6 TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KUPANG Abstrak Dalam rangka pembangunan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan, kementerian kelautan dan perikanan mencanangkan program minapolitan. Salah satu tujuan dari program minapolitan adalah mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah dan sentra-sentra produksi perikanan sebagai penggerak ekonomi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah di Kabupaten Kupang dalam rangka pengembangan kawasan minapolitan. Metode analisis data yang dipakai mencakup analisis tipologi, skalogram, sentralitas, AHP, MPE, dan ISM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah studi di Kabupaten Kupang ini termasuk dalam strata pra kawasan minapolitan II dengan 6 desa dengan tingkat perkembangan lebih maju, 7 desa dengan tingkat perkembangan sedang, dan 11 desa dengan tingkat perkembangan tertinggal. Jenis budidaya laut yang dikembangkan adalah minapolitan rumput laut dimana peran nelayan/pembudidaya sangat dibutuhkan dalam hal peningkatan sumberdaya manusia untuk tujuan peningkatan pendapatan masyarakat. Prioritas lokasi industri pengolahan budidaya laut adalah Desa Tablolong dan lokasi pasar produk budidaya laut bertempat di Kota Kupang sebagai sentra pasar pusat. Kendala yang dihadapi adalah lemahnya tanggung jawab pemerintah terhadap potensi budidaya laut dan cara mengatasinya adalah dengan penyediaan infrastruktur, dan sarana dan prasarana produksi budidaya laut yang memadai. Kata kunci : perkembangan wilayah, minapolitan
6.1 Pendahuluan Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999-2004 Bab IV Butir G mengamanatkan arah kebijakan pembangunan daerah kawasan timur Indonesia yaitu (1) mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan
kuat
dengan
memberdayakan
pelaku
dan
potensi
daerah,
serta
memperhatikan penataan ruang, baik fisik maupun sosial sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan (2) meningkatkan pembangunan di seluruh daerah, terutama di kawasan timur Indonesia dengan berlandaskan pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Berdasarkan komitmen pemerintah tersebut di atas, maka Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencanangkan program minapolitan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan/pembudidaya yang adil dan merata dan mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan
104
ekonomi daerah. Dalam rangka penetapan suatu wilayah untuk pengembangan minapolitan, sebaiknya terlebih dahulu dikaji sejauhmana tingkat perkembangan wilayah tersebut sehingga dapat diketahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapai
serta permasalahan-permasalahan yang
dihadapi.
Penelitian
ini
bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah di Kabupaten Kupang untuk pengembangan kawasan minapolitan. Adapun metode analisis data yang dipakai dalam penelitian ini seperti analisis tipologi, skalogram, sentralitas, AHP, MPE, dan ISM. Analisis tipologi digunakan untuk mengindentifikasi berbagai karakteristik dari masing-masing kawasan, analisis skalogram digunakan untuk mengetahui jumlah dan jenis sarana pelayanan (fasilitas) yang dimiliki oleh setiap wilayah, AHP dipakai dalam menentukan elemen-elemen kunci untuk ditangani, MPE digunakan untuk menentukan prioritas alternatif keputusan lokasi industri pengolahan dan lokasi pasar, dan ISM digunakan untuk mengkaji alternatif-alternatif yang dapat dipilih dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang sesuai dengan karakteristik wilayah dan kondisi masyarakat setempat.
6.2
Metode Analisis Kajian Tingkat Perkembangan Wilayah di Kabupaten Kupang
6.2.1 Jenis dan Sumber Data Jenis dan data yang diperlukan dalam kaitannya dengan analisis tingkat perkembangan wilayah untuk pengembangan kawasan minapolitan berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan berupa data persepsi masyarakat dan pendapat pakar berkaitan dengan alternatif pengembangan kawasan minapolitan, sedangkan data sekunder yang diperlukan berupa data jumlah dan tingkat kepadatan penduduk, jumlah kepala keluarga (kk), jumlah keluarga sejahtera,
jumlah keluarga pra sejahtera,
keluarga pemakai PLN,
banyak desa terpencil, jarak desa ke kecamatan dan Kabupaten, sarana dan prasarana umum, sarana dan prasarana budidaya laut, sarana dan prasarana kesejahteraan sosial, luas kawasan minapolitan, komoditas unggulan, produksi budidaya laut, tingkat pendidikan, jumlah dan jenis sarana pelayanan (fasilitas), keberadaan
kelembagaan
pasar,
keberadaan
kelembagaan
budidaya,
kelembagaan sosial, dan kebijakan atau peraturan-peraturan yang ada. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dari para stakeholder yang berperan
105
dalam menyusun strategi pengembangan minapolitan, sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil studi kepustakaan pada berbagai instansi yang terkait. 6.2.2 Metode Pengumpulan Data Data primer diperoleh dari hasil diskusi, kuisioner, wawancara, dan survei lapangan dengan responden pakar dan masyarakat di wilayah studi, sedangkan data sekunder diperoleh dari beberapa sumber kepustakaan dan dokumen dari beberapa instansi yang terkait dengan penelitian.
