5. PEMBAHASAN 5 1 TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN TERBANG DAN
TELUR IKAN TERBANG.
Teknologi penangkapan ikan terbang digunakan . dengan gillnet clan pakkaju. Kalau menangkap ikan terbang digunakan dengan gillnet. Gillnet
dioperasikan pada saat ikan terbang telah memijah dan pada perairan pantai debt
dengan lpkasi makanamy~Daerah penangkapan dengan gillnst pada umumnya terdapat p d a peraim dekat dengan perairan yang lebih dalam. Pengembangan
telmologi penangkapan ikan terbang menggunakan giilnet dengan ukuran mesh size yang sesuai dengan ukuran ikan t e r b g yang telah memijah. Ikan terbang yang akan memijah beds di daerah spawning ground yang disekitar up welling
di Laut Flores dan Selat Makassar Ukuran mesh size gillnet yang efektif sekitar 1
-
2 inci. Ukuran mesh size yang Icbih besar dari satu inchi umurnnya seIain ikan terbang juga tertangkap ikan pelagis lahya, U
b gillnet yang Iebih besar dari
2 inci pa& urnumnya ikan terhng ukuran kecil tidak tertangkap dan h y a sedikit ikan terbang yang tertangkap. Karma pada ukuran ini urnumnya ikan
terbang yang tertangkap telah memijah berukuran panjang 16 cm sampai dengan 2 1 cm.Ilcan terbang yang bmmur 18 bulm pda umumnya hanya dapat memijah satu kali seurnur hidupnya. Penangkapan ikan terbang dengan g i h d sebaiknya
pada bulan berikut (Oktober, Nopernber, Desember dan Januari, Tabel 48), karma
pada bulan ini diperkirah musim pernijahannya teIah selesai dan ikan terbang
mdai sudah tua dan akan mengalami kematian dami. Kondisi musim pa& bulan
ini tidak memungkinkan maka ikan terbang yang tertangkap gillnet u m m y a tejadi efektif hanya pada bulan Oktober. Tkan terbang sedang memijah juga dapat
tertangkap dengan pakkaja yang proses tertangkapnya ikan terbang ini yaitu masuk kedalarn pakkaja tersebut sembari melepaskan telurnya didedaunan di
mulut pakkaja tersebut.
Tabe148. Kejadian ikan terbang di Selat Makassar dan Laut Flares Kejadian Ikan terbang di Selat Makassar dan Laut Flores Musim bertelur lnduk ikan terbang Pergi ke SG lnduk meninaaalkan daerah SG.
No
1
2 3
Jumlah bulan per tahun J IPIMIAIM I J I J I A s ~ I0
~ X x x x.
x
x
x
x
xlx
I
x
-
1 1
-
.
x.
x. X. ~fektifrnenangkap ikan terbang dengan gillnet 7 Efektif tangkap telur ikan terbang dgn ) X x x x x x x . bale-bale ,pakkaja 1 H I 1 1 1 1 1 Ket. SG = Spawning Ground.Sumber :Hasil Pengarnatan dan Analisa 2002 6
I N ID
x
x x. X
-
X. I
1
1 1
Ikan terbang ini termasuk tipe pemijahan kategori B dari empat tipe pemijahan ikan. Tipe B ini yaitu pemijahan berlangsung satu kali setahun tetapi
dalam waktu yang lama yaitu sejak bulan Maret sampai Oktober setiap tahunnya
Oleh sebab itu yang paling efektif menangkap telur ikan terbang adalah dalarn selang waktu Maret sampai dengan September. Bulan Oktober masih ada nelayan
ikan terbang yang mencoba menangkap telur ikan terbang didaerah spawning ground tetapi jumlah sekitar 5-1 0% dari total kapal paflurani d m hasilnya juga relative sedikit. Ikan terbang kategori ini adalah ikan terbang yang memijah terlambat, karena menetasnya belakangm. Puncak musim penangkapan telur ikan terbang adalah pada bulan Juli dan Agustus. Pada bulan Juli dan Agustus ini
#
seluruh kapdperahu pattorani mel-
aktivitas penangkapan telur ikan
terbang. Pada J d i dan Agustus adalah hasil tangkapan optimal telur ikan terbang
dari setiap kapdperahu pattorani (1 00%)).
Mat bale-bale dibanding pakkaja menangkap telur ikan terbang.
AIat tangkap bale-bale mulai banyak dimanfaatkan pada tahun 1980.
Tahun sebelumnya hanya digunakan dengan jumlah yang lebih sedikit. Sebelum tahun 1980 alat yang banyak digunakan dab alat tangkap pakkuja, berupa
bubu yang bulat rnemanjang dm dapat membuat ikan terbang dan telurnya tertangkap bersamaan dalam unit pakkaja yang ditebarkan didaerah @Iring ground yaag bersangkutan. Data penangkapan ikan terbang sejak tahun 1980
mengalami penurufian dan terjadinya penurunan tersebut karena orientasi perubahan dari alat tangkap pakkaja ke alat tangkap bale-bale. Terjadinya
perubahan hi karena uji wba o1eh nelayan karena mulainya berkembang isu lingkungan. Karena penghapusan trawl dengan k e l m y a Keppres 39 tahun 1980. Sejak saat itu nelayan lebih serius mengoperasikan balebale ini dm Iebih banyak
hasilnya, lebih mudah untuk membawanya dm operasinya. Tabel 49 berikut ini disajikan tentang efektivitas dat tangkap balebale dibandingkan dengan dat tangkap pakkaja. Oleh sebab itu alasan terjadi over frslring dari ikan terbang
belum bisa dibuktikan dan belum berasalasan karena terjadinya penurunan
produksi ikan terbang hanya disebabkan p e r m orientasi dat tangkap.
Terbukti hasil telur ikan terbang yang dihasilkan setiap tahunnya masih mengalami peningkatan. Terjadi penurunan yang mencolok produksi telur ikan
terbang pada selang waktu 20 tahun yaitu pada tahun 1975 dan tahun 1995.
Walupun terj adi pentirunan tetapi jumlah telur ikan terbang yang terhngkap pada
tahun 1995 masih lebih tinggi yaitu 150 % dari yang tertangkap pada tahun 1975. Diduga penurunan ini erat dipengaruhi oleh kondisi iklim global seperti La Nina atau m u s h dingin dari Sarnudera Pasifrk yang berpengaruh pada Selat Makassar
dan Laut Flores. Efektivitas alat tangkap bale-bale dibanding dengan alat tangkap
pakkaja addah sebagai berikut.
Tabel 49. Alat tangkap bale-bale dibanding pakkaja telur ikan terbang di Selat Makassar dan Laut Flores
1 Efektivitas slat tsngknp baIt+bulc dibanding dengan pokkuju drlam I
1~0.
menengkap telurikan terbang Pakkaja. Balebale Benuk lebih ringan dan pipih Lebihbanyakdapatdibawa
1
2
Hanya telur yang tertangkap. (pelagophil) Jumlah yang dioperassikan lebih
3 4
banyak Pernbuatannya lebih murah dan I harganya relatif kbih murah 6. 1 Daya tahan relatif sama dengan pakkaja. 7 Rumbai-rumbai daun kelapa
5.
1 1
[ Daya tahan relatif sama dengan bale-bale Pergantian nunbai-rumbainya sering Dilakukan dan minimal satu kali per Tahun
yang diganti setiap tahunnya 1
8 9 10
( Pola tempat penyimpanan lebih irit selesai musim tangkap
Lebih besar dan berat Lebih sedikit yang bisa dibawa karena memakan tempat dikapal. Tertangkap telur dan ikan terbang yang sedang memijah. Sedikit yang bisa dioperasikan dibangding balebale. Lebih mahal sedikit harganya
I
I
Penyimpanan tidak irit tempat.
Saat ini banyak digunakan > 400 Digunakan 4 0 unit per kapal sebagai tradisi dan kepercayaan unit per kapal. Lebih sedikit karena alat sedikit Telur yang diperoleh lebih
banyak. Lebih relatif sulit dibanding balbale. I t Lebih praktis dibanding pakkaja Sumber: Hasil Pengamatan dan Analisa. 2002
I
Telur yang telah memijah tersebut menjadi juvenil tersebar di pulau sekitar Selat Makassar pulau Sekitar h u t Flores.
labitat ikan terbang, Pdau KeciI SeIat Makassar d m Laut F
P.Marasencte
umber: Hasil Pengamatan dan Analisa. 2002.
Ketika musim pemijahan akan tiba yaitu pada bulan Maret sampai September atau Oktober, rnaka ikm ini bergerak lagi ke daerah yang dekat
dengan Up Welling di Selat Makassar dan Laut Flores. Ikan juvenile yang
terdapat disekitar pulau Selat Makassar dan Laut Flores adalah (Tabel 50). diatas.
