6 PRINSIP IMANIYAH UNTUK MENCIPTAKAN INTEGRITAS PENDIDIK Oleh: Ngatijo (SD Muhammadiyah Siraman, Wonosari, Gunungkidul, D.I Yogyakarta)
A. Pengantar
Integritas bagi Pegawai Negeri Sipil/Aparatur Sipil Negara, harus mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Integritas dalam sikap dan tindakan dalam menjalankan tugas, peran, dan tanggungjawabnya. Memahami integritas bisa dilihat dari berbagai sudut pandang dan makna. Menurut Totok Sudarto, dalam buku Menjadi Bermakna Setiap 24 jam; menyatakan bahwa Integritas, yaitu nilai yang kita anut, suatu keadaan diri dan harga diri untuk membuat komitmen, memenuhi janji, mampu mengemban amanah, dan jujur. Istilah integritas identik dengan sifat yang dimiliki oleh orang yang tidak munafik, yaitu tidak pernah berbohong, berjanji bisa ditepati, dan bila diberi amanah tidak mengkhianati. Dengan kata lain orang yang memeliki integritas adalah orang yang beriman, tidak munafik. Kata integritas berasal dari bahasa Inggris yakni integrity, yang berarti
menyeluruh,
lengkap
atau
segalanya.
Kamus
Oxford
menghubungkan arti integritas dengan kepribadian seseorang yaitu jujur dan utuh. Ada juga yang mengartikan integritas sebagai keunggulan moral dan menyamakan integritas sebagai “jati diri”. Integritas juga diartikan sebagai bertindak konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kode etik, Dengan istilah lain integritas diartikan sebagai “satunya kata dengan perbuatan”. Integritas memiliki komitmen dan loyalitas. Yaitu memiliki suatu janji pada diri sendiri ataupun orang lain yang tercermin dalam tindakan-tindakan seseorang. Seseorang yang berkomitmen adalah
1
mereka yang dapat menepati sebuah janji dan mempertahankan janji itu sampai akhir, walau pun harus berkorban.
B. Masalah
Untuk membentuk dan mewujudkan integritas memerlukan proses dan komitmen yang sungguh-sungguh. Banyak orang yang mengalami kegagalan dalam komitmen. Salah satu sebab adalah mulai dari keyakinan yang goyah, gaya hidup yang tidak benar, pengaruh lingkungan, hingga ketidakmampuan mengatasi berbagai persoalan kehidupan. Kegagalan dalam menjalankan komitmen menujukkan lemahnya integritas diri. Kedewasaan seseorang dapat menentukan dilihat dari mereka memikul tanggungjawab.Orang yang berani mengambil tanggung jawab adalah mereka yang bersedia mengambil resiko, memperbaiki keadaan, dan melakukan kewajiban dengan kemampuan yang terbaik. Banyak para guru atau para pemimpin sekolah yang kurang bertanggungjawab dalam menjalankan tugasnya, mereka tidak mau mengambil resiko, mereka lebih menikmati tugasnya di zona nyaman, sehingga tidak banyak perubahan dalam kepemimpinannya. Tugas guru memang berbeda dengan tugas kepala sekolah, namun memiliki tujuan yang sama untuk meningkatkan kualitas murid dan sekolah yang dipimpinnya. Tugas
utama
guru
adalah
mendidik
dan
mengajar,
ketidakmampuan menjalankan tugas sebagai guru merupakan salah satu
bukti
bahwa
integritas
sebagai
pendidik
sangat
lemah.
