POTENSI BUDIDAYA LEBAH Trigona DAN PEMANFAATAN PROPOLIS SEBAGAI ANTIBIOTIK ALAMI UNTUK SAPI PO
SKRIPSI MELLISA RANI SAVITRI DJAJASAPUTRA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
POTENSI BUDIDAYA LEBAH Trigona DAN PEMANFAATAN PROPOLIS SEBAGAI ANTIBIOTIK ALAMI UNTUK SAPI PO
MELLISA RANI SAVITRI DJAJASAPUTRA D14061378
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul : Potensi Budidaya Lebah Trigona dan Pemanfaatan Propolis Sebagai Antibiotik Alami Untuk Sapi PO Nama : Mellisa Rani Savitri Djajasaputra NIM : D14061378
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
(Ir.Lucia Cyrilla ENSD, M.Si) NIP : 19630705 198803 2 001
Pembimbing Anggota,
(Ir. A.E. Zainal Hasan, M.Si) NIP : 19600216 198903 1 002
Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP : 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 1 Desember 2010
Tanggal Lulus :
RINGKASAN Mellisa Rani Savitri Djajasaputra. D14061378. 2010. Potensi Budidaya Lebah Trigona dan Pemanfaatan Propolis Sebagai Antibiotik Alami Untuk Sapi PO. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M.Si Pembimbing Anggota : Ir. A.E. Zainal Hasan, M.Si Lebah Trigona merupakan lebah madu yang tidak menyengat atau stingless bee yang berpotensi menghasilkan propolis jauh lebih banyak dibanding lebah lainnya karena propolis sebagai pertahanan utama yang dimiliki oleh Trigona. Propolis adalah sejenis resin yang dikumpulkan lebah dari berbagai tumbuhan yang bercampur dengan saliva dan enzim lebah dan digunakan untuk membangun sarang. Propolis telah diketahui memiliki khasiat antimikroba, antivirus, dan antikanker sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai antibiotik alami pada ternak ruminansia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi ekonomi dari budidaya lebah Trigona; mengidentifikasi faktor-faktor teknis yang diperlukan untuk budidaya Trigona; menghitung efisiensi pertumbuhan sapi Peranakan Ongole (PO) yang mengonsumsi antibiotik alami dari propolis Trigona dan keuntungan ekonomis yang paling tinggi dari berbagai taraf propolis tersebut; dan menganalisis kelayakan penggunaan propolis sebagai pemacu pertumbuhan alami pada sapi PO apabila terjadi peningkatan harga input maupun penurunan harga output. Penelitian ini menggunakan dua analisis data, yaitu analisis pendapatan usaha budidaya ternak lebah Trigona dan analisis Income Over Feed Cost (IOFC). Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu kampus IPB Dramaga Bogor dan Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” di Kabupaten Pandeglang, Banten. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dan pengamatan langsung dengan cara wawancara menggunakan kuisioner terstruktur. Penelitian ini juga dilengkapi dengan data sekunder yaitu berupa data pertambahan bobot badan sapi PO yang diberikan propolis selama tiga bulan dan data harga input maupun output dalam pemeliharaannya. Berdasarkan analisis pendapatan usaha budidaya ternak lebah Trigona di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” diketahui bahwa beternak lebah Trigona mampu menghasilkan madu, propolis, dan polen sebagai hasil produksi bernilai ekonomi tinggi. Sementara keuntungan lain yang dapat dihasilkan oleh lebah ini adalah raw propolis yang dapat langsung dimanfaatkan sebagai antibiotik alami dan mampu meningkatkan bobot badan harian sapi PO sebesar 0,44 kg dibanding dengan sapi PO tanpa diberi raw propolis hanya sebesar 0,16 kg. Disamping itu juga hasil analisis IOFC menunjukkan bahwa raw propolis merupakan sediaan antibiotik alami yang paling efisien untuk meningkatkan bobot badan dan memberikan nilai ekonomis tertinggi dibandingkan dengan mikrokapsul (MK) 4%, maupun MK 2%. Kata-kata kunci : Trigona, propolis, antibiotik alami, sapi Peranakan Ongole, Income Over Feed Cost
ABSTRACT The Potential of Trigona Bee Cultivation and The Utilization of Propolis as Natural Antibiotic for Ongole Crossbreed Cattle Djajasaputra, M.R.S., L. Cyrilla, and A.E.Z. Hasan Trigona is a stingless kind of honey bee which potentially produces propolis more than other honey bees because propolis is the primary defense for Trigona. Propolis is similar with resin, which is collected from many plants and which has been blended with the bee’s saliva and enzyme, to build its hive. This research has applied two data analysis, i.e. income analysis of Trigona cultivation business and Income Over Feed Cost analysis to analyze the feasibility of propolis as natural growth promoter for Ongole Crossbreed cattle in case there is an increase of input prices or a decrease of output prices. Based on the analysis of bee farming income in “Alam Lestari” honey bee-keeping, it comes to light that Trigona breeding is capable of producing honey, propolis, and pollen, which are high economic value. Meanwhile another advantage which can be produced by Trigona is the raw propolis that can be directly used as natural antibiotic and that is able to increase the Ongole Crossbreed cattle's daily body weight of 0.44 kg. Compared with another Ongole Crossbreed cattle without being given raw propolis, the latter has only a daily rate of weight gain of 0.16 kg. Besides the results of Income Over Feed Cost analysis also show that raw propolis is the most efficient natural antibiotic forms in increasing body weight and in providing the highest economic value compared with MK 4% or MK 2%. Keywords : Trigona, propolis, natural antibiotic, Ongole Crossbreed cattle, Income Over Feed Cost
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Februari 1989 di Semarang, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Wiwoho Djajasaputra dan Ibu Farida Susanto. Riwayat pendidikan dasar Penulis dimulai dari tahun 1994 hingga 2000 di SDN Gebangsari 04 Semarang. Dilanjutkan di sekolah menengah pertama pada tahun 2000 hingga 2003 di SMP Nasional Karangturi, Semarang. Jenjang pendidikan Penulis selanjutnya pada tahun 2003 diteruskan di SMU Nasional Karangturi, Semarang. Lulus pada tahun 2006 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti pendidikan di perguruan tinggi, Penulis memiliki pengalaman organisasi akademis dan non akademis. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Teknologi Produksi Telur dan Daging Unggas, juga asisten mata kuliah Hasil Ikutan Ternak pada bulan Februari sampai Juli 2010. Penulis mengikuti organisasi non akademis dalam UKM Agriaswara periode 2006-2007, UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen periode 2006-2007, aktif sebagai pengurus dalam Komisi Pembinaan Pemuridan periode 2007-2009, dan pengurus Youth of Nation Ministry (YoNM) periode 2007-2010. Berkesempatan memiliki pengalaman magang di Peternakan Babi Obor Swastika Cisarua, Bandung selama satu bulan pada tahun 2008. Selain itu juga di Peternakan Lebah Madu Sari Bunga Sukabumi pada bulan Agustus 2009. Penulis memiliki pengalaman dibidang perlombaan bisnis sebagai salah satu tim perwakilan mahasiswa IPB dalam ajang Trust by Danone 7th tahun 2010 dan berkesempatan sebagai finalis tingkat Nasional. Penulis juga aktif dalam kegiatan kewirausahaan dan termasuk sebagai anggota PMW tahun 2010 di bawah bimbingan DPKHA IPB.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia dan penyertaanNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Potensi Budidaya Lebah Trigona dan Pemanfaatan Propolis Sebagai Antibiotik Alami Untuk Sapi PO. Penelitian mengenai budidaya Trigona bertujuan agar potensi lebah ini dapat diketahui dan dioptimalkan sehingga semakin banyak masyarakat mengetahui cara budidaya dan memanfaatkan potensi lebah tersebut. Selain itu produksi propolisnya yang melimpah dapat juga dimanfaatkan sebagai antibiotik alami pada sapi PO. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan Penulis dari Program Sarjana Teknologi Produksi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini Penulis lakukan dengan sepenuh hati, namun demikian Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Oleh sebab itu, Penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih bermanfaat bagi dunia pendidikan, pengembangan masyarakat, dan semua pihak yang membacanya.
Bogor, Desember 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ........................................................................................
i
ABSTRAK .............................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ................................................................................
v
KATA PENGANTAR ............................................................................
vi
DAFTAR ISI ..........................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................
xi
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
Latar Belakang.................................................................................. Tujuan ..............................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
3
Trigona spp. ..................................................................................... Strata Koloni .............................................................................. Sarang........................................................................................ Karakteristik Lebah .................................................................... Propolis ............................................................................................ Antibiotik ......................................................................................... Sapi Peranakan Ongole (PO)............................................................. Penerimaan ....................................................................................... Biaya Produksi.................................................................................. Pendapatan Usaha Peternakan........................................................... Income Over Feed Cost (IOFC) ........................................................
3 3 5 5 7 8 9 10 10 10 10
MATERI DAN METODE ......................................................................
12
Lokasi dan Waktu ............................................................................. Materi ............................................................................................... Prosedur............................................................................................ Rancangan dan Analisis Data............................................................ Rancangan ................................................................................. Analisis Data.............................................................................. Analisis Pendapatan Usaha Budidaya Lebah Trigona .......... Analisis Income Over Feed Cost .........................................
12 12 12 13 13 13 13 14
KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Geografis............................................................................
17
Halaman Lokasi dan Vegetasi.......................................................................... Sejarah dan Perkembangan Usaha.....................................................
17 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
20
Karakteristik Lebah Trigona ............................................................. Sarang........................................................................................ Pakan ......................................................................................... Teknis Budidaya Lebah Trigona ....................................................... Kendala...................................................................................... Potensi Peternakan Lebah Trigona .................................................... Sebagai Penghasil Madu............................................................. Sebagai Penghasil Polen dan Polinator ....................................... Sebagai Penghasil Propolis......................................................... Analisis Pendapatan Usaha Budidaya Trigona............................ Manfaat Propolis Sebagai Antibiotik Alami ...................................... Income Over Feed Cost Propolis dalam Peningkatan Bobot Badan Sapi PO.............................................................................................
20 21 23 25 28 29 29 30 31 33 37
KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................
43
Kesimpulan ......................................................................................... Saran...................................................................................................
43 43
UCAPAN TERIMA KASIH...................................................................
44
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
46
LAMPIRAN ...........................................................................................
49
40
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Komparasi Antara Apis dengan Trigona Sebagai Polinator.....................
6
2. Waktu Lebah Pekerja dalam Mencari Pakan .....................................
25
3. Perbedaan Budidaya Apis cerana dengan Trigona di Peternakan Lebah 26 Madu “Alam Lestari”........................................................................ 4. Potensi Lebah Trigona Sebagai Penghasil Madu, Polen, dan Propolis .....
29
5. Total Penerimaan dari Penjualan Produk Selama Setahun .................
35
6. Total Pengeluaran Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” Pertahun
36
7. Total Pendapatan Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” ...............
37
8. Pertambahan Bobot Badan Sapi PO Selama Tiga Bulan Pemeliharaan .......
38
9. Perbandingan Konsumsi Propolis dengan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) Sapi Peranakan Ongole .................................
39
10. Data Konsumsi Pakan Harian Sapi Peranakan Ongole.......................
40
11. Income Over Feed Cost per Kelompok Data .....................................
41
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Strata Koloni Lebah Madu ................................................................
4
2. Bagian Sarang Trigona .....................................................................
5
3. Lebah Ratu Trigona dan Lebah Pekerja.............................................
20
4. Sarang Trigona dalam Kotak Kayu dan Sarang Apis mellifera dalam Satu Sisiran ............................................................................
21
5. Kotak Kayu Standar OATH dan Detail Ukuran Kotak Kayu Standar
22
6. Pepohonan di Sekitar Kebun Tumpang Sari dan Pepohonan di Halaman Depan Rumah .....................................................................
24
7. Atap Rumah Panggung dari Bambu dan Sarang Alami Trigona dalam Bambu............................................................................................................
25
8. Pemecahan Koloni Trigona dengan Kotak Kayu Standar OATH dan Kotak Kayu Penuh Trigona yang Siap Dipecah Koloni ...................
29
9. Madu Curah Trigona dalam Botol Kaca dan Polen Trigona ..............
30
10. Raw Propolis Trigona .......................................................................
32
11. Kurva Pertumbuhan Rataan Bobot Badan Sapi PO Per Kelompok Data ..................................................................................................
37
12. Grafik Perbandingan Kandungan Propolis Terkonsumsi dengan PBBH Sapi Peranakan Ongole ..........................................................
39
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Kuisioner Penelitian Potensi Budidaya Lebah Trigona dan Pemanfaatan Propolis Sebagai Antibiotik Alami untuk Sapi PO
50
2. Data Produksi Trigona dan Penerimaan Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” Pandeglang...............................................................
54
3. Data Pengeluaran Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” Pandeglang
54
4. Perhitungan Pendapatan Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” Pandeglang Selama Setahun ............................................................
54
5. Data Fluktuasi Harga Sapi/kg Bobot Badan Hidup dan Konsentrat/kg dalam Kurun Waktu Lima Tahun (2006-2010)..................................
55
6. Data Biaya Pembuatan Mikrokapsul Propolis.........................................
55
PENDAHULUAN Latar Belakang Pada umumnya lebah memiliki sengat sebagai alat pertahanan dirinya, namun demikian terdapat lebah yang tidak memiliki sengat, yang biasa disebut stingless bee. Salah satu lebah yang tidak memiliki sengat adalah Trigona sp. Lebah Trigona hanya menghasilkan madu kurang lebih satu kilogram setiap tahun sementara lebah madu lainnya dapat menghasilkan 75 kg madu per tahun. Menurut Singh (1962), lebah Trigona menghasilkan sedikit madu yang sulit diekstraksi, namun propolis yang dihasilkannya lebih banyak daripada jenis lebah lokal yang lain. Lebah Trigona biasanya bersarang di lubang pohon, ranting pohon atau celah batu karang. Terkadang bersarang di lubang dinding rumah dan kayu lapuk sehingga mudah dipelihara dan jarang berpindah tempat. Namun demikian, belum banyak yang memanfaatkan sifat lebah Trigona yang jinak ini untuk membudidayakannya. Potensi lebah Trigona dalam menghasilkan propolis jauh lebih tinggi dibanding lebah lainnya dan mengingat bahwa harga propolis sangat mahal di pasaran, hal ini merupakan peluang bagi masyarakat untuk dapat membudidayakannya. Propolis adalah sejenis resin yang dikumpulkan lebah dari berbagai tumbuhan yang bercampur dengan saliva dan enzim lebah dan digunakan untuk membangun sarang (Bankova et al., 2000). Studi pemanfaatan propolis dalam dunia peternakan telah banyak dilakukan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, antibiotik buatan dapat digantikan dengan antibiotic growth promoter (AGP) alami yang memiliki dampak negatif minimal. Propolis telah diketahui memiliki khasiat antimikroba, antivirus, dan antikanker sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai antibiotik alami pada ternak ruminansia. Berdasarkan liputan oleh Artdiyasa et al. (2010), hingga saat ini permintaan pasar terhadap propolis terus meningkat dan mencapai peningkatan 20% per tahun oleh sebab manfaatnya yang sangat baik bagi kesehatan manusia. Penelitian ini membahas potensi ekonomis dan aspek-aspek teknis budidaya lebah Trigona penghasil propolis. Sebagai pemanfaatannya, propolis digunakan sebagai antibiotik alami untuk sapi Peranakan Ongole (PO). Pertambahan bobot badan harian (PBBH) pada sapi PO setelah diberikan propolis Trigona merupakan nilai ekonomis yang diukur. Penelitian ini juga menghitung nilai Income Over Feed Cost (IOFC) dari pemberian propolis sebagai antibiotik alami untuk sapi PO pada
berbagai taraf perlakuan. Selain itu dianalisis juga kelayakan penggunaan propolis sebagai antibiotik alami untuk jangka panjang. Hal ini perlu dilakukan karena perubahan harga yang dapat terjadi secara fluktuatif, baik perubahan harga pakan, harga bahan baku propolis itu sendiri, maupun perubahan harga jual sapi.