Pulau-pdau kecil yang terlalu dekat dengan Pulau Sulawesi dan Pulau Flores Sumba dan Sumbawa pada umutnnya ikan terbangnya tidak dijumpai. Ikan terbang ini pada umunmya menyukai dinitas yang tinggi sekitar 34 O/oo atau
lebih. T b k n y a ikan terbang diwilayah pulau tersebut kondisi ~ c e a n o g r ~ yang sesuai dengan kondisi biologis mereka Daerah tersebut pada umumnya perairannya jernih, dengan salinitas yang relatif tinggi yaitu sekitar 34 %o dan
banyak terdapat fitoplankton dan zooplankton. Oleh sebab itu ke-
ikan
terbang sesuai dengan kategori habitat tersebut. Peta tetang habitat ikan terbang
daerah fishing ground nelayan ikan terbang dapat disajikan pada Lampiran 8. Pulau tersebut (Tabel 50) dekat dengan perairan agak dalam. Ikan terbang menyukai perairan yang agak d a m dan jernih serta ditemui banyak fitoplankton
dan zoooplankton. Namun pdau kecil yang dekat disekitar 12-18 mil dari Pulau Sulawesi dan Wau Mimantan tidak ditemukan ikan terbang. Ikan terbang hmya ditemukan dipemiran yang memiliki salinitas yang agak tinggi dan kondisi perairan yang jernih. Oleh sebab itu keberadaan ikan terbang juga dapat
mengindikasikan di daerah tersebut terdapat daerah up welling. Habitat ikan terbang di daerah berikut ini, yrtitu ada 11 lokasi di Indonesia diduga potensi
sebagai daerah up welling seperti : (1) Selat Makassar. (2) Laut Flores. (3) Laut Arafuru. (4) Laut Cina Selatan. ( 5 ) Perairan Laut Sumatera Barat. (6) Perairan
Selatan Jawa atau Lautan Hindi& (7) Perairan S a h g ujung pulau Sumatera. (8)
Timur perairan Sulawesi Utara. (9) Laut Banda sekitarnya. (1 0) Laut Halmahera. (1 1) Perairan Utara Jayapm. Dari 11 daerah tersebut baru dua lokasi yang
diusahakaa, S a r a intensif penangkapan telur ikan terbang. Lokasi penmgkapan
ikan terbang yang relatif intensif yaitu Selat Makassar dm Laut Flores. Laut Arahm yaitu perairan utara Jayapura ini sudah muIai dikembangkan pernanfimtan telur ikan terbang. Nelayan yang memanfaatkan ikan terbang didaerah tersebut
adalah nelayan yang b e m d dari Makassar yang mencoba usaha penaagkapan di perairan tersebut. Spawning ground ikan terbang addah sekitar perairan j ernih dan banyak apungan kayu dm rumput laut Sargasum. ICarena ikan terbang ini
bersifat pelagophils d m phytophiis yaitu meletakkan telur-telumya pada tumbuhan atau benda yang terapung. Perlu diketahui bahwa .upaya untuk melekatkan telumya pada benda terapung tersebut disebabkan telur-telur ikan
terbang lebih berat dari massa air. Melekatkan telurnya pada benda yang terapung tersebut &pat menyebabkan telur tersebut dapat terus mengapung dm dengan
kondisi apungan tersebut telur dapat menetas di permukaan laut yang bersuhu lebih tinggi dibanding lapisan bawah air laut. Karena saat pemijahan terjadi
bahwa kondisi kemarau terjadi di perairan tersebut sehingga proses penetasan dapat terjadi. Up welling yang dipilih ikan terbang sebagai spawningnya adalah
berfungsi supaya disekitar tersedia rnakanan Juvenile ikan terbang j ika telurnya menetas. Oleh sebab itu daerah disekitar daerah up welling yang diperkirakan
banyak hidup fitoplankton dm zooplankton sebagai makanan ikan terbang.
Habitat ikan tersebut tersebut merupakan daerah oseanik yang banyak *an buas berupa predator. Adanya kemampuan terbang ikan tersebut merupakan salah satu aspek untuk meghindari pernangsaan terhadap ikan terbang, predator. Struktur
tubuh ikan terbang bahwa kondisi sayap dan caudalfin adalah tumbuh besar saat ikan ini telah berupa juvenile. Ukuran kecil sekalipun dengan juvenile ukuran 2-5
~ x n kemampuan terbangnya sudah ads untuk menghmdar dari pemangsaan predator. Ukuran ikm terbang yang benlkuran juvenile dapat mengikuti arus laut
dari daerah sektar up w e i n g menuju perairan jernih lainnya pulau kecil. Ventral
dan caudal fin ikan terbang tumbuh memmjang lebih awal, karena untuk meningkatkan kemampuan terhangnya Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya tahan hidupnyaJ3iIa te1ah menjelang dewasa ikan terbang ini bemya lagi ke
pmiran sekitar up welling. Ikan terbang yang dewasa berada disekitar perairan
dekat daratan Sulawesi dan Pulau Flores dan setelah tiba musim memijah yaitu
awal musim kemarau ikan terbang mencari lagi daerah tempat memijah mereka, yaitu tempat dahdu ikan terbang ini dikeluarkan menjadi teIur oleh induknya.
Pada umumnya dengan umur hterbang sekitar 18 bulan mereka. dapat memijah hanya sekali seumur hidupnya. Badasarkan kondisi umum maka setelah
bertelur dan kondisi lingkungm yang begitu keras dihabitatnya dengan j d a h predator yang banyak, dan umur yang reiatif pendek rnaka ikan terbang akan bertelur hanya sekdi seumur hidupnya Ikan terbang yang telah memijah di Laut Flores pada umumnya ber-
ukuran
164,5 mm sampai 230 mm, sedangkan yang telah mernijah di Selat
M h s a r pada wmumnya berukuran 160 mm sampai 210 mm. (Tabel 10) dm Lampiran 8. Dapat dilihat bahwa ikan terbang yang hidup di Laut Flores lebih panjang dibandingkan dengan ikan terbang yang hidup di perairan Selat Makassar. Perkembangan kemampuan terbang yaitu dapat dilihat pada
perkembangan ship ventral dan sirip ekor yang lebih cepat memanjang ketika
masih menjadi ikan terbang Juvenile. Setelah dewasa kedua sirip ini sudah normal panjangnya tergantung dari panjang tubuhnya Panjang sirip terbang atau sirip
ventral bervariasi tergantung spesiesnya pada umumnya yaitu 1 1,2 cm dengan
ukurafi panjang total ikan 19,s cm, dengan sirip caudal yaitu 3,7 dan 4,7 cm.Sirip ekor bagiah bawah berfungsi untuk berg-
kedalam air ketika akan terbang.
Ketika d a m air sirip sayap (ventral fin) dirapatkan dalarn tubuh dan dibuka
ketika saat berada diudara.
5.2
EFISIENSI PENANGKAPAN TELUR IKAN TERBANG.:
Efisiensi penangkapan telur ikm terbang bervariasi dari satu jenis kapal dengan kapal laimya, dan tergantung dari perawatan kapal yang dilakukan dan
sistem pemakaian kapal patlorani yang bemgkutan. lkan yang ditangkap adalah telur dari ikan terbang.
Efisiensi yang dicari addah hasil yang diperoleh dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan dari kegiatan. Efisiensi teknis penangkapan telur ikan
terbang bervariasi menurut cara pemeliharaan kapalnya dan j enis bahan alat kapd yang digunakan serta sistem pemakaiannya.
Efisiensi teknis penangkapan telur ikan terbang ini didekati dengan formula yang ditulunkan sendiri berdasarkan hasil out put/ input yang diperoleh selama satu tahun biaya operasi yang dikeluarkan. Diperoleh rumusan sebagai
berikut: N =[(A..E) I (C + B + F)] x 100 % (rumus 36 ) rumus berikutnya yaitu :
A = U x H (nunus 37) serta C =G+F+P(rumus 38).
Bsiensi telrnis dari hasil penelitian mecapai 400 % dalm periode 10 tahun dan term&
yang relatif baik. Efisiensi hpaVpemhu pattorani penmgkap telur ikan terbang adalah
sebagai bedcut : [(Rp 31.475.000 y tahun x 10 tahun)/ Rp 27.000.000
+ Rp
5 t .500.000 +Rp. 2.700.0000 ) 1x 100 % =[ ( 310.475.000) / 8 1.900.000) ] x 100 % = 400 %. Efisiensi ItapaYpemhu pattormi dalam menangkap telur ikan terbang
masih relatif tinggi, yaitu dttlam 10 tahun mencapai 400 % dan dalam satu tahun mencapai 40 %. Apabila dikaji dengan pengembdian modal maka bila dikalikan agar mencapai 100 % ,maka akan mencapai 2,s tahun usaha penangkapan dengan telur &an terbang ini telah kembali modal. Oleh sebab itu usaha ini masih layalc
untuk dioperasikan di Selat Makasw d m Laut FIores Sulawesi Selatan. Walaupun operasi pemngkapan telur ikan terbang membutuhkan waktu operasi yang lebih lama, yaitu selarna satu bulan satu kali operasi penangkapan, dan
selama enam (6) bulan melakukan penangkapan telur di fihing groundhya, saat ini usaha hi muIai berkembang di perairan Laut Arafura.
Telur ikan terbang yang d b p u l k m sejak tahun 1968 sarnpai dengan
2001 yang diperoIeh dari berbagai m b e r dari Gambar 3 1 berikut ini dilihat telah terjadi peningkatan dari tahun ke trthun. Sejak dikenal metode penangkapan telur
ikan terbang pada tahun 1968, maka upaya untuk pemanfaatanya terus di tingkatkan dengan melabrukan penangkapan denganpakkaja.
Perkembangan produksi telur ikan terbang
. r . L n r n r n b - r n r n r , ~
~
N
N
C
U
~
Tahun
Ket: l(tahun 1968 dst 33 tahun 2000 )
Gambar 3 1. Perkembangan Produksi telur ikan terbang tahun 1968 s/d 2001
Setelah ekspor telur mulai dikembangkan ke Jepang saat itu upaya intensifikasi penangkapannya khususnya oleh nelayan Galesong Utara, Kabupaten Takdar Sulawesi Selatan. Saat ini upaya untuk melakukan pengembangan untuk spawning ground seperti di perairan Laut Arafura mulai
dikembangkan oleh nelayan TakaIar Makassar. Upaya pengembangan perluasan fihing ground penangkapan telur ikan terbang ini dilakukan sejak tahun 1997 yang lalu. Terjadinya peningkatan produksi tersebut disebabkan jumlah dat yang
dioperasikan semakin banyak jurnlahnya, karena bale-bale yang dioperasikan
dapat dibawa lebih banyak oleh nelayan &banding alat tangkap pakkaja. Sejak awal operasi ini dikembangkan hanya bubu hanyut Qakkaja) berbentuk bulat
memajang untuk menangkap &an terbang ymg akan memijah di daerah Spmvning ground tersebut. O p i m g k a p a n telur ikan terbang adalah di
daerah pinginn daerah up welling di Laut Flores dekat sekitar Selat Makassar. Tetapi saat ini flhing gromd penanwp telur ikan terbang ini telah sampai keperairan perbatasan dengan laut Jawa, yaitu perbatasan habitat ikan terbmg.