Pemenuhan kebutuhan mendasar guru, terlebih guru honorer yang gajinya dibawah Upah Minimum Regional (UMR) bisa menurunkan tingkat integritas yang dibangun oleh sekolah. Bagi tenaga pendidik yang telah memperoleh sertifikasipun, integritasnya bisa tergoyahkan manakala
2
pembayarannya
ditunda-tunda
atau
tertunda,
artinya
integritas seseorang disini dibangun dan tergantung pada uang, tidak lagi sebagai sifat yang dimiliki seseorang. Guru atau seorang pendidik merupakan sebuah pekerjaan yang amat mulia apabila dilaksanakan sesuai dengan ketugasannya, pekerjaan yang mampu memperbaiki ekonomi dan memiliki
posisi
yang tinggi di masyarakat. Jabatan guru bisa menjadi kontrol diri saat bersikap dan bertindak, ia akan berfikir jauh ke depan ketika berbuat sesuatu, barangkali ia akan berkata “saya seorang guru tidak pantas berbuat seperti ini dan itu”. Namun perasaan tersebut saat ini makin terkikis dari benak dan perasaan guru, salah satu sebab adalah menurunnya rasa malu dan tidak mensyukuri nikmat pekerjaan yang diembannya. Tujuan atau orientasi seorang guru ketika mengajar memiliki andil besar dalam mencapai tujuan pendidikan. Tujuan guru bisa berbedabeda
satu
dengan
yang
lain,
tergantung
orientasinya
ketika
menyatakan dirinya mau menjadi guru, ada yang bertujuan untuk mengabdi, ada yang bertujuan mencari status, mungkin juga bertujuan mencari uang, dan berbagai tujuan tergantung niat masing-masing ketika terjun di dunia pendidikan. Jabatan guru saat ini tidak lagi dipandang sebelah mata, bahkan membuat iri sebagian orang yang memiliki jabatan selain guru, hal ini dikarenakan guru memperoleh tunjangan sertifikasi yang cukup lumayan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Masalahnya, tidak semua guru yang memperoleh sertifikasi etos kerjanya meningkat, dan ini yang menjadi sorotan publik. Keberhasilan seorang pendidik termasuk kepala sekolah dalam memimpin lembaganya ditentukan bagaimana mereka bekerja baik secara individu maupun dalam tim. Bekerja menjadi ruh dalam setiap pekerjaan, setiap indvidu yang bekerja memiliki tujuan yang berbedabeda, ada yang bekerja hanya mengugurkan kewajiban kemudian mendapat upah, ada yang bekerja keras karena menjadi motivasi
3
hidupnya,
ada
yang
bekerja
dengan
giat
kalau
dilihat
oleh
pimpinannya, ada yang bekerja dengan tekun karena ingin naik jabatan dan lain sebagainya. Sifat dan cara bekerja yang tujuannnya tidak jelas dan terarah akan menimbulkan masalah yang lebih besar bagi lembaga tempat ia bekerja. Membumikan integritas di lingkungan sekolah terlebih kepada siswanya diperlukan keteladanan yang nyata dari guru dan kepala sekolah. Terkadang teladan nyata di sekolah sangat sulit ditemukan, banyak guru atau kepala sekolah hanya memerintah sesuatu, sementara dirinya tidak memberikan contoh. Permasalahan yang muncul adalah siswa menjadi kurang percaya dengan guru atau kepala sekolahnya, kerena mereka hanya main perintah dan tidak memberikan teladan nyata. Keteladanan sangat diperlukan, terlebih anak-anak pada usia sekolah, apa yang mereka lihat baik yang dilakukan oleh guru maupun tenaga pendidik lainnya akan direkam oleh anak, sehingga meraka punya model langsung. Model langsung yang sifatnya positif maupun model negatif. Pendidik dan tenaga pendidik di suatu lembaga dituntut memiliki sikap dan perbuatan yang konsisten bernilai positif.
C. Pembahasan dan Solusi
Pembahasan integritas dan solusi yang
penulis tawarkan
merupakan sebuah gagasan yang telah terlaksana dan dalam proses penerapan di lembaga pendidikan yang penulis ampu. Untuk menjawab permasalah-permasalahan di atas penulis menawarkan prinsip-prinsip untuk menciptakan integritas di kalangan pendidik dan tenaga kependidikan dengan 6 prinsip bekerja dengan semangat imaniyah: 1.
Bekerja, aktifitas, dan amal dalam Islam adalah perwujudan
rasa syukur kita kepada nikmat Allah SWT.
