1
PENGA ATURAN N PEMBER RIAN LAR RUTAN NUTRISI N UNTUK N BAYAM MENG GATASI AKAR A COK KELAT TANAMA T M YANG DIBUDIDAYAKA AN SECA ARA AEROPONIK
DIMA AZ JULIAN NSYAH A240610557
DEP PARTEM MEN AGRO ONOMI DAN D HOR RTIKULT TURA FAKUL LTAS PER RTANIAN N IN NSTITUT PERTAN NIAN BOG GOR 2010
i
RINGKASAN
DIMAZ JULIANSYAH. Pengaturan Pemberian Larutan Nutrisi untuk Mengatasi Akar Cokelat Tanaman Bayam yang Dibudidayakan secara Aeroponik. (Dibimbing oleh ADIWIRMAN dan WINARSO D. WIDODO). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab munculnya akar cokelat pada tanaman bayam yang dibudidayakan secara aeroponik dan cara mengatasinya dengan pengaturan interval pemberian larutan hara. Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm Hidroponik, Parung, Bogor pada bulan Juni – Juli 2010. Pengamatan mikroskopis jaringan akar tanaman dilakukan di Laboratorium Mikroteknik Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Pemeriksaan hama dan penyakit tanaman dilakukan di klinik tanaman IPB. Uji senyawa fenolik dilakukan di Laboratorium Organik Departemen Kimia IPB dan analisis jaringan tanaman dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dengan Rancangan Acak Kelompok satu faktor yaitu waktu pemberian larutan hara dengan tiga perlakuan yaitu penyemprotan larutan nutrisi dengan interval selama satu menit hidup dan satu menit mati (P1), penyemprotan larutan nutrisi dengan interval selama setengah menit hidup dan setengah menit mati (P2), dan penyemprotan larutan nutrisi nonstop (terusmenerus) (P3). Penelitian dilakukan dengan tiga ulangan sehingga terdapat 9 satuan percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap 15 jelly cup contoh dengan tiga tanaman/jelly cup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akar cokelat pada tanaman bayam terjadi pada tanaman dengan pemberian nutrisi setiap satu menit dan tidak terjadi pada tanaman dengan pemberian nutrisi setiap setengah menit dan nonstop. Akar pada tanaman bayam yang berwarna cokelat diduga terjadi karena akar mengalami kekeringan sehingga tanaman mengeluarkan senyawa fenolik. Kekeringan ini disebabkan karena pemberian larutan nutrisi dengan selang yang terlalu lama yaitu satu menit sekali. Akar cokelat pada tanaman bayam tidak mengakibatkan jaringan akar mati, hal ini ditunjukkan oleh akar yang terus mengalami perpanjangan dan akar masih aktif menjalankan fungsinya dalam penyerapan nutrisi. Hal ini dibuktikan
ii dari hasil pengujian ketiga perlakuan terhadap variabel yang diamati. Ketiga perlakuan interval pemberian larutan nutrisi menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang sama. Ketiga perlakuan juga memiliki hasil yang sama dihitung dari bobot per tanaman, bobot tajuk tanaman, bobot akar tanaman, dan bobot tanaman permeter persegi. Perlakuan pengaturan pemberian larutan nutrisi menunjukkan perbedaan terhadap jumlah daun dan panjang akar tanaman. Akar cokelat tanaman bayam pada penelitian ini dapat diatasi dengan peningkatan frekuensi pemberian larutan nutrisi. Peningkatan frekuensi pemberian larutan nutrisi dari satu menit sekali menjadi setengah menit sekali dan nonstop dapat mengurangi jumlah akar yang berwarna cokelat.
iii
PENGA ATURAN PEMBER P RIAN LAR RUTAN NU UTRISI UNTUK U MENGA ATASI AK KAR COK KELAT TA ANAMAN N BAYAM M YANG DIBUDID DAYAKA AN SECAR RA AERO OPONIK
Skrripsi sebagaai salah satu u syarat untu uk memp peroleh gelaar Sarjana Pertanian P p pada Fakulttas Pertaniaan Institut Pertanian P B Bogor
DIMAZ Z JULIAN NSYAH A A240610577
DEPA ARTEME EN AGRO ONOMI DA AN HORT TIKULTU URA FAKULT TAS PERT TANIAN INS STITUT P PERTANIA AN BOGO OR 2010
iv Judul
:
PENGATURAN PEMBERIAN LARUTAN NUTRISI UNTUK MENGATASI AKAR COKELAT TANAMAN BAYAM YANG DIBUDIDAYAKAN SECARA AEROPONIK
Nama
:
Dimaz Juliansyah
NIM
:
A24061057
Menyetujui, Dosen Pembimbing Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Adiwirman, MS
Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS
NIP. 19620416 198703 1 001
NIP. 19620831 198703 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
v
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan kelahiran Pangkalpinang pada 3 Juli 1988. Penulis adalah anak kelima dari pasangan Bapak Machdi Abubakar dan Ibu Tati Julasmi. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 314 Kace pada tahun 2000, pendidikan menengah pertama di SLTPN 5 Pangkalpinang pada tahun 2003, dan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Pemali pada tahun 2006. Penulis pada tahun 2006 diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan pada tahun 2007 diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian. Selama mengikuti kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis aktif di Lembaga Dakwah Kampus Alhurriyyah IPB departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) pada tahun 2006-2007 dan departemen Ekonomi pada tahun 2007-2009. Penulis menjadi ketua Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Ikatan Mahasiswa Bangka (ISBA) pada tahun 2007-2008.
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahuwata’ala karena berkat kesehatan dan segala kemudahan yang diberikan-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaturan Pemberian Larutan Nutrisi untuk Mengatasi Akar Cokelat Tanaman Bayam yang Dibudidayakan secara Aeroponik”. Penelitian ini menggunakan tiga interval waktu pemberian larutan hara yaitu interval dengan waktu pemberian satu menit sekali, setengah menit sekali, dan nonstop. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab munculnya akar cokelat dan cara mengatasinya dengan interval pemberian larutan hara. Penelitian ini dilaksanakan bekerja sama dengan Parung Farm, Bogor. Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesarnya kepada : 1. Dr. Ir. Adiwirman, MS dan Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan dan ilmunya kepada kami dalam kelancaran pembuatan dan penyelesaian skripsi ini. 2. Bapak, Mamak, dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa dan semangat yang tulus. 3. Ir. Ketty Suketi, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan untuk perbaikan penulisan skripsi ini. 4. Seluruh Pegawai Parung Farm Hidroponik yang telah memberikan bantuan selama penelitian ini berlangsung. 5. Willy Bayuardi, SP, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik atas masukan dan sarannya kepada penulis. 6. Seluruh teman-teman AGH 43, TEP, Biologi, UNILA, UNS, dan UMJ atas bantuannya selama penelitian ini berlangsung.
