senang dengan tuduhan tersebut, namun upaya penyerangan ini mendapat perlawanan dari warga sekitar yang ada di wilayah kecamatan kota selatan (Biawu dan Siendeng)membuat upaya penyerangan terhadap etnis Cina ini dapat digagalkan olehwarga masyarakatdi dua kelurahan tersebut.23 Dalam kasus yang sama juga pernah terjadi, lagi-lagi etnis minoritas ini akan diserang, perlawanan yang sama juga dilakukan oleh kedua warga masyarakat yang ada di wilayah pemukiman etnis Cina (warga Biawu dan Siendeng). Hubungan sosial antara masyarakat yang ada di sekitar pemukiman etnis minoritas ini terlihat jelas kaitannya, hubungan yang harmonis serta rasa solidaritasini telah di banggun sejak keberadaan etnis Cina di wilayah tersebut, sehingga membuat ikatan hubungan emosinal antara warga masyarakat di wilayah ini dengan etnis Cina sangatlah kuat. 4. Sistem Kepercayaan dan Budaya Etnis Cina kota Gorontalo menganut dua sistem kepercayaan besar yang berasal dari para leluhur mereka. Pertama, penganut ajaran Budha dan kedua penganut ajaran Khong Hu Cu. Penganut ajaran Budha adalah penganut ajaran yang di bawa oleh pangeran Siddharta Gautama (Budha Gautama).Ajaran Budha lebih ke Buddhies atau ajaran murni sang Budha, entis Cina yang menganut ajaran Budha melakukan ritual keagamaannya di Vihara, mennyembah Budha yang di lambangkan dalam bentuk arca. Adapun hari besar keagamaannya terdiri dari empat hari besar keagamaan; Waisak, Magha Puja, Kathina, dan Asada.Waisak adalah hari memperingati lahirnya pangeran Siddharta Gautama mencapai penerangan sempurna dan wafat pangeran Siddharta.Magha Puja adalah memperingati berkumpulnya 1250 Bikhu. Sedangkan Katina dan Asada yakni memberikan dana jubah kepada para Bikhu atau pengikut sang Budha.24 Sedangkan etnis Cina yang menganut ajaran Khong Hu Cu percaya kepada Dewa dan Dewi.Penganut ajaran ini lehih percaya kepada dewa dan dewi yang biasa di sebut dengan “Tri Nabi Agung” serta dewi penolong. Tempat 23 24
Sunawan Widjaja (tokoh etnis Cina kota Gorontalo). 2013 Putu Supartana (Guru Agama Budha Etnis Cina Kota Gorontalo). 2013
peribadatannya adalah klenteng, yang diberi nama Thian Hou Kiong atau dalam bahasa indonesia diartikan sebagai “Tulus Harapan Kita”. Klenteng ini merupakan klenteng bersejarah bagi etnis Cina di kota Gorontalo karena disinilah asal-usul keberadaan mereka berada. Klenteng ini terdiri dari Tiga Lantai penyembahan lantai satu terdiri dari tiga dewa: Kwan Seng Te Kun, Kong Tek Cung Ong, dan Hok Tek Ceng Sin. Lantai dua terdiri dari Khong Hu Cu, O Mi To Hut, dan Thai Siang Li Lo Kun, ketiga dewa ini disebut “Tri Nabi Agung”. Ketiga dewa ini merupakan bentuk ajaran Khong Hu Cu atau Tri Darma, dan di lantai tiga terdapat arca seorang dewi yang bernama dewi Kuan Im Pou Sat atu biasa di sebut dewi Kuan Im yang di percaya sebagai dewi penolong. Di dalam ruang klenteng ini juga tersedia berbagai jenis bahan sesajian untuk melengkapi penyembahan terhadap sang dewa dan dewi, seperti : buah apel, jeruk, buah pir, kue keranjang, teh, minyak kelapa , air, lilin, dan dupa. Sedangkan hari besar keagaman berupa hari raya Imlek atu biasa di kenal dengan sebutan “Tahun Baru Imlek”.Tahun baru Imlek merupakan perayaan terpenting etnis Cina. Perayaan Tahun Baru Imlek dimulai di hari pertama bulan pertama (penanggalan etnis Cina) dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal ke lima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chuxi yang berarti "malam pergantian tahun". 