4.5. SANGEANGAPI, Nusa Tenggara Timur
G. Sangeangapi (Pulau gunungapi) dilihat dari Pos PGA di Desa Sangeang Tawali
KETERANGAN UMUM Nama Gunungapi
:
G. Sangeang Api
Nama Lain
:
Sangeang, Gunungapi dekat Bima
Nama Kawah
:
Kawah utama : Kawah Solo (Doro Undo), kawah Oi atau kawah Berano (Doro Api atau Karubu) dan Doro Mantoi Kawah tambahan : Parasit Dewa Mboko pada pelana, Doro Ego (Kusumadinata, 1967) anak Dewa Toi di lereng selatan Doro Mantoi.
Lokasi Geografis
:
08’11' LS dan 119o03,5’ BT (Atlas Trop Nederi, 1939,
:
lembar 27).
:
Secara administrasi terletak di Kecamatan Wera Timur, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat
Ketinggian
:
dml : Doro Api, + 1949m (Atlas Trop.Nederi), Doro Mantoi, + 1795 m dml (Kuenen, p.291)
Kota Terdekat
:
Wera Timur dengan nama kota Bima
Tipe Gunungapi
:
Strato kembar
Pos Pengamatan
Desa Sangeang Tawali, Kec. Wera Timur, Kab. Bima, 84153
Gunungapi
NTB Posis Geografi : 08o 17’ 52,02” LS dan 118o 56’ 08,04” BT, ketinggian 70 m dml
PENDAHULUAN Cara Pencapaian Pendakian pada umumnya adalah dari kampung Toroponda, dari Sori buntu lewat padang alang – alang yang landai, hingga di Lare di Sori Belanda (Sungai kecil dan kering). Satu jam kemudian berturut – turut di capai Luna (lapangan lama) dan setelah itu Watu Pela Ma Awa (Batu Ceper Bawah). Jalannya kemudian menghilang dan sedikit naik memasuki semak belukar, hingga satu jam kemudian dicapai Watu Pela Ma EA (Batu ceper atas), Sebuah padang alang – alang pada ketinggian 580 M. Setelah itu dicapai Kampo Kara dan Mamba Karana, kemudian memotong ke utara lewat lahar lama yang sudah lepas – lepas dan mesuk Mamba Mengi (990M), sebuah undak yang rapat di tumbuhi pohon hutan. Pendakian kini mulai langsung lurus menuju Dewa Mboko, pelana antara Doro Api dan Doro Mantoi. Jalan sudah tidak dapat di lihat lagi dan hanya di tandai di sana sini oleh bekas rintisan jalan, dari orang yang mendaki sebelumnya. Tanpa kesukaran yang berarti sampailah pada lereng yang terbuka, ialah Mamba Kawangge. Kemudian mengikuti aliran lava lama dari kawah Dewa Mboko, yang terbuka ke jurusan sini bagaikan sepatu kuda hingga di pelana antara Doro Mantoi dan Doro Api. Pendakian dari pelan yang luas ini ke puncak Doro Api maupun Doro Mantoi memakan waktu lk Satu jam. Jalan setapak yang sesungguhnya tidak ada dan dapat di pilih sendiri.
Demografi Kependudukan di kawasan ini sejak tahun 1985 telah di kosongkan yaitu di transmigrasikan ke Sangeang darat (Kecamatan Wera). Transmigrasi pertama setelah letusan tahun 1953 dan sisanya setelah letusan tahun 1985 sebanyak 263 kk, dengan diberi lahan 1 Ha/kk. Namun keadaan sekarang lahan yang di tinggalkan sudah dijadikan tempat ladang dengan membuat rumah sementara ( Salaya ) terutama pada bulan musim tanam ( Agustus – November ) dan musim panen (Maret – April). Penghuni musiman tersebut berasal dari penduduk asli yang ia tinggalkan sejak tahun 1953 dan 1985 yang secara umum terakumulasi di Toroponda sebanyak 53 kk, Danggo 25 kk dan kampung Sangeng 45 kk. Penduduk yang menempati salaya (Rumah sementara ) yang termasuk kawasan rawan III terdapat Joro Sangeang yang di huni sekitar 45 kk. Penggunaan lahan di kawasan rawan ini merupakan kawasan hutan lindung dan kawasan hutan cagar alam dengan jenis lahan berupa hutan heterogen, alang – alang dan
sebagian ladang penduduk. Mata pencaharian selain bertani adalah berlayar ( Jasa Transportasi antar pulau ) dan berdagang.