Tujuan Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan : 1. Menganalisis potensi ekonomis dari budidaya lebah Trigona. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor teknis yang diperlukan untuk budidaya lebah Trigona. 3. Menghitung efisiensi pertumbuhan sapi PO yang menggunakan antibiotik alami dari propolis Trigona dan keuntungan ekonomis yang paling tinggi dari pemberian berbagai taraf propolis tersebut. 4. Menganalisis kelayakan penggunaan propolis sebagai pemacu pertumbuhan alami pada sapi PO apabila terjadi peningkatan harga input maupun penurunan harga output.
2
TINJAUAN PUSTAKA Trigona spp. Trigona spp. merupakan jenis lebah yang tidak menyengat atau stingless bee. Lebah Trigona ditemukan di daerah tropis dan sub tropis, seperti Australia, Afrika, Asia Tenggara dan sebagian Meksiko dan Brazil. Lebah Trigona merupakan salah satu serangga yang hidup berkelompok dan membentuk koloni (Free, 1982). Trigona diklasifikasikan dalam divisi Animalia, filum Arthopoda, kelas Insecta, ordo Hymenoptera, famili Apidae, genus Trigona, dan species Trigona spp. Sihombing (2005) menyebutkan taksonomi lebah Trigona spp. selengkapnya adalah sebagai berikut : Divisi
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Hymenoptera
Subordo
: Apocrita
Famili
: Apidae
Subfamili : Apinae Tribe
: Meliponini
Genus
: Trigona
Species
: T. carbonaria, T. hockingsii, T. iridipennis, T. spinipes
Lebah Trigona dalam bahasa daerah dinamakan klanceng, lenceng (Jawa) atau teuweul (Sunda) (Perum Perhutani, 1986). Trigona memiliki pertahanan dengan cara menggigit musuhnya atau membakar kulit musuhnya dengan larutan basa. Organ vital (mata, hidung, dan telinga) musuh akan dikelilingi oleh lebah lain dalam satu koloninya. Lebah ini juga dilengkapi sistem kekebalan untuk menyerang serangga lainnya (Free, 1982). Strata Koloni Koloni lebah madu terdiri atas dua golongan, yaitu golongan reproduktif (lebah jantan dan ratu) dan golongan non-reproduktif (lebah pekerja). Mereka dapat dibedakan satu dengan yang lainnya dari bentuk, rupa, warna, dan tingkah laku. Satu koloni lebah hanya memiliki satu ekor ratu, ratusan ekor lebah jantan, ribuan ekor
3
lebah pekerja (Gambar 1), dan ditambah penghuni dalam bentuk telur, larva, dan pupa (Sumoprastowo, 1980; Sihombing, 2005). Lebah ratu berpenampilan mencolok dan berbeda dari lebah pekerja karena berukuran dua kali lebih panjang serta 2,8 kali bobot pekerja. Lebah ratu berfungsi sebagai penghasil telur dan juga sebagai pabrik penghasil senyawa kimia, yaitu feromon, adalah bahan pemersatu koloni dalam satu unit terorganisasi. Feromon merupakan senyawa kimia sebagai alat komunikasi lebah madu yang membawa informasi-informasi tentang apa yang harus dilakukan, atau tingkah laku apa yang harus diperhatikan oleh anggota-anggota koloni sesuai dengan keadaan yang sedang ataupun akan dihadapi. Setiap lebah ratu menghasilkan senyawa kimia yang berbedabeda sehingga hal tersebut digunakan sebagai tanda pengenal pada masing-masing koloni. Lebah pekerja maupun pejantan tidak mungkin tersesat atau masuk koloni yang berbeda oleh karena memiliki tanda pengenal yang berbeda (Sihombing, 2005). Fungsi lebah jantan selama hidup satu-satunya adalah mengawini lebah ratu dara. Lebah jantan tidak dapat bertanggungjawab atas dirinya sendiri sehingga pada musim paceklik atau persediaan pakan menipis, sebagian besar lebah jantan akan dibunuh atau dikeluarkan dari sarang oleh lebah pekerja karena lebah jantan dianggap sebagai hama. Lebah pekerja adalah lebah betina yang organ reproduksinya tidak berfungsi sempurna. Lebah pekerja memiliki pembagian tugas yang terstruktur rapi, baik di dalam maupun diluar sarang (Sihombing, 2005). Tugas di dalam sarang meliputi pembuatan sarang dengan komponen-komponennya yang terdiri dari tiga kompartemen, yakni kompartemen madu, polen, dan telur.
(ratu)
(pekerja) (jantan) n) Gambar 1. Strata Koloni Lebah Madu
4
Sarang Sarang Trigona yang sudah diambil madunya disebut raw propolis. Raw propolis terdiri dari sekitar 50% senyawa resin (flavonoid dan asam fenolat), 30% lilin lebah, 10% minyak aromatik, 5% polen lebah, dan 5% berbagai senyawa organik (Pietta et al., 2002). Sarang lebah dibuat dari campuran lilin dan resin tanaman. Sarang tersusun atas sel anakan yang dikelilingi dengan pelepah lembut yang disebut involucrum dan sel besar yang terdiri atas madu serta cadangan polen yang disimpan dalam tempat terpisah. Sel anakan berbentuk vertikal dan sel membuka pada bagian atasnya. Biasanya sel anakan disusun dalam sisir horizontal secara berurutan. Sel anakan dan tempat penyimpanan disangga oleh pilar dan bagian luarnya dilapisi oleh lapisan keras yang disebut dengan batumen (Free, 1982).
Gambar 2. Bagian Sarang Trigona Karakteristik Lebah Lebah Trigona dikenal sebagai polinator yang baik di Filipina. Karakteristik lebah Trigona yang kecil dan jangkauan terbang pendek, membuatnya fokus pada pepohonan di sekitar sarang sehingga polinasi yang dilakukannya lebih intensif dibanding lebah Apis yang jangkauan terbangnya lebih jauh. Selain itu karakteristik lebah Trigona lebih ramah kepada manusia dibanding dengan Apis, sehingga lebih mudah memelihara Trigona dibandingkan Apis. Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa tingkat kepraktisan lebah Trigona lebih tinggi untuk dibudidayakan dibanding dengan lebah Apis.
5
Tabel 1. Komparasi Antara Apis dengan Trigona Sebagai Polinator Komparasi Harga koloni Sengat
Jumlah lebah pekerja Masa hidup Tingkah laku
Jangkauan terbang
Apis Mahal (2,500-10,000 Peso Filipina) Menyengat, sehingga membutuhkan penanganan yang khusus Maksimum 60.000/sarang Lebih singkat (50 hari/pekerja) Kemungkinan kabur dari sarang sangat tinggi, terutama A. dorsata dan A. cerana Mencapai lebih dari 5 km, artinya polinasi menyebar
Pakan utama
Pekerja pencari pakan lebih fokus pada nektar
Persediaan makanan
Daya tahan terhadap hama
Membutuhkan, yaitu air gula dan polen buatan selama masa paceklik Rendah
Daya tahan terhadap cuaca
Sangat rendah
Kemudahan transportasi
Cukup sulit karena berat satu kotak penuh A.mellifera dengan total 30.000 pekerja mencapai lebih dari 30 kg Cukup besar (20”x16”x10”) sehingga sedikit lebah yang dapat dibawa per perpindahan Banyak peralatan, contoh : sisiran, cetakan lilin, sekat ratu, pengasap, ekstraktor madu, baju pelindung, dsb. Membutuhkan obat-obatan, (antibiotik, antikutu, dll) Inspeksi teratur, minimal satu kali/minggu
Ukuran kotak
Peralatan
Obat-obatan Jadwal pemeriksaan
Trigona Terjangkau (1,500-2,500 Peso Filipina) Tidak menyengat sehingga siapapun dapat menanganinya Maksimum 100.000/sarang Lebih panjang (60 hari/pekerja) Kemungkinan kabur sarang sangat kecil
dari
Pendek, hanya radius 500 meter sehingga polinasi lebih intensif dan merata di sekitar sarang Pekerja pencari pakan terutama pada polen karena lidah terlalu pendek untuk mendapatkan nektar Tidak membutuhkan, karena Trigona menyimpan cadangan polen sepanjang tahun Tinggi, karena ukurannya yang jauh lebih kecil, dan memiliki persediaan propolis yang tinggi dalam sarang sebagai pelindung alami. Lebih tinggi karena memiliki propolis sebagai kanopi Mudah, karena berat satu kotak penuh Trigona hanya mencapai 5 kg
Lebih kecil (11”x10”x8”) sehingga lebih banyak lebah yang dapat dibawa per perpindahan Hanya membutuhkan dua buah kotak untuk digunakan saat polinasi Tidak membutuhkan obatobatan Inspeksi satu kali /3-4 bulan
Sumber : Baconawa (2002)
6
Propolis Propolis merupakan nama generik dari resin sarang lebah madu. Kata propolis berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu pro (sebelum atau pertahanan), dan polis (kota atau sarang lebah), sehingga propolis dapat diterjemahkan sebagai sistem pertahanan pada sarang lebah. Propolis merupakan sejenis resin yang karena bentuknya lengket seperti lem, disebut sebagai bee glue. Propolis sebenarnya dihasilkan lebah dengan cara mengumpulkan resin-resin dari berbagai macam tumbuhan, kemudian resin ini bercampur dengan saliva dan berbagai enzim yang ada pada lebah sehingga menjadi resin yang berbeda dengan resin asalnya. Sumber utama propolis adalah kuncup bunga (Bankova et al., 2000). Lebah menggunakan propolis sebagai lapisan tipis pada dinding bagian dalam sarangnya atau lubang-lubang tempat tinggalnya. Warna dan komposisi propolis berbeda-beda, yakni mulai dari transparan, kuning, sampai coklat tua, karena sumbernya yang berbeda-beda (Woo, 2004) Propolis sudah mulai diteliti dan dipelajari sejak tahun 1960-an. Hal ini berdasar pada sifat uniknya yakni dipergunakan sejak dahulu oleh bangsa Yunani dan Romawi sebagai bahan antimikroba. Namun sejak perang dunia pertama penggunaan propolis sebagai bahan antimikroba alamiah mulai ditinggalkan dan diganti dengan bahan antibiotik sintetik, seperti amoksilin dan ampisilin. Hal itu dikarenakan kondisi menuntut untuk disediakan bahan antimikroba dalam jumlah besar dan cepat, guna mengobati luka dan pencegahan infeksi terhadap luka para korban perang. Setelah diketahui sifat resistensi bakteri terhadap antibiotik sintetik serta dampak negatif lainnya, maka propolis alamiah dari sarang lebah madu mulai kembali diminati. Propolis diketahui mempunyai khasiat aktivitas antibakteri, antifungi, antivirus dan anti aktivitas biologi lain seperti antiinflamasi, anestesi lokal, hepatoprotektif, antitumor, dan imunostimulasi (Bankova et al., 2000). Berdasarkan sifatnya sebagai bahan antimikroba alamiah, maka propolis sarang lebah madu tidak hanya digunakan sebagai bahan obat-obatan, melainkan juga untuk menyeimbangkan populasi mikroflora saluran pencernaan, yang dapat memacu pertumbuhan ternak (Tukan, 2008). Studi pemanfaatan propolis dalam dunia peternakan telah banyak dilakukan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa propolis berpotensi mengurangi diare
7
pada anak sapi yang terinfeksi oleh bakteri Escherichia coli. Pemberian ekstrak propolis 20% sebanyak 2-5 ml setiap pagi dan siang bersamaan dengan pemberian susu pada anak sapi, dapat mengurangi kejadian diare, dan mempercepat pertumbuhan berat badan. Selain sebagai obat untuk mengurangi kejadian diare, propolis juga dapat dipakai sebagai pemacu pertumbuhan anak sapi dengan cepat (Fearnley, 2001). Propolis yang dipadukan dengan logam tembaga dan kobalt dalam pakan yang diberikan kepada ternak sapi berkhasiat meningkatkan kekebalan tubuh sapi, mengaktifkan produksi antibodi dan fagositosis yang disebabkan oleh antigen paratyphoid. Antibiotik Masyarakat telah lama mengenal dan menggunakan antibiotik sebagai growth promoter pada ternak. Antibiotic growth promoters (AGP) meningkatkan efisiensi pencernaan pada hewan sehingga pertumbuhannya cepat dan kondisi tubuhnya sehat. Ulfah (2002) menyatakan bahwa penggunaan antibiotik pada pakan hewan sebagai pemacu pertumbuhan telah mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang umum digunakan untuk terapi infeksi pada manusia. Tetapi bakteri ataupun virus tidak bisa menjadi kebal terhadap propolis. Keunggulan propolis dibanding antibiotik lainnya adalah efek sampingnya yang kecil dan keunggulan lainnya yaitu tidak menimbulkan resistensi. Selain itu, propolis sebagai antibiotik memiliki selektivitas yang tinggi yaitu hanya membunuh kuman penyebab penyakit saja sedangkan mikroba yang berguna seperti flora usus tidak terganggu oleh propolis. Zat aktif yang diketahui bersifat antibiotik pada propolis adalah asam ferulat. Zat ini efektif terhadap bakteri gram positif dan negatif (Winingsih, 2004). Pemanfaatan propolis sebagai obat sekaligus pengawet mendasari digunakannya propolis sebagai antibiotik. Telah dilakukan berbagai penelitian mengenai efek antibiotik propolis terhadap berbagai mikroba (Hasan, 2006; Tukan, 2008; Fatoni, 2008). Studi terhadap propolis lebah madu telah berkembang hingga pengungkapan fraksi-fraksi senyawa yang terkandung di dalam sampel propolis, dari berbagai daerah asal. Tukan (2008) menyebutkan penelitian tersebut diantaranya; Yaghoubi et al. (2006) melaporkan bahwa propolis di Iran mengandung pinokembrin, asam kafeat, kaemferol, phenethyl caffeate, chrysin, dan galangin. Total kandungan
8
flavonoid adalah 7,3% dan fenolik 36%, yang mana keduanya menghambat aktivitas mikroba secara kuat. Komposisi kimiawi propolis sangat kompleks, dan memiliki lebih dari 200 jenis senyawa. Trusheva et al. (2006) melakukan analisis komponen-komponen aktif di dalam propolis merah asal Brazil dengan menggunakan teknik kromatografi kolom silika gel dan spektrofotometri Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Ditemukan 14 jenis senyawa yang terkandung, diantaranya adalah fenol sederhana, triterpenoid, isoflavonoid, prenilated benzophenon dan naptokuinon epoksida (merupakan suatu senyawa yang diisolasi dari sumber bahan alam). Dari komponen-komponen senyawa itu dilaporkan bahwa tiga komponen di antaranya berpengaruh kuat menghambat aktivitas bakteri dan bersifat antijamur. Analisa lanjutan terhadap komponen kimiawi yang terkandung dalam sampel propolis tersebut diperoleh bahwa propolis asal Kroasia mengandung asam kafeat, gulagin dan pinokembrin. Dari berbagai studi yang telah dilakukan, diketahui bahwa daya efektivitas kerja propolis sarang lebah madu sebagai bahan antimikroba dan jenis komponen senyawa aktif yang terkandung, berkaitan erat dengan daya dukung lingkungan flora sekitarnya yang menjadi sumber resin bagi lebah untuk membangun struktur sarangnya (Trusheva et al., 2006) Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi PO merupakan salah satu bangsa sapi yang banyak dipelihara peternak kecil di Pulau Jawa. Sapi ini berasal dari persilangan antara bangsa sapi Jawa maupun Madura (sapi lokal) dengan bangsa sapi Ongole (India) (Soeprapto, 2006). Sugeng (2006) menyebutkan ciri-ciri sapi Ongole yaitu berukuran tubuh besar dan panjang, berpunuk besar, leher pendek, kaki panjang, berwarna putih tetapi pada jantan berwarna putih keabuan pada leher dan punuk sampai kepala, sedangkan lututnya berwarna hitam. Sapi PO mempunyai postur tubuh maupun bobot badan lebih kecil dibandingkan dengan sapi Ongole, namun berciri fisik hampir sama. Bobot maksimal sapi PO jantan dewasa adalah 600 kg dan sapi betina 400 kg (Sarwono dan Arianto, 2001). Pertambahan bobot badan harian (PBBH) yang dimiliki oleh sapi PO cukup tinggi dibandingkan dengan ternak sapi lokal lainnya. Astuti (2004) menyebutkan bahwa angka nilai rataan PBBH yang pernah dilaporkan untuk prasapih sapi PO