6.2.3 Metode Analisis Data Metode analisis data
yang digunakan dalam mengkaji tingkat
perkembangan wilayah di Kabupaten Kupang terdiri atas analisis tipologi, skalogram, analisis hirarki proses (AHP), metode perbandingan eksponensial (MPE), dan interpretatif struktural modeling (ISM). a. Analisis Tipologi Kawasan Analisis tipologi kawasan diperlukan untuk mengidentifikasi berbagai karakteristik dari masing-masing kawasan. Dalam analisis tipologi kawasan ini digunakan analisis berstrata, analisis komponen utama (principal component analysis/PCA), dan analisis cluster. Dalam analisis strata (Deptan, 2002), membagi wilayah untuk pengembangan kawasan minapolitan atas tiga strata yaitu strata pra kawasan minapolitan I, strata pra kawasan minapolitan II, dan strata kawasan minapolitan. Ada lima variabel penciri yang digunakan sebagai indikator penilaian yaitu komoditas unggulan yang dikembangkan, kelembagaan pasar, kelembagaan nelayan, kelembagaan balai penyuluh perikanan (BPP) dan kelengkapan sarana dan prasarana wilayah yang dimiliki. Dalam analisis komponen utama digunakan untuk menentukan peubahpeubah yang paling dominan mempengaruhi strata kawasan minapolitan. Penggunaan analisis komponen utama dimaksudkan untuk mendapatkan variabel baru dalam jumlah lebih kecil dari sejumlah variabel yang dianalisis dimana variabel baru tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap peningkatan strata kawasan. Variabel yang lebih kecil dapat 2 atau 3 atau lebih tergantung subjektivitas analis, tetapi menurut Iriawan dan Astuti (2006), bahwa apabila total variasi populasi sekitar 80-90% untuk jumlah variabel yang besar dapat diterangkan oleh 2 atau 3 komponen utama (Principal Component), maka kedua atau ketiga komponen dapat menggantikan variabel semula tanpa menghilangkan banyak informasi dan multikolinearitas (hubungan korelasi antar
106
variabel-variabel
penjelas),
selanjutnya
dilakukan
analisis
cluster
untuk
mengelompokkan unit-unit wilayah ke dalam kelompok yang lebih homogen berdasarkan kemiripan yang dimiliki. Analisis komponen utama dan analisis cluster dilakukan dengan menggunakan software Minitab 14. b. Analisis Skalogram - Sentralitas Analisis skalogram digunakan untuk mengetahui jumlah dan jenis sarana pelayanan (fasilitas) yang dimiliki oleh setiap wilayah. Dalam metode ini, seluruh fasilitas yang dimiliki setiap wilayah didata dan disusun dalam satu tabel dimana unit wilayah yang memiliki fasilitas lebih lengkap diletakkan paling atas, dan selanjutnya unit wilayah yang memiliki fasilitas kurang lengkap. Secara umum, fasilitas yang dimiliki oleh setiap unit wilayah dikelompokkan menjadi enam yaitu fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas ibadah, fasilitas olah raga, fasilitas
keamanan,
mengelompokkan
dan
hirarki
fasilitas wilayah
ekonomi. berdasarkan
Analisis
sentralitas
kelengkapan
sarana
untuk dan
prasarana yang dimiliki, seperti berikut ini : 1. Kelompok I (tingkat perkembangan tinggi) diasumsikan sebagai kelompok desa yang memiliki jumlah jenis, jumlah unit sarana dan prasarana, serta kepadatan penduduk yang lebih besar atau sama dengan rata-rata + 2x standar deviasi. 2. Kelompok II (tingkat perkembangan sedang) diasumsikan sebagai kelompok desa yang memiliki jumlah jenis, jumlah unit sarana dan prasarana, dan kepadatan penduduk antara rata-rata sampai rata-rata + 2x standar deviasi. 3. Kelompok III (tingkat perkembangan rendah) diasumsikan sebagai kelompok desa yang memiliki jumlah jenis, jumlah unit sarana dan prasarana, dan kepadatan penduduk kurang dari nilai rata-rata.
c. Analisis Hirarki Proses (AHP) AHP (analytical hierarchy process) digunakan untuk menentukan elemenelemen kunci untuk ditangani. Analisis ini diharapkan persoalan-persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepatkan proses pengambilan keputusannya. Dalam AHP didasarkan pada hasil pendapat pakar (expert judgment) untuk menjaring berbagai informasi dari beberapa elemen-elemen yang berpengaruh dalam penyelesaian suatu persoalan. Penilaian alternatif dan kriteria ini didapatkan dari kuisioner yang diberikan dan diisi oleh para pakar dari
107
berbagai multi disiplin. Dalam analisis AHP, urutan prioritas setiap elemen dinyatakan dalam nilai numerik atau persentasi. Elemen-elemen yang dikaji disusun dalam lima level, yakni : fokus, faktor, aktor, tujuan, dan alternatif. Nilai perbandingan A dengan B adalah 1 (satu) dibagi perbandingan B dengan A. Analisis ini dilakukan untuk menentukan alternatif
pengembangan kawasan
minapolitan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis ini adalah : a. Menyusun struktur hirarki dari kriteria dan alternatif penyelesaian. b. Penilaian kriteria dan alternatif, dinilai melalui perbandingan berpasangan. Skala penilaian oleh pakar didasarkan pada skala nilai yang dikeluarkan oleh Saaty (1993) seperti yang disajikan pada Tabel 23. c. Penentuan prioritas untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. d. Konsistensi
logis
semua
elemen
dikelompokkan
secara
logis
dan
diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Tabel 23 Skala penilaian perbandingan berpasangan (Saaty, 1993) Nilai Keterangan Penjelasan Skor Kriteria yang satu dengan Kedua elemen mempunyai 1 lainnya sama penting. pengaruh yang sama pentingnya. Kriteria yang satu sedikit lebih Pengalaman dan pertimbangan 3 penting (agak kuat) dibanding sedikit menyokong satu elemen kriteria lainnya. atas elemen lainnya. Kriteria yang satu sifatnya lebih Pengalaman dan pertimbangan 5 penting (lebih kuat pentingnya) dengan kuat menyokong satu dibanding kriteria lainnya. elemen atas lainnya. Kriteria yang satu sangat Satu elemen yang kuat disokong 7 penting dibanding kriteria dan dominannya telah terlihat lainnya. dalam praktek. Bukti yang menyokong elemen Kriteria yang satu ekstrim yang satu atas yang lainnya 9 pentingnya banding kriteria memiliki tingkat penegasan lainnya. tertinggi yang mungkin menguatkan. Nilai tengah di antara dua nilai Nilai ini diberikan jika ada dua 2,4,6,8 skor penilaian diatas. kompromi diantara dua pilihan. d. Analisis Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Metode perbandingan eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak.