Fluktuasi pduksi juga terjadi selarna 34 tahun perkembangan produksi sejak
tahun 1968 sampai tahun 2001 tersebut. Namun upaya pemulihan produksi telur ikan terbang t
e
d cepat dan
memakan waktu sekitar 2-4 tahun dan bahwa
meningkat lebih dari 150 % dari tahun sebelurnnya Tabel peningkatan produksi tersebut. disebabkan terjadi terus penambahan unit kapallperahu Puttorani.
Penambahan kapdperahu pattorani sebagai salah satu cara nelayan untuk
mengembangkan usaha perluasan fishing ground di perairan Laut ArafUru Propinsi Papua. Upaya untuk mengembangkan usaha penangkapan telur ikan terbang ini terpaku pada kesabaran yang dianut dan pola budaya nelayan yang
telah turnbuh pada masyarakat. Operasi penangkapannya relatif lama dalam satu trip penangkapannya. Nelayan di Galesong Utara merakukan penangkapan telur
ikan terbang dalam
satu
trip addah selama satu bulm Periode musim
penangkapan telur ikan terbang periode 4-5 bulan sekitar 4-5 kali trip dalam satu @ode musim tangkap, jlaitu selama musim kern-
Jika pola kebiasan tersebut
selama satu butan baru M e m u keluarga di darat, dan tinggd di laut lepas sekitar satu bulan.
Kejadian ini hanya terjadi dan bisa diadopsi oleh masyarakat yang
menganut budaya pesisir atau budaya nelayan. E'orf yang diperoleh juga dalam satu bulan tersebut hanya sekitar 40-70
kg telur ikan terbang per trip. Walaupun
ads saja kapal yang memperoleh tmgkapan lebih >I00 kg dalam satu trip. Jadi
dari sekali hauling alat tangkap brrle-bale tersebut rata-mta diperoleh h y a
sekitar 1-3 kg telur ikan terbang. Telur ymg diperoleh tersebut dijemur dipanas matahmi dikapaVperahupaHorunI itu Ketika berada di deterah spawning ground
ikan terbang tersebut, setiap hari operasi setring alat taxlgkap dilakukan diperairan tersebut d m keesokan k n y a dildcukm hauling alat tangkap bale-bale .Settkg
dilakukan sekitar jam 15 .OO- 18.00 sore hari dan @ pagi harinya sekitar jam 10.00- 13.OO esok harinya baru dihkukan hauling bak-bale tersebut.
Sejak tahun 1980 pemakaian bakbatle sudah memasyarakat di pusat
penaagkapan telur ikan terbang di Sulawesi Selatan
. Sej&
saat itu upaya
penangkapan telur ikan terbang telah berganti dari sebelumnya mernakai pakkaja
.Populasi ikan terbang yang tertangkap juga sangat berkurang, sehingga banyak para kalangan ilmuwan menyebutnya ikan terbang telah mengalami overfrhing. Pola perubahm dat taagkap ini yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi &pat diulas pada aspek berikut ini.
5.4
NO O W R FISHING, PPARRAJA KE BALE-BALE
Produksi ikan terbang diperoleh meldui hasil tangkapan dengan gill net dan pakkaja. Gill n d menangkap ikan terbang pada bulm Nopember,Desember dm J a n d . Musim timur, juga banyak juga ikan terbang yang tertangkap dengan
gillne. Bulan tersebut kondisi m u s h barat dm kondisi dengan hujan dan badai,
maka sangat menggangu pelayamn dan tidak nyaman untuk menanglcap ikan.
Nelayan jarang yang pergi melaut. Penangkapan dengan pakkaja sarnpai tahun
1980 mumnya menangkap pada musim kemarau yaitu bulan April, dd Oktober
setiap tahunnya. Penangkapan dengan pakkuja yaitu ikan terbang yang telah selesai mengeluarkan telurnya masuk melmgket dimulut bubu hanyut. Pakknjrr menangkap &an dan telurnya sehingga produksinya tercatat mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tetapi setelah operasi penangkapan dilakukan dengan bale-bale saat ini (populer sejak tahun 1980 ), maka p d u k s i ikan terbang mengalami penurunan yang berarti sejak saat itu. Perhitungan ikan
terbang yang berkurang setelah perubahan alat tangkap tersebut mengalami kondisi yang maksimum dan kondisi minimum yang prediksinya dikaitkan
kepada produksi telur ikan terbang yang dib-asilkandari penangkapan alat tangkap pakkaja ke alat tangkap bale-bale. Pentertangkap adalah sebagai berikut ( Tabel 5 1)
populasi ikan terbang yang
Tabel 5 1. Perubahan hle-Me dengm merubahpakkaja
Popuhsllkan Bemtbasahikan No Tahun Produksl TeluqTon) terbang berkunng terbang berkurang (e kor) (Ton) t 2 3
1980
1981 1982
261 156 t75.4
.
58490752 34959990 39307578
Sumber: BPS Takalar 1997-2001 ,Sunei 1998,1999,2000,2001
3509.45 2097.6 2358.5
dan 2002 (Diotah 2002)
Berat rata-mta ikan terbang dewasa addah 60 g dengan kisaran 54,9 -70g per ekornya. Jadi perkiraan setiap kg ikan ierbang dewma terdiri dari 15- 1 8 ekor
atau rata-ratanya sebanyak 16 ekor . Sehingga sejumlah yang tertera pada Tabel 51 tersebut diatas jumlah ikan terbang yang berkurang. Diasumsikan sejumlah
itulah ikan terbang yang 1010s clan kembali ke perairan, yang sebeiumnya tertangkap dengan pakkaju. Ketika bale-bale diadopsi menggantikan pakkaja. Pergantian itu mulai sejak tahun 1980 dan serentak dilakukan oleh nelayan
pattorani di daerah potensi produksi telur dan ikan terbang. Pengurangan
produksi sekitar 3000-6000 ton ikan terbang setiap tahunnya. menyebabkan produksi ikan terbang berkurang. Penurunan Populasi ikan terbang disebabkan pembahan alat tangkap pakkuja ke babbaie sejak tahun 1980. Sistem pencatatan statistika perikanan tidak melibat pertnasalahan
penyebab terjadinya penman produksi ikan terbang tersebut. Oleh sebab itu
kajian pengembangan model perikanan ikan terbang ini harus dikaji secara
menyelwuh agar sistem penanganannya &pat terpadu dan mengetahui
TabeI 52. Produksi ikan terbang di Sulawesi Selatan
No
Tahun
Produksi (Ton)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1I
1977
10.988.1 6452.8 9174.5
12 13
15 16
1978 1979 t 980 1981 1982
8239.5 0466.5
7641.5
1983
7299.9
1984 1985 1986
6535.5 6 254.4 5965.2 5758.1 5465.2 4986.5 4875.4 4754.5 4.721.4
1987 1988
1989 1991 1992
Sumber:BPS Sulawesi Selatan tahun 1978 dd 2002 dan Dinas Departemen Kelautan dan Perikanan Takalar tahun 2002.
permasalahan yang terjadi dan dicari solusi pemecahan masalahnya. Penurunan produksi ikan terbang dari Sulawesi Selatan telah terjadi sejak tahun 1977 sampai saat ini yaitu disajikan pada Tabel 52
.
Dari produksi telur &an terbang tidalc terlihat penurunan yang berarti clan penurunan hasil tangkap ikan terbang juga penurunan yang terjadi hanya sampai
tahun 1998, dan setelah itu kondisi produksi ikan terbang relatif stabil, walaupun terjadi penurunan relatif ssdikit setiap tahunnya. Ikan terbang pada Tabel 52 diatas merupakan hail tangkapan dengan gillnet dengan hasil tangkapan dengan
pakkaja. Sejak tangkapan dengan pakkaja berkurang, maka hasil tangkapan ikan
terbang terjadi penurunan produksi. Jadi penurunan produksi i r i bukan
disebabkan terjadinya overfishing ikan terbang, tetapi karena perubahan orientasi penangkapan ikan terbang dari pakkaja ke penaagkapan dengan alat tangkap bale-bale. Jadi terjadinya penurunan produksi ilcan terbang disebabkan pemakaian pakkaja terjadi pengurangan serta peningkatan pemakaian bale-bale tejadi setiap
tahunnya,
Pemakaia n bale-bale dan pakkaja
Pemakaian pakkaja rnemang dalarn jumlah y m g relatif kecil sedangkan bale-bale digunakan dalm jumlah yang relatif besar. Sejak operasi bale-bale
diintrodusir oleh nelayan p a f m n i ,
& bd&
rnenjadi lebih banyak
digunakan dm optimalisasi pemakaian ini disebabkan efisiensi dan efektivitas ~makaiannyadibanding dengan alat tangkap pakkaja. Berikut ini disajikan
peningkatan pemakaian balebak dan penguranp pemakaian pakkaju pada
Tabel 53.
