A NOVEL BY KANNETHLY GARRY
Guardian Angel’s
puzzle Teka-Teki Malaikat Pelindung
Mobil-mobil berjajar di lapangan parkir tersebut. Warna-warnanya menimbulkan spektrum tersendiri jika dilihat dari jendela pesawat yang melayanglayang siap mendarat. Pesawat-pesawat berukuran besar yang berasal dari berbagai macam wilayah berterbangan di atas langit yang begitu biru. Bandara itu cukup ramai pengunjung, di musim akhir liburan seperti ini, tentu saja banyak orang yang pulang setelah berlibur. Tampak dari ujung pintu sana, tampak seorang laki-laki setengah baya, dengan istri dan kedua putrinya yang masih balita. Raut wajah mereka begitu gembira, sepertinya telah mengalami liburan yang menyenangkan. Di sudut lapangan parkir itu, terparkir sebuah mobil sedan berwarna hitam metalik. Dua orang remaja laki-laki tengah duduk di jok depan mobil itu. Yang satu berada di depan kemudi, menyandarkan kepalanya di sandaran kepala sementara yang satu lagi sibuk mengutak-atik Blackberry keluaran terbarunya. Tiba-tiba tangannya berhenti, lalu menatap orang yang berada di sebelahnya itu. “ Ada yang salah?” Wajah khawatir nampak pada remaja yang ditaksir berusia hampir delapan belas tahun itu. Laki-laki yang berada di sebelahnya menggeleng, “Tony, lo terlalu takut,” Tito tertawa renyah, walaupun di balik tawanya ia menyimpan sedikit rasa sakit, “kamu mengenalku hampir seumur hidupmu!” “seumur hidup dikurangi tiga tahun!” Ucap Tony mengoreksi ucapan kakak tirinya dengan cepat. 2
Tito tersenyum simpul “Mungkin lo bukan sepenuhnya adik gue tapi ingat Tony, lo tetap adik gue.” Ucapan Tito terdengar santai, namun memikiki nada seperti ancaman. Tony mendengus, ia paling malas jika harus berdebat dengan saudara beda ayah dan ibu itu. Mereka menjadi saudara hanya karena Ibunya menikah lagi dengan seorang duda yang adalah ayah dari laki-laki yang berada di sampingnya sepeninggal ayahnya. Ia tidak memiliki hubungan darah apa pun dengan Tito, namun karena tumbuh selama hampir seumur hidup dengan Tito, ia terkadang merasa bahwa Tito benarlah kakaknya. Namun tentu secara fisik, keduanya sungguh berbeda, tubuh Tito jangkung dengan kulit putih kemerahan dan wajah blasteran Amerika yang khas, rambutnya yang memiliki kehitaman hanya sekitar delapan puluh persen, sementara dua puluh persennya lagi berwarna cokelat tua, sementara Tony berwajah oriental dengan rambut hitam pekat. Tito menghalaukan pikirannya, “Pokoknya ingat, jangan sampe ketauan, Kanna..” Tony mengangguk pelan, melihat kakaknya yang seperti itu, ia tau memang ini yang harus ia lakukan. “ ah, sudahlah!” Pikirnya. Tony menatap sang kakak sekali lagi, berharap tidak ada yang terjadi pada kakaknya. Diam-diam ia merasa khawatir yang teramat sangat, menjalar hingga ke sendi-sendinya.
3
Tito sendiri sibuk menatap jam tanganya. Jarum detik itu terus bergerak dan menggerakan satu jarum menit. “ Ya sudah! Kita turun sekarang.” Tito tersenyum. Bagi Tony, Tito adalah manusia baja yang bahkan lebih kuat daripada tokohtokoh pahlawan super yang selalu ia baca sepanjang hari. Menghadapi semua hal dengan senyuman yang ceria dan ringan, menjalani semuanya tanpa ragu, kakaknya memang selalu seperti itu. Tony menuruti kata-kata Tito, walaupun dalam hati kekhawatirannya belum juga sirna. Ia berharap semuanya usai, ia berharap tak usah ada lagi segala masalah ini. Namun memang takdir berkata lain. Tony membuntuti sang kakak dari belakang, berdoa di dalam hatinya semoga tidak terjadi apapun pada kakaknya.
