3
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2011 sampai dengan Juni 2011. Sampel anemon laut (Stichodactyla gigantea) diambil disekitar kawasan Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKS), DKI Jakarta (Lampiran 1). Proses preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku. Analisis proksimat (kadar air, abu, lemak, protein dan abu tidak larut asam) dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Proses ekstraksi, analisis aktivitas antioksidan dan uji fitokimia dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka (PSB), Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada saat penelitian pendahuluan, pengambilan sampel, uji proksimat, ekstraksi dan evaporasi, uji DPPH, dan uji komponen fitokimia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian Tahapan Alat Bahan 1. Pengambilan sampel Alat snorkling Anemon laut Palu Pahat Plastik Cool box Keranjang plastik 2. Uji Proksimat Oven n-heksana p.a. Kapas bebas lemak Akuades Cawan porselan Kjeltab jenis selenium Desikator H2SO4 p.a. pekat Tanur pengabuan H3BO3 (asam borat) Labu kjehdal Destilator Kertas saring Whatman 42 Gegep Alumunium foil
18
Tabel 1 Lanjutan 3. Ekstraksi
4. Uji DPPH
5. Uji Fitokimia
Blender Gelas ukur Orbital shaker Kertas saring Whatman 42 Corong kaca Gelas piala Botol kaca Sudip Rotar vaccum evaporator Kapas bebas lemak Tabung reaksi Pipet mikro Kapas bebas lemak Elisa reader Microplate Multipipette Labu takar Botol kaca Gelas ukur Kompor listrik Tabung reaksi Pipet Sudip Gegep Penangas air
Metanol
Ekstrak metanol anemon Etanol Kristal DPPH Vitamin C
H2SO4 pekat Kloroform Serbuk magnesium Amil alkohol HCl 2N Etanol 70 % Pereaksi Wagner Pereaksi Meyer Pereaksi Dragendroff FeCl3
3.3 Metode Penelitian Rangkaian kegiatan penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yang meliputi identifikasi dan pengambilan sampel anemon laut, penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Tahap penelitian pendahuluan meliputi ekstraksi senyawa bioaktif dan penentuan ekstrak terbaik berdasarkan ukuran tubuh yang mengandung aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (1,1diphenyl-2-picrylhydrazil). Tahap penelitian utama berupa analisis kandungan gizi anemon laut, uji fitokimia, dan penentuan ekstrak terbaik berdasarkan tingkat kesegaran yang berbeda dengan uji antioksidan metode DPPH.
19
3.3.1 Identifikasi dan pengambilan sampel Penelitian diawali dengan pengambilan sampel anemon laut pada tanggal 20 Februari 2011 pukul 16.00 WIB. Sampel anemon laut diambil menggunakan pahat dan palu dengan cara memahat sekeliling tempat menempelnya agar anemon tidak lepas dari substratnya sehingga anemon tidak merasa terganggu. Anemon yang telah diambil kemudian dimasukkan ke dalam keranjang plastik untuk dibawa ke daratan. Pengambilan sampel anemon laut ini dilakukan pada kedalaman 0,5 m – 1 m. Ukuran anemon yang diambil dibagi menjadi 3 katagori yaitu ukuran kecil (kurang dari 10 cm, berat 140-160 gram), sedang (10-25 cm, berat 200-315 gram), besar (lebih dari 25 cm, berat 500-700 gram). Ukuran ini merupakan ukuran diameter tubuh dari anemon laut. Tingkat kesegaran anemon dibedakan menjadi 2 jenis yaitu anemon segar dan anemon mati. Anemon segar memiliki ciri-ciri yaitu tidak adanya mucus yang keluar, keadaan tentakel yang mengembang, warna yang cerah, dan kondisi mesenterial filaments yang normal, sedangkan anemon mati memiliki ciri-ciri seperti cukup banyaknya (sedang) keluarnya mucus, keadaan tentakel yang mengembang, warna agak pucat, dan abnormalnya mesenterial filaments. Spesies anemon laut ini kemudian diidentifikasi dengan melihat penampakan, bentuk tentakel, warna tubuh dan disesuaikan dengan buku identifikasi yang berjudul Tropical Pasific Invertebrte (Collin dan Arnesson 1995). 3.3.2 Penelitian pendahuluan Tahap penelitian pendahuluan meliputi ekstrak senyawa bioaktif dan penentuan ekstrak terbaik berdasarkan ukuran tubuh anemon laut dengan uji antioksidan menggunakan metode DPPH. Tujuan yang ingin dicapai adalah menentukan ukuran tubuh terbaik yang menghasilkan ekstrak dengan sifat antioksidan yang paling tinggi. 3.3.2.1 Ekstraksi senyawa bioaktif (Pramadhany 2006) Ekstraksi komponen antioksidan dilakukan dengan menghasilkan ekstrak kasar terlebih dahulu. Komponen antioksidan diperoleh melalui ekstraksi tunggal dengan menggunakan pelarut metanol. Sampel anemon laut yang berbeda ukuran (kecil, sedang dan besar) dan tingkat kesegaran (segar dan mati), masing-masing
20
