74
BAB V KETERLIBATAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM KEGIATAN PENYELAMATAN HULU DAERAH ALIRAN SUNGAI CITARUM (SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI CIKAPUNDUNG)
5.1 Upaya Penyelamatan Sub Daerah Aliran Sungai Cikapundung 5.1.1 Aktifitas Kelembagaan Partisipatoris 5.1.1.1 Aksi Kali Bersih Kegiatan-kegiatan rutin yang selama ini telah dilakukan oleh kelembagaan partisipatoris baik komunitas CRP maupun komunitas Zero untuk menyelamatkan Sungai Cikapundung adalah dengan mengumpulkan sampah/limbah di sepanjang Sungai Cikapundung, hal ini dilakukan hampir setiap hari oleh anggota komunitas CRP dan Zero. Umumnya komunitas CRP dan Zero melakukan kegiatan aksi kali bersih bersama-sama pada hari sabtu dan minggu, menurut mereka kegiatan inilah yang menginisiasi dan menginspirasi warga di bantaran untuk bersama-sama menjaga Sungai Cikapundung. Biasanya selama dua hari komunitas CRP berhasil mengumpulkan sampah basah sekitar 250 kg, berbeda halnya dengan komunitas Zero yang baru terbentuk pada pertengahan tahun 2010 dimana pada awal setelah terbentuknya komunitas Zero, komunitas ini dapat mengumpulkan sampah basah lebih dari 180 kg per harinya, hal ini dikarenakan wilayah kerja komunitas Zero yang sudah mulai memasuki wilayah tengah dan hilir, dimana komunitas Zero harus mengumpulkan sampah basah yang hanyut dari hulu Sungai Cikapundung. Aksi kali bersih ini dilakukan dengan menggunakan ban karet atau biasa disebut dengan kukuyaan4 serta dengan menggunakan boat karet. Selain itu, aksi kali bersih ini dibagi menjadi beberapa kegiatan, antara lain: (1) membuat jadwal piket untuk menjaga kebersihan Sungai Cikapundung. Piket yang dilakukan berupa memungut sampah di sekitar jalur arung jeram dan lokasi sekitar Sungai Cikapundung; (2) mengangkat sampah sungai per tiga hari; dan (3) membuat jaring penangkap sampah. Khusus bagi setiap pengurus komunitas CRP dan Zero kegiatan ini wajib dilakukan oleh anggotanya. 4
Kukuyaan sendiri merupakan permainan tradisional Jawa Barat yang diambil dari nama kuya (kura-kura-red). Orang yang memainkan kukuyaan harus terlentang di atas ban agar bisa melaju di sungai, tangan harus digunakan untuk mengayuh seperti dayung.
75
Kegiatan lainnya yang telah dilakukan komunitas CRP terkait rehabilitasi Sungai Cikapundung adalah kegiatan survey pendahuluan selama tiga bulan pada tahun 2010 untuk memahami kondisi lapangan secara mendalam dimana komunitas CRP menganalisis karakter, kebiasaan dan psikologi masyarakat sekitar bantaran Sungai Cikapundung, khususnya kawasan Inti Pilot Project yaitu pembagian panjang Sungai Cikapundung dengan penentuan titik nol km yang berpusat di Curug Dago yang biasa disebut sebagai “Fase Pertama” yang berjarak 1000 meter (600 meter ke hulu dan 400 meter ke hilir) serta termasuk ke dalam kawasan sekitar bantaran Sungai Cikapundung. Alasan komunitas CRP memilih Curug dago sebagai wilayah Inti Pilot Project mereka adalah karena beberapa faktor, antara lain: (1) faktor historis (terdapat prasasti peninggalan raja Thailand, di sepanjang aliran sungai Cikapundung terdapat beberapa kabuyutan dan artefak kehidupan masa lampau, seperti. Kabuyutan Geger Sunten, Batu Loceng, Batu Meja, Dago Bengkok, Curug Dago dan prasasti Cimaung- Tamansari); (2) faktor geografis (karena masih merupakan hulu DAS Citarum); (3) kondisi masyarakat sekitar bantaran Sungai Cikapundung; adanya dukungan birokrasi, khususnya dari para elit politik (Taman Hutan Rakyat (TAHURA) dan aparat pemerintah setempat); dan (3) membatasi masalah (fokus terhadap hulu DAS Citarum yaitu Sungai Cikapundung)5. Wilayah kerja kelembagaan partisipatoris sendiri hingga saat ini telah mencakup sepanjang 4,3 km dari Curug Dago hingga bantaran Sungai Cikapundung dan kini sedang memperluas wilayah kerjanya menjadi 8 km dari total keseluruhan panjang Sungai Cikapundung sepanjang ±15,5 km dimana komunitas CRP menjadi pusat dari segala kegiatan yang berhubungan dengan Sungai Cikapundung. Namun wilayah kerja sepanjang 8 km tersebut hanya mencakup wilayah hulu dan tengah Kota Bandung saja, belum mencakup wilayah hulu Kabupaten Bandung yang mayoritas mata pencaharian masyarakatnya menjadi peternak sapi dan belum menyadari akibat yang ditimbulkan dari pembuangan limbah kotoran sapi tersebut ke Sungai Cikapundung. Walaupun kelembagaan partisipatoris sudah beberapa kali melakukan kegiatan sosialisasi dan penyadaran terhadap warga di hulu Sungai Cikapundung (Kabupaten 5
Data didapat dari sekretariat komunitas CRP 2011
76