25 Perayaan Tahun Baru Imlek di kota Gorontalo di rayakan dengan penuh hkidmat para pengujung klenteng dari kalangan etnis Cina melakukan sembahyang dan doa kepada dewa dan dewi, mereka memohon agar diberi kebaikan dan keselamatan bagi mereka. Untuk memeriahkan Tahun Baru Imlek di kota Gorontalo perayaan ini biasanya dirayakan dengan menyulut kembang api, membuat antusias warga masyarakat yang berada di kawasan klenteng maupun warga yang datang untuk menyaksikan perayaan Imlek. Namun terlepas dari dua kepercayaan besar yang diatu oleh etnis Cina di Kota Gorontalo ada juga yang menganut kepercayaan lain seperti Islam, dan Nasrani. Etnis Cina memiliki budaya yang sangat kompleks diantara berbagai budaya yang ada di indonesia. Etnis Cina tersebar hampir di berbagai wilayah di 25
Hengky Kamolie (tokoh etnis Cina Kota Gorontalo). 2013
indonesia, tidak mengherankan jika kebudayaan mereka banyak di kenal luas di negara kita. Kebudayaan etnis Cina ini meliputi kesenian, perayaan-perayaan hari besar, bahasa, musik dan alat musik, pakaian, dan kuliner. Persoalan budaya ini tidak terkecuali etnis Cina di kota Gorontalo. Di kota Gorontalo etnis Cina mengembangkan budaya asli dari Tiongkok (Goan Siao) dua minggu sesudah Imlek Tionghoa Atau biasa di kenal dengan malam suci. Perayaan Cap Go Meh Melambangkan hari ke-15 dan hari terakhir dari masa perayaan Imlek bagi komunitas etnis Cina. Pada tanggal ini juga merupakan bulan penuh pertama dalam Tahun Baru tersebut.Di kalangan entis Cina kota Gorontalo perayaan ini biasanya dirayakan dengan jamuan besar dan berbagai kegiatan. Rampasan atau rebutan biasa di kenal dengan doa arwah, Perayaan Ching Beng adalah ritual tahunan etnis Cina untuk bersembahyang dan ziarah ke kuburan sesuai dengan ajaran Khong Hu Cu. Perayaan etnis Cina ini jatuh pada hari ke 104 atau tepatnya tanggal 5 april yaitu ziarah setelah titik balik matahari pada musim dingin. Menurut etnis Cina, hari ini merupakan suatu hari untuk mengingat dan menghormati nenek moyang. Setiap orang berdoa di depan keluarga dan kerabat mereka, bersembahyang dan menyapu pusara serta menyajikan berbagai jenis makanan, teh, arak, dupa, kertas sembahyang dan berbagai aksesoris, sebagai persembahan kepada arwah para leluhur.26 Etnis Cina juga memiliki tarian dari negeri mereka berasal, atau biasa kita kenal dengan tarian Barongsai. Tarian Barongsai adalah tarian tradisional etnis Cina, tarian ini menggunakan kostum yang menyerupai singa. Etnis Cina kota Gorontalo meyakini bahwa singa merupakan simbol kebahagiaan dan kesenangan. Tarian ini dipercaya merupakan pertunjukan yang dapat membawa keberuntungan sehingga pada umumnya tarian ini diadakan dalam berbagai acara penting dikalangan etnis Cina, seperti pembukaan tempat-tempat usaha, pendirian klenteng, dan perayaan Tahun Baru Imlek.27 Selain tarian Barongsai ada berbagai macam bentuk budaya lainnya yang berasal dari negeri Cina seperti perayaan kirap laut dan kirap darat perayaan ini untuk memperingati hari lahirnya Yang 26 27
Maryam Lamadlauw (Tokoh Etnis Cina Kota Gorontalo). 2013 Dr Sunawan Widjaja. 2013
mulia Thian Sing Boo. 28 Perayaan kirab laut ini mengunakan perahu yang di hias dengan berbagai simbol-sibol etnis Cina. Sitem kepercayaan dan budaya ini merupakan bentuk dari eksistensi etnis Cina yang ada di kota Gorontalo. Kepercayaan dan budaya yang di anut oleh etnis Cina ini merupakan sitem kepercayaan dan budaya asli leluhur etnis Cina. Sebuah bentuk komitmen dan eksistensi bersama yang dibangun etnis Cina selama ini, telah menujukan betapa kuatnya hegemoni yang dibangun oleh etnis Cina di kota Gorontalo sehingga keberadaannya dapat di terima dengan baik oleh entis lokal yang ada di kota Gorontalo. Sitem keperyaan dan budaya etnis Cina ini telah dijalani semenjak diaspora (penyebaran) yang dilakukan etnis Cina di wilayah kota Gorontalo. Sistem kepercayaan dan budaya ini tetap dijaga dan pertahankan kelestariannya serta di warisi turun-temurun di kalangan etnis Cina yang ada di kota Gorontalo. 