URGENSI BELAJAR MENURUT AL-QURAN (Kajian Tafsir Q.S aL-Alaq/96: 1-5) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh : RIDWANULLAH 107011000959
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M
ABSTRAK Ridwanullah (NIM: 107011000959): Urgensi Belajar Menurut Al-Quran (Kajian Tafsir Q.S aL-Alaq/96 : 1-5). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui urgensi belajar menurut aLQuran surat aL-Alaq ayat 1-5. Skripsi ini dilakukan melalui pendekatan library research dengan cara mencari, mengumpulkan, membaca dan menganalisis buku-buku yang ada relevansinya dengan masalah penelitian. Kemudian diolah sesuai dengan kemampuan penulis. Dalam menganalisis data yang terkumpul, penulis menggunakan metode content analisis (analisis isi) dengan cara menafsirkan Q.S aL-Alaq/96:1-5 dengan memaparkan urgensi belajar yang terkandung dalam ayat tersebut serta menjelaskan makna yang terdapat di dalamnya dan menjelaskan isi kandungannya. Dari hasil penelitian penulis, dapat disimpulkan bahwa surat aL-Alaq ayat 1-5 adalah ayat pertama Allah dari aL-Quran dan ia berupa rahmat Allah yang terbesar untuk manusia. Dalam ayat-ayat permulaan ini Allah menyuruh Nabi Muhammad SAW. Agar membaca dan memperhatikan ayat bukti kebesaran Allah, tetapi bacaan, perhatian itu harus dilandasi dengan Allah yang telah menciptakan manusia dari sekepal darah (alaq), kemudian Allah memuliakan manusia dengan Ilmunya (Qalam), agar manusia mengenal kemurahan Allah SWT, yang mengajarkan segala kepandaian ilmu yang dicapai oleh manusia dengan perantaraan kalam, mengajarkan kepada manusia segala apa yang tidak diketahuinya. Islam mengajarkan juga memerintahkan umatnya untuk senantiasa membaca, baik itu membaca alam, membaca Al-qur’an, membaca sekitar, membaca yang bersifat kontekstual maupun bukan. Selama mengandung “Bismi robbik”, dengan nama TuhanMu. Agar kita senantiasa menjadi manusia yang senantiasa berfikir, bersyukur, juga berTuhan. Kemudian Islam mengehendaki pengetahuan yang benar-benar dapat membantu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia. Yaitu pengetahuan terkait urusan duniawi dan ukhrowi, yang dapat menjamin kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puja dan puji bagi Allah SWT atas semesta kekuasaanya yang begitu luar biasa, serta atas segala bentuk dan rupa-rupa anugrah yang ditebarkannya sepanjang waktu untuk kita semua. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas Nabi Muhammad SAW, utusannya yang terbaik disepanjang sejarah peradaban umat manusia. Semoga dengan cahaya kepribadian sejatinya yang menerangi seluruh peradaban manusia, senantiasa pula menerangi segala aktivitas dan langkah kita dalam mengarungi lautan kehidupan yang semakin penuh dengan tantangan. Alhamdulillahirrabbil„aalamiin, penulis
mengucapkan
rasa
syukur
kepada Allah SWT atas segala rahmat dan pertolongan-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Karena tanpa rahmat pertolongan-Nya tidaklah mungkin penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “URGENSI BELAJAR MENURUT AL-QURAN (Kajian Tafsir Q.S aL-Alaq/96: 1-5)” Penulis gunakan untuk memenuhi persyaratan kelulusan yang ditempuh di Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan bila tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungannya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Nurlena Rifai, MA, Ph. D, dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang telah memberikan kemudahan bagi mahasiswanya dalam menyelesaikan studi
ii
di Fakultas ini. 2. Bapak Dr. Abdul Majid Khan, M. Ag, Ketua Jurusan PAI, yang juga selalu memberikan kemudahan dalam setiap kebijakan yang beliau berikan selama penulis menjadi mahasiswa di jurusan PAI. 3. Ibu Marhamah Shaleh, MA, selaku Sekretaris Jurusan yang memberikan kemudahan selama penulis menjadi mahasiswa di jurusan PAI. 4. Dra. Elo Al Bugis, MA, dosen Penasehat Akademik Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang memberikan dukungan dan bimbingan kepada penulis. 5. Dra Elo Al Bugis, MA, dosen Pembimbing skripsi, yang tidak pernah menutup pintu keluasan waktunya untuk membimbing dan memberikan semangat dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), terutama untuk Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang telah memberikan motivasi dan kontribusi, selama penulis menjadi mahasiswa. 7. Pimpinan dan seluruh Staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan FITK, yang turut memberikan pelayanan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Kedua orang tua penulis yaitu, Ibunda (Elih Malihah) dan Ayahanda (Arsudin) tercinta, kakak dan adik-adikku yang tercinta, beserta seluruh keluarga besar yang selalu setia memberikan dukungan kepada penulis baik secara moril dan materil, serta kasih sayang yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan baik dan lancar. 9. Istri tercinta (Asmulyati, S.Pd.) dan Anak tercinta (Muhammad Adnan Fairuz) yang selalu setia memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis 10. Kawan-kawan seperjuangan Pendidikan Agama Islam angkatan 2007 khususnya seluruh anggota kelas C yang selalu memberi dukungan kepada
iii
penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Kawan-kawan seperjuangan; Saepul Bahri (Aep), Abdul Azis (Aconk), Ahmad Fauzi,
Azis Hasan, Ardi Barikli, Muhammad Rahman, Ujang
Wahyudin, Mahmudah, Marlina, Saeful Milah dan banyak lagi kawan-kawan yang tidak bisa penulis sebutkan, terimakasih selalu memberi dukungan kepada penulis untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Dan kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan kepada penulis baik secara moral maupun material, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Akhirnya, hanya Allah SWT jualah penulis menghambakan diri dan memohon pertolongan. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi kita semua khususnya bagi penulis dan pembaca umunya. Apabila ada yang benar dalam penulisan ini adalah semata-mata datangnya dari Allah SWT dan apabila didalamnya terdapat suatu kesalahan, maka itu kekhilafan diri penulis sebagai seorang hamba Allah yang dhaif, mudah-mudahan maksud dan tujuan penulis dapat tercapai dengan apa yang penulis harapkan dan cita-citakan. Amin.
Jakarta, Juli 2014
Ridwanullah
iv
DAFTAR ISI SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASAH ABSTRAK .......................................................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii DAFTAR ISI ....................................................................................................... v BAB: I PENDAHULUAN A. B. C. D. E.
Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1 Identifikasi Masalah .................................................................................. 4 Pembatasan Masalah ................................................................................. 4 Perumusan Masalah .................................................................................. 4 Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian ........................................................ 5
BAB: II KAJIAN TEORI A. B. C. D. E. F.
Pengertian Belajar ..................................................................................... 6 Teori Belajar Menurut Para Ahli............................................................... 11 Karakteristik Prestasi Belajar .................................................................... 14 Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ............................................ 15 Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar ......................................... 16 Hasil Penelitian Yang Relevan ................................................................. 19
BAB: III METODOLOGI PENELITIAN A. B. C. D.
Waktu Penelitian ....................................................................................... 21 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 21 Metode Analisis Data ................................................................................ 22 Prosedur Penelitian.................................................................................... 23
BAB: IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Hasil Analisis Kritis Deskriptif ................................................... 25
v
1. Sekilas tentang Q.S aL-Alaq/ 96: 1-5 ................................................. 25 2. Teks Ayat dan Terjemah Q.S aL-Alaq/ 96: 1-5 .................................. 25 3. Mufradat (Penjelasan Kata) Q.S aL-Alaq/ 96: 1-5.............................. 26 4. Munasabat Q.S aL-Alaq/96: 1-5 ......................................................... 26 5. Asbabun Nujul Q.S aL-Alaq/96: 1-5 .................................................. 27 B. Pembahasan Hasil Penelitian. ................................................................... 32 1. Tafsir Q.S aL-Alaq/ 96: 1-5 ................................................................ 32 2. Kandungan Q.S aL-Alaq/ 96: 1-5 ....................................................... 40 3. Urgensi Belajar menurut Q.S aL-Alaq/ 96: 1-5 .................................. 44 BAB: V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................... 50 B. Implikasi ................................................................................................... 51 C. Saran .......................................................................................................... 51 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan yang cepat dari lingkungan yang cepat harus diimbangi oleh perkembangan yang cepat pula dari individu warganya. Untuk itu setiap individu manusia dituntut untuk belajar. Individu warga masyarakat yang banyak
belajar
akan
mempercepat
perkembangan
masyarakatnya,
perkembangan masyarakat yang cepat menuntut warga masyarakat belajar lebih banyak lebih intensif . “Sejalan dengan itu, Al-qur’an menjelaskan tentang pentingnya tanggung jawab intelektual dalam melakukan berbagai kegiatan. Dalam kaitan ini, Al-qur’an menganjurkan manusia untuk belajar dalam arti seluas-luasnya hingga akhir hayat, mengharuskan seseorang agar berkeja dengan dukungan ilmu pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang dimiliki”.1 “Paradigma Islam melihat masalah pendidikan sebagaimana di jumpai dalam Al-qur’an ini tampak belum sepenuhnya dipahami dan di praktekkan oleh ummat Islam di Indonesia. buktinya mayoritas ummat Islam di Indonesia masih amat terbelakang dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, kebudayaan, peradaban dan lain sebagainya.”2
1 2
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-qur’an, (Bandung: Mizan, 2007), h. l 4. M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Vol 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 4
1
2
Hal ini merupakan kondisi yang memperlihatkan masih ada kesenjangan atau jurang yang amat dalam antara umat Islam dengan ajaran al-qur’an dan as-sunnah yang seharusnya diamalkan.“Kesenjangan ini boleh jadi karena umat Islam belum banyak memahami tentang kandungan ajaran Al- qur’an dan As-sunnah itu, dan secara khusus belum banyak ulama yang memberikan fokus perhatian terhadap kajian pendidikan dari persepektif Al-Qur’an”.3 Ayat-ayat tentang pendidikan banyak terdapat di dalam Al-qur’an meskipun masih bersifat umum sehingga tidak mudah untuk diaplikasikan dalam kehidupan. Oleh karena itu ayat-ayat tentang pendidikan itu perlu di kaji secara seksama agar dapat ditangkap petunjuknya dan dapat diterapkan di tengah masyarakat untuk membimbing kita kejalan yang benar. Seperti halnya yang terdapat pada surat Al-Alaq ayat 1-5 disamping sebagai ayat pertama juga sebagai penobatan Muhammad SAW sebagai Rasulullah atau utusan Allah kepada seluruh umat manusia untuk menyampaikan risalah-Nya.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan (1), Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2). Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah (3), Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4), Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5)”(Q.S Al-Alaq/96:1-5)4 Surat Al-Alaq ayat 1-5, menerangkan bahwa Allah menciptakan manusia dari benda yang hina dan memuliakannya dengan mengajar membaca, menulis dan memberinya pengetahuan. Dengan kata lain, bahwa manusia mulia di hadapan Allah swt. apabila memiliki pengetahuan, dan pengetahuan bisa 3 4
Ibid, h. 4 Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahnya (Jakarta: Depag RI, 1998), h. 1079
3
dimiliki dengan jalan belajar. Allah menyuruh manusia untuk belajar dan berfikir. Iqra yang berarti bacalah adalah sebagai simbol pentingnya pendidikan bagi umat Islam karena pendidikan merupakan masalah hidup yang mewarnai kehidupan manusia dan mengharuskan untuk mencarinya yang tidak terbatas pada usia, tempat, jarak, waktu dan keadaan. “Betapa pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia, sebab ilmu adalah makanan jiwa dan akal, dengan ilmu bertambahlah pengertian dan kemampuannya untuk menanggapi dan mengetahui sesuatu”.5 Ayat tersebut dengan jelas memberi informasi dan sekaligus perintah bahwa manusia harus selalu belajar, agar mengetahui yang semula tidak di ketahuinya. Mahmud syaltout dalam bukunya “min taujihat al-Islam” yang di terjemahkan oleh H. Bustami A. Gani mengungkapkan bahwa “Islam telah menyatakan perang terhadap kebodohan. Menurutnya disini Islam menaruh perhatian sepenuhnya untuk memberi petunjuk kepada jalan yang dapat membersihkan masyarakat dari kebodohan dan membersihkanya dari penyakit. Maka Islam telah memeranginya sampai disarang manapun ia berada dan dalam bentuk bagai mana pun”.6 Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan (belajar) memegang peranan yang menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat tersebut, oleh karena itu pendidikan merupakan usaha melestarikan, dan mengalihkan serta mentranfortasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspeknya dan jenisnya kepada generasi penerus. Demikian pula halnya dengan peranan pendidikan dikalangan umat Islam, merupakan salah satu bentuk manifestasi dari cita-cita hidup Islam untuk melestarikan, mengalihkan dan menanamkan (internalisasi) dan mentransformasikan nilai-nilai Islam tersebut kepada pribadi generasi penerusnya sehingga nilai-nilai cultural-religius yang dicita-
5
Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan, Terj. Ibrahlm Hasan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 107 6 Mahmud syaltout, Min taujihat al-Islam, terjemah h. Bustami A. Gani, ( tuntunan islam) (Jakarta: Bulan Bintang, 1973) h. 81.