9
adalah 0,62 kg dan pasca sapih 0,24 kg. Untuk umur 4-12 bulan, 13-24 bulan, dan 2 tahun PBBH masing-masing berkisar antara 0,34-0,37 kg, 0,31-0,4 kg, dan 0,44-0,91 kg. Sementara sebagai perbandingan, PBBH sapi Bali sebesar 0,35-0,5 kg dan sapi Brahman 0,91-1,36 kg. Data tersebut menunjukkan bahwa sapi PO mempunyai laju pertumbuhan yang cukup tinggi dibandingkan dengan ternak sapi lokal lainnya. Penerimaan Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian dari jumlah produksi total dan harga satuan produksi. Penerimaan dapat berwujud tiga hal, yaitu penjualan produk, produk yang dikonsumsi, dan kenaikan nilai inventaris ternak (Boediono, 2000; Soekartawi, 2001). Biaya Produksi Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan, yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan, dan dapat diukur untuk menghasilkan produk. Biaya ini dapat diklasifikasikan menjadi biaya tetap, yaitu biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha yang tidak dipengaruhi oleh jumlah output yang dikeluarkan, dan biaya variabel, yaitu biaya yang dikeluarkan karena jumlah output yang dihasilkan (Suratiyah, 2006). Pendapatan Usaha Peternakan Tingkat keuntungan dalam pertanian dapat diukur dengan pendapatan usahatani. Hal tersebut umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan usahatani dengan tujuan untuk membantu perbaikan pengelolaan usahatani (Gittinger, 1986). Analisis pendapatan bertujuan untuk menggambarkan keadaan sekarang suatu usaha dan tepat menggambarkan keadaan yang akan datang (Hernanto, 1995). Analisis pendapatan memerlukan dua komponen utama yaitu penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu. Income Over Feed Cost (IOFC) Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan dengan biaya pakan yang digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini merupakan barometer untuk mengetahui seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya pakan. Pendapatan merupakan
10
perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990). Untuk memperoleh selisih pendapatan dengan biaya yang tinggi, yaitu dengan menekan biaya ransum melalui peningkatan pengawasan terhadap pemberian ransum atau melalui pemilihan bibit yang memiliki konversi ransum yang baik (Rasyaf, 2002).
11
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu kampus IPB Dramaga Bogor dan Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” di Kampung Beunying RT 01 RW 01 Kelurahan Cilaja, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang, Banten. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Mei hingga Oktober 2010. Materi Materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuisioner, kamera, timbangan, dan alat tulis untuk mengumpulkan data primer di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari”. Selain itu juga digunakan data hasil penelitian pendahulu sebagai data sekunder. Prosedur Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap; pertama adalah dari sisi hulu, yaitu analisis potensi budidaya lebah Trigona sebagai penghasil propolis. Data dikumpulkan melalui proses wawancara, pengamatan, dan penelusuran pustaka. Pengamatan dan wawancara dilakukan di Peternakan Lebah Madu Alam Lestari, Pandeglang. Kegiatan wawancara dilaksanakan dengan bantuan lembar kuisioner. Pengamatan yang dilakukan meliputi aspek teknis budidaya Trigona, karakteristik dan ciri-ciri Trigona, potensi produksi serta nilai ekonomisnya. Pengamatan lapang dilakukan setelah kegiatan wawancara dan didampingi oleh pemilik peternakan. Tahap kedua adalah dari sisi hilir yaitu analisis Income Over Feed Cost (IOFC) propolis sebagai antibiotik alami untuk sapi PO. Data sekunder yang digunakan merupakan hasil penelitian Ningsih (2009) yang meliputi data konsumsi pakan yang diberi perlakuan kontrol, mikrokapsul (MK) 2%, MK 4%, dan raw propolis, serta data pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi PO untuk masingmasing perlakuan. Selain itu juga dilakukan pengumpulan data harga raw propolis, biaya pembuatan mikrokapsul, harga jual sapi/kg bobot hidup, harga konsentrat dan rumput. Data-data harga tersebut merupakan rataan data lima tahun terakhir (20062010). Data ini dikumpulkan dengan cara survei ke lokasi peternakan dan penelusuran pustaka.
12
Rancangan dan Analisis Data Rancangan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yang dilaksanakan berdasarkan pengamatan langsung dan wawancara menggunakan kuisioner terstruktur. Data primer berupa hasil wawancara dan pengamatan langsung di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari”. Penelitian ini juga dilengkapi dengan data sekunder berupa data pertumbuhan bobot badan sapi PO yang diberikan propolis selama tiga bulan dan data harga input maupun output dalam pemeliharaan sapi PO. Faktor-faktor yang digunakan dalam penelitian untuk dianalisis secara deskriptif adalah lokasi budidaya lebah (batas wilayah, vegetasi sekitar lokasi, luas areal, kepemilikan, keadaan geografis), sejarah usaha budidaya (latar belakang, pengalaman budidaya, modal awal, perkembangan usaha budidaya), usaha budidaya (total pekerja, total pendapatan, total pengeluaran, rata-rata pendapatan usaha), karakteristik lebah (strata koloni, jangkauan terbang, tingkah laku khusus, predator, sarang lebah, masa hidup), teknis budidaya lebah (jumlah koloni, pertumbuhan koloni, sumber pakan, cara pemeliharaan, peralatan yang digunakan, perlakuan khusus, permasalahan umum), dan potensi produksi hasil usaha (produksi dan pemasaran propolis, madu, polen dan polinator, serta koloni lebah). Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah pembudidaya lebah madu Trigona di Pandeglang, yaitu Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari”. Pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling atau secara sengaja oleh karena peternak lebah madu Trigona disekitar Jawa Barat hanya terdapat di Pandeglang saja. Analisis Data Analisis Pendapatan Usaha Budidaya Lebah Trigona. Analisis pendapatan bertujuan untuk menggambarkan keadaan suatu kegiatan usaha sekarang dan secara tepat menggambarkan keadaan yang akan datang (Hernanto, 1995). Analisis pendapatan budidaya Trigona dilakukan berdasarkan informasi dari Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” dan dapat menjadi acuan bagi masyarakat yang akan membudidayakan lebah Trigona. Soekartawi (2002) menyatakan bahwa pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya.
13
Analisis pendapatan menggunakan rumus (Downey dan Erickson, 1985; Soekartawi, 2002; dan Suratiyah, 2006) : I = Σ (Y . Py ) - Σ (Xi . Pxi ) Keterangan : I Y Pxi Py Xi
: Pendapatan (Rp) : Output (kg) : Harga input (Rp) : Harga output (Rp) : Jumlah input (i = 1,2,3….n)
Analisis Income Over Feed Cost. Analisis IOFC bertujuan untuk mengetahui keuntungan ekonomis yang paling tinggi dari pemberian berbagai taraf propolis sebagai antibiotik alami dibandingkan dengan kontrol. Untuk mengetahui kelayakan penggunaan propolis sebagai antibiotik alami dalam jangka panjang, perlu dilakukan analisis IOFC yang memperhitungkan perubahan pada harga input maupun harga output. Empat skenario yang dilakukan dalam analisis IOFC adalah : 1. Skenario I, yaitu perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC) tanpa perubahan harga (aktual) Kelompok Kontrol : IOFC = TR – BP = [BH * P] – [R+K] Kelompok MK 2% : IOFC = TR – BP = [BH * P] – [R+ K+MK 2%] Kelompok MK 4% : IOFC = TR – BP = [BH * P] – [R+K+MK 4%] Kelompok Raw Propolis : IOFC = TR – BP = [BH * P] – [R+K+RP]
14
2. Skenario II, yaitu perhitungan sensitivitas IOFC apabila terjadi peningkatan harga konsentrat sebesar 10%. Kelompok Kontrol : IOFC = TR – BP = [BH * P] – [R+K+10%] Kelompok MK 2% : IOFC = TR – BP = [BH * P] – [R+K+10% +MK 2%] Kelompok MK 4% : IOFC = TR – BP = [BH * P] – [R+K+10%+MK 4%] Kelompok Raw Propolis : IOFC = TR – BP = [BH * P] – [R+K+10%+RP] 3. Skenario III, yaitu perhitungan sensitivitas IOFC apabila terjadi peningkatan harga propolis sebesar 10%. Kelompok MK 2% : IOFC = TR – BP = [BH*P]–[R+K+MK 2%+10%] Kelompok MK 4% : IOFC = TR – BP = [BH*P]–[R+K+MK 4%+10%] Kelompok Raw Propolis : IOFC = TR – BP = [BH*P] – [R+K+RP+10%] 4. Skenario IV, yaitu perhitungan sensitivitas IOFC apabila terjadi penurunan harga jual sapi hidup sebesar 3%. Kelompok Kontrol : IOFC = TR – BP = [BH * P-3%] – [R + K]
15
Kelompok MK 2% : IOFC = TR – BP = [BH * P-3%] – [R+K+MK 2%] Kelompok MK 4% : IOFC = TR – BP = [BH * P-3%] – [R+K+MK 4%] Kelompok Raw Propolis : IOFC = TR – BP = [BH * P-3%] – [R+K+RP] Keterangan : IOFC TR BP BH P R K MK 2% MK 4% RP
: Income Over Feed Cost : Total Revenue : Biaya Pakan : Bobot Hidup : Harga Jual/kg : Biaya Rumput : Biaya Konsentrat : Biaya Mikrokapsul 2% : Biaya Mikrokapsul 4% : Biaya Raw Propolis
16
KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Geografis Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6o21’-7o10’ LS dan 104o48’-106o11’ BT dengan luas daerah 2747 km2 atau sebesar 29,98% dari luas Propinsi Banten. Batas administrasi Kabupaten Pandeglang yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Serang, selatan dengan Samudera Indonesia, barat dengan Selat Sunda, dan timur dengan Kabupaten Lebak. Topografi wilayah Pandeglang di daerah tengah dan selatan umumnya merupakan dataran berbukitbukit. Suhu udara minimal dan maksimal di wilayah Kabupaten Pandeglang berkisar antara 27,00-30,65oC dengan rataan suhu udara 27,88oC. Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” terletak di Kampung Beunying RT 01 RW 01 Kelurahan Cilaja, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang, Banten. Lokasi ini memiliki batas-batas administrasi dengan beberapa kelurahan di sekitarnya. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Pandeglang, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Saruni, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Pager Batu, dan sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Karaton. Lokasi dan Vegetasi Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” merupakan peternakan lebah Trigona satu-satunya yang terdapat di sekitar Jawa Barat. Daerah Cilaja, Pandeglang merupakan lokasi yang strategis bagi peternakan lebah oleh karena suasana pedesaan yang masih begitu kental sehingga pepohonan pun melimpah disana. Lebah Trigona tidak mampu bertahan hidup lama bila lingkungannya banyak terdapat uap panas dan kebisingan suara dari pabrik. Lokasi Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” mendukung pertumbuhan Trigona dengan baik. Lokasi peternakan lebah terbagi menjadi dua yaitu halaman depan rumah dan kebun tumpang sari yang berjarak kurang lebih 25 km dari rumah peternak. Luas areal halaman depan rumah adalah sebesar 400 m2 sementara luas areal kebun tumpang sari mencapai 25 ha. Kepemilikan lahan halaman depan rumah adalah milik pribadi peternak, namun lahan kebun tumpang sari adalah milik petani sekitar yang juga menjadi pekerja di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” sehingga peternak
17
melakukan sistem kontrak penggunaan lahan per bulan dan pembayarannya berdasarkan hasil produksi. Adapun kesamaan yang terdapat diantara kedua tempat tersebut, yaitu ciri vegetasinya. Kedua lokasi peternakan lebah tersebut memiliki banyak pepohonan yang berbuah sepanjang tahun maupun pohon musiman. Pepohonan tersebut terdiri atas pohon pisang, kelapa, melinjo, bunga hutan (harendong), kopi, akasia, kaliandra, palem, aren, alpukat, rambutan, dan jagung. Dalam hal ini terjadi hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara tumbuhan dengan lebah Trigona, atau yang biasa disebut dengan simbiosis mutualisme. Lebah Trigona berfungsi sebagai polinator yang membantu penyerbukan sehingga pertumbuhan tanaman menjadi optimal dan sebaliknya Trigona pun mendapat asupan polen dan nektar yang cukup bagi persediaan makanan mereka. Terlebih penting Trigona mendapat resin yang melimpah dari getah pepohonan sebagai bahan baku pembuat propolis (Bankova et al., 2000). Sejarah dan Perkembangan Usaha Usaha Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” berdiri sejak tahun 1997. Dilatarbelakangi oleh pengalaman dari pemilik peternakan, bernama Bapak Ajid yang bekerja sebagai guru SDN Cilaja 1, yaitu beternak lebah madu secara tradisional sejak kecil bersama orangtua menjadi modal awal dalam merintis usaha ini. Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” dari sejak awal sudah memelihara dua jenis lebah yang berbeda, yaitu Apis cerana dan Trigona. Pada masa itu lebah Trigona dikenal sebagai serangga kecil yang hidup di dalam bambu, dapat menghasilkan madu, dan masyarakat Jawa Barat biasa menyebutnya teuweul. Pemilik Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” membudidayakannya oleh karena rasa madu yang dihasilkan Trigona lebih enak dan memiliki rasa asam dibanding madu dari lebah A. cerana meskipun kuantitas produksinya lebih sedikit. Seiring berjalannya waktu, baru diketahui bahwa Trigona mampu menghasilkan propolis dan produksinya jauh lebih banyak daripada Apis. Hal ini menyebabkan semakin banyaknya koloni Trigona yang dibudidayakan di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” meskipun masih banyak yang perlu dikembangkan terkait ilmu pengetahuan dalam budidaya Trigona.