Bogor, Desember 2010 Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... x PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 Latar belakang ................................................................................................. 1 Tujuan.............................................................................................................. 2 Hipotesis .......................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 3 Bayam.............................................................................................................. 3 Hidroponik ...................................................................................................... 3 Derajat Kemasaman (pH) dan Konduktivitas Listrik (EC) ............................. 5 Akar Tanaman, Fungsi dan Cara Kerjanya ..................................................... 6 Aerasi dan Temperatur .................................................................................... 7 BAHAN DAN METODE ................................................................................... 9 Tempat dan Waktu .......................................................................................... 9 Bahan dan Alat ................................................................................................ 9 Metode ............................................................................................................. 9 Pelaksanaan ................................................................................................... 10 Pengamatan ................................................................................................... 12 HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................... 14 Hasil .............................................................................................................. 14 Pembahasan ................................................................................................... 19 KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 24 Kesimpulan.................................................................................................... 24 Saran .............................................................................................................. 24 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 25 LAMPIRAN ...................................................................................................... 27
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Hubungan Ketersediaan Oksigen dengan Peningkatan Suhu ..................... 8 2. Tinggi Tanaman (cm) pada 5-15 HST...................................................... 18 3. Jumlah Daun 5 -15 HST ........................................................................... 18 4. Peubah panen ............................................................................................ 19 5. Hasil analisis jaringan akar tanaman bayam ............................................ 22
ix
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Penyemaian Benih ..................................................................................... 11 2. Bayam Siap Tanam di Bedengan Pembesaran .......................................... 11 3. Bentuk Bedengan dengan Perlakuan Setengah Menit ............................... 12 4. Bedengan dengan Perlakuan Satu Menit dan Nonstop .............................. 12 5. Bedengan Tanaman ................................................................................... 14 6. Akar Bayam pada Awal Kemunculan ....................................................... 15 7. Akar dengan Perbesaran 10x ..................................................................... 16 8. Penampang Melintang Akar Perbesaran 10x ............................................ 16 9. Hasil panen ketiga perlakuan .................................................................... 17 10. Perbedaan panjang akar ketiga perlakuan .................................................. 17 11. Hasil Uji Kualitatif Senyawa Fenolik ........................................................ 20
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada 5-15 HST ........................................ 28 2. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman pada 5-15 HST.............................. 29 3. Sidik Ragam Peubah ................................................................................ 30 4. Gambar Peningkatan Suhu ....................................................................... 31 5. Gambar pH Larutan Tiga Perlakuan ........................................................ 32 6. Gambar EC Larutan Tiga Perlakuan ........................................................ 32
1
PENDAHULUAN Latar belakang Hidroponik merupakan teknik pengelolaan air untuk memberikan air, nutrisi, dan oksigen ke akar tanaman. Terdapat beberapa sistem pemberian nutrisi hidroponik antara lain sumbu (wick), kultur air (water culture), pasang surut (ebb and flow), sistem tetes, teknik lapisan tipis nutrien (NFT/Nutrient Film Technique), dan aeroponik (aeroponic) (Karsono, 2008) dan teknik hidroponik sistem terapung (Susila dan Koerniawati, 2004). Budidaya tanaman secara hidroponik memiliki beberapa keuntungan antara proses produksi dapat dilakukan walaupun tidak terdapat lahan yang subur atau pada lahan yang terkontaminasi penyakit, lebih efisien dalam penggunaan pupuk dan air, dan keadaan lingkungan yang dapat dikontrol (Jones, 2005). Parung Farm merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi sayuran hidroponik. Sayuran yang diproduksi antara lain kangkung, selada, tomat, tomat chery, dan bayam. Bayam dan kangkung merupakan sayuran yang dikembangkan di kebun yang berlokasi di Parung, khusus untuk bayam dibudidayakan dengan cara aeroponik sedangkan kangkung dibudidayakan menggunakan media (subtrat) kerikil. Parung Farm melakukan produksi bayam dikarenakan bayam merupakan sayuran yang banyak digemari masyarakat, cara mengonsumsinya mudah, yaitu diolah menjadi sayur ataupun produk olahan lain. Berdasarkan data dari BPS (2004) produksi bayam di Indonesia mengalami kenaikan tiap tahunnya, dari tahun 2004 hingga 2008 dengan rata-rata kenaikan sebesar 14.02 % per tahun. Pemberian larutan nutrisi dalam budidaya bayam hidroponik di Parung Farm dilakukan dengan cara aeroponik dan menggunakan timer dengan interval waktu satu menit sekali (satu menit dilakukan penyemprotan larutan nutrisi, kemudian satu menit berhenti). Pemberian larutan nutrisi yang menggunakan interval waktu satu menit sekali mengakibatkan akar tanaman berwarna cokelat. Tanaman yang dibudidayakan dengan sistem hidroponik seharusnya memiliki akar yang berwarna putih dan bersih. Akar tanaman yang cokelat ini
2 akan mempengaruhi penampilan tanaman yang kurang baik Walaupun akar cokelat ini tidak menyebabkan penurunan harga bayam tetapi perlu diketahui penyebab dan cara mengatasi akar yang berwarna cokelat. Beberapa kemungkinan munculnya warna cokelat pada akar tanaman antara lain disebabkan oleh serangan hama dan penyakit tanaman atau kerusakan fisiologis akar akibat kekeringan. Peningkatan frekuensi pemberian larutan nutrisi diharapkan dapat mengatasi akar bayam yang berwarna cokelat.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab munculnya akar cokelat dan cara mengatasi akar cokelat pada tanaman bayam aeroponik dengan pengaturan pemberian larutan nutrisi.
Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Akar cokelat pada tanaman bayam aeroponik dengan interval pemberian larutan nutrisi satu menit hidup dan satu menit mati disebabkan oleh kekeringan. 2. Peningkatan frekuensi pemberian larutan nutrisi dapat mengatasi akar cokelat.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Bayam Bayam merupakan tanaman dengan family amaranthaceae. Genus Amaranthus yang paling terkenal adalah untuk produksi biji, tetapi ada kultivar yang ditanam khusus untuk sayuran daun. Spesies bayam sayuran daun utama adalah A. tricolor, A. lividus, A. dubius, A. gangeticus, A. blitium, A.hybrydus (De Padua et al., 1999). Varietas bayam yang banyak ditanam dan mempunyai nilai komersial yang tinggi antara lain Cummy, Green lake, Tark, Stayful. Varietas lokal yang memiliki kualitas baik yaitu Giti Merah, Giti Hijau, Cimangkok, Kuningan, dan Sukamandi. Bayam termasuk tipe tanaman herba. Bagian yang dapat dikonsumsi dari bayam adalah daun dan batang. Bayam tidak hanya tumbuh di dataran tinggi, tetapi juga dapat tumbuh di dataran rendah (Susila, 2006). Hidroponik Hidroponik adalah teknik pengelolaan air yang digunakan untuk memberikan nutrisi, air, dan oksigen yang diperlukan tanaman. Media tanam yang digunakan dapat berupa bahan inorganik seperti pasir, perlit, kerikil, rockwool. Selain itu, media tanam juga dapat berupa material organik seperti sphagnum peat moss, kulit pohon, dan cocopeat bahkan media udara. Media tanam hidroponik harus memenuhi persyaratan antara lain steril dan inert, memiliki pH netral, serta tidak menimbulkan reaksi kimia yang mengganggu pertumbuhan tanaman ( Jones, 2005). Beberapa keuntungan dan kerugian budidaya tanaman secara hidroponik menurut Jensen dalam Jones (2005) antara lain : Keuntungan 1. Pertanian dapat dilakukan walaupun tidak terdapat tanah yang subur atau pada tanah yang terkontaminasi penyakit. 2. Pekerjaan untuk mengelola tanah, penyiraman manual, dan pekerjaan secara tradisional lainya tidak perlu dilakukan.