Inventarisasi Sumberdaya Gunungapi Umumnya di daerah G. Sangeang Api mempunyai sumber dayanya adalah pasir, batu, sirtu, sangat melmpah, yang di pergunakan oleh penduduk setempat sebagai bahan bangunan. Umumnya tanahnya sangat subur dan merupakan daerah penghasil sayur mayur dan buah – buahan
Wisata Pulau Sangeang Kawasan ini selain berpotensi dikembangkan menjadi wisata alam pegunungan juga bias dikembangkan sebagai kawasan wisata pantai. Keindahan pemandangan pantai yang alamiah juga ditunjang adanya sumber mata air panas di Oi Pana Manangga dan mata air panas Oi Kalo yang bersuhu antara 36 derajat sampai 39 derajat celcius. Juga pantai di kawasan ini merupakan jalur transportasi Mataram – P Komodo (Flores) dan sebagai tempat singgah untuk mengisi bahan bakar. Akan tetapi lingkungan di sekitar pantai terutama karang – karang laut telah mengalami kerusakan akibat penangkapan ikan disekitar pantai dengan menggunakan bahan peledak.
SEJARAH LETUSAN 1512
Keterangan lebih lanjut tidak ada. Neumann van Padang (1951), hanya menulis, bahwa letusannya merupakan esplosi normal dan terjadi di salah satu atau kedua kawah pusatnya.
1715
Juga tidak ada keterangan lebih lanjut, rupa-rupanya serupa dengan yang terjadi dalam 1512.
1821
Terjadi dalam Maret. Reinwardt menyaksikan pada 23 Maret selama perlawatannya ke Indonesia bagian timur. Letusannya serupa dengan yang sebelumnya.
1860
Reiche melaporkan letusan sejak 11 September, kegiatannya berlangsung pula dari kawah puncak, terus menerus dengan hebatnya, dan baru berkurang setelah 1k satu bulan.
1911
Pannekoek van Rheden (1911, p. 219) menulis, di permulaan 1911 keluar asap dari puncaknya yang tertinggi. Pada 8 Pebruari di Bima terasa gempa bumi dan pada 13 Pebruari hembusan asap di puncaknya. Menurut penduduk setempat, pinggir kawah sebelah utara telah terbelah disebabkan gempa bumi 8 Pebruari. Menurut Ehrat (1929) lava telah mengalir mengikuti Sori Oi dan berhenti pada jarak 1k 2,25 km sebelum laut. 6 3 Kusumadinata (1965) menaksir jumlah bahan yang dikeluarkan waktu itu adalah 10 m 23 hingga Energi Kalor yang dilepaskan adalah 2,9. 10 . Kebesaran Letusan 7,79 dan Kesetaraan Bom Atom 34,4.
1912
Neuman van Padang (1951) juga mencantumkan letusan esplosiva normal dari kawah pusat
dalam April. 1927
Keterangan lebih lanjut tidak ada. Hanyalah dapat dikatakan, bahwa terjadi esplosi normal di dalam kawah utamanya.
1953
Kegiatan dimulai pada 19 Maret. Lavapun mengalir di bagian barat kawah Doro Api. Musim hujan berikutnya menyebabkan lahar yang 3 buah sungai Sori Oi dan Mengada menyaris kampung Joro Sangeang, lebar lahar di pantai adalah 1k 2 km, Sori Miro dan sebuah sungai lain sebelah timur, merupakan aliran kecil saja. Menurut Dalu Djamaludin, asap bergumpal – gumpal mengikuti mengikuti Sori Oi hingga di laut. Hadikusumo (1955) menyebut – nyebut adanya lidah lava 1953.