18
Modal awal sebesar Rp 300.000,- Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” hanya memiliki lima stup A. cerana dan 20 bambu berisi koloni Trigona yang diperoleh sebagian dari pengambilan koloni di hutan dan rumah-rumah panggung kosong, dan sebagian dibeli dari petani sekitar. Usaha ini kemudian berkembang semakin besar setelah Bapak Ajid mengikuti pelatihan teknik budidaya lebah madu yang diadakan oleh Balai Latihan Kehutanan Bogor pada tahun 1999. Berangsurangsur jumlah koloni yang dimiliki meningkat pesat hingga kini mencapai 500 stup A. cerana dan 400 stup Trigona (165 stup berada di halaman depan rumah dan 235 stup berada di kebun tumpang sari). Pada perkembangannya, Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” memiliki total pekerja tetap sebanyak 12 orang hingga saat ini. Pekerja tersebut semuanya mengelola lebah yang berlokasi di kebun tumpang sari milik mereka, sementara lebah yang dipelihara di halaman depan rumah dikelola oleh Bapak Ajid sendiri. Sebagai peternak lebah madu yang berhasil, Bapak Ajid merupakan salah satu pengurus Asosiasi Perlebahan Propinsi Banten. Adapun sebagai seorang pengurus beliau bertugas untuk merekrut peternak lebah di tingkat Kabupaten dan Propinsi untuk menyejahterakan sumber daya masyarakat sekitar. Selain itu juga Bapak Ajid sering diminta oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan untuk mengadakan pelatihan budidaya lebah madu tingkat Propinsi. Hal tersebut membuat Bapak Ajid semakin terampil untuk mengadakan pelatihan sehingga Bapak Ajid membuka pelatihan atas nama pribadi dan usahanya membuahkan hasil Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” semakin berkembang dan dikenal banyak orang. Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” telah diliput oleh beberapa wartawan majalah Nasional (Trubus, Tribun, Radar Banten) dan masuk dalam liputan dua stasiun televisi swasta (Trans TV dan TPI).
19
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lebah Trigona Lebah Trigona memiliki strata koloni yang sama dengan lebah madu lainnya, yaitu terdiri dari ratu, jantan, dan pekerja. Secara umum tugas mereka sama dengan lebah madu lainnya, namun perbedaannya terletak pada pertahanan diri, yaitu lebah Trigona tidak menyengat. Gambar 3 menunjukkan ratu dan lebah pekerja kerja Trigona sebagai anggota dalam satuan koloni Trigona.
(a) (b) Gambar 3. Lebah Ratu Trigona (a) dan Lebah Pekerja (b) Lebah ratu bertugas untuk bertelur dan mengatur koloni agar tidak tersesat pada koloni lain. Lebah ratu berfungsi sebagai penghasil telur dan pabrik penghasil senyawa kimia, yaitu feromon, feromon, adalah bahan pemersatu koloni dalam satu unit terorganisasi (Sihombing, 2005). Pada umumnya lebah madu memiliki sifat mudah kabur atau swarming, namun lebah Trigona tidak memiliki kebiasaan tersebut. Selain itu sifat lebah ratu Trigona yang tidak mampu terbang oleh karena tubuhnya yang jauh lebih gemuk daripada lebah pekerja maupun jantan menyebabkan koloni ini sangat jarang berpindah tempat, hanya jika mereka merasa merasa sangat terganggu dengan predator atau kekurangan sumber polen. Seperti pernyataan Sihombing (2005), lebah ratu berpenampilan mencolok berbeda dengan lebah pekerja karena berukuran dua kali panjang dan 2,8 kali bobot pekerja. Kemampuan reproduksi lebah ratu sangat mempengaruhi jumlah koloninya. Hal tersebut juga mempengaruhi produktivitas koloni dalam menghasilkan madu, polen, dan propolis. Lebah pekerja memiliki pembagian tugas yang terstruktur rapi, yaitu didalam dan diluar sarang (Sihombing, 2005). Tugas didalam sarang meliputi pembuatan sarang dengan komponen--komponennya komponennya yang terdiri dari tiga kompartemen, yakni 20
kompartemen madu, polen, dan telur. Kondisi kesehatan atau performa lebah pekerja sangat mempengaruhi produktivitasnya dalam menghasilkan madu madu dan polen sebagai persediaan makanan, serta propolis sebagai pertahanan mereka. Selain performa kesehatan, kondisi lingkungan juga sangat mempengaruhi produktivitasnya, seperti musim paceklik atau kemarau panjang sehingga nektar, polen, dan resin sulit mereka temukan. Hal tersebut mempengaruhi stabilitas koloni dalam sarang Trigona sehingga lebah jantan akan diusir keluar atau bahkan dibunuh oleh lebah pekerja. Dalam hal ini lebah jantan dianggap sebagai hama dalam koloni karena tidak mampu bekerja, tidak ak produktif, dan hanya menghabiskan persediaan makanan dalam koloni. Sarang Sarang lebah Trigona berbeda dari sarang lebah madu lainnya, yaitu tidak membentuk segi enam dan tersusun rapi dalam satu sisiran layaknya sarang Apis (Gambar 4b). Trigona bebas membentuk sarangnya di sudut-sudut sudut sudut kotak kayu. Sarang lebah Trigona yang terlihat pada Gambar 4a merupakan sarang yang telah dibudidayakan, yaitu telah dipindahkan dalam kotak kayu yang sebelumnya berada di lubang bambu.
(a) (b) Gambar 4. Sarang Trigona dalam Kotak Kayu (a) dan Sarang Apis mellifera dalam Satu Sisiran (b) Secara naluri Trigona akan masuk dan tinggal pada celah bambu atau kayu dimana mereka dapat membuat sarang disana. Trigona dapat menghasilkan madu, polen, dan propolis, serta mengembangkan koloninya dalam celah bambu, namun secara kuantitas akan terbatas sehingga produktivitasnya kurang optimal. Penggunaan kotak kayu dilakukan setelah Bapak Ajid membeli koloni yang berumur dua sampai tiga bulan dari masyarakat sekitar. Kotak kayu tersebut dibuat dari papan
21
kayu, paku, dan karet, berukuran 30 x 15 x 15 cm3. Namun demikian, Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” belum menggunakan kotak kayu yang standar, karena seorang peneliti lebah di Australia bernama Tim Heard pada tahun 1985 telah merumuskan standar kotak kayu yang disebut Original Australian Trigona Hive (OATH) seperti terlihat pada Gambar 5.
(a)
(b)
Gambar 5. Kotak Kayu Standar OATH (a) dan Detail Ukuran Kotak Kayu Standar (b) Sumber : Heard (2008)
Sarang lebah dibuat dengan campuran lilin dan resin propolis dari tanaman. Sarang lebah Trigona memiliki tiga kompartemen berbeda, yaitu madu, polen, dan telur yang masing-masing kompartemennya memiliki banyak pot. Seperti yang terlihat pada Gambar 4a bahwa terdapat perbedaan warna pada masing-masing kompartemen. Warna kuning menunjukkan kompartemen telur, sementara warna agak kecoklatan merupakan kompartemen madu dan polen yang keduanya memiliki warna yang hampir sama. Sarang Trigona yang sudah diambil madunya disebut raw propolis. Raw propolis terdiri dari sekitar 50% senyawa resin (flavonoid dan asam fenolat), 30% lilin lebah, 10% minyak aromatik, 5% polen lebah, dan 5% berbagai senyawa organik (Pietta et al., 2002). Raw propolis inilah yang diberikan kepada sapi PO sebagai antibiotik alami (Ningsih, 2009). Propolis tercampur dalam seluruh bagian sarang dan juga banyak terdapat disekeliling pintu kayu sebagai pertahanan koloni. Propolis yang bersifat lengket dan memiliki kemampuan antimikrobial merupakan
22
pertahanan utama bagi koloni Trigona dari serangan predator-predatornya, seperti semut, cicak, burung, kecoa, dan tokek. Pada umumnya predator-predator tersebut menunggu Trigona di depan pintu kotak kayu sehingga antisipasi yang dapat dilakukan oleh peternak adalah memberi kapur semut atau obat anti hama di tempat tersebut. Pakan Trigona mencari pakan melalui pepohonan yang ada di sekitarnya, yaitu nektar, polen, dan resin tumbuhan. Berdasarkan analisis komparatif Baconawa (2002), lebah Trigona pencari pakan terutama pada polen karena lidah mereka terlalu pendek untuk mendapatkan nektar. Hal ini sesuai dengan cara budidaya lebah Trigona di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari”, bahwa pemberian cadangan pakan berupa air gula tidak perlu dilakukan, seperti halnya dilakukan pada A. mellifera. Berdasarkan hasil pengamatan, lebah Trigona menjadi tidak produktif bahkan mengalami gangguan pencernaan saat diberikan cadangan pakan air gula. Hal ini mengakibatkan lebah Trigona hanya menghasilkan sedikit madu yang sulit diekstrak, namun sesuai dengan pernyataan Singh (1962) bahwa propolis yang dihasilkannya lebih banyak daripada jenis lebah lokal yang lain. Propolis dihasilkan lebah dengan cara mengumpulkan resin-resin dari berbagai macam tumbuhan, kemudian resin ini bercampur dengan saliva dan berbagai enzim yang ada pada lebah sehingga menjadi resin yang berbeda dengan resin asalnya. Pepohohan yang ada di sekitar Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” diantaranya adalah pohon pisang, kelapa, melinjo, kopi, akasia, kaliandra, aren, alpukat, rambutan, bunga hutan (harendong), dan tanaman palawija seperti jagung dan padi. Supadi (1986) yang mengidentifikasi tanaman pendukung lebah melalui bentuk serbuk sari dalam stup lebah madu, menemukan bahwa lebah menyukai polen yang berasal dari tanaman pangan dan tanaman hias, misalnya kembang sepatu dan kembang soka, tumbuhan hutan dan tanaman liar. Jenis tumbuhan yang disukai lebah madu pada umumnya mempunyai bunga yang polennya nampak dengan jelas atau mempunyai filamen yang panjang seperti pada kaliandra, lamtoro, kelapa, jagung, pisang, padi, kopi, dan lain-lain. Gambar 6 memperlihatkan lokasi Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” yang sangat sesuai untuk budidaya lebah madu karena vegetasinya yang cocok sebagai sumber pakan bagi mereka.
23
(a) (b) Gambar 6. Pepohonan di Sekitar Kebun Tumpang Sari (a) dan Pepohonan di Halaman Depan Rumah (b) Luas areal peternakan lebah di halaman depan rumah adalah sebesar 400 m2 (Gambar 6b) sementara luas areal kebun tumpang sari mencapai 25 ha (Gambar 6a). Jangkauan terbang Trigona mencapai 400-500 500 meter dari sarang, sehingga Trigona tidak akan kekurangan sumber pakan dari pepohonan sekitar areal peternakan. Dalam hal ini, peletakan koloni di sekitar pohon menjadi aspek teknis yang perlu diperhatikan agar Trigona tidak mengalami kesulitan dalam mencari pakan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dilakukan oleh Russell dan Janine (2009), bahwa dalam satu pohon rata-rata rata terdapat dua sampai tiga koloni Trigona. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rasio antara pohon sebagai sumber pakan dengan jumlah koloni Trigona adalah 1 : 2. Adapun jadwal lebah pekerja dal dalam am mencari pakan tertera dalam Tabel 2, namun dapat terjadi perubahan apabila cuaca kurang baik pada saat itu, seperti terjadi hujan deras atau angin kencang, maka lebah pekerja akan banyak menghabiskan waktu dalam sarang. Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa bahwa lebah pekerja merupakan lebah yang sangat rajin bekerja sehingga bila dihitung jam kerja dari lebah pekerja Trigona untuk mencari pakan adalah 10 jam dalam sehari. Semua pekerjaan tersebut bertujuan agar tersedia cadangan makanan bagi koloni dan selebihn selebihnya dapat dimanfaatkan oleh peternak.