4
citakan tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktukewaktu. Manusia itu diberi kemuliaan dengan akal yang dapat digunakan untuk berpikir, mencari tahu, sebagaimana Allah SWT telah mengajarkan pada Adam nama-nama benda sehingga malaikat pun mengakui tentang kemuliaan dan kepintaran Adam, sebagai manusia yang pertama kali diciptakan oleh Allah SWT. Menurut pandangan Islam kewajiban menuntut ilmu tidak kalah pentingnya dengan berjihad, dalam arti pendidikan dan pengajaran serta keimanan harus seimbang. Karena seorang mukmin yang sempurna adalah mampu mengamalkan ilmunya dengan dasar takwa kepada Allah SWT. Melihat betapa pentingnya Pendidikan melalui proses belajar bagi kehidupan manusia, maka penulis berminat untuk menganalisis terhadap konsep belajar menurut kajian Al-Quran Surat Al-Alaq ayat 1-5. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis memilih judul “Urgensi Belajar Menurut AlQur’an (Study Tafsir Q.S Al-Alaq/ 96: 1-5) B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, penulis dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Urgensi belajar belajar menurut Q.S al-Alaq/ 96: 1-5 2. Proses penciptaan manusia menurut Q.S al-Alaq/ 96: 1-5 3. Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S al-Alaq/ 96: 1-5 4. Penafsiran para ulama Q.S al-Alaq/ 96: 1-5 C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi
masalah di atas, maka penulis membatasi
masalah sebagai berikut: 1. Urgensi belajar menurut Q.S al-Alaq/ 96: 1-5 2. Penafsiran para ulama tentang Q.S al-Alaq/ 96: 1-5 D. Perumusan Masalah
5
Adapun rumusan masalah dari pembahasan ini adalah: 1. Bagaimana urgensi belajar dalam Q.S al-Alaq/ 96: 1-5 ? 2. Bagaimana penafsiran para ulama tentang Q.S al-Alaq/ 96: 1-5 ? E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk : a. Untuk mengetahui urgensi belajar dalam Q.S al-Alaq/ 96: 1-5 b. Untuk mengetahui bagaimana penafsiran para ulama tentang Q.S alAlaq/ 96: 1-5 2. Manfaat penelitian : a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang urgensi belajar menurut Q.S al-Alaq/ 96: 1-5 b. Bagi penulis agar menambah wawasan tentang urgensi belajar menurut Q.S al-Alaq/ 96: 1-5, sebagai modal dasar dalam menghadapi perkembangan zaman modern sekarang ini. c. Hasil penelitian ini merupakan langkah awal dan dapat dikembangkan oleh peneliti selanjutnya.
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Pengertian Belajar Istilah belajar sudah akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Dimasyarakat, kita menjumpai penggunaan istilah belajar, seperti belajar membaca, belajar bernyanyi, belajar berbicara, belajar matematika dan lainlain. Masih banyak penggunaan istilah belajar, bahkan termasuk kegiatan belajar yang sifatnya lebih umum dan tidak mudah diamati, seperti belajar hidup mandiri, belajar menghargai waktu, belajar berumah tangga, belajar bermasyarakat dan sebagainya. Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai barbagai macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Belajar juga sebagai karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk lain, merupakan aktivitas yang selalu dilakukan sepanjang hayat manusia. “Belajar juga merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatiahan atau pengalamaan-pengalaman”1. Dari itu perlu adanya pemahaman yang jelas tentang devinisi belajar. “Bilamana pengertian belajar ditunjukan untuk penguasaan bahan pelajaran semata, akan memberikan makna yang terlalu sempit dan bersifat 1
Baharuddin , Pendidikan & Psikologi Perkembangan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010) h. 162.
6
7
intelektualitas. Para ahli berpendapat bahwa belajar bukan sekedar penguasaan bahan akan tetapi terjadinya perubahan tingkah laku sehingga terbentuk suatu kepribadian yang baik”.2 “Timbulnya perbedaan definisi belajar demikian disebabkan oleh adanya perbedaan sudut pandang dan disiplin ilmu para pakar pendidikan”.3 Hal ini dapat dikemukakan beberapa definisi belajar menurut para pakar pendidikan sebagai berikut : 1.
Menurut Lyle E. Bourne, JR; Bruce R. Ekstrand: Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang diakibatkan oleh pengalaman dan latihan.
2.
Clifford T. Morgan: Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang merupakan hasil pengalaman yang lalu.
3.
Dr. Musthofa Fahmi : Belajar adalah ungkapan yang menunjuk aktivitas yang menghasilkan perubahan-perubahan tingkah laku atau pengalaman.
4.
Goilford : Belajar adalah perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari rangsangan.4 Selain itu, “belajar juga diartikan sebagai suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dengan lingkungannya”.5 Sedangkan belajar menurut Salman A.M dalam bukunya “Interaksi motivasi belajar” mengatakan bahwa “Secara umum belajar dapat diartikan sebagai kegiata
psikofisik menuju perkembangan pribadi yang utuh,
sedangkan secara sfesifik belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan
2
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), h. 21. 3 Oemar Hamalik, Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar , (Bandung: Tarsito, 1982), h. 23. 4 Slameto,. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta), h. 2. 5 Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 21.
8
materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian yang utuh”.6 Berdasarkan definisi-definisi di atas, apa yang di kemukakan oleh para ahli itu berbeda-beda pendiriannya dan berlain-lain titik tolaknya. Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang terjadi karena latihan dan pengalaman. Dengan kata lain yang lebih rinci belajar adalah suatu aktivitas atau usaha yang disengaja, aktivitas tersebut menghasilkan perubahan, Pendapat lain yaitu menurut Ngalim Puranto dalam bukunya “Psikologi Pendidikan” bahwa “belajar adalah suatu proses pengenalan diri terhadap sesuatu yang baru dilihat, didengar atau pun dibaca yang dijadikan sebagai pengalaman sehingga terjadi perubahan dan sifatnya menetap”.7 Bila direnungkan dengan seksama tentang histori kehadiran agama Islam dan bahkan kehadiran pertama manusia di muka bumi, akan ditemukan kegiatan pertama dan utama menyertai kehadirannya yaitu belajar. Kehadiran seseorang dengan posisi hidup baru selalu berusaha untuk mencari dan menambah pengalaman ditempatnya yang baru guna memahami dan menguasai situasi dan kondisi alam lingkungannya untuk segera dapat beradaptasi dan hidup seimbang untuk mendapatkan pengalaman ini diperlukan kegiatan belajar. Setiap kehidupan manusia selalu memerlukan belajar, karena hal ini ditentukan oleh gerak dinamika pembangunan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta alam semesta dan gerak pembangunan dalam berbagai bidang, maka belajar juga mutlak diperlukan. Banyak ayat-ayat Al-Qur'an yang menjelaskan tentang hakekat belajar. Diantara ayat-ayat tersebut adalah:
6 7
Salaman, A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar, (Jakata: CV. Rajawali, 1986) cet. ke-1. h. 23
Ngalim Puranto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosda Karya), h. 84.
9
1. Firman Allah Q.S Al-taubat : 122
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” 8 2. Firman Allah Q.S Al-Isra : 12
“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas”9.
Berdasarkan Firman-firman Allah di atas, jelas sekali kedudukan dan posisi belajar dalam kehidupan manusia yang harus dijadikan perhatian yang
8 9
Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahnya (Jakarta: Depag RI, 1998), h. 301-302 Ibid, h. 426.
10
serius, sehingga bisa dijadikan sebagai suatu kebutuhan dalam kehidupan, bukan hanya sekedar sebagai kewajiban semata. Di dalam masyarakat Islam sekurang-kurangnya terdapat tiga sistilah belajar yang digunakan untuk konsep pendidikan, yaitu 1). tarbiyah ()ترتيه, 2). ta’lim () تعليم, dan 3).ta’dib ()تأدية. 1. Tarbiyah: menurut para pendukungnya, tarbiyah berakar pada tiga kata, yaitu: pertama raba yarbu (يرتو, ) رتاyang berarti bertambah dan tumbuh, kedua rabiya yarba (يرتى, ) رتيyang berarti tumbuh berkembang, ketiga, kata, rabba yarubbu ( يرب, )ربyang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara Penggunaan istilah tarbiyah untuk menandai konsep pendidikan dalam Islam, meskipun telah berlaku umum, teryata masih merupakan masalah khilafiah (kontroversial). Diantara ulama pendidikan Muslim kontemporer ada yang cenderung menggunakan istilah ta‟lim atau ta‟dib sebagai gantinya.10 2. Ta‟lim; adalah proses pembelajaran secara terus-menerus sejak manusia lahir melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, pengelihatan, dan hati11. 3. Ta‟dib; istilah Ta‟dib untuk menandai konsep pendidikan dalam Islam ditawarkan oleh Al-Attas. Istilah ini berasal dari kata adab dan, pada pendapatnya, berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud berfungsi teratur secara hirarkis sesuai berbagai tingkatan dan derajat tingkatannya serta tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kapasitas dan ppotensi jasmani, intelektual, maupun rohani seseorang. Dengan pengertian ini, kata adab mencakup pengertian „ilm dan „amal.12 Ketiga istilah belajar tersebut mempunyai makna yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, karena ketiga istilah ini sama-sama
10
Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 3 Ibid, h. 7 12 Ibid, h. 9 11
11
digunakan dalam konsep pendidikan. dan proses belajar itu sendiri merupakan bagian dari pendidikan. Oleh karena itu, dalam sub bab selanjutnya penulis akan mengemukakan teori-teori pendidikan menurut para ahli.
B. Teori Belajar Menurut Para Ahli. 1. William stern Berpendapat bahwa pendidikan dan belajar bertumpu pada teori konvergensi bahwa bagaimana kuatnya pendidikan hasil sintesis dari dua teori sebelumnya yang dikenal dengan teori konvergensi.berpengaruh pada faktor internal dan eksternal. Yang termasuk internal adalah : bawaan sejak lahir, berupa bakat, talenta, kecerdasan intelektual, emosional dan spritual. Adapun eksternal adalah lingkungan dan masyarakat.13 2. Benyamin S. Bloom Gagasan pemikiran pendidikan juga belajar Benyamin S.Bloom adalah tentang pentingnya belajar tuntas, yaitu belajar yang berorientasi pada tercapainya materi pendidikan yang selanjutnya dapat membentuk watak dan karakter anak didik. Tujuan pendidikan diarahkan pada tercapainya ranah kognitif, afektif dan psikomotorik yang hingga kini masih jadi acuan dalam menetapkan indikator keberhasilan belajar juga pendidikan.14 3. Syekh Zarnuji Dala kitab Ta‟limul muta‟allim Ia berpendapat tentang konsep pendidikan dalam belajar :
13 14
Ibid, h. 25 Ibid, h. 25
12
, , Seseorang yang menuntut ilmu harus bertujuan mengharap rida Allah, mencari kebahagiaan di akhirat, menghilangkan kebodohan baik dari dirinya sendiri maupun dari orang lain, menghidupkan agama, dan melestarikan Islam. Karena Islam itu dapat lestari, kalau pemeluknya berilmu. Zuhud dan taqwa tidak sah tanpa disertai ilmu. Syekh Burhanuddin menukil perkataan ulama sebuah syair: “orang alim yang durhaka bahayanya besar, tetapi orang bodoh yang tekun beribadah justru lebih besar bahayanya dibandingkan orang alim tadi. Keduanya adalah penyebab fitnah di kalangan umat, dan tidak layak dijadikan panutan”.15 Lebih jelas Syekh Zarnuji mengemukakan tentang tujuan pendidikan adalah : Seseorang boleh memperoleh ilmu dengan tujuan untuk memperoleh kedudukan, kalau kedudukan tersebut digunakan untuk amar makruf nahi munkar, untuk melaksanakan kebenaran dan untuk menegakkan agama Allah. Bukan mencari keuntungan untuk dirinya sendiri, dan tidak pula karena memperturutkan
nafsu.