Tabel 53 .Peningkatan alat tanggkap bde-bale dan pakkaja di Galesongutam
1 34 1
2001
[
1500
1
Hampir 100 %
Sumber: BPS. Takalar 1998-2001, BPS Sulsel 19-2002
I
Sda
(Diolah dan Analisa 2002)
1
Harga telur yang relatif tinggi dibanding kornoditas ikan yang lain sangat
rnernpengaruhi upaya perluasan penangkapan telur ikan terbang. Harga ikan terbang hanya untuk konsumsi lokal harganya jauh Iebih rendah, sehingga pemakaian pakkaja banyak ditinggalkan. Nelayan membawa pakkaja hanya sebagai suatu kepercayaan supaya berkah. Setiap kapal pattorani menggunakan alat tangkap pakkaja sekitar 60-90 unit sejak tahun 1971 sampai dengan 1979. Setelah tahun 1980 pemakaian pakkaja jauh berkurang (50%) dan pemakaian bale-bale terns berkembang, setiap kapal membawa aIat ini sekitar 300 sld 1000 unit bale-bale per kapa1 pattorani tersebut. Pernalcaian brrle-bale ini terkait
dengan aspek p e n m a n produksi ikan terbang dari Sulawesi Selatan. Grafik pemakaian bale-bale dan p a k k ~ j adisajikan pada Gambar 32 berikut ini.
Gambar 32.Pernakaian bale-'bale dan pakkaja
-
m
m
r
-
m
r
t
r
n
-
m
-
~
r
m
w
Tahun
-
N
m
P
4
m
@
t
-
4
m
N
-
m
m
O
I
5.5: SUB-MODEL PENGEMBANGAN PENANGKAPAN TELUR,
. IKAN TERBANG DI SULAWESI SELATAN
Model pengembangan penangkapan perikanan ikan terbang dikaitkan kepada sumberdaya, teknologi aIat tangkap dm aspek lingkungan. Model
pengembangan ini dikategorikatl terhadap mpek peralatan alat tangkap, operasi penangkapan telur dan ikan terbang,frhing ground dan potensi surnberdaya ikan
terbang, ~ d e pengembangannya l dibuat yaitu dengan analisa kualitatif karena
belum dapat dinotasikan dengan angka-angka. Model yang dikernbangkan adalah sebagai berikut disajikan pada Gambar 3 3 .
Model Pengembangan Penangkapan telur dan ikan terbang di Sulawesi Selatan.Pengembangan usaha perikanan ikan terbang ini adalah bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan dan upaya untuk kelestan'an
stok ikan terbang tersebut masih dapat lestari. Usaha tersebut dipengaruhi oleh alat tangkap yang digunakan, sistem operasi penangkapan yang diterapkan serta kondisi habitat dari ikan terbmg itu sendiri. Perbedaan orientasi penggunaan alat tangkap dari pakkuju Ire bale-bale telah menurunkan populasi hasil tangkapan
ikan terbang. Sejak alat tangkap pakkuju tersebut ditinggalkan~nakadigantikan dengan alat tangkap bale-bale maka produksi i
h terbang berkurang sekitetr
3000-6000ton setiap tahunnya. Oleh sebab itu efisiensi penangkapan telur ikan terbang tersebut diharapkan tidak akan mengganggu kelestarian sumberdaya ikan
terbang tersebut dikemudim hari, karma diharapkan masih banyak telur yang 1010s ditehrkan oleh ikan terbang pada apungan Sargassum dan bentuk apungan
lainnya berupa kayu dan sampah-sampztb yang mengapung di Laut Flores dan Selat Makassar.
Model pengembangan penangkapan telur ikan terbang yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan nelayan dan kelestarian lingkungan disajikan
pada Gambar 33 berikut ini.
terbang dan produksi telur dihabitat dan spawningnya terjaga..
terlibat dengan usaha telur dan ikan terbang
Alat tangkap telur
dan ikan terbang
Operasi Penangkapan telur dan ikan terbang
Habitof F#hing dan spawning ground
Teknik Efisiensi & Efektivitas usaha
Ketrampilan nelayan pd mesin
Ketrampilan pd pelayaran BL FG
Ketrampilan pd operasi tangkap
Ketrarnpilan olah gerak kapal
Garnbar 33. Model Penangkapan telur dan ikan terbang di Sulawesi Selatan
Lolosnya sebagian ikan terbang karena perubahan alat tangkap ini tidak
menjadikan konsurnsi ikan predator akan berkurang, sehingga menjaga keseimbangan lingkungan masih terjadi. Untuk menunjang usaha tersebut perlu sistem penangkapan yang berlaku, sistem usaha serta aspek lingkungan yang
memadai dan mendukung usaha ini. Usaha hi diharapkan &an berlanjut jika eiisiensi dan efektivitas usaha ini masih berlangsung. OIeh sebab itu usaha lain seperti kesabaran dan keuletan dari nelayan diharapkan upaya penangkapan telur ikan terbang ini masih akan terus. IWim usaha dan sarana serta prasarana serta ilmu kesabaran yang
mendukung merupakan aspek yang menunjang
berlangsungnya usaha ini. Tenaga kerja yang masih relatif banyak serta
pertumbuhan angkatan kerja merupakan ha1 menyebabkan usaha ini dapat terus dilakukan.
56.
ASPEK BIOLOGI IKAN TERBANG
Habitat dan Sebaran Geografik
Habitat ikan terbang di Indonesia pada umumnya terdapat (1) Pada daerah perairorn lautm yang jernih. (2) Terdapat didaerah dan disekitar up weIIirsg. (3)
Didaerah tersebut m e r u p h perairan yang subur dan ditemukan banyak fitoplmkton dm zooplankton. Daerah pemijahannya adalah disekitar pexairsn yang terdapat up welling clan perairan tersebut relative subur, dan banyak terdapat
fitoplankton dan zooplankton. Kajian ini dilakukan di Laut Flores dan Selat
Makassar yang rneruphn dua daerah habitat ikan terbang dari sekitar 11 habitat ikan terbang yang diperkidan ada ikan terbangnya. Dari 11 lokasi habitat ikan terbang tersebut sekitar dua lokasi yang intensitas pengelolaannya telur ikan terbang yang relative tinggi yaitu p e m h n
Selat Makassar dan Perairan Laut Flores. Telur ikan terbang dikelola karena harganya relative tinggi j i b dibandingkan dengan ikan terbangnya Diperkirakan dari 1I daerah habitat &an terbang diperkitskan ada sekitar 1 8 sampai J 9 spesies
ikan terbang yang mendiami daerah perairan Indonesia. Hal ini sejalan dengan
perkiraan bahwa habitat ikan terbang yang paling dominan di dunia adalah
ka-
Smudera Pasifik yang terdapat sekitar 40 Spesies yang menghuninya
yang menyebar di Perairan Indonesia, Filipina, Jepang dan Oceania. D a d ini
merupakan pusat penyebaran ikan terbang dunia ymg potensial. Selat Makassar dan Laut Flores ada &tar
16 spesies y m g ditemukan selarna penelitian yaitu ( I )
Cypselurw
oxycephalus. (2)
Cypseiurus swatonson.
(3)
Cypselurus
roicilopferus. (4) C'ypseIurrrcs ultr~intt&.( 5 ) Cypseiurtm ophu~fhopous.(6) Cypselurus nigricans. (7) Exocoetus voliians.(8) CypseZurus spilopterus. (9)
Cypselurus unicolor (1 0) Cypselurus atriginnis. Spesies ini terdapat diperairan Samudera Hindia, laut Selatan Jawa (1 1) Cypselurus suttoni.(12) Cypselurrrr
kaioptropt. (1 3) Cypdurrcsfureatus. (1 4) Cypselurus anfo~cichi.( 15) Cyselurus ologilepk. (1 6). Cypselurus opisfhopus.
Habitat ikan terbang terdapat pads perairan Selat Makassar dan Laut
Flores adalah di sekitar daerah up welling, di daerah ini ikan terbang memijah dan
sekitar perairan jemih di laut dalam hidup berkelompok sekitar 6-12 ekor. Di daerah Selat Makassar tersebar pada 117' sampai 119' BT dan l o d d 6' LS. Sedangkan di Laut Flores sebarannya mencakup 1 17' sarnpai 121' BT dan 6 sarnpai 8' LS. lkan terbang tersebut tersebar di sekitar pulau di Selat Makassar
dan pulau-pulau di sekitar Laut Flores . lkan terbang tersaji pada Tabel SO.
Telur ,pemijahan dan fekunditas ikan terbang.
