1
BAB III KERANGKA
BERPIKIR,
KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1
Kerangka Isu
Berpikir
corporate
governance
muncul karena terjadi antara
kepemilikan
pemisahan dengan
pengendalian perusahaan, atau seringkali problem.
dikenal Agency
dengan
istilah
problem
dalam
agency
hubungannya antara pemilik modal dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana yang ditanam tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return.
Mekanisme
corporate
governance
diperlukan
untuk
mengurangi
permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer. Beberapa konsep tentang corporate governance antara lain yang dikemukakan oleh Shleifer and Vishny (1997) dalam Hastuti (2005) menyatakan corporate governance berkaitan dengan cara atau
mekanisme untuk meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh return yang sesuai dengan investasi yang telah ditanam. Komposisi gender dewan direksi dan keberadaan komite audit merupakan mekanisme dari corporate governance. Gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di masyarakat. Perbedaaan yang mendasarkan adalah dalam pengambilan
keputusan akuntansi. Pengambilan keputusan akuntansi terkait dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (Generally Accepted Accounting Principles) memberikan fleksibilitas bagi manajemen dalam menentukan metoda maupun estimasi akuntansi yang konservatif atau agresif. Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memonitor proses pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan (KNKG, 2006). Tugas komite audit meliputi menelaah kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan termasuk prinsip konservatisma. Kerangka berpikir atau skema dalam riset ini dapat disajikan pada Gambar 3.1 sebagai berikut : MASALAH PENELITIAN CORPORATE GOVERNANCE KONSERVATISMA AKUNTANSI • PROPORSI GENDER DEWAN DIREKSI •
KOMITE AUDIT PERATURAN BAPEPAM AGEN AGENCY THEORY
2
3
PRINCIPAL AGENCY PROBLEM .
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir 3.2
Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian
disusun konsep yang menjelaskan hubungan antarvariabel dalam penelitian ini. Konsep penelitian ini merupakan hubungan logis dari landasan teori dan kajian empiris yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Konsep tersebut dapat disajikan dalam Gambar 3.2 berikut. Konservatisma Akuntansi Kajian Teoritis • Teori Keagenan Kajian Empiris
• • • • •
Carter et al., (2003) Carter et al., (2007) Bill et al., (2009) Chung dan Monroe (2001) Meyer dan Levy (1986) Gender Komite Audit
Kajian Teoritis • Teori Keagenan Kajian Empiris • Wardhani (2008) • Krishnan dan Visuanathan (2006) • Suaryana (2005) • Mc Mullen (1996) H1 H2
4
5
Gambar 3.2 Konsep Penelitian Gambar 3.2 menunjukkan landasan teori dan kajian empiris yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis penelitian. Teori keagenan yang menjelaskan hubungan kontraktual antara agen dan prinsipal dijadikan dasar pengajuan hipotesis pertama dan kedua. Kajian empiris dari hipotesis pertama didasarkan pada penelitian Carter et al., (2003), Carter et al., (2007), Bill et al., (2009), Chung dan Monroe (2001), Meyer dan Levy (1986). Kajian empiris dari hipotesis kedua didasarkan
Wardhani (2008), Krishnan dan Visuanathan (2006) dan Suaryana (2005), Mc Mullen (1996) 3.3
Hipotesis Penelitian
3.3.1 Gender dengan Konservatisma Akuntansi Pengambilan keputusan akuntansi terkait prinsip konservatisma harus didukung oleh informasi yang memadai. Kaum pria dalam pengolahan informasi tersebut biasanya tidak menggunakan seluruh informasi yang tersedia sehingga keputusan yang diambil kurang komprehensif. Berbeda dengan wanita yang dalam mengolah informasi cenderung lebih teliti dengan menggunakan informasi yang lebih lengkap dan mengevaluasi kembali informasi tersebut dan tidak gampang menyerah (Meyer dan Levy, 1986).