Seharusnyalah
bagi
pembelajar
untuk
merenungkannya, supaya ilmu yang dia cari dengan susah payah tidak menjadi sia-sia. Oleh karena itu, bagi pembelajaran janganlah mencari ilmu untuk memperoleh keuntungan dunia yang hina, sedikit dan tidak kekal. Seperti kata sebuah syair: Dunia ini lebih sedikit dari yang sedikit, orang yang terpesona padanya adalah orang yang paling hina. Dunia dan isinya adalah sihir yang dapat menipu orang tuli dan buta. Mereka adalah orang-orang bingung yang tak tentu arah, karena jauh dari petunjuk.16 4. Imam Nawawi Al-Bantani Nawawi termasuk dalam aliran Konservatif Religius dan Rasional Religius. Karena ia dalam menggambarkan ide-ide dasar pendidikan, disamping kecenderungan nuansa agamisnya kuat, juga agama dikemas dengan rasional, khusunya menghargai potensi akal aktif dan kebebasan 15 16
Syekh Jarnuzi, Talimul Muta’alim, (Jakarta : Pustaka Amani :2001) Hal 5 Ibid, h., 5
13
berkehendak. Di satu sisi penafsirkan realitas dunia berpangkal pada ajaran agama, tetapi juga dipahaminya secara rasional, seperti keteraturan, tetap dan keterulangan, dan punya ukuran-ukuran yang pasti. Bahkan paling baik pembuktian kebenaran tauhid menurutnya adalah melalui pemikiran rasional terhadap keteraturan dan kerahasiaan alam bukan dengan jalan doktrin. Dari sini akhirnya kalbu merasakan adanya sesuatu yang melampaui semua yang ada yakni Pencipta yang tidak diciptakan, Yang Maha Mengatur, yang tidak diatur, dan Maha Sempurna yang tidak ada kurang-Nya. Di satu sisi memperoleh ilmu, dijadikan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan keagamaan yakni ridha Allah dan kebahagiaan akhirat. Tetapi ilmu juga harus dijadikan untuk memajukan peradaban dengan menghilangkan kebodohan dari manusia. Bahkan pemikiran keagamaan harus dikembangkan atas dasar iman dan ilmu. Etika pendidik dan peserta didik disamping kapabilitas keagamaannya harus dipenuhi, juga kapabilitas keilmuan dan profesionalitas. Mengenai tujuan pendidikan, disamping kecenderungannya menjadikan tujuan-tujuan keagamaan sebagai tujuan yang berada di dalamnya juga ilmu untuk peradaban. Demikian juga dalam hal klasifikasi ilmu. Ilmu-ilmu yang wajib personal dan komunal diarahkan kepada ilmu-ilmu keagamaan, sedangkan ilmu-ilmu yang lainnya kurang mendapat tekanan. Dari pandangan Nawawi tersebut tentu terdapat dampak positif edukatif dan negatif edukatif. Dampak edukatif positifnya ialah rasa tanggung jawab yang sangat kuat pada pemikiran pendidikannya, dan mengukuhkan rasa tanggung jawab moral itu. Penghargaannya terhadap persoalan pendidikan Islam sangat tinggi, bahkan menilainya sebagai wujud tanggang jawab keagamaan yang sangat luhur. Tugas mengajar dan belajar tidak sekedar sebagai tugas-tugas profesi dan kemanusiaan tetapi lebih jauh dari itu yakni sebagai tugas agama. Tanggung jawab keagamaan sebagai titik sentral dalam pendidikan Islam dan didampingi tanggung jawab kemanusiaan.17
17
Rofiudin , Sejarah Hidup Syekh Nawawi, (Tangerang : Pustaka cipta, 1992), hal 5
14
Berdasarkan pandangan tersebut, dapat diketahui, bahwa yang dimaksud dengan asas belajar adalah sejumlah ilmu yang secara fungsional sangat dibutuhkan untuk membangun konsep pendidikan, termasuk pula dalam melaksanakannnya. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan sebagai sebuah ilmu sangat membutuhkan dukungan dari ilmu-ilmu lain, seperti ilmu sejarah, psikologi manajemen, sosiologi, antropologi, teologi dan sebagainya. C. Karakteristik Prestasi Belajar Menurut Muhibbin Syah dalam bukunya prestasi belajar, beliau mengatakan bahwa karakteristik prestasi belajar adalah “adanya tiga perubahan yaitu: satu, perubahan intensional yaitu perubahan yang dalam proses belajar berkat pengalaman atau praktek yang dilakukan dengan sadar bukan karena kebetulan, dua, perubahan fositif-aktif, fositif artinya sesuai dengan harapan, dan aktif adalah tidak terjadi dengan sendirinya seperti karena proses kematangan, tiga, perubahan efektif-fungsional, efektif artinya perubahan tersebut membawa pengaruh, makna dan manfa‟at tertentu bagi siswa, sedangkan fungsional adalah perubahan yang relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat diproduksikan dan dimanfaatkan.18 Berdasarkan karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya dalam belajar itu terdapat adanya perubahan-perubahan tingkah laku dengan sadar bukan karena kebetulan semata. Karena manusia adalah makhluk yang termulia di alam jagat raya ini, karena menusia adalah makhluk yang berfikir dengan adanya akal. Sebagai mana yang dikemukakan oleh M. Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al-quran bahwa prinsip yang menjadi asas belajar berupa pandangan tentang manusia mengandung arti kepercayaan bahwa 18
Muhibbin syah. M. Ed, Psikologi belajar, ( Jakarta: PT. Logos wacana Ilmu, 1999), cet. Ke-1, h. 106
15
manusia adalah sebagai makhluk yang termulia dialam jagat raya. Ia adalah sebagai makhluk yang berfikir, mempunyai tiga dimensi, yaitu badan, akal, ruh, sebagai makhluk yang dapat menerima warisan yang bersumber dari alam lingkungan, memiliki motovasi dan kebutuhan, memiliki perbedaan antara satu dan lainnya, serta mempunyai keluwesan sifat dan dapat berubah.19
D. Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Kegiatan belajar yang dilakukan seseorang tidak berarti tidak ada hambatan, namun terdapat banyak faktor yang dapat menjadi problem untuk melakukan kegiatan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Faktor yang ada pada diri siswa yang disebut faktor individu, seperti motif, kematangan, kondisi, jasmani, keadaan alat indra, sikap, minat kapasitas belajar. 2. Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial (eksternal) seperti keluarga, sekolah dan masyarakat.20 Dari paparan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu sendiri seperti motif, kematangan, kondisi Jasmani, kedalam antara, sikap, minat, kapasitas belajar. Dan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu seperti keluarga, sekolah dan masyarakat.
E. Faktor Yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar : Dalam belajar tidaklah selalu berhasil, tetapi sering kali hal-hal yang mengakibatkan kegagalan atau setidak-tidaknya menjadi gangguan yang
19 20
M. Quraish Shihab , Membumikan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1992), h. 45 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), h. 106
16
menghambat kemajuan belajar. Kegagalan atau kesulitan belajar biasanya ada hal atau faktor yang menyebabkannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar adalah : 1. Faktor Internal Faktor internal faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri, yang dapat dibedakan atas beberapa faktor yaitu intelegensi, minat, bakat, dan kepribadian. a. Faktor Intelegensi Intlegensi ini dapat mempengaruhi kesulitan belajar seorang anak. Keberhasilan belajar serang anak ditentukan dari tinggi rendahnya tingkat kecerdasan yang dimilikinya, dimana seorang anak yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi cendrung akan lebih berhasil dalam belajarnya dibandingkan dengan anak yang intelegensinya rendah. b. Faktor Minat Faktor minat dalam belajar sangat penting. Hasil belajar akan lebih optimal bila disertai dengan minat. Dengan adanya minat mendorong kearah keberhasilan, anak yang berminat terhadap suatu pelajaran akan lebih mudah untuk mempelajarinya dan sebaliknya anak yang kurang berminat akan mengalami kesulitan dalam belajarnya. c. Faktor Bakat Bakat ini dapat menyebabkan kesulitan belajar, jika bakat ini kurang mendapatkan perhatian. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menjelaskan bahwa: bakat setiap orang berbeda-beda, orang tua kadang-kadang tidak memperhatikan faktor bakat ini. Anak sering diarahkan sesuai dengan kemauan orang tuanya, akibatnya bagi anak merupakan sesuatu beban, tekanan dan nilai-nilai yang ditetapkan oleh anak buruk serta tidak ada kemauan lagi untuk belajar.21 d. Faktor Kepribadian
21
Ibid, h. 324
17
Faktor kepribadian dapat menyebabkan kesulitan belajar, jika tidak memperhatikan fase-fase perkembangan (kepribadian) seseorang. Hal ini sebagaimana pendapat menjelaskan bahwa: fase perkembangan kepribadian seseorang tidak selalu sama fase pembentuk kepribadian ada beberapa fase yang harus dilalui. Seorang anak yang belum mencapai suatu fase tertentu akan mengalami kesulitan dalam berbagai hal termasuk dalam hal belajar.22 Dari pendapat tersebut, menunjukkan bahwa tidak semua fase-fase perkembangan (keperibadian) ini akan berjalan dengan begitu saja tanpa menimbulkan masalah, malah ada fase tertentu yang menimbulkan berbagai persoalan termasuk dalam hal kesulitan dalam belajar. 2. Faktor eksternal Faktor eksternal adalah merupakan faktor yang datang dari luar diri individu. Faktor eksternal ini dapat di bedakan menjadi tiga faktor yaitu a. Faktor Keluarga Peranan orang tua (keluarga) sebagai tempat yang utama dan pertama didalam pembinaan dan pengembangan potensi anak-anaknya. Namun tidak semua orang tua mampu melaksanakanya dengan penuh tanggung jawab. Beberapa hal yang dapat menimbulkan persoalan yang bersumber dari keluarga adalah seperti: 1)
sikap orang tua yag mengucilkan anaknya, tidak mepercayai, tidak adil dan tidak mau menerime anaknya secara wajar,
2)
broken home, perceraian, percekcokan,
3)
Didikan yang otoriter, terlalu lemah dan memanjakannya,
4)
Orang
tua
tidak
mengetahui
kemampuan
anaknya,
sifat
kepribadian, minat, bakat, dan sebagainya Ada beberapa aspek yang dapat menimbulkan masalah kesulitan belajar seorang anak yaitu: 22
Ibid, h. 235
18
1) Didikan orang tua yang keliru, 2) Suasana rumah yang kurang aman dan kurang harmonis, 3) Keadaan ekonomi orang tua yang lemah.23 b. Faktor Lingkungan Sekolah Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal setelah keluarga dapat menjadi masalah pada umumnya, dan khususnya masalah kesulitan belajar pada siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa lingkungan sekolah dapat menjadikan faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar seperti: 1). Cara penyajian pelajaran kurang baik. 2). Hubungan guru dan murid kurang harmonis. 3). Hubungan antara burid dengan murid itu sendiri tidak baik 4). Bahan pelajaran yang disajikan tidak dimengerti siswa, dan 5). Alat-alat pelajaran yang tersedia kurang memadai.24 c. Faktor Lingkungan Masyarakat Faktor
lingkungan
masyarakat
sangat
berperan
di
dalam
pembentukan kepribadian anak, termasuk pula kemampuan atau pengetahuannya. Dimana lingkungan masyarakat yang memiliki kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik, seperti: suka minum-minum minuman
keras,
penjudi
dan
sebagainya,
dapat
menghambat
pembentukam kepribadiaan dan kemampuan, termasuk pula dalam proses belajar mengajar seorang anak.25 Dari ketiga faktor eksternal ini dapat disimpilkan bahwa faktor yang paling berpengaruh adalah faktor linkungan masyarakat diantara kedua factor lainnya, karena anak lebih banyak menghabisakn waktunya di lingkungan masyarakat dari pada di rumah dan disekolah, sehingga pengaruhnya lebih besar. tapi bukan berarti kedua faktor yang lainnya tidak berpengaruh. 23
Ibid, h. 235 Ibid, h. 201 25 Ibid, h. 236 24