4
Sebagaimana firman Allah dalam Quran Surat Saba’ ayat 13: " …..Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba Ku yang berterima kasih. Setiap manusia yang memiliki tujuan dan kemauan untuk hidup lebih maju tentu harus bekerja, pendidik dan tenaga kependidikan ketika bekerja memiliki orientasi yang beragam. Pekerjaan seorang guru tidak bisa digantikan oleh profesi lain, tiap hari guru harus membimbing, mendidik, dan mengajar siswa dengan tidak kenal lelah, disinilah yang menentukan semangat guru dalam mengajar. Guru yang berorientasi hanya mencari uang, maka ketika mengajar dia akan bersikap yang penting selesai tugasnya. Guru yang orientasinya mencari gensi saja, maka ketika mengajar dia akan bersikap
masa
bodoh
terhadap
hasil
yang
dicapai
dalam
pembelajaran. Orang yang beriman dalam bekerja harus memiliki sikap bahwa bekerja merupakan perwujudan rasa syukur kepada Allah SWT. Bersyukur merupakan sifat seorang yang beriman. Allah SWT telah berfirman dalam Quran Surat Ibrahim ayat 7: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu,
dan
jika
kamu
mengingkari
(nikmat-Ku),
maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". Nikmat membutuhkan pernyataan rasa syukur. Kemudian apabila kita mensyukuri nikmat itu, maka datang nikmat lain yang membutuhkan pernyataan rasa syukur untuk yang kedua kalinya. Jika kita mensyukuri nikmat untuk yang kedua kalinya, maka akan datang nikmat lain yang membutuhkan pernyataan rasa syukur untuk yang ketiga kalinya. Demikian dan seterusnya. Jelas bahwa, bekerja dalam Islam adalah bukti kesyukuran kita kepada Allah SWT. Sikap bersyukur harus dimiliki oleh seorang pendidik, agar dalam bekerja tidak merasa menjadi beban, karena
5
sikap ini
akan mempengaruhi bagaimana ia bekerja. Ketika
amanah pekerjaan yang kita emban disyukuri maka terasa ringan pekerjaan yang kita laksanakan. Perubahan sikap tersebut perlu dimiliki oleh seorang pekerja terlebih guru, dia harus memiliki kemauan merubah sikap dan cara pandangnya dalam bekerja. Menurut Iriyanto dalam buku dari Kepompong menjadi Kupu-kupu, karena pentingnya perubahan sikap individu tersebut bagi kemajuan lembaga, maka yang perlu segera kita lakukan adalah memprogramkan hijrah asumsi, sikap, dan cara pandang orang-orang yang ada dalam lembaga. Kita harus berani meninggalkan asumsi-asumsi lama, sikap-sikap lama dan cara pandang lama yang tidak mendorong munculnya inovasi dan perubahan. Ini semua tergantung proses pembelajaran dalam lembaga. Ketika kita nyaman dengan perubahan, boleh jadi kita mampu menjadi role model perubahan bagi yang lain. Bila kita telah menjadi agen perubahan, proses perubahan dalam lembaga bisa seperti bola salju yang memilki kekuatan luar biasa. Perubahan sikap yang telah dimiliki seseorang boleh jadi menjadi ciri integritas dalam bekerja, menjadi seorang guru tidak lagi
menunda-nunda
pekerjaannya.
Penundaan
pekerjaan
merupakan kerugian terbesar dalam hidup kita, karena hari ini adalah satu-satunya waktu yang kita miliki. Semua pembicaraan, harapan, dan keinginan di masa depan tidak lebih omong kosong jika kita tidak segera memanfaatkan masa kini dengan sebaikbaiknya.
Resep
agar
kita
tidak
menunda-nunda
pekerjaan
diantaranya: a. Menunda adalah cara hidup yang tidak ada manfaatnya, bahkan
banyak merugikan,
6
b. Menghadapi tugas-tugas yang tidak menyenangkan secara
sungguh-sungguh, c. Motivasi
diri
dengan
hal-hal
yang
menyenangkan
bila
menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, d. Sesungguhnya setelah ada kesulitan pasti ada kemudahan.
Integritas yang akan tercipta dalam bekerja dengan rasa syukur adalah senantiasa bersyukur setelah menyelesaikan pekerjaan, merasa nikmat menjalankan pekerjaan, memiliki hati yang lapang setelah
bekerja,
karena Allah
akan
melipatgandakan
hasil
usahanya. 2.
Orientasi tujuan pada penciptaan hasil, baik di dunia terlebih
orientasi akhirat yang utama. Sebagaimana terdapat dalam Quran Surat Al Baqarah ayat 201: “Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". Orientasi orang yang beriman tidak hanya minta kebaikan di dunia saja, melainkan kebaikan akhirat menjadi tujuan utamanya. Sifat yang harus ditanamkan sebagaimana prinsip dalam Islam; carilah akhiratmu, dunia akan mengikutimu. Falsafah Jawa mengatakan siapa yang menanam padi disitu mesti akan tumbuh rumput pula, sebaliknya orang yang menanam rumput tidak akan tumbuh padi disampingnya. Maksudnya orang yang bekerja dengan tujuan akhirat maka dunianya akan mengikutinya. Sebaliknya, apabila kita berkerja hanya orientasi dunia, maka akhiratnya tidak akan tercapai, karena niatnya hanya untuk dunia saja.