Dari empat pola pemijahan ikan, yaitu Tipe A. , B. ,C., D.,ikan terbang
m u k kategori Tipe B. Pada tipe ini, pemijahm berlangsung satu kali dalam satu tahun tetapi dalarn waktu yang Iama, lebih lama dari t i p A. Pada tipe ini kadangkadang ada d w kelompok telur yang sama tahap kematangannya. Dengan pola pemijahan ini dapat diambil pola penangkapan yang lama dengan alat tangkap bale-bale yang dapat mengangkat telur dari tempat pemijahannya.Telur ikan
terbang ada beberapa jenis polanya yaitu pelagophil dm phydophils. Telur tersebut bersifat adhesive menempel pads substrat tumbuhan mengapung dan
lainnya dipermukaan lautan. Bila telur menyentuh air, cangkangnya akan pecah dan menggulung menjadi organ yang adhesive untuk menernpel pada sesuatu. Poia penempelan ini rnakanya digunakan alat tangkap bale-bale untuk mengumpullcan telur ikan terbang. Telur ikan terbang yang tidak terkumpul &an menetas meldui pengeraman terlebih dahulu. P e n g e m telur dilakukan di
perairan tersebut setelah proses pembuahan juga dilakukan oleh ikan terbang jantan. Saat ikan terbang betina mengeluarkan ovumnya maka sperma ikan jantan
mengeluarkannya d m terjadilah pembuahan di perairan pada telur tersebut. Telur
ikan terbang ini bersifat non buoyant atau semi buoyant dan bersifat adhesive. Sifat nun buoyant telur tersebut akan tenggelam jika tidak terdapat barang-barang yang terapung pada perairan tersebut. Sifat adhesive dari telur ikan terbang yaitu
setelah proses pengerasan cangkannya telur itu bersifat lengket sehingga akan
mudah menempel pada dam, yang pada uxnwnnya diperairan adalah yang melengket pada Sargassum. Pola masa memijah pada ikan terbang pada masa
musim kemarau adalah berkaitan dengan suhu pengeraman. Suhu tersebut &pat mempercepat tejadi proses pengeraman telur ikan terbang menetas, y aitu embrio
keluar dari cangkangnya menjadi juvenile ikan terbang. Pada kondisi pengerarnan ini pH dan suhu memegang peranan penting. Menurut Blaxter dalam (Effendie 1997) bahwa suhu sekitar dan diatas 20' dan pH 7,9 -9,6 merupakan kondisi
optimum dalam masa pengeraman. Masa pengeraman telur ikan terbang tergantung dari kondisi suhu perairan dan pada urnumnya sekitar 24 jam sarnpai
30 jam. Biasanya pada bagan cangkang yang pecah ujung ekornya embrio
dikeluarkan terlebih dah~llusambil digerakkm. Kepalanya keluar terakhir. Anak ikan terbang yang barn menetas dinamakan larva. Tubuh belurn dalarn keadaan s e m p m . Pada kondisi postlarva masih mempunyai kuning teIur Sirip dada dan
ekor sudah ada tetapi belum sempurna. Larva ikan terbang yang baru menetas tersebut sewaktu-waktu menggerakkan bagian ekomya kekiri dan lce kanan dengan diselingi istirahat. Pertumbuhan post larva sampel cepat sekali sehingga
morpologi dan proporsi bagian-bagian tubuhnya sangat cepat berubah.Masa kritis dalam daur hidup ikan terbang terdapat dalarn tahap larva, yaitu masa habis
kuning telur dm masa transisi mulai mengambil makanan dari luar. Oleh sebab itu persediaan makanan yang baik merupakan faktor yang mempengaruhi
keberhasilan hidup dari ikan terbang, sehingga ketika pemijahan induk ikan terbang mencari daerah disekitar up welling clan daerah tersebut daerah subur dan
banyak hidup fitoplankton dan zooplankton. ApabiIa post larva ini selesai, maka
ikan memasuki masa juvenile. Tahap terminology daur hidup ikan secara umum dilewati hingga menjadi ikan dewasa adalah sebagai berikut : (1) Telur terdiri dari : (a) Memijah (b.) Blastophor tutup. (c) Bakal ekor bebas. (d) Menetas. (2) Larva
terdiri dari : (a) Larva kuning telur diserap. (b) Korda mulai beruas. (.c) Metarnorpose mulai. (d) Sisik lengkap mulai tumbuh dan hilang sifat larva. (3)
Juvenile yang terdiri dari terminology : (a,) Mencapai proporsi tumbuh juwana pigmen tumbuh. (.b) Mencapai proporsi tumbuh dewasa pigrnen hunbuh.
Diameter telur ikan terbmg (Cyprelurs oxy~ephalus) dari Laut Flores dan Selat
Makassar yang sudah matang berkisar 1.49 - 1.79 mmm, sedangkan ikan terbang yang rnasih muda berdiameter 0.09 - 0.29 mm. Ikan terbang di laut Baltik berkisar 1.23
-
1.68 mm dan dan ikan terbang dari laut utara berkisar 0.82-1.23 mm.
Dalam hal besaran telur ikan terbang tersebut dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan salinitas perairan tempat ikan terbang tersebut, ha1 ini merupakan
adaptasi telur terhadap salinitas lingkungannya. Hal ini memungkinkan telur ikan terbang akan memperoleh daya apung yang sebanding dengan kondisi salinitas di daerah tersebut. Ikan terbang dapat dikelompokkan sebagai pemakan plankton, d m termasuk stenophagic yaitu ikan pemakan -an
yang macamnya sedikit,
yaitu hanya dalarn keIompok plankton. Uran pemakan plankton ini mempunyai
mulut relative kecil clan u m m y a tidak dapat ditonjolkan kelw. Rongga mulut dilengkapi dengan jari-jari tapis insang yang panjang dm Iemas untuk menjaring
plankton. Plankton masuk ke dalam mulut bersama air. Plankton &an tinggal di
dalam mulut, sedangkm air k e l w melalui celah-celah insangnya. Mengenai fekunditas merupakan salah satu mpek dalm biologi
perikanan. Jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan dinamakan fekunditas
individu, fekunditas mutIak atau fekunditas total. Fekunditas ikan terbang dari berbagai spesies berbeda jumlah butiran telur yang dimilikinya. Jumlah teIur ikan terbang tersebut berkisar 4000 sampai dengan 9000 butir.
Siklus hidup ikan terbang di Laut FIores dan Selat Makassar
Siklus hidup ikan terbang sejak bertelur sampai dewasa diperkirakan sekitar 1 8 bulan. Ikan terbang ini memijah disekitar daerah up welling dan setelah
juvenile bergerak cepat ddarn habitatnya Bergerak dalam air dengan cara terbang dengan jarak yang jauh. P d a bulan Pebruari mereka h y a per kelompok dari
bagian utara Sulawesi ke Selat Makassar. Ikan terbang berenang dari Selatan Sulawesi sekitar bulan April sampai dengan Juni, menuju daerah pemijahannya di
Laut Flores dan Selat Makassar. Ikan terbang melanjutkan ke arah timur, beberapa mengarah ke utara dan yang lainnya mengarah ke Selatan sarnpai Laut Banda dm juga ada yang ke Laut Flores. Dalam siklus hidupnya yang berkisar
sekitar 18 bulan dan diperkirakan akan memijah hanya satu kali daiam siklus hidupnya, karena pola pemijahan yang lama clan hanya memijah setahun sekali maka kondisi ini sulit akan mencapai pemijahan sampai dua kali seumur
hidupnya Mulai memijah berumur 12 bulan. Jika ikan terbang menetas pada bulai April maka setelah 12 bdan lagi yaitu pada bulan April tahun berikutnya
akan memijah lagi dan dengan pola pemijahan yang lama yaitu sekitar 6 bulan, maka setelah memijah satu kali, maka ikan terbang tersebut akan mengalami
kematian alarni atau mati dimakan predator yang lain yang relative banyak pada perairan tersebut. Namun jumlah telur yang relative kecil tersebut mortalitas
alami diharapkan relative kecil agar survival rate relative baik. Survival yang relative baik tersebut diddbatkan adanya kematnpuan terbang dm kemampuan
meloloskan diri dengan terbang dari pemukaan air ke udara. Oleh sebab itu ikan terbang yang merupakan single kohort satu kelompok yang menurut Khokiatting (1988) dalam Resosudarmo (1 995) siklus hidupnya hanya sekitar 18 bulan atau
kalau sebelum mengalami mortalitas diperkirakan hanya dapat melakukan satu
kali pemijahan. Untuk kelangsungan hidup ikan terbang bahwa makanan rnerupaklan faktor yang iebih penting dari suhu perairan. Bila faktor lain normal,
ikan dengan makanan berlebih akan tumbuh lebih pesat. Anak ikan yang lemah dan tidak berhasil mendapatkan makanan akan mati sedangkan yang kuat terus
mencari makan dan pertumbuhannya baik. Keberhasilan mendapatkan makanan akan menentukan pertumbuhan. Namun diperkirakan untuk perturnbuhm ketika menjadi post larva jauh lebih cepat.
Pengembangan telur ikan terbang dari Diagram Sebab Akibat Pengembangan telur dan ikan terbang dari Diagram Sebab Akibat (Garnbar 42).
Garnbar 3 3b. Pengembangan telur dan ikan terbang dari Diagram Sebab Akibat
Sumberdaya ikan terbang ada karena ada habitatnya di Sulawesi Selatan yaitu di Selat Makassar dan Laut Flores.
lkan terbang dari habitatnya ini
diusahakan oleh nelayan ikan terbang dengan memanfaatkan telurnya. Adanya
usaha telur ikan terbang ini akan menyerap tenaga kerja, khususnya nelayan di daerah tersebut. Harga telur ikan terbang dengan harga yang stabil tinggi, dengan
dernikian investasi didaerah ini tetap ada dan semakin rneningkat. Untuk usaha
telur ikan terbang ini tetap lestari maka di samping efektivitas dm efisiensi yang tinggi supaya menguntungkan, maka pexlu juga rnelihat kondisi lingkungan yang
ada.
Produktivitas yang meningkat juga perlu diamati
d m produksi yang
menurun tentang telur ikan terbang juga perlu diamati apakah usaha ini masih
layak dm menjanjikan agar kontinuitas produksi telur dapat terjamin dan konyinu sepanjang musin telur ikan terbang. Lembaga infomasi tentang kasus yang ada dm kondisi tentang habitat ikan terbang serta kondisi fikhing ground perlu dikaji oleh lembaga penelitian dm diinformasikan kepada nelayan tentang kondisi ini, apabila kondisinya telah
membahayakan populasi. Oleh sebab itu kajian sumberdaya ikan terbang setiap periode tertentu perlu dikaji dan dianalisa.