108
Teknik ini digunakan sebagai pembantu bagi individu pengambilan keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses. Tahapan yang harus dilakukan dalam MPE adalah menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih, menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi, menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, menghitung skor atau nilai total setiap alternatif dan menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternatif (Marimin, 2005). Adapun formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dalam MPE adalah:
Total Nilai (TN) =
…………………………………..(15)
dimana : TNi = Total nilai alternatif ke-i RKij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i TKKj = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0; bulat j = jumlah pilihan keputusan m = jumlah kriteria keputusan
Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat. Sedangkan penentuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan nilai kriterianya. Keuntungan dari MPE adalah mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisa. Nilai skor yang menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) ini mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata. Penggunaan MPE dalam penelitian ini adalah untuk menentukan prakiraan lokasi pengolahan hasil produksi dan prakiraan pasar produk budidaya laut di Kabupaten Kupang.
e. Interpretatif Struktural Modeling (ISM) Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
sistem
dengan
metode
interpretative structural modelling (ISM). Metode ini dapat digunakan untuk membantu suatu kelompok, dalam mengidentifikasi hubungan kontekstual antar sub elemen dari setiap elemen yang membentuk suatu sistem berdasarkan gagasan/ide atau struktur penentu dalam sebuah masalah yang komplek (Saxena et al., 1992). Beberapa kategori struktur dan kategori gagasan/ide yang mencerminkan hubungan kontekstual antar elemen dapat dikembangkan dengan
109
memakai ISM, seperti struktur pengaruh (misal “sub elemen Ei mempengaruhi munculnya sub elemen Ej”), struktur prioritas (misal “sub elemen Ei lebih prioritas daripada sub elemen Ej), atau gagasan/ide kategori (misal sub elemen Ei memeiliki kategori yang sama dengan sub elemen Ej) (Kanungo dan Bhatnagar, 2002). Langkah-langkah identifikasi hubungan antar sub elemen dalam suatu sistem yang kompleks dengan metode ISM adalah : 1. Identifikasi elemen-elemen sistem. Elemen-elemen sistem dan sub elemennya sistem diidentifikasi dan didaftar. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui penelitian, brainstorming atau lainnya. 2. Penetapan hubungan kontekstual antar elemen. Hubungan kontekstual antar elemen atau sub elemen ditetapkan sesuai dengan tujuan dari pemodelan. 3. Pembentukan structural self interaction matrix (SSIM). Matriks ini merupakan hasil persepsi pakar responden terhadap hubungan kontekstual antar elemen atau antar sub elemen. Empat macam simbol untuk menyajikan tipe hubungan yang ada adalah: a. Simbol V untuk menyatakan adanya hubungan kontekstual yang telah ditetapkan diatas antara elemen Ei terhadap elemen Ej, tetapi tidak sebaliknya. b. Simbol A untuk menyatakan adanya hubungan kontekstual yang telah ditetapkan diatas antara elemen Ej terhadap elemen Ei, tetapi tidak sebaliknya. c. Simbol X untuk menyatakan adanya hubungan kontekstual yang telah ditetapkan diatas secara timbal balik antara elemen Ei dengan elemen Ej d. Simbol O untuk menyatakan tidak adanya hubungan kontekstual yang telah ditetapkan diatas antara elemen Ei dan elemen Ej. 4. Pembentukan Reachability Matrix (RM). Matriks ini adalah matriks biner hasil konversi dari SSIM. Aturan konversi dari SSIM menjadi RM adalah: a. Jika simbol dalam SSIM adalah V, maka nilai Eij = 1 dan nilai Eji = 0 dalam RM b. Jika simbol dalam SSIM adalah A, maka nilai Eij = 0 dan nilai Eji = 1 dalam RM c. Jika simbol dalam SSIM adalah X, maka nilai Eij = 1 dan nilai Eji = 1 dalam RM
110
d. Jika simbol dalam SSIM adalah O, maka nilai Eij = 0 dan nilaiEji = 0 dalam RM Matriks RM awal perlu dimodifikasi untuk menunjukkan direct dan indirect reachability, yaitu kondisi dimana jika Eij = 1 dan Ejk = 1 maka Eik = 1. Eij adalah kondisi hubungan kontekstual antara elemen Ei terhadap elemen Ej. Dari matriks RM yang telah dimodifikasi didapat nilai driver power (DP) dan nilai dependence (D). Berdasarkan nilai DP dan D, elemen-elemen dapat diklasifikasikan kedalam 4 sektor (Gambar 18), yaitu: a) Sektor autonomous yaitu sektor dengan nilai DP rendah dan nilai D rendah. Elemen-elemen yang masuk dalam sektor ini umumnya tidak berkaitan dengan sistem atau memiliki hubungan sedikit b) Sektor dependent yaitu sektor dengan nilai DP rendah dan nilai D tinggi. Elemen yang masuk dalam sektor ini elemen yang tidak bebas dalam sistem dan sangat tergantung pada elemen lain. c) Sektor linkage yaitu sektor dengan nilai DP tinggi dan nilai D tinggi. Elemen yang masuk dalam sektor ini harus dikaji secara hati-hati karena perubahan pada elemen tersebut akan berdampak pada elemen lainnya dan yang pada akhirnya akan kembali berdampak pula pada elemen tersebut. d) Sektor independent yaitu sektor dengan nilai DP tinggi dan nilai D rendah. Elemen yang masuk dalam sektor ini dapat dianggap sebagai elemen bebas. Setiap perubahan dalam elemen ini akan berimbas pada elemen lainnya sehingga elemen-elemen dalam sektor ini juga harus dikaji secara hati-hati.