5. Mata Pencaharian Dan Pendidikan Pada umumnya mata pencaharian etnis Cina Kota Gorontalo sebagian besar adalah pedagang/pengusaha atau wiraswasta karena etnis Cina merupakan etnis yang sangat menekuni dunia perdagangan. Jika dilihat dari letak geografis Kota Gorontalo merupakan sentra perdagangan yang ada di Propinsi Gorontalo, sehingga sangat tepat bagi mereka untuk melakukan berbagai jenis usaha dalam perdangangan. Berbagai apek dalam dunia usaha di kota Gorontalo di miliki dan dikuasai oleh etnis Cina, mulai dari usaha barang dan jasa, tanah dan perkebunan, properti, maupun saham dalam perdagangan. 29 Dari penelitian yang di lakukan oleh peneliti, bahwa dari 100 orang pemilik usaha yang ada di kota Gorontalo ada 60 orang pemilik usaha dari kalangan etnis Cina. Berbagai aspek usaha ini telah di jalani dan ditekuni oleh etnis Cina sejak lama, hal ini juga di dorong oleh latar belakang etnis Cina sebagai etnis yang sangat menekuni dunia perdagangan atau bisa dikatan sebagai pelaku ekonomi yang tangguh, serta di tambah dengan warisan material yang dimilikinya, sehinga usaha yang mereka jalani meningkat pesat. Selain berdagang ada juga etnis Cina yang memiliki propesi lain, seperti pegawai negeri sipil, politisi dan lain sebagainya. 28 29
Wo.Santoso. 2013 Rocky Lianto (Pengusaha Etnis Cina Kota Gorontalo). 2013
Mengenai latar belakang pendidikan etnis Cina Kota Gorontalo sebagian besar mulai dari umur 40-65 Tahun rata-rata berpendidikan SLTP-SMA atau setara, sedangkan dari umur 6-24 tahun sedang dalam proses menjalani pendidikan mulai dari SD, SLTP, SMA, dan jenjang Perguruan Tinggi. 30
6. Kekuatan Ekonomi Etnis Cina di Kota Gorontalo Dewasa ini Cina sudah merupakan icon dunia dalam hal perekonomian, Cina merupakan suatu kekuatan ekonomi baru yang sangat diperhitungkan.Dalam dunia perekonomian yang ada sekarang ini, dapat dilihat dengan adanya penguasaan pangsa pasar yang mendominasi pasar Asia, Eropa dan Amerika. Seperti kita ketahui bersama pada umumnya bahwa etnis Cina merupakan masyarakat pedagang yang memiliki jiwa ekonom tinggi, sehingga membuat mereka berkembang dan maju dalam membangun dan menata perekonomiannya. Salah satu tujuan utama diaspora etnis Cina ke kota Gorontalo adalah berdagang, tujuan ini tidak di sia-siakan oleh etnis Cina. Etos kerja yang tinggi dalam mengembangkan perekonomiannya sehingga kemudian membawa pengaruh yang cukup signifikan dalam roda perekonomian yang ada di kota Gorontalo. Berbagai intvestasi kekayaan yang dimiliki oleh etnis Cina, Intvestasi kekayaan yang dimilikinya berupa saham dalam
perdagangan, kepemilikan tanah dan
perkebunan, barang dan jasa, maupun investasi dibidang properti. Hal ini menununjukan bahwa diasporik yang dilakukan oleh etnis Cina di kota Gorontalo mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan dan pertumbuhan perekonomian yang ada. Sistem perekonomian atau cara berdagang Etnis Cina Gorontalo dalam membangun perekonomiannya di sesuaikan dengan kondisi iklim perekonomian setempat. Mereka telah membentuk jaringan dagang untuk membangun kekuatan ekonominya, jaringnan dagang ini telah dibentuk dan dibangun dengan sedimikan rupa sehingga mereka dapat menggembangkan kekuatan ekonominya. Kekuatankekuatan serta jaringan yang di banggun ini merupakan strategi dalam menata perekonomiannya, dalam hubungan ini jaringan serta hubungan yang dibanggun 30
Dr. Sunawan Widjaja. 2013