Sub model pengembangan biologi ikan terbang
Biologi &an terbang adalah fenomena dan siklus hidup ikan terbang sejak menjadi telur sampai dengan mati alami. Siklus hidup ikan tersebut mengalami masa kritis yang selalu mengancam kehidupannya, seperti kelangkaan makanan,
kompetisi makanan, predator yang beraneka macam banyaknya , serta kondisi Iingkungan yang tidak sesuai dengan pola dan sifat ikan terbang. Populasi ikan terbang yang kontinu menyebablcan kontinuitas usaha telur ikan terbang. Jika
populasi ikan terbang dapat kontinu maka telur ikan terbang yang diproduksi akan tetap ada sehingga usaha ini masih dapat eksis. Untuk mencapai kondisi tersebut
maka aspek yang akan mengganggu kehidupan ikan terbang ada dua yaitu pertarna aspek lingkungan dan kedua aspek akibat adanya perbuatan manusia itu
sendiri. Aspek pertarna adalah adanya El Rrino atau La Nina, atau adanya Tsunami di habitat dan pemijahan ikan terbang. Kondisi ini muncul, maka akan menyebabkan adanya penwunan popdasi ikm terbang di daerah tersebut. Aspek
kedua adalah adanya campur tangan manusia, yaitu terjadinya tumpahan minyak di daerah pemijahan dan habitat ikan terbang, adanya radiasi akibat percobaan
nukIir, buangan limbah di daerah habitat ikan terbang dan , serta intensifikasi penangkapan teIur dan ikan terbang yang tidak terkendali yang menyebabkan
tidak adanya kesempatan ikan terbang ini berkembang.
Untuk sub model pengembangan Biologi ikan terbang itu adalah sebagai berikut. (Gambar 34 ).
Telur ikan terbang.
Kontinuitas hidup ikan terbang
Kontinuitas produksi TlT
Nelayan ikan terbang.
Kontinuitas usaha TIT
Kontinuitas keseimbangan lingkungan IT
Gambar 34, Sub Model Pengembagan Biologi Ikan terbang.
Biologi ikan terbang ini, akan berkembang apabila dimanfaatkan telur dan ikmnya. Apabila dibandingkan harga ikan terbang dibandingkan dengan harga telumya, maka telur ikan terbang harganya bisa sampai 20 Mi lipat. Oleh
sebab itu untuk penangkapan telur ikan terbang ini terns diupayakan oleh nelayan
ikan terbang. Kendala adalah operasi penangkapannya yang relative lama yaitu satu trip satu bulan. Hal ini dilakukan selstma 6 bulan musim ikan terbang
memijah. menjadi suatu ha1 yang tidak bisa dioperasikan oleh masyarakat lainnya jika tidak memiliki naluri dm jiwa bahari serta jiwa nelayan. Faktor lainnya
adalah jika telur lain dari ikan lain seperti te1ur ikan caviar atau telur lainnya bisa mendominasi dan mengantikan produksi teiur ikan terbang. Jika kedua aspek ini
ti&
terjadi, maka usaha penangkapan blur &an terbang masih akan berlanjut.
Suatu ha1 ymg perlu d i m a h Wwa negara importer telur ikan terbang saat ini
hanya Jepang. Oleh sebab itu pasar ekspor Indonesia tergantung kepada kondisi ekonorni dan politik dari satu negam J i b kondisi negara tersebut mengalami
goncangan dan terJadi konplik politik dengan Jepang, maka ha1 ini akan
berdampak kepada usaha ikan terbang dan dipergrakan juga terhadap usahausaha Iainnya. Oleh sebab itu kajian pengembagan model perikanan ikan terbang
hams melihat fenomena yang tejadi dengan berbagai sektor. Oleh sebab itu kajian pengembangan model perikanan ikan terbang dikaji dari semua sektor yang terj adi yang diandisa secara menyeluruh.
5.7.. ASPEK SOSXAL
PENGEMBANGAN IKAN TERBANG
Aspek tenaga kerja, nelayan di Galesong Utara Takalar
Dari pusat produksi telur h terbang di Sulawesi Selatan dari 6.878
rumah tangga di Kecarnatan Galesong Utara, Takalar, tenaga kerja nelayan sebanyak 2.942 orang (42.8 %) dalah berprofesi sebagai neIayan penuh. Nelayan -penuh ini melakukan kegiatan usaha nelayan penuh sepanjang tahun. yang menjadi nelaym penuh hi te;diri
M&
suwi dan ponggawa hut.Dari Tabel
21 &pat disajikan kondisi pekerjaan masyarakat berdasarkan rumah tmgga
Pedagang yang kebanydw &ah ponggawa darat sebanyak 346 orang (5 %). Pedagang ini status sosial lebih tinggi dari masyarakat
sekitar. Pe&ni dm
kadang-kadangjuga berprofesi sebagai nelayan adalah sebanyak 3 -301 orang atau (48 %) disebut juga sebagai nelayan sambilan.. Lainnya adalah sebagai tukang
kayu atau pembuat kapal dan pembuat rumah serta tukang batu dan lainnya. Pada umumnya rnasyarakat Galesong Utara adalah memiliki jiwa masyarakat pesisir.
Artinya semua penduduk yang hidup di Galesong utara memiliki jiwa kebaharian.
Kegiatan nelayan adalah semua aktivitas yang berkaitan dengan kelautan seperti pembuatan jaring, pembuatan ikan kering dm pinclang, menjemur ikan dan
perbaikan kapal. Nelayan sambilan yaitu terdiri dari hampir semua petani adalah nelaym smbilan. Pada waktu selesai kesawah mereka pada umumnya melakukan usaha penangkapan ikan dengan menangkap ikan disekitarnya dengan berangkat
dalarn satu hari, meldadcan one daysfrrhing. Kegiatan nelayan dapat dikerjakan
oleh semua masyarakrtt galesong utara, Takalar. Saat ini nelayan dan masyarakat juga melakukan kegiatan pemanduan wisata ke pufau-pulau di sekitar Kabupaten
Takdar dengan membawa kapal nelayan yang tidak dioperasikan untuk menangkap ikan. Daerah pextanian disini juga subur dengan sawah yang relatif
luas dengan irigasi teknis. Luas persawahan ,sekitar 2000 ha, dan kondisi ini membuat kecukupan pangan bagi masyarakat sekitar. Usaha perikanan ikan terbang dengan menangkap telur ikan terbang adaIah kegiatan yang relatif sulit,
kalau nelayan yang bekerja pada daerah tersebut tidak memiliki jiwa kebaharian. Usaha penangkapan telur ikan terbang tersebut mernerlukan waktu yang relatif lama clan kesabaran yang cukup tinggi untuk melakukan usaha penangkapan teIur
ikan terbang. Sebab dari seluruh nelayan di Sulawesi Selatan. Nelayan yang berhasil melakukan usaha penangkapan telur ikan terbang adalah nelayan yang
berasal dari Galesong utara. Sedangkan dari tempat lain tidak ada yang berhasil.
Program pengembangan usaha ini di perairan Arafuru Irian Jaya (Papua)juga saat ini juga dilakukan oleh masyamkt yang berasal dari Galesong Utam. Untuk pengembangan SDM dalam pengembangan perikanan tangkap telur ikan terbang dapat dikembangkan di 1 1 d a d habitat ikan terbang di Indonesia, adalah
melihat mehisme kehidupan nelayan telur ikan terbang dari Galesong Utara.
Tenaga kej a di Galesong Utara adalah terserap semua dalam kegiatan nelayan
dan pertanian. P d a h a n yang sering terjadi adalah anak yang berpendidikan yang keluar dari kegiatan utama dari desa tersebut, dan tidak mengembangkan
usaha dari orang tua atau masyaraZcat sekitarnya atau mengembangkannya dengan teknologi yang lebih baik. Misa1n.p mereka yang sekolah dan lulusan SMU dan
telah malas mengkuti jejak orang tuanya, sehingga bukan menjadi nelayan dm tidak terampil lagi melakukan usaha yang dilakukan penduduk setempat. Lulusan perguruan tinggi yang tidak mendidik ketrampilan yang sesuai dengan pengembagan profesi nelayan sudah mulai banyak terjadi saat h i . Generasi muda
yang ti& melakukan usaha seperti orang tuanya juga sudah mulai banyak. Hal
ini menjadi dilemma ddam pengembangan SDM masyarakat nelayan telur ikan terbang. Oleh sebab itu upaya untuk tetap mengembangkan program nilai-nilai kemarithm mash terus dikembangkan oleh masyarakat sekitar, rnisalnya dalam mengikutkan an&-anak mereka dalam kegiatan melaut j i ka tidak waktu sekolah.
Anak banyak yang ikut melakukan perbailcan kapal dan alat tangkap nelayan dan
ikut dalam kegiatan menangkap h. Tempat tinggal nelayan yang dekat dengan laut dan pola kegiatan di fuhing base yang relatif baik sangat menunjang usaha
nelayan. Karena dari rum& dengan fishing base nelayan relatif baik dan jarak
dari tepi pantai, dengan lautan langsung agak dalam dan kondisi gelombang tidak terlalu besar.
Proses neIayan telur ikan terbang, hierarkis jabatan nelayan
Proses menjadi nelayan bagi masyarakat nelayan adalah kegiatan yang huun temurun dan berlaku
sesuai aturan dan tatanan serta kultur masyarakatnya.
Jika seseorang akan menjadi nelayan, maka tahap a d dia akm ikut membantu
terlebih dahulu kepada nelayan senior dm setelah sering mengikuti kegiatan ddam skala kecil, maka barulah diikutkan dalam usaha yarlg berskala utama. Setelah dalam usaha yang berskala utama tersebut adalah kegiatan usaha yang
xsungguhnya dalarn kegiatan usaha penangkapan telur i kan terbang. Setelah itu posisinya dapat menjadi sawi tingkat 1 yaitu ikut melakukan setlirrg dm hauling
alat tangkap serta memasak, atau kegiatan dalam mengoperasikan mesin kapal Setelah beberapa tahun ikut melakukan kegiatan sawi tingkat 1 kemudian naik tingkatannya menjadi sawi tingkat 2. Setelah jadi sawi tingkat 2 dm semua aspek yang terkait d e n p usaha perikanan ikan terbang, seperti melihat kondisi musim,
melihat daerahf~hing, melihat dan mengetahui arah pelayaran dm mengetahui pernasalahan sekecil apapun dalam pelayaran, maka statusnya bisa naik menjadi
ponggawa lauf. Ponggawa taut atau fihing master ini bertangung jawab terhadap operasi penangkapan telur &an terbang, bertangung jawab terhadap
m e h i s m e usaha dan kegiatan yang terjadi dalam kapdperahu Patlorumi selama pelayaran. Setelah cukup lama kegiatan dm umumya telah mencapai 45 tahun,
maka ponggawa taut tersebut akan berhenti melakukan kegiatan penangkapan
telur &an terbang dari laut dan akumulasi modalpun telah m p u l sejak rnenjadi ponggawa laut. Jika usahanya telah berkembang, maka saat itdah nelayan menyatakan menjadi ponggawa darat atau pensiun dari aktivitas melaut..