113
banyak faktor-faktor pendukung lain yang bersifat spesifik yang menggambarkan variabilitas kawasan yang dapat dijadikan sebagai indikator penilaian. Analisis tipologi kawasan yang didasarkan pada variabel-variabel yang lebih spesifik dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan principal component analysis (PCA) atau lebih dikenal dengan analisis komponen utama (AKU). Dalam penelitian ini, variabel-variabel terpilih yang dianalisis dengan menggunakan teknik PCA antara lain jumlah penduduk (jiwa), jarak kecamatan ke kabupaten (km), jumlah kepala keluarga (kk), sarana dan prasarana umum (unit), sarana dan prasarana budidaya laut (unit), jumlah komoditas budidaya laut (jenis), keluarga pemakai PLN (kk), desa/kelurahan terpencil (desa), jumlah keluarga prasejahtera (kk), jumlah keluarga sejahtera (kk), jumlah pembudidaya rumput laut (jiwa), potensi lahan budidaya laut (ha), luas lahan budidaya laut (ha), produksi rumput laut (ton). Keragaman setiap variabel disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Keragaman variabel yang menggambarkan perkembangan wilayah di Kabupaten Kupang Kecamatan No Variabel Kupang Semau Sulamu Barat 1 Jumlah penduduk (jiwa) 11.395 6.425 14.610 2 Jarak kecamatan ke kabupaten (km) 26 28 84 3 Jumlah kepala keluarga (kk) 2.473 1.632 3.193 4 Sarana dan prasarana umum (unit) 2.990 3.306 4.402 Sarana dan prasarana budidaya laut 5 137 107 242 (unit) 6 Jumlah komoditas budidaya laut (jenis) 3 2 4 7 Keluarga pemakai PLN (kk) 1.752 1.107 1.206 8 Desa/kelurahan terpencil (desa) 2 0 0 9 Jumlah keluarga prasejahtera (kk) 668 516 1.270 10 Jumlah keluarga sejahtera (kk) 1.047 678 991 11 Jumlah pembudidaya rumput laut (jiwa) 1.663 995 200 12 Potensi lahan budidaya laut (ha) 3824 952 750 Luas lahan pemanfaatan budidaya laut 13 952 121,3 750 (ha) 14 Produksi rumput laut (ton) 27.000 19.000 1.041,86 Sumber : BPS Kabupaten Kupang, 2010 dan DKP Kabupaten Kupang, 2008 Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa setiap variabel memberikan pengaruh yang berbeda-beda antara satu variabel dengan variabel lainnya yang menggambarkan keragaman tipologi wilayah pengembangan
114
kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang. Namun demikian, keragaman tipologi wilayah yang disebabkan oleh keseluruhan variabel yang dapat dianalisis dapat disederhanakan menjadi kelompok variabel yang lebih kecil yang dapat menggambarkan keseluruhan informasi yang terkandung dalam semua variabel. Berdasarkan ketetapan total persentasi kumulatif sebagaimana ditetapkan oleh Iriawan dan Astuti yaitu sebesar 80–90%, maka dari 14 variabel yang dianalisis, dapat disederhanakan menjadi 5 variabel yang menyebar dalam dua komponen utama (PC) yaitu komponen utama 1 (PC1), dan komponen utama 2 (PC2) dengan nilai proposi eigenvalue masing-masing 61,4% dan 38,6% atau persentase kumulatifnya menjadi 100%. Hasil analisis komponen utama seperti terlihat pada Lampiran 17. Adapun variabel-variabel dari kedua komponen utama (PC1 dan PC2) hasil penyederhanaan variabel meliputi jumlah penduduk, jumlah kepala keluarga, jumlah sarana dan prasarana umum, jumlah komoditas budidaya laut, dan banyaknya keluarga pra sejahtera. Ini berarti kelima variabel tersebut di atas dapat menjelaskan variabilitas keempat belas variabel yang berpengaruh terhadap tipologi wilayah pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang atau dengan kata lain kelima variabel baru hasil analisis komponen utama dapat menjelaskan sekitar 100% (totalitas variabilitas variabel). Adanya perbedaan tipologi wilayah terhadap kecamatan di Kabupaten Kupang sangat dipengaruhi oleh keragaman variabel-variabel spesifisik yang dimiliki oleh setiap desa pada setiap kecamatan. Namun demikian keragaman setiap variabel pada setiap desa dapat dikelompokkan menjadi kelompok variabel yang lebih kecil dan homogen berdasarkan kemiripan setiap variabel yang dimiliki oleh setiap desa. Untuk mengelompokkan desa-desa yang memiliki kemiripan berdasarkan keragaman variabel, dapat dilakukan dengan analisis cluster. Tujuan dari analisis cluster terhadap desa-desa di kecamatan adalah memaksimumkan keragaman antar kelompok desa dan meminimumkan keragaman antar kelompok desa. Dalam analisis cluster ini, ada 24 desa di tiga kecamatan wilayah studi masing-masing 9 desa di Kecamatan Kupang Barat, 8 desa di Kecamatan Semau, dan 7 desa di Kecamatan Sulamu, dimana 24 desa tersebut akan dibagi menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil berdasarkan kemiripan karakateristik yang dimiliki. Karakteristik setiap desa disajikan pada Lampiran 18 dan hasil analisis cluster dapat dilihat pada Gambar 19.
117
Berdasarkan kemiripan karakteristik desa yang dimiliki setiap tipologi wilayah kecamatan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum tipologi wilayah I terlihat lebih berkembang dibandingkan dengan tipologi wilayah II dan III. Namun demikian untuk tujuan pengembangan kawasan minapolitan ke depan di Kabupaten Kupang, maka semua kelompok desa baik yang termasuk dalam tipologi I, II dan III ini memerlukan penanganan yang serius terutama dalam melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan, baik sarana dan prasarana umum maupun sarana dan prasarana pendukung kegiatan perikanan budidaya. Hasil analisis tipologi kawasan Kabupaten Kupang disajikan pada Tabel 25. Sarana dan prasarana budidaya laut yang perlu dibenahi seperti lahan budidaya laut (perairan yang kesesuaiannya sesuai peruntukan jenis budidaya laut), lembaga usaha (koperasi, kelompok usaha atau usaha skala menengah dan atas), penyuluhan dan pelatihan (lembaga dan sumberdaya manusia untuk penyuluhan dan pelatihan), prasarana budidaya (alat dan mesin budidaya laut), industri pengolahan, energi (jaringan listrik dan air yang memadai), dan penerapan teknologi tepat guna yang mampu meningkatkan daya saing budidaya laut (seperti teknologi kantung berkarbon untuk budidaya rumput laut ), selain itu juga, dibutuhkan aksesibilitas nelayan/pembudidaya dan pengolah hasil budidaya yang baik sehingga dapat meningkatkan produktifitas budidaya laut. Prasarana infrastruktur seperti jalan, jembatan, sistem dan alat transportasi baik darat maupun laut perlu dibenahi sehingga proses budidaya dari hulu ke hilir sehingga akses terhadap jaringan pengadaan bahan baku, pengolahan, dan pemasaran (mata rantai pemasokan-supply chains) dapat terhubung dengan baik. Karakteristik kawasan minapolitan salah satunya adalah mempunyai sarana dan prasarana yang memadai sebagai pendukung keanekaragaman aktivitas ekonomi sebagaimana layaknya sebuah kota. Dari analisis tipologi wilayah yang telah dilakukan pada desa-desa di 3 kecamatan menunjukkan bahwa sarana dan prasarana umum yang telah ada di masing-masing desa dalam keadaan baik dan mencukupi kebutuhan masyarakat sekarang. Namun demikian, hasil analisis tipologi wilayah di Kabupaten Kupang yang terbagi atas 3 kelas perlu dibenahi sarana dan prasarana umum dan budidaya laut agar dapat dikembangkan menjadi kawasan minapolitan berbasis budidaya laut dan mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kupang.