Bandung), namun belum ada perubahan yang berarti, hal ini dikarenakan menyangkut kebutuhan ekonomi warga di Kabupaten Bandung. Kelembagaan partisipatoris telah melakukan kegiatan bersama dengan berbagai pihak yang terkait dengan Sungai Cikapundung, pihak-pihak tersebut antara lain; Masyarakat Cikapundung, Walikota, Taman Hutan Rakyat (TAHURA), Camat, Lurah, LSM Gemapeta, LSM Camel, LSM Lentera Zaman, LSM Lentera Ide Nusantara, LSM Lentera Nusantara, Abalaba Solutions, beberapa perguruan tinggi, Departemen Pertanian (Deptan), Departemen Kehutanan (Dephut), Sekolah Alam Bandung, RT, RW dan berbagai pihak swasta sepert Pikiran Rakyat, Bank Ekonomi, Greenation Indonesia, dan pihak swasta lainnya yang peduli terhadap Sungai Cikapundung6. Untuk melakukan gerakan penyelamatan sungai bersama dengan masyarakat, komunitas CRP dan komunitas Zero terlebih dahulu melakukan pendekatan dengan para pemangku kepentingan (camat, lurah, RW, RT, karang taruna, dan lain sebagainya) di sepanjang bantaran Sungai Cikapundung untuk dapat bekerjasama melestarikan Sungai Cikapundung dan menggiatkannya melalui kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan Sungai Cikapundung. Pada akhirnya sambutan baik diberikan kepada komunitas CRP dan komunitas Zero dimana di setiap RW di sepanjang bantaran sungai mulai membentuk komunitaskomunitas pegiat Sungai Cikapundung, bahkan dalam satu RW terdapat lebih dari satu komunitas pegiat sungai. Berikut penuturan salah satu anggota komunitas CRP mengenai filosofis terbentuknya gerakan bersama untuk pembembebasan Sungai Cikapundung dari sampah rumah tangga dan limbah industri. “Kami memiliki landasan yang kuat untuk membebaskan Sungai Cikapundung dari sampah rumah tangga dan limbah industri, filosofi tersebut diumpamakan setetes air yang jatuh ke dalam genangan air dan akhirnya menghasilkan rembetan/getaran yang semakin lama semakin membesar dan tersebar terhadap genangan air yang terkena tetesan tersebut, Kami pun optimis dengan teori tersebut dan akhirnya kini terbukti dimana semakin lama semakin banyak yang menggiatkan Sungai Cikapundung. Dahulu yang melestarikan dan menggiatkan Sungai Cikapundung hanya masyarakat di hulu saja, kini sudah mulai ke tengah Sungai Cikapundung, suatu hari kami percaya Sungai Cikapundung akan terbebas dari sampah dan limbah hingga ke hilir” (Irw, 48 thn).
6
Data didapat dari sekretariat Komunitas CRP
77
Gambar 5.2 Filosofis Setetes Air untuk Gerakan di Sungai Cikapundung Semakin banyak komunitas di sepanjang Sungai Cikapundung maka akan semakin terwujud untuk menjadikan Sungai Cikapundung sebagai salah satu objek wisata air di Kota Bandung. Untuk menjadikan Sungai Cikapundung sebagai salah objek wisata air di Kota Bandung diperlukan dukungan dan kerjasama dari Kabupaten Bandung (hulu Sungai Cikapundung). Kini ± hanya tinggal sepanjang 7,5 km upaya penyelamatan Sungai Cikapundung yang dilakukan oleh kelembagaan partisipatoris yaitu mulai dari tengah hingga ke hilir Sungai
Cikapundung,
namun
sayangnya
upaya
penyelamatan
Sungai
Cikapundung oleh kelembagaan partisipatoris ini baru terlaksana di Kota Bandung saja, belum sampai ke Kabupaten Bandung.
5.1.1.1.1 Pelatihan Susur Sungai Kegiatan pemungutan sampah menggunakan boat atau ban di Sungai Cikapundung adalah kegiatan rutin yang selalu dilaksanakan oleh kelembagaan partisipatoris termasuk oleh setiap anggota komunitas CRP dan komunitas Zero. Dalam kegiatan tersebut diperlukan keamanan dan keselamatan yang memadai, terutama keamanan bagi anak-anak remaja baik itu yang melakukan pengambilan sampah atau hanya sekedar bermain-main di sepanjang bantaran Sungai Cikapundung.
Untuk saat ini, pelatihan susur sungai hanya diadakan oleh
komunitas CRP yang meliputi cara menggunakan ban atau boat pada berbagai keadaan sungai, sehingga para remaja dapat terbiasa kukuyaan atau river boarding
78
dengan berbagai situasi di sungai, terutama di arus yang deras. Pelatihan ini berguna untuk mengetahui dimana saja medan-medan sungai yang dapat dilalui dengan aman dan medan sungai yang berbahaya untuk dilalui. Untuk komunitas Zero memang tidak mengadakan pelatihan khusus seperti yang dilakukan oleh komunitas CRP, namun anggota komunitas Zero selalu mendampingi remaja yang baru pertama kali melakukan kukuyaan di Sungai Cikapundung.
5.1.1.2 Aksi Tanam Pohon Kegiatan rutin lainnya yang dilaksanakan oleh komunitas CRP dan Zero adalah melakukan penghijauan di lahan kritis tepatnya di hulu Sungai Cikapundung di KBU. Aksi penghijauan tersebut berupa penanaman dan perawatan pohon (menjaga vegetasi yang sudah ada). Menurut salah satu anggota komunitas CRP, pada tahun 2010 kurang lebih sebanyak 12 kali penanaman pohon telah dilakukan oleh komunitas CRP di lahan-lahan kritis dekat aliran Sungai Cikapundung bekerjasama dengan berbagai pihak yaitu pemerintah, swasta, masyarakat dan juga pihak akademisi. Jumlah pohon yang telah ditanam oleh komunitas CRP pada periode tahun 2009-2010 adalah sebanyak 1300 pohon di area seluas lebih dari tiga ha yaitu di bantaran Curug Dago. Pada tahun 2011 komunitas CRP pun masih terus melakukan penghijauan di berbagai lahan kritis di daerah hulu Sungai Cikapundung. Berbeda dengan komunitas Zero yang lokasinya sudah berada di wilayah tengah Sungai Cikapundung dimana kegiatan penghijauan pun sudah tidak dapat dilakukan di bantaran sungai yang sudah dipadati oleh pemukiman warga Lebak Siliwangi. Namun, komunitas Zero menyiasatinya dengan menanam pepohonan kecil untuk selanjutnya ditempatkan pada pot-pot kecil dan diletakkan di depan/pekarangan rumah warga guna membuat lingkungan di bantaran sungai tidak terlalu gersang. Komunitas Zero memiliki wilayah tersendiri jika ingin melakukan kegiatan penghijauan, tidak semua lahan di Kelurahan Lebak Siliwangi dapat ditanami pohon, namun di Kelurahan Lebak Siliwangi masih tedapat hutan kota yang masih dijaga oleh warga dan aparat pemerintah setempat. Dengan adanya hutan di tengah kota dapat mempermudah komunitas Zero untuk
79
melakukan kegiatan penghijauan bersama warga, siswa-siswi, mahasiswa bahkan instansi-instansi/organisasi yang ada di Kota Bandung.