Fungsi dari ponggawa darat ini hanya mengatur rnanajemen usaha nelayan telur
ikan terbang, melakukan kegiatan perdagangan nya serta usaha Iain dalam memperbaiki perahu dan berusaha dagang. .Menjadi polrgga wa dorat pada umurnnya setelah status sosialnya relatif baik, dm telab memiliki kapallperahu
pattorani dan badah dia berani keluar dari pongawa laut. Ponggawu durut bertanggung jamb terhadap biaya operasi penengkapan telur ikan terbang, bertanggung jawab terhadap kondisi sosid ekonomi keluarga nelayan sawi dan
ponggawa laut yang menjalankan perahunya, bertanggung jawab terhadap m a n
surat-menyurat dan urusan lainnya yang berhubungan dengan usaha penangkapan telur ikan terbang . Sistem ini masih berjalan sesuai aturan dm adat yang berlaku
di daerah Galesong Utara. ( Tabel 22 ) Proses menjadi nelayan dan hirerkis nelayan ikan terbang serta pyaratan yang harus dilakukan. Tenaga kerja yang
diarnbil adalah dari sanak kelwga terdekat, dan tidak akan mengambil dari keluarga yang jauh terlebih dahulu. Dalam mengembangkan usaha perikanan ikan terbang ini juga terkait dengan ada atau tidaknya tenaga kerja yang akan dipekerjakan sebagai sawi. Jika tidak ada maka upaya untuk pengembangan usaha barn sulit, maka tenaga kerja dari kampung tersebut
diadakan. Tingkatan
hierarkies nelayan telur ikan terbang tersebut berlaku sesuai dengan tingkatan pengetahuan dan pengalamamya dalam kegiaatm usaha ini . Sistem pelatihan
nelayan yang berguru sesuai jenjang tugas yang dilakukan mereka sehari-hari, menjadi aspek regenerasi usaha secara tradisionztl. U s h penangkapan teIur ikan
terbang secara turun-temurun ditdarkan dari pendahulunya tanpa meldui
platihan dan pendidikan formal, juga terrnasuk jiwa kebaharian dari neIayan tersebut. Oleh sebab itu semua aspek tentang mekanisme melaut dan usaha
ltlinnya tentang pengetahuitn mencari telur ikan terbang dapat dibuat buku tentang itu sehingga dikemudian hari dapat dipejari d m dipraktekkan oleh generasi yang
akm datang, yang dapat diaplikasikan didaerah lain. Dengan demikian pengembangan usaha penangkapan telur ikan terbang riapat diusahakan di daerah lain oleh nelayan setempat.
Kelembagaan usaha perikanan ikan terba~g
Kelembagaan Usaha Perikanan ikan terbang yaitu terdiri dari
kelembagaan berupa unit-unit kecil dari pengusaha kecil dm unit usaha dari pengusaha besar dengan eksportir khusus yang dikelola secara terpisah oleh masing pengusaha kecil. Kelembagaan formal berupa Koperasi Mina belurn ada, namun cikal bakal usaha Koperasi pernah dibuat, m u r wujud ~ kegiatannya tidak
pemah terujud secara spesifik. Pola pemerintahan seperti kepada desa masih berperanan, karena jika a& nelayan ikan terbang yang ingin menangkap ikan ke
frshing ground, maka mereka h m melaporkan keberangkatanya ke kepala desa
setempat. Apabila dijelaskan mekanisme kelembagaan usaha ikan terbang dm keterkaitannya dengan suatu sistem yang terkait dengan usaha ini adalah sebagai
beri kut ( Garnbar 3 5).
Lurah Lob1 Penydia Mesin & Alat tangkap
Dinas Perikanan
Usaha Telur Ikan Terbang Lembaga Perbankan
-
Ket :
Pedagang telut ikan t e h g
Masyarakat Setempat
Garis k e p e m i k i h n .
Datu dm Pemuka adat
= Garis Keterkaitan dan kwrdinasi
Gambar 3 5. Struktur usaha ikan terbang dan yang terkait dengannya
Keterkaitan usaha ikan terbang addah terkait dengan aspek yang berada dilingkungannya. Lurah bertanggung jawab terhadap warganya yang akan
berangkat ke daerah fuhing. Dinas Perikanan bertanggung jawab terhadap program pengembangan nelayan dan surnberdaya ikan, masyarakat setempat
terhadap temga kerja d m juga kernanan serta penyediaan maria melaut serta kmsportasi d m mekanisme lainnya tentang usaha ikan terbang, pedagang
berperan terhadap pernasaran telur ikan t e r h g . Lembaga perbankan bertanggung
jawab terhadap pembiayaan usaha ikan terbang, penyedia sarana dan prasarana
melaut, seperti mesin, bahan bakar, kebutuhan melaut, pemuka adat dan datu
berperan melaksanakan acara adat untuk melaut.
Kebijakan pengembangan ikan terbang
Pengembangan ikan terbang terkait dengan beberapa aspek antara lain: (1 ) Aspek penangkapan.(2) Aspek Pemasaran. (3) Aspek Lingkungan. (4) Aspek
Sosial, Efisiensi dan Teknologi masyarakat nelayan. Secara umum digambarkan pada Gambar 36 berikut ini.
I Sosia1,efisiensi &tek-nologi usaha ikan terbang
Penangkapan Telur lkan Terbang
ikanltelur ikan terbang
, Prasarana Telur ikan Terbang
ikadtelur ikan terbang
Gambar 36. Pola Pengembangan Telur Ikan Terbang.
Empat sektor yang terkait dengan usaha telur dm ikan terbang tersebut
dikaji secara berkala, tentang produksi secara berkelanjutan dan dikaji aspek yang inempengaruhi program pengembangannya dan seterusnya ditindak lanjuti
penangannya dengan baik
Sistem sosial dalam pengembangan ikan terbang
Sistern sosial pengembangan ikan terbang dipengaruhi oleh tingkat efisiensi efektivitas serta tingkat teknologi yang dikembangkan oleh nelayan ikan terbang terseb*. Modelnya disajikan paga Garnbar 37 berikut ini .
Pendapatan Asli Daerah terpenuhi
Pembinaan Masyarakat Terpenuhi
Prasarana Usaha
Kontinuitas usaha telur ikan
Terpenuhi
terbang baik
dengn lembaga ekonomi baik
penmintah terjalin baik
Huburigan dgn pemuka adat ,agama baik
Strukaa sosial nelayan TIT baik
Gamba-37. .Sistem Sosial Pengembangan lkan terbang
Sistem yang dijelaskan diatas adalah sub model dalam satu sistem
pengembangan perikanan telur ikan terbang. Inti pokoknya adalah dua aspek yaitu kesejahteraan nelayan tejadi serta peningkatan dan keseimbangan lingkungan dapat terjadi.
Ekonomi ikan dan telur ikan terbang
Perkembangan Barga
Ekspor Jepang meningkat secara gradual, nilai ekspor tahun 1972 -2001. -
Tabel 54. Perkernbangan harga telur ikan terbang ekspor dari Suiawesi Selatan
Produksi telur ikan telah ada sejak tahun 1968, narnun ekspor baru ada sejak tahun 1972. Ekspor tersebut ditujukan ke negara Jepang. Harga ekspor
pertama telur ikan terbang dinilai dengan 4,8 $ US per kg, sedangkan saat ini
harga ekspor komoditas telur ikan terbang saat ini sebesar 15 $ US per kg. Harga telur ikan terbang berfluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 1993 harga telur ikan terbang per kg nya mencapai 17 $ US, sedangkan tahun 1979 mencapai harga
tertinggi yaitu sebesar 34,s $ US per kg. Harga yang agak stabil dengan nilai tukar dollar terjadi beberapa tahun terakhir ini yaitu sejak tahun 1998 s/d 2001
ini. Tahun 2002 ini lagi kabamya agak miningkat lagi dalam nilai tukar dollar US.
Oleh sebab itu fluktuasi harga ini dipengaruhi oleh berbagai faktor di Jepang,
yaitu ketepatan kondisi ekonomi yang membak, dan nilai tukar Yen Jepang juga mernbaik, Oleh sebab itu fluktuasi harga berpengaruh terhadap kondisi usaha perilcanan telur ikan terbang di Sulawesi Selatan. Perbedaan harga telur ikan terbang di Jepang dengan harga yang diterima oleh pengusaha telur ikan terbang
addah sekitar
< 1 0 $ US setiap kg nya. Perbedaan harga ini disebabkan margin
yang diterima dan biaya pengolahan dan pengangkutan oleh pedagang dan pengusaha lainnya. Fuktusi perkembangan harga telur ikan terbang disajikan pada grafik G
w 38 berikut ini.
Fluktuasi Harga Telur Ikan Terbang ,.
.
A
T H a r g a TIT -
I
.+...
-1
-
3
.
>
-
.
-
5
7
, -; -",-, 1 1 1 3 1 5 1 7 1 9 21 2 3 2 5 2 7 2 9 ?