1964-19651967
Kusumadinata (1967, p.20-31) yang melakukan penelitian ke pulau Sangeang dalam 1964, 1965 dan 1967 merekonstruksikan kegiatan di Doro Api sebagai berikut : 1. Tanda pendahuluan Dinyatakan dengan terasanya gempa bumi ringan di Teluk Nangakanda, Wera, pada 28 Oktober 1964 1k 14 dan kemudian pukul 20. 2. Permulaan Letusan Terjadi esok harinya pada 29 Januari. Pada pukul 9 tampak asap berwarna kelabu kehitamhitaman mengepul, dari puncaknya mulai keluar api disertai suara gemuruh. Gejala tersebut berlangsung terus menerus disertai oleh dentuman selama 1k 4 jam dan meningkat 30 – 31 Januari 1964. 3. Aliran lava Malam hari 3 – 4 Pebruari lava mulai kelihatan mengalir dari Kawah 1953 dan tampak di malam hari sebagai semburan api. Lelerannya relatif kecil saja di atas lava 1911, di pinggir barat daya. Lava tersebut kemudian bercabang dua, dipisahkan oleh Doro Monggo dan mengalir ke dalam jurang Manggada. Gejala tersebut berlangsung selama 3 bulan. Kemudian pada malam hari leleran merah pijar membara itu hilang. Pada hakekatnya lava masih tetap keluar, tetapi karena kini rupanya tebing selatan barat daya sudah terisi tinggi, maka arahnya berubah ke jurusan timur laut, pinggir kawah paling rendah waktu itu, dan mengalir mengisi hulu Sori Berano. Hingga akhir 1965 lava ini masih mengalir, sedang ujungnya telah sampai pada garis ketinggian lk. 800 m di Mamba Mila. Fase Terakhir Setelah itu letusan masih terus menerus terjadi, tetapi lemah dan bahan semburannya hanya berjatuhan disekitar kawah, menimbulkan satu kubah dari bahan lepas di atas tumpukan lava baru. Bahan yang Dikeluarkan Jumlah laga yang dikeluarkan selama kegiatan ini menurut Wikarta Dipura (Kusumadinata, 3 1967) ditaksir sebanyak 2.534.312,5 m ) Berdasarkan jumlah ini (jumlah bahan lepas diabaikan), energi kalor yang dilepaskannya 22 adalah 7,2. 10. erg, kebesaran letusan 7,41 dan kesetaraan Bom Atom 8,6.
1985 -1987
Letusan dimulai 30 Juli 1985 hingga Agustus 1985. Letusan abu disertai suara gemuruh mengeluarkan asap tebal dengan tekanan gas kuat dengan ketinggian 800 m di atas puncak.
1997 - 1999
Letusan pert)ama terjadi pada 24 Januari 1997, pukul 12:40 WITA mengeluarkan abu letusan setingggi 1000 m di atas puncak, kemudian hari-hari berikutnya ketinggian abu letusan antara 300 – 1000 m di atas puncak. Sebaran abu letusan mencapai Doropeti, Wera dan Bima (tebal endapan abu lk. 0,2 mm). Sinar api mulai teramati sejak tanggal 26 Januari 1997 sampai dengan 16 Februari 1997. Disamping letusan abu juga disertai erupsi efusif berupa pembentukan kubah lava dan guguran-guguran material pijar. Kegiatan letusan berakhir tahun 1999 dengan waktu istirahat beberapa hari - bulan
2009
Peningkatan kegiatan seismimisitas.
Karakter Letusan Karakter letusan G. Sangeangapi bersifat eksplosif dan ada juga yang bersifat eksplosif dan efusif.
Sedngkan periode letusan terpanjang terpanjang tercatat lk. 200 tahun, sedangkan periode letusan terpendek tercatat lk. 1 tahun.
GEOLOGI Geomorfologi Morfologi gunungapi sangeangapi dibagi dalam 5 satuan morfologi yaitu : -
Satuan morfologi kaki
-
Satuan morfologi tubuh sangeangapi
-
Satuan morfologi tubuh doroapi
-
Satuan morfologi tubuh Doromantoi
-
Satuan morfologi puncak dan kawah
Stratigrafi Stratigrafi gunungapi G. Sangeangapi disusun oleh endapan hasil erupsi gunungapi dalam 6 periode kegiatan, berturut – turut sumber erupsi dari tua ke muda adalah sebagai berikut : -
Sangeangapi
-
Doroapi
-
Doro Mantoi
-
Doro Ego
-
Doro Mboko
-
Doro Api
Endapan hasil erupsi terdiri dari : -
25 lava
-
11 aliran Piroklastik
-
2 jatuhan Piroklastik
-
1 guguran lava
-
5 lahar dan alluvial
Struktur Geologi Struktur geologi yang berkembang pada daerah ini, ada 2 buah sesar turun, yang berarah barat timur dengan pergerakan blok selatan relatif turun terhadap blok utara, yaitu : Sesar turun Sangeangapi dan Doro Api. Sesar turun Sangeong Api memisahkan periode erupsi Sangeangapi dengan Doro Api. Sesar turun Doro api memisahkan periode erupsi Doro Api dengan Doro Mantoi.