5.1.1.2.1 Pelestarian Satwa dan Tanaman Kerusakan atau alih fungsi hutan serta pencemaran air Sungai Cikapundung menyebabkan punahnya beberapa satwa dan tanaman yang berada di sekitar hulu Sungai
Cikapundung.
Untuk itu, kelembagaan partisipatoris melakukan
pengawasan dan pelestarian satwa yang masih terdapat di beberapa hulu Sungai Cikapundung. Kelembagaan partisipatoris yang tergabung dalam 42 komunitas pegiat sungai lainnya salah satunya komunitas CRP dan komunitas Zero turut melakukan kegiatan pelestarian ikan dengan menebar benih ikan di sepanjang Sungai Cikapundung. Selain itu, komunitas CRP dan komunitas Zero melakukan pelepasan burung agar dapat melestarikan pepohonan yang ada di bantaran Sungai Cikapundung sehingga suasana Sungai Cikapundung pada dahulu kala dapat dirasakan kembali pada saat ini. Komunitas CRP pun melestarikan satwa dan berbagai jenis tanaman langka yang hampir punah seperti tanaman kapundung, pandan bali, aron dan tanaman ampelas di sekitar hulu Sungai Cikapundung. “Sekarang Sungai Cikapundung sudah jauh lebih baik, komunitas-komunitas pegiat Sungai Cikapundung sering melakukan pelepasan benih ikan. Jika dahulu mengadakan kumpul setelah kukuyaan di sungai memerlukan biaya untuk membeli lauk pauk. Kini komunitas dapat memancing ikan langsung dari Sungai Cikapundung, awalnya kami ragu apakah benih ikan akan tetap hidup di air yang tidak jernih seperti Sungai Cikapundung, namun siapa sangka jumlah ikan di Sungai Cikapundung kini sudah ribuan” (Fdl, 43 thn).
Jumlah benih ikan yang ditebar di Sungai Cikapundung oleh komunitas CRP dan Zero serta oleh komunitas pegiat Sungai Cikapundung lainnya ± sudah sebanyak 3000 benih ikan. Kini, selain digunakan sebagai tempat objek wisata arung jeram, Sungai Cikapundung pun digunakan sebagai tempat memancing ikan oleh warga di sekitar bantaran sungainya.
80
5.1.1.3 Pengelolaan Sampah/Limbah 5.1.1.3.1 Mengelola Sampah Organik dan Non Organik Komunitas CRP mengelola sampah organik dengan membuat pupuk organik sendiri. Namun hingga saat ini, komunitas CRP masih berusaha mencari jalan keluar untuk mengelola sampah non organik khususnya sampah basah yang didapatkan dari hasil mengambil dari sungai (bersih-bersih Sungai Cikapundung), karena saat ini belum ada teknologi yang dapat mengelola sampah-sampah basah non organik hasil dari limbah Sungai Cikapundung. “Kita sering mengambil sampah basah seperti plastik, kaleng dan lain sebagainya dari Sungai Cikapundung, kita ingin sekali mengolahnya menjadi suatu kerajinan tangan, karena kebanyakan kerajinan tangan yang ada saat ini terbuat dari sampah rumah tangga yang kualitasnya masih baik, tidak seperti sampah basah yang diambil dari sungai yang kualitasnya sudah buruk” (Irw, 48 thn).
Komunitas CRP berharap dengan adanya dukungan dari berbagai pihak swasta, akademisi maupun pemerintah maka dapat membantu untuk memecahkan penanganan daur ulang sampah basah plastik. Untuk pengelolaan sampah organik, komunitas Zero mengaku bahwa hingga saat ini mereka belum dapat membuat pupuk organik atau kompos sendiri secara besar-besaran seperti apa yang telah dilakukan
oleh komunitas CRP. Namun,
komunitas Zero
memanfaatkan sampah-sampah basah hasil bersih-bersih kali seperti pepohonan, sampah plastik dan sampah lainnya yang hanyut untuk dijadikan kerajinan yang akhirnya dapat bernilai guna dan bernilai jual tinggi.
5.1.1.3.2 Membuat Septic Tank Komunal Salah satu kerusakan Sungai Cikapundung disebabkan karena perilaku warga yang masih membuang hasil Mandi Cuci Kakus (MCK) ke Sungai Cikapundung. Kelembagaan partisipatoris serta pihak-pihak terkait lainnya seperti pemerintah kota, PDAM dan swasta bersama-sama untuk membantu warga agar tidak lagi membuang limbah domestik yaitu kotoran manusia ke Sungai Cikapundung dengan cara membuat septic tank komunal. Septic tank komunal ini dibuat bersama-sama warga dengan cara membuat pipa-pipa pada setiap keluarga dan mengalirkan kotoran manusia ke tempat yang telah dibuat di satu lahan
81
kosong. Rencananya setiap RT yang dijadikan target, dapat mendapatkan satu septic tank komunal untuk dapat digunakan secara bersama-sama oleh warga setempat. Sayangnya, pembuatan septic tank komunal ini terkendala masalah tempat (lahan kosong), dana, biaya dan kesadaran warga itu sendiri untuk mengelolanya. Salah satu anggota komunitas Zero menuturkan bahwa untuk realisasi septic tank komunal di daerah bantaran Sungai Cikapundung seperti pada Kelurahan Lebak Siliwangi yang telah lama melakukan kegiatan membuang hasil MCK ke Sungai Cikapundung, pembuatan septic tank komunal ini kurang dapat direalisasikan dikarenakan sangat tergantung pada lahan yang ada, karena pada umumnya lahan untuk membuat septic tank komunal di bantaran Sungai Cikapundung sudah sangat terbatas dimana jarak antar rumah sudah sangat padat. Realisasi septic tank komunal ini hanya dapat dilakukan di beberapa RT saja di Kelurahan Lebak Siliwangi (di daerah bantaran sungai). Untuk wilayah di hulu, anggota komunitas CRP menuturkan bahwa septic tank komunal masih sangat mungkin untuk direalisasikan melihat kondisi lahan yang ada, dimana masih terdapat lahan kosong untuk membuat lubang septic tank itu sendiri, namun pembuatan septic tank komunal ini pun seringkali menjadi pro-kontra diantara masyarakat yang setuju dan yang tidak setuju dengan adanya septic tank komunal di masing-masing RT, untuk saat ini komunitas CRP dan aparat pemerintah setempat masih melakukan upaya pendekatan dan sosialisasi terhadap warga setempat.