118
6.3.2 Perkembangan Wilayah berdasarkan Kelengkapan Fasilitas Tingkat perkembangan wilayah Kabupaten Kupang sangat berhubungan dengan potensi sumberdaya alam, potensi sumberdaya manusia, maupun kelengkapan fasilitas yang dimiliki. Dilihat dari potensi sumberdaya manusia, wilayah ini memiliki jumlah penduduk yang cukup besar. Dari tiga kecamatan yang
ditetapkan sebagai kawasan pengembangan minapolitan berbasis
budidaya laut di Kabupaten Kupang telah memiliki jumlah penduduk sekitar 32.430 jiwa (BPS Kabupaten Kupang, 2010). Jumlah penduduk yang cukup besar ini telah memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai satu kawasan pengembangan minapolitan, hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa sebagian besar penduduk bahkan seluruh penduduk di kecamatan yang berada di wilayah pesisir mempunyai mata pencaharian sebagai nelayan/pembudidaya dan menggantungkan hidupnya dari laut. Namun permasalahan yang dihadapi adalah bahwa kualitas sumberdaya manusia di wilayah ini masih tergolong rendah, mereka hanya dapat mengecap pendidikan dasar bahkan sedikit yang melanjutkan ke tingkat lanjutan (SLTP dan SLTA). Rendahnya kualitas sumberdaya manusia di wilayah ini, disebabkan oleh minimnya sarana pendidikan terutama sarana pendidikan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dilihat dari potensi sumberdaya alam, sektor perikanan merupakan tulang punggung penggerak perekonomian di wilayah Kabupaten Kupang, baik sebagai sumber konsumsi masyarakat dan penghasilan atau penyedia lapangan kerja sebagian besar penduduknya, maupun sebagai penghasil nilai tambah dan devisa daerah. Dari keseluruhan penduduk, sekitar 90% masyarakatnya adalah keluarga nelayan/pembudidaya. Mereka menggantungkan hidup dan keluarga dari kegiatan perikanan baik tangkap dan budidaya. Namun demikian fasilitas pendukung untuk meningkatkan produksi perikanan mereka masih minim, sehingga produksi perikanan mereka masih belum maksimal. Dilihat dari kelengkapan fasilitas yang dimiliki, wilayah ini memiliki fasilitas yang beragam dari fasilitas yang sangat minim sampai fasilitas yang lebih lengkap yang menyebar pada setiap desa. Untuk mengetahui tingkat perkembangan kawasan pengembangan minapolitan di wilayah Kabupaten Kupang dapat dilakukan dengan menggunakan analisis skalogram. Dalam analisis skalogram, akan dihasilkan hirarki wilayah berdasarkan kelengkapan fasilitas yang dimiliki, dimana hirarki wilayah yang paling tinggi ditentukan oleh
119
semakin banyaknya jenis dan jumlah fasilitas yang dimiliki dan demikian sebaliknya, semakin sedikitnya fasilitas yang dimiliki terutama dari segi jenis fasilitas, menggambarkan semakin rendahnya hirarki wilayah. Fasilitas-fasilitas yang dapat dikaji berupa fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas sosial, dan fasilitas penunjang lainnya seperti fasilitas pendukung budidaya laut. Hirarki wilayah desa berdasarkan hasil analisis skalogram pada tiga kecamatan di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Hirarki wilayah desa dari tiga kecamatan pesisir di Kabupaten Kupang berdasarkan kelengkapan fasilitas No 1
Kecamatan Kupang Barat
Desa
Jumlah penduduk (Jiwa)
Tablolong Lifuleo
2
3
Semau
Sulamu
Jumlah jenis
Jumlah unit
1010
14
484
986
12
175
Tesabela
1015
19
259
Sumlili
1492
16
346
Oematnunu
1643
20
368
Kuanheun
1336
13
229
Nitneo
1073
14
255
Bolok
2273
15
736
Oenaek
567
11
138
Bokonusan
978
20
493
Otan
767
23
636
Uitao
745
23
473
Huilelot
699
21
331
Uiasa
1153
25
381
Hansisi
1276
24
673
Batuinan
333
14
198
Letbaun
474
14
121
Sulamu
4589
26
932
Pitai
942
19
246
Pariti
3203
21
1276
Oeteta
2435
24
1030
Bipolo
1792
21
567
Pantulan Pantai Beringin
1134
16
174
515
14
177
Sumber : BPS Kabupaten Kupang, 2010
Hasil analisis skalogram pada Tabel 26 menunjukkan bahwa desa yang menduduki hirarki wilayah tertinggi berdasarkan kelengkapan jenis fasilitas yang dimiliki adalah Kelurahan Sulamu dengan jumlah jenis dan banyaknya fasilitas
120
sebanyak 26 jenis dan 932 unit. Jumlah penduduk yang bermukim di desa ini sekitar 4589 jiwa dengan kepadatan penduduk hanya sekitar 139 jiwa/km2. Kelurahan Sulamu merupakan ibukota Kecamatan Sulamu dengan jarak tempuh yang dekat ke Kota Kupang jika ditempuh dengan transportasi laut seperti feri. Desa ini lebih terlihat lebih berkembang dibandingkan desa-desa lainnya, hal ini dicirikan dari kelengkapan fasilitas yang dimiliki baik fasilitas umum maupun fasilitas pendukung, seperti fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas sosial, dan fasilitas penunjang lainnya seperti fasilitas pendukung budidaya laut. Fasilitas pendidikan cukup lengkap seperti Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Umum (SMU) baik negeri maupun swasta. Fasilitas kesehatan juga tersedia cukup lengkap. Desa ini telah memiliki fasilitas kesehatan seperti puskesmas, puskesmas pembantu, BKIA/polindes dan posyandu. Sedangkan fasilitas sosial dan kelembagaan juga sudah tersedia seperti sarana ibadah baik agama kristen protestan, kristen khatolik dan islam, sarana telekomunikasi, koperasi unit desa (KUD) dan lembaga penyuluh dan pelatihan untuk nelayan/pembudidaya. Hirarki wilayah desa paling rendah adalah desa Oenaek di kecamatan Kupang Barat. Jumlah penduduk yang bermukim di desa ini sekitar 567 jiwa dengan kepadatan penduduk hanya sekitar 40 jiwa/km2. Jumlah jenis dan banyaknya fasilitas sebanyak 11 jenis dan 138 unit yang merupakan jumlah yang sangat minim dibandingkan dengan desa-desa lainnya. Desa Oenaek cukup jauh dari ibukota kecamatan maupun ibukota kabupaten. Untuk menuju ke wilayah ini dibutuhkan perjalanan sejauh 32,5 km dari ibukota kabupaten. Di desa ini hanya memiliki satu SD swasta, satu polindes dengan satu tenaga bidan, dua posyandu, dua gereja bagi agama kristen protestan, tidak ada lembaga koperasi dan perputaran ekonomi hanya pada sembilan kios kecil. Fasilitas lainnya tidak tersedia pada desa ini. Pengelompokkan hirarki wilayah desa dapat dilakukan dengan analisis sentralitas.