Agar
berkualitas pekerjaan kita maka orientasi yang ditekankan adalah
7
bekerja untuk kebahagiannya akhirat, maka otomatis pekerjaan di dunia akan terbawa lebih bersemangat. Sebagaimana sabda Rasulullah: “Barangsiapa menjadikan dunia sebagai tujuannya maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di depan keduan matanya, dan tidak akan memberikan kenikmatan dunia kecuali kenikmatan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah akan menyatukan segala urusannya, menjadikan hatinya penuh dengan kepuasan, dunia akan datang kepadanya, dan ia akan tunduk. (HR.Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Ath Thabrani). Kesimpulan hadits tersebut, segala rezeki yang telah menjadi ketetapan Allah pada seorang hamba pasti akan datang. Ini bukan sutau hal yang mustahil. Hanya saja, seorang hamba yang punya tujuan mencari akhirat, rezeki itu akan datang kepadanya tanpa harus bersusah payah. Tapi hamba yang berniat mencari dunia, rezeki itu akan diperolah dengan kerja keras dan susah payah. Berdasarkan kajian di atas, jelas bahwa ketika kita bekerja maka niat yang paling baik adalah berniat untuk mencari akhirat. Sikap tersebut akan tercermin dalam bekerja; senantiasa ikhlas, semangat, dan penuh tanggungjawab. Integritas yang tercipta dari sikap bekerja yang berorientasi akhirat adalah jiwa ikhlas, semangat, dan penuh tanggungjawab.
3.
Memiliki karakter utama Al Qawiyy dan Al Amiin.
Sebagaimana dalam Al Quran Surat Al Qashash ayat 26: "Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
8
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". Alqawiyy merujuk kepada : reliability, dapat diandalkan. Juga berarti, memiliki kekuatan fisik dan mental (emosional, intelektual, spiritual) Pekerjaan guru membutuhkan tenaga, fikiran, dan waktu yang sangat menyita, dari mempersiapkan administrasi, mengajar, menilai, dan meningkatkan profesionalismenya. Pekerjaan tersebut membutuhkan kekuatan fisik dan mental yang cukup prima. Pekerjaan yang cukup banyak yang dihadapi oleh guru apabila dilaksanakan dengan penuh kesadaran yang total maka akan mengubah nasib dan hidup kita, untuk memotivasi hidup kita sebaiknya kita simak puisi Jallaludin Rumi, yang dikutip oleh Iriyanto dalam bukunya dari Kepompong Menjadi Kupu-kupu, sebagai berikut. Bila Anda mengubah pikiran Anda Anda mengubah keyakinan diri Anda Bila Anda mengubah kayakinan diri Anda Anda mengubah harapan-harapan Anda Bila Anda mengubah harapan-harapan Anda Anda mengubah sikap Anda Bila Anda mengubah sikap Anda Anda mengubah tingkah laku Anda Bila Anda menubah tingkah laku Anda Anda mengubah kinerja Anda Bila Anda mengubah kinerja Anda Anda mengubah nasib Anda Bila Anda mengubah nasib Anda
9
Anda mengubah hidup Anda Makna puisi tersebut, kurang lebih sebagai berikut: bila kita akan mengubah hidup, tentunya hidup yang positif dan lebih bermakna, maka syarat yang diperlukan adalah mengubah pikiran kita agar menjadi keyakinan yang kuat, agar harapan kita positif, maka keyakinan kita harus diubah pula, setelah harapan kita positif, tentunya akan menjadi sikap positif pula, selanjutnya agar sikap kita biar menjadi tingkah laku, maka kita harus mengubah sikap, tingkah laku yang terbentuk menjadikan kinerja kita meningkat, apabila kinerja meningkat maka akan mengubah nasib hidup kita. Sementara al’amiin, merujuk kepada integrity, satunya kata dengan perbuatan alias jujur, dapat memegang amanah. Kejujuran seorang pendidik sangat diperlukan dalam segala hal, jujur pada dirinya sendiri, jujur pada anak didiknya, jujur pada pimpinanya dan jujur kepada siapapun. Jujur pada dirinya dalam hal kemampuan dan kelemahannya akan mempengaruhi sikap dalam bertindak, ketika dia merasa mampu maka akan berusaha meningkatkan prestasinya, ketika dia merasa tidak mampu maka dia akan belajar dengan optimal. Jujur dengan anak didiknya menjadikan dirinya dihormati, karena guru akan mengatakan apa adanya. Ketika diberikan pertanyaan oleh siswanya kalau dia mampu menjawab, maka dijawab dengan penuh kewibawaan, tetapi kalau dia tidak bisa menjawab dia akan mengatakan dengan harapan memberi solusi jawaban. Bila kejujuran itu kita junjung tinggi kepada siapapun, bekerja baik dan benar dengan menggunakan segenap kemampuan fisik maupun mental, maka tidak ada alasan sebagai orang yang terpercaya.