bermula dari jaringan kekerabatan antar sesama etnis Cina, mereka membangun kekuatan ekonominya dari hubungan kekeluargaan antar sesama etnis Cina, saling membantu dan memberikan peluang dalam menjalankan bisnisnya. Dari hubungan kekerabatan yang dibangun inilah kemudian mereka membentuk jaringan bisnis yang lebih luas lagi. Kekuatan ekonomi yang dibangun ini bukan semata-mata terbentuk dengan sendirinya, melainkan dengan strategi dalam menjalankan bisnisnya. Jaringan bisnis ini segaja dibangun untuk memperkuat perantauan etnis Cina dimanapun mereka berada, kekuatan ekonomi yang dibangun ini mampu melampaui batasbatas sosial maupun politik yang ada di kota Gorontalo, yang kemudian mampu membentuk kekuatan ekonomi di kalangan etnis Cina itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa etnis Cina kotaGorontalo sebagai masyarakat pemilik modal. Sebagian besar perekonomian yang ada di kota Gorontalo mampu di kuasai oleh etnis Cina. Ini menunjukan adanya sebuah kecenderungan dan peran yang dilakukan oleh etnis Cina dalam penguasaan perekonomian yang ada kota Gorontalo, yang kemudian memberinya label sebagi kaum kapitalis atau para pemilik modal. Diasporik yang dilakukan ini telah menumbuhkan perekonomian yang ada di kota Gorontalo.
7. Dampak Sosial Diaspora Etnis Cina Di Kota Gorontalo Etnis Cina di kota Gorontalo telah melakukan persebaran (diaspora) sejak ratusan tahunlalu. Diasporik yang dilakukan ini tentunya memiliki dampak sosialnya baik antar sesama etnis, maupun dampak sosial terhadap komunitas lokal atau masyarkat Gorontalo pada umumnya. Masalah indentitas merupakan masalah yang terdapat dalam komunitas suatu etnis, secara garis geografis tentunya berbeda satu dan lainnya. Seperti halnya dengan komunitas etnis Cina yang ada di kota Gorontalo, tentunya mereka berdasarkan garis geografis sangat berbeda dengan penduduk lokal baik dari bentuk fisik, religi, suku, maupun budayanya. Setiap etnis tentunya meliki identitas serta jati diri untuk membedakan
dengan etnis lainnya, serta dapat memberikan eksistensi sosialnya terhadap individu maupun kelompok yang lain. Keberadan etnis Cina di kota Gorontalo telah memberikan dampak sosialnya terhadap sisi kehidupan masyarakat kota Gorontalo, baik dari segi ekonomi, budaya, agama, maupun politik, berbagai dampak yang timbul ini tentunya merupakan bagian dari kehidupan sosial masyarakat kota Gorontalo, setiap kelompok dalam masyarakat akan mengalami perubahan baik secara langsung maupun tidak langsung, perubahan besar atau kecil. Diasporik Cina di kota Gorontalo telah melahirkan warna baru dalam bingkai kehidupan yang ada, proses ini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kota Gorontalo secara utuh. Dampak sosial ini menununjukan bahwa etnis Cina merupakan etnis yang memiliki kemampuan dalam menghadapi situasi dan kondisi apapun. Diasporik yang dilakukan etnis Cina ini telah melahirkan dampak positif bagi kehidupan sosial yang ada di kota Gorontalo. Dampak diasporik ini telah membentuk komunitas kecinaan yang di bingkai dalam kearifan lokal masyarakat kota Gorontalo, didalamnya terdapat beragam kultur dan indentitas lokalnya. Identitas ke-Cinaan ini, bukan persoalan untuk bagaimana membedakan antara minoritas dan mayoritas, melainkan suatu bentuk keseragaman yang perlu di jaga dan dilestarikan untuk menjunjung tinggi nilainilai kemanusiaan serta rasa Nasionalis. Etnis Cina Gorontalo telah melewati berbagai fase kehidupan yang ada, mulai dari mereka menginjakan kakinya di tanah Gorontalo sampai dengan saat ini, perjalanan panjang ini tentunya telah melahirikan dampak sosialnya terhadap sisi kehidupan masyarakat kota Gorontalo, dampak