12
3 EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI PROPOLIS DARI SARANG LEBAH Trigona ASAL LIMA LOKASI DI INDONESIA
3.1 Pendahuluan Propolis adalah resin produk sarang lebah yang dikumpulkan oleh lebah madu (stingless bee atau honey bee) dan digunakan untuk membuat sarang serta untuk pertahanannya. Dengan demikian propolis ini berarti produk yang terlibat dalam komponen pertahanan masyarakat lebah (Salatino et al. 2005). Lebah madu Trigona sp tidak mempunyai sengat sebagai pertahanannya, tapi bukan berarti tidak mempunyai kekuatan dalam sistem pertahanan. Oleh karena itu menurut Caron (1988), Trigona mempunyai kemampuan memproduksi bahan kimia sebagai pertahanannya. Pino et al. (2006) melaporkan bahwa komponen mudah menguap dari stingless bees lebih banyak dibandingkan dengan Apis mellifera. Sebagai bagian dari sarang lebah, propolis mempunyai fungsi melindungi sarang dari bakteri dan serangan serangga lain. Propolis telah digunakan dalam pengobatan sejak zaman dahulu kala dan studi terbaru telah dilakukan untuk mengungkap keuntungan dari propolis sebagai antibakteri, antikapang, antivirus, antiinflamasi, pembiusan lokal, hepatoprotektif, immunostimulan, antiparasit dan antitumor (Fearnley 2005, Yousef dan Salama 2009, Woo 2004). Telah diketahui lebih dari 180 bahan aktif dari propolis (Kasahara et al. 2004, Khismatullina 2005). Kandungan utama bahan aktif propolis seperti flavonoid, asam aromatik, terpenoid dan fenilpropanoid serta asam lemak telah diketahui pula (Lustosa et al. 2008). Lebih dari 40 tahun, banyak studi dan publikasi yang terfokus pada komposisi kimia, aktivitas biologis, farmakologi dan pengobatan menggunakan propolis (Khismatullina 2005). Nunes et al. (2009) menyatakan bahwa komposisi propolis tergantung pada musim, vegetasi dan lokasi pengambilan sarang lebah. Salatino et al. (2005), Fernandes-Silva et al. (2013), Sawaya et al. (2009) juga menyatakan bahwa komposisi kimia propolis tergantung pada tumbuhan atau tanaman sumber resin yang dikumpulkan dan berakibat pada lokasi geografis sarang lebah. Menurut Franchi et al. (2010) bahwa perbedaan dalam kualitas propolis dapat dilihat dari warna sarang lebah dan lokasinya. Namun komposisi kimia propolis adalah sangat kompleks dan tidak dapat diprediksi dari dugaan awal (Teixiera et al. 2005). Saat ini, sebagian besar propolis yang digunakan untuk produksi komersial dalam upaya meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit berasal dari Eropa dan Amerika (terutama Kanada dan Brasil), serta sangat sedikit dari Asia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan ekstrak propolis dari lima lokasi di Indonesia yang potensial sebagai bahan antikanker payudara. Mempelajari karakter ekstrak propolis meliputi rendemen hasil ekstrak, kadar total flavonoid, aktivitas antioksidan, aktivitas induksi apoptosis dan aktivitas antisitotoksik sel lestari kanker payudara (MCF-7) dari sarang lebah Trigona spp yang berasal dari lima lokasi di Indonesia. Berdasarkan karakter propolis hasil ekstraksi tersebut dilakukan analisis penentuan lokasi pengambilan sarang lebah yang digunakan pada tahap penelitian berikutnya.