GEOKIMIA Di sekeliling G. Sangeang Api terdapat 2 buah mata air panas yaitu MAP. Klaktemango, MAP. Oi Kalo dan 1 buah mata air dingin Oi Peto Pengambilan dan pemeriksaan air dilakukan yang berada diperoleh. Hasil pemeriksaan air di tempat tersebut dapat dilihat pada table di bawah ini. Hasil Pemeriksaan Air Panas/Dingin Dilapangan, bulan September 2008
NO
LOKASI
POSISI GEOGRAFIS
SUHU AIR o ( C)
pH Lapangan
DESKRIPSI
36.7
7.07
Air jernih, berasa asin, muncul disisi Selatan G. Sangeangapi
o
N 08 14’39.8’’ o E 119 65’32.9’’ H8m
1
MAP. Klaktemango
2
N 08 08’27.6’’ o MAP. OI KALO E 119 01’55.8’ H6m
3
MAD. OI PETO
o
71.8
6.85
o
N 08 07’55.4’’ o E 119 04’20.4’ H7m
Dari data hasil analisis segitiga
27
persentase Mg
Air jernih, tidak berasa, tidak berbau,muncul disisi Utara G. Sangeang Api, dipakai nelayan untuk memasak, mandi.
di laboratorium dan
Na/1000 - K/100 - Mg 1/2
6.85
Air jernih, berasa asin, berbau H2S tipis, muncul disisi Barat Laut G. Sangeang Api
1/2
dari hasil ploting pada
diagram
terhadap contoh air dingin Oi Peto mempunyai
yang tinggi mencapai 95 % berada pada sudut % √Mg di daerah
Immature Waters Dari Hasil ploting pada diagram segitiga SO4 - HCO3 – Cl- , diperoleh persentase Bikarbonat (HCO3-) = 34%, Klorida (Cl-) 59% dan Sulfat (SO42-) 7%, termasuk kedalam tipe Bikarbonat, sedang munculnya klorida yang tinggi diduga adanya proses pelarutan mineral-mineral dan batuan yang ada didasar danau. Komposisi unsur-unsur kimia menunjukkan bahwa kualitas air di sekitar G. Sangeang Api masih baik karena masih dalam nilai ambang batas yang diperbolehkan Pemenkes thn.1990, sehingga dapat dipakai oleh masyarakat setempat, untuk pertanian, untuk peternakan, untuk perikanan. Dari hasil ploting pada diagram segitiga Na/1000 - K/100 - Mg1/2 terhadap contoh air panas Klatemango dan Oi Kalo diperoleh persentase Mg 1/2 berkisar 77 - 86% berada di daerah Immature Waters Hal ini mencerminkan bahwa air berasal dari air meteorik. Dari Hasil ploting pada diagram segitiga SO4 - HCO3 - Cl- diperoleh persentase Klorida (Cl) berkisar 63 - 89%, Bikarbonat (HCO3-) berkisar 9 - 20%, dan Sulfat (SO42-) berkisar 2 17%. termasuk kedalam tipe Klorida didaerah Mature Water. Umumnya Air panas ber-pH netral dengan temperatur berkisar 23.8-71.8, kandungan Na dan Cl yang tinggi, HCO3 terdapat dalam konsentrasi yang signifikan, SO4 rendah (< 100 ppm) merupakan indikasi bahwa air tersebut berasal dari reservoir dalam pada kondisi boiling.serta dipengaruhi oleh
batuan dasar sedimen laut. yang berada pada topografi yang lebih rendah. Berdasarkan hasil pengolahan data yang ditampilkan dalam diagram segitiga Cl-SO4-HCO3 (giggenbach, 1988), maka MAP. Klatemongo, Ap. Oi Kalo termasuk kedalam tipe Klorida, dan MAD. Oi Peto termasuk kedalam tipe Bikarbonat. Data analisis kimia air G. Sangeang Api, bulan September, 2008 Unsur
Satuan
MAP. Klaktemango
Ap. Oi Kalo
MAD. Oi Peto
7.07
6.85
7.90
(oC) μmhos/cm
36.7 9520
71.8 4780
23.8 352
+
ppm ppm
1490.04 315.00
763.64 79.00
38.18 16.00
++
ppm
217.11
163.24
22.04
++
Mg +++ Fe
ppm ppm
247.26 0.13
95.98 0.08
12.00 0.00
NH3 HCO3
ppm ppm
0.07 864.31
0.01 133.81
0.01 115.73
Cl = SO4
ppm ppm
2689.13 714.80
1331.25 36.13
202.35 24.46
B
ppm
1.79
2.11
0.00
SiO2
ppm
121.90
111.30
41.00
pH Temp. DHL Na + K Ca
-
Hasil Pengukuran Gas pada Solfatara Oi Kalo GAS SO2 H2S CO2 CO CH4
OI KALO 0 0 0 0 0 2-
Ambang Normal Di Udara Bebas 2 ppm 10 ppm 0.5 % vol 30 ppm 10 % LEL
-
1/2
Kandungan Relatif Cl-SO4 -HCO3 dan Na/1000-K/100- Mg dari air panas/dingin di daerah G. Sangeang Api, September, 2008 % KATION
LOKASI MAP. Klatemango Ap. Oi Kalo MAD. Oi Peto
Na/1000
K/100
7 7 1
16 7 4
% ANION Mg
1/2
77 86 95
-
-
2-
Cl
HCO3
SO4
63 89 59
20 9 34
17 2 7
MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Sistem Pemantauan Kegiatan G. Sangeangapi dipantau secara menerus baik secara visual dan kegempaan dari pos Pos Pengamatan G. Sangeang Api berada di Desa Sangeang Tawali, Kec. Wera Timur, Kab. Bima.
