Nama
: Deny Prio Saputro
Prodi
: S-1 Ilmu Komunikasi/A
NIM
: 14041184027 Review “The Physician”
The Physician, film ini menceritakan kondisi eropa pada abad ke 11 dimana pengobatan masih dilakukan dengan cara yang kuno, aneh dan tidak masuk akal. Awal cerita, seorang Kristiani Rob Cole yang akhirnya harus hidup dengan seorang Barber tua setelah kematian atas penyakit sang ibu, dengan penuh semangat dan rasa penasaran yang tinggi dia pergi menuju tempat nun jauh di benua lain dari Inggris untuk belajar pengobatan setelah dengan mata kepala sendiri melihat kehebatan para Tabib Yahudi mengobati katarak sang Barber tua. Pergilah ia ke Isfahan di Persia atas rekomendasi para Tabib Yahudi tentang kebesaran nama seorang Ibnu Sina. Adapun perjalanan jauh itu menghabiskan waktu tahunan dari selatan pantai Inggris, menyeberang selat menuju Prancis, pantai barat Afrika hingga tiba di Mesir. Disini ia melakukan sirkumsisi (sunat) agar bisa bergabung ke komunitas Yahudi dan mengganti nama menjadi Jesse Benjamin. Dalam iringan kelompok khafilah Yahudi ini ia bertemu Rebecca, dan jatuh hati sebelum kemudian badai gurun dahsyat memisahkan mereka. Tiba di Isfahan, dengan peradaban yang dinamis dari segi perdagangan, ilmu pengetahuan, dan seni berada dibawah naungan dari logika kekuatan otoritas Khalifah Shah. Meski sedikit kesulitan, Rob secara beruntung akhirnya dapat diterima di madrasah Ibnu Sina. Bersama „Bapak Pengobatan Modern‟ yang dikenal juga sebagai Avicenna ini Rob mulai mempelajari dunia kedokteran secara ilmiah seperti bagaimana cara melakukan anamnesis, pemeriksaa medis, mendiagnosa nadi, prosedur bedah minor, hingga bidangbidang lain seperti astronomi, dan filsafat. Di akhir cerita dia menikah bersama Rebecca dan Ibn Sina meninggal bunuh diri. Di film The Physician mengambil waktu abad pertengahan. Pada saat itu filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu zaman yang baru sekali di tengah-tengah suatu rumpun bangsa yang baru, yaitu bangsa Eropa barat. Filsafat yang baru ini disebut Skolistik. Sebutan Skolistik mengungkapkan, bahwa ilmu pengetahuan abad pertengahan diusahakan oleh sekolah-sekolah, dan bahwa ilmu itu terkait pada tuntutan pengajaran di sekola-sekolah itu. Filsafat Yunani mengalami kemegahan dan kejayaan dengan hasil yang sangat gemilang, yaitu melahirkan peradaban Yunani. Menurut pandangan sejarah filsafat, dikemukakan bahwa peradaban Yunani merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia. Maka pandangan sejarah filsafat dikemukakan manusia di dunia. Giliran selanjutnya adalah warisan peradaban Yunani jatuh ke tangan kekuasaan Romawi. Kekuasaan Romawi memperlihatkan kebesaran dan kekuasaan hingga daratan Eropa (Britania), tidak ketinggalan pula pemikiran filsafat Yunani juga ikut terbawa. Hal ini berkat peran Caesar Augustus yang menciptakan masa kemasan kesusastraan Latin, kesian, dan arsitektur Romawi. Setelah filsafat Yunani sampai ke daratan Eropa, di sana mendapatkan lahan baru dalam petumbuhan. Karena bersamaan dengan agama kristen, filsafat Yunani berintegrasi dengan agama Kristen, sehingga membentuk suatu formasi baru. Maka, munculah filsafat Eropa yang sesungguhnya
sebagai pejelmaan filsafat Yunani setelah berintegrasi dengan agama Kristen. Di dalam masa pertumbuhan dan perkembangan filsafat Eropa (kira-kira selama 5 abad) belum memunculkan ahli pikir (filosof), akan tetapi setelah abad ke-6 Masehi, muncullah para ahli pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat Eropa yang mengawali kelahiran filsafat barat abad pertengahan. Filsafat Barat Abad Pertengahan (467 – 1492) juga dapat dikatakan sebagai “abad gelap”. Pendapat ini disarankan pada pendekatan sejarah gereja. Memang pada saat itu tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia sehingga manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Para ahli pikir pada saat itu pun tidak memiliki kebebasan berfikir. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja, orang yang mengemukakan akan mendaptkan hukuman berat. Pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu, kajian tentang agama/teologi yang tidak berdasarkan ketentuan gereja akan mendapatkan larangan yang ketat. Yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah gereja. Walaupun demikian, ada juga yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran (inkusisi). Jadi dapat disimpulkan bahwa pada abad pertengahan cara berfikirnya dipimpin oleh gereja, berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles, berfilsafat dengan pertolongan Augustinus dan lain-lain. Masa abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan upaya mengiringi manusia ke dalam kehidupan sistem kepercayaan yang terlalu fanatik dengan ajaran gereja, dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena itu perkembangan ilmu pengetahuan terhambat. Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang salah. Namun, di sisi lain, dominisi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan, dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri. Filsafat pada zaman Abad Pertengahan mengalami dua periode berikut. 