5.1.1.3.3 Menggunakan Teknologi Tepat Guna Berbagai ketersediaan teknologi baik itu teknologi yang dibuat secara swadaya oleh anggota komunitas CRP dan Zero maupun teknologi yang diberikan oleh pemerintah, swasta maupun lembaga atau organisasi lainnya seperti teknologi pencacah sampah, perahu karet, bak sampah dan alat-alat lainnya untuk mendukung kegiatan penyelamatan lingkungan khususnya terkait kelestarian Sungai Cikapundung, sangat membantu komunitas dan warga dalam melestarikan kebersihan lingkungan sekitar.
82
Komunitas Zero dan CRP seringkali membuat berbagai kreatifitas lainnya dengan bahan-bahan dasar limbah yang didapat dari hasil kegiatan kali bersih di Sungai Cikapundung, komunitas Zero dan CRP bahkan sudah dapat memproduksi perahu karet, pelampung dan ban sendiri dan kini dapat dijual dan disewakan kepada masyarakat luas, serta sebagai bukti keseriusan warga Cikapundung untuk persiapan membuat Sungai Cikapundung menjadi obyek wisata air di Kota Bandung.
5.1.1.4 Penyuluhan dan Penyadaran Warga Merehabilitasi Sungai Cikapundung tidak serta merta terus menerus dilakukan oleh komunitas CRP dan komunitas Zero, namun memerlukan dukungan serta pasrtisipasi dari masyarakat setempat, hal ini dikarenakan pada umumnya masyarakatlah yang memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga dan melestarikan ekosistem Sungai Cikapundung. Oleh karena itu, komunitas CRP dan komunitas Zero mencoba melakukan aksi penyadaran khususnya penyadaran bagi masyarakat yang berada di sekitar bantaran Sungai Cikapundung, tidak hanya dengan penyuluhan namun juga disertai aksi langsung di lapangan bersama dengan warga. Aksi penyadaran warga tersebut, berupa penyadaran dalam hal tidak membuang sampah rumah tangga dan limbah ke sungai, pembuatan kompos serta penyadaran dalam hal penghijauan. Menurut ketua komunitas CRP (Rhm, 32 thn) penyadaran tersebut akan efektif bila disertai dengan aksi-aksi atau kegiatan langsung di tempat bersama warga. Bila hanya penyuluhan-penyuluhan tetapi tidak disertai aksi langsung bersama warga maka cara ini dinilai kurang efektif dan kebanyakan warga masih suka membuang sampah di sungai. Aksi langsung bersama warga beserta pemberian materi lingkungan yang disampaikan dalam satu waktu, sangat efektif dilakukan agar warga merasa malu untuk membuang sampah ke Sungai Cikapundung. “Bila hanya sekedar penyuluhan-penyuluhan seperti itu, biasanya kurang berpengaruh terhadap kesadaran warga, kita biasanya turun langsung ke warga dengan memberi contoh melalui kegiatan yang langsung diadakan di daerah warga. Jadi warga terlibat langsung dalam kegiatannya serta semakin lama warga pun akan terbiasa dan akhirnya tersadar” (Rhm, 32 thn).
83
Kegiatan aksi bersama warga ini diyakini dapat menggugah warga untuk bersama-sama menjaga kelestarian Sungai Cikapundung sehingga banyak warga yang tidak lagi membuang sampah ke sungai dengan membangun gerakan warga secara gotong-royong dan swadaya. Kelembagaan partisipatoris pun kini telah berhasil mengubah perilaku warga yang dahulunya sering merambah hutan serta merusak pepohonan (illegal logging) menjadi perilaku yang ramah lingkungan.
5.1.1.4.1 Diskusi Sabtu-Minggu Diskusi yang diadakan oleh komunitas CRP setiap hari sabtu dan minggu yang diadakan di Curug Dago Bandung adalah kegiatan berupa kumpul bersama anggota komunitas CRP dan komunitas-komunitas pegiat Sungai Cikapundung lainnya tak terkecuali komunitas Zero. Kumpul bersama ini bertujuan untuk meningkatkan rasa solidaritas antar anggota kelembagaan partisipatoris Sungai Cikapundung itu sendiri. Agenda yang dibahas pada saat kumpul bersama ini biasanya membahas program-program dan mengevaluasi setiap kegiatan yang telah dilaksanakan oleh kelembagaan partisipatoris selama ini, serta membahas tantangan, hambatan dan keberlanjutan program-program untuk kelestarian Sungai Cikapundung kedepannya, adapun dalam diskusi sabtu minggu ini membahas permasalahan yang terjadi di Sungai Cikapundung dan juga membahas kebijakan serta program-program pemerintah terkait Sungai Cikapundung, namun tak jarang diskusi sabtu-minggu ini hanya berupa kumpul dan silaturahmi bersama anggota kelembagaan partisipatoris saja. “Kita sering mengadakan kegiatan kumpul di sekret setiap sabtu dan minggu untuk membahas kegiatan-kegiatan yang sudah dilaksanakan serta untuk mengevaluasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan selanjutnya. Dalam kegiatan kumpul tersebut biasanya disertai dengan makan-makan, hal ini dilakukan semata-mata untuk memperkuat ikatan solidaritas diantara anggota komunitas pegiat sungai lainnya” (Fdl, 43 thn).
Biasanya diskusi sabtu, minggu ini dilakukan setelah menggiatkan sungai, tidak hanya pada hari sabtu atau minggu saja, pada hari-hari lainnya pun terdapat banyak anggota komunitas pegiat Sungai Cikapundung yang berkumpul di sekret komunitas CRP. Tak jarang sekretariat komunitas CRP di Curug Dago pada hari-
84
hari biasa seringkali dipenuhi oleh anggotanya yang sekedar saling menyapa ataupun mengobrol satu sama lainnya.