24
Tabel 2. Waktu Lebah Pekerja dalam Mencari Pakan Waktu
Kegiatan
06.00-09.00 09.00 WIB
Terbang keluar sarang mencari pakan
09.00-12.00 12.00 WIB
Berada dalam sarang
12.00-19.00 19.00 WIB
Terbang keluar sarang mencari pakan
19.00-06.00 06.00 WIB
Berada dalam sarang
Sumber : Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari”
Teknis Budidaya Lebah Trigona Umumnya bambu sering digunakan sebagai atap rumah panggung dan masyarakat di daerah Cilaja, Pandeglang masih banyak yang menggunakan rumah panggung sebagai tempat tinggal mereka. Masyarakat setempat sering memanfaatkan atap rumahnya yang masih menggunakan bambu sebagai sarang alami bagi Trigona (Gambar 7), namun pada umumnya berhenti sampai disana. Masyarakat belum melakukan budidaya Trigona seperti yang dilakukan oleh Bapak Ajid untuk memperoleh pendapatan yang optimal dari lebah madu ini. Masyarakat yang membiarkan atap bambunya dihuni Trigona,, biasanya hanya mengambil keuntungan dari madu dan koloni itu sendiri untuk dijual. Pada umumnya koloni koloni dibiarkan berkembang selama tiga bulan, lalu dilakukan pengecekan madu. Bila madu yang dihasilkan sudah cukup banyak, maka dapat dilakukan pemanenan, namun bila belum koloni dibiarkan berkembangbiak lebih lama.
(a) (b) Gambar 7.Atap Rumah Panggung dari Bambu (a) dan Sarang Alami Trigona dalam Bambu (b) Budidaya Trigona merupakan hal yang mudah dilakukan terkait sifat sifat-sifatnya yang sangat mandiri karena terbiasa hidup di alam. Penggunaan lahan untuk
25
memelihara lebah ini pun tidak dibutuhkan sebidang tanah yang luas dengan karakteristik tertentu, seperti halnya budidaya A.mellifera. Sebagai perbandingan bahwa jangkauan terbang A.mellifera mencapai lebih dari 5 km sementara jangkauan terbang Trigona hanya mencapai radius 500 meter (Baconawa, 2002). Seperti halnya di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” yang hanya memiliki luasan lahan 400 m2 namun mampu menampung 165 koloni di depan rumah peternak. Hal ini menunjukkan bahwa pemeliharaan Trigona tidak memerlukan luasan lahan yang terlalu besar. Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” memiliki dua genus lebah yang berbeda, juga berbeda dalam hal teknis budidayanya. Pemeliharaan Trigona di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” berbeda dengan pemeliharaan A.cerana. Tabel 3 menunjukkan perbedaan antara budidaya Trigona yang jauh lebih sederhana dan mudah dibandingkan dengan budidaya A.cerana dalam hal frekuensi pemeriksaan koloni, tugas-tugas pekerja, frekuensi pemanenan hasil produksi (madu, polen, propolis), serta kelengkapan alat yang digunakan. Tabel 3. Perbedaan Budidaya Apis cerana dengan Trigona di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” Perbedaan
Apis cerana
Trigona
Pemeriksaan koloni
1 kali/ minggu
1 kali/ bulan
Kegiatan pemeriksaan atau tugas pekerja
Pemeriksaan ketersediaan pakan dalam koloni, pemberian pakan tambahan, pemeriksaan jumlah telur/sel anakan, kesehatan koloni, produktivitas lebah pekerja, pemberian obat anti kutu, panen madu dan polen, dan pelaporan kegiatan
Produktivitas lebah pekerja, kesehatan koloni, panen madu, polen, dan propolis
Pemanenan madu, polen, atau propolis
1 kali/ bulan
1 kali/ 3 bulan
Peralatan yang digunakan
Kotak/stup, sisiran, pelindung wajah, Kotak kayu, pisau penyekat ratu, pengasap
Pemeliharaan Trigona tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak, peralatan yang lengkap, maupun jam kerja yang penuh oleh karena sifat lebah tersebut yang sangat mandiri. Namun demikian, pendapatan yang diperoleh dari Trigona lebih sedikit dibanding pendapatan dari A.cerana sehingga banyak orang menjadi malas untuk membudidayakan Trigona. Hal tersebut dikarenakan waktu
26
pemanenan Trigona adalah setiap tiga bulan sekali. Alasan waktu pemanenan tiga bulan sekali karena jumlah produksi madu optimal tercepat yang dapat dikumpulkan oleh peternak dan mendapatkan keuntungan ekonomis. Namun jika terjadi peningkatan permintaan secara drastis dalam waktu tertentu, maka pemanenan dapat dilakukan lebih cepat. Adapun cara panen madu Trigona jauh lebih sederhana dibanding dengan A.cerana, yaitu hanya dengan menggunakan pisau untuk memanen madu sarang. Untuk mengeluarkannya cukup dengan memeras secara manual kemudian ditampung dalam botol. Pemanenan perlu dilakukan pada waktu-waktu tertentu, yaitu pada saat lebah pekerja sedang keluar mencari pakan. Pukul 07.00-09.00 WIB atau pukul 13.00-15.00 WIB merupakan waktu yang baik untuk melakukan pemanenan. Hal tersebut perlu dilakukan agar koloni tidak merasa terganggu oleh proses pengambilan madu, dengan demikian pekerja atau peternak pun tidak akan diserang oleh koloni. Hal lain yang perlu diperhatikan saat pemanenan yaitu pekerja atau peternak tidak disarankan menggunakan wewangian yang berbau tajam atau saat tubuh banyak berkeringat. Lebah merupakan serangga yang penciumannya sangat sensitif sehingga bau-bauan yang tajam akan mengganggu mereka dan dapat membuat stress. Pemanenan polen juga dilakukan dengan cara yang sama. Cukup dengan memotong kompartemen polen menggunakan pisau, maka polen Trigona dapat langsung dikonsumsi atau dijual. Demikian halnya dengan pemanenan propolis, yaitu dengan mengikis propolis di sekitar pintu kayu atau mengambil sarang yang telah dipanen madu dan polennya. Dalam hal ini cara panen merupakan aspek teknis yang perlu diperhatikan. Dampak positifnya yaitu mendapatkan jumlah raw propolis yang cukup banyak setiap kali panen, namun disisi lain memiliki dampak negatif bagi kelestarian koloni karena merusak kompartemen lain yang sebagian besar berisi larva. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut mengenai cara panen yang tepat agar dapat menjaga kelestarian koloni dan mendapat informasi yang akurat mengenai jumlah propolis yang dapat dipanen dari setiap koloni Trigona. Sumber bibit yang dimiliki oleh Bapak Ajid berasal dari rumah panggung kosong milik masyarakat sekitar yang dikontrak. Pemanfaatan rumah panggung ini adalah atapnya yang terbuat dari bambu yang sering digunakan oleh Trigona sebagai
27
sarang alami koloninya. Sistem kontrak yang dilakukan adalah dengan perjanjian, yaitu atap bambu yang dihuni oleh Trigona dibiarkan dalam rumah kosong tersebut sampai koloninya menjadi penuh. Setelah itu pemilik rumah tersebut akan mengantarkan bambu yang penuh dengan Trigona ke rumah Bapak Ajid. Perjanjian ini mengharuskan pemilik rumah menjual koloni Trigona dalam bambu hanya kepada Bapak Ajid, sementara Bapak Ajid bertanggungjawab untuk membeli koloni tersebut dengan uang tunai atau sembako yang diperlukan penjual. Hal ini merupakan kerjasama yang baik antara Bapak Ajid dengan masyarakat sehingga usaha Bapak Ajid lebih cepat berkembang dan dapat menolong masyarakat sekitarnya. Kerjasama dengan masyarakat sekitar juga mendatangkan keuntungan yang sangat besar bagi Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari”. Hal tersebut dikarenakan permintaan koloni Trigona dari luar cukup tinggi setiap bulannya sehingga perlu adanya pasokan bibit yang pasti dan sewaktu-waktu dapat diambil tanpa mengganggu koloni yang dipeliharanya untuk dapat menghasilkan madu dan propolis. Hubungan timbal balik yang saling menguntungkan ini telah dilakukan oleh Bapak Ajid sejak awal memulai usaha Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” sehingga jumlah koloni cadangan miliknya mencapai 200 koloni yang tersebar di rumah-rumah panggung milik masyarakat sekitar. Kendala Kendala dalam budidaya Trigona di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” yaitu masih membutuhkan pasokan bibit dari luar peternakannya oleh karena Bapak Ajid belum menemukan cara perbanyakan koloni lebah Trigona. Hal ini belum dapat dilakukan karena kurangnya pengetahuan dan riset ilmiah mengenai teknik budidaya lebah Trigona di Indonesia. Sehingga cara budidaya Trigona di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” masih mengandalkan pengalaman dan pembelajaran secara otodidak. Gambar 8 memperlihatkan bahwa pada dasarnya pemecahan koloni dapat dilakukan apabila kotak kayu yang digunakan adalah kotak kayu yang standar, sehingga kotak atas dan kotak bawah dapat dipisahkan untuk sementara dan dipecah untuk diperoleh koloni baru (Heard, 2008)
28
(a) (b) Gambar 8. Pemecahan Koloni Trigona dengan Kotak Kayu Standar tandar OATH (a) dan Kotak Kayu Penuh Trigona yang Siap Dipecah Koloni (b) Sumber : Russell dan Janine (2009)
Potensi Peternakan Lebah Trigona Sama seperti lebah madu lainnya, lebah Trigona memiliki kemampuan dalam menghasilkan madu dan polen. Keunikan yang dimiliki oleh lebah ini adalah kemampuannya dalam menghasilkan propolis. Potensi lebah Trigona dalam menghasilkan madu, polen, dan propolis tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Potensi Lebah Trigona Sebagai Penghasil Madu, du, Polen, dan Propolis Produksi
Jumlah produksi
Waktu produksi
Madu
250 cc/koloni (minimum) 450 cc/koloni (maksimum)
3 bulan
Polen
200 gram/koloni (berat polen+sarang)
3 bulan
Propolis
400 gram/koloni (minimum) 500 gram/koloni (maksimum)
3 bulan
Sebagai Penghasil Madu Produksi madu Trigona mencapai 450 cc/koloni pada saat koloni dan sumber pakan dalam kondisi prima. Maksudnya adalah pada saat lebah pekerja dalam jumlah yang optimal dan kesehatan prima sehingga mampu mencari nektar dalam jumlah yang ang banyak. Demikian juga dengan sumber pakan yang sangat menentukan hasil produksi, saat musim tanaman berbunga maka persediaan nektar akan melimpah sehingga lebah mampu menghasilkan madu lebih banyak. Madu yang dipanen tersebut dimanfaatkan dalam dua ben bentuk, tuk, yaitu madu sarang dan madu curah. Madu
29
sarang adalah madu yang masih berada dalam sarang dan dapat dikonsumsi langsung dengan cara mengunyah madu sarang tersebut. Madu curah adalah madu yang telah diperas dari sarangnya dan ditampung dalam botol untuk dijual maupun dikonsumsi sendiri. Harga madu sarang adalah Rp 120.000,00/kg dan harga madu curah beragam berdasarkan ukuran botol. Ukuran 100 cc seharga Rp 30.000; ukuran 400 cc seharga Rp 100.000; dan ukuran 600 cc seharga Rp 125.000. Harga madu Trigona lebih mahal dibandingkan madu A.cerana oleh karena jumlah produksinya yang lebih sedikit dan rasa madu Trigona yang khas dan banyak orang yang menyukainya. Madu Trigona memiliki rasa yang khas dan berbeda dengan madu Apis. Rasa madu Trigona lebih asam dan segar dibanding madu lebah lain, selain itu juga kandungan air yang dimiliki pun lebih tinggi sehingga madu Trigona lebih encer (Gambar 9a). Meskipun demikian banyak orang yang membudidayakan lebah Trigona oleh karena suka dengan rasa madu ini, bahkan hal itulah yang menjadi alasan awal Bapak Ajid membudidayakan lebah Trigona di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” miliknya.
`
(a) (b) Gambar 9. Madu Curah Trigona dalam Botol Kaca (a) dan Polen Trigona (b)
Sebagai Penghasil Polen dan Polinator Polen merupakan pakan utama lebah selain nektar karena polen merupakan sumber protein bagi lebah. Produksi polen Trigona tidak diketahui berat bersihnya karena pengambilan polen langsung dari sarang (Gambar 9b). Polen Trigona yang dipanen di Peternakan rnakan Lebah Madu “Alam Lestari” belum dijual bebas karena penjualan hanya dilakukan untuk beberapa konsumen yang memesan secara khusus. Pemesanan polen tidak dapat dilakukan dalam jumlah besar oleh karena polen merupakan pakan utama bagi larva lebah. Banyak Banyak manfaat dari polen atau serbuk sari
30
tumbuhan ini bagi kesehatan manusia. Kandungan protein polen berkisar antara 1035%, gula pereduksi dan non pereduksi 15-50%, zat tepung 20%, lemak berkisar 120%, asam-asam nukleat, trace elemen K, Mg, Ca, Fe, Si, P, dan S, oligo elemen Mn, Ti, Cu, dan vitamin-vitamin seperti A, B, C, D, dan E. Selain itu juga mengandung hormon, enzim, dan antibiotik (Denavarre, 1962 dan Krell, 1996). Komposisi nutrisi yang terdapat dalam polen akan membuat setiap orang yang mengkonsumsinya mendapatkan manfaat kesehatan yang baik. Trigona juga dikenal sebagai polinator yang baik bagi tumbuh-tumbuhan. Baconawa (2002) menyatakan bahwa di Filipina Trigona merupakan polinator yang lebih baik dibandingkan A.mellifera. Banyak laporan peneliti menyatakan bahwa terdapat kenaikan produksi tanaman budidaya jika sejumlah koloni lebah diletakkan di sekitar lokasi tanaman. Hal tersebut berlaku pada tanaman budidaya di sekitar lokasi Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari”, meskipun belum dilakukan penelitian secara langsung untuk menghitung kenaikan produksi. Tercatat bahwa terjadi peningkatan jumlah produksi buah alpukat yang dipanen, yaitu dari 100 buah setiap kali panen sebelum terdapat lebah sebagai polinator, sekarang menjadi sekitar 200 buah setiap kali panen setelah adanya koloni lebah sebagai polinator di sekitar pohon alpukat. Selain itu juga dapat terlihat jelas dari jumlah bunga dan buah dari tanaman budidaya yang selalu melimpah sepanjang tahun, seperti kelapa, kopi, pisang, melinjo, dan kaliandra sehingga dapat dinikmati oleh peternak dan juga pemilik kebun. Sebagai Penghasil Propolis Potensi Trigona terutama terletak pada produksi propolisnya yang melimpah. Tabel 4 menunjukkan bahwa produksi maksimum Trigona per koloni adalah 500 gram selama tiga bulan dan dari segi jumlah merupakan produksi terbanyak dibanding madu maupun polen. Lebah Trigona mengumpulkan propolis dari berbagai macam tumbuhan, kemudian resin ini bercampur dengan saliva dan berbagai enzim yang ada pada lebah sehingga menjadi resin yang berbeda dengan resin asalnya. Sumber utama propolis adalah kuncup bunga (Bankova et al., 2000). Pada dasarnya propolis merupakan pertahanan alami bagi koloni lebah Trigona oleh karena mereka tidak memiliki sengat. Sebagai pertahanan alami, tentunya propolis memiliki kemampuan untuk mengamankan koloni. Kemampuan
31
yang dimiliki propolis diantaranya adalah khasiat aktivitas antibakteri, antifungi, antivirus dan anti aktivitas biologi lain seperti antiinflamasi, anestesi lokal, hepatoprotektif, antitumor, dan imunostimulasi (Bankova et al., 2000). Propolis berbentuk seperti lem dan sangat lengket sehingga sering disebut sebagai bee glue. Tekstur propolis dipengaruhi oleh temperatur, pada temperatur dibawah 15oC, propolis keras dan rapuh, tetapi kembali lengket pada temperatur yang lebih tinggi yaitu 25-45 45oC (Woo et al., 2005). Suhu di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” berkisar antara 27 27-30,65oC dengan rataan suhu udara 27,88oC sehingga tekstur propolis adalah keras, rapuh, dan lengket seperti pada Gambar 10.