sosial yang timbul ini mampu membentuk hubunganhubungan sosial antara etnis minoritas dan mayoritas atau penduduk lokal. Hubungan-hubungan ini berupa, hubungan yang harmonis guna menyelaraskan dan menghilangkan perbedaan antar minoritas dan mayoritas, sehingga menjadikan minoritas sebagai bagian yang tak terpisahkan dari komunitas lokal setempat. Rasa kebersamaan yang tinggi antara entis Cina dan penduduk asli kota Gorontalo, telah menciptakan dampak yang positif bagi kehidupan sosial masyarakat kota Gorontalo pada umumnya. Etnis Cina kota Gorontalo mampu
beradaptasi dengan kondisi dan keadaan sosial masyarakat setempat. Pendekatan semacam inilah yang membuat etnis Cina terterima di kalangan mayoritas lokal yang ada di kota Gorontalo. Hubungan solidaritas serta interaksi yang baik yang dilakuan etnis Cina dengan penduduk lokal membuat keduanya dapat menerima kebiasaan dalam hal budaya masing-masing, penduduk lokal setempat mau menerima budaya dan kepercayaan yang di anut oleh etnis Cina, misalya dalam perayaan hari-hari besar agama, serta pertunjukan atau pagelaran budayamasingmasing mereka saling memberikan dukungan moril untuk menciptakan suasana yang harmonis antar sesama etnis dan umat beragama, etnis Cina juga sering memberikan bantuan sosial terhadap penduduk lokal setempat yang di kategorikan kurang mampu. Diasporik yang dilakukan etnis Cina ini juga mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi di kota Gorontalo, serta dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi penduduk lokal. Dari berbagai dampak yang timbul ini kemudian melahirkan hubungan asimilasi antara penduduk lokal dengan etnis Cina di kota Gorontalo, dari hubungan asimilasi yang dilakukan kedua etnis ini mampu membentuk komunitas sosial yang kuat antara kedua etnis tersebut. Dari uraian diatas dapat dikatakan wahwa dampak diasporik yang dilakukan oleh entnis Cina memiliki dampak yang positif bagi kehidupan sosial masyarakat di kota Gorontalo, serta ada kecenderungan dan respon yang baik dari penduduk lokal.
D. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagi berikut: 1. Diaspora atau (persebaran) etnis Cina di Kota Gorontalo berkisar tahun 1877-1900 M sesuai dengan keberadan tempat peribadatan etnis Cina (Klenteng) yang suda berumur 140 tahun. Etnis Cina masuk ke kota Gorontalo lewat jalur laut melalui daerah bumbulan dan banggai, namun ada juga yang datang langsung ke Gorontalo tanpa melalui daerah atau wilayah yang lain. 2. Ada tiga faktor utama yang melatar belakangi Tujuan etnis Cina melakukan diaspora ke Gorontalo yaitu; pertama mencari tempat untuk bekerja, kedua mencari tempat tinggal yang tetap, dan yang ke tiga mencari tempat untuk melakukan perniagaan atau tempat yang baru untuk berdagang. 3. Adanya kecenderungan dan respon yang baik yang dilakukan antar kedua etnis yang bersangkutan sehingga terjadi hubungan asmilasi antara etnis Cina dan penduduk lokal atau masyarakat asli kota Gorontalo. 4. Diaspora yang dilakukan etnis Cina di kot Gorontalo memiliki dampak yang positif bagi kehidupan sosial masyarakat yang mampu menciptakan komunitas sosial antara kedua etnis yang bersangkutan. 2. Saran 1. Diharapkan agar penelitian ini dapat bermanfaat bagai perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang ilmu sosial. 2. Diharapkan penelitian ini menjadi bahan bandingan bagi peneliti bidang sosial khususnya ilmu sosiologi dalam memahami suatu etnis. 3. Hasil penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi kita semua, danlebih khusus masyarakat Gorontalo dalam menjaga hubungan yang harmonis di kalangan berbagai etnis yang ada di kota Gorontalo.