5.1.1.5 Kegiatan Insidental Kegiatan insidental yang pernah dilakukan oleh kelembagaan patisipatoris yang dipelopori oleh komunitas CRP bekerjasama dengan lembaga lainnya adalah kegiatan Cikapundung Festival. Dalam kegiatan ini komunitas CRP dan pihak terkait lainnya mengadakan berbagai pagelaran permainan tradisional, olah raga, hiburan serta berbagai permainan air, seperti arung jeram, kukuyaan, river boarding, gogolondongan dan seseroan7. Kegiatan yang terselenggara atas kerjasama Wiasgar, komunitas CRP, Dispora Kota Bandung, Polrestabes Kota Bandung dan Karang Taruna Kota Bandung ini bertujuan untuk mendorong kesadaran masyarakat untuk menjaga dan merawat Cikapundung serta mendorong produktivitas kreasi-kreasi dari berbagai potensi yang tumbuh dan berkembang di sepanjang aliran Sungai Cikapundung. Dalam kegiatan festival ini panitia mengikutsertakan perwakilan dari 30 kecamatan di Kota Bandung, sehingga kegiatan ini diharapkan dapat diadopsi oleh kecamatan-kecamatan lainnya di Kota Bandung yang berada di bantaran sungai, hal ini dilakukan agar masyarakat tidak jijik lagi dengan sungai tetapi malah menggiatkannya. Dalam acara ini komunitas CRP sekaligus memperkenalkan kepada publik bahwa telah terbentuk sekelompok orang yang terdiri dari masyarakat asli Cikapundung yang memiliki visi misi untuk menyelamatkan Sungai Cikapundung dari kerusakan pembangunan. Program insidental lainnya yang pernah dilakukan oleh komunitas CRP adalah aksi susur Sungai Cikapundung dimana komunitas CRP mendata, sekaligus mengamati secara mendalam kondisi Sungai Cikapundung secara kasat mata. Komunitas CRP sendiri menemukan sepanjang 12 kilometer bantaran Sungai Cikapundung sudah sangat memprihatikan. Pihak-pihak yang mengikuti kegiatan ini terdiri dari berbagai kelompok pengiat alam bebas, masyarakat kampung Curug Dago, kampung Cikapundung, TAHURA Juanda serta dibantu oleh operasional dari Taruna Siaga Bencana (TAGANA) .
7
Salah satu permainan tradisional Jawa Barat
85
Pada Juni 2011 komunitas CRP bersama 42 komunitas Cikapundung lainnya termasuk komunitas Zero mengadakan aksi kukuyaan di bantaran Sungai Cikapundung yang tercatat di Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) dengan peserta kukuyaaan terbanyak yaitu 821 orang. Koordinator komunitas CRP yang sekaligus koordinator acara kukuyaan (Rhm, 32 tahun) mengungkapkan, upaya pemecahan rekor Muri ini merupakan inisiatif warga yang tergabung dalam 42 komunitas peduli Cikapundung yang terdiri mulai dari warga di hulu, tengah hingga hilir bantaran Sungai Cikapundung, hal ini merupakan yang pertama dan belum pernah terjadi di Indonesia sebelumnya. Rekor Muri sendiri bukanlah tujuan dari diadakannya kegiatan kukuyaan ini, namun yang jauh lebih penting adalah penumbuhan kesadaran baru dalam diri masyarakat dalam menyikapi sungai. Kegiatan semacam ini dilakukan untuk menyadarkan warga dan menjadikan Sungai Cikapundung sebagai ruang publik dengan menjadikannya sebagai salah satu tujuan wisata di Bandung sehingga dalam pelaksanaannya upaya revitalisasi Cikapundung akan menjadi lebih mudah. Pemangku kepentingan yang turut hadir dalam acara tersebut terdiri dari berbagai instansi seperti BPLHD Propinsi Jawa Barat dan BPLH Kota Bandung, Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) dan berbagai instansi lainnya, baik dari pemerintah, akademisi, maupun swasta yang turut mendukung dan mensukseskan penyelenggaraan MURI di Sungai Cikapundung.
5.1.2 Aktivitas Pemerintah Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam menyelamatkan Sungai Cikapundung dari kerusakan. Sebelumnya sejak tahun 2004 dimana belum terbentuk komunitas CRP dan 42 komunitas pegiat Sungai Cikapundung lainnya, Pemerintah
Kota
Bandung
khususnya
telah
memiliki
program
untuk
merehabilitasi dan mencegah Sungai Cikapundung dari kerusakan, yaitu melalui program “Cikapundung Bersih”. Dalam program tersebut pemerintah melibatkan lima kelurahan di tiga kecamatan, yaitu Kelurahan Lebak Siliwangi, Kelurahan Cipaganti, (Kecamatan Coblong), Kelurahan Tamansari, (Kecamatan Bandung Wetan), serta Kelurahan Babakan Ciamis dan Kelurahan Braga, (Kecamatan Sumur Bandung). Bentuk operasionalisasi gerakan Cikapundung Bersih ini terdiri
86
dari tujuh tahapan yaitu, (1) bakti sosial; (2) pengerukan sedimen; (3) normalisasi sungai; (4) inventarisasi bangunan di bantaran sungai serta perubahan tata letak bangunan yang semula membelakangi menjadi menghadap sungai; (5) penataan sempadan sungai; (6) pembangunan bangunan air; dan (7) penghijauan. Namun hingga tahun 2009 program Cikapundung Bersih tersebut belum dapat memenuhi targetnya, dimana warga di hulu, tengah dan hilir Sungai Cikapundung masih melakukan pencemaran sungai berupa membuang limbah domestik ke sungai. Hal tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi program dan dukungan warga di bantaran Sungai Cikapundung, serta keterbatasan
pemerintah dalam bidang
sumberdaya manusia, dana dan kendala teknis lainnya. Program Cikapundung Bersih kembali terdengar di awal tahun 2010 setelah terbentuknya komunitas CRP dan komunitas pegiat Sungai Cikapundung lainnya. Kesamaan visi untuk mengembalikan Sungai Cikapundung ke kondisi seperti dahulu kala menjadikan komunitas CRP dan aparat pemerintah saling bekerjasama dan mendukung satu sama lainnya. Di satu sisi, untuk mensukseskan program Cikapundung Bersih, pemerintah memerlukan bantuan kelembagaan partisipatoris untuk dapat mensosialisasikan program Cikapundung Bersih sehingga program tersebut mendapat dukungan dari warga khususnya warga di bantaran Sungai Cikapundung. Di sisi lain, kelembagaan partisipatoris pun sama halnya
dengan
pemerintah,
dimana
kelembagaan
partisipatoris
Sungai
Cikapundung membutuhkan dukungan dari pemerintah untuk mendapat otoritas dan legalitas menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan kelestarian Sungai Cikapundung, serta agar kegiatan-kegiatan
kelembagaan partisipatoris lebih
dikenal oleh warga di bantaran sungai. Hingga pada akhirnya kerjasama antara pemerintah dan warga mulai terjalin dan dibangun kembali, dimana warga bantaran Sungai Cikapundung direpresentasikan oleh komunitas-komunitas pegiat Sungai
Cikapundung.