Kanna masih berkutat dengan majalah yang dibelinya tadi di bandara. Seharian dia berpikir, bagaimana tentang keadaan kakak dan adiknya sekarang? Apakah Tito dan Tony masih seperti yang dulu, suka ribut dan gak pernah mau mengalah? Apakah Michael masih seperti yang dulu, masih jadi anak yang sopan dan ramah? Atau jadi anak yang pembuat onar? Dan bagaimana Miller, kakak kembar Michael yang bertolak belakang dengan Michael? Apakah dia sekarang masih suka berbuat onar, main game , dan nilainya selalu hancur setiap kali ulangan atau 4
malah.. dia jadi anak yang baik, sopan, ramah, dan rajin belajar? Kanna sudah tak sabar menyaksikan mereka semua. Perjalanan menaiki pesawat dari Amerika menuju Indonesia memang terasa cukup lama, bahkan Kanna merasa perjalanan kali ini 2 kali lebih lama dari biasanya. Kanna memang beruntung bisa lahir di sebuah keluarga kaya. Ayahnya adalah orang Amerika. Jadi Kanna adalah anak dengan paras campuran antara Amerika dan Indonesia. Sejak usianya 10 tahun, dia tinggal di Amerika bersama ayah dan ibunya. Sementara anak laki-laki sengaja ditinggal di Indonesia, tujuannya agar mereka bisa belajar mandiri. Walaupun terpisah antar dua benua dan dua negara, dia dan saudara-saudaranya masih bisa berkomunikasi. Tentu saja melalui telepon, email, chatting, facebook, dan banyak lagi. Selain itu, setiap tahun terutama pada saat Natal, kakak dan adiknya selalu bermain ke Amerika. Karena itulah, Kanna jarang pulang ke Indonesia bahkan tidak pernah pulang sejak enam tahun yang lalu, karena ia merasa tak ada gunanya untuk pulang. Toh Kakak dan adiknya yang datang ke Amerika. Tapi kali ini Kanna pulang. Entah apa ayanya menyuruh pulang. Katanya, biarpun bagaimana pun, dia harus tetap belajar dan mengerti kehidupan Indonesia, negara kelahirannya. “Hei..Kanna..Kanna..” Panggil temannya membuyarkan lamunannya. “Are you sleeping?” Anak itu menggoncang-goncangkan tubuh Kanna.
5
Kanna tersentak, menengok ke arah sahabatnya itu. “ Eh.. Sasa.. sorry..” Jawab Kanna tersadar “Ada apa?“ “ Kamu itu ngelamun melulu.. “ Jawab anak yang dipanggil Sasa itu. Clarissa Colline Horton, itulah nama lengkapnya. Anak itu juga sama dengan Kanna. Sama-sama anak yang memiliki dwikenegaraan. Umurnya pun tak berbeda jauh dengan Kanna. Hanya ada satu perbedaan mereka, setiap setengah tahun, dia selalu pulang. “Aku saja yang sudah tidak sabar bertemu dengan pacarku saja tidak melamun separah kamu. Ayo cepat! Kamu mau kita berdua dikurung di dalam pesawat” Kanna tersenyum, ia berdiri, merapikan pakaiannya “Ng.. Sa –“ Ucap Kanna pada Sasa saat turun dari pesawat. “ Eh, ada apa?” “ Habis ini .. tetap keep in touch ya..” Kanna tersenyum memandang wajah sahabatnya selama bertahun-tahun itu. “ Yap! “ Kata Sasa.“Kita nanti chatting ya?” “ Ya.. kamu kan udah masuk friend list yahoo messenger-ku kan?” Sasa hanya tertawa. “Of course, I do!” Sasa dan Kanna sama-sama terdiam. Sementara Kanna sibuk berangan-angan, Sasa justru mengeluarkan sebuah telepon genggam tipis dengan logo apel yang tergigit pada bagian sebelah kanannya.