4 3. Potensi maksimal lahan dapat dimanfaatkan karena memungkinkan untuk budidaya dengan kerapatan tinggi. 4. Konservasi air dan nutrisi. Hidroponik dapat mereduksi polusi tanah dan sungai karena nutrisi yang diberikan dalam sistem tertutup. 5. Keadaaan lingkungan lebih dapat dikontrol seperti lingkungan akar, waktu pemberian larutan nutrisi, tipe operasi green house, cahaya, temperatur, kelembapan, dan komposisi udara dapat dimanipulasi. Kerugian 1. Biaya untuk pembuatan konstruksi yang cukup tinggi. 2. Dibutuhkan pekerja yang terlatih dalam proses budidaya. Pengetahuan tentang pertumbuhan dan prinsip dari nutrisi yang diberikan sangat penting untuk diketahui. 3. Penyebaran seed born disease dan nematoda dapat berkembang dengan cepat dalam satu bedengan dengan sumber nutrisi yang sama dalam sistem yang tertutup. 4. Diperlukan pengamatan lingkungan tumbuh dan tanaman tiap hari. Tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik dapat tumbuh dengan baik jika daerah perakarannya memperoleh cukup nutrisi, air dan oksigen. Beberapa sistem pemberian nutrisi hidroponik menurut Karsono ( 2008) antara lain : 1.
Sumbu (wick) Sistem sumbu adalah tipe hidroponik yang paling sederhana dan merupakan sistem pasif (tidak ada bagian yang bergerak). Larutan nutrisi diserap ke media tanam dari tandon menggunakan sumbu dengan memanfaatkan daya kapilaritas sumbu. Kekurangan dari sistem ini adalah apabila tanaman berukuran besar dan membutuhkan air lebih banyak dari yang disediakan atau dialirkan oleh sumbu.
2.
Kultur air (water culture) Kultur air merupakan sistem yang paling sederhana dari semua sistem hidroponik aktif. Penopang tanaman biasanya dibuat dari styrofoam dan mengapung langsung di atas permukaan larutan nutrisi.
5 Kekurangan dari sistem ini adalah tidak dapat berhasil baik untuk tanaman besar dan berjangka panjang. 3.
Pasang surut (ebb and flow) Sistem ini bekerja dengan membanjiri nampan pertumbuhan dengan larutan nutrisi selama beberapa waktu dan mengeringkannya kembali dengan mengembalikan larutan kembali ke tandon penampungnya. Kekurangan sistem ini adalah pada beberapa tipe media tanam sangat sensitif pada ketiadaan listrik, pompa dan pengatur waktu.
4.
Sistem tetes Pengoperasian sistem ini cukup mudah, yaitu dengan pengatur waktu larutan nutrisi akan menetes pada pusat tiap tanaman.
5.
Teknik lapisan tipis nutrien (NFT/Nutrient Film Technique) Sistem NFT memiliki aliran larutan nutrisi yang konstan sehingga tidak dibutuhkan pengatur waktu untuk menyalakan pompa rendamnya.
6.
Aeroponik (aeroponic) Sistem ini menggunakan teknologi yang tinggi. Akar menggantung di udara dan dikabuti dengan larutan nutrisi setiap beberapa menit.
Teknik hidroponik yang lainnya yaitu teknik hidroponik sistem terapung (THST). THST merupakan metode penanaman yang memanfaatkan kolam berukuran besar dengan volume larutan hara yang besar pula, sehingga dapat menekan fluktuasi konsentrasi larutan hara. Tanpa adanya re-sirkulasi larutan hara pada THST menyebabkan berkurangnya ketergantungan terhadap penggunaan listrik (Susila dan Koerniawati, 2004).
Derajat Kemasaman (pH) dan Konduktivitas Listrik (EC) Pada budidaya tanaman secara hidroponik, larutan nutrisi dipertahankan konstan pada kisaran pH 5.5-6.5 dengan menambahkan larutan asam atau basa (Adams et al.,1995). Tinggi rendahnya nilai pH akan mempengaruhi ketersediann beberapa mineral yang diperlukan tanaman. Nilai pH larutan nutrisi mudah berubah karena ketidakseimbangan antara anion dan kation yang diserap oleh tanaman (Harjadi, 1989).
6 Banyaknya unsur hara yang terkandung di dalam larutan nutrisi sama dengan nilai konduktivitas listrik (EC) larutan nutrisi. Semakin tinggi nilai EC maka semakin banyak unsur hara yang terkandung di dalam larutan nutrisi yang diartikan bahwa kemampuan larutan nutrisi dalam menghantarkan ion-ion listrik ke akar tanaman semakin meningkat (Fahrizal, 2002).
Akar Tanaman Fungsi dan Cara Kerjanya Akar merupakan organ vegetatif utama yang memiliki dua fungsi utama yaitu secara fisik merupakan alat untuk menopang tumbuhnya tanaman dan alat untuk menyerap air dan ion-ion yang kemudian disalurkan ke seluruh bagian tanaman (Jones, 2005). Air dan ion untuk dapat diserap oleh tanaman, harus berada pada permukaan akar. Dari permukaan akar ini air bersama ion-ion diangkut menuju pembuluh xilem (Lakitan, 2008). Penyerapan air dan mineral terutama terjadi melalui ujung akar dan rambut akar, walaupun bagian akar yang lebih tua dan lebih tebal juga menyerap sebagian nutrisi yang diberikan. Akar yang lebih tua memainkan fungsi yang diperlukan untuk transport dan penyimpanan bahan, dengan analogi transport bahan dari dan ke daun melalui batang dan percabangan (Gardner et al., 1991). Proses pergerakan air di dalam pembuluh xilem terjadi karena adanya perbedaan potensial air antara tanah dan atmosfir sebagai tenaga pendorong, adanya tenaga hidrasi dinding pembuluh xilem yang mampu mempertahankan molekul air terhadap gaya gravitasi, dan adanya gaya kohesi antara molekul air yang menjaga keutuhan kolom air di dalam pembuluh xilem (Lakitan, 2008). Kemampuan penyerapan ion berbeda dan tergantung dari jenis ion itu sendiri. Ion monovalensi seperti K+, Cl-, NO3- lebih cepat diserap oleh akar dibandingkan dengan
ion divalensi seperti Ca2+, Mg2+, SO42- (Jones, 2005).