9
-1
Tahun Produksi
Gambar 38. Perkembangan harga ekspor telur ikan terbang ke Jepang
TabeI 54 dilihat bahwa harga tertinggi dalm $ US diperoleh pada tahun I979 yaitu sebesar 34.74 $ US. Harga terendah terjadi pada awal ekspor yaitu
tahun 1972 sebesar 4.77 $ US dan tahun tahun 1974 sebesar 5.96 $ US. Sejak ekspor dilakukan, bahwa posisi ekspor dengan harga yang relatif stabil. Sejak tahun 1996 sampai saat ini fluktuasi harga relatif stabil sekitar 15 $ US setiap kg.
Margin yang diterima oleh setiap pelaku bisnis telur ikan terbang adalah :(I) Pedagang lokal. (2) Pedagang eksportir. (3) Pedagang di negara importir. (4)
pedagang eccran di kedai Sake Jepang. Konsumen membeli dengan harga sekitar 25 $
US per kg nya di pasaran Jepang. Dari pasaran Indonesia tidak dikenakan
tarif dari ekspor tersebut.
Pendapatan dari ekspor juga berfluktuasi. Fluktuasi pendapatan sejak ekspor ke Jepang tahun 1972 sampai saat ini disajikan pada Garnbar 3 9 berikut ,
Total Pendapatan telur ikan terbang
.
-
8
m
u ....#.
b
-,
+Pendapatan -,
m
=
g
$
S
z
Tahun Produksi
&
z
Nr#
lc N
m
N
Saat
ini tarif ekspor telur ikan terbang tidak ada. Hal ini bertujuan untuk
memperoleh nilai tambah bagi nelayan ikan terbang. Apabila margin sebesar 10 $ US yang berlaku dalam tataniaga telur ikan terbang tersebut maka margin tataniaga yang diperoleh oleh setiap pelaku usaha telur ikan terbang tersebut
adalah sebagai berikut (Tabel 55) bcrikut.
Tabe155. Margin yang diperoleh setiap pengusaha telur ikan terbang.
Ket: 1 S US = Rp. 10.000,-
Persentase Margin kotor yang diperoleh oleh pengusaha tersebut belurn merupakan pendapatan bersih dari usaha mereka. Mereka masih hams
rnengeluarkan biaya yang relatif besar unhk mengenddikan usaha tersebut,
seperti ongkos pengangkutan, ongkos pengolahan, biaya packaging dan biaya lainnya yang j d a h n y a tergantung efisiensi dari usaha tersebut. Kita lihat perolehan (margin bersih) usaha dari pengusaha telur ikan terbang dari pedagang
lokal. Pedagang lokal ini pada umumnya adalah ponggawa darat dan tidak terlalu memperhitungkan margin yang diperoleh dari kegiatan tersebut. Usaha tersebut asal telah impas bayarannya dengan yang bekerja dalam sistem perdagangannya.
Margin bersih y m g diperoleh pedagang lokal dari setiap kilogram telur ikan terbang sebagai berikut (Tabel 56).
Takl 56. Margin yang diperoleh pedagang lokaI (Makassar) Keglatan Pedagang tokal
I
Biaya
I% dari 1
Ongkos karung (wadah)lkg Rp 25 Ongkos penjemuran ulang /kg Rp 50 Transaksi RD 25 Rp 9875 0.9875 Profit pedagang lokal 5 Rp 10.000,1.00 Total Margin Pedagang lokai 6 Sumber :Survey lapangan 1999~000,2001,2002(Diolab 2002)
Biaya operasi dari setiap kilogram telur ikan terbang tersebut relatif
rendah, dan ongkos semua operasional cost juga relatif rendah. Pada umumnya
sebagai pedagang lokal adalah orang-orang bekas nelayan telur ikan terbang atau disebut sebagai Punggawa dnmt.
Margin secara detail yang diperoleh masingmasing pelaku usaha telur ikan terbang relatif sdit, seperti dari pengusaha eksportir di Makassar dan importir di Jepang serta usaha retailer di Jepang. Namun total margin yang mereka peroleh secara umum telah disajikan pada Tabel 55 .
Perkembangan Total Penerimaan, dari usaha telur i b n terbang.
Total biaya M a r - setiap operasi penangkapan telur ikan terbang sekitar
Rp.5.175.000 setiap tripnya. Sehingga dalam usaha ini dapat dijelaskan tentang total penerimaan dm total biaya usaha telur ikan terbang. Model biosconomic pengelolaan usaha telur ikan terbang pada Gambar 18 mash dalam grafik menaik, dari data Tabel 57 berikut ini dapat menjelaskan fenomena model tersebut. .
Tabel 57. Total Penerimaan dan Total Biaya dalam usaha telur ikan terbang
No
Tahun
TR $ US (1000)
1
1972
553.797
TC ~ i o e c o TR Riel( $ US 1000) 341.55
485.487
Gambar 40. Total Penerimaan dari usaha telur ikan terbang
Data Tabel 57 tersebut diatas dapat disajikan Fluktuasi Grafik pada
Gambar 40 . Penerimaan dari usaha hi ada kecenderungan meningkat, tempi masih berfluktuasi setiap tahunnya. Ukuran menurut Gambar 18 dengan Total Cost Iebih besar dm kurva TR masih jauh, jadi usaha telw ikan terbang ini masih
layak diusahakan dan terancamnyanya ikan terbang ini dari over f ~ ing h belum tercapai
Perkembangan Total biaya usaha teIur ikan terbang di Sulawesi Selatan
Total biaya usaha telur ikan terbang masih sebanding dengan penerimaan usaha telur ikan terbang ini. Usaha masih layak, karena apabila diperhitungkan dengan biaya-biaya seperti penyusutan dm sebagainya masih dapat dijangkau.
Jadi biaya dengan penerimaan masih diatas BEP. Dari Gambar 41 disajikan perkembangan total biaya dalam usaha telur ikan terbang yang didasarkan dati perhitungan tahun 2001 adalah sebagai berikut.
Perkembangan Tahun
Garnbar 41. Perkernbangan Total Biaya usaha telur ikan terbang
PRODUKSI OPTIMAL TELUR IKAN TERBANG
Pola produksi telur ikan terbmg dari empat fdctor produksi, yaitu tenaga
keja,alat tangkap bale-bale , lama peremdaman alat tangkap balebale, tenaga kerja dan populasi ikan terbang.. Dari dua fator tersebut hanya dua faktor yang
krpengaruh terhadap produksi hasil tangkapan telur i h terbang yaitu tenaga kerja dan populasi ikan terbang dengan rumus berikut ini Q = x ~ - ' ~ ~ . E . ~ . ~ ~
Dengan demikian hasil produks dibuat dalam empat tingkatan, tingkatan pertama, kedua, ketiga dan keempat Dari tingkatan-tingkatan tersebut dari. tingkatan pertarna sejak awal produksi dengan peningkatan tenaga kerja maka pnurunan produksi agak landai. Pada tingkatan kdua penurunan agak curam,
dari peningkatan pertama. Ketiga dm keempat bertambah curam peningkatan
produksinya.
Secara umum
lebih baik ddam bentuk elastitas j d a h dari ikztn terbang (telur
ikan terbang) terhadap tenaga kerja yang diserap ddam usaha penangkapan telur ikan terbang.
Elastisitas produksi tersebut semakin tinggi maka elastisitas permintaan
makin tinggi, yang menunjukkan bahwa semakin naik permintaan maka penurunan tecaga kerja terjadi. Kategori tersebut dapat dijelaskan pada Gambar
42 berikut.
Gambar 42
Kurva Produksi Telur lkan Terbang di Sulawesi Selatan
Dengan alat Bale-bale 99 % lebih pakkaja <1 % Operasi seri dan paralel40~1000 dengan 1000 unit kapal o Satu trip sahl bulano Produksi optimal Q=x~'" E+- d e n p peningkatan pduksi telur ikan terbang terjadi penurunan tenaga kerja o Se#lng alat sekitar pukul 12.00-18.00 offauling pagi esoknya,~ Penangkapan sebanyak 7 trip 1 sampai 7 sebyanyak 10 % Agustus dan September beroperasi penuh
Biologi i h n terbango Pelagophh & Philophils o Fishing ground dekat dengan up welling o Habitat 1 I lokasi o Ada 19 spesies dm 6 spesies di selat Makassar & h u t Flores o llcan terbang single kohort dengan sikIus hidup selama 18 bulan o Mernijah pada suhu 30'-36.5' posisi 1 17'- 1 19' BT dan 1'6" LS di Selat Makassar11 7' 121 BT& 6 ~ 8 Laut 0 Flores dan pH 7,99,60 Tipe pemijahan Type B memijah setahun sekali
-
n Sosial Budaya ikaa terbang o
1 Merupakan jiwa pelaut o Bagi I
I hasil usaha
60 % Pongawa
darat 30 % Pongawa Laut dan
Sawi o Tenaga kerja
I
I
Ekonomi I h n terbang o Produksi telur ikan terbang selama 34 tahun berkisar 3,s-504,7 ton o Biaya satu unit kapal pattorani Rp 27 juta oBiaya satu trip Rp 1.035 juta o Biaya penyasutan Rp 4,6 -6,l juta o Prafit Rp 9,s-11,s juta o Efisiensi kapd 40 % o BEP Rp 176juta atau setara 1890 kg dengan hxga Rp I50 ribWkg o NPC 4 . 2 o EPC g.7. o CPUE = 8,4 dd 97.65 o Model produksi telur ikan lrbang Q =B X T E o Basilnya yaitu Q = x'.'" E o Elastisita semakin produksi tinggi maka semakin berkurang tenaga kerja o WCA berjalan sesuai rencana
w
Gambar. 43 Korprasi sitem hasil penelitian pengembangan teiur ikan terbang