Disinilah
awal
mula
terbentuknya
kelembagaan
partisipatoris di hulu DAS Citarum (Sub DAS Cikapundung) yaitu terbentuknya partisipasi
dari
masyarakat
khususnya
masyarakat
di
bantaran
Sungai
Cikapundung untuk satu tujuan yaitu mengembalikan kelestarian Sungai Cikapundung seperti dahulu kala. Dari ketujuh gerakan Cikapundung Bersih
87
kurang lebih sudah empat yang terealisasi antara lain kegiatan bakti sosial, pengerukan sedimen, normalisasi sungai dan penghijauan. Pemerintah Kota Bandung saat ini fokus untuk membersihkan Sungai Cikapundung dan berupaya untuk mengubah pola perilaku masyarakat yang tinggal di bantaran sungai untuk tidak membuang sampah lagi ke sungai dengan memasukkan Sungai Cikapundung dalam prioritas program kegiatan dalam rencana pembangunan, baik jangka menengah (2009-2013) dan jangka panjang (2005-2025). Hingga kini program Cikapundung Bersih telah dijadikan proyek percontohan oleh peneliti dari berbagai kota dan negara karena program Cikapundung Bersih ini lebih banyak dilakukan oleh masyarakat daripada dana APBD Kota Bandung. Dalam upaya merealisasikan dan mensosialisasikan Cikapundung Bersih maka pada tahun 2010 komunitas- komunitas pegiat sungai, Walikota bersama Bupati Bandung telah melakukan upaya-upaya penyelamatan Sungai Cikapundung dengan menanam lebih dari 2400 batang pohon yang terdiri dari berbagai jenis pohon seperti di daerah Curug Dago Bandung. Sementara itu, untuk kegiatan penghijauan pemerintah mengeluarkan dana khusus dimana sekitar Rp 3,5 miliar sampai dengan 4 miliar dana APBD dialokasikan oleh pemerintah Kabupaten Bandung untuk penghijauan dan rehabilitasi lahan kritis. Walikota Bandung pun sering mengadakan studi banding terkait persoalan PKL, penyelenggaraan ketertiban, kebersihan dan keindahan (K3), revitalisasi sungai, penanganan sampah, pasar tradisional, penataan taman kota dan reklame, dan perijinan serta transportasi salah satunya dengan melakukan studi banding ke Solo yang telah berhasil merevitalisasi empat sungai salah satu diantaranya Sungai Bengawan Solo. Salah satu kunci kesuksesan dan keberhasilan program Cikapundung Bersih adalah dengan adanya komunitas-komunitas pegiat sungai yang merupakan masyarakat asli Cikapundung, dimana komunitas-komunitas ini menjadi perpanjangan tangan dari pemerintah yang dapat menembus dinding yang selama ini membatasi antara pemerintah dengan masyarakat setempat. Bersama-sama dengan komunitas pegiat Sungai Cikapundung lainnya, pemerintah merencanakan untuk merevitalisasi sepadan sungai minimal sepuluh meter bebas dari bangunan dan kios Pedagang Kaki Lima (PKL), pembuatan jalan inspeksi, kirmir, dan septic
88
tank komunal untuk mengurangi pembuatan limbah rumah tangga ke sungai. Pemerintah kota juga merencanakan untuk mengadakan jalan pantau, juga sering melakukan kegiatan penghijauan sebagai pelindung atau taman kota. Namun tidak semua rencana tersebut dapat terealisasikan, karena terbatasnya kemampuan, sarana dan prasarana yang dimiliki pemerintah saat ini. Salah satu anggota komunitas CRP menuturkan sampai dengan tahun ini Pemerintah Kota (Pemkot) masih belum memberikan pendanaan kepada masyarakat yang membersihkan Sungai Cikapundung sebagai imbalan, namun hanya sebatas menyiapkan peralatan seperti untuk pengerukan yang disimpan di dinas-dinas terkait. Walaupun begitu, karena adanya dukungan dari berbagai pihak terutama kalangan elit politik pemerintah (Walikota Bandung, Wakil Walikota Bandung, camat,lurah, RW dan RT) maka semangat untuk terus bekerja dan berkarya semakin tinggi dirasakan oleh anggota komunitas CRP dan komunitas pegiat Sungai Cikapundung lainnya. “Walaupun pemerintah tidak banyak memberikan bantuan dana, tetapi perhatian dan motivasi mereka menjadi suatu kekuatan dan semangat baru bagi kami komunitas CRP dan komunitas-komunitas pegiat sungai Cikapundung lainnya, serta khususnya bagi masyarakat Cikapundung untuk terus bersama-sama melakukan upaya penyelamatkan dan rehabilitasi terhadap Sungai Cikapundung. Biasanya lurah, camat atau walikota datang berkunjung ke acara-acara kami dengan menggunakan kaos oblong hanya untuk melihat keadaan sungai atau sekedar ikut berkumpul bersama warga di sekret. Setiap bulannya Kami juga menerima beras dari kelurahan di sini. Bentuk perhatian yang seperti itulah yang lebih kami hargai dibandingkan hanya sekedar memberi uang semata” (Anw, 37 tahun).