19
F. Hasil Penelitian Yang Relevan Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa buah karya yang berisi dan berkaitan dengan pembahasan urgensi belajar, diantaranya yaitu: 1. Dalam suatu skripsi saudara Siti Masádah dengan nomor induk 3198135 menulis tentang "konsepsi al Quran Surat aL-Ghasiyah ayat 17-20 kaitannya dengan Urgensi Ilmu pengetahuan Alam bagi Pendidikan Islam" yang memaparkan bahwa ilmu pengetahuan alam sangat diperlukan dalam mencapai tujuan pendidikan Islam, untuk membentuk insan kamil yang selain taat beribadah kepada Allah SWT, juga mempunyai kemampuan yang maksimal dalam melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT dimuka
bumi. Karena mempelajari ilmu pengetahuan alam
mempunyai manfaat yaitu: dengan akal sehatnya manusia akan berfikir bahwa semua yang diamati pasti ada yang mencipta, juga manusia diharapkan dapat mengkaji, memilih, dan mengekspresikan yang ada di sekitarnya untuk lebih meningkatkan kualitas hidup dan keyakinan pada Allah SWT.26 2. Dalam bentuk skripsi, saudara Fatihatun Ni'mah Hasan membahas "NilaiNilai Keimanan Dalam Surat aL-Mukminun Ayat 1-5 dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam" yang memaparkan bahwa ada hubungan nilainilai keimanan dengan pendidikan, sebab pendidikan merupakan sarana untuk membentuk nilai-nilai keimanan melalui aktualisasi serta fungsi dari nilai-nilai Islam tersebut ketika ada perubahan masyarakat modern dengan kekuatan Ilmu pengetahuan dan teknologi.27 Dari dua skripsi di atas, dapat ditarik persamaan dan perbedaan. Adapun persamaan penelitian yaitu sama-sama meneliti tentang pendidikan khususnya pendidikan Islam. Sedangkan perbedaannya yaitu peneliti pertama lebih fokus terhadap perlunya ilmu pengetahuan dalam mencapai tujuan pendidikan Islam, 26
Siti Mas'adah, Konsepsi Al-Quran Surat al-Ghosiyah 17-20 Kaitannya Dengan Urgensi Ilmu Pengetahuan Alam, (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN WS Semarang). 27 Fatihun Ni‟mah Hasan, Nilai-Nilai keimanan Dalam Surat al-Mukminun 1-5 dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam, (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN WS Semarang)
20
sedangkan peneliti kedua lebih fokus terhadap hubungan nilai-nilai keimanan dengan pendidikan. Adapun penulis sendiri lebih fokus terhadap pentingnya belajar dalam pendidikan islam.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu beberapa bulan, dengan pengaturan waktu sebagai berikut : bulan desember 2013 sampai dengan bulan juli 2014 digunakan untuk mengumpulkan data mengenai sumber - sumber tertulis yang diperoleh dari teks book yang ada di perpustakaan, serta sumber lain yang mendukung penelitian, terutama yang berkaitan dengan urgensi balajar menurut Q.S aL-Alaq/96: 1-5 B. Metode Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, dengan pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah “menggunakan metode berfikir deduktif, artinya menganalisis data yang
bersifat umum menuju kepada peristiwa yang
khusus”.1 Dalam
pengumpulan
data,
penulis
menggunakan
pendekatan
kepustakaan (library reseach). Untuk mendapatkan data-data penelitian, penulis mengumpulkan bahan kepustakaan, dengan cara membaca, menelaah buku-buku, surat kabar, majalah, dan bahan-bahan informasi lainnya terutama yang berkaitan dengan urgensi belajar menurut Q.S al-Alaq/:1-5 dan beberapa sumber diantaranya sebagai berikut:
1
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1991), h. 36.
21
22
Secara sederhana upaya yang dilakukan dalam pengumpulan data yang ada dalam buku diklasifikasikan menjadi dua yaitu, buku-buku yang merupakan sumber primer dan buku-buku yang merupakan sumber sekunder. 1. Sumber Primer Sumber primer adalah sumber pokok yang diperoleh dari aL-Qur’an surat al-Alaq ayat 1-5. Hadits dan Kitab-kitab yang berkaitan dengan Urgensi belajar seperti kitab tafsir aL-Misbah (M. Quraish Shihab), tafsir Jalalain (Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti) dan tafsir Nurul Quran (Allamah Kamal Faqih Imani) 2. Sumber Sekunder Sumber sekunder adalah sumber penunjang dan pembanding data yang dianggap relevan, seperti tafsir Ayat-ayat pendidikan (DR. Abuddin Nata, MA.), Membumikan Al-Quran (M. Quraish Shihab) C. Metode Analisis Data Adapun dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode sebagai berikut: 1. Metode Tafsir Tahlily Metode
Tafsir Tahlily (analisis) adalah suatu metode tafsir yang
bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat aL-Qur’an dari seluruh aspeknya. Adapun langkah-langkah yang ditempuh menurut aL-Farmawy sebagai berikut : Mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun didalam mushaf, penafsiran melalui uraiannya dengan mengemukakan arti kosa kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Juga mengemukakan munasabah (korelasi) ayatayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain. Begitu juga penafsir membahas mengenai sebab aLNuzul (latar belakang turunnya ayat) dan dalil-dalil yang berasal dari Rasul, atau sahabat atau para tabi’in, yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, dan sering pula bercampur dengan pembahasan dan lainnya yang dipandang dapat membantu memahami, nash aL-Qur’an tersebut.2 2
Abd. Al-Hayy al-Farmawy, Metode Tafsir Maudhu'y Suatu Pengantar, Terj. Surya A. Jarman, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 12.
23
2. Metode Kontekstual Metode kontekstual adalah keterhubungan antara yang sentral dan yang perifier. Studi secara kontekstual “adalah mendukung nash aL-Qur'an dan hadits sebagai sentral, dan terapan masa lampau, kini dan mendatang sebagai perifiernya”.3 Adapun cara penyajiannya bersifat deskriptif analitik. Penyajian deskriptif adalah menjelaskan tentang pengertian, maksud, tujuan, materi, dari sumber-sumber yang berkaitan sebagai penunjang, dan pembanding terhadap judul yang akan di teliti. D. Prosedur Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penulisan deskriptif analitik, metode yang dilakukan adalah : 1. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menelusuri, menelaah dan mengkritisi buku-buku atau tulisan lain yang menjadi rujukan utama serta buku-buku dan tulisan lain yang mendukung pendalaman dan ketajaman analisis. 2. Teknik Pengolahan Data Setelah data-data terkumpul lengkap, berikutnya yang penulis lakukan adalah membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi, dan mengklasifikasi data-data yang relevan yang mendukung pokok bahasan, untuk selanjutnya penulis analisis, simpulkan dalam satu pembahasan yang utuh. 3. Analisis Data Selanjutnya dalam menganalisis data yang telah terkumpul, penulis menggunakan teknik deskriptif analitik, yaitu teknik analisa data yang menggunakan,
menafsirkan
serta
mengklasifikasikan
dengan
membandingkan fenomena-fenomena pada masalah yang diteliti melalui 3
h. 47.
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1990),
24
langkah mengumpulkan data, menganalisa data dan menginterpretasi data dengan metode berfikir: “Deduktif merupakan teknik berfikir yang berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum, lalu menyimpulkan sebagai hal yang sifatnya khusus”. 4. Teknik Penulisan Teknik penulisan ini berpedoman pada Pedoman Penulisan skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Hasil Analisis Kritis Deskriptif 1. Sekilas Tentang Q. S aL-Alaq/ 96: 1-5 “Surah ini disepakati turun di Mekkah sebelum Nabi Muhammad SAW. hijrah. Hampir semua ulama sepakat bahwa wahyu aL-Quran pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW. adalah lima ayat pertama surah ini. Nama yang popular pada masa sahabat Nabi SAW. adalah Surah Iqra Bismi Rabbika”.1 “Mulai dari permulaan ayat sampai pada firman-Nya: “Ma lam ya‟lam” adalah ayat-ayat yang pertama kali diturunkan. Diturunkan di Gua Hira. Demikianlah menurut hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.”2 2. Teks Ayat dan Terjemah Q. S aL-Alaq/ 96: 1-5
. . . . . 1
M. Quraish Shihab, AL-Lubab; Makna, Tujuan, dan Pelajaraan dari Surah-Surah AlQuran, (Ciputat: Lentera Hati, 2012), Cet. ke-1, h., 687 2 Bahrun Abu Bakar, Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nujul, jilid 2, Terj. dari Tafsir Jalalain oleh Imam Jalaludin As-Suyuti dan Imam Jalaludin AL-Mahalli, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009), cet. ke-6, h., 1354
25
26
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-„Alaq: 1-5)3
3. Mufradat (Penjelasan Kata) Q.S. aL-Alaq/ 96: 1-5 a. ( ) اقزِأbacalah maksudnya mulailah membaca b. ( ربّك
)باسنdengan menyebut nama Tuhanmu
c. ( ) خلقYang telah menciptakan semua makhluk d. ( ) االنسانjenis manusia e. ( ) علقbentuk jama dari „alaqoh artinya segumpal darah yang kental f. ( ) االكزمmaha pemurah g. ( علّن h. (
) الذيyang mengajar manusia menulis
) باالقلن
dengan pena ; orang pertama yang menulis dengan qalam
adalah Nabi Idris a.s. i. (
ها لن يعلن
) apa yang tidak diketahuinya yaitu sebelum Dia
mengajarkan kepadanya hidayah, menulis, dan berkreasi serta hal-hal lainnya.4 4. Munasabat Q. S al-Alaq/ 96: 1-5 Surat al-„Alaq yang terdiri dari 19 ayat ini tergolong surat yang di turunkan di Makkah (Makkiyah). Hubunganya dengan surat sebelumnya (yaitu surat at-Tin) adalah bahwa pada surat sebelumnya itu dibicarakan tentang penciptaan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, sedangkan dalam surat al-„Alaq ini di bicarakan tentang penciptaaan manusia dari al„Alaq (segumpal darah) hingga nasibnya di akhirat nanti. Dengan
3 4
Depag RI, Al-Qur‟an dan terjemahnya (Jakarta: Depag RI, 1998), h. 1079. Abubakar, loc. Cit
27
demikian surat al-„Alaq ini tidak ubahnya seperti al-syarah wa al-bayan (penjelasan dan keterangan) terhadap keterangan terdahulu.5
5. Asbabun Nujul Q. S aL-Alaq/ 96: 1-5 Setelah menginjak usia empat puluh tahun, Muhammad SAW, lebih banyak mengerjakan tahannuts dari pada waktu-waktu sebelumnya. Pada bulan Ramadhan diperbanyaknya perbekalan lebih banyak dari biasanya, karena akan bertahannuts lebih lama dari pada waktu-waktu sebelumnya. Dalam melakukan tahannuts kadang-kadang beliau bermimpi, mimpi yang benar (arru‟ yaa ashshaadiqah). Pada malam 17 Ramadhan, bertepatan dengan 6 Agustus tahun 610 Massehi, diwaktu Nabi Muhammad SAW. sedang bertahannuts di Gua Hira, datanglah malaikat Jibril a.s. membawa tulisan dan menyuruh Muhammad SAW. untuk membaca katanya: “Bacalah”. Dengan terperanjat Muhammad SAW. menjawab: “Aku tidak dapat membaca”. Beliau lalu direngkuh beberapa kali oleh malaikat Jibril a.s. hingga nafasnya sesak, lalu dilepaskannya seraya disuruhnya membaca sekali lagi: “bacalah”. Tetapi Muhammad SAW. masih tetap menjawab: “Aku tidak dapat membaca”. Begitulah keadaan berulang sampai tiga kali, dan akhirnya Muhammad SAW. berkata: “apa yang kubaca”, kata jibril : Inilah wahyu yang pertama diturunkan oleh Allah SWT. kepada Muhammad SAW. dan inilah pula saat penobatan beliau sebagai Rasulullah, atau utusan Allah kepada seluruh umat manusia, untuk menyampaikan risalah-Nya.6 Pada saat menerima pengangkatan menjadi rasul ini, umur beliau mencapai 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut tahun bulan (Qamariyah) atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut tahun matahari (Syamsiah). Setelah menerima wahyu itu beliau terus pulang kerumah dalam keadaan gemetar, sehingga minta diselimuti oleh istrinya, Siti Khadijah. 5