sebanyak 50 gram dihancurkan sampai halus dengan blender kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Pelarut metanol ditambahkan sampai terendam dengan perbandingan bahan dan pelarut 1:3 (w/v). Erlenmeyer ditutup dengan kapas dan alumunium foil untuk mencegah penguapan dari pelarut. Sampel dimaserasi dengan menggunakan orbital shaker selama 2 x 24 jam. Hasil larutan maserasi tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman 42 untuk memisahkan filtrat dan residunya. Filtrat yang didapat dievaporasi pada suhu 37 oC. Ekstrak kasar yang diperoleh dimasukkan ke dalam botol ekstrak yang akan digunakan untuk dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (Salazar-Aranda et al. 2009) dan uji komponen fitokimia secara kualitatif (Harborne 1987). Proses esktraksi dapat dilihat pada Gambar 4. Anemon laut
Ukuran
Tingkat kesegaran
berbeda
berbeda Pencacahan Penimbangan(50 (50g)* Penimbangan g)*
Maserasi 2 x 24 dengan Maserasi 2x jam 24 jam metanol 150 ml (w/v)* dengan metanol 150 ml (w/v)* Penyaringan
Filtrat
Residu
Evaporasi Evaporasi
Ekstrak Ekstrak kasar kasar alir proses ekstraksi anemon laut Gambar 4 Diagram (Sumber: Pramadhany 2006 yang dimodifikasi*)
21
aktivitas antioksidan 3.3.2.2 Uji (Salazar-Aranda et al. 2009)
dengan
metode
DPPH
Ekstrak kasar anemon laut dari hasil ekstraksi tunggal menggunakan pelarut metanol dilarutkan dalam etanol dengan konsentrasi yang berbeda. Ekstrak kasar ukuran tubuh kecil dilarutkan dalam etanol dengan konsentrasi 4.000, 2.000, 1.000, 500, 250, 125, 62,5, dan 31,25 ppm. Ekstrak kasar ukuran tubuh besar dilarutkan dalam etanol dengan konsentrasi 800, 600. 400, 200 ppm. Perhitungan larutan stok dan proses pengencerannya dapat dilihat pada Lampiran 2. Larutan DPPH yang digunakan, dibuat dengan melarutkan kristal DPPH dalam pelarut metanol 1 mM. Kemudian sampel dan pembanding dipindahkan ke dalam microplate sebanyak 100 µl menggunakan pipet mikro dan ditambahkan 100 µl DPPH. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit, kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan Elisa Reader. Aktivitas antioksidan dari masing-masing sampel dinyatakan dengan persen inhibisi, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut: % inhibisi=
absorbansi blanko-absorbansi sampel x 100% absorbansi blanko
Nilai konsentrasi dan hambatan ekstrak diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linier. Persamaan garis yang diperoleh dalam bentuk y = b(x) + a digunakan untuk mencari nilai IC (inhibitor concentration), dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk mereduksi DPPH sebesar 50 %. 3.3.3 Penelitian utama Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi dari anemon laut, menentukan tingkat kesegaran terbaik yang dapat menghasilkan ekstrak dengan sifat antioksidan yang paling tinggi dan mengetahui komponen bioaktif dari ekstrak terbaik dengan uji fitokimia. 3.3.3.1 Analisis proksimat Sampel anemon laut basah dihaluskan kemudian dilakukan pengujian proksimat. Analisis proksimat yang dilakukan terhadap anemon laut meliputi uji
22
kadar air, uji kadar abu, uji kadar lemak menggunakan metode sokhlet, dan uji kadar protein menggunakan metode kjeldahl. 1) Analisis kadar air (AOAC 2005) Penentuan kadar air didasarkan pada berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Cawan kosong dikeringkan di dalam oven selama ± 30 menit pada suhu 105 oC, lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram dimasukkan ke dalam cawan lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-102 oC selama 6 jam dan kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan selanjutnya ditimbang kembali. Kadar air ditentukan dengan rumus: % Kadar air = B - C x 100% B–A Keterangan:
A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan anemon laut (gram) C = Berat cawan dengan anemon laut setelah dikeringkan (gram)
2) Analisis kadar abu (AOAC 2005) Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 105 oC, lalu dimasukkan ke dalam desikator dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram ditimbang lalu dimasukkan ke dalam cawan dan kemudian dibakar di atas kompor listrik (diarangkan) sampai tidak berasap lagi dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pengabuan (600 oC) ± 6 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus: % Kadar abu =
Berat abu x 100% Berat sampel
3) Analisis kadar lemak (AOAC 2005) Anemon laut seberat 2 gram (W1) diletakkan di atas kapas bebas lemak lalu dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat kosongnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak berupa n-heksana sebanyak 150 ml. Tabung ekstraksi dipasang pada alat
23
destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40 0C dengan menggunakan pemanas listrik dan direfluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C, setelah itu labu dimasukkan ke dalam desikator hingga beratnya konstan lalu ditimbang (W3). Perhitungan kadar lemak pada anemon laut: % Kadar Lemak = W3-W2 W1
x 100%