13
3.2 Bahan dan Metode 3.2.1 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah sarang lebah Trigona spp dari Pandeglang, Kendal, Banjarmasin, Makassar dan Pekanbaru, etanol 70% sebagai pelarut, larutan standar kuersetin, AlCl3, Na-Asetat, air suling, DPPH, media agar yeast, S. cerevisiae, sel lestari kanker MCF-7, DMSO, media RPMI-1640, ammonia, kloroform, H2SO4, pereaksi Dragendorf, Meyer dan Wagner, dietileter, CH3COOH, bubuk Mg, HCl pekat, amilalkohol dan FeCl3. Alat yang digunakan adalah autoclave, inkubator dengan 5% CO2, laminar air flow, UV-Vis Spectrophotometer, dan orbital shaker. pemanas gelombang mikro (KRIS MICROWAVE OVEN, 2450 MHz dan 800 Watt), rotary evaporator vakum, penghitung koloni, pembaca ELISA. Secara lengkap bahan dan alat yang digunakan dalam seluruh penelitian ini disajikan pada Subbab 2.2. 3.2.2 Metode 3.2.2.1 Ekstraksi Propolis. Proses ekstraksi propolis dilakukan seperti terdapat pada Subbab 2.3.1. 3.2.2.2 Penentuan Kadar Total Flavonoid. Penentuan kadar total flavonoid dilakukan sesuai dengan tatacara pada Subbab 2.3.1.2.2 3.2.2.3 Pengujian Antioksidan dengan metode DPPH. Pengujian antioksidan dengan metode DPPH dapat dilihat pada Subbab 2.3.1.2.3 3.2.2.4 Uji kemampuan apoptosis terhadap sel S. cerevisiae. Uji kemampuan apoptosis terhadap sel S cerevisiae dapat dilihat pada Subbab 2.3.1.2.4. 3.2.2.5 Uji kemampuan antisitotoksik terhadap sel lestari kanker MCF-7. Uji kemampuan antisitotoksik terhadap sel lestari kanker MCF-7 dapat dilihat pada Subbab 2.3.1.2.5. 3.2.2.6 Uji kualitatif komponen kimia. Uji kualitatif propolis Trigona spp meliputi uji keberadaan alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, saponin dan tannin dapat dilihat pada Subbab 2.3.1.2.1. 3.2.2.7 Pemilihan sumber propolis untuk penelitian selanjutnya. Pemilihan dilakukan dengan menentukan bobot pada masing-masing karakter hasil pengujian sesuai dengan kriteria pada Composite Performance Index (CPI) (Marinim 2008). Kemudian bobot setiap karakter dari masing-masing lokasi dijumlahkan. Pilihan lokasi yang diambil adalah lokasi yang memperoleh hasil bobot yang terbanyak.
14
3.3 Hasil dan Pembahasan 3.3.1 Ekstraksi Propolis Propolis yang diekstrak dengan menggunakan perlakuan pemanasan gelombang mikro (Microwave-assisted extraction, MAE), yang dapat meningkatkan kontak antara pelarut dan contoh (Jang et al. 2009). Komponen aktif yang ada dalam raw propolis dapat terekstrak sempurna. Sebelum menggunakan pemanasan gelombang mikro, sarang lebah terlebih dahulu dimaserasi dengan etanol 70% selama 18 jam. Etanol dapat mengekstrak flavonoid yang merupakan komponen penting dalam propolis. Etanol 70% adalah pelarut semipolar yang dapat mengekstrak komponen aktif dengan perbedaan kepolaran dalam propolis (Cunha et al. 2004, Hasan et al. 2006, Sawaya et al. 2011) dan etanol dengan konsentrasi 70% merupakan konsentrasi optimum untuk mengekstrak flavonoid dalam kulit manggis (Hasan et al. 2013). Pada penelitian yang dilakukan oleh Cunha et al. (2004) diketahui bahwa proses maserasi menggunakan pelarut etanol 70% juga merupakan pelarut yang paling besar kemampuannya dalam menghasilkan komponen kimia terlarut. Makin kecil jumlah etanol yang digunakan makin kecil pula hasil yang diperoleh. Demikian pula dengan hasil penelitian Hasan et al. (2013), makin kecil konsentrasi etanol dari 70% atau makin besar konsentrasi etanol dari 70% menunjukkan nilai hasil ekstrak dan konsentrasi flavonoid yang lebih kecil dibandingkan dengan hasil menggunakan etanol 70%. Pada penelitian ini bahan propolis diambil dari sarang lebah yang berasal dari Pekanbaru (00° 32’ 00” Lintang Utara, 101° 27’ 00” Bujur Timur) dengan tumbuh-tumuhan yang dominan adalah kelapa sawit dan rumbia, Pandeglang (6021' - 7010' Lintang Selatan, 104048’ - 106011’ Bujur Timur) dengan tumbuhtumbuhan hutan konservasi dan hutan sekunder tua, Kendal (6°32' - 7°24' Lintang Selatan, 109°40' - 110°18' Bujur Timur) dengan tumbuh-tumbuhan dominan randu, Banjarmasin (3°15'-3°22' Lintang Selatan, 114°32' Bujur Timur) dengan tumbuh-tumbuhan dominan hutan sekunder muda dan ladang, dan Makassar (0°12'-8° Lintang Selatan, 116°48'-122°36' Bujur Timur) dengan tumbuhtumbuhan dominan kelapa nyiur dan hutan sekunder. Pada penelitian ini diperoleh EEP yang diekstrak dari sarang lebah asal lima lokasi di Indonesia menunjukkan perbedaan dalam nilai (Tabel 3.1). Tabel 3.1 menunjukkan bahwa rendemen hasil propolis dari Pekanbaru sangat berbeda nyata dibandingkan dengan Makassar, tapi tiga lokasi lainnya (Kendal, Pandeglang dan Banjarmasin) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Menurut Paviani et al. (2011) perbedaan dari asal propolis dan kepolaran pelarut akan menghasilkan perbedaan hasil dan mengarah pada perbedaan jenis dan jumlah flavonoid. Dengan menggunakan nisbah pelarut yang sama dan konsentrasi yang sama ternyata menunjukkan hasil yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh kandungan bahan yang dapat diekstrak dari sarang lebah tersebut berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Kenyataan ini membuktikan bahwa pengaruh lokasi atau tanaman sekitar sarang lebah sangat berpengaruh terhadap jumlah dan mutu propolis hasil ekstraksi (Nunes et al. 2009, Salatino et al. 2005 dan Sawaya et al. 2009).
15
Tabel 3.1 Hasil ekstrak propolis dan karakterisasinya Lokasi Karakter
Makasar
Pekanbaru
Kendal
Pandeglang Banjarmasin
Rendemen, % 1.85±0.51c 19.97±2.19a 7.28±1.59b 11.05±3.20b 8.38±0.70b b e a c 46.60±0.78 30.62±1.50 24.60±0.73d Total 38.78±1.62 16.90±0.537 Flavonoid, µg. ml-1 Aktivitas 68.935±5.63e 4162.61±845.9a 1125.56±133b 308.88±12c 144.06±52.53d Antioksidan (IC50), µg.ml-1 Aktivitas 76.35±1.48a 50.26±2.70c 70.64±1.21b 75.79±1.33a 47.71±9.31c Antisitotoksik pada 100 µg ml-1, % sel hidup Keterangan : Huruf yang sama pada baris yang sama menandakan tidak berbeda nyata pada uji Tukey (0.05).
Komposisi kimia propolis diperlihatkan dalam warna dan bau yang menyengat dipengaruhi oleh asal bahan serta umur sarang lebah yang dikumpulkan. Warna filtrat dari propolis yang dihasilkan asal dari lima lokasi adalah berwarna kuning cerah, kuning kehitaman, kuning kehitaman sampai ke warna coklat dan hitam. Komposisi propolis dari satu lokasi ke lokasi lain dipengaruhi oleh sarang ke sarang, lokasi, dari musim ke musim, dan karena tanaman dimana lebah mengambil resin sekitar sarang, dan komposisi propolis tergantung pada perbedaan lokasi atau geografi. Propolis yang berwarna pekat menunjukkan hasil yang banyak dibandingkan dengan yang berwarna lebih terang. Kadar flavonoid ditunjukkan oleh tingkat kepekatan warna (Woo 2004). Hasil penelitian yang dilakukan terhadap sarang lebah asal lima lokasi di Indonesia membuktikan bahwa pengaruh warna sarang lebah mempengaruhi rendemen hasil ekstraksi. 3.3.2 Kadar Total Flavonoid Kadar total flavonoid dari lima lokasi tersebut menunjukkan perbedaan. Perbedaan lokasi menunjukkan jumlah dan jenis flavonoid telah dibuktikan dalam penelitian Syamsuddin et al. (2010), Chen et al. (2008), Daugsch et al. (2008), Paviani et al. (2011) dan Silva et al. (2008). Kandungan flavonoid ini berhubungan erat dengan kemampuan propolis sebagai antioksidan (Table 3.1). Flavonoid sebagai antioksidan dapat bereaksi dengan radikal bebas dengan membentuk ikatan hidrogen pada komponen radikal bebas tersebut (Ratnam et al. 2006). Hubungan antara total flavonoid dengan aktivitas antioksidan dapat dilihat dari hasil uji antioksidan. Flavonoid dari propolis mempunyai kapasitas antioksidan yang lebih besar dibandingkan dengan Vitamin C dan E (Prior dan Cao, 2000).