Penyerapan ion oleh akar dilakukan dengan tiga cara yaitu ; 1. Tanaman mampu untuk menyerap ion secara selektif walaupun konsentrasinya berbeda. 2. Akumulasi ion oleh akar tergantung pada gradient konsentrasi ion. 3. Penyerapan ion oleh akar tergantung dari energi yang dihasilkan dari metabolisme sel (Jones, 2005).
7 Pertumbuhan akar dipengaruhi oleh pertumbuhan tajuk, terutama transpor karbohidrat ke akar dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan akar. Faktor rizosfer seperti kelembapan, temperatur, kandungan mineral, bahan beracun, kekuatan tanah dan agen biologis juga mempengaruhi pertumbuhan akar. Atmosfer tanah biasanya tidak seperti atmosfer pucuk. Kandungan oksigen dan karbondioksida didalam rizosfer mungkin sangat berbeda dengan atmosfer udara dan keduanya dapat langsung mempengaruhi pertumbuhan akar (Gardner et al., 1991).
Aerasi dan Temperatur Aerasi merupakan faktor yang penting dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Peranan oksigen penting dalam pertumbuhan dan fungsi sel. Jika tidak tersedia pada media perakaran, tanaman akan sakit bahkan mati. Energi akar untuk melakukan penyerapan berasal dari kegiatan respirasi yang memerlukan oksigen. Tanpa penambahan oksigen untuk mendukung respirasi, penyerapan air dan ion akan terhenti dan akar akan mati (Jones, 2005). Jumlah oksigen dan ruang berpori dalam media perakaran juga memberikan dampak pada pertumbuhan rambut akar. Pada kondisi aerob dengan distribusi air dan udara dan tersedianya ruang berpori, mendorong pertumbuhan akar termasuk rambut akar. Ketersediaan oksigen dalam udara dan air dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu maka ketersediaan oksigen juga akan semakin sedikit. Berikut merupakan ketersediaan oksigen dalam air akibat peningkatan suhu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nicklos dalam Jones (2005) (Tabel 1).
8 Tabel 1. Hubungan Ketersediaan Oksigen dengan Peningkatan Suhu Temperature 0
F
0
C
Oksigen mg/L (ppm)
32
0
14.6
41
5
12.8
50
10
11.3
59
15
10.1
68
20
9.1
77
25
8.2
86
30
7.5
95
35
6.9
9
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Parung Farm Hidroponik, Parung, Bogor yang berada pada ketinggian 100 m dpl dengan suhu harian rata-rata 32.690C. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2010. Pengamatan mikroskopis jaringan akar tanaman dilakukan di Laboratorium Mikroteknik Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Uji senyawa fenolik dilakukan di Laboratorium Organik Departemen Kimia IPB dan analisis jaringan tanaman dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan antara lain benih bayam dengan varietas Amaranth 936 white leaf dari Known-You Seed, Co., Ltd, Taiwan. Benih tersebut memiliki daya berkecambah 80 % dan lama pemakaiannya adalah satu tahun. Pupuk yang digunakan adalah NPK mutiara ( 16% N, 16% P2O5, 16% K2O, 1,5% MgO, dan 5% CaO). Persemaian dilakukan di bedengan persemaian sesuai dengan kegitan produksi yang berlangsung di Parung Farm. Alat yang digunakan timer, higrotermometer, termometer ruangan, termometer larutan, pH dan EC meter, kit percobaan dengan timer pemberian nutrisi setengah menit pemberian nutrisi dan setengah menit mati, bedengan dengan interval pemberian nutrisi satu menit hidup dan satu menit mati, dan bedengan dengan pemberian nutrisi nonstop. Alat yang digunakan untuk pengamatan mikroskopis akar mikroskop stereo dan mikroskop optik. Metode Penelitian ini dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan satu faktor yaitu waktu pemberian larutan hara dengan tiga perlakuan yaitu P1: penyemprotan larutan nutrisi dengan interval selama 1 menit hidup dan 1 menit mati, P2: penyemprotan larutan nutrisi dengan interval selama setengah menit hidup dan setengah menit mati, dan P3 : penyemprotan larutan nutrisi non
10 stop (terus-menerus). Penelitian dilakukan dengan tiga ulangan sehingga terdapat 9 satuan perlakuan. Satu satuan percobaan terdiri dari 81 tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap 15 jelly cup tanaman contoh dengan tiga tanaman/jelly cup. Model matematika yang digunakan Yij = µ + τi + βj + εij, keterangan : Yij : nilai peubah yang diamati akibat perlakuan waktu pemberian larutan hara kei dan kelompok ke-j µ : nilai rataan umum τi : pengaruh waktu pemberian larutan hara ke-i βj : pengaruh kelompok ke-j εij : pengaruh galat percobaan Pengolahan data dilakukan dengan uji F dan jika terdapat pengaruh nyata dilanjutkan uji lanjut menggunakan DMRT dengan taraf 5%.
Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan dengan mengikuti proses produksi di Parung Farm. Penanaman bayam dilakukan sebanyak tiga kali yang merupakan ulangan setiap perlakuan. Penelitian dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu: Persiapan Alat dan Bahan Persiapan alat dan bahan mengikuti kegiatan produksi sayur Bayam yang berlangsung di Parung Farm. Penyemaian Benih bayam disemai menggunakan media kerikil selama 14 hari kemudian dipindahkan ke bedengan aeroponik. Bedengan pembibitan bayam dinaungi plastik agar tidak terkena hujan dan sinar matahari secara langsung. Jenis plastik yang digunakan adalah plastik UV 15%. Media yang digunakan untuk pembibitan bayam adalah batu kerikil (split) jenis screening. Ketebalan batu kerikil yang digunakan sekitar 3 cm. Bedengan dibuat dengan tingkat kemiringan 5% yang bertujuan agar larutan nutrisi yang diberikan tidak menggenang dan dapat mengalir rata ke seluruh bagian. Penyemaian dilakukan dengan menaburkan benih bayam di atas batu kerikil. Sebelum benih ditaburkan, harus dipastikan bahwa media tanam (batu kerikil) bebas dari kotoran dan sisa sisa bibit serta permukaannya rata.