Gambar 10. Raw Propolis Trigona Menurut liputan Duryatmo (2010) dari Majalah Trubus, PT Bee Toba di Makassar setiap bulan mampu menjual minimal 200 botol propolis Trigona rigona. Harga satu botol bervolume 10 cc mencapai harga Rp 44.000. Permintaan taan datang dari masyarakat Sulawesi Selatan dan berbagai kota di Kalimantan serta Jawa. Itulah Itul peluang besar bagi peternak Trigona, lebah spesialis propolis. Dalam hal ini penjualan propolis di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” masih dalam usaha pengembangan karena Bapak Ajid belum lama mengetahui manfaat propolis yang semakin populer belakangan ini. Selain itu produksi propolis di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” masih dalam bentuk raw propolis artinya belum mengalami ekstraksi dan belum dapat dikonsumsi manusia secara langsung. Namun raw propolis berdasarkan penelitian Ningsih (2009) dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai antibiotik alami untuk sapi PO. Dengan demikian potensi Trigona sebagai ai penghasil raw propolis dari Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” dapat dimanfaatkan dan ditingkatkan nilai ekonomisnya dengan cara bekerjasama dengan peternak sapi potong.
32
Adapun permintaan raw propolis di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” semakin meningkat dari waktu ke waktu. Pemesanan raw propolis sering dilakukan oleh instansi pendidikan, seperti peneliti atau dosen IPB untuk keperluan penelitian; instansi kesehatan, seperti klinik atau dokter yang ingin mempraktekkan pengobatan melalui propolis; dan masyarakat umum untuk kepentingan pribadi. Bapak Ajid belum menentukan harga raw propolis secara pasti sehingga selama ini penentu harga dalam penjualan propolis adalah konsumen. Raw propolis yang dijual di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” biasanya dikemas dalam suatu toples besar atau sejumlah 2-3 kg dan konsumen membayarnya seharga Rp 350.000 - Rp 400.000. Berdasarkan liputan Duryatmo (2010) tersebut, maka potensi peningkatan nilai ekonomis terhadap penjualan raw propolis sangat prospektif dilakukan. Analisis Pendapatan Usaha Budidaya Trigona Usaha Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” memiliki dua komponen yang dibutuhkan dalam analisis pendapatan, yakni penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu. Menurut Boediono (2000) dan Soekartawi (2001), penerimaan usahatani adalah hasil perkalian dari jumlah produksi total dan harga satuan produksi. Penerimaan dapat berwujud tiga hal, yaitu penjualan produk, produk yang dikonsumsi, dan kenaikan nilai inventaris ternak. Dalam hal ini, penerimaan usaha ternak lebah Trigona di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” meliputi penjualan madu curah dan sarang, propolis, dan koloni, serta pemanfaatan polen dan lebah sebagai polinator. Sementara pengeluaran atau biaya produksi menurut Suratiyah (2006) adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan, yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan, dan dapat diukur untuk menghasilkan produk. Biaya ini dapat diklasifikasikan menjadi biaya tetap, yaitu biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha yang tidak dipengaruhi oleh jumlah output yang dikeluarkan, dan biaya variabel, yaitu biaya yang dikeluarkan karena jumlah output yang dihasilkan. Adapun klasifikasi biaya tetap dalam usaha ternak lebah Trigona ini meliputi upah pekerja dan pembelian obat hama, sementara biaya variabel meliputi pembelian bibit dan pembuatan kotak. Penerimaan usaha ternak lebah Trigona meliputi uang tunai dan tidak tunai. Penerimaan uang tunai berasal dari penjualan produk, seperti madu sarang, madu curah, propolis, dan koloni. Sementara penerimaan tidak tunai meliputi konsumsi 33
produk secara pribadi maupun manfaat lebah sebagi polinator yang mampu meningkatkan produksi tanaman budidaya di sekitar lokasi Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari”. Penjualan produk, seperti madu Trigona dilakukan berdasarkan jumlah produksi setiap kali panen. Secara rata-rata jumlah madu sarang yang didapatkan adalah 15 kg yang diperoleh dari 130 koloni setiap kali panen. Pembagiannya adalah 10 kg diperas untuk dijadikan madu curah dan 5 kg tetap dijual sebagai madu sarang. Madu curah umumnya dijual dalam ukuran botol 400 cc sehingga didapatkan 25 botol madu seharga Rp 100.000 per botolnya. Madu sarang dijual per kg dengan harga Rp 120.000. Penjualan madu dapat dilakukan empat kali dalam setahun oleh karena panen madu adalah per tiga bulan sekali. Sehingga penerimaan dari penjualan madu mencapai Rp 12.400.000 per tahun. Penerimaan dari propolis juga tergantung dari total produksi propolis per panen. Secara rata-rata per koloni mampu menghasilkan propolis 450 gram dan terdapat kurang lebih 130 koloni yang mampu dipanen secara bersamaan, sehingga propolis yang dapat diperoleh adalah 58,5 kg per panen atau 234 kg per tahun. Penerimaan dari propolis sebenarnya belum dapat dipastikan oleh karena konsumen merupakan penentu harga dalam penjualan propolis ini, namun secara rata-rata harga raw propolis per kg di “Alam Lestari” adalah Rp 200.000. Penerimaan yang diperoleh dari propolis adalah Rp 46.800.000 per tahun. Penerimaan ini dapat ditingkatkan lagi oleh karena trend harga propolis dipasaran cukup tinggi (Duryatmo, 2010) sehingga penentuan harga dapat ditentukan oleh peternak lebah Trigona. Penerimaan yang diperoleh dari penjualan koloni didapatkan setiap bulan, oleh karena pemesanan koloni biasanya juga dilakukan setiap bulan, meskipun jumlah pemesanan mulai signifikan dari pertengahan tahun 2010 dan terus meningkat hingga sekarang. Pemesanan koloni dilakukan oleh pengusaha dari daerah lain yang ingin memiliki peternakan lebah Trigona ataupun oleh peneliti dan dosen. Pemesanan koloni Trigona mengalami peningkatan hampir mencapai 250% sejak Juli-November 2010. Jumlah koloni yang dipesan beragam tiap bulannya, namun rata-rata mencapai 200 koloni lebah Trigona. Bapak Ajid tidak mengeluarkan biaya transportasi saat melakukan pengiriman karena semuanya ditanggung oleh pembeli. Sehingga harga jual per koloni (dalam kotak sarang) adalah Rp 100.000. Adapun umur koloni yang dijual adalah berkisar 1,5-2 bulan. Penerimaan dari penjualan
34
koloni Trigona merupakan yang tertinggi, yakni mencapai Rp 240.000.000 per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa peminat lebah Trigona semakin banyak dan budidaya
lebah
Trigona
merupakan
bisnis
yang
menjanjikan.
Tabel
5
memperlihatkan total penerimaan tunai dari penjualan produk di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari”. Tabel 5. Total Penerimaan dari Penjualan Produk Selama Setahun Jenis Produk
Penerimaan (Rp)
Madu sarang
Rp 2.400.000
Madu curah
Rp 10.000.000
Propolis
Rp 46.800.000
Koloni
Rp 240.000.000
Total
Rp 299.200.000
Pengeluaran atau biaya produksi di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” meliputi dua klasifikasi, yaitu biaya tetap dan variabel. Biaya tetap dalam usaha ternak lebah Trigona ini meliputi upah pekerja dan pembelian obat hama, oleh karena upah pekerja tidak dibayarkan berdasarkan hasil produksi melainkan sistem kontrak atau perjanjian. Demikian pula dengan obat hama yang dibeli bukan karena hasil produksi, namun karena kebutuhan. Pembelian obat hama pada umumnya dilakukan per tiga bulan sekali. Upah pekerja dan biaya sewa dibayarkan setiap bulan dengan perincian yaitu Rp 150.000 untuk gaji tetap, pemberian madu gratis seukuran dua botol madu 400 cc, dan pemberian 1 bungkus rokok setiap hari. Total upah pekerja yang diberikan kurang lebih Rp 400.000 per bulan per orang. Pengeluaran untuk pembelian obat hama sebesar Rp 50.000 per tiga bulan atau lebih oleh karena penggunaan obat hama disesuaikan dengan serangan predator, seperti semut, cicak, atau kecoa yang mengganggu koloni Trigona. Biaya variabel dalam Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” meliputi pembelian bibit, pembuatan kotak, dan pembelian botol atau toples. Pembelian bibit dilakukan oleh karena permintaan koloni yang tinggi setiap bulannya dan pembuatan kotak juga harus dilakukan untuk memenuhi pesanan koloni. Demikian pula dengan pembelian botol madu sebagai kemasan untuk menjual madu, jumlah pembeliannya disesuaikan dengan jumlah produksi madu curah setiap tahunnya. Adapun biaya
35
variabel yaitu pengeluaran untuk pembuatan kotak adalah untuk mengupah pembuat kotak sebesar Rp 6000 per kotak, membeli papan sebagai bahan utama seharga Rp 12.500 (dapat digunakan untuk 2 buah kotak). Total pengeluaran untuk pembuatan kotak sebanyak 350 buah per bulan adalah Rp 4.287.500. Pengeluaran untuk membeli bibit dari masyarakat sekitar yang sudah memiliki perjanjian dengan Bapak Ajid untuk melakukan transaksi jual beli bibit Trigona dari atap rumah panggung milik mereka, seharga Rp 20.000 per bambu berisi koloni Trigona. Jumlah bibit yang dibeli mencapai 150 koloni atau lebih sehingga pengeluaran untuk pembelian bibit Trigona sebesar Rp 3.000.000 per bulan. Pengeluaran lainnya adalah pembelian botol madu kosong beserta segel untuk pengemasan madu curah. Harga satu botol madu kosong beserta segel ukuran 400 cc adalah Rp 600 dan jumlah botol yang dibeli adalah 25 botol per tiga bulan atau 100 botol per tahun. Pengeluaran untuk pembelian botol kosong adalah Rp 60.000 per tahun. Tabel 6 menunjukkan total biaya tetap dan variabel di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari”. Tabel 6. Total Pengeluaran Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” Pertahun Komponen Pengeluaran Upah pekerja dan sewa lahan Pembelian bibit Trigona Pembuatan kotak sarang Pembelian botol madu kosong Pembelian obat hama Total
Jumlah (Rp) Rp 57.600.000 Rp 36.000.000 Rp 51.450.000 Rp 60.000 Rp 50.000 Rp 145.310.000
Menurut Soekartawi (2002) pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, diketahui bahwa pendapatan Bapak Ajid dari Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” adalah Rp 153.890.000 per tahun atau Rp 12.824.166,67 per bulan. Tabel 7 memperlihatkan data total pendapatan usaha ternak lebah Trigona di Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” yang didapatkan berdasarkan selisih antara total penerimaan (Tabel 5) dengan total pengeluaran (Tabel 6).
36
Tabel 7. Total Pendapatan Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” Jumlah (Rp)*
Komponen Total penerimaan
Rp 299.200.000
Total pengeluaran
Rp 145.310.000
Pendapatan per tahun
Rp 153.890.000
Pendapatan per bulan
Rp 12.824.166,67
*Keterangan : Pada saat penelitian dilakukan 1 US $ = Rp 8970,Manfaat Propolis Sebagai Antibiotik Alami Pemanfaatan propolis sebagai obat sekaligus pengawet yang mendasari penggunaannya sebagai antibiotik telah dibuktikan melalui berbagai penelitian (Hasan, 2006; Tukan, 2008; Fatoni, 2008; Ningsih, 2009). Salah satu hasil penelitian oleh Ningsih (2009) menunjukkan bahwa pemberian propolis pada sapi PO dalam bentuk mikrokapsul (MK) 2%, MK 4%, dan raw propolis mampu meningkatkan bobot badan dibandingkan dengan kontrol. Gambar 11 merupakan hasil penelitian Ningsih (2009) yaitu grafik pertumbuhan rataan bobot badan sapi PO yang diberi propolis sebagai antibiotik alami selama tiga bulan pemeliharaan. Rataan Bobot Badan B o b o t b a d a n
260 255 250 245 240 235 230 225 220 215 210 205 200 195 190
(
0
1
2
3
4
)
k Kontrol 208.63 211 206.75 220 223 g MK 2% 201.38 205.875 210.375 218.75 225.125 MK 4% Raw
5
6
7
228.4
228.13
223
233.5
238
235
194.13
205.75
212
217.88
224
232.8
233
233
216
227.5
231.5
242.5
249.25
256.5
256.75
256.25
Kontrol MK 2% MK 4% Raw
Dua minggu ke-
Gambar 11. Kurva Pertumbuhan Rataan Bobot Badan Sapi PO Per Kelompok Data Sumber : Ningsih (2009)
37
Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa terjadi pertambahan bobot badan dari semua kelompok data, namun pertambahan bobot badan tertinggi secara berurutan yaitu pada sapi PO yang diberi raw propolis, MK 4%, MK 2%, dan terakhir kontrol. Pemberian raw propolis, MK 4%, dan MK 2% merupakan antibiotik alami yang bersifat memacu pertumbuhan yang ditambahkan kepada pakan. Pada umumnya antibiotic growth promoter (AGP) dapat meningkatkan efisiensi pencernaan pada ternak sehingga pertumbuhannya cepat dan sehat. Namun Ulfah (2002) menyatakan bahwa antibiotik sintetik dapat mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang umum digunakan untuk terapi infeksi pada manusia. Tetapi bakteri ataupun virus tidak bisa menjadi kebal terhadap propolis. Winingsih (2004) menyatakan bahwa keunggulan propolis dibanding antibiotik lainnya adalah efek sampingnya yang kecil dan keunggulan lainnya yaitu tidak menimbulkan resistensi. Selain itu, propolis sebagai antibiotik memiliki selektivitas yang tinggi yaitu hanya membunuh kuman penyebab penyakit saja sedangkan mikroba yang berguna seperti flora usus tidak terganggu oleh propolis. Hal ini menyebabkan pemberian propolis sebagai antibiotik alami mampu meningkatkan bobot badan sapi PO. Data pertambahan bobot badan sapi PO selengkapnya tertera pada Tabel 8. Tabel 8.Pertambahan Bobot Badan Sapi PO Selama Tiga Bulan Pemeliharaan Peubah
Kontrol
MK 2%
MK 4%
Raw Propolis
Bobot badan awal (kg)
208,63
201,38
194,13
216
Bobot badan akhir (kg)
223
235
233
256,25
Pertambahan bobot badan (kg)
14,38
33,63
38,88
40,25
233,87%
270,38%
279,90%
Peningkatan bobot badan dari Kontrol (%) Sumber : Ningsih (2009)
Propolis yang diberikan dalam penelitian Ningsih (2009) merupakan propolis Trigona dari Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari”. Ningsih (2009) menyebutkan bahwa propolis yang menjadi perlakuan dalam penelitian tersebut diberikan dalam beberapa bentuk yang berbeda, yaitu mikrokapsul 2% dan 4%, serta dalam bentuk raw propolis. Mikrokapsulasi merupakan salah satu metode untuk melindungi dan mengubah ekstrak propolis menjadi suatu padatan (butiran-butiran kecil). Raw propolis adalah sarang Trigona yang telah diambil madunya (Pietta et al., 2002).