10
untuk menolak kita
Orang yang merasa dirinya bermakna adalah orang yang selalu mempertahankan kejujuran, yang selalu merasa percaya diri dalam arti positif, selalu menggunakan prinsip hidup bahwa dirinya bekerja tanpa mengeluh, komitemen dengan janjinya, konsisten dalam berbuat dan bertindak, sebagaimana prinsip hidupnya bekerja harus jujur dan ikhlash. Integritas yang akan tercipta dari sikap jujur dalam setiap langkahnya adalah; merasa diberi kekuatan dan pertolongan dari Tuhannya, tidak berpura-pura/bermuka durja setiap menghadapi persoalan, merasa lega dan hati yang lapang setiap langkahya. 4.
Bekerja keras dengan ikhlash. Ciri pekerja keras adalah sikap pantang menyerah; terus menc
oba hingga berhasil.
Sehingga seorang pekerja keras tidak
mengenal kata “gagal” (dia memandang kegagalan sebagai sebuah kesuksesan yang tertunda). Sikap tertinggi orang yang beriman dalam bekerja terutama menjadi pendidik adalah bekerja dengan ikhlash. Menurut Erbe Sentanu dalam Quantum Ikhlas, secara praktis, ikhlas adalah keterampilan untuk berserah diri, menyerahkan segala pikiran (keinginan, harapan, cita-cita) dan perasaan (ketakutan, kecemasan, kekhawatiran) kembali kepada sumbernya yaitu Tuhan. Oleh karena kita memahami semua ini hanya milik Tuhan. Ikhlas merupakan kompetensi tertinggi manusia yang dipedomankan oleh Tuhan untuk dimiliki setiap manusia yang ingin berhasil meraih sukses. Fitrah manusia yang sempurna akan tercemar saat dia tidak ikhlas. Ketika kita ikhlas, kita hidup hanya mengandalkan bimbingan-Nya untuk memberikan manfaat terbesar bagi setiap orang.
11
Orang yang memiliki jiwa ikhlas, maka dia akan memiliki kedudukan
istimewa
di
hadapan
Tuhannya,
sebagaimana
dinyatakan Gulam Reza Sultani dalam buku Hati yang Bersih menjelaskan tentang dahysatnya kekuatan ikhlas: “Seorang hamba di antara hamba-hamba-Ku, yang mencari kedekatan dengan-Ku melalui amal yang aku wajibkan atasnya, maka ia sungguhsungguh menjadi dekat kepada-Ku melalui amal saleh yang ikhlas sampai Aku mencintainya. Aku menjad telinganya yang dengannya ia mendengar, dan menjadi matanya yang dengannya ia melihat, dan menjadi lidahnya yang dengannya ia berbicara, dan menjadi tangannya yang ia dengannya memukul, Bila dia menyeru-Ku, Aku menjawab; dan bila dia meminta dari-Ku sesuatu, Aku memberinya” Integritas yang tercipta dari sikap ikhlas setiap bekerja adalah; tidak mengharapkan imbalan, tidak mudah kecewa, selalu bersikap lapang dada, Tuhannya maha kaya dan akan memberikan rezeki kepadanya dari jalan yang tidak disangka-sangka. 5. Komitmen bahwa Bekerja adalah ibadah.
Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan untuk mengabdi dan menyembah kepada-Nya. Sikap manusia berbeda-beda dalam memaknai kerja, ada yang bekerja hanya untuk mencari uang, ada yang bekerja daripada mengganggur, ada yang bekerja memang benar-benar dilandasi ibadah kepada-Nya. Sikap bekerja adalah ibadah hendaklah menjiwai setiap pendidik dimanapun ia mengajar, karena dengan sikap ini maka ia akan bekerja dengan ikhlas, tidak mencari perhatian dan pujian orang lain. Ia merasa kehadiran dan diawasi Tuhannya dalam setiap gerak langkahnya. Menurut Prof.Dr.Elfindri dkk, dalam bukunya soft skill untuk pendidik, menyatakan bahwa sikap ketika bekerja merasa diawasi Tuhannya merupakan sifat ihsan. Dalam arti sempit ihsan adalah
12
segala kesadaran yang dimiliki oleh manusia bahwa segala sesuatu yang dikerjakannya dilihat oleh Allah Sang Pencipta. Demikian juga segala yang dilakukannya, kebaikan dan sebagainya adalah juga ditujukan kepada Allah Sang Pencipta. Sesorang yang ihsan akan memiliki control individu self control yang sangat tinggi, karena dia mengetahui bahwa segala pekerjaannya ada yang mengawasinya, sepanjang detik, menit, dan masa. Individu
yang
memiliki
self
control
tidak
memerlukan
pengawasan dari manusia. Dia akan mengerjakan perbuatan baik, karena perbuatan baik merupakan amanah yang mesti dikerjakan. Sebaliknya, dia tidak akan mengerjakan pekerjaan yang berlawanan dengan kodratnya, karena dia persis menyadari bahwa dia di bawah kendali sang pencipta. Integritas yang dilahirkan dari sikap bahwa bekerja adalah ibadah yaitu; selama bekerja dia akan selalu berbuat baik, senang hati, dan bersemangat, karena yang mengawasi adalah Tuhannya. Pengawasan oleh manusia terutama pimpinan sekolah, hanya pada pengawasan
teknis,
bagaimana
pelaksanaan
pembelajaran,
dan
ia
menyusun
bagaiamana
perencanaan, dia
melakukan
penilaian. Untuk urusan semangat bekerja tidak perlu diragukan lagi, karena dia merasa selalu diawasi oleh Tuhannya. 6. Bertawakal setelah bekerja.
Al-Manawi menuturkan tentang tawakal setelah bekerja; “Bahwa bekerja tidak menafikan bertawakkal kepada Allah. Artinya, seseorag harus yakin dan percaya terhadap takdir Allah” Menurut Majdi Asy-Syahawi dalam buku 17 Cara Mudah Rezeki Berlimpah, menjelaskan bahwa Tawakkal adalah kedudukan mulia dan agung. Bahkan ia termasuk dalam kategori kewajiban iman yang paling agung, amal perbuatan yang paling utama, dan ibadah
13
mulia yang dapat mendekatkan seseorang pada Tuhannya. Segala sesuatu tidak diperoleh tanpa adanya tawakkal dan pertolongan Allah. Sikap tawakkal dalam bekerja, menjadikan diri kita benar-benar menikmati pekerjaan dan bersungguh-sungguh dalam bekerja. Kita mengajar dengan metode, pendekatan, dan teknik yang sehebat apapun tidak akan selalu menjadikan anak kita pandai. Disini diperlukan sikap tawakal, kita menyerahkan hasilnya kepada kehendak Tuhan, yang terpenting bagi kita adalah bekerja dengan ikhlas, kemudian menyerahkan hasilnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kata kuncinya, ketika kita mengajar adalah persiapan mengajar yang baik, mengajar dengan sungguh-sungguh, interaksi belajar dengan siswa berjalan baik, dan jauhkan diri dari sikap pasti berhasil anak-anak saya. Integritas yang tercipta dari sikap tawakal adalah; ketika bekerja berniat benar-benar karena Tuhannya, berserah diri kepada Tuhannya, tidak menyembongkan diri, selalu rendah hati, memiliki sikap apapun hasil yang diperoleh sudah menjadi kehendak-Nya.