DAFTAR PUSTAKA Arie Setyaningrum. 2004. Globalisasi dan Diaspora Cina dalam Perspektif Post-Kolonial. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.Yogyakarta:FISIP UGM. Ayu Windy Kinasih. 2007. Identitas Etnis Tionghoa di Kota Solo.Yogyakarta : Laboratorium Jurusan FISIP UGM. De Graaf.H.J.ddk. 1997. Cina Muslim di Jawa Abad XV dan XVI, Antara Historitas dan Mitos.Yoyakarta : Tiara Wacana Yogya. Departemen Pendidikan Nasional.2012.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Dewi Wulansari. 2009. Sosiologi Konsep dan Teori.Bandung : Refika Aditama. Eman Surachma.2011. Jurnal SPATIAL (Edukasi Migran Berkualitas DanDiaspora Indonesia : Dimensi Kependudukan Dalam Berkelanjutan Pembangunan), Volume 9 Nomor 1,hlm. 50-51. Funco Tanipu. 2008. Raut Muka Gorontalo Kita. Yogyakarta : HPMIG PRESS John, Naisbitt Doris. 2010. China’s Megatrends 8 Pilar Yang Membuat Dasyat China. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Kompas. 2006. Cermin dari Cina, Geliat Sang Naga di Era Globalisasi. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara. Liliweri,Alo.2005.Prasangka dan Konflik, (komunikasi lintas budaya masyarakat multikultur). Yogyakarta : PT LKIS Pelangi Aksara. Laurer, H. Robert. 1988. Teori Sosio Historis Perkembangan. Jakarta : Bumi Aksara. Nurani Soyomukti. 2012. Soekarno dan Cina “Nasionalisme Tionghoa dalam Revolusi Indonesia, Soekarno dan Poros Jakarta-Peking, Sikap Bung Karno Terhadap Etnis Tionghoa Di Indonesia. Yogyakarta : GARASI.
Parsudi Suparlan. 2003. Kesukubangsaan dan Posisi Orang Cina dalam Masyarakat Majemuk Indonesia. Indonesian Journal of Sosial and Cultural Anthropology.Jakarta : Departemen Antropologi FISIP UI. Sulistyawati Made. 2008. Integrasi Budaya Tionghoa ke Dalam Budaya Bali.Bali : Universitas Udayana. Soerjono Soekanto. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Sukidin.2009. Sosiologi Ekonomi.Jember : CENTER for SOCIETY STUDIES. Twang Peck Yang. 1998. Elite Bisnis Cina di Indonesia dan Masa Transisi Kemerdekaan. Jakarta : Diadit Media. Taniputra Ivan. 2008. History Of China. Jogjakarta : AR-RUZZ MEDIA. Thomas Hylland Eriksen. 1993. Ethnicity And Nationalism, Anthropological Perspectives. London : Pluto Pres. Ubed Abdilah S. 2002. Politik Identitas Etnis. Magelang : Yayasan Indonesia Tera. Uhar Suharsaputra. 2012. Metode Penelitian. Bandung : PT. Refika Aditama. Wibowo.I. 2005.Belajar Dari Cina. Jakarta : Kompas. Wibowa.I . 2001. Harga Yang Harus di Bayar, Sketsa Pergulatan Etnis Cina di Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.