Masih sedikitnya wanita yang ditempatkan di posisi puncak disebabkan oleh adanya pandangan yang berbeda tentang penyebab kesuksesan yang diraih pria dan wanita. Kesuksesan pria dianggap karena kemampuan yang tinggi (dalam hal talenta atau kecerdasan) sedangkan kesuksesan wanita dianggap lebih disebabkan oleh faktor keberuntungan (Deaux dan Ernswiller dalam Crawford 2006). Hal ini menyebabkan proporsi wanita dalam jabatan yang penting masih sedikit, karena dianggap kemampuan pria lebih tinggi daripada wanita. Namun di sisi lain, wanita memiliki sikap kehati-hatian yang sangat tinggi, cenderung menghindari risiko, dan lebih teliti dibandingkan pria. Hal tersebut berkaitan dengan prinsip akuntansi konservatif. Basu (1997) menyatakan bahwa Konservatisma dapat didefinisikan sebagai tendensi yang dimiliki oleh seorang akuntan yang mensyaratkan tingkat verifikasi yang lebih tinggi untuk mengakui laba dibandingkan mengakui rugi. Bill et al., (2009) menguji pengaruh gender pada pengambilan keputusan pelaporan keuangan dalam konteks konservatisma akuntansi. Hasil penelitian membuktikan bahwa CFO perempuan cenderung melaporkan laporan keuangan perusahaan lebih konservatif, Ini menunjukkan bahwa perempuan lebih hati-hati secara signifikan dalam mengakui laba dibandingkan rugi daripada laki-laki. Penelitian Carter et al., (2002) membuktikan bahwa perusahaan yang memiliki dua orang atau lebih wanita dalam anggota dewan, memiliki nilai perusahaan (yang diproksikan dengan rasio Tobin’s Q) lebih tinggi daripada perusahaan dengan jumlah wanita dalam anggota dewan kurang dari dua orang.
6
7
Chung and Monroe (2001) melakukan penelitian mengenai pengaruh gender dan kompleksitas tugas terhadap judgment audit. Penelitian menggunakan metoda eksperimen dengan 159 sampel peserta (101 laki-laki, 58 perempuan). Hasilnya menunjukkan bahwa tedapat pengaruh gender dan kompleksitas tugas tehadap keakuratan judgment dalam penilaian sebuah asersi dalam laporan keuangan. Hasil ini menunjukkan bahwa perempuan lebih akurat dalam judgment dibanding laki-laki dalam mengerjakan tugas yang lebih kompleks. O’Donel and Johnson (1999) dalam Zulaikha
(2006) melakukan studi apakah ada perbedaan usaha pemrosesan informasi dalam suatu perencanaan prosedur analitis pada sebuah penugasan audit dapat dikaitkan dengan isu gender. Mereka menemukan bukti empiris bahwa adanya pengaruh gender pada proses perencanaan prosedur analitis. Perempuan lebih memberikan usaha pemrosesan lebih intens dan detail dari pada laki-laki dalam hal laporan keuangan yang konsisten dengan informasi tentang bisnis klien. Dari uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1 : Proporsi gender dewan direksi berpengaruh positif pada konservatisma akuntansi. 3.3.2 Komite Audit dengan Konservatisma Akuntansi Komite audit bertugas untuk membantu dewan komisairs untuk memastikan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, pelaksanaan audit internal dan eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
Hasil penelitian Wardhani (2008) membuktikan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat konservatisme dengan menggunakan ukuran akrual. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan adanya komite audit dalam suatu perusahaan, maka proses pelaporan keuangan perusahaan akan termonitor dengan baik. Komite audit ini akan memastikan bahwa perusahaan menerapkan prinsip-prinsip akuntansi yang akan menghasilkan informasi keuangan perusahaan yang akurat dan berkualitas melalui penggunaan prinsip konservatisme yang lebih tinggi dalam proses pelaporan keuangan perusahaan (Wardhani, 2008). Hasil penelitian Krishnan dan Visuanathan (2006) membuktikan bahwa keberadaan dan ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap tingkat konservatisma laporan keuangan dan latar belakang keahlian dari komite audit tersebut juga berpengaruh positif terhadap konservatisma. McMulen (1996) menemukan komite audit berhubungan dengan lebih sedikit tuntutan hukum pemegang saham karena kecurangan, lebih sedikit pelaporan kembali laba kuartalan, lebih sedikit tindakan ilegal, lebih sedikit pergantian auditor ketika terdapat selisih pendapat antara klien dan auditor. Hasil ini menujukkan bahwa perusahaan dengan kesalahan pelaporan, pelanggaran dan indikator lain dari pelaporan keuangan yang tidak andal cenderung tidak memiliki komite audit. Komite audit mempunyai kemampuan untuk mengaitkan berbagai pihak yang ikut serta dalam proses pelaporan keuangan. Suaryana (2005) membuktikan bahwa pasar menilai laba yang dilaporkan oleh perusahaan yang membentuk komite audit memiliki kualitas yang lebih baik daripada laba yang dilaporkan oleh perusahaan yang tidak membentuk komite audit. 8
9
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka
hipotesis kedua yang diajukan dalam
penelitian ini adalah : H2 : Proporsi komite audit berpengaruh positif pada konservatisma akuntansi.