D. Kesimpulan dan Harapan
Integritas berarti keseluruhan pada lingkup berkata, berperilaku, dan bertindak dengan baik dan benar serta memegang teguh kode etik serta prinsip-prinsip moral. Integritas sebagai keunggulan moral, dan disetarakan integritas sebagai “jati diri”. Integritas tidak pernah lepas dari kepribadian dan karakter seseorang. Masalah disintegritas di kalangan pendidik diantaranya; kurang bertanggungjawab dalam mendidik karena salah orientasi dan tujuan, menurunnya rasa malu berbuat di luar etika pendidik, bekerja sekedar gugur tugas dan kewajiban saja, dan kurang berserah diri pada-Nya.
14
Dalam makalah ini penulis menawarkan 6 prinsip imaniyah untuk menciptakan integritas dalam bekerja sebagai seorang pendidik, sebagai berikut: 1. Bekerja, aktifitas, dan beramal adalah perwujudan rasa syukur. Bersyukur merupakan perintah Allah SWT, sebab siapa yang mau bersyukur maka nikmatnya akan ditambah, sebaliknya yang tidak mau bersyukur maka azab-Nya amat pedih. Integritas yang muncul dari sikap ini adalah; sikap dalam bekerja dengan penuh syukur, merasa nikmat bekerja, dan memiliki hati yang lapang. 2.
Orientasi dan tujuan pada penciptaan hasil, baik di dunia terlebih orientasi akhirat yang utama. Tujuan bekerja yang terbaik adalah tujuan akhirat. Tiap orang yang bekerja pasti ingin mendapatkan hasil atau rizeki di dunia. Apabila
orientasinya
diubah
untuk tujuan akhirat, maka
integritas yang akan tercipta adalah ikhlash bekerja, semangat dan penuh tanggungjawab. 3. Memiliki karakter utama kuat dan dipercaya. Karakter pendidik yang kuat dan dapat dipercaya menjadikan ia akan jujur dalam sikap dan perbuatan, merasa diberi kekuatan oleh Allah dalam setiap menjalankan pekerjaannya, tidak berpura-pura dalam bekerja, dan berhati lapang. 4. Bekerja keras dengan ikhlash. Ikhlash adalah sikap berserah diri, menyerahkan segala pikiran dan perasaan kepada Tuhannya. Bekerja dengan keikhlasan akan menciptakan intergritas tidak mengharapkan imbalan, tidak mudah kecewa, bersikap lapang dada. Dia memiliki keyakinan bahwa Tuhannya maha kaya, bekerja dengan ikhlash maka Allah yang akan memberikan rizeki kepadanya. 5. Komitmen bahwa bekerja adalah ibadah.
15
Sebagaimana tujuan utama Allah menciptakan makhluknya adalah untuk beribadah, maka sepantaslah kita setiap bekerja diniatkan untuk beribadah kepada-Nya. 6. Bertawakkal setelah bekerja. Keberhasilan pekerjaan kita tidak semata-mata ditentukan oleh kerja keras kita, namun di tangan-Nya keberhasilan itu terwujud. Intergritas sikap ini terwujud dengan sikap ketika bekerja niat hanya untuk Allah, berserah diri hasilnya kepada-Nya, dan memiliki sikap ikhlas menerima apapun yang diberikan Allah. Semoga makalah ini dapat membantu pendidik di Indonesia memiliki integritas yang tidak mudah luntur, karena dasarnya adalah keimanan kepada-Nya. Proses penanaman integritas yang penulis jalankan semakin menunjukkan hasil yang sangat positif bagi lembaga yang penulis pimpin. Semoga dapat menginspirasi kita semua.
Daftar Pustaka
Abdul Malik Al-Qasim. 2007. Detik-detik penuh makna. PT Aqwam Media Profetika. Solo.
Elfindri,Prof.Dr,SE,MA. dkk. 2011. Soft skills untuk Pendidik. Badouse Media.
Erbe Sentanu,2012. Quantum Ikhlas.PT Gramedia. Jakarta
Iriyanto,HD, Drs.MM. Dari Kepompong menjadi Kupu-kupu. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
16
Khadim Al Haramian Asy Syarifain...Al Quran dan Terjemah. Departeman Agama RI. Jakarta.
Majdi Asy-Syahwi.2010.17 Cara Mudah Rezeki Berlimpah Surakarta.
Al Jadid.
Totok Sudarto….Menjadi Bermakna setiap 24 Jam. Insan Cendekia. Surabaya.
17
18
19