11 Penyemaian P n dilakukan pada siang hari yaitu pukul 13.000 WIB sesu uai dengan jadwal j kegiaatan produkssi. Benih yanng telah diseemai ditutup dengan plasstik selama dua d hari. Tuujuan penutuupan tersebuut adalah agaar benih tidaak dimakan burung b dan lebih l cepat berkecambaah. Setelah 2 hari plastik dapat diibuka kembali. Kebun Parung P men nggunakan sistem rollingg dalam meembibitkan bbayam, tujuaannya agar setiap hari ada bibit bayam yaang dipanen n untuk dittanam di greenhouse g . pembesaran p
mbar 1. Penyeemaian Beniih Gam
Gambar G 2. B Bayam Siap Tanam T di B Bedengan Peembesaran
Penanaman P Bibitt bayam yang sudah berumur 14 1 hari siaap dipindahk kan untuk dibungkus d d dengan rockk wool dan dditanam di greenhouse g pembesarann. Sebelum dibungkus d b bibit bayam m disortir teerlebih dahuulu, tujuannnya untuk mengurangi m kematian k dii greenhousee pembesarran. Bibit yang y dibunggkus adalah bibit yang memiliki m penampilan p fisik yangg baik (waarna hijau cerah merrata, tidak menunjukka m an gejala tersserang hamaa dan penyak kit, tegak, daan tingginya 8-10 cm). Penaanaman bibit bayam dillakukan padda sore hari (setelah puukul 14.00 WIB), W karenna pada soree hari radiassi matahari tidak terlaluu kuat dan suhu s udara tidak t terlaluu tinggi sehhingga menggurangi proses penguappan tanamann.Tanaman ditanam d dalaam bedengann dengan tigga timer berbbeda sesuai perlakuan. p Pemberian P Larutan L Nutrrisi Laruutan nutrisi diberikan d deengan sistem m aeroponikk dengan sellang waktu pemberian p setengah s men nit sekali, saatu menit sekkali, dan pem mberian nonnstop (terus
12 menerus). Larutan nutrisi yang diberikan merupakan larutan yang biasa digunakan untuk produksi bayam di Parung Farm. Proses pemupukan dilakukan bersamaan dengan penyiraman (fertigation). Pupuk yang digunakan adalah NPK Mutiara (16% N, 16% P2O5, 16% K2O, 1,5% MgO, dan 5% CaO) dengan konsetrasi 2 g/l. Air yang digunakan untuk irigasi berasal dari air sumur. Penanaman bayam dilakukan sebanyak tiga kali yang merupakan ulangan dari perlakuan.
Gambar 3. Bentuk Bedengan dengan Perlakuan Setengah Menit
Gambar 4. Bedengan dengan Perlakuan Satu Menit dan Nonstop
Panen Umur panen bayam tergantung pada penampilan optimal dan bobot maksimalnya. Bayam dipanen pada umur 15 hari setelah pemindahan dari persemaian ke bedeng pembesaran.
Pengamatan Pengamatan keadaan Green House dan bedengan : 1. Pengukuran suhu dan kelembaban udara relatif dalam green house dilakukan setiap hari pada pagi hari (07.00-08.00 WIB), siang hari (12.0013.00 WIB), dan sore hari (16.00-17.00 WIB). 2. Pengukuran pH dan konduktivitas listrik (EC) larutan hara pada bak penampungan dilakukan seminggu dua kali dengan alat pH dan EC meter digital.
13 3. Pengukuran suhu larutan hara pada bak penampungan dilakukan setiap jam (07.00-15.00 WIB) dilakukan seminggu dua kali dengan termometer. Pengamatan tanaman pada 1- 15 HST : 1. Tinggi tanaman, diukur mulai dari pangkal tanaman sampai titik tumbuh. Dilakukan seminggu dua kali pada 1-15 hari setelah tanam (HST) menggunakan penggaris. 2. Jumlah daun, pengamatan dilakukan seminggu dua kali pada 1-15 HST. 3. Waktu munculnya warna cokelat pada akar tanaman bayam dilakukan setiap hari (1-15 HST) pada tanaman sampel. Pengamatan panen dilakukan pada 15 HST meliputi : 1. Bobot tanaman utuh ( tajuk dan akar), ditimbang per satuan percobaan menggunakan timbangan digital. 2. Bobot tajuk dan bobot akar, ditimbang setelah tajuk dan akar dipisahkan dengan menggunakan timbangan digital. Penimbangan dilakukan pada 5 tanaman contoh. 3. Panjang akar, diukur mulai dari pangkal sampai ujung akar terpanjang pada tanaman contoh. 4. Jumlah jelly cup tanaman contoh dengan akar berwarna cokelat. 5. Pengamatan mikroskopis akar yang berwarna cokelat untuk mengetahui jaringan yang berwarna cokelat pada akar. Pengamatan dilakukan di laboratorium Mikroteknik Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. 6. Analisis jaringan tanaman untuk mengetahi penyebab munculnya warna cokelat pada akar. Uji senyawa fenolik dilakukan di Laboratorium Organik Departemen Kimia IPB dan analisis jaringan tanaman dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor.
14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Kondisi Umum Penanaman bayam dilakukan sebanyak tiga kali penanaman. Pertumbuhan tanaman bayam baik pada ketiga perlakuan interval pemberian hara.Tanaman dibudidayakan dalam bedengan aeroponik (Gambar 5).
Gambar 5. Bedengan Tanaman Suhu green house berkisar antara 240C-400C dan kelembaban udara berkisar antara 67%-83%. Larutan pada bak untuk bedengan dengan interval waktu pemberian larutan nutrisi satu menit sekali memilki pH berkisar antara 3.97–5.3 dan EC berkisar antara 1.84-2.3. Larutan pada bak untuk bedengan dengan pemberian larutan nutrisi nonstop memiliki pH berkisar antara 3.52-5.1 dan EC berkisar antara 2.03-4.6. Larutan pada bak untuk pemberian larutan nutrisi setengah menit memiliki pH berkisar antara 3.43-4.9 dan EC berkisar antara 1.994.81. Suhu larutan pada pukul 07.00-15.00 WIB pada bak larutan untuk pemberian nutrisi dengan interval waktu satu menit hidup dan satu menit mati berkisar antara 250C-280C. Suhu pada bak nutrisi dengan pemberian nutrisi nonstop berkisar antara 260C-290C. Suhu pada bak nutrisi dengan interval pemberian nutrisi setengah menit hidup dan setengah menit mati berkisar antara 250C-290C. Hal ini menunjukkan ketiga larutan nutrisi tersebut memiliki
15 kandungan oksigen berkisar antara 7.51 ppm-8.25 ppm (Nicklos dalam Jones, 2005). Interval pemberian larutan nutrisi satu menit hidup dan satu menit mati mengakibatkan akar cokelat pada tanaman bayam. Akar cokelat ini muncul pada hari ke-7 atau hari ke-8 setelah pemindahan tanaman dari pembibitan ke bedengan pembesaran (Gambar 6).
Gambar 6. Akar Bayam pada Awal Kemunculan Akar Cokelat
Bagian Akar Tanaman Bayam yang Berwarna Cokelat Bagian akar yang berwarna cokelat dilihat menggunakan mikroskop optik. Akar cokelat sebelum dilihat penampang melintangnya terlihat warna cokelat terdapat pada bagian dalam akar (Gambar 7a). Setelah dilakukan pemotongan secara melintang terlihat bagian yang berwarna cokelat adalah bagian korteks dan epidermis (Gambar 7a). Pengamatan ini menunjukkan bahwa jaringan akar pada akar cokelat pada bayam tidak mengalami kematian dilihat dari akar cokelat masih memiliki struktur jaringan yang baik (Gambar 8a) dan sama dengan struktur jaringan pada akar yang berwarna putih (Gambar 8b).
