SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
BIODESULFURISASI DIBENZOTHIOPHENE DENGAN BAKTERI PENDEGRADASI SULFUR YANG DIISOLASI DARI LANGKAT SUMATERA UTARA Ida Bagus Wayan Gunam1*), I Putu Hendra Prasetya1), Nyoman Semadi Antara1), I Wayan Arnata1), Yohanes Setiyo2), I Gusti Ayu Lani Triani1) and A. A. M. Dewi Anggreni .............1938 IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIF EKSTRAK DAUN JATI (TECTONA GRANDIS L.F ) YANG BERPOTENSI SEBAGAI FUNGISIDA NABATI PADA JAMUR A. FLAVUS DENGAN MENGGUNAKAN GC-MS Ni Putu Adriani Astiti1 dan Sang Ketut Sudirga ...................................................................................1944 BIOREMEDIASI TANAH TERCEMAR LOGAM BERAT TIMBAL (PB) MENGGUNAKAN TANAMAN HIAS YANG DIKOMBINASI DENGAN KOMPOS Ni Made Susun Parwanayoni1), Ni Luh Suriani2) I Gusti Ayu Sugi Wahyuni ....................................1951 PRODUKSI MADU LEBAH TRIGONA PADA BEBERAPA SARANG ALAMI DI BALI Ni Luh Watiniasih, Ni Made Suartini, I Ketut Junitha ..........................................................................1957 PENINGKATAN KUALITAS RANSUM BERBASIS LIMBAH ISI RUMEN MELALUI FERMENTASI INOKULAN KONSORSIUM BAKTERI I Made Mudita1), I Wayan Wirawan2), Ida Bagus Gaga Partama ..........................................................1961 DISTRIBUSI LIKEN GRAPHIDACEAE DI PULAU BALI Junita Hardini, Rina Sri Kasiamdari, Santoso, dan Purnomo ...............................................................1969 KONSERVASI JALAK BALI (LEUCOPSAR ROTHSCHILDI) DI KEPULAUAN NUSA PENIDA DAN KEARIFAN AWIG-AWIG Sudaryanto , Tjut Sugandawaty Djohan Satyawan Pudyatmoko, Jusup Subagja ................................1974 PENDUGAAN AKUIFER BAWAH TANAH DENGAN METODA GEOLISTRIK I Nengah Simpen, I Nyoman Sutarpa Sutama, I Wayan Redana, Siti Zulaikah ...................................1978 PEMBIAKAN MASSAL DAN POLA PENELURAN PREDATOR SYCANUS SP. KA Yuliadhi, IN Wijaya, dan IDN Nyana .............................................................................................1987 DINAMIKA SUHU PERMUKAAN LAUT DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA DAN SEKITARNYA SERTA HUBUNGANNYA DENGAN CURAH HUJAN DI INDONESIA I Gede Hendrawan ................................................................................................................................1991 PENURUNAN KANDUNGAN AMMONIA LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT DENGAN TRIKLING FILTER DAN LAHAN BASAH Iryanti Eka Suprihatin dan AAIA Mayun Laksmiwati .........................................................................1998 ANALISIS POTENSI DAN PEMANFAATAN AIR DALAM PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA DENPASAR Ngakan Made Anom Wiryasa Nyoman Martha Jaya ...........................................................................2003 PERSENTASE TUTUPAN TERUMBU KARANG DI PULAU NUSA-BAWEAN KABUPATEN GRESIK Dwi Budi Wiyanto ................................................................................................................................2016 Kuta, 29-30 Oktober 2015 | xxxix
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
ANALISIS POTENSI DAN PEMANFAATAN AIR DALAM PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA DENPASAR Ngakan Made Anom Wiryasa1) Nyoman Martha Jaya1) 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Udayana Email:
[email protected] ABSTRAK Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi akan menimbulkan permasalahan pada tata guna lahan dan kebutuhan akan air. Penelitian ini dirancang dengan disain kualitatif verikatif. Format disain kualitatif verikatif mengkonstruksi format penelitian dan strategi dalam memperoleh data di lapangan. Tujuan penelitian adalah untuk melakukan pemetaan potensi dan pemanfaatan air tanah di wilayah kota Denpasar. Cekungan Air Tanah Denpasar-Tabanan mempunyai potensi air tanah dangkal pada akuifer tak tertekan sebesar 894 juta m³/tahun, sedangkan potensi pada akuifer tertekan mempunyai potensi sebesar 8 juta m³/tahun. Ketinggian topogra cekungan ini berada pada 0-2.000 m apl (atas permukaan laut), dengan curah hujan 1.0003.500 mm/tahun. Cekungan ini mempunyai pola aliran sebagai aliran sungai trellis, yaitu alirannya searah dengan kemiringan lereng. Ketergantungan terhadap pemanfaatan air tanah, terutama untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan komersiil. Jumlah pemanfaatan/penggunaan air tanah sekitar 134 juta m³/tahun (8,40 %) dari CAT). Pemanfaatan ini dimbil melalui 188 buah sumur pantek dan 441 buah sumur bor. Saran/Rekomendasi: (i) Walaupun pemanfaatan air tanah dari segi persentase masil kecil, telah terjadi penurunan muka air tanah akibat kerapatan pengeboran dan perbedaan tingkat produktivitas pemanfaatan air tanah. Untuk itu perlu mendapat perhatian utuk daerah yang rawan terhadap penurunan muka air tanah dan melakukan kontrol secara berkala terhadap penurunan muka air tanah; dan (ii) Perlu pembatasan terhadap izin pengeboran khususnya daerah-daerah yang tingkat kerapatan pengeboran yang cukup tinggi, terutama yang dapat mempengaruhi penurunan muka air tanah. Kata Kunci: CAT (Cekungan Air Tanah); Akuifer; Sungai Trellis; Muka Air Tanah: Kerapatan Pengeboran.
ANALYSIS OF THE POTENTIAL AND USE OF WATER IN THE IMPLEMENTATION OF SPATIAL ARRANGEMENT DENPASAR CITY AREA Ngakan Made Anom Wiryasa1) Nyoman Martha Jaya1) 1)
Department of Civil Engineering, Faculty of Engineering University of Udayana Email :
[email protected]
ABSTRACT
Population and economic growth will lead to problems in land use and the need for water . This study was designed with a qualitative verication design. Format design verication construct qualitative research formats and strategies in acquiring data in the eld . The research objective was to map potential and utilization of ground water in the city of Denpasar . Basin Groundwater Denpasar-Tabanan has the potential of shallow ground water in the aquifer is not depressed at 894 million m³ / year, while the potential of the conned aquifer has a potential of 8 million m³ / year. Height topography of this basin is located at 0-2000 m app (above sea level), with a rainfall of 1000-3500 mm / year.
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 2003
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
This basin has a ow pattern as trellis river ow, ie the ow direction of the slope. Dependence on ground water utilization, especially for domestic use or for commercial purposes. Number of utilization / pengguaan groundwater around 134 million m³ / year (8.40%) of the CAT). This utilization dimbil through pantek 188 wells and 441 wells drilled. Suggestions / Recommendations: (i) Although the use of groundwater in terms of percentage still relies little, there has been a decline in