Keterangan : W1 = Berat sampel anemon laut (gram) W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) 4) Analisis kadar protein (AOAC 1980) Analisis kadar protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran ini dilakukan dengan metode kjeldahl. Sampel anemon laut ditimbang sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 50 ml, lalu ditambahkan 7 g K2SO4 kjeltab 0,005 g jenis HgO, 15 ml H2SO4 pekat dan 10 ml H2O2 ditambahkan secara perlahan ke dalam labu dan didiamkan selama 10 menit di ruang asam. Sampel didestruksi pada suhu 410 0C selama kurang lebih 2 jam atau sampai cairan berwarna hijau bening. Labu kjeldahl dicuci dengan aquades 50 hingga 70 ml, kemudian air tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 25 ml asam borat (H3BO3) 4% yang mengandung indikator bromcherosol green 0,1% dan methyl red 0,1% dengan perbandingan 2:1. Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 ml larutan NaOH-Na2S2O3 ke dalam alat destilasi hingga tertampung 100-150 ml destilat di dalam erlenmeyer dengan hasil destilat berwarna hijau. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0.2 N sampai terjadi perubahan warna merah muda yang pertama kalinya. Volume titran dibaca dan dicatat. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : % N=
ml HCl-ml blanko ×N HCl×14,007 mg contoh×faktor koreksi alat*
*) Faktor koreksi alat
= 2,5
×100%
24
% Kadar Protein= % N×faktor konversi* *) Faktor Konversi = 6,25
5) Analisis kadar abu tidak larut asam menurut SNI-01-3836-2000 (BSN 2000) Abu bekas pengukuran kadar abu total dilarutkan dengan penambahan 25 ml HCl 10%. Larutan tersebut kemudian dipanaskan selama 5 menit dan larutan disaring dengan kertas saring bebas abu. Larutan yang sudah disaring tersebut kemudian dicuci dengan air suling sampai bebas klorida. Kertas saring lalu dikeringkan dengan oven dan setelah kering kertas saring dimasukkan ke dalam cawan porselin yang sudah diketahui berat tetapnya. Cawan porselen berisi kertas saring tersebut kemudian dibakar dan diabukan dalam tanur listrik pada suhu 600 0C. Setelah dilakukan pengabuan sampel didinginkan di dalam desikator dan kemudian ditimbang beratnya. Kadar abu tidak larut asam dengan rumus: Kadar abu tidak larut asam (%) =
Berat abu (g) × 100% Berat sampel awal (g)
3.3.3.2 Uji komponen fitokimia (Harborne 1987) Uji fitokimia dilakukan untuk menentukan komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar anemon laut masing-masing perlakuan. Uji fitokimia yang dilakukan terdiri dari uji alkaloid, steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon,dan tanin. Metode uji ini berdasarkan Harborne (1987). a) Uji alkaloid Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff. Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 gram HgCl2 dengan 0,50 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades dipipet kemudian ditambahkan 2,50 gram iodin dan 2 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,80 gram bismut subnitrat ditambahkan dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan
25
ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 ml air. Sebelum digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,30 volume campuran 20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air. Pereaksi ini berwarna jingga. b) Uji steroid/triterpenoid Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi. Anhrida asetat ditambahkan sebanyak 10 tetes kemudian ditambahkan asam sulfat pekat 3 tetes ke dalam campuran tersebut. Hasil uji positif mengandung steroid dan triterpenoid yaitu dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau. c) Uji flavonoid Sejumlah sampel ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Hasil uji positif sampel mengandung flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol. d) Uji fenol hidrokuinon (pereaksi FeCl3) Sejumlah sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl 3 5%. Hasil uji positif sampel mengandung fenol hidrokuinon ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau atau hijau biru. e) Tanin Sejumlah sampel ditambahkan FeCl 3 kemudian campuran dihomogenkan. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah pada campuran. f) Uji Saponin Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin. 3.3.3.3 Uji aktivitas antioksidan (Salazar-Aranda et al. 2009)
dengan
metode
DPPH
Uji antioksidan dengan metode DPPH pada penelitian pendahuluan akan menghasilkan satu ekstrak terbaik berdasarkan ukuran tubuh anemon laut. Ekstrak terbaik tersebut kemudian dimodifikasi dengan diberi perlakuan pada tingkat
26
kesegaran yang berbeda yaitu kondisi segar dan mati. Ekstrak yang didapat dari tingkat kesegaran yang berbeda tersebut diuji dengan DPPH kembali. Metode pengujian DPPH yang digunakan sama dengan pengujian pada tahap penelitian pendahuluan. Pembanding yang digunakan adalah vitamin C dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8 ppm. Ekstrak yang mempunyai sifat antioksidan terbaik selanjutnya digunakan pada uji fitokimia untuk lebih mengetahui komponen bioaktif yang terkandung di dalam ekstrak tersebut.