Abudin Nata, Tafsir Ayat-ayt Pendidikan(Tafsir Al-ayat Al-Tarbawi), (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2010) Cet. ke-4, h. 39 6 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 1992), hal 449
28
Istri yang patuh dan setia itu segera menyelimutinya. Setelah agak cemas redanya, maka diceritakannya kepada istrinya segala yang terjadi atas dirinya dengan perasaan cemas dan khawatir. Tetapi istri yang bijaksana itu sekalipun tidak memperhatikan kekhawatiran dan kecemasan hatinya bahkan dengan khidmad ia menatap mata suaminya, seraya berkata: “berbahagialah hai anak pamanku, tatapkanlah hatimu, demi tuhan yang jiwa Khadijah di dalam tangannya, saya harap engkaulah yang akan menjadi Nabi bagi umat kita ini. Allah tidak akan mengecewakan engkau; bukankah engkau yang senantiasa berkata benar selalu menumbuhkan tali silaturrahim, bukankah engkau yang senantiasa menolong anak yatim, memuliakan tetamu dan menolong setiap orang yang ditimpa kemalangan dan kesengsaraan?” demikianlah Siti Khadijah menentramkan hati suaminya.7 Karena terlampau lelah setelah mengalami peristiwa besar yang baru saja terjadi itu, maka beliaupun tertidur. Sementara itu Siti Khadijah pergi kerumah anak pamannya waraqah bin naufal, seorang yang tidak menyembah berhala, telah lama memeluk agama nasrani dan dapat menulis dengan bahasa ibrani, telah mempelajari dan menyalin ke bahasa Arab isi kitab Injil dan Taurat, usianya sudah lanjut dan matanya sudah buta, lalu diceritakannya oleh Siti Khadijah, apa yang terjadi atas diri suaminya. Setelah didengarkannya cerita Khadijah itu lalu ia berkata: “Quddus, Quddus, demi tuhan yang jiwa waraqah di dalam tangannya, jika engkau membenarkan aku, ya Khadijah, sesungguhnya telah datang kepadanya (Muhammad) namus akrab (petunjuk Yang Maha Benar), sebagai pernah datang kepada Nabi Musa a.s.: ia sesungguhnya akan menjadi Nabi bagi umat kita ini. Dan katakanlah kepadanya hendaklah ia tetap tenang”. Siti Khadijah kembali ke rumahnya, lalu diceritakannya apa yang dikatakan oleh Waraqah Bin Nauf, kepada Rasulullah dengan katakata yang lemah lembut yang dapat menghilangkan kecemasan dan kekhawatiran Rasulullah. 7
Ibid,
29
Di dalam kitab-kitab tarikh diriwayatkan, bahwa setelah badan Nabi Muhammad SAW. kelihatan telah segar kembali dan telah seperti sedia kala, suaranya sudah berangsur tenang, maka Khadijah mengajak Nabi segera pergi menemui waraqah bin Nauf di rumahnya, dengan maksud hendak bertanya lebih lanjut secara langsung kepadanya tentang peristiwa yang telah menimpa diri Nabi yang terjadi di gua hira itu. Sesampainya Nabi bersama Khadijah di rumah Waraqah bin Nauf, lalu Nabi menceritakan apa-apa yang baru dialaminya. Kemudian waraqah berkata: “quddus, quddus! Hai (Muhammad) anak saudaraku, itu adalah rahasia yang paling besar yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa A.S. wahai kiranya aku dapat menjadi muda dan kuat, semoga aku masih hidup, dapat melihat, ketika engkau dikeluarkan (diusir) kaummu”. “Nabi setelah mendengarkan perkataan Waraqah yang sedemikian itu, lalu beliau bertanya: “Apakah mereka (kaumku) akan mengusir aku?” waraqah menjawab : “Ya, semua orang yang datang membawa seperti apa yang engkau bawa ini, aku akan menolong engkau dengan sekuat-kuat tenagaku”. “Dengan keteragan waraqah itu, Nabipun merasa mendapat keterangan dan penjelasan yang jelas tentang peristiwa yang baru dialaminya itu. Juga Khadijah memang teguh akan keterangan-keterangan warakah itu, dan memang itulah yang dinanti-nantikan selama ini, berita gembira tentang keangkatan suaminya menjadi Rasul.”8 Hal ini sebagaimana hadits sebagai berikut:
8
Ibid, h. 342
30
Imam Ahmad berkata Abdurrazaq bercerita kepada kami, Ma‟mar bercerita kepada kami dari Az-zuri, dari urwah, dari Aisyah, ia berkata: wahyu yang pertama kali turun kepada Rasulullah SAW ialah mimpi baik. Biasanya mimpi itu terlihat jelas oleh Beliau, seperti jelasnya cuaca pagi. Kemudian hati beliau tertarik hendak mengasingkan diri ke gua Hira, dan disitu beliau beribadah selama beberapa malam, maka beliau membawa perbekalan secukupnya. Setelah perbekalan habis, beliau kembali kepada khadijah untuk mengambil perbekalan lagi secukupnya. Kemudian beliau kembali lagi ke gua hira, hingga suatu ketika dating kepadanya Al-
31
Haqq(kebenaran atau wahyu), yaitu sewaktu beliau masih berada di gua hira. Tiba-tiba malaikat dating kepadanya dan berkata”bacalah” Rasulullah SAW menjawab, “aku tidak pandai membaca”. Aku ditarik dan dipeluknya hingga aku kelelahan. Kemudian aku dilepaskannya dan disuruh lagi untuk membaca, “bacalah” Rasulullah SAW menjawab, “aku tidak pandai membaca” lalu beliau ditarik dan dipeluknya lagi hingga beliau kelelahan. Kemudian dilepaskannya dan disuruh lagi untuk membaca. “bacalah” rasul menjawab “aku tidak pandai membaca” rasul ditarik dan dipeluknya lagi untuk ketiga kalinya, kemudian dilepaskannya seraya berkata “bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang menciptakan...sampai ayat dia mengajarka manusia apa yang tidak diketahuinya”. Kemudian Rasul pulang dalam keadaan menggigil, sampai masuk kerumah khadijah hingga hilang rasa takutnya. Beliau berkata “wahai khadijah apa yang terjadi pada diriku”? beliau kemudian menceritakan semua kejadianyang baru dialaminya seraya berkata “sesungguhnya aku cemas atas diriku” khadijah lalu berkata “tidak usah takut demi Allah Tuhan tidak akan membinasakanmu. Engkau selalu menyambung persaudaraan, membantu orang yang sengsara, berusaha mencari barang keperluan yang belu ada, memuliakan tamu, dan menolong orang yang kesusahan karena menegakan kebenaran. Khadijah kemudian pergi bersama beliau menemui waraqah bin naufal bin asad bin abdul uzza bin qushay, yaitu anak paman khadijah, atau saudara ayahnya. Ia telah memeluk agama nasrani pada masa jahiliyyah. Ia pandai menulis buku dalam bahasa arab dari kitab injil semampunya. Usianya telah lanjut dan matanya telah buta. Khadijah lalu berkata “wahai anak pamanku tolong dengarkanlah kabar anak saudaramu (Muhammad) ini” lalu waraqah bertanya “wahai anak saudaraku apa yang telah terjadi atas dirimu” Rasul lalu menceritakan semua peristiwa yang telah dialaminya.lalu waraqah berkata “inilah Namus (Malaikat) yang pernah diutus kepada nabi musa. Semoga saja aku membelamu semoga saja aku masih hidup ketika engkau di usir oleh kaummu” lalu Rasul bertanya “apakah mereka akan mengusirku” waraqah menjawab “ya, betul, belum pernah seorang pun diberi wahyu seperti engkau yang tidak dimusuhi orang, apabila aku masih mendapati hari itu maka aku akan menolongmu sekuat tenaga”. Tidak lama kemudian waraqah meninggal dunia dan wahyu pun terputus untuk sementara waktu hingga esok harinya Rasul sering bersedih. Setipa kali beliau berada dipuncak gunung tersebut. Saat itu juga jibril muncul, lalu berkata “Hai Muhammad, sungguh engkau benar-benar utusan Allah.” Beliau pun merasa tenanglalu beliau pun pulang. Namun apabila wahyu lama tidak turun kepada beliau, keesokan harinya beliau melakukan hal yang serupa. Apbila beliau telah berada di puncak gunung, maka jibril datang dengan mengatakan hal yang serupa.9
9
ATC Mumtaz Arabia, Derajat Hadits-Hadits dalam Ibnu Katsir/ tahqiq, Muhammad Nashiruddin Al bani, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet. ke-1, h., 738
32
Berkenaan dengan turunya surat al-Alaq ini, sumber lain menyebutkan mengenai adanya ayat dari surat tersebut yang tidak diturunkan sekali gus di gua hira, yaitu ayat 17 sampai dengan 19. dalam kaitan ini al-Naisabury menjelaskan bahwa ayat 17sampai dengan 19. Surat al-„Alaq diturunkan berkenaan dengan kasus abu jahal. Menurut informasi yang berasal dari Abu Mansur al-Baghdadi yang di terima Abu Abdullah bin yazid al-Huzy, yang diterima dari abu sa‟id al-Asyadz, yang di terima dari abu khalid Abd al- Aziz bin hind dari ibn Abbas, yang menceritakan ketika Rasulallah SAW sedang melaksanakan sholat datanglah Abu Jahal dan berkata: Bukankah aku telah melarangmu melakukan perbuatan ini? Menghadapi permasalahan tersebut Rasulullah Saw berpaling meninggalkan Abu Jahal, kemudian Abu Jahal berkata lagi: Demi Allah sesungguhnya engkau niscaya akan tahu bahwa dengan shalat tersebut engkau termasuk orang yang paling banyak memohon dari pada saya. Dalam keadaan demikian maka turunlah ayat 17 sampai dengan 19 tersebut.10
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Tafsir Q.S Al-Alaq/ 96: 1-5
a. Ayat Pertama (ك اّلَذِي خَلَق َ ِ)اقْزَ ْأ بِاسْ ِن رَب “Menurut Tafsir Jalalain membaca
باسن ربّك الذي خلق
( اقزأBacalah)
maksudnya mulailah
(dengan menyebut nama Tuhan yang
menciptakan) semua makhluk.”11 Pendapat lain seperti yang dikemukakan oleh Allamah Kamal Faqih Imani dalam kitab Tafsir Nurul Quran bahwa ayat pertama Surah aL-Alaq menyapa Rasulullah dengan mengatakan, “Bacalah (nyatakanlah) dengan nama Tuhanmu yang menciptakan.” Sebagian 10
Abi al-Hasan „Ali bin Ahmad al-Wahdy al-Naisabury, Asbab al-Nuzul, (Beirut: Dar alFikr, 1311H,/1991 M), h. 303 11 Abubakar, loc. cit
33
mufasir berpendapat bahwa objek yang dituju untuk dibaca tidak disebutkan dalam kalimat ini, tetapi pada dasarnya berarti: “bacalah aL-Quran dengan menyebut namaTuhanmu”. Itulah sebabnya mengapa mereka menganggap ayat ini sebagai hujah, bawa “bismillah..” adalah frase yang harus digabungkan dalam surah-surah aL-Quran.12 Hal pertama yang menarik untuk di catat disini ialah pada penekanan ayat terhadap masalah ketuhanan bahwa Rabb berarti “Tuhan
Pembaharu”,
Zat
yang
menguasai,
memelihara
dan
menyayangi. Selanjutnya untuk menegakkan ketuhanan (rubbubiyyah), ayat ini secara empatik menunjuk pada “penciptaan dan eksistensi alam semesta”, sebab, sebaik-baiknya alas an bagi rubbubiyyah-Nya adalah sifat kreatif-Nya. Zat yang menjalankan dan memelihara alam semesta adalah penciptanya. Dan sesungguhnya pernyataan ini merupakan sebuah jawaban kepada kaum musyrik Arab yang telah mengakui kekuatan kreatif Allah, tetapi tetap juga mengasumsikan ketuhanan dan sarana dunia ini kepada berhala-berhala dan tuhantuhan mereka sendiri. Disamping itu rubbubiyah Allah dan perlengkapan-Nya di dunia ini merupakan bukti terbaik guna membuktikan wujud-Nya.13 Selanjutnya M. Quraish Shihab dalam kitab Tafsir aL-Misbah mengemukakan bahwa kata ( )اقزأterambil dari kata
قزأ
qara‟a yang
pada mulanya berarti menghimpun. Apabila anda merangkai huruf atau kata kemudian anda mengucapkan rangkaian tersebut maka annda telah menghimpunnya yakni membacanya. Dengan demikian, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehinnga terdengar oleh orang lain.14
12
Rahadian, Terjamah Tafsir Nurul Quran: Sebuah Tafsir Sederhan Menuju Cahaya aLQuran, jilid XX, (Jakarta: Al-Huda, 2006), cet. 1, h., 181 13 ibid,. h,. 182 14 Shihab, op. cit.,454
34
Lebih jauh Qurish Shihab menuturkan bahwa pada ayat pertama ini tidak menyebutkan objek bacaan, dan jibril as. tidak juga membaca satu teks tertulis, dan karena itu dalam satu riwayat dinyatakan bahwa nabi saw. Bertanya: (اقزا
)هاma aqra ?