Dalam
analisis
kelengkapan fasilitas yang
sentralitas, dimiliki
tiap
parameter desa.
yang
Hasil
diukur
analisis
ini
adalah akan
menggambarkan tingkat perkembangan desa yang dapt dibagi atas tiga kelompok yaitu : a.
Kelompok I adalah desa dengan tingkat perkembangan tinggi (maju) yaitu apabila memiliki nilai indeks sentralitas jenis fasilitas sebesar nilai rata-rata + 2 kali standar deviasi.
131
Pemberdayaan
masyarakat
sebenarnya
mengacu
pada
kata
“empowerment” yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian tentunya diharapkan memberikan peranan kepada individu bukan sebagai obyek, tetapi sebagai pelaku (aktor) yang menentukan hidup mereka. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang bepusat pada manusia (peoplecentered
development)
sumberdaya
lokal
ini
kemudian
(community-based
melandasi
wawasan
management),
yang
pengelolaan merupakan
mekanisme perencanaan people-centered development yang menekankan pada teknologi pembelajaran sosial (social learning) dan strategi perumusan program. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengaktualisasikan dirinya (empowerment). Pengelolaan berbasis masyarakat atau biasa disebut community-based management merupakan pendekatan pengelolaan sumberdaya alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaanya. Selain itu mereka juga memiliki akar budaya yang kuat dan biasanya tergabung dalam kepercayaannya (religion). Definisi pengelolaan berbasis masyarakat sebagai suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, di mana pusat
pengambilan keputusan mengenai
pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di suatu daerah berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut. Undang-undang No.31 tahun 2004 tentang perikanan dalam pasal 6 ayat (2) berbunyi : Pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan harus mempertimbangkan hukum adat dan/atau kearifan lokal serta memperhatikan peran-serta masyarakat. Dengan demikian sumberdaya manusia Kabupaten Kupang haruslah menjadi tolak ukur dari faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan minapolitan berbasis budidaya laut. Setelah faktor sumberdaya manusia ditingkatkan, maka faktor selanjutnya adalah penetapan kebijakan pemerintah mengenai pengembangan kawasan minapolitan. Pengertian dari penetapan kebijakan pemerintah ini adalah perlu adanya suatu komitmen yang kuat dari pemerintah terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Kupang dalam hal budidaya laut. Hal ini telah ditegaskan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999-2004 yang mengamanatkan arah kebijakan pembangunan daerah kawasan timur Indonesia yaitu (1) mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kuat
132
dengan memberdayakan pelaku dan potensi daerah, serta memperhatikan penataan ruang, baik fisik maupun sosial sehingga terjadi pemerataan pertumbuhan ekonomi sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan (2) meningkatkan pembangunan di seluruh daerah, terutama di kawasan timur Indonesia dengan berlandaskan pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Amanat GBHN ini selanjutnya dijabarkan dalam Undang-undang No. 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional (propenas) 2000-2004 yang menekankan bahwa program peningkatan ekonomi wilayah bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi
wilayah
dengan
memperhatikan
keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif daerah melalui peningkatan aksesibilitas
masyarakat
terhadap
faktor-faktor
produksi,
peningkatan
kemampuan kelembagaan ekonomi lokal dalam menunjang proses kegiatan produksi, pengolahan, dan pemasaran serta menciptakan iklim yang mendukung bagi investor di daerah yang menjamin berlangsungnya produktivitas dan kegiatan usaha masyarakat dan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Sasaran yang ingin dicapai adalah berkembangnya ekonomi wilayah yang menunjang perluasan kesempatan kerja dan berusaha, serta keterkaitan ekonomi antara desa-kota dan antar wilayah yang saling menguntungkan. Menyikapi konsep minapolitan oleh kementerian kelautan dan perikanan dalam Peraturan Menteri No. 12 tahun 2010 tentang minapolitan yang bertujuan meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas produk kelautan dan perikanan; meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan yang adil dan merata; dan mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah; penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah Kabupaten Kupang dalam menetapkan kebijakan pengembangan wilayah di sektor kelautan. Setelah penetapan kebijakan pengembangan kawasan minapolitan, maka faktor selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah sumberdaya alam, permodalan dan pemasaran. Dari segi sumberdaya alam, wilayah ini sangat potensial untuk pengembangan sektor kelautan terutama budidaya laut. Hal ini terlihat dari kondisi kesesuaian perairan laut yang sangat mendukung bagi sektor kelautan tersebut. Dari sisi permodalan, umumnya nelayan/pembudidaya di wilayah ini menggunakan modal sendiri dalam kegiatan budidaya. Sedangkan dari sisi pemasaran, wilayah Kabupaten Kupang memiliki jarak tempuh yang dapat dijangkau dengan sarana transportasi laut maupun darat dengan pelabuhan
135
menjaga kualitas (mutu) pemenuhan kebutuhan tersebut sehingga dihasilkan daya saing bersama untuk kepentingan bersama. 3.