Visual Pengamatan visual dan cuaca yang meliputi: kenampakan gunung, warna dan tinggi asap, tekanan gas, sinar api, suhu udara, keadaan cuaca, kelembaban udara, tekanan udara, curah hujan, angin.
Kegempaan Seismometer penerima gempa dengan sistem radio telemetri dipasang di sebelah barat puncak G. Sangeangapi pada posisi geografi 08o 13’ 12,72” LS dan 119o 01’ 23,22” BT, ketinggian lk. 247 m dml. Sinyal gempa ditransmisikan dengan sistim radio pancar (RTS) ke Pos Pengamatan dan direkam dengan perekam gempa model MEQ 800.
KAWASAN RAWAN BENCANA G. Sangeang Api adalah gunungapi yang jarang meletus dengan daerah yang berpotensi terlanda produk erupsi selain daerah puncak/kawah, adalah sektor selatan, baratdaya dan barat. Tingkat kerawanan bencananya dibagi menjadi tiga tingkatan secara berurutan dari kerawanan tertinggi ke tingkat kerawanan terendah, adalah: Kawasan Rawan Bencana III, Kawasan Rawan Bencana II, dan Kawasan Rawan Bencana I.
Kawasan Rawan Bencana III Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang sangat berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, material lontaran batu pijar, guguran lava, hujan abu lebat dan atau gas beracun. Penarikan batas Kawasan Rawan Bencana III didasarkan pada keadaan topografi/morfologi G. Sangeang Api (terutama di sekitar daerah puncak dan lereng bagian atas), dan didasarkan pada sejarah kegiatan/erupsi masa silam. Kawasan Rawan Bencana III G. Sangeang Api terdiri atas dua bagian, yaitu: a. Kawasan rawan bencana terhadap awan panas, aliran lava, guguran lava dan gas beracun. b. Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat.
Kawasan Rawan Bencana II Kawasan Rawan Bencana II, adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lontaran batu (pijar) dan atau guguran lava, hujan abu lebat dan aliran lahar. Kawasan ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Kawasan rawan bencana terhadap awan panas, aliran lava, guguran lava dan aliran lahar. b. Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran batu (pijar), dan hujan abu lebat.
Kawasan Rawan Bencana I Kawasan Rawan Bencana I, adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar, material jatuhan berupa hujan abu. Apabila erupsinya membesar maka kawasan ini berpotensi terlanda perluasan awan panas dan tertimpa hujan abu lebat serta lontaran batu (pijar). Kawasan Rawan Bencana I ini dibedakan menjadi dua bagian, yakni: a. Kawasan rawan bencana terhadap lahar. b. Kawasan rawan bencana terhadap hujan abu dan kemungkinan material lontaran batu (pijar).
Peta Kawasan Rawan Bencana G. Sangeangapi
DAFTAR PUSTAKA Data Dasar Gunung Api Indonesia 1979, Berita Berkala Vulkanologi Edisi Khusus, Direktorat Vulkanologi. Kusumadinata, K. 1979. Data dasar Gunung Api Indonesia, Direktorat Vulkanologi, Bandung Mulyana A.R., ,dkk, 2008. Peta KRB Gunungapi Sangeangapi, PVMBG, Bandung Rahmat, H dkk. Tahun 1998. Pemantauan / Pengawasan Daerah Bahaya Gunung Api Sangeang Api di Kec. Wera Timur, Kab. Bima NTB. Laporan
11