apa yang harus saya baca.?.
namun demikian beraneka ragam pendapat ahli tafsir
yang
mengemukakan tentang objek bacaan yang dimaksud. Ada yang berpendapat bahwa itu wahyu-wahyu aL-Quran sehingga perintah itu dalam arti bacalah wahyu-wahyu al-Quran ketika dia turun nanti. Ada juga yang berpendapat objeknya adalah ismi Rabbika sambil menilai huruf ba yang menyertai kata ismi adalah sisipan sehingga ia berarti bacalah nama Tuhanmu atau berzikirlah. Tapi jika demikian, mengapa nabi saw. Menjawab “saya tidak dapat membaca”. Seandainya yang dimaksud adalah perintah berzikir tentu beliau tidak menjawab demikian karena jauh sebelum dating wahyu beliau telah senantiasa melakukannya.15 Dalam
kitab
tafsir
aL-Misbah,
M.
Quraish
Shihab
mengemukakan pendapat Muhammad Abduh bahwasannya memahami perintah membaca disini bukan sebagai beban tugas yang harus dilaksanakan (amr taklifi) sehingga membutuhkan objek, tetapi ia adalah amr takwini yang mewujudkan kemampuan membaca secara actual kepada diri pribadi Nabi Muhammad saw. Pendapat ini dihadang oleh kenyataan bahwa setelah turunnya perintah ini pun Nabi Muhammad masih tetap dinamai aL-Quran sebagai seorang ummy (tdak pandai membaca dan menulis), disisi lain jawaban nabi kepada jibril ketika itu tidak mendukung pemahaman tersebut.16 Kata (ّ )ربseakar dengan kata ( )تزبيةtarbiyah/pendidikan. Kata ini memiliki arti yang berbeda-beda namun pada akhirnya arti-arti itu mengacu kepada pengembangan, peningkatan, ketinggian serta
15 16
Shihab, loc. cit Shihab, loc. cit
35
perbaikan. Kata rabb maupun tarbiyah berasal dari kata (يزبو
-)ربا
raba-yarbu yang dri segi pengertian kebahasaan adalah kelebihan. Dataran tinggi dinamai (
ربوة
) rabwah, sejenis roti yang dicampur
dengan air sehingga membengkak dan membesar disebut (
) الزبّو
ar-
rabw. dan kata rabb apabila berdiri sendiri maka yang dimaksud adalah Tuhan. yang tentunya antara lain karena Dialah yang melakukan pendidikan yang pada hakikatnya adalah pengembangan, peningkatan, serta perbaikan makhluk ciptaannya.17 Kata ( )خلقkholaqo dari segi pengertian kebahasaan memiliki sekian banyak arti., antara lain: menciptakan dari tiada, menciptakan tanpa satu contoh terlebih dahulu,. Mengukur, memperhalus, mengatur membuat dan sebagainya. Kata ini biasanya memberikan tekanan tentang kehebatan dan kebesaran Allah dalam ciptaannya. Berbeda dengan kata ( )جعلmengandung penekanan terhadap manfaat yang harus atau dapat diperoleh dari sesuatu yang dijadikan itu. Objek kholaqo pada ayat ini tidak disebutkan sehingga objeknya pun sebagaimana iqra bersifat umum, dan dengan demikian Allah adalah pencipta semua makhluk.18 b. Ayat Kedua ( ٍعلَق َ Dalam
ْق ا ّْلإِنْسَانَ هِن َ خَل َ )
Tafsir Jalalain pengertian
خلق االنسان
“Dia telah
menciptakan manusia” (jenis manusia) dari Alaq. dan Lafadz Alaq bentuk jama dari kata Alaqoh, artinya segumpal darah yang kental.19 Kata ( )االنسانmenurut tafsir aL-Misbah terambil dari akar kata ( )انسuns/senang, jinak. dan harmonis. Atau dari kata ( )نسيnis-y yang berarti lupa. Ada juga yang berpendapat dari kata ( )نوسnus,
17
Shihab, op. cit., h., 457 Shihab, op. cit., h. 458 19 Abubakar, loc. cit 18
36
yakni gerak
atau dinamika. Kata Insan menggambarkan manusia
dengan berbagai keragaman sifatnya. Kata ini berbeda dengan kata ( )بشزbasyar yang juga diterjemahkan dengan manusia, tetapi maknanya lebih banyak mengacu kepada manusia dari segi fisik serta nalurinyayang tidak berbeda antara seorang manusia dengan manusia lain. Manusia adalah makhluk pertama yang disebut Allah dalam alQuran melalui wahyu pertama. Bukan saja karena ia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya atau karena segala sesuatu dalam raya ini diciptakan dan ditundukan Allah demi kepentingannya, tetapi karena kitab suci al-Quran ditujukan kepada manusia guna menjadi pelita kehidupannya. Salah satu cara yang ditempuh oleh al-Quran untuk mengantar manusia menghayati petunjuk-petunjuk Allah adalah memperkenalkan jati dirinya, antara lain dengan menguraikan proses kejadiannya.20 Kata
علق
„alaq dalam kamus-kamus besar bahasa Arab
digunakan dalam arti segumpal darah, juga dalam arti cacing yang terdapat di dalam air bila diminum oleh binatang maka ia tersangkut dikerongkongannya. Bisa juga kata „Alaq dipahami sebagai berbicara tentang sifat manusia sebagai makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri tetapi selalu bergantung kepada selainnya.21 Tafsir Nurul Quran menjelaskan bahwa istilah
علق
semula
berarti “menempel pada sesuatu”. Karena itu, darah yang menggumpal atau seekor lintah yang menempeli tubuh untuk menyedot darah, disebut Alaq. Sejak benih kehidupan berubah menjadi sejenis gumpalan yang membeku yang secara sekilas sangat tidak berharga, selama masa proses kehidupan, hingga ia menjadi janin. Gumpalan darah itu sesunggunya merupakan sumber pokok dari penciptaan manusia. Disini menjadi jelas mengenai kekuasaan Allah. Dia lah Zat 20 21
Shihab, op. cit., h. 459 Shihab, loc. cit
37
yang mampu menciptakan makhluk mulia yang sebelumnya hanyalah segumpal darah yang tampak tidak berharga dan rendah.22 c. Ayat Ketiga ( ُا ْلأَكْرَم
َ) اقْرَأْ وَرَّبُك
Tafsir Jalalian menjelaskan bahwa lafadz
اقزأ
(bacalah) lafadz
ayat ini mengukuhkan makna lafadz pertama yang sama. dan lafadz
وربك االكزم
(dan Tuhanmulah yang paling pemurah) artinya tiada
seorang pun yang dapat menandingi kemurahan-Nya. Lafadz ayat ini sebagai hal dari dhamir yang terkandung di dalam lafadz iqra.23 Dalam Tafsir Nurul Quran bahwa kata
اقزأ
pada ayat ketiga ini
artinya bacalah (umumkanlah), dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Dalam peristiwa manapun, sebenarnya ayat ini merupakan satu jawaban atas pernyataan Nabi saw. Yang merespon Jibril dengan mengatakan “Aku tidak bisa membaca”; dan ini artinya: “engkau dapat membaca ialah karena kemurahan dan kasih sayang yang besar dari Tuhanmu”.24 Sedangkan menurut Tafsir aL-Misbah bahwa Perintah membaca yang kedua ini dimaksudkan agar beliau lebih banyak membaca, menelaah, memerhatikan alam raya, serta membaca kitab yang tertulis dan tidak tertulis dengan rangka mempersiapkan diri terjun ke masyarakat. Kata االكزمbisa diterjemahkan dengan yang maha paling pemurah. Kata ini terambil dari kata
كزم
(kroma) yang antara lain
berarti: memberikan,dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai tinggi, terhormat, mulia, setia, dan sifat kebangsawanan. Kata
االكزم
yang berbentuk superlatif adalah satu-satunya ayat
di dalam al-Quran yang menyifati Tuhan dalm bentuk tersebut. Ini mengandung pengertian bahwa Dia dapat menganugrahkan puncak 22
Rahadian, op. cit., h,. 182 Abubakar, loc. cit 24 Rahadian, op. cit., h,. 183 23
38
dari segala yang terpuji bagi setiap hamba-Nya, terutama dalam kaitannya dengan perintah membaca. Dari sini, kita tidak wajar memahami perintah membaca yang kedua ini hanya terbatas tujuannya untuk menolak alas an Nabi “saya tidak dapat membaca”, tidak pula sekedar untuk menanamkan rasa percaya diri, atau berfungsi pengganti “mengulang-ulangi bacaan”, tetapi jauh lebih dalam dan lebih luas, seluas pengertian kata akram yang berbentuk superlative dan seluas kata Karam yang menyifati Allah swt. Sebagai makhluk, kita tidak dapat menjangkau betapa besar karam Allah swt. Karena keterbatasan kita di hadapannya. Namun demikian sebagiab darinya dapat diungkapkan sebagai berikut: “bacalah
wahai
Nabi
meuhammad,
Tuhanmu
akan
menganugrahkan dengan sifat kemurahannya pengetahuan tentang apa yang tidak engkau ketahui. Baca dan ulangi bacaan tersebut walaupun objek bacaannya sama, niscaya Tuhanmu akan memberikan pandangan serta pengertian baru yang tadinya engkau belum peroleh pada bacaan pertama dalam objek tersebut.” Bacalah dan ulangi bacaan, Tuhanmu akan memberikan manfaat kepadamu, manfaat yang banyak tidak terhingga kerena Dia Akram, memiliki segaala macam kesempurnaan.” Disini kita daapat melihat perbedaan antara perintah membaca pada ayat pertama dan perintah paada ayat ketiga, yakni yang pertama menjelaskan syarat yang harus dipenuhi dari seseorang ketika membaca (dalam segala pengertian), yaitu membaca demi karena Allah, sedangkan perintah yang keduamenggambarkan manfaat yang diperoleh dari bacaan bahkan pengulangan bacaan tersebut. Dalam ayat ketiga ini, Allah menjanjikan bahwa pada saat seseorang membaca dengan ikhlas karena Allah, Allah akan menganugrahkan
kepadanya
ilmu
pengetahuan,
pemahaman-
pemahaman, wawasan-wawasan baru walaupun yang dibacanya itu-itu juga. Apa yang dijanjikan ini terbukti sangat jelas. Kegiatan “membaca” ayat al-Quran menimbulkan penafsiran-penafsiran baru
39
atau pengembangan dari pendapat-pendapat yang telah ada. Demikian juga kegiatan membaca alam raya ini telah menimbulkan penemuanpenemuan baru yang membuka rahasia-rahasia alam, walaupun objek bacaannya itu-itu juga. Ayat al-Quran yang dibaca oleh generasi terdahulu dan alam raya yang mereka huni, adalah sama tidak berbeda, namun pemahaman mereka serta penemuan rahasianya terus berkembang
25
d. Ayat Keempat dan Kelima: ِن هَا َّلنْ يَعْ َلن َ عََل َن اّلْإِ ْنسَا.اَّلذِي عََلنَ بِاّلْقَلَن Tafsir Jalalain memberikan pengertian bahwa kata (dengan qalam) artinya dengan
با القلن
pena. dan orang pertama yang
menulis dengan qalam atau pena adalah Nabi Idris.