Penguatan kelembagaan nelayan/pembudidaya baik kelembagaan non formal seperti pengajian/kebaktian, kelompok arisan, kelompok gotong royong, karang taruna, paguyuban, dan pedagang pengumpul desa (PPD) maupun kelembagaan formal seperti kelompok nelayan/pembudidaya dan balai
penyuluhan
perikanan
budidaya
(BPPB),
lembaga
keuangan,
unit/pengelola kawasan budidaya, dan pusat pelatihan dan konsultasi milik nelayan/pembudidaya yang masing-masing harus berperan sesuai dengan fungsinya
masing-masing.
Misalnya
BPPB,
bertugas
memberikan
penyuluhan dan pendampingan kepada nelayan/pembudidaya dan pelaku minabisnis
lainnya,
lembaga
keuangan
bertugas
mengurus
fungsi
perkreditan, unit/pengelola kawasan budidaya bertugas mensinergikan semua program/proyek dan investasi yang masuk dalam kawasan minapolitan, dan pusat pelatihan dan konsultasi milik nelayan/pembudidaya berfungsi sebagai klinik konsultasi minabisnis yaitu pusat pelayanan jasa konsultasi, pelayanan informasi pasar, dan tempat pelatihan. Keterlibatan berbagai aktor selain nelayan/pembudidaya diharapkan untuk lebih mengembangkan sistem dan usaha budidaya di kawasan minapolitan. Pedagang dan perusahaan memegang peranan penting dalam menanamkan investasinya untuk pengembangan minapolitan, penyediaan input budidaya, pengolahan hasil budidaya, dan pemasaran hasil dan produk olahan budidaya. Lembaga keuangan seperti perbankan diperlukan dalam permodalan usaha nelayan/pembudidaya dan kegiatan budidaya. Sedangkan pemerintah sangat diharapkan sebagai motivator dan fasilitator dalam pengembangan kawasan minapolitan, baik pemerintah pusat dan terutama pemerintah daerah. Peran pemerintah kabupaten, dalam hal ini dinas dan instansi yang terkait dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Dinas kelautan dan perikanan berperan dalam (a) memfasilitasi, melakukan kontrol dan menjamin ketersediaan input dan teknologi budidaya, (b) memfasilitasi
ketersediaan
sarana
pendukung
(yang
dapat
diakses
nelayan/pembudidaya secara tepat waktu), dan (c) memfasilitasi penyuluhan yang partisipatif yang berparadigma self-helf. 2.
Dinas pekerjaan umum (PU) dan dinas permukiman dan prasarana wilayah (Kimpraswil) berperan dalam melaksanakan pengembangan infrastruktur
136
transportasi dan infrastruktur lainnya yang diperlukan dalam pengembangan kawasan minapolitan. 3.
Badan perencanaan pembangunan daerah (BAPPEDA) berperan dalam (a) melakukan koordinasi penganggaran dan perencanaan pembangunan kawasan dan (b) merumuskan kebijakan tentang pengaturan kejelasan penggunaan lahan untuk budidaya laut dalam bentuk peraturan daerah (Perda).
c. Alternatif Lokasi Industri Pengolahan dan Pasar Alternatif penentuan lokasi industri pengolahan hasil budidaya laut yang potensial atau paling cocok dijadikan lokasi pengembangan usaha pengolahan budidaya laut. Dalam penelitian ini, terdapat 4 alternatif lokasi industri pengolahan yaitu Desa Tablolong di Kecamatan Kupang Barat, Kelurahan Sulamu di Kecamatan Sulamu, Desa Uiasa di Kecamatan Semau, dan Kota Kupang yang mewakili Ibukota Kupang, sedangkan kriteria yang dipakai dalam pemilihan lokasi industri pengolahan budidaya laut potensial adalah ketersediaan lahan, kemudahan akses dengan sumber bahan baku, ketersediaan sarana transportasi, ketersediaan sarana komunikasi, ketersediaan air, ketersediaan listrik, ketersediaan tenaga kerja, dan kondisi sosial ekonomi. Kriteria yang dipakai merupakan hasil wawancara dengan para pakar. Penentuan
lokasi
ini
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
perbandingan eksponensial (MPE), urutan prioritas lokasi terpilih ditentukan dengan mencari total dari alternatif-alternatif lokasi pengolahan yang sudah diinput dari nilai yang terbesar hingga terkecil. Lokasi yang dianalisis adalah lokasi yang diharapkan memang untuk lokasi industri dan dekat dengan lokasi produksi budidaya laut di Kabupaten Kupang, sedangkan untuk pertimbangan pemilihan lokasi di Kota Kupang karena adanya pembangunan sarana pelabuhan minapolitan yang akan berlokasi di Kota Kupang. Hasil perhitungan MPE untuk prioritas lokasi industri pengolahan dapat disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Prioritas lokasi industri pengolahan hasil budidaya laut Prioritas Lokasi Potensial 1 Lokasi Potensial 2 Lokasi Potensial 3 Lokasi Potensial 4
Alternatif Pilihan Desa Tablolong Kota Kupang Kelurahan Sulamu Desa Uiasa
Nilai MPE 522.593.505 475.612.981 405.832.098 405.028.437
137
Dari Tabel 28 dapat disimpulkan bahwa Desa Tablolong menjadi prioritas pertama untuk dijadikan sebagai lokasi usaha industri pengolahan yang paling cocok, dengan nilai MPE 522.593.505. Hal ini dikarenakan desa tersebut merupakan sentra produksi rumput laut, sehingga mudah dalam memasok bahan baku untuk industri rumput laut. Desa Tablolong masih memiliki lahan kosong cukup luas, dekat dengan Ibukota Kupang dan dapat ditempuh dengan transportasi darat, dan cukup baiknya ketersediaan sarana transportasi, komunikasi, listrik, dan tenaga kerja. Hal lain yang menjadikan Desa Tablolong sebagai lokasi prioritas adalah sebagian besar penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan/pembudidaya, sehingga membuat desa ini sebagai desa contoh terutama dalam hal budidaya rumput laut. Daerah yang menjadi lokasi usaha pengolahan budidaya laut urutan kedua adalah Kota Kupang, diikuti dengan Kelurahan Sulamu dan Desa Uiasa. Prakiraan lokasi pasar produk budidaya laut dalam penelitian ini masih memakai alternatif lokasi yang sama seperti lokasi industri pengolahan yaitu Desa Tablolong, Desa Uiasa, Kelurahan Sulamu, dan Kota Kupang. Kriteria yang dipakai dalam analisis MPE prakiraan pasar diambil dari hasil diskusi dengan pakar. Kriteria yang digunakan dalam prakiraan pasar adalah permintaan produk, jarak tempuh ke lokasi pasar, fasilitas pasar, jumlah pengunjung, dan kenyamanan. Dari hasil analisis MPE untuk prakiraan pasar produk hasil budidaya laut disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Prakiraan lokasi pasar hasil budidaya laut Prioritas