16
(b)
(a)
Gambar 7. Akar dengan Perbesaran 10x a) Akar Bayam yang Berwarna Cokelat b) Akar Bayam yang Berwarna Putih
(a)
(b)
Gambar 8. Penampang Melintang Akar Perbesaran 10x a) Akar Bayam yang Berwarna Cokelat b) Akar Bayam yang Berwarna Putih Bagian
akar yang berwarna
cokelat
setalah dilihat penampang
melintangnya adalah bagian korteks dan bagian endodermis (Gambar 8a) dibandingkan dengan akar yang berwarna putih (Gambar 8b). Akar cokelat ini merupakan akar yang masih aktif membelah yang ditunjukkan dengan akar yang terus mengalami pemanjangan. Akar juga masih aktif dalam melakukan penyerapan nutrisi yang diberikan hal ini dibuktikan dengan tanaman yang tetap tumbuh baik. Masih berfungsinya akar cokelat dapat dilihat dari hasil panen dan
17 panjang akar tanaman bayam dari tiga perlakuan yang diberikan (Gambar 9 dan 10).
Gambar 9. Hasil panen ketiga perlakuan a) nonstop, b) setengah menit, c) satu menit
Gambar 10. Perbedaan panjang akar ketiga perlakuan a) nonstop, b) satu menit, c) setengah menit
18 Ringkasan Hasil Sidik Ragam Tinggi Tanaman Perlakuan interval pemberian larutan nutrisi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (Tabel 2). Tabel 2. Tinggi Tanaman (cm) pada 5-15 HST Umur (HST) 5 8 10 12 15
Nonstop 2.792 4.668a 6.077a 8.820a 13.434
Interval Pemberian Larutan Nutrisi Setengah menit Satu menit 2.124 2.235 3.395b 3.395b 4.406b 4.225b 5.927b 5.366b 10.116 8.986
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut DMRT 5%.
Jumlah Daun Perlakuan interval pemberian larutan nutrisi berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman. Semakin lama interval waktu pemberian larutan nutrisi jumlah daun semakin sedikit (Tabel 3). Tabel 3. Jumlah Daun 5 -15 HST Umur (HST) 5 8 10 12 15
Non Stop 4.36a 6.33 7.36 8.63a 9.00a
Interval Pemberian Larutan Nutrisi Setengah menit Satu menit 4.26ab 4.60b 5.90 5.67 6.90 6.33 8.53a 6.53b 9.10a 7.36b
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut DMRT 5%.
Peubah Panen Perlakuan interval pemberian larutan nutrisi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah/tanaman, bobot basah tajuk, bobot basah akar, dan bobot tanaman/m2. Perlakuan interval pemberian larutan nutrisi berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Perlakuan non stop dan satu menit memiliki akar yang lebih panjang dari perlakuan setengah menit (Tabel 4).
19 Tabel 4. Peubah panen Peubah panen
Interval Pemberian Larutan Nutrisi Non stop Setengah menit Satu menit ----------------------------------------g---------------------------------Bobot/Tanaman 7.45 5.3 4.23 Bobot Tajuk 8.40 6.30 5.28 Bobot Akar 1.68 1.74 1.53 Bobot/m2 1 811 1 293 1 027 Panjang Akar
--------------------------------------cm---------------------------------14.47a 10.46b 16.88a
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut DMRT 5%.
Pembahasan
Penelitian ini menggunakan sistem aeroponik dengan interval pemberian larutan nutrisi satu menit, setengah menit, dan nonstop. Pemberian larutan dengan interval waktu satu menit mengakibatkan akar menjadi cokelat. Penyebab munculnya akar cokelat pada tanaman bayam belum diketahui secara pasti, oleh karena itu dilakukan pemeriksaan terhadap akar. Kemungkinan akar cokelat terjadi karena beberapa faktor yaitu serangan hama dan penyakit tanaman dan keadaan lingkungan di dalam bedengan (daerah perakaran) yang kurang baik. Hasil pemeriksaan yang dilakukan di klinik tanaman IPB tidak menunjukkan adanya serangan hama dan penyakit pada akar. Interval pemberian larutan nutrisi yang terlalu lama (satu menit) mengakibatkan suplai air berkurang pada daerah perakaran tanaman. Kekeringan pada daerah perakaran ini mengakibatkan munculnya warna cokelat pada akar. Kekeringan pada daerah perakaran ini dibuktikan dari bentuk akar bayam yang berwarna cokelat memiliki akar terpanjang dan jumlah akar yang sedikit pada daerah ujung akar (Gambar 9). Kondisi perakaran yang mengalami kekeringan diduga mengakibatkan terbentuknya senyawa fenolik yang menyebabkan akar berwarna cokelat. Pembentukan senyawa fenolik ini merupakan adaptasi tanaman untuk melindungi diri dari kecaman lingkungan (hasil konsultasi pribadi dengan Dr.Hamim, Dosen Fisiolgi Tumbuhan IPB).
20 Pembentukan senyawa fenolik merupakan pertahanan kimia tanaman yang tebentuk akibat faktor genetik dan lingkungan. Senyawa fenol memegang peranan penting sebagai tanda adanya kerusakan atau infeksi pada jaringan tanaman, berperan dalam menghambat enzim hidrolisis, menghambat pertumbuhan mikroba, dan membantu dalam proses perbaikan jaringan (Beckman dan Mueller, 1970; Se`ne et al.,2001). Jika sel mengalami kerusakan, sitoplasma dan vakuola akan bercampur dengan fenol dan dapat teroksidasi oleh udara. Oksidasi fenol akan menghambat aktivitas enzim dan mengakibatkan jaringan berwarna cokelat (Ozyigit et al., 2007). Senyawa fenol dapat diketahui melalui uji senyawa fenolik menggunakan uji kualitatif. Uji kualitatif dilakukan menggunakan senyawa FeCl3 5%. Berikut merupakan hasil uji kualitatif (Gambar 11).