Dengan terlaksananya Cikapundung Bersih maka pemerintah berharap adanya perubahan perilaku warga dalam memanfaatkan sungai sehingga sungai dapat membawa manfaat dimana Sungai Cikapundung dapat dijadikan objek wisata yang dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat setempat. Walaupun hingga saat ini kondisi sungai maupun perilaku masyarakat masih sangat mengkhawatirkan namun secara keseluruhan dan perlahan tetapi pasti Pemerintah Kota Bandung menilai sudah banyak perubahan yang berarti dimana warga sudah mau kerja bakti sendiri dan mau menjadikan sungai sebagai ruang publik. Pemerintah berharap perilaku tersebut menjadi sebuah kesadaran dan menjadi sebuah kebiasaan. Hingga saat ini program Cikapundung Bersih menjadi salah
89
satu program yang sedang disosialisasikan secara gencar oleh komunitas CRP dan Zero serta oleh komunitas-komunitas pegiat lingkungan lainnya dimana program tersebut sudah mulai mendapatkan sambutan dan respon yang baik dari masyarakat bantaran Sungai Cikapundung khususnya. Bentuk keseriusan lain dari pemerintah untuk merivitalisasi Sungai Cikapundung adalah dengan pembacaan Dekalarasi Gerakan Cikapundung Bersih di gedung Sabuga Bandung yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan terkait diantaranya; Wakil Walikota Bandung, anggota DPR RI, unsur forum komunikasi pimpinan daerah, Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) Provinsi Jawa Barat wilayah Sungai Citarum, unsur masyarakat, unsur perguruan
tingi,
seniman,
budayawan,
tokoh
agama
dan
unsur
masyarakat. Deklarasi tersebut merupakan salah satu bentuk kerjasama dan kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan untuk bersama-sama mengatasi permasalahan di Sungai Cikapundung. Deklarasi tersebut tertuang dalam puisi wasiat Cikapundung yang juga ditandatangani berbagai pemangku kepentingan mulai
dari
LSM,
masyarakat
Cikapundung,
pemerintah,
dan
juga
akademisi. Deklarasi tersebut bertujuan membuat program bersama guna menghindari terjadinya tumpang tindih kegiatan dalam penanganan Sungai Cikapundung serta untuk lebih memotivasi semua unsur masyarakat di sekitar Sungai Cikapundung untuk bersama-sama melakukan gerakan Cikapundung Bersih secara berkelanjutan. Wasiat Cikapundung tersebut berbunyi: Hayu babarengan ngawujudkeun: Walungan herang caina Leuweung hejo tangkalna Seuweu siwi ulun kumaula geusan miarana. yang artinya: Mari bersama-sama mewujudkan: Air sungai yang jernih airnya Hutan yang hijau tangkainya Keindahannya harus kita pelihara bersama.
Tidak hanya kepada masyarakat di sekitar bantaran Sungai Cikapundung yang turut mensukseskan program Cikapundung Bersih, Menjelang Rekor Muri pemerintah gencar mengajak mahasiswa untuk turut peduli terhadap kondisi
90
Sungai Cikapundung dengan mengadakan lomba karya tulis dan pembuatan poster lingkungan hidup bertemakan sungai bagi mahasiswa di Indonesia. Bersamaan dengan pecahnya Rekor Muri, Pemerintah Kota Bandung mulai mengaktifkan Peraturan Daerah (PERDA) Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2004 tentang Ketertiban, Kemanan, dan Kebersihan (K3) dimana jika ada warga yang masih membuang sampah ke Sungai Cikapundung maka akan dikenai denda hingga Rp lima juta dan untuk perusahaan akan didenda Rp 50 juta atau kurungan tiga bulan penjara. PERDA Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2004 tersebut bukanlah gertakan sambal semata dimana pemerintah telah membentuk satuan tugas yang terdiri dari warga dan Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) yang bertugas untuk terus memantau Sungai Cikapundung. Namun hingga saat ini, SATPOL PP belum dapat menemukan warga yang membuang sampah langsung ke Sungai Cikapundung, hal ini disebabkan industri atau warga yang membuang sampah ke sungai sering tidak ketahuan dengan melakukannya secara sembunyi-sembunyi pada malam hari atau dengan menggunakan kendaraan pribadi seperti motor dan mobil. Menurut aparat setempat, PERDA Nomor 11 tahun 2004 tentang K3 belum sepenuhnya dapat diterapkan di kota Bandung sementara kesadaran warga masih kurang dimana denda uang belum bisa diterapkan baik kepada warga maupun industri-industri terkait. Pemerintah Kota Bandung sedikit demi sedikit sudah berhasil mengubah perilaku warga di bantaran Sungai Cikapundung untuk tidak membuang limbah dan sampah ke sungai, namun tidak begitu dengan perilaku masyarakat dan industri di hulu Sungai Cikapundung yang sudah memasuki daerah Kabupaten Bandung. Kesadaran untuk merevitalisasi Sungai Cikapundung hanya dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung semata. PERDA Nomor 11 tahun 2004 tentang K3 serta penurunan SATPOL PP pun tidak dapat diterapkan di wilayah Kabupaten Bandung. Berbedanya wilayah dan kebijakan di Kota dan Kabupaten Bandung akan tidak menyelesaikan permasalahan di hulu Sungai Cikapundung dimana hampir 50 persen warga Kabupaten Bandung Barat khususnya, hidup dari beternak sapi. Bersama-sama kelembagaan partisipatoris Sungai Cikapundung maka masyarakat sekaligus Walikota Bandung terus mewujudkan Sungai
91
Cikapundung bersih sebagai ruang publik yang menyatu dengan fungsi lingkungan fisik, seni budaya, sosial dan ekonomi bagi warga Kota Bandung, serta membangun kesadaran dan partisipasi pemangku kepentingan untuk tidak membuang sampah dan limbah ke sungai.