Alternatif Pilihan
Nilai MPE
Lokasi Potensial 1 Lokasi Potensial 2 Lokasi Potensial 3 Lokasi Potensial 4
Kota Kupang Kelurahan Sulamu Desa Tablolong Desa Uiasa
531.466.299 175.410.631 174.767.237 81.002.903
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa Kota Kupang menjadi prioritas pertama untuk dijadikan sebagai lokasi pasar hasil budidaya laut yang paling cocok, dengan nilai MPE 531.466.299. Kenyataannya, Kota Kupang menjadi pusat perdagangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang menjadikannya lokasi pasar unggulan dibandingkan alternatif lokasi lainnya atau dengan kata lain sentra pasar pusat bertempat di Kota Kupang. Kriteria-kriteria pasar yang ada dalam analisis ini seperti permintaan produk, jarak dan fasilitas pasar di Kota
138
Kupang lebih unggul dibandingkan alternatif lokasi lainnya yang jarak tempuhnya jauh dan sebagian besar belum memiliki fasilitas pasar yang memadai seperti gedung, gudang, air bersih, listrik, pengelolaan limbah, sistem keamanan dan sebagainya. Banyaknya pengunjung dari luar kota yang singgah di Kota Kupang dapat meningkatkan permintaan produk budidaya laut. Sedangkan untuk urutan prioritas pasar berikutnya adalah Kelurahan Sulamu, Desa Tablolong, dan Desa Uiasa. Ketiga alternatif lokasi pasar ini dapat menjadi sentra pasar kecamatan yang akan mengirimkan hasil produk pengolahan budidaya laut yang ada di kecamatan ke sentra pasar pusat di Kota Kupang. Untuk itu perlu adanya kerjasama yang baik antara wilayah kecamatan, kabupaten dan kota. Pola kerjasama yang baik sangat mempengaruhi keberhasilan pengembangan kawasan minapolitan. Berikutnya kerjasama ini akan dibahas lebih lanjut dalam sub-bab pendekatan sistem dengan metode ISM (interpretative structural modelling). Pasar mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian. Pasar juga dapat dijadikan sumber pendapatan pemerintah untuk membiayai pembangunan melalui pajak dan retribusi. Banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan dalam kegiatan pasar, berarti pasar turut membantu mengurangi pengangguran, memanfaatkan sumber daya manusia, serta membuka lapangan kerja. Pasar sebagai sarana distribusi, berfungsi memperlancar proses penyaluran hasil olahan budidaya laut dari produsen (pembudidaya) ke konsumen, dengan adanya pasar, produsen dapat berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menawarkan hasil produksinya kepada konsumen. Pasar dikatakan berfungsi baik jika kegiatan distribusi barang dan jasa dari produsen ke konsumen berjalan lancar. Pasar dikatakan tidak berfungsi baik jika kegiatan distribusi seringkali macet, oleh karena itu diperlukan prasarana dan sarana pendukung transportasi dan distribusi yang baik dalam akses menuju pasar. Prioritas pasar yang ada di ketiga desa/kelurahan ini merupakan pasar tradisional yang ada dalam kelompok masyarakat, nantinya dari pasar tradisional inilah yang akan menjadi sentra pemasaran daerah skala mikro. Dari sentra pemasaran mikro ini yang akan dikembangkan atau ditingkatkan jumlah dan kualitasnya menjadi skala menengah keatas (skala nasional) sehingga berdaya saing tinggi untuk di import ke luar negeri.
149
6.4 Kesimpulan Tingkat perkembangan wilayah termasuk dalam strata pra kawasan minapolitan II. Untuk meningkatkan strata kawasan, variabel lain yang perlu diperhatikan adalah jumlah penduduk, jumlah kepala keluarga, jumlah sarana dan prasarana umum, jumlah komoditas budidaya laut, dan banyaknya keluarga pra sejahtera. Dilihat dari kelengkapan fasilitas yang dimiliki setiap desa, terdapat 6 desa dengan tingkat perkembangan lebih maju, 7 desa dengan tingkat perkembangan sedang, dan 11 desa dengan tingkat perkembangan tertinggal. Masyarakat
wilayah
Kabupaten
Kupang
setuju
bila
daerahnya
dikembangkan kawasan minapolitan berbasis budidaya laut. Jenis budidaya laut yang dikembangkan adalah minapolitan rumput laut dengan tujuan untuk peningkatan pendapatan masyarakat. Faktor yang perlu diperhatikan adalah sumberdaya manusia dan aktor yang berperan adalah nelayan/pembudidaya. Prioritas lokasi industri pengolahan budidaya laut adalah Desa Tablolong dan lokasi pasar produk budidaya laut bertempat di Kota Kupang sebagai sentra pasar pusat. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang adalah tanggung jawab pemerintah terhadap potensi budidaya laut, untuk mengatasinya dibutuhkan penyediaan infrastruktur, dan sarana dan prasarana produksi budidaya laut yang memadai. Dalam hal ini peran masyarakat nelayan dan industri pengolahan hasil budidaya laut sangat diperlukan
untuk
Kabupaten Kupang.
menjamin
kesuksesan
pengembangan
minapolitan
di