38
Frekuensi pemberian propolis adalah seminggu sekali. Dosis pemberian mikrokapsul 2% dan 4% adalah masing-masing sebanyak 227 mg/kg bobot badan sapi yang dicampur dalam 0,5 kg konsentrat, sementara dosis raw propolis adalah 22,72 g/ekor sapi. Hal ini menunjukkan bahwa raw propolis memiliki efisiensi lebih tinggi dibanding mikrokapsul dalam meningkatkan pertumbuhan sapi PO. Jumlah yang diberikan lebih sedikit namun pertambahan bobot badan yang dihasilkan lebih tinggi. Adapun perbandingan konsumsi propolis dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi dapat terlihat pada Tabel 9 dan perbandingan antara kandungan propolis terkonsumsi dengan pertambahan bobot badan harian sapi PO terlihat pada Gambar 12. Tabel 9. Perbandingan Konsumsi Propolis dengan Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) Sapi Peranakan Ongole Peubah Kontrol MK 2% MK 4% Raw Propolis Konsumsi propolis (g/hari)
0
7,08
6,93
3,25
Kandungan propolis (gram)*
0
0,14
0,28
1,625
0,16
0,37
0,42
0,44
Pertambahan bobot badan (kg/hari)
Keterangan : *didapatkan dari presentase kandungan propolis pada masing-masing perlakuan, pada raw propolis mengacu dari Pietta et al (2002) Sumber : Ningsih (2009)
Perbandingan Kandungan Propolis Terkonsumsi dengan PBBH Sapi PO P B B H S a p i P O
0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
Kontrol MK 2% MK 4% Raw Propolis 0
0.14
0.28
1.625
Kandungan Propolis (gram)
Gambar 12. Grafik Perbandingan Kandungan Propolis Terkonsumsi dengan PBBH Sapi Peranakan Ongole
39
Berdasarkan Gambar 12, dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin besar kandungan propolis yang dikonsumsi sapi PO sebagai antibiotik alami, maka peningkatan bobot badan harian yang dihasilkan juga semakin tinggi. Dalam hal ini raw propolis menjadi sediaan propolis yang terbaik karena segi kepraktisannya, yaitu tanpa proses ekstraksi dan mikrokapsulasi, diberikan dalam jumlah yang paling sedikit, dan mampu menghasilkan pertambahan bobot badan harian yang paling tinggi. Namun demikian, Ningsih (2009) menyatakan bahwa terdapat kelemahan raw propolis, yaitu dalam hal umur simpan. Raw propolis mudah terserang jamur sehingga proses mikrokapsulasi merupakan salah satu bentuk upaya memperpanjang masa simpan propolis. Penggunaan raw propolis sebagai antibiotik alami harus ditunjang dengan cara penyimpanan yang tepat, seperti dimasukkan dalam freezer agar daya tahannya lebih lama sehingga nilai ekonomisnya tetap terjaga. Income Over Feed Cost Propolis dalam Peningkatan Bobot Badan Sapi PO Prawirokusumo (1990) memberikan definisi mengenai Income Over Feed Cost, yaitu selisih total pendapatan dengan biaya pakan yang digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya pakan yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. Berdasarkan Ningsih (2009) diperoleh data konsumsi dan komponen biaya pakan yang dikeluarkan untuk setiap sapi, yaitu rumput, konsentrat, MK 2%, MK 4%, dan raw propolis yang ditampilkan dalam Tabel 10. Data harga yang digunakan adalah data tahun 2009, yaitu harga pada saat dilakukannya penelitian Ningsih (2009). Sementara Tabel 11 merupakan hasil perhitungan analisis IOFC dengan beberapa skenario sensitivitas harga pada masing-masing kelompok data. Tabel 10. Data Konsumsi Pakan Harian Sapi Peranakan Ongole Data Konsumsi Konsentrat as fed (kg/hari) Rumput segar (kg/hari) MK 2% (g/BB/hari) MK 4% (g/BB/hari) RP (g/ekor/hari)
Kontrol 2,63 27,38 -
MK 2% MK 4% Raw Propolis 2,66 2,60 2,88 26,60 27,32 26,69 7,08 6,93 3,25
Harga 1500a 67b 6470c 6170c 250d
Keterangan : aHarga konsentrat KPS Bogor (Rp/kg), bHarga rumput lapang (Rp/kg), cHarga mikrokapsul 2% dan 4% dari penelitian Ningsih (2009) (Rp/g), dHarga propolis dari Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” (Rp/g)
40
Tabel 11. Income Over Feed Cost per Kelompok Data* Skenario
Kontrol
MK 2%
MK 4%
I
5.217.860
1.235.298
1.462.889
5.783.546
II III
5.182.330 0
1.199.376 823.286
1.427.729 1.078.310
5.744.672 5.776.243
IV
5.050.610
1.059.048
1.288.139
5.591.358
Raw Propolis
*Keterangan : Pada saat penelitian dilakukan 1 US $ = Rp 8970,Skenario I : Income Over Feed Cost (IOFC) tanpa perubahan harga Skenario II : IOFC apabila terjadi peningkatan harga konsentrat sebesar 10% Skenario III : IOFC apabila terjadi peningkatan harga propolis sebesar 10% Skenario IV : IOFC apabila terjadi penurunan harga jual sapi hidup sebesar 3%
Tabel 11 menunjukkan bahwa IOFC dari kelompok raw propolis tidak jauh berbeda dengan kelompok kontrol, namun sangat jauh berbeda baik dengan IOFC MK 2% maupun MK 4% pada masing-masing skenario. Hal yang sangat mempengaruhi perbedaan tersebut adalah biaya produksi propolis MK 2% dan MK 4% yang sangat tinggi dibandingkan dengan biaya raw propolis. Propolis MK 2% dan MK 4% merupakan raw propolis yang diberi perlakuan penyalutan atau mikrokapsulasi sehingga memiliki kelebihan dalam umur simpan (Ningsih, 2009). Proses produksi tersebut tentunya membutuhkan biaya produksi yang cukup tinggi, sehingga didapatkan bahwa harga MK 2% dan 4% berturut-turut Rp 6470/gram dan Rp 6170/gram. Selain faktor biaya produksi MK 2% atau MK 4%, ternyata pertambahan bobot badan yang dihasilkan oleh pemberian raw propolis lebih tinggi dibandingkan dengan MK 2%, MK 4%, dan kontrol (Tabel 9). IOFC dari kelompok raw propolis menjadi lebih tinggi dibanding ketiga kelompok data lainnya. Rataan selisih IOFC dari kelompok raw propolis dengan kontrol adalah sebesar Rp 500.000 yang diperoleh dari selisih Total Revenue (TR) dan selisih biaya pakan. Pada skenario I, selisih dari TR adalah sebesar Rp 507.750 dan selisih dari biaya pakan adalah Rp 73.125. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan raw propolis mampu memberikan peningkatan pendapatan dengan efisien karena biaya pakan yang dikeluarkan jauh lebih kecil dibanding penerimaan dari peningkatan bobot badan harian sapi. Selisih IOFC dari kelompok raw propolis dengan MK 2% rata-rata sebesar Rp 4.500.000 yang diperoleh dari selisih TR yaitu Rp 448.500 dan selisih dari biaya pakan sebesar Rp -4.049.559. Pengeluaran untuk biaya pakan yang sangat tinggi di kelompok MK 2% ditambah dengan penerimaan dari selisih bobot badan harian yang tidak jauh berbeda membuat selisih IOFC dari kedua kelompok 41
ini sangat signifikan. Hal yang sama berlaku juga pada selisih IOFC dari kelompok raw propolis dengan MK 4%, yaitu rata-rata adalah Rp 4.300.000. Perbedaan TR yang tidak terlalu tinggi sebesar Rp 564.000, namun memiliki selisih biaya pakan yang sangat tinggi sebesar Rp -3.775.104. Perhitungan IOFC yang dilakukan dalam beberapa skenario bertujuan untuk melihat seberapa besar IOFC yang dapat diperoleh bila terjadi peningkatan biaya pakan, meliputi biaya konsentrat dan propolis, maupun bila terjadi penurunan harga jual sapi PO. Skenario II memberi dampak pada penurunan IOFC pada masingmasing kelompok data, namun yang paling berpengaruh pada kelompok raw propolis. Penggunaan konsentrat diberikan berdasarkan bobot badan sapi dan pada Tabel 10 terlihat bahwa jumlah konsumsi konsentrat tertinggi adalah sapi di kelompok raw propolis. Selisih IOFC dari skenario II pada setiap kelompok data tidak berpengaruh terlalu signifikan dibanding dengan selisih IOFC dari skenario III, khususnya pada kelompok MK 2% dan MK 4%. Kelompok kontrol tidak terdapat selisih karena skenario III merupakan perhitungan IOFC apabila terjadi peningkatan harga propolis sebesar 10%. Selisih antara skenario I dengan skenario III pada kelompok MK 2%, MK 4%, dan raw propolis berturut-turut sebesar Rp 412.012, Rp 384.579, dan Rp 7.303. Selisih IOFC yang cukup besar pada kelompok MK 2% dan MK 4% dibanding dengan kelompok raw propolis di skenario IV terjadi karena harga mikrokaspsul propolis 2% dan 4% jauh lebih tinggi dibanding dengan raw propolis, sehingga peningkatan harga sebesar 10% berpengaruh nyata. Skenario IV merupakan skenario yang berbeda dengan ketiga skenario lainnya oleh karena skenario ini merupakan perhitungan IOFC apabila terjadi penurunan harga jual bobot badan hidup sapi/kg sebesar 3%. Secara berurutan, selisih IOFC skenario IV pada masing-masing kelompok data mulai dari yang terkecil adalah kelompok kontrol sebesar Rp 167.250, kelompok MK 4% sebesar Rp 174.750, kelompok MK 2% sebesar Rp 176.250, dan kelompok raw propolis sebesar Rp 192.188. Selisih terbesar adalah kelompok raw propolis karena perolehan PBBH tertinggi adalah pada kelompok ini, sehingga apabila terjadi penurunan harga jual bobot badan hidup/kg sapi PO sebesar 3% maka akan mempengaruhi IOFC paling besar.
42
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Budidaya lebah Trigona memiliki potensi yang tinggi secara ekonomis. Potensi ekonomi yang dimiliki oleh Trigona adalah kemampuannya dalam menghasilkan madu, propolis, polen, dan koloni. Faktor-faktor teknis yang diperlukan untuk budidaya Trigona meliputi ketersediaan pepohonan disekitar sarang sebagai sumber pakan koloni dengan rasio 1 : 2, lokasi peletakkan koloni disekitar pepohonan maksimal sejauh 500 meter, dan pengetahuan akan pembuatan kotak kayu standar, karakteristik lebah Trigona, serta cara panen yang benar hasil produksi Trigona. Pemberian raw propolis sebagai antibiotik alami lebih efisien untuk meningkatkan bobot badan harian dibanding dengan propolis mikrokapsul 4%, 2%, maupun kontrol. Nilai ekonomis raw propolis sebesar Rp 5.783.546 merupakan nilai tertinggi dibandingkan kelompok data lainnya. Perhitungan Income Over Feed Cost yang dilakukan menujukkan bahwa raw propolis layak diberikan sebagai antibiotik alami pada sapi PO apabila terjadi peningkatan harga input maupun penurunan harga output. Saran Penelitian membudidayakan Trigona secara langsung penting dilakukan agar dapat mengetahui pertumbuhan koloni serta jumlah produksi madu, polen, dan propolis secara akurat. Selain itu juga menjaga kelestarian koloni dengan cara panen yang benar. Penelitian mengenai budidaya dan karakteristik Trigona perlu diperbanyak dan hasil penelitian diinformasikan kepada masyarakat sebagai program pengembangan masyarakat yang aplikatif. Pemberian raw propolis sebagai antibiotik alami yang mudah diperoleh dari sarang Trigona perlu diinformasikan kepada masyarakat peternak sapi supaya mereka dapat membudidayakan Trigona sekaligus meningkatkan pertumbuhan sapi melalui raw propolis. Perlu diadakan penelitian mengenai pemberian raw propolis kepada ternak monogastrik. Selain itu perlu diperhatikan juga cara penyimpanan raw propolis karena sifatnya yang mudah rusak, sehingga perlu disimpan dalam freezer.