16
3.3.3
Aktivitas Antioksidan
Penghambatan radikal dengan metoda DPPH merupakan salah satu metode untuk menentukkan aktivitas antioksidan. Parameter yang digunakan dalam uji DPPH adalah IC50, yaitu konsentrasi yang diperlukan untuk menghambat 50% dari radikal bebas DPPH. Nilai IC50 diperoleh dari persamaan hubungan antara konsentrasi ekstrak dengan persen penghambatan. Nilai IC50 yang kecil berarti kemampuan dalam menghambat radikal dari DPPH sangat besar. Hal ini menunjukkan kuatnya suatu bahan sebagai antioksidan. Klasifikasi aktivitas antioksidan ini dinyatakan oleh Chow et al. (2003) bahwa nilai IC50 menunjukkan kekuatan antivitas antioksidan, apabila nilai IC50 suatu ekstrak dibawah 50 µg ml-1 berarti kemampuannya sangat aktif sebagai antioksidan, nilai 51-100 µg ml-1 aktif sebagai antioksidan, nilai 100-150 µg ml-1 kurang aktif dan diatas 150 µg ml-1 tidak aktif sebagai antioksidan. Propolis hasil ekstraksi yang sangat aktif sebagai antioksidan berasal dari Pandeglang pada konsentrasi 68.935 µg ml-1 (Tabel 3.1). Ekstrak propolis dari Pekanbaru, Makassar dan Banjarmasin tidak menunjukkan adanya antioksidan karena mempunyai nilai IC50 yang lebih besar dari 150 µg ml-1, sedangkan ekstrak propolis dari Kendal menujukkan kemampuan yang lemah karena nilai IC50 sedikit lebih kecil dari 150 µg ml-1. Perbedaan kemapuan aktivitas propolis dari lima lokasi di Indonesia ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mihai dan Marghitas (2010) bahwa lokasi asal pengambilan sarang lebah berpengaruh terhadap nilai antioksidan propolis. Perbedaan dalam aktivitas sebagai antioksidan terutama dari kandungan flavonoid ekstrak propolis atau komponen lain yang potensial sebagai antioksidan dan kandungan komponen yang dipengaruhi oleh tipe dan lamanya umur sarang lebah serta jenis tanaman sekitar sarang Trigona sp (Table 3.2). Bila dilihat dari hasil uji total flavonoid, nilai tertinggi dari Makassar tapi tidak mempunyai kemampuan sebagai antioksidan karena nilai IC50 lebih besar dari 150 µg ml-1. Variasi yang ada ini akan berpengaruh pada jenis flavonoid (Bankova et al. 2000, Miorin et al. 2003, Yang et al. 2007, Jasprica et al. 2007, Teixeira et al. 2005). Aktivitas antioksidan mempunyai hubungan dengan kandungan flavonoid (terutama kuersetin, apigenin dan kaempferol) dan konsentrasi asam kafeat (Coneac et al. 2008). Keberadaan tektokrisin (Lee et al. 2003) atau propolin (Chen et al. 2004) akan meningkatkan enzim yang berperan dalam aktivitas antioksidan. Hasil uji kwalitatif komponen kimia propolis dari lima lokasi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.2. Dari Tabel 3.2 terlihat bahwa semua propolis tidak mengandung alkaloid, steroid dan triterpenoid. Propolis asal Pekanbaru dan Kendal mengandung komponen saponin sedangkan tiga lokasi lainnya tidak mengandung steroid. Kandungan tanin terdapat pada propolis asal Pekanbaru, Kendal dan Pandeglang, sedangkan dua lokasi lainnya tidak mengandung bahan tanin. Kedua lokasi tersebut (Pekanbaru dan Kendal) menghasilkan komponen bahan aktif propolis yang beragam walaupun kedua lokasi tersebut mempunyai vegetasi yang dominan hutan budidaya (Kelapa Sawit di Pekanbaru dan Randu di Kendal). Dari Tabel 3.2 terlihat bahwa semua propolis asal lima lokasi di Indonesia mengandung komponen flavonoid. Hal ini menunjukkan bahwa flavonoid merupakan bahan yang diperlukan oleh lebah madu dalam menjaga pertahannnya. Perbedaan komponen kimia ini menunjukkan bahwa setiap lokasi
17
dengan vegetasi di sekitar sarang lebah yang berbeda akan menimbulkan perbedaan komponen kimia secara umum, dan secara khusus perbedaan komponen kimia telah ditunjukkan dengan perbedaan kadar flavonoid dan kemampuan lainnya dari lima lokasi di Indonesia. Tabel 3.2 Hasil analisa fitokimia propolis dari lima lokasi di Indonesia Lokasi Asal Sarang Lebah No. Pekan PandeBanjarMakassar Kendal baru glang masin 1. Alkanoid + + + + + 2. Flavonoid + + 3. Saponin + + + 4. Tannin 5. Steroid 6. Triterpenoid ( + = hasil positif, - = hasil negatif ) Golongan Senyawa
3.3.4
Induksi Apoptosis S. cerevisiae
Hasil pengukuran induksi apoptosis terhadap sel S. cerevisiae akibat perlakuan propolis dari Pekanbaru, Banjarmasin, Pandeglang, Makassar dan Kendal menunjukkan potensi induksi apoptosis dengan nilai 50.94, 65.08, 67.75, 71.09 dan 81.43 % (Gambar 3.2). Perbedaan ini dipengaruhi oleh jenis flavonoid yang dikandung oleh propolis (Miorin et al. 2003, Yang et al. 2011, Jasprica et al. 2007). Namun penelitian yang dilaporkan oleh Umthong et al. (2011), bahwa propolis Trigona dari Thailand menemukan komponen yang aktif sebagai bahan antiproliferasi terhadap kanker secara in-vitro tapi tidak terhadap sel normal. Artinya adalah bahwa propolis asal Thailand kemungkinan tidak menginduksi apoptosis terhadap sel S.cerevisiae, karena yeast ini merupakan sel normal. Perbedaan jenis dan jumlah flavonoid akan mengarah pada mekanisme propolis dalam mengapoptosis sel kanker. Apoptosis, atau kematian terprogram, merupakan perkembangan dan kesehatan yang normal dari organisme sel banyak. Kematian sel merupakan akibat dari berbagai sebab dan selama terjadinya apoptosis kondisi organisme tersebut dalam kondisi mengatur diri atau terkendali. Hal ini yang membedakan dengan kematian sel yang disebut nekrosis, yaitu lisis sel yang tidak terkontrol akibat inflamasi dan masalah kesehatan yang serius (Granot 2003). BhatiaKissova dan Camougrand (2010) menyatakan bahwa mekanisme apoptosis dalam yeast karena penambahan rifampicin atau laktat yang terjadi dalam mitokondria dimulai dengan pembentukkan enzim caspase 1 (Yca1). Bahan kimia yang menimbulkan apoptosis dalam S. cerevisiae seperti glukosa, asam asetat dan propolis (Sukhanova et al. 2011). Proses terjadinya apoptosis dalam S. cerevisiae diuraikan oleh Lotti et al. (2011). Kandungan bahan yang terlibat dalam kematian
18
sel karena pengaruh propolis pada S. cerevisiae menurut de Castro et al. (2011) adalah sitokrom c bukan endonuclease G (Nuc1p).