5.1.3 Aktivitas Swasta Banyaknya pihak swasta di Kota Bandung tidak selamanya membawa dampak buruk bagi Sungai Cikapundung, hal ini terlihat dari banyaknya pihak swasta yang seringkali melakukan Corporate Social Responsibilities (CSR) dengan melakukan penghijauan serta memberikan berbagai jenis bantuan terkait kelestarian lingkungan khususnya Sungai Cikapundung. Salah satu pihak swasta yang telah bekerjasama dengan komunitas CRP dan komunitas pegiat Sungai Cikapundung lainnya adalah dari Greeneration Indonesia yang telah mengajak Bank Ekonomi, presidir beserta jajarannya untuk melaksanakan kegiatan penghijauan bersama masyarakat di Kelurahan Dago dengan melibatkan RW, RT hingga karang taruna untuk bersama-sama menanam pohon di daerah lahan kritis di Curug Dago. Dalam acara tersebut pihak swasta menyumbang 100 bibit pohon serta menyumbang 20 buah bak sampah (yang tepat guna) serta satu mesin pencacah organik yang selanjutnya oleh komunitas CRP diberikan ke warga RW 02 Kelurahan Dago, kegiatan penghijauan ini pun bahkan dihadiri oleh salah satu anggota DPR Fraksi-D (perizinan). Adapun, PT Bio Farma yang telah menyumbangkan 1000 bibit pohon Ki Hujan (Terembesi) untuk ditanami di kawasan KBU, serta menyumbangkan pos pengendali sampah bagi warga sekitar yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk melakukan pengawasan dan pemantau bagi warga yang akan membuang sampah ke Sungai Cikapundung8. Beberapa pihak swasta yang turut terlibat dan mendukung 42 komunitas pegiat Sungai Cikapundung dalam penyelenggaraan Rekor Muri pada tahun 2011 antara lain; Pikiran Rakyat, Bank Sinar Mas, Bank Jabar, dan Bank BNPN. Dalam Rekor Muri tersebut pihak swasta menyumbangkan perahu karet, bak sampah, tanaman keras-produktif serta benih ikan seribu pohon itu diperoleh dari bantuan Yapalhi bekerjasama dengan GPPB, PT Perkebunan Nusantara VIII, Serikat 8
Data diambil dari Sekretariat Komunitas CRP
92
Pekerja Perkebunan (SP, Bun) Cabang PTPN VIII dan Persatuan Karyawan Perkebunan Perkebunan (P3R) Cabang PTP VIII9.
5.1.4 Aktivitas Akademisi Kelembagaan
partisipatoris
di
Sungai
Cikapundung
seringkali
melaksanakan observasi-observasi untuk mengetahui kondisi atau untuk melakukan upaya penyelamatan terhadap Sungai Cikapundung. Disinilah pihak akademisi turut dilibatkan untuk membantu menganalisis lebih dalam mengenai permasalahan serta solusi terkait Sungai Cikapundung, pihak akademisi seringkali membantu komunitas pegiat Sungai Cikapundung menangani permasalahan lingkungan baik dalam rangka bakti sosial maupun praktek kerja lapang. Dengan bersama-sama bertukar pikiran dan pengalaman maka komunitas-komunitas pegiat Sungai Cikapundung dan para akademisi mendapat ilmu pengetahuan baru yang dapat saling melengkapi dan saling memberikan manfaat satu sama lain. Universitas yang selama ini menjadi mitra kerja CRP antara lain: Institut Teknologi Bandung (ITB); ITENAS; Universitas Padjajaran (UNPAD); Universitas Parahiyangan (UNPAR); Universitas Pasundan (UNPAS); Universitas Islam Indonesia (UNISBA); Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) dan masih banyak universitas lainnya yang turut bekerjasama dengan CRP terkait Sungai Cikapundung. Beberapa universitas diantaranya pernah melakukan penanaman pohon Albasia di Curug Dago, menyumbang bibit cabe merah untuk warga punduk Curug Dago, bakti sosial, serta melakukan penyuluhan dan pelatihan pembuatan pupuk organik. Bersama mahasiswa dari jurusan arsitektur dan teknik lingkungan, komunitas CRP pernah melakukan kukuyaan dengan menggunakan boat dan ban, guna menetapkan titik-titik mana saja yang akan ditanami pohon dan menganalisis kerusakan yang terjadi di sepanjang Sungai Cikapundung. Kini, semakin banyak mahasiswa dari berbagai jurusan dan universitas yang selalu ikut dalam kegiatan pelestarian Sungai Cikapundung, bahkan dalam kegiatan penyuluhan para mahasiswa tidak canggung untuk memberi materi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pengelolaan sampah rumah tangga. 9
Data didapat dari Sekretariat Komunitas CRP dan Humas Komunitas Zero
93
5.2
Ikhtisar Berawal dari kegiatan pengumpulan sampah di Sungai Cikapundung oleh
kelembagaan partisipatoris , pada akhirnya memicu para pemangku kepentingan lainnya seperti pemerintah, swasta, akademisi untuk terlibat dalam upaya penyelematan hulu DAS Citarum (Sub DAS Cikapundung). Keterlibatan pemangku kepentingan tersebut kemudian berdampak pada semakin maraknya kegiatan-kegiatan lingkungan, khususnya yang berhubungan dengan pelestarian Sungai Cikapundung. Dari segi kelembagaan partisipatoris, komunitas CRP telah berhasil menjaring pertemanan dari berbagai kalangan dan lapisan untuk membuat sebuah gerakan nyata mulai dari hulu hingga hilir Sungai Cikapundung, jejaring pertemanan ini dibuktikan dengan telah terbentuknya 42 komunitas pegiat Sungai Cikapundung yang umumnya terdiri dari masyarakat di bantaran sungainya. Program Cikapundung Bersih yang sebelumnya telah dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2004 pun, gerakan nyatanya baru terlihat dan terealisasi pada awal tahun 2010 ketika telah muncul berbagai komunitas pegiat Sungai Cikapundung. Selain itu, kelembagaan partisipatoris telah berhasil mengajak pihak swasta untuk melakukan berbagai CSR lingkungannya dan pihak akademisi untuk turut bergabung dalam penyelamatan terhadap titik rawan di Sungai Cikapundung. Partisipasi dan kerjasama yang baik antara kelembagaan partisipatoris, pemerintah Kota Bandung, swasta, dan pihak akademisi dalam menyelamatkan Sungai Cikapundung terbukti dapat mengurangi kerusakan yang terjadi selama ini di hulu DAS Citarum (Sub DAS Cikapundung). Faktanya, kerusakan di Sungai Cikapundung sudah dapat dikurangi namun belum dapat dihentikan sepenuhnya karena kegiatan pengrusakan sungai terbesar berada di daerah Kabupaten Bandung, sedangkan upaya penyelamatan Sungai Cikapundung baru dilakukan di Kota Bandung. Berbedanya kebijakan, batas wilayah, dan karakteristik masyarakat di kota dan kabupaten Bandung menjadi suatu tantangan tersendiri bagi seluruh pihak untuk melakukan penghentian pengrusakan Sungai Cikapundung.