43
UCAPAN TERIMA KASIH Penulisan skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa berkat, dukungan, penyertaan, dan doa dari orang-orang yang penting dalam hidup Penulis. Sebagai ucapan syukur terbaik, Penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. Tuhan Yesus Kristus, yang selalu ada untuk Penulis, memberikan cinta, kepercayaan, dan kekuatan yang tidak pernah habis untuk Penulis. Engkaulah yang membuat Penulis mampu berjuang hingga akhirnya dan membuat skripsi ini menjadi berarti. 2. Ibu Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M.Si dan Bapak Ir. A.E. Zainal Hasan, M.Si selaku dosen pembimbing. Terimakasih atas waktu, kesabaran, dan kesediaan diri dalam membimbing Penulis selama penyusunan skripsi ini. 3. Bapak Ir. Dwi Joko Setiono, M.S selaku dosen penguji seminar, Bapak Prof. Pollung H. Siagian, M.S dan Bapak Prof. Komang G. Wiryawan selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan banyak masukan dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. 4. Bapak Ir. Salundik, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik, seluruh dosen dan staf Fakultas Peternakan yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada Penulis selama menempuh pendidikan di IPB. 5. Papa, Wiwoho Djajasaputra, Mama, Farida Susanto, dan Kakak, Michael Hendra Wijaya. Penulis bersyukur dan bangga memiliki keluarga yang selalu mengasihi Penulis, menjadi sumber inspirasi, dan tentunya selalu mendukung dalam doa dan upaya. 6. Bapak Ajid dan keluarga selaku pemilik Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” yang sangat ramah dan begitu terbuka untuk berbagi pengalaman maupun pengetahuan beternak lebah Trigona. 7. Mbak Dian Riana Ningsih yang telah memberikan data hasil penelitiannya untuk digunakan sebagai data sekunder dalam skripsi ini. 8. Bapak Ir. Kasno, M.Sc yang telah membantu Penulis dalam pemahaman akan lebah Trigona dan banyak informasi penting yang sangat Penulis butuhkan. 9. Terimakasih juga kepada dr. Adjie dan mas Munif yang telah membantu Penulis dalam pengumpulan data guna menyusun skripsi ini.
44
10. Keluarga besar Penulis baik yang berada di Semarang maupun di Jakarta, khususnya untuk Om Frank dan Iie Neng, yang sangat memperhatikan kebutuhan Penulis selama menempuh studi di IPB. Terimakasih banyak. 11. Keluarga besar Penulis di GKKD dan Youth of Nation Ministry : Kak Yongki dan Kak Sinta, Bang Darius, kakak-kakak ‘41 dan ‘42, saudara-saudari Penulis ‘43 tersayang, adik-adik ‘44, ‘45, ‘46, dan ‘47, yang tidak akan pernah tergantikan di hati Penulis. Terimakasih untuk persaudaraan dalam kasih Tuhan yang banyak membentuk karakter Penulis menjadi jauh lebih baik. 12. Sahabat-sahabat Penulis yang sungguh luar biasa : Lisa, keluarga Jesus Komsel, keluarga KK (Kak Maria, Rara, Melisda, Hana, Juliana, Novita, Herlina, dan Rina), saudara PA (Kak Niken, Susi, Pipit, Rahel), Tim BATIK (Pangeran, Lisa, Leo, Ellen), keluarga KPP, keluarga Malibu (Magda, Rina, Citra, Desri, Cindy, Ceant, Irani, dan Lina), keluarga Perwira 10. Terimakasih untuk semua dukungan, doa, dan persaudaraan selama di IPB tercinta. 13. Tim seperjuangan minor Ilmu Gizi (Citra, Yori, Dewi, Vanda, Justian, Susan, Ratna) dan tentunya keluarga besar IPTP 43 yang tak bisa disebutkan satu per satu. Ahoy!
Bogor, Desember 2010 Penulis
45
DAFTAR PUSTAKA Artdiyasa, N., A. Chaidir., E.K. Wirawati., & T. Susanti. 2010. Trigona : Lebah penghasil propolis. Trubus Online. http://www.trubus-online.co.id. [10 Oktober 2010]. Astuti, M. 2004. Potensi dan keragaman sumber daya genetik sapi Peranakan Ongole (PO). Buletin Ilmu Peternakan Indonesia (WARTAZOA), Vol 14. No.3. Baconawa, A.D. 2002. The economics of bee pollination in the Philippines. The Mayamang Masa Multi-Purpose Development Cooperative (MMMPDC) Bee Project. http://www.beekeeping.org/articles/us/pollination_philippines.htm. [27 Agustus 2010]. Bankova, V.S, S.L. de Castro & M.C. Marucci. 2000. Propolis : Recent advances in chemistry and plant origin. Apidologie 31, 3-15. Boediono. 2000. Ekonomi Mikro. Edisi 2. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta. Denavarre, G.M. 1962. The chemistry and manufacture of cosmetics. Vol IICosmetics materials. 2nd Edition. D. Van Noostrand Company Ltd, Toronto. Downey, W.D. & S.P. Erickson. 1985. Manajemen Agribisnis. Penerjemah : Rochidayat, Gonda S dan Alfonsus. Penerbit Erlangga, Jakarta. Duryatmo, S. 2010. Propolis : Panen di teras rumah. Trubus Online. http://www.trubus-online.co.id/trindo3/Topik/propolis-panen-di-teras-rumah. html. [10 Oktober 2010]. Fatoni, A. 2008. Pengaruh propolis Trigona spp. asal Bukit Tinggi terhadap beberapa bakteri usus halus sapi dan penelusuran komponen aktifnya. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fearnley, J. 2001. Bee Propolis Natural Healing from The Hive. Souvenir Press Ltr., London. Free, J.B. 1982. Bees and Mankind. George Allen and Unwin, London. Gittinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Hasan, A.E.Z. 2006. Potensi propolis lebah madu Trigona spp. sebagai bahan antibakteri. Seminar Nasional HKI, Bogor. Heard, T. 2008. Original Australian Trigona Hive. http://www.sugarbag.net/hives/. [10 Desember 2010]. Hernanto, F. 1995. Ilmu Usaha Tani. PT Penebar Swadaya, Jakarta.
46
Krell, R. 1996. Value added products from beekeeping. Food and Agriculture of Organization Agricultural Service Bulletin 124, Rome. Ningsih, D.R. 2009. Potensi propolis Trigona spp. Pandeglang sebagai pemacu pertumbuhan pada sapi Peranakan Ongole. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Perum
Perhutani. 1986. Pembudidayaan lebah madu untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Prosiding Lokakarya. Sukabumi, 20-22 Mei 1986. Perum Perhutani, Jakarta.
Pietta, P.G, Gardana, & A.M. Pieta. 2002. Analytical methods for quality control of propolis. Filoterapia 73 Suppl 1:S7-20. Prawirokusumo, S. 1990. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta. Rasyaf, M. 2002. Beternak Itik Komersil. Kanisius, Yogyakarta. Russell
and Z. Janine. 2009. Australian stingless native bees. http://uqconnect.net/~zzrzabel/statisics-and-other-facts.html. [10 Desember 2010].
Sarwono, B & H.B. Arianto. 2001. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. PT Penebar Swadaya, Jakarta. Sihombing, D.T.H. 2005. Ilmu Ternak Lebah Madu. Cetakan kedua. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Singh, S. 1962. Beekeeping in India. Indian Council of Agricultural Research, New Delhi. Soekartawi. 2001. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Cetakan Keempat. Rajawali Press, Jakarta. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Soeprapto, 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka, Jakarta. Sugeng, Y.B. 2006. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta. Sumoprastowo, R.M., S. Agus. 1980. Beternak Lebah Madu Modern. Bharata Karya Aksara, Jakarta. Supadi, T.H. 1986. Identifikasi tanaman pendukung lebah melalui bentuk serbuk sari yang terdapat didalam stup lebah madu (Apis indica Ferb). Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Sukabumi, 20-22 Mei 1986. Perum Perhutani, Jakarta. Hal 293302.
47
Suratiyah, K. 2006. Analisis Usahatani. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Trusheva, B., L. Popova, V. Bankova, S. Simova, M.C. Marcucci, P.L.Miorin, F.R. Pasin, & I. Tsvetkova. 2006. Bioactive constituents of Brazilian red propolis. eCAM 2006;3(2)249-254 Tukan, G.D. 2008. Pengaruh propolis Trigona spp. asal Pandeglang terhadap beberapa isolat bakteri usus sapi dan penelusuran komponen aktifnya. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ulfah, M. 2002. Minyak esensial alternatif pengganti antibiotika. http://ppigoettingen.de/sampel/mimbar/kliping/maria.html. [2 November 2010]. Winingsih, W. 2004. Kediaman lebah sebagai antibiotik dan antikanker. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0904/16/cakrawala/lainnya.htm. [2 November 2010]. Woo, K.S. 2004. Use of bee venom and propolis for apitherapy in Korea. In: Proceeding of the 7th Asian Apicultural Association and 10th BEENET Symposium and Technofora; Los Banos, 23-27 Februari 2004. University of Philippines, Los Banos, 311-315. Yaghoubi, S.M.J., G.R Gharbani, S. Soleimanian Zad, & R. Satari. 2006. Antimicrobial activity of Iranian propolis and its chemical composition. Departement of Animal Sciences, Departement of Food Sciences and Technology. College of Agriculture, Isfahan University of Technology, Isfahan, Iran., DARU vol. 15, No 1. 2007
48
LAMPIRAN
49
Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN POTENSI BUDIDAYA LEBAH Trigona DAN PEMANFAATAN PROPOLIS SEBAGAI ANTIBIOTIK ALAMI UNTUK SAPI PO
MELLISA RANI SAVITRI DJAJASAPUTRA
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
50
Tanggal
:
Waktu Tempat
: :
I.
II.
III.
Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Alamat : 4. Jenis kelamin : 5. Pendidikan terakhir : 6. Pekerjaan : Lokasi Budidaya Lebah Keadaan umum Lokasi budidaya lebah Batas wilayah Utara : Selatan : Barat : Timur : Vegetasi/Jenis tanaman sekitar lokasi Luas areal Kepemilikan Lahan : Vegetasi : Curah hujan, suhu, ketinggian, dan kelembaban Gambaran umum lainnya Karakteristik Lebah Karakteristik
Keterangan
Keterangan
Spesies Jangkauan terbang Tingkah laku khusus Predator Masa hidup
51
IV.
Teknis Budidaya Lebah Teknis Budidaya Jumlah koloni
Keterangan Kondisi awal : Kondisi terakhir :
Pertumbuhan koloni Sumber pakan Cara pemeliharaan Peralatan yang digunakan Perlakuan khusus Permasalahan umum V.
Potensi produksi hasil usaha A1. Propolis Jumlah propolis / koloni Waktu panen Cara panen Hasil samping/olahan Penyimpanan
Keterangan
A2. Pemasaran propolis Sistem pemasaran Harga jual/kg Tempat pemasaran Penentu harga Harga jual tertinggi Harga jual terendah Kendala dalam pemasaran
Keterangan
B1. Madu Jumlah madu / koloni Waktu panen Cara panen Hasil samping/olahan Penyimpanan
Keterangan
B2. Pemasaran madu Sistem pemasaran Harga jual/kg Tempat pemasaran Penentu harga Harga jual tertinggi Harga jual terendah Kendala dalam pemasaran
Keterangan
52
C. Koloni lebah
Keterangan
Cara jual Sistem pemasaran Harga jual/koloni Tempat pemasaran Sasaran pemasaran Penentu harga Harga jual tertinggi Harga jual terendah Kendala dalam pemasaran VI.
Sejarah Budidaya Sejarah usaha budidaya lebah Lama budidaya
Keterangan
Latar belakang budidaya Pengalaman pelatihan budidaya Modal awalan Pekerjaan utama/sampingan
VII.
Karakteristik Usaha Budidaya Usaha budidaya lebah Total pekerja Biaya yang dibutuhkan
Permintaan koloni Permintaan hasil produksi
Keterangan Pekerja : Investasi : Bibit : Lain-lain : Total/bulan : Wilayah : Total propolis/bulan : Wilayah : Total madu/bulan : Wilayah :
Jumlah pesaing sekitar Pendapatan usaha rata-rata per bulan
53
Lampiran 2 Data Produksi Trigona dan Penerimaan Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” Produksi Jumlah Harga Pemasukan Pemasukan (per panen) (per tahun) Madu curah 10 kg Rp 250.000 Rp 2.500.000 Rp 10.000.000 Madu sarang
5 kg
Rp 120.000
Rp
Raw propolis
58,5 kg
Rp 200.000
Rp 11.700.000
Rp 46.800.000
200 kotak
Rp 100.000
Rp 20.000.000
Rp 240.000.000
Koloni (per bulan)
600.000
Total Pemasukan dalam Setahun
Rp 2.400.000
Rp 299.200.000
Lampiran 3 Data Pengeluaran Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” Pandeglang Pengeluaran
Rp 400.000
Biaya Pengeluaran Rp 4.800.000
Biaya pengeluaran (per tahun) Rp 57.600.000
150 bambu
Rp 20.000
Rp 3.000.000
Rp 36.000.000
Pembuatan kotak (per bulan)
350 buah
Rp 12.250
Rp 4.287.500
Rp 51.450.000
Pembelian obat hama (per tiga bulan)
1 bungkus
Rp 50.000
Rp 50.000
Rp 200.000
Pembelian botol madu (per tiga bulan)
25 botol
Rp 600
Rp 15.000
Rp 60.000
Upah pekerja (per bulan) Pembelian bibit Trigona (per bulan)
Jumlah
Harga
12 orang
Total Pengeluaran dalam Setahun
Rp 145.310.000
Lampiran 4 Perhitungan Pendapatan Peternakan Lebah Madu “Alam Lestari” Pandeglang dalam setahun : I = Σ (y . Py ) - Σ (Xi . Pxi ) = Total Pemasukan – Total Pengeluaran = Rp 299.200.000 – Rp 145.310.00 = Rp 153.890.000
54
Lampiran 5 Data fluktuasi harga sapi/kg bobot badan hidup dan konsentrat/kg dalam kurun waktu 5 tahun (2006-2010) Tahun
Harga Sapi/kg BBH (1)
Harga Konsentrat/ kg (2)
2006 2007 2008 2009 2010
Rp 20688 Rp 20557 Rp 20557 Rp 22500 Rp 25000
Rp 1250 Rp 1200 Rp 1300 Rp 1400 Rp 1500
Sumber : (1) http://www.disnak.jabarprov.go.id/; (2) Harga konsentrat KPS Bogor
Lampiran 6 Data Biaya Pembuatan Mikrokapsul Propolis Komponen Biaya
Jumlah (Rp)
Biaya maserasi
Rp 68.000
Harga pokok produksi Propolis
Rp 5.882/gram
Harga sediaan MK 2%
Rp 6.470/gram
Harga sediaan MK 4%
Rp 6.170/gram
Sumber : Ningsih (2009)
55