Gambar 3.1 Persentase sel S.cerevisiae petite karena perlakuan 50 µg ml-1 propolis dari lima lokasi di Indonesia 3.3.5
Aktivitas antisitotoksik sel lestari kanker MCF-7
Jumlah sel MCF-7 yang hidup terbanyak akibat perlakuan propolis berasal dari Pekanbaru, berbeda dengan propolis yang berasal dari Makassar yang mempunyai kapasitas yang besar sebagai bahan antikanker (Tabel 3.1). Hasil ini menunjukkan bahwa lokasi sarang lebah akan berpengaruh pada kualitas propolis yang dihasilkan. Penelitian yang dilakukan oleh Syamsuddin et al. (2010) menyimpulkan bahwa perbedaan hasil antikanker MCF-7 yang berbeda IC50 dari propolis asal Batang, Jawa Tengah, Lawang, Jawa Timur dan Sukabumi, Jawa Barat. Perbedaan hasil yang ditunjukkan karena perbedaan lokasi sarang lebah telah ditemukan oleh Daugsch et al. (2008) dan Monzote et al. (2012) dalam aktivitas antibakteri. Perbedaan dalam aktivitas propolis akibat perbedaan lokasi kemungkinan akibat adanya perbedaan kandungan bahan kimia (Zhu et al. 2011). Penghambatan pertumbuhan sel kanker ini diakibatkan oleh adanya aktivasi jalur enzim caspase dan jalur transkripsi protein (Madeo et al., 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Huang et al. (2012), menemukan bahwa terdapat komponen propolis yang berfungsi sebagai pengatur proliferasi sel kanker dan pertahanan atau perbaikan dari kejadian tumor dalam gen pada sel normal. Penelitian in-vitro yang dilaporkan oleh Umthong et al. (2011), bahwa propolis Trigona asal Thailand mengandung komponen dengan aktivitas antiproliferasi sel kanker tapi tidak terhadap sel normal. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah flavonoid dalam asal bahan (Oddo et al. 2008, Miorin et al. 2003, Yang et al. 2011, Jasprica et al. 2007), seperti halnya krisin dan asam kafeat berpengaruh langsung terhadap perhambatan sel kanker (Sawicka et al. 2012). Sebagai tambahan, perbedaan jenis dan jumlah flavonoid akan mempengaruhi dalam mekanisme penghambatan (Sawicka et al. 2012 dan Watanabe et al. 2011). Perbedaan jumlah propolins (khususnya D, C, E, A dan B) akan menyebabkan perbedaan kekuatan sebagai antitumor (Chen et al. 2004).
19
Dengan data parameter ekstraksi propolis yang diperoleh yaitu rendemen, kadar total flavonoid, aktivitas antioksidan, aktivitas sitotoksik, dan induksi apoptosis dilakukan pembobotan dengan bobot yang sama (Tabel 3.3). Hasil pembobotan dari propolis hasil ekstraksi sarang lebah yang berasal dari lima lokasi di Indonesia dan dengan menggunakan sistem pengambilan keputusan diperoleh nilai 17, 16, 11, 10 dan 8 untuk Pandeglang, Kendal, Makassar, Pekanbaru dan Banjarmasin (Lampiran 2). Dengan demikian penelitian selanjutnya dipilih sarang lebah asal Pandeglang. Tabel 3.3 Parameter dan nilai skor pada penentuan lokasi sumber propolis Rendemen, % 1-4 5-8 9-12 13-16 17-20
Nilai Skor 1 2 3 4 5
Total Flavonoid, μg ml-1 0-10 11-20 21-30 31-40 41-50
Nilai Skor 1 2 3 4 5
Antioksidan, IC50 1-70 71-140 141-210 211-280 281-350 351-420 ≥ 421
Nilai Skor 1 2 3 4 5 6 7
Antisitoksik, % sel mati ≥79 71-78 63-70 55-62 47-54
Nilai Skor 1 2 3 4 5
Induksi Apoptosis, % sel petite 30-65 66-95 ≥96
Nilai Skor 1 2 3
3.4 Kesimpulan dan Saran 3.4.1 Kesimpulan Perolehan terbaik dari hasil ekstrak propolis meliputi rendemen dari Pekanbaru (19.97, % b/b), kadar total flavonoid dari Kendal (46.6% b/b), kemampuan menghambat radikal bebas DPPH dari Pandeglang (68.94 µg.ml-1), induksi apoptosis sel Saccharomyces cerevisiae yang petite dari Kendal (81.44 (%), dan antisitotoksik sel kanker MCF-7 dari Makassar sebesar 47.71 (% sel hidup). Semua propolis yang diekstraksi dari sarang lebah Trigona spp yang berasal dari lima lokasi di Indonesia mengandung komponen flavonoid. Berdasarkan sifat dan kandungan bahan kimianya propolis asal Pandeglang dipilih dalam penelitian selanjutnya.
20
3.4.2 Saran Perlu dilanjutkan penelitian terhadap sifat propolis lainnya terutama secara rinci kandungan flavonoid atau asam organik dalam propolis yang berasal dari lima lokasi di Indonesia sehingga dapat ditentukan penilaian dan standar yang dapat digunakan dalam menentukan mutu propolis di Indonesia. Dengan demikian, dapat ditentukan manfaat farmakologis propolis dari satu lokasi dengan lokasi lainnya secara jelas.