6
Kanna mengintip, Sasa jelas sedang mengirim sebuah pesan singkat kepada seseorang. Dari bahasanya, Kanna tau persis, ini pasti kekasihnya Sasa. “ Duuhh.. dari siapa sih? “ Goda Kanna. Sasa tersipu malu. “ Dari pacar..” “ Ohh..” Jawab Kanna seadanya, “Dia mau jemput? “ “ Iya..” Jawab Sasa senang, “Dia berencana mengenalkan adiknya padaku.. Kamu dijemput siapa? “ “ My brother..” Kanna menjawab santai. “nanti aku perkenalkan padamu deh.. tapi sebagai gantinya, kamu juga harus mengenalkan dia padaku.” “ Pasti!” Jawab Sasa mantap . Dia membaca SMS masuk. Tetapi tiba-tiba, raut wajah Sasa langsung kaget setengah mati. Keringat dingin membasahi dahinya. Dengan punggung tangan, ia seka dahinya itu. Tangannya gemetar, nafasnya tak beraturan. Keterkejutan membuatnya bahkan hampir tak berpijak. Sementara itu di sebuah restoran siap saji yang terletak di bandara. Di dekat pintunya, dua orang laki-laki sedang duduk di antara kerumunan orang-orang lainnya yang tengah makan di meja masing-masing. Tito dan Tony, mereka sepertinya menunggu seseorang atau mungkin lebih tepatnya, Tito yang terlihat gelisah sementara Tony masih santai dengan hidangannya. Tito dan Tony sedang menunggu kedatangan adiknya, adik perempuan satu7
satunya di keluarga itu. Sementara Tony masih sibuk makan, Tito masih memegangi Blackberry-nya. Ia menghentak-hentakan kakinya dengan tidak sabar. Sesekali ia mengengok ke arah adiknya, yang – sepertinya – tidak memikirkan apapun selain makanan di kepalanya. Ah salah, makanan, video game, dan anak-anak perempuan yang meneriaki namanya setiap pagi dan malam. “ Tito, SMS dari siapa sih?” Tanya Tony ingin tahu, dijulurkan kepalanya hingga matanya tegak lurus dengan layar yang telah dilapisi lapisan anti-spy itu. Namun dengan sigap, sang kakak menarik telepon genggamnya. “ Dari pacar gue,” Jawab Tito sekenanya. Tony hanya mengangkat bahu. Kemudian melanjutkan makannya. Tito sendiri melanjutkan obrolannya dengan kekasihnya itu. Namun seketika itu juga tangannya berkeringat. Otot-ototnya menegang. Tony yang menyadari gelagat aneh kakaknya secara refleks memandang kakaknya dengan menyipitkan matanya. Pasti ada yang tidak beres. Tony memandang kakaknya yang menarik nafas panjang. Menyadari ia sedang ditatapi, sontak membuat kakak tertua dari empat adik ini merasa risih. “Apa?” Tony mengaduk-aduk minumannya, meminum beberapa teguk sebelum mulai berbicara, “Lo ada masalah?” Tito menyodorkan alat komunikasinya itu. Ia berharap semua yang ia lihat hanya mimpi dan “Voila!” saat itu juga kata-kata yang dikirimkan oleh 8
kekasihnya musnah begitu saja, tetapi rasanya itu tidak akan mungkin terjadi, hidup ini bukan dongeng. Semua orang tau itu dengan jelas. “Nih! baca saja sendiri..” Tony mengerenyit, seribu satu pikiran memenuhi benaknya. Apa sang kakak baru diputusin? Tony mengulurkan tangannya, mengambil Blackberry dengan model yang sama dengan yang ia gunakan. Bola matanya bergerak membaca SMS itu perlahan. Nafasnya terhenti sebentar, ketegangan itu ia rasakan. Tetapi hanya sebentar, sangat sebentar sebelum remaja berusia delapan belas tahun itu berteriak “APA?” Seluruh pengunjung memperhatikan. Tubuh Tony seolah mengerut. Ia menatap kakaknya dengan mata berbinar. “Bagus dong, To! Lo kan jadi bisa makin deket sama cewek lo!” Tony mengembalikan telepon genggam itu kembali ke tangan kakaknya. Kemudian menyeruput minumannya. “Dunia sempit ya!?” “Bagus apanya? Bisa-bisa –” Tito tak melanjutkan perkataannya dan tangannya sibuk memencet tombol-tombol di alat komunikasinya tersebut.