ها لن يعلن
(apa yang tidak diketahuinya) artinya yaitu sebelum
Allah mengajarkan hidayah, menulis, dan berkreasi serta hal-hal lainnya.26 Tafsir Nurul Quran meberikan pemahaman bahwa ayat ini pun merupakan jawaban atas pernyataan Nabi saw yang berkata, “saya tidak bisa membaca.” Di sini ayat menjawab bahwa Tuhan yang sama yang telah yang telah mengajari manusia dengan pena dan mengajarinya dari hal-hal yang tidak ia ketahui sebelumnya, dan yang mampu mengajari seorang hamba (seperti dirinya) yang tidak mengetahui bagaimana cara membaca. Ayat ke empat ini bisa di pandang dalam dua cara. Pertama Allah mengajarkan tulisan dan kitab kepada manusia dan Dia lah yang mampu melakukan isyarat ini; menetapkan sumber semua sains, pengetahuan dan peradaban seorang hamba. Kedua melalui cara dan sarana pengajaran itu manusia di ajari seluruh bidang sains dan pengetahuan.27
25
Shihab, op. cit., h. 462 Abubakar, op. cit., h., 1355 27 Rahadian, op. cit., h,. 184 26
40
Dan menurut Tafsir aL-Misbah Kata
القلنterambil dari kata kerja
قلنyang berarti memotong ujung sesuatu. Kata qalam disini dapat berarti hasil dari pnggunaan ayat tersebut, yakni tulisan. Ini karena bahasa sering kali menggunakan kata yang berarti “alat” atau penyebab untuk menunjuk akibat atau hasil dari penyebab atau penggunaan alat tersebut. Dari uraian diatas kita dapat menyatakan bahwa kedua ayat diatas menjelaskan dua cara yang ditempuh Allah dalam mengajar manusia. Pertama melalui pena (tulisan) yang harus dibaca oleh manusia dan yang kedua melalui pengajaran secara langsung tanpa alat. Cara yang kedua ini dikenal dengan istilah ilmu ladunniy.28 2. Kandungan Q. S aL-Alaq/ 96: 1-5 a. Ayat Pertama (َخَلَق
)اقْزَ ْأ بِاسْ ِن رَبِكَ اّلَذِي
Ayat pertama ini mengandung pesan ontologis tentang sumber ilmu pengetahuan. Pada ayat tersebut Allah SWT menyuruh Nabi Muhamad SAW agar membaca. Sedangkan yang di baca itu obyeknya macam-macam. Yaitu ada yang berupa Ayat-ayat Allah yang tertulis sebagaimana surat Al-„Alaq itu sendiri, dan dapat pula ayat-ayat Allah yang tidak tertulis seperti yang terdapat pada alam jagat raya dengan segala hukum kausalitas yang ada didalamnya, dan pada diri manusia. Berbagai ayat tersebut jika di baca dalam arti ditelaah, diobservasi, diidetifikasi, dikatagorisasi, dibandingkan, dianalisa dan disimpulkan dapat menghasilkan ilmu pengetahuan.29 Membaca ayat-ayat Allah yang berada dalam Al-Qur‟an dapat menghasilkan ilmu agama islam seperti Fiqih, Tauhid, Akhlak, dan sebagainya. Sedangkan membaca ayat-ayat Allah yang ada dalam diri manusia dari segi fisiknya menghasilkan sains seperti ilmu kedokteran 28 29
Shihab, op. cit., h. 464 Shihab, op. cit., 467
41
dan ilmu tentang raga, dan dari segi tingkah lakunya menghasilkan ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi, dan lain sebagainya, dan dari segi kejiwaannya menghasilkan ilmu jiwa. Dengan demikian karena obyek ontologi seluruh ilmu tersebut adalah ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya ilmu itu pada hakikatnya milik Allah, dan harus diabadikan untuk Allah. Manusia hanya menemukan dan
memanfaatkan ilmu-ilmu tersebut. Pemanfaatan ilmu-ilmu
tersebut harus di tunjukan untuk mengenal, mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah SWT. Dengan demikian ayat petama surat Al„Alaq ini terkait erat dengan obyek, sasaran dan tujuan pendidikan.30 b. Ayat Kedua (
ٍن عَلَق ْ ِق اّلْإِنْسَانَ ه َ خَل َ )
Kekuasaan Allah itu telah diperlihatkan ketika memberikan kemampuan membaca kepada Nabi Muhammad SAW, sekalipun ia belum pernah belajar membaca. Dengan demikian ayat ini memberikan informasi tentang pentingnya memahami asal usul dan proses kejadian manusia dengan segenap potensi yang ada dalam dirinya. Penjelasan tentang asal-usul dan proses kejadian manusia ini lebih lanjut dijelaskan dalam ayat yang berbunyi: Q.S. Al-mu‟minun, 23: 12-14
“Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan 30
Ibid,
42
tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (QS. Al-Mu‟minuun: 12-14)31 Proses kejadian manusia sebagaimana dikemukakan dalam ayatayat tersebut telah terbukti sejalan dengan apa yang di jelaskan berdasarkan analisis ilmu pengetahuan. Namun yang terpenting bukanlah ditemukannya kesesuaian antara ajaran Al-qur‟an dengan ilmu pengetahuan, tetapi yang terpenting adalah agar timbul kesadaran pada manusia, bahwa dirinya adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT
dan
selanjutnya
ia
harus
mempertanggung
jawabkan
perbuatannya kelak di akhirat. Kesadaran ini selanjutnya diharapkan dapat menimbulkan sikap merasa sama dengan manusia yang lainnya (egaliter), rendah hati, bertanggung jawab, beribadah, beramal salih. Selanjutnya kalimat Kholaqan akhar (manusia berbentuk lain) yang terdapat pada ayat tersebut di atas menujukan disamping manusia memiliki unsur fisik sebagimana dimiliki makhluk lainnya, namun ia juga memiliki potensi lain. Menurut H.M. Quraish Shihab, bahwa potensi lain itu adalah adanya unsur Ilahiyah (ruh ilahiyah ) yang di hembuskan tuhan pada saat bayi berusia empat bulan dalam kandungan. Panduan unsur fisik-jasmaniah dengan nusur psikis rohaniah inilah yang selanjutnya membentuk manusia. Dari sini pula selanjutnya manusia di anugrahi potensi jasmaniah panca indra, pendengaran, penciuman, dan peradaban;dan potensi ruhaniah berupa dorongan, naluri, dan kecenderungan seperti kecenderungan beragama, bermasyarakat, memiliki harta, penghargaan, kedudukan, pengetahuan dan teman hidup lawan jenis.32 Pemahaman yang komprhehensip tentang manusia ini disepakati oleh para ahli didik sebagai hal yang amat penting dalam rangka
31 32
Hasbi Ashidiqi dkk, Op. Cit, cet ke 4 Shihab, Op. Cit, h., 455
43
merumuskan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan rumusan tujuan pendidikan, materi pendidikan, dan metode pendidikan.33 c. Ayat Ketiga ( ُا ّْلأَكْزَم
ك َ ُ) اقْزَ ْأ وَرَب
Menurut Al-Misbah bahwa pengulangan kata iqra pada ayat tersebut di dasarkan pada alasan bahwa membaca itu tidak akan membekas
dalam
jiwa
kecuali
dengan
di
ulang-ulang
dan
membiasakannya sebagaimana berlaku dalam tradisi. Perintah Tuhan untuk mengulang membaca berarti pula mengulangi apa yang dibaca. Dengan cara demikian bacaan tersebut menjadi milik orang yang membacanya. Dengan demikian ayat ini erat kaitannya dengan metode pendidikan,sebagaimana halnya di jumpai pada metode pada metode iqra‟ dalam proses mempelajari membaca Al-Qur‟an. Sedangkan dihubungkannya kata iqra‟ dengan sifat Tuhan yang Maha Mulia sebagaimana terlihat pada ayat tersebut diatas ,mengandung arti bahwa Allah memulyakan kepada siapa saja yang mengharapkan pemberian anugrah-Nya, sehingga dengan lautan kemulyaan-Nya itu mengalirkan nikmat berupa kemampuan membaca orang tersebut. Setelah ayat pertama dan kedua memerintahkan untuk membaca dengan meningkatkan motivasinya, yakni dengan nama Allah, kini ayat ketiga memerintahkan membaca dengan menyampaikan dengan janji Allah atas manfaat membaca itu secara berulang-ulang sehingga akan mendapat karuniaNya.34 d. Ayat Keempat dan kelima ( ِن هَا َّلنْ َيعْ َلن َ عََلنَ اّلْإِ ْنسَا.)اَّلذِي عََلنَ بِاّلْقَلَن Sedangkan dalam Tafsir Al-misbah ayat tersebut menjelaskan bahwa Dia-lah Allah yang menjadikan qalam sebagai media yang digunakan manusia untuk memehami sesuatu, sebagimana mereka memahaminya
melalui
ucapan.
Lebih
lanjut
lagi
Al-misbah
mengatakan bahwa Al-qalam itu adalah alat yang keras dan tidak 33 34
Abuddin Nata, Op. Cit. h., 35 Shihab, op. cit., h., 457
44
mengandung unsur kehidupan, dan tidak pula mengandung unsur pemahaman. Namun digunakannya Al-qalam itu untuk memahami sesuatu bagi Allah bukaknlah masalah yang sulit. Dan dengan bantuan Al-qalam ini pula manusia dapat memahami masalah yang sulit. Allah memiliki kekuasan untuk menjadikan seseorang sebagai pembaca yang baik, penghubung yang memiliki pengetahuan sehingga ia menjadi manusia yang sempurna. Pada perkembangan selanjutnya, pengertian Al-qalam ini tidak terbatas hanya pada alat tulis yang bisa digunakan oleh masyarakat tradisioanal di pesantren-pesantren. Namun secara subtansial Al-qalam ini dapat menampung seluruh pengertian yang berkaitan dengan segala sesuatu sebagai alam penyimpan, merekam, dan sebagainya.35 3. Urgensi Belajar menurut Q.S Al-Alaq/ 96: 1-5 a. Ayat Pertama (َخَلَق
ك اّلَذِي َ ِ)اقْزَ ْأ بِاسْ ِن رَب
Ayat pertama ini berisi tentang perintah untuk membaca. Dan membaca adalah sebagian dari belajar. Dan dengan belajar akan dapat memiliki ilmu pengetahuan yang akan berguna untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan. Sehingga dengan ilmu pengetahuan yang didapatkannya itu manusia akan dapat mempertahankan kehidupan. Dengan demikian, orang yang tidak pernah belajar mungkin tidak akan memiliki ilmu pengetahuan atau mungkin ilmu pengetahuan yang dimilikinya sangat terbatas, sehingga ia akan kesulitan ketika harus memecahkan persoalanpersoalan kehidupan yang dihadapinya. Karena itu, kita di perintahkan oleh Allah untuk merenungkan, mengamati, dan membandingkan antara orang-orang yang mengetahui dan tidak, sebagaimana firman Allah berikut:
35
Shihab, op. cit., 464
45
. "(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." ( Q.S al-zumar: 9 )36 Allah melarang manusia untuk tidak mengetahui segala sesuatu yang manusia lakukan. Apapun yang dilakukan manusia harus mengetahui kenapa mereka melakukannya. Dengan belajar manusia dapat mengetahui apa yang dilakukan dan memahami tujuan dari segala perbuatannya. Selain itu, dengan belajar pula manusia akan memiliki ilmu pengetahuan dan terhindar dari taqlid buta, karena setiap apa yang kita perbuat akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah. Dengan ilmu yang dimiliki manusia dengan proses belajar, maka Allah akan memberikan derajat yang lebih tinggi kepada hambanya. Q.S al-Mujadilah ayat 11. . "Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Mujadilah: 11)37
36 37
Hasbi Ashidiqi, dkk, Op. Cit, cet ke 4 Ibid, hal 1324
46
Ilmu dalam hal ini, bukan hanya pengetahuan tentang agama saja, tetapi ilmu non agama juga yang relevan dengan perkembangan zaman. Selain itu, ilmu tersebut juga harus bermanfaat bagi kehidupan orang banyak dan diri orang yang mentut ilmu. Adapun Firman Allah SWT. Tentang keutamaan menuntut ilmu dan mengamalkannya adalah: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (QS. Attaubah, 122).38 b. Ayat Kedua (
ٍن مِنْ عَلَق َ خَلقَ ا ْلإِنْسَا َ )
Dalam Surat Al-„Alaq ayat kedua ini berisi penjelasan tentang asal-usul kejadian manusia. Penjelaasa tentang asal-usul kejadian manusia Allah ungkapkan pada surat yang lain, yaitu pada Q.S aLMu‟minun ayat 12-14.
Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus 38
Ibid, hal 3544
47
dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (Q.S aLMu‟minun: 12-14)39 Penjelasan ini sangat membantu dalam rangka merumuskan tujuan, materi dan metode pendidikan. Berdasarkan ayat tersebut tujuan pendidikan Islam harus diarahkan agar manusia memiliki kesadaran dan tanggung jawab sebagai makhluk yang harus beribadah kepada Allah, dan mempertanggungjawabkan perbuatannya di akhirat kelak. Untuk itu manusia harus dididik dengan mengunakan kurikulum yang komprehensip, yaitu kurikulum yang tidak hanya memuat materi pendidikan agama, melainkan juga pendidikan umum, karena pendidikan agama dan pendidikan umum itu sama-sama dibutuhkan oleh manusia. Selanjutnya karena manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Allah dan memiliki berbagai kecenderungan, maka metode pendidikan harus didasarkan pada sifat-sifat kemanusiaanya, dan menggunakan berbagai cara yang sesuai dengan kecenderungannya. Ayat ini juga berisi penjelasan tentang kekuasaan Allah, yaitu bahwasanya
Ia
berkuasa
untuk
menciptakan
manusia,
serta
memberikan nikmat dan karunia berupa memberikan kemampuan membaca kapada Nabi Muhammad SAW, sungguhpun sebelum itu Nabi Muhammad belum pernah belajar membaca. Selain itu berisi pula penjelasan tentang sifat Allah yang Maha Melihat terhadap segala perbuatan yang dilakukan manusia serta berkuasa untuk memberikan balasan yang setimpal. Uraian tentang kekuasaan Allah ini amat membantu dalam merumuskan tujuan pendidikan, yaitu agar manusia senantiasa menyadari dirinya sebagai ciptaan Allah yang harus patuh dan tunduk kepada-Nya. c. Ayat Ketiga ( ُا ّْلأَكْزَم
ك َ ُ) اقْزَ ْأ وَرَب
Ayat yang ketiga ini merupakan perintah membaca untuk yang kedua kalinya. Penjelasan ini erat kaitannya dengan perintah untuk 39
Hasbi Ashidiqi dkk, lok . Cit, cet ke 4
48
mengembangakn ilmu pengetahuan secara konprehensip atau secara menyeluruh. Membaca ayat Allah yang tersurat dalam Al-Qur‟an dapat menghasilkan ilmu agama; dan membaca ayat-ayat Allah yang tersirat di jagat raya menghasilkan ilmu alam ( natural science ); sedangkan membaca ayat Allah yang tersirat dalam diri manusia dan lingkungan sosial. Dengan cara demikian akan terjadi integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum, dan keduanya diarahkan untuk mengabdi kepada Allah SWT. Penjelasan tersebut pada akhirnya terkait dengan metode dan kurikulum pendidikan. d. Ayat Keempat dan kelima ( ِن هَا َّلنْ َيعْ َلن َ عََلنَ اّلْإِ ْنسَا.)اَّلذِي عََلنَ بِاّلْقَلَن Dan dua ayat terakir ini berisi penjelasan tentang perlunya alat dalam melakukan kegiatan, seperti halnya qalam yang diperlukan bagi upaya pengembangan dan pemeliharaan ilmu pengetahuan. Qalam dalam ayat ini tidak terbatas hanya pada arti sebagai alat tulis yang banyak
digunakan
kalangan
para
santri
di
lembaga-lembaga
pendidikan tradisional, melainkan juga mencakup berbagai peralatan yang
dapat
menyimpan
berbagai
informasi,
mengakses
dan
menyalurkan secara cepat, tepat, dan akurat, seperti halnya komputer, internet, faxmile, micro film, vidio compact disc (VCD) dan lain sebagainya. Ayat ini juga berisi tentang sumber ilmu pengetahuan bahwasannya apapun disiplinnya sumber ilmu pengetahuan adalah Allah swt. Dan ayat ini juga menjelaskan tentang cara memperoleh pengetahuan itu sendiri. Yakni ada dua cara untuk memperoleh pengetahuan. Pertama, dengan upaya menusia sendiri menggunakan potensi-potensi yang dianugrahkan Allah swt dengan cara belajar . Dan yang kedua tanpa usaha manusia seperti yang di peroleh melalui ilham, intuisi, dan wahyu Ilahi. Yang kedua ini semata-mata karena Allah swt. Bagi siapa saja yang dikenendakinya. Sebagaiman Allah jelaskan dalam Q.S al-Baqarah: 31
49
Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar. (Q.S aL-Baqarah: 31)40
40
Ibid
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Islam memerintahkan agar kita belajar membaca dan menulis serta mempelajari ilmu pengetahuan demi meningkatkan derajat kita sebagai makhluk Allah yang maha mulia, kita dianjurkan untuk sanggup mengembangbiakkan ilmu pengetahuan yang telah Allah limpahkan kepada kita. 2. Islam mengajarkan juga memerintahkan umatnya untuk senantiasa membaca, baik itu membaca alam, membaca Al-qur’an, membaca sekitar, membaca yang bersifat kontekstual maupun bukan. Selama mengandung “Bismirobbik”, dengan nama TuhanMu. Agar kita senantiasa menjadi manusia yang senantiasa berfikir, bersyukur, juga berTuhan. 3. Membaca yang merupakan perintah Allah yang pertama adalah kunci keberhasilan hidup duniawi dan ukhrowi. Selama itu dilakukan demi karena Allah, yakni demi kebaikan dan kesejahteraan makhluk. Bacaan yang dimaksud tidak terbatas hanya pada ayat-ayat al-Quran, tetapi segala sesuatu yang dapat dibaca. 4. Pada hakikatnya segala macam konsep belajar yang diterapkan oleh para pemikir islam maupun barat adalah semakin berkembangnya ilmu pengetahuan sehingga pendidikan itu bersifat fleksibel tidak monoton dan
50
51
tidak terpaku pada satu sisi konsep saja. Oleh karenanya sangatlah urgen mempelajari teori para pemikir pendidikan islam maupun barat. 5. Ada tiga unsur pokok dalam proses belajar mengajar yaitu: 1. Yang menerima pelajaran (murid). 2. Yang memberi pelajaran (guru). 3. Bahan pelajaran yang diterima. 6. Islam mengehendaki pengetahuan yang benar-benar dapat membantu mencapai
kemakmuran
dan
kesejahteraan
hidup
manusia.
Yaitu
pengetahuan terkait urusan duniawi dan ukhrowi, yang dapat menjamin kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Pengetahuan duniawi adalah berbagai pengetahuan yang berhubungan dengan urusan kehidupan manusia di dunia ini. Baik pengetahuan moderen maupun pengetahuan klasik. Atau lumrahnya disebut dengan pengetahuan umum. Sedangkan pengetahuan ukhrowi adalah berbagai pengetahuan yang mendukung terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan hidup manusia kelak di akhirat. Pengetahuan ini meliputi berbagai pengetahuan tentang perbaikan pola perilaku manusia, yang meliputi pola interaksi manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Atau biasa disebut dengan pengetahuan agama. B. Implikasi 1.
Membaca ayat Allah yang tersurat dalam Al-Qur’an dapat menghasilkan ilmu agama
2.
Membaca ayat-ayat Allah yang tersirat di jagat raya menghasilkan ilmu alam ( natural science )
3.
Membaca ayat Allah yang tersirat dalam diri manusia dan lingkungan sosial.
C. Saran Karena pentingnya belajar bagi keberlangsungan umat manusia, maka pada kesempatan ini penulis sarankan:
52
1.
Bagi sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, hendaknya dalam memberikan motivasi belajar kepada peserta didik menyertakan konsep kajian surat Al-alaq, sehingga dalam pembelajarannya tidak hanya bertumpu pada konsep ajaran atau aliran pendidikan barat menjadi pedoman pendidikan di Indonesia sampai dengan detik ini.
2. Bagi praktisi pendidikan hendaknya berpikiran dan berprilaku seperti kerangka konsep pendidikan Islam sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan, agar pendidikan di Indonesia dapat berdaya saing dengan negara-negara lain dengan tidak mengorbankan apa-apa yang telah Allah ajarkan kepada umat manusia. 3. Bagi penulis berikutnya, supaya menyempurnakan kembali hasil penelitian yang penulis lakukan, karena masih banyak nilai-nilai pendidikan yang belum terungkap dalam tulisan ini, oleh karenanya, bagi penulis supaya melengkapi berikut aplikasinya dalam dunia pendidikan secara nyata.
DAFTAR PUSTAKA
A. M, Salman. Interaksi dan Motivasi Belajar, Jakata: CV. Rajawali, 1986, cet. ke-1 Abi al-Hasan ‘Ali bin Ahmad al-Wahdy al-Naisabury, Asbab al-Nuzul, Beirut: Dar al- Fikr, 1311H,/1991 M Abu Bakar, Bahrun. Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nujul, jilid 2, Terj. dari Tafsir Jalalain oleh Imam Jalaludin As-Suyuti dan Imam Jalaludin ALMahalli Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009, cet. Ke-6 Al-Farmawy, Abd. Al-Hayy. Metode Tafsir Maudhu'y Suatu Pengantar, Terj. Surya A. Jarman, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996 Aly, Noer. Ilmu Pendidikan Islam, Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999 ATC Mumtaz Arabia, Derajat Hadits-Hadits dalam Ibnu Katsir/ tahqiq, Muhammad Nashiruddin Al bani, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), cet. 1., h., 738 Baharuddin. Pendidikan & Psikologi Perkembangan, Media, 2010
Jogjakarta: Ar-Ruzz
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, Jakarta: Depag RI, 1998 Djamarah. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif , Jakarta: Rineka Cipta, 1994 Fahmi, Asma Hasan. Sejarah dan Filsafat Pendidikan, Terj. Ibrahlm Hasan, Jakarta: Bulan Bintang, 1979 Hadi, Sutrisno. Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1991 Hamalik, Oemar. Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar , Bandung: Tarsito, 1982 Zarnuji, Syekh. Talimul Muta’alim, Jakarta: Pustaka Amani, 2001 Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1990
Nata, Abudin. Tafsir Ayat-ayt Pendidikan(Tafsir Al-ayat Al-Tarbawi), Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2010 Cet. ke-4 Nata, Abuddin. Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, Jakarta: Rajawali Pers, 2012 Puranto, Ngalim. Psikologi Pendidikan, Bandung : Remaja Rosda Karya Rahadian. Terjamah Tafsir Nurul Quran: Sebuah Tafsir Sederhan Menuju Cahaya aL-Quran, jilid XX, Jakarta: Al-Huda, 2006 Rofiudin. Sejarah Hidup Syekh Nawawi, Tangerang : Pustaka cipta, 1992 Shihab, M. Quraish. AL-Lubab; Makna, Tujuan, dan Pelajaraan dari SurahSurah Al-Quran, Ciputat: Lentera Hati, 2012, Cet. 1 Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-qur’an, Bandung: Mizan, 2007 Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah Vol 15, Jakarta: Lentera Hati, 2002 Slameto. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta : Rineka Cipta, 1995 Syah, Muhibbin. Psikologi belajar, Jakarta: PT. Logos wacana Ilmu, 1999, cet. ke-1 Syaltout, Mahmud. Min taujihat al-Islam, terjemah h. Bustami A. Gani, tuntunan islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973 Usman, Basyiruddin. Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat Pres, 2002