a
c
b
d
Gambar 11. Hasil Uji Kualitatif Senyawa Fenolik Larutan senyawa fenol sebagai pembanding (Gambar 11a) setelah ditetesi dengan FeCl3 5% akan mengalami perubahan warna menjadi biru atau ungu (Gambar 11b). Ekstrak akar bayam (Gambar 11c) setelah ditetesi FeCl3 5% tidak mengalami perubahan warna (Gambar 11d). Hasil uji kualitatif senyawa fenolik pada akar yang berwarna cokelat menunjukkan tidak ada perubahan warna yang bahwa akar tanaman tidak mengeluarkan senyawa fenolik. Akar yang berwarna cokelat juga diduga akibat tanaman mengalami kondisi kekurangan oksigen. Kondisi ini disebabkan karena jeda pemberian
21 larutan nutrisi yang terlalu lama dan penurunan kadar oksigen akibat peningkatan suhu larutan nutrisi (Nicklos dalam Jones 2005). Oksigen merupakan gas yang esensial untuk proses-proses metabolik, termasuk transport dan penyerapan aktif. Penyerapan air oleh akar meningkat dengan meningkatnya oksigen (Gardner et al.,1991). Tanaman pada umumnya memperoleh oksigen dari larutan tanah dalam bentuk terlarut bersama air (Drew, 1991; Sorrel et al., 1993). Energi akar untuk melakukan penyerapan berasal dari kegiatan respirasi yang memerlukan oksigen. Tanpa penambahan oksigen untuk mendukung respirasi, penyerapan air dan ion akan terhenti dan akar akan mati (Jones, 2005). Penyerapan oksigen dalam bentuk terlarut dalam air dibuktikan dengan budidaya tanaman menggunakan sistem DFT (Deep Flow Technique). Pada sistem ini seluruh akar tanaman terendam dalam larutan nutrisi yang mengalir. Pertumbuhan tanaman menggunankan sistem ini tetap baik yang menunjukkan bahwa tanaman memperoleh oksigen yang cukup. Pendugaan kekurangan oksigen ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Walter, et al.,(2004) yang melakukan penelitian
mengenai kemampuan
beberapa sayuran terhadap kekurangan oksigen dan aerasi menggunakan H2O2 secara hidroponik. Hasil penelitian menunjukkan akar beberapa sayuran seperti timun, zucchini, dan kacang (Cucumis sativus L., Cucurbita pepo L. convar. giromontiina, Phaseolus vulgaris L. ssp. vulgarisvar. vulgaris) yang diberi perlakuan H2O2 dengan konsentrasi 0.4 mM dan perlakuan tanpa aerasi (kondisi kekurangan oksigen) menyebabkan akar tanaman berwarna cokelat. Sedangkan tanaman yang diberi perlakuan tekanan udara memiliki akar yang berwarna putih. Pendugaan kekurangan oksigen diperkuat dengan hasil analisis jaringan akar tanaman bayam yang menunjukkan konsentrasi fosfor lebih rendah pada akar yang berwarna cokelat dibandingkan dengan akar yang berwarna putih (Tabel 5). Berdasarkan penelitian Delaune et al., (1999) penyerapan unsur fosfor akan berkurang pada tanaman yang mengalami kondisi kekurangan oksigen.
22 Tabel 5. Hasil analisis jaringan akar tanaman bayam Akar putih Akar cokelat
N 3.56% 4.07%
P 1.06% 0.13%
K 1.51% 0.46%
Ca 1.71% 2.40%
Mg 0.32% 0.36%
Keterangan : Akar putih yang dianalisis adalah akar dengan pemberian nutrisi secara non-stop. Akar cokelat yang dianalisis adalah akar dengan pemberian nutrisi satu menit sekali.
Kekurangan oksigen diduga juga mengakibatkan adanya penimbunan ionion dalam jaringan tanaman. Penimbunan ion-ion tergantung dari energi yang berasal dari respirasi akar (Fisher and Dunham, 1992) dan bergantung pada ketersediaan oksigen. Berdasarkan hasil analisis jaringan akar (Tabel. 5) unsur kalsium pada akar cokelat memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan akar yang berwarna putih. Kalsium diduga terakumulasi dalam jaringan akar dalam bentuk kristal oksalat. Kebanyakan tanaman mengakumulasi kristal oksalat sebagai respon dari kelebihan kalsium (Marty, 1999). Kalsium merupakan unsur yang sangat dibutuhkan dalam pembentukan dinding sel dan bersifat mobil dalam jaringan tanaman. Kalsium sering mengendap dalam vakuola dalam bentuk kristal oksalat dan pada beberapa spesies sebagai karbonat, fosfat, atau sulfat tak larut. Vakuola merupakan bagian dari endomembran (Salisbury dan Ross, 1995). Kristal kalsium okasalat terdapat hampir di semua tanaman dan berada pada jaringan tanaman. Berdasarkan penelitian Scadhel dan Walter (1980) kristal kalsium oksalat ditemukan di jaringan akar tanaman kentang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sutherland dan Sprent (1984) kristal oksalat terdapat pada korteks akar tanaman Phaseolus vulgaris. Hasil pengamatan melintang akar (Gambar 3) menunjukkan bahwa warna cokelat terjadi di daerah korteks akar. Akar cokelat pada tanaman bayam tidak mempengaruhi pertumbuhan dan produksi bayam. Hal ini dibuktikan dari hasil pengujian ketiga perlakuan yang diberikan. Ketiga perlakuan tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi tanaman (Tabel 2) dan peubah panen yang dihitung dari bobot/tanaman, bobot tajuk tanaman, bobot akar tanaman, dan bobot tanaman/ m2 (Tabel 4). Perlakuan hanya menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah daun (Tabel 2) dan panjang akar tanaman (Tabel 4). Jumlah daun dengan perlakuan nonstop dan setengah menit memiliki jumlah daun yang lebih banyak
23 dibandingkan dengan perlakuan satu menit. Panjang akar dengan perlakuan satu menit dan nonstop memiliki akar yang lebih panjang dibandingkan dengan akar perlakuan setengah menit. Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan dengan interval pemberian larutan nutrisi setengah menit dan nonstop mampu mengurangi jumlah akar yang berwarna cokelat. Perlakuan nonstop dan setengah menit menyebabkan akar tanaman berwarna cokelat sebanyak 1-3 jelly cup dari 15 jelly cup contoh sedangkan perlakuan satu menit menyebabkan 15 jelly cup tanaman contoh memiliki akar yang berwarna cokelat. Perlakuan nonstop dan setengah menit memberikan perbedaan yang nyata dari perlakuan satu menit. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian larutan nutrisi dengan waktu pemberian nonstop dan setengah menit mampu mengatasi akar cokelat pada tanaman bayam.
24
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Perlakuan pemberian larutan nutrisi dengan interval satu menit sekali menyebabkan akar bayam berwarna cokelat. Penyebab munculnya akar cokelat pada tanaman bayam diduga akibat akar mengalami kekeringan karena pemberian larutan nutrisi dengan jeda waktu satu menit. Akar cokelat tanaman bayam pada penelitian ini dapat diatasi dengan pengaturan pemberian nutrisi dengan interval waktu setengah menit sekali dan nonstop.
Saran Akar cokelat dapat diatasi dengan peningkatan frekuensi pemberian larutan nutrisi. Pemberian larutan nutrisi dengan interval setengah menit dapat digunakan dalam produksi bayam aeroponik untuk mengatasi akar yang berwarna cokelat.