Kanna menarik kopernya yang besar. Ia menengok ke sana ke mari, mencari kakaknya atau siapapun yang menjemputnya. “Sa..” Sasa yang saat itu sedang sibuk dengan telepon genggamnya menoleh, 9
“pacar kamu yang mana? Kita sudah sampai di ruang tunggu nih..” “ Eh itu –” Sasa mulai gelagapan sediri “Pacar aku engak jadi datang.” Kanna menyipitkan matanya, menangkap gerakan Sasa yang sungguh aneh. “Kenapa?” “Aku kurang tau.. katanya sibuk ada tugas di kampus.” Sasa memejamkan matanya. Ini pertama kalinya ia berbohong pada sahabatnya sendiri. “ Oh.. begitu, trus nanti kamu pulang dengan siapa?” “ Entahlah.. mungkin naik taksi.” Sasa kembali berbohong. Ia benar-benar merasa berdosa untuk itu, tetapi ia tidak dapat berbuat apapun. Hanya kata maaf bertubi-tubi yang terucap dari dalam hatinya. “ Kakakmu?” “ Lagi sibuk juga sih, dia mah –” “Kanna!” Suara itu menyadarkan keberadaan mereka. Dua orang remaja putra berada di sana. Berdiri berdampingan. Laki-laki yang di sebelah kiri memakai kaos lengan panjang dengan motif garisgaris biru dan putih yang lengannya digulung hingga sesiku, celana skinny Jeans berwarna hitam dan sepatu basket merek Nike berwarna putih. Sementara itu yang satunya lagi, mengenakan kaos lengan pendek berwarna hitam dengan celana skinny Jeans berwarna biru tua dan sebuah sepatu olahraga keluaran Adidas berwarna biru tua. Kanna menengok mencari sumber suara itu.. setelah ia menemukan asal suara itu yaitu dari kedua 10
kakaknya Kanna berlari menghampiri, disusul Sasa yang berlari kecil. “ TONY! TITO!” teriak Kanna. Ia memeluk kedua kakaknya itu dengan erat. Tony dan Tito berpandangan, tubuh mereka berhimpitan akibat pelukan adik yang paling mereka sayangi itu. Mereka sama-sama tersenyum. Tito mengamati ke arah lain, bukan ke arah Kanna, tetapi ke satu gadis yang tak jauh di hadapan mereka, berdiri tepat di belakang adiknya. Gadis itu tersenyum geli dan Tito membalas senyuman itu dengan cengiran lebar. Mengetahui bahwa senyumannya dibalas, gadis itu mengacungkan jempol kanannya. Lepasnya pelukan Kanna menyadarkan remaja berusia hampir dua puluh tahun itu dari lamunannya. “ Welcome back to Indonesia, Sis..” Kata Tony begitu Kanna melepas pelukannya. Tony menatap mata kakak tertuanya yang masih menampakan pandangan kosong, rona mukanya memerah. Menyadari hal itu, Tony langsung menyikut perut Tito. Tubuh Tito langsung menegak, ia mengelus perutnya. Menatap ke arah adik laki-lakinya dengan aura kematian. Si laki-laki yang berusia dua tahun di bawahnya itu hanya mengangkat bahu dan melirik seorang anak perempuan – yang adalah Kanna – sedang berdiri tersenyum di hadapan mereka. “Yeah,” Tito menelan ludah. Rasanya ada yang berbeda, kegugupan menjalari tubuhnya, dari 11
kaki hingga kepala. Ia menarik nafas panjang, pandangannya msih terfokus pada gadis yang ada di belakang Kanna. Gasdis sebaya dengan adiknya itu, rambut hitan kecokelatan panjangnya yang dikuncir kuda, kaus berkerah warna biru muda dan celana pendek selutut berwarna putih. “Dan kamu katanya mau kenalin temen baru kamu..” Kata Tito akhirnya. “Oh iya! “ Kata Kanna menepuk keningnya “ Ini Sasa,..” Kanna memperkenalkan Sasa pada Tito dan Tony.”Dia ini teman baikku..” Sebenarnya waktu Tito dan Sasa berjabat tangan, mereka menyunggingkan senyum geli. Bahkan Tony hampir tertawa kalau saja kakinya tidak diinjak Tito. Sementara terjadi sesuatu yang janggal antara kedua orang yang ia sayangi, mata Kanna justru berlari ke sana ke mari, wajahnya gelisah, ia menggigit bibir bawahnya. “To..” Ucap Kanna lirih. “Ya?” Tito tetap mempertahankan kekalemannya di hadapan adiknya itu. “Emm.. Di mana pacarmu? Tadi aku enggak ketemu..” Tito melirik Sasa. Sementar Sasa cuma menunduk memandangi sepatunya yang bergerakgerak. Tony menggaruk kepalanya yang tak gatal. Kegelisahan bercampur menjadi satu. “Engg…” Tito mulai menjawab pertanyaan Kanna “Pacarku pesawatnya delay.. jadi baru berangkat nanti malam.” Ia menutup matanya. Menghitung dalam hatinya. “Satu,” Hati kecilnya berbisik. Satu kebohongan di hari pertama setelah bertahun-tahun mereka tidak 12
tinggal bersama, satu lagi kebohongan itu meluncur begitu saja dari bibirnya. Tak ada pengekang, tak ada penghalang. “ Ohh.. sayang sekali..” Kata Kanna kecewa. “Sorry –” Tito menepuk pundak adiknya. “No problem, Sis.” Mereka semua sama-sama membisu, tak tau harus berkata apa. Tony memandangi wajah-wajah orang yang dikenalnya. “Gue Tony,” Sebuah kata perkenalan muncul dari bibir cowok itu secara tiba-tiba. Sasa menatap Tony dengan senyum malumalu, “Sasa.” Tony mengerling nakal. “Oh.. Kamu sudah punya pacar?” Sekali lagi, sebuah rasa sakit muncul mendadak akibat cubitan di pinggang sebelah kirinya. Tito menatapnya dengan pandangan pembunuh berdarah dingin sementara Tony hanya bisa nyengir kuda. Sasa menunduk malu. “Sudah.” Katanya mantap. “Kan sudah kubilang.” Tony tetap memasang senyum pepsodent-nya “Enggak jemput?” Sasa menggeleng. Ia menatap ke arah lain, ke arah pemuda di sebelah Tony yang tengah mencubit punggung adiknya itu, “Sayang ya,” Gumam Tony sambil meringis kecil, “Kalau aku jadi pacar kamu, pasti aku bakal jemput kamu biarpun sesibuk apa pun.” 13
Dan sekali lagi, kesakitan menjalar di tubuh Tony. Kali ini, sebuah pukulan telak mengenai punggung Tony menimbulkan bunyi yang cukup keras. Membuat semua orang yang berada di dekat sana kaget tak kira-kira. Kanna mengerenyit, “Ada apa? Kok dipukul?” “Enggak.” Jawab Tito santai. “Cuma iseng.” Kanna melihat kakaknya yang kesakitan. Melihat situasi yang sudah tidak jelas arahnya. Tito mencoba mengakali kondisi. Tito menatap gadis itu sekali lagi, menarik nafas panjang. “Kamu.. emm..Sasa.. ya kan?” Remaja yang dipanggil itu mengangguk. “Kamu pulang sama siapa?” “ Eng.. Taksi..” Jawab Sasa. “Jadi enggak ada yang jemput?” Iya..” Jawab Sasa sekenanya. “Ikut kita aja yuk.. toh..hitung-hitung sekalian biar Kanna tau rumah kamu.” Tawar Tito. Sebuah senyum mengembang di bibirnya. Kelegaan meliputi seluruh wajahnya, entah apa yang terjadi dalam dirinya. Sasa menatap Tito. Bingung memikirkan jawaban yang tepat. Apa ia harus menolak atau menerimanya? Pikiran berkecamuk di dalam kepalanya, membuat ia pusing harus berbuat apa. Kanna lah yang membuatnya tersadar di tengah laut pikirannya itu sebelum ia tenggelam lebih dalam lagi. “Sa, Bagaimana?” tawar Kanna “Betul juga kata Tito.” 14
Sasa menatap wajah Tito yang bermuka iba. “ Mmhh.. baiklah “ Jawab Sasa. Kanna melompat senang. Ia memeluk sahabatnya itu.
15