1. Periode Patristik Petristik berasal dari kata Latin patres yang berarti bapa-bapa Gereja, ialah ahli - ahli agama Kristen pada abad permulaan agama Kristen. Periode ini mengalami dua tahap: Permulaan agama Kristen, setelah mengalami berbagai kesukaran terutama mengenai filsafat Yunani, maka agama kristen memantapkan diri, keluar memperkuat gereja dan ke dalam menetapkan dogma-dogma. Filsafat Agustinus yang merupakan seorang ahli filsafat yang terkenal pada masa patristik. Agustinus melihat dogma-dogma sebagai suatu kesluruhan. (Endang Daruni Asdi, 1978, hlm 1-2) dikutip dari Surajiyo (2010: 85) 2. Periode Skolastik, pada periode ini dibagi menjadi dua periode yaitu periode skolastik Kristen dan periode skolastik Islam. Periode Skolastik Kristen, periode ini berlangsung dari tahun 2008-1500 M. Periode ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu,
a) Periode skolastik awal (abad ke-9-12), ditandai oleh pembentukan metodemetode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat. Masa ini merupakan kebangkitan pemikiran dari gerejawan yang telah membatasi berfilsafat, karena berfilsafat sangat membahayakan bagi agama Kristen khususnya pihak gerejawan dan yang ditonjolkan dalam masa ini adalah hubungan antara agama dengan filsafat karena keduanya tidak dapat dipisahkan, dan dengan keduanya manusia akan memporoleh pengetahuan yang lebih jelas. Tetapi masa ini filsafat masih bertumpu pada alam pikiran dan karya-karya kristiani. Masa ini juga berdiri sekolah-sekolah yang menerapkan studi duniawi meliputi: tata bahasa, retorika, dialektika, ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan dan musik. Sekolah yang mula-mula ada di biara Italia selatan ini akhirnya berpengaruh ke daerah-daerah yang lain. b) Periode puncak perkembangan skolastik ( abad ke-13), ditandai oleh keadaan yang dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan Yunani, puncak perkembangan pada Thomas Aquinas. Pada masa ini Scholastik mengalami kejayaan yang berlangsung dari tahun 1200-1300 M, disebut juga dengan masa yang berbunga dan bertumbuh kembang, karena muncul banyak Universitas dan ordo-ordo yang menyelenggarkan pendidikan ilmu pengetahuan.. Masa ini juga ada sorang filofos Agustinus yang menolak ajaran Aristoteles karena sudah dicemari oleh ahli fikir Islam, dan hal ini sangat membahayakan ajaran Kristen, maka Abertus Magnus dan Thomas, sengaja menghilangkan unsur - unsur atau selipan-selipan dari Ibnu Rusyd. Upaya Thomas Aquinas yang berhasil ini sehingga menerbitkan buku yang berjudul Summa Theologie, yang merupakan bukti kemenangan ajaran Aristoteles deselaraskan dengan ajaran Kristen. c) Periode skolastik akhir (abad ke-14-15), ditandai dengan pemikiran kefilsafatan yang berkembang ke arah nominalisme, ialah aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Pengertian umum hanya momen yang tidak mempunyai nilai-nilai kebenaran yang objektif. (Endang Daruni Asdi, 1987, hlm.3) dikutip dari Surajiyo (2010: 86). Masa ini ditandai denga kemalasan berfikir filsafat, sehingga menjadi stagnasi pemikiran filsafat Scholasti Kristen, Nicolous Cusanus (1401-1404 M) adalah tokoh yang terkenal pada masa ini, dan sebagai tokoh pemikir yang terakhir pada masa Scholastik. Menurut pendaptnya terdapat tiga cara untuk mengenal, yaitu lewat indera, dan kedua lewat akal, dan ketiga lewat intuisi. Dengan indera manusia mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda yang berjasad (sifatnya tidak sempurna). Dengan akal manusia bisa mendapatkan bentuk yang abstrak yang telah ditangkap oleh indera. Dan yang ketiga intuisi, dalam intuisi manusia akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi, karena dengan intuisi manusia dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan. Karena keterbatasan akal itu sendiri maka dengan intuisiah diharapkan sampai pada kenyataan, yaitu Tuhan.
Periode skolastik Islam Para Scholastic Islamlah yang pertama mengenalkan filsafatnya Aristoteles diantaranya adalah Ibnu Rusyd, ia mengenalkan kepada orang-orang barat yang belum mengenal filsafat Aristoteles. Para ahli fikir Islam (Scholastik Islam) yaitu Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Rusyd dll. Mereka itulah yang memberi sumbangan sangat besar bagi para filosof eropa yang menganggap bahwa filsafat Aristoteles, Plato, dan Al-Quran adalah benar. KESIMPULAN Pada film The Physician di ceritakan tentang situasi dan kondisi filsafat abad pertengahan dimana saat itu di bagi menjadi dua periode yaitu patristik dan skolastik. Pada saat itu ajaran gereja begitu kental di masyarakat, semua orang harus selalu menaati aturan – aturan yang telah di tetapkan oleh gereja, jika ada yang melanggar mereka akan dianggap sebagai tukang sihir, penipu, dll. Setelah periode skolastik islam, perkembangan filsafat semaking maju dengan mengenalkan filsafatnya Aristoteles, Plato dan menganggap Al-Quran adalah benar. Salah satu tokoh yang mengenalkan adalah Ibn Sina. DAFTAR PUSTAKA Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara Hendriyanto, Agoes. 2012. Filsafat Ilmu. Surakarta: Cakrawala Media Achmdi, Asmoro. 2007. Filsafat Umum. Jakarta: PT Raja Grafindo Penada
THE PHYSICIAN REVIEW
Oleh : DENY PRIO SAPUTRO NIM 14041184027
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN ILMU KOMUNIKASI 2014