25
DAFTAR PUSTAKA Adam, C.R., K. M. Banford and M. P. Early. 1993. Principle of Horticulture. 2nd edition. Butterworth, Heinemann. Oxford. London. 204 p. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS). 2009. Produksi Sayuran di Indonesia. (http://
[email protected]).[23 Maret 2010] Beckman, C.H. and W.C. Mueller. 1970. Distribution of phenols in specialized cells of banana roots. Phythopatology. 60 : 79-82. DeLaune, R.D., A. Jungsujinda, and K.R. Reddy. 1999. Effect of root oxygen stress on phosphorus uptake by Cattali. Journal Of Plant Nutrition 22(3) : 459-466. DePadua, L.S., N.B. Praphatsara, and R.H.M.J. Lemmens. 1999. Prosea (Plant Resources of South-East Asia 12(1) : Medical and Poisonus Plants 1. Backhuyus Publisher, Leiden, The Netherland. 711p. Douglas, J.S. 1985. Advanced Guide to Hydroponics, Soilless Cultivation. Pelham Books Ltd. London. 318 p. Drew, M.C.1991.Growth under oxygen stress, p. 331-350. In Y. Wassel, A. Eshel, and U. Kafkafi (Eds). Plant Roots : The Hidden Half. Marcel Dekker, Inc. New York. Fahrizal, M. 2002. Mempelajari Kinerja Sistem Irigasi Para pada Budidaya Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor L) Secara Hidroponik dengan Media Arang Sekam dan Pasir. Skirpsi. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fisher, N.M. dan R.J. Dunham. 1992. Morfologi akar dan pengambilan zat hara. dalam P. R. Goldsworthy dan N. M. Fisher (Eds). Terjemahan dari : The Physiology of Tropical Corps. Penerjemah : Tohari. Gajah Mada University press. Yogyakart. 874 hal. Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan dari : Physiology of Crop Plants. Penerjemah : H. Susilo. Universitas Indonesia. Jakarta. 428 hal. Harjadi, S.S. 1989. Dasar – Dasar Hortikultura. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. 506 hal. Jones, J.B. 2005. Hydroponics A Partical Guide for the Soilless Grower. Second Edition. CRC Press. Washington, D.C. 423 p. Karsono, S. 2008. Pengenalan Sistem Hidroponik. Parung Farm.(Tidak dipublikasikan).
26 Lakitan, B. 2008. Dasar - Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Rajawali Grafindo Persada. Jakarta. 206 hal. Mary, A.W. 1999. Cell-mediated crystallization of calcium oxalate in plants. The Plant Cell. 11 : 751-761. Nicklos, M. 2002, The Growing Edge 13(5) : 30-35 dalam Jones, J. B. 2005. Hydroponics A Partical Guide for the Soilless Grower Second Edition. CRC Press. Washington, D.C. 423 p. Ozyigit, I.I, M.V. Kahraman, and O. Ercan. 2007. Relation between explant age, total phenols and regeneration response in tissue cultured cotton (Gossypium hirsutum L.). Afr. J. Biotechnol 6(1) : 3-8. Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan edisi keempat. Terjemahan dari : Plant Physiology 4th edition. Penerjemah : D.R. Lukman dan Sumaryono. ITB press. Bandung 241 hal. Scadhel, W.E. and W.M. Walter Jr. 1980. Calcium oxalate crystals in the roots of sweet potato. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 105(6) : 851-854. Se`ne, M., T. Dore´, and C. Gallet. 2001. Relationships between biomass and phenolic production in grain sorghum grown under different conditions. Agron. J. 93:49–54. Sorrel, B.K., H. Brix, and P.T. Orr. 1993. Oxygen exchange by entire root system of Cyperus involucratus and Eleocharissphacelata. J.Aquat. Plant Manage 31: 24-28. Susila, A.D. dan Y. Koerniawati. 2004. Pengaruh volume dan jenis media tanam pada pertumbuhan dan hasil tanaman selada dalam teknologi hidroponik sistem terapung. Bul. Agron. 32(3) : 16-21. ---------------. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Departemen Agronomi dan Hortikultura. IPB. 131 hal. Sutherland, J.M. and J.I. Sprent. 1984. Review. Calcium-oxalate crystal cells in determinate root nodules of legumes. Planta 161 : 193-200. Walter, S., H. Heuberger, and W.H. Schnitzler. 2004. Sensibility of different vegetables to oxygen deficiency and aeration with H2O2 in the rhizosphere. Acta Hort. 659 : 499-508.
27
LAMPIRAN
28 Lampiran
1. Sidik Ragam Tinggi Tanaman pada 5-15 HST
HST Sumber Keragaman
db
JK
KT
5
Ulangan Perlakuan Galat Total Terkoreksi
2 2 4 8
3.361 0.768 0.438 4.568
1.680 0.384 0.109
*
13.88
8
Ulangan Perlakuan Galat Total Terkoreksi Ulangan Perlakuan Galat Total Terkoreksi Ulangan Perlakuan Galat Total Terkoreksi Ulangan Perlakuan Galat Total Terkoreksi
2 2 4 8 2 2 4 8 2 2 4 8 2 2 4 8
5.443 3.172 0.954 9.570 8.448 6.257 1.685 16.391 5.882 20.612 6.451 32.946 7.062 32.069 31.948 71.080
2.721 1.586 0.238
* *
12.76
4.224 3.128 0.421
* *
13.23
10
12
15
2.941 10.306 1.612 3.531 16.034 7.987
KK%
18.94 *
26.05
29 Lampiran 2. Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman pada 5-15 HST HS T 5
8
10
12
15
Sumber Keragaman
db
JK
KT
KK%
Ulangan Perlakuan Galat Total Terkoreksi Ulangan Perlakuan Galat Total Terkoreksi Ulangan Perlakuan Galat Total Terkoreksi Ulangan Perlakuan Galat Total Terkoreksi Ulangan Perlakuan Galat Total Terkoreksi
2 2 4 8 2 2 4 8 2 2 4 8 2 2 4 8 2 2 4 8
1.30 0.17 0.04 1.52 2.08 0.68 0.34 3.12 1.52 1.60 0.82 3.96 0.080 8.420 0.780 9.28 1.695 5.682 1.511 8.888
0.65 0.08 0.01
** 2.38 *
1.04 0.34 0.08
*
4.93
0.76 0.80 0.20
6.62
0.040 4.210 0.195
5.58 **
0.847 2.841 0.377
*
7.24
30 Lampiran
3. Sidik Ragam Peubah
Sumber Keragaman Bobot Tajuk dan akar Ulangan Perlakuan Galat Total Terkoreksi Bobot Tajuk Ulangan Perlakuan Galat Total Terkoreksi Bobot Akar Ulangan Perlakuan Galat Total Terkoreksi Panjang Akar Ulangan Perlakuan Galat Total Terkoreksi Tanaman dengan akar cokelat Ulangan Perlakuan Galat Total Terkoreksi Bobot tanaman/m2 Ulangan Perlakuan Galat Total Terkoreksi
db
JK
KT
KK%
2 2 4 8
4.06 16.12 9.60 29.79
2.03 8.06 2.40
27.34
2 2 4 8
0.45 0.99 1.26 2.71
0.22 0.49 0.31
13.25
2 2 4 8
0.31 0.06 0.34 0.743
0.15 0.03 0.08
18.10
2 2 4 8
1.31 63.10 10.19 74.61
0.65 31.55 2.54
11.45
2 2 4 8
0.88 348.2 16.44 365.55
0.44 174.11 4.11
32.58
2 2 4 8
0.240 0.953 0.567 1.76
0.120 0.476 0.141
27.35
*
31
Lampirann 4. Gambarr Peningkatann Suhu
32 Lampira an
5. Gambaar pH Larutann Tiga Perlaakuan
Lampira an
6. Gambaar EC Larutaan Tiga Perlaakuan