50 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI I RENDANG SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2014-2015 Oleh: I Gede Ginastra Guru pada SMP Negeri 1 Rendang Karangasem
Abstraks: Kemampuan berbicara bukanlah kemampuan yang diwariskan secara turun-temurun, walaupun pada dasarnya, secara alamiah, manusia mampu berbicara. Namun, berbicara secara formal memerlukan pelatihan dan pengarahan atau pembimbingan yang intensif. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas VIII D semester genap SMP Negeri 1 Rendang tahun pelajaran 2014/2015, dengan hasil penilaian pada siklus I untuk aspek kefektifan kalimat, yaitu 3.04 (60,8%) meningkat menjadi 3.32 (66,4%). Untuk aspek pilihan kata, dari 3,46 (69,2%) meningkat menjadi 3.54 (70,8%), untuk aspek kelancaran, dari 3.43 (68,6%) menjadi 3.93 (78,6%), aspek pemahaman dari 3.68 (73,6%) meningkat menjadi 3.82 (76,4%), dan untuk aspek keberanian dari 4.04 (80,8%) meningkat menjadi 4.14 (82,8%). Dari hasil penilaian pada masing-masing aspek kemampuan berbicara siswa, diperoleh nilai secara klasikal bahwa kemampuan berbicara siswa meningkat dari 3,53 (70,6%) pada siklus I meningkat menjadi 3.75 (75%) pada pelaksanaan siklus II.Respon penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dari 28 orang siswa adalah positif. Beberapa keterangan siswa menunjukan bahwa mereka senang dan antusias mengikuti pelajaran dengan cara berdiskusi. Selain itu, siswa merasa tertantang dan termotivasi setelah berbicara di depan kelas. Kata Kunci: Pembelajaran Kooperatif, Kemampuan Berbicara PENDAHULUAN Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang ada pada tataran kedua dalam pemerolehan bahasa. Secara operasional, keterampilan ini menduduki posisi terpenting, khususnya dalam berkomunikasi lisan. Dalam tujuan pembelajaran berbicara, siswa dituntut untuk terampil berbicara, seperti mengajukan pertanyaan atau pendapat, berpidato, menceritakan kembali secara lisan, dan membahas suatu masalah dalam kerja kelompok (Purwo dalam Disna, 1998:1). Kemampuan berbicara bukanlah kemampuan yang diwariskan secara turun-temurun, walaupun pada dasarnya, secara alamiah, manusia mampu berbicara. Namun, berbicara secara formal memerlukan pelatihan dan pengarahan atau pembimbingan yang intensif. Sebagai anggota masyarakat, secara alamiah orang mampu berbicara, namun dalam situasi formal sering timbul rasa gugup, sehingga gagasan yang dikemukakan tidak teratur, dan akhirnya, bahasannya pun menjadi tidak teratur. Mengingat pentingnya keterampilan berbicara seperti yang disebutkan di atas, keterampilan ini diajarkan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi pada mata pelajaran bahasa Indonesia dan tercantum pada masing-masing kurikulum di sekolah. Tujuan keterampilan berbicara ini terdapat dalam standar kompetensi pada KTSP, yaitu _____________________________________________ Volume 10, No. 1, Januari 2016
mengungkapkan pikiran, perasaan dan informasi melalui kegiatan diskusi . Di sekolah, pembelajaran berbicara terkait dengan standar kompetensi itu telah dilakukan. Dari pembelajaran yang dilakukan , khususnya di kelas VIII D SMP Negeri 1 Rendang, ternyata belum diperoleh hasil yang optimal dan memuaskan. Dari hasil observasi awal pada saat proses belajar - mengajar berlangsung ditemukan permasalahan-permasalahan yang menyebabkan rendahnya kemampuan berbicara mereka. Adapun permasalahan itu adalah sebagai berikut. Pertama, pada saat proses belajar mengajar berlangsung, siswa cenderung bermain-main dengan temannya tanpa memerhatikan penjelasan guru. Saat diberikan pertanyaan, siswa tidak bisa menjawab sehingga tercermin interaksi dalam kelas rendah. Kurangnya kerja sama antar siswa saat proses belajar mengajar berlangsung juga menimbulkan interaksi yang rendah. Dalam proses belajar mengajar, kerja sama sangat dibutuhkan agar siswa dapat bertukar pikiran dan saling mengisi Kedua, interaksi yang terjadi di dalam kelas pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar masih rendah. Rendahnya interaksi siswa terlihat pada kemauan siswa untuk bertanya maupun menjawab pertanyaan, ini berarti, aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar masih rendah. http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Ketiga, Siswa cenderung takut, malu, dan gugup pada saat ditunjuk atau pada saat akan menjawab pertanyaan. Hal ini menandakan keberanian mereka dalam mengungkapkan permasalahannya masih rendah. Siswa cenderung takut bahwa jawaban yang dikemukakan itu salah. Keempat, sulitnya melaksanakan metode diskusi. Pada saat proses belajar-mengajar berlangsung, guru mencoba menerapkan metode diskusi. Namun, dalam penerapan metode diskusi tersebut, guru belum memperoleh hasil yang memuaskan. Kendalanya terletak pada siswa, yaitu beberapa siswa cenderung memanfaatkan waktu diskusi untuk bermain-main atau bercanda dengan temannya. Saat guru mengawasi kelompok yang satu, kelompok yang lain tidak memanfaatkan waktu untuk melaksanakan diskusi dengan temannya. Kelima, hasil awal menunjukan bahwa nilai yang diperoleh siswa untuk kemampuan berbicara masih rendah. Dari 28 orang hanya 5 orang yang mendapatkan nilai batas KKM ke atas (72) dan 23 orang mendapatkan nilai 68 ke bawah. Nilai tersebut tergolong belum memenuhi ketuntasan secara klasikal (85%), Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian agar kemampuan berbicara siswa dapat lebih meningkat. Dari masalah-masalah yang dihadapi siswa kelas VIII D SMP Negeri 1Rendang sehubungan dengan kemampuan dan keterampilan berbicara, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian. Peneliti,dalam penelitian ini, mencoba mengajak para siswa untuk meningkatkan kerja sama dan peran aktif mereka, serta meningkatkan kemampuan berbicaranya dalam proses belajar mengajar (PBM) melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe think pair share. Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share merupakan suatu model pembelajaran yang dilakukan secara berpasangan. Sesuai dengan namanya, yaitu think (berpikir), siswa terlebih dahulu memikirkan suatu masalah sendiri, kemudian siswa mendiskusikan suatu masalah dengan pasangannya dan memberikan komentar terhadap masalah tersebut. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share, secara teoretis, sangat cocok diterapkan di kelas yang memiliki kemampuan akademik yang heterogen, kerja sama siswa yang rendah, dan kurang aktif dalam hal mengungkapkan argumentasinya. Dalam pembelajaran tipe think pair share, siswa dituntut untuk berbicara lebih banyak dan lebih aktif daripada hanya menghafal. Pembelajaran tipe think pair share memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerja sama
Media Bina Ilmiah 51 dengan orang lain serta menyumbangkan partisipasi mereka (Lie, 2004:57). Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penelitian ini berfokus pada penerapan pembelajaran kooperatif tipe think pair share untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan akademik, meningkatkan kerja sama, dan yang terpenting meningkatkan kemampuan berbicara mereka. METODE PENELITIAN Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII D SMP Negeri 1 Rendang tahun pelajaran 20142015. Dalam penelitian ini, siswa menjadi sumber utama dalam pemerolehan data yang terkait dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe think pair share. Siswa kelas VIII D SMP N 1 Rendang tahun pelajaran 2014 – 2015 berjumlah 28 0rang yang terdiri dari 13 orang laki-laki dan 15 orang perempuan. Objek penelitian ini adalah sebagai berikut: Kemampuan berbicara siswa kelas VIII D SMP N 1 Rendang semester genap tahun pelajaran 20142015 dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share,respon siswa kelas VIII D SMP N 1 Rendang semester genap tahun pelajaran 2014-2015 terhadap penerapan pembelajaran kooperatif tipe think pair share. Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan yaitu dari bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2015. Penelitian dilaksanakan dengan beberapa siklus sampai memperoleh hasil yang terbaik. Setiap siklus terdiri atas beberapa tahapan, yaitu refleksi awal, penyusunan rencana tindakan, pelaksanaan tinakan, observasi dan evaluasi, analisis hasil dan kembali refleksi. Metode wawancara digunakan untuk mendapatkan data yang jelas tentang respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share. Peneliti mengadakan wawancara terhadap semua siswa kelas VIII D SMP Negeri 1 Rendang dengan mengisi formaf yang telah disediakan. Metode wawancara yang digunakan adalah metode wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang membuat garis besar yang ditanyakan. Data dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dan pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik deskriptif kuantitatif adalah suatu teknik yang mengolah atau menganalisis data berdasarkan angka-angka. Analisis berdasarkan deskriptif kualitatif adalah suatu teknik analisis data yang dilakukan dengan menuliskan atau mendeskripsikan masalah dengan
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 10, No. 1, Januari 2016
52 Media Bina Ilmiah kata-kata. Hasil yang belum memuaskan yang dicapai pada siklus I dipakai sebagai bahan refleksi untuk tindakan siklus II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a.
Hasil Refleksi Awal
Data hasil kemampuan berbicara siswa di atas diperoleh dari hasil tes langsung pada saat melaksanakan proses belajar mengajar (PBM). Materi yang diajarkan pada saat itu sesuai dengan kompetensi dasar, yaitu “Menyampaikan persetujuan, sanggahan,dan penolakan pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti dan alasan yang logis”. Ada pun Teks yang diberikan berjudul “Pendidikan untuk Anak Miskin”sebagai bahasan untuk dikomentari. Hasil kemampuan berbicara siswa pada refleksi bahwa siswa yang mendapatkan nilai rata– rata KKM (72) ke atas sebanyak 5 orang (17,86%),sedangkan 23 orang (82,14%) masih berada di bawah nilai rata-rata KKM.. Berdasarkan nilai awal yang diperoleh, perlu dilakukan perbaikan untuk meningkatkan hasil kemampuan berbicara siswa mengingat ketuntasan pembelajaran secara klasikal adalah 85%. Oleh karena itu, peneliti sebagai guru yang mengajar di kelas VIII D memutuskan untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share sebagai solusi untuk mengatasi kesulitan belajar tersebut. b.
Hasil Tindakan Siklus Siklus I dilaksanakan berdasarkan skenario pembelajaran yang telah ditetapkan. Skenario pembelajaran ini disusun setelah dilaksanakan refleksi awal. 1.
Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Pada Siklus I Berdasarkan skenario, tindakan yang dilakukan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share sudah sesuai dengan skenario yang disusun. Proses belajar mengajar berlangsung dengan baik. Siswa senang dan antusias mengikuti pelajaran. Siklus I dalam penelitian ini dilaksanakan selama 2 kali pertemuan. Pada pertemuan pertama, guru menjelaskan materi sekaligus siswa melakukan diskusi, sedangkan pertemuan kedua dilakukan tes. Masing-masing pertemuan dialokasikan waktu selama 2 jam pelajaran. Pengalokasian waktu untuk pertemuan pertama sebagai berikut: 10 menit pertama guru menyampaikan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dan mengabsen siswa, 5 menit berikutnya peneliti menyampaikan indikator _____________________________________________ Volume 10, No. 1, Januari 2016
ISSN No. 1978-3787 pembelajaran, 5 menit selanjutnya membacakan siswa kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 4 orang siswa. Kelompok ini dibentuk berdasarkan prestasi. Tujuannya, agar siswa yang pintar dapat menyumbangkan pemikirannya pada siswa yang kemampuannya sedang atau kurang. Demikian sebaliknya, siswa yang merasa memiliki kemampuan sedang atau kurang dapat belajar dan menerima masukan dari teman yang kemampuannya baik. Pada 10 menit berikutnya, diberikan materi dengan membagikan teks bacaan sekaligus memberikan pertanyaan. Selanjutnya peneliti menyuruh siswa untuk memikirkan sendiri topik/pertanyaan yang sudah dibacakan.Untuk memikirkan topik atau pertanyaan, peneliti memberikan waktu selama sepuluh menit. Hal ini dilakukan sesuai dengan prosedur model pembelajaran kooperatif tipe think pair share, yaitu sebelum siswa berpasangan, terlebih dahulu siswa memikirkan topik tersebut secara mandiri. Setelah itu, siswa mencari pasangan dalam kelompoknya dan melakukan sharing dengan pasangannya. Sharing ini dilakukan berdasarkan hasil pemikiran secara individual dan dilakukan selama 10 menit berikutnya dan siswa menyajikan hasil kerja kepada kelompoknya masing-masing. Pada tahap selanjutnya, beberapa pasangan membagikan hasil diskusinya di depan kelas secara berpasangan. Dalam membagikan hasil kerja, peneliti mengambil beberapa kelompok/pasangan secara acak. Guru memberikan waktu selama 10 menit untuk membagikan hasil kerjanya di depan kelas. Tahap terakhir adalah memberitahukan kepada siswa tentang tes yang akan dilaksanakan pada pertemuan berikutnya. Selanjutnya peneliti menyimpulkan pembelajaran. Pada pertemuan berikutnya, tes ini dilaksanakan secara berpasangan, namun penilaian dilakukan secara individu. Materi untuk tes masih terkait dengan materi pada pertemuan pertama. 2.
Hasil Observasi Pada Siklus I Semua kegiatan berlangsung di kelas karena penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Pembagian kelompok sudah dibentuk sebelum proses belajar mengajar dimulai. Dalam pembentukan kelompok ini, tidak ada siswa yang tidak setuju. Artinya, semua siswa setuju dengan kelompok yang dibagikan dan masing-masing kelompok terdiri atas 4 orang. 3.
Hasil Wawancara untuk Mendapatkan Respon Siswa pada Siklus I Sesuai dengan pernyataan dalam format wawancara/quesioner yang telah penulis siapkan, diperoleh hasil bahwa siswa senang mengikuti http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 pelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share. Siswa lebih mudah memahami materi dengan cara berdiskusi. Adanya kerja sama atau diskusi sangat memudahkan untuk menemukan jawaban dan mengoreksi jawabannya, membandingkan dengan jawaban temannya. Siswa merasa bahwa diskusi merupakan cara yang bagus untuk belajar, lebih mudah mengerti. Siswa mengatakan bahwa setelah diterapkannya pembelajaran ini, mereka lebih berani untuk bertanya maupun menjawab pertanyaan. Siswa yang bertanya jauh lebih banyak setelah diterapkannya pembelajaran ini. Sebelumnya hanya 3 orang siswa yang berani berbicara Sebelum diberikan perlakuan, mereka merasa grogi dan takut berdiri di depan kelas. Akan tetapi setelah diberikan perlakuan, mereka sudah berani berbicara walaupun belum begitu bagus dan, perasan takut mereka tampak sudah mulai berkurang. Siswa merasa lebih berani dengan cara membagikan ide atau jawaban di depan kelas karena sebelumnya hanya beberapa siswa yang berani berdiri untuk berbicara di depan kelas. Selain membuat siswa lebih berani, siswa juga merasa lebih lama mampu mengingat pelajaran atau materi yang diberikan dengan cara membagikan di depan kelas. Setelah berbicara beberapa kalimat, rasa takut yang dialami siswa berkurang. 4.
Hasil Tes pada Siklus I Nilai siswa diperoleh dari hasil tes pada siklus I pertemuan ke-2. Pertanyaan diambil dari media pembelajaran pada pertemuan I. Setelah pembelajaran selesai pada pertemuan pertama, masing-masing siswa diminta untuk mempelajati dan berlatih memberikan tanggapan terhadap topik yang telah dibaca di rumah masing - masing dalam menyiapkan tes pada pertemuan berikutnya. Hal ini dilakukan karena tes yang dilaksanakan adalah tes lisan, yaitu untuk menguji kemampuan berbicara siswa di depan kelas. Tes ini dilaksanakan secara bergantian. Hasil tes tindakan siklus I jika dibandingkan dengan hasil refleksi awal menunjukan bahwa dari 28 orang, 19 orang siswa telah mencapai batas nilai rata-rata KKM, dan 9 siswa nilainya masih berada di bawah rata-rata KKM. Secara klasikal, siswa yang mencapai nilai minimal pada rata-rata KKM baru mencapai 67,86% dari 85% yang ditetapkan sebagai batas minimal ketuntasan klasikal. Hasil penilaian kemampuan berbicara siswa pada siklus I diperoleh dari hasil tes kemampuan berbicara. Tes ini dilakukan secara berpasangan, namun penilaian diambil secara individu dari
Media Bina Ilmiah 53 masing-masing siswa. Hal ini dilakukan, mengingat model pembelajaran yang penulis terapkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe think pair share, yaitu berdiskusi secara berpasangan. Oleh karena diskusi dilakukan secara berpasangan, tes yang dilaksanakan adalah tes secara berpasangan. Tindakan pada siklus I dilaksanakan dua kali pertemuan dan tes dilaksanakan pada pertemuan kedua. Tes ini dilakukan selama 2 jam pelajaran(80 menit). Masing-masing kelompok diberikan waktu sekitar 2-3 menit. Siswa yang kemampuannya kurang atau sedang, diberikan waktu paling lama 5 menit. Sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan berbicara yang baik bisa memanfaatkan waktu yang telah diberikan. Pada pertemuan kedua, semua siswa mampu mengikuti tes dengan baik, tidak ada siswa yang tidak mengikuti tes. Hasil analisis kemampuan berbicara siswa kelas VIII D SMP Negeri 1 Rendang pada tindakan siklus Isebagai berikut: Aspek keefektifan kalimat, rata-rata nilai siswa adalah 3.04 (60,8 %), pilihan kata 3,46 (69,2%, kelancaran 3,43 (68,6%), aspek pemahaman rata-rata nilai yang diperoleh siswa adalah 3.68 (73,6 %) dan aspek keberanian ratarata 4,04 (80,8%). Dari hasil analisis data yang telah diuraikan di atas dapat dikatakan bahwa setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share, hasil kemampuan berbicara siswa meningkat dibandingkan dengan hasil kemampuan berbicara siswa sebelumnya. Nilai siswa sebelumnya rata-rata 6 dan hanya 5 orang siswa memperoleh nilai rata-rata KKM( 72 ) ke atas. Perbandingan nilai tersebut membuktikan bahwa pelaksanaan siklus I sudah ada peningkatan. Persentase siswa yang memperoleh nilai baik belum memenuhi standar ketuntasan klasikal yang ditetapkan, yaitu pencapaian minumum 85 %. Jumlah seluruh siswa yang memperoleh nilai di atas 72 sebagai batas KKM adalah 19 siswa dari 28 orang siswa di kelas VIIID. Pemerolehan nilai standar pencapain untuk siklus I adalah 67,86 %. Oleh karena itu, masih perlu diadakan perbaikan dengan melaksanakan siklus II. Tabel di atas menunjukan bahwa dari lima aspek kemampuan berbicara siswa yang peneliti gunakan sebagai acuan penilaian, pemerolehan nilai pada masing-masing siswa sudah cukup baik. Namun, untuk aspek keefektifan kalimat nilai yang diperoleh siswa menduduki posisi terendah, yaitu 3,04(60,8%) dan dari jumlah seluruhnya adalah 3,53 (70,6 %). Aspek keberanian menduduki posisi paling tinggi, yaitu 4.04 (80,8 %). Setelah aspek keefektifan kalimat disusul oleh aspek kelancaran
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 10, No. 1, Januari 2016
54 Media Bina Ilmiah yaitu 3,43(68,6%).Berikutnya adalah aspek pilihan kata, nilai yang diperoleh siswa berkisar 3-4 dan rata-rata jumlah seluruhnya adalah 3.46 (69,2 %). Untuk aspek pemahaman rata-rata nilai siswa adalah 3.68 (73,6 %). Rendahnya hasil kemampuan berbicara siswa untuk aspek keefektifan kalimat disebabkan oleh kekurangmampuan dan ketidaktahuan siswa tentang kalimat efektif sehingga gagasan yang dikemukakannya kurang efektif. Walaupun pesan yang disampaikan oleh siswa kurang efektif, keberanian untuk mengungkapkan ide dan penguasaan materi pelajaran tergolong sangat baik. Pada saat siswa berbicara di depan kelas, siswa tidak lagi terlihat takut atau grogi. Hal ini menunjukan bahwa rasa percaya diri siswa sudah semakin meningkat, yaitu dari hasil nilai yang diperoleh rata-rata 4,04 (80,8 %) tergolong cukup baik. Hal tersebut menandakan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif mendapat respon yang positif dari siswa. 5.
Refleksi Tindakan I Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share, ditemukan kesulitan-kesulitan atau hambatan-hambatan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Salah satu kesulitan pelaksanaan pembelajaran ini adalah beberapa siswa di dalam kelompoknya masih cenderung bermain-main pada saat berdiskusi maupun pada saat membagikan hasilnya di depan kelas. Pada saat siswa membagikan hasil diskusi mereka di depan kelas, siswa masih terlihat malumalu dan lebih banyak tertawa. Sikap ini menimbulkan ketidakseriusan pada temantemannya. Teman-teman mereka yang belum mendapatkan giliran ikut memanfaatkan dengan menertawai temannya yang berbicara di depan kelas. Apalagi siswa yang berpasangan dengan berbeda jenis kelamin akan menimbulkan keributan bagi siswa yang lainnya. 6.
Hasil Tindakan Siklus II Siklus II dilaksanakan berdasarkan skenario pembelajaran yang telah ditetapkan. Skenario pembelajaran ini disusun setelah dilaksanakan refleksi pada pembelajaran siklus I. Pengalokasian waktu pada siklus II sebagai berikut: 5 menit pertama guru membuka pelajaran dan mengabsen siswa, 10 menit selanjutnya guru menyampaikan indikator pembelajaran, 10 menit berikutnya guru menjelaskan manfaat berdiskusi, baik di sekolah maupun di masyarakat, 15 menit berikutnya guru membagikan teks bacaan dan memberikan isu atau pertanyaan yang terkait dengan teks bacaan, 10 menit berikutnya guru menyuruh siswa untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri, 10 menit berikutnya guru _____________________________________________ Volume 10, No. 1, Januari 2016
ISSN No. 1978-3787 menyuruh siswa untuk sharing dengan pasangannya. Pasangan ini sudah dibentuk pada saat pelaksanaan siklus I. setelah siswa melakukan sharing dengan pasangannya, siswa mebagikan hasil sharingnya pada kelompok masing-masing selama 10 menit. Beberapa siswa membagikan hasilnya di depan kelas. Tindakan pada siklus II menampakan keantusiasan siswa yang lebih serius daripada pembelajaran pada siklus I. Hal ini terjadi karena peneliti berupaya memotivasi beberapa siswa yang bermain pada siklus I untuk lebih berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran. Hasilnya, siswa tersebut memerhatikan dengan baik apa yang disampaikan gurunya. Pada saat proses belajar mengajar berlangsung siswa tampak lebih disiplin dalam mengikuti pelajaran dibandingkan pada pelaksanaan tindakan siklus I. 7.
Hasil Observasi pada Siklus II Dengan langkah-langkah pembelajaran yang sudah disiapkan dan perbaikan yang telah dilakukan, ternyata hasil yang diperoleh pada siklus II lebih baik daripada siklus I. Temuan yang dimaksud adalah sebagai berikut. Hasil pantauan peneliti saat pembelajaran menunjukan bahwa suasana kelas lebih baik dari pada pelaksanaan siklus I. Siswa lebih disiplin dan antusias dalam mengikuti pelajaran. Siswa terlihat tekun dalam mengikuti pelajaran dan lebih aktif mendengarkan arahan guru. Pada pelaksanaan tindakan II, siswa lebih serius dalam mengikuti pelajaran. Siswa tidak lagi ribut-ribut atau bermain sebagaimana pelaksaan tindakan siklus I. Dalam membagikan hasilnya di depan kelas, siswa tampak lebih disiplin. Selain itu, siswa lebih aktif dalam menjawab dan bertanya. Hampir semua siswa dapat berbicara. Ini menunjukan kemampuan berbicara siswa sudah semakin meningkat. 8.
Hasil Kemampuan Berbicara pada Siklus II Hasil penilaian kemampuan berbicara siswa pada siklus II diperoleh dari hasil tes kemampuan berbicara pada masing-masing aspek yang telah ditetapkan. Tes ini dilakukan secara berpasangan, namun penilaian diambil secara individu dari masing-masing siswa. Hal ini dilakukan, mengingat model pembelajaran yang penulis terapkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe think pair share, yaitu sharing secara berpasangan. Tindakan pada siklus II dilaksanakan dua kali pertemuan dan tes dilaksanakan pada pertemuan kedua. Pada pertemuan kedua, semua siswa mampu mengikuti tes dengan baik, tidak ada siswa yang tidak mengikuti tes. Hasil analisis nilai kemampuan berbicara siswa pada siklus II dibandingkan dengan hasil http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 nilai kemampuan berbicara siswa pada refleksi awal dan hasil tes siklus I, hasil tindakan pada siklus II mengalami peningkatan. Hasil tes tindakan siklus II membuktikan bahwa dari 28 orang siswa, 18 orang siswa mengalami peningkatan nilai dan 6 orang siswa nilainya tetap. Hal itu membuktikan bahwa penerapan siklus II mengalami peningkatan. Persentase siswa yang memperoleh nilai baik sudah memenuhi standar pencapaian rata-rata KKM (72) yaitu 85 % (24 orang siswa nilainya 72 ke atas). Oleh karena itu, tindakan sudah dapat dihentikan. Hasil tindakan siklus II mengalami peningkatan, terutama untuk aspek keefektifan kalimat rata-rata nilai pada siklus I, 3,04 (60,8 %) meningkat menjadi 3.32 (66,4), aspek pilihan kata nilai pada siklus I 3,46 (69,2%) meningkat menjadi 3,54 (70,8%),aspek kelancaran pada sklus I 3,43(68,6%) meningkat menjadi 3,93 (78,6%), aspek pemahaman pada siklus I 3,68 (73,6%) meningkat menjadi 3,82 (76,4%) dan aspek yang kelima yaitu keberaniaan nilai pada siklus I 4,04 (80,8%) meningkat menjadi 4,14 (82,8%) pada siklus II. Posisi paling tinggi tetap berada pada aspek keberanian baik pada siklus I maupun pada siklus II. c.
Pembahasan Hasil Penelitian
Setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe think pair share, hasil kemampuan berbicara siswa meningkat dibandingkan dengan hasil kemampuan berbicara siswa sebelumnya. Nilai siswa sebelumnya (sebelum dilakukan tindakan) hanya 5 orang siswa dari 28 siswa memperoleh nilai rata-rata KKM (72) ke atas (17,86%) sehingga dapat dikatakan bahwa persentase siswa yang memperoleh nilai memenuhi standar 85% sebagai standar ketuntasan klasikal masih jauh.. Persentase pemerolehan nilai standar pencapain KKM untuk siklus I adalah 67,86 %.(19 orang siswa). Nilai kemampuan berbicara siswa pada refleksi awal jika dibandingkan dengan nilai tindakan siklus I dan siklus II terus mengalami peningkatan. Hasil tes tindakan siklus II membuktikan bahwa dari 28 orang siswa, 24 (85,71%) orang siswa sudah bisa mencapai batas KKM yang ditentukan sedangkan penurunan nilai tidak ada. Hal itu membuktikan bahwa penerapan siklus II sudah ada perubahan dan mengalami peningkatan. Persentase siswa yang memperoleh nilai baik sudah memenuhi standar pencapaian criteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 85 % . Oleh karena itu, tindakan sudah dapat dihentikan. Hasil pengamatan saat peneliti memberikan materi pelajaran, baik pada tindakan siklus I
Media Bina Ilmiah 55 maupun pada tindakan siklus II, menunjukan bahwa siswa senang dan antusias dalam mengikuti pelajaran, terutama dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share. Pada tindakan siklus II, siswa terlihat lebih antusias dibandingkan dengan pada tindakan siklus I. Hasil tindakan baik pada siklus I maupun pada siklus II yang menunjukkan peningkatan prestasi dapat dikatakan sesuai dengan teori pembelajaran kooperatif yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan pada siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil, saling membantu untuk memahami suatu materi pelajaran,memeriksa dan memperbaiki jawaban temannya yang salah, serta aktifitas lainnya dengan tujuan mencapai prestasi belajar yang bermutu. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Widiarsa dkk. dalam Selamat (2005 : 5) yang mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dalam bentuk kelompok kecil, siswa bekerja sama dan mengoptimalkan keterlibatan diri dan kelompoknya dalam belajar. Pendapat yang mendukung hasil yang dipaparkan di atas juga relefan dengan yang dinyatakan Dalton dalam Rahmayani,(2006:28) yang menyatakan bahwa belajar di dalam kelompok kecil memberikan beberapa hasil seperti prestasi belajar lebih tinggi, produktivitas kreatif lebih tinggi, kemampuan memecahkan masalah lebih efektif, kemampuan berpikir kognitif lebih tinggi, motivasi intrinsic lebih baik, kepercayaan diri lebih baik dan keterampilan social lebih baik. Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share adalah belajar-mengajar berpikir berpasangan berkelompok berempat yang oleh Frank Lyman dikatakan sebagai struktur pembelajaran cooperative learning. Teknik ini memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain bahwa teknik ini adalah adanya partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar. d.
Refleksi Tindakan Siklus II
Sesuai dengan hasil tes pada tindakan siklus I dan tindakan siklus II, tampak terjadi peningkatan kemampuan berbicara siswa. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai yang diperoleh siswa pada siklus I, yaitu 3,53 (70,6%) dan meningkat menjadi 3,75 (75%) setelah dilaksanakannya tindakan siklus II.Karena pelaksanaan tindakan siklus II secara klasikal sudah mencapai 85% yang merupakan ketuntasan klasikal yang ditetapkan, maka tindakan sudah dapat dihentikan. Berkaitan dengan uraian diatas, berikut ini disajikan hasil kemampuan siswa dari refleksi awal, siklus I dan siklus II.
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 10, No. 1, Januari 2016
56 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787 Siswa Kelas II A SLTP Laboratorium IKIP Singaraja. Laporan Penelitian Singaraja: IKIP.
PENUTUP a.
Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas VIII D semester genap SMP Negeri 1 Rendang tahun pelajaran 2014/2015, dengan hasil penilaian pada siklus I untuk aspek kefektifan kalimat, yaitu 3.04 (60,8%) meningkat menjadi 3.32 (66,4%). Untuk aspek pilihan kata, dari 3,46 (69,2%) meningkat menjadi 3.54 (70,8%), untuk aspek kelancaran, dari 3.43 (68,6%) menjadi 3.93 (78,6%), aspek pemahaman dari 3.68 (73,6%) meningkat menjadi 3.82 (76,4%), dan untuk aspek keberanian dari 4.04 (80,8%) meningkat menjadi 4.14 (82,8%). Dari hasil penilaian pada masing-masing aspek kemampuan berbicara siswa, diperoleh nilai secara klasikal bahwa kemampuan berbicara siswa meningkat dari 3,53 (70,6%) pada siklus I meningkat menjadi 3.75 (75%) pada pelaksanaan siklus II. 2. Respon penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dari 28 orang siswa adalah positif. Beberapa keterangan siswa menunjukan bahwa mereka senang dan antusias mengikuti pelajaran dengan cara berdiskusi. Selain itu, siswa merasa tertantang dan termotivasi setelah berbicara di depan kelas. b.
Saran Berdasarkan hasil temuan pada pelaksanaan penelitian, dapat diajukan saran-saran sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru bahasa Indonesia sebagai salah satu alternatif dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa, oleh karena penerapan pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat mempercepat proses kemampuan berbicara siswa. 2. Peneliti yang ingin melaksanakan penelitian tindakan kelas, diharapkan agar memerhatikan kendala-kendala dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share.
DAFTAR PUSTAKA Asri,
Karyoni. 2002. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II dalam Pembelajaran Fisika Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
_____________________________________________ Volume 10, No. 1, Januari 2016
Ariasnatalia, Ni Ketut. 2006. Penerapan LKS Berwawasan Konstruktivis sebagai Upaya Meningkatkan Kompetensi Dasar Fisika Dalam Pembelajaran Kalor pada Siswa Kelas II B SMP Negeri 1 Kubu Kabupaten Karangasem Tahun Ajaran 2005/2006. Laporan Penelitian. Singaraja: IKIP. Disna. 1998. Penguasaan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas III SLTP Negeri 2 Bangli untuk Meningkatkan Efektivitas Diskusi. Laporan Penelitian. Singaraja: IKIP. Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning. Jakarta. PT. Gramedia. Maryam,
Siti, dkk. 2005. Implementasi Pembelajaran Kontekstual Melalui Model Pembelajaran Kooperatif dan Berbantuan Buku Ajar untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Kimia Dasar pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Keolahragaan. Laporan Penelitian. Singaraja: IKIP.
Nurjaya,
dkk. 2000. Penggunaan Kasus Kontroversial untuk Meningkatkan Mutu Pembelajaran Keterampilan Berbicara di Sekolah Menengah Umum. Laporan Penelitian. Singaraja: IKIP.
Nur, Mohammad, dkk. 2004. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivisme dalam Pengajaran. Surabaya : Universitas Negeri. Pramawati, Eka. 2005. Penerapan Strategi Think Pair Share dalam Pembelajaran Energi dan Usaha sebagai Upaya untuk Mengubah Miskonsepsi dan Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VII C SLTP Negeri 6 Singaraja. Laporan Penelitian. Singaraja : IKIP. Pujani. 2005. Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Students TeamsAchievement Divisons (STAD) untuk Meningkatkan Kualitas Perkuliahan Fisika Dasar 3 Di Jurusan Pendidikan Fisika. Laporan Penelitian. Singaraja : IKIP. Rahmayani, Rika. 2006. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah Dengan Setting Kooperatif Tipe Pair Shair dalam Pembelajaran Fisika untuk http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787
Media Bina Ilmiah 57
Meningkatkan Kompetensi Dasar Fisika Siswa Kelas VII B SMP Negeri 3 Singaraja. Laporan Penelitian. Singaraja: IKP. Selamat. 2005. Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode SQ3R Berbantuan LKM untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Mahasiswa pada Mata Kuliah Kimia Dasar. Laporan Penelitian. Singaraja: IKIP.
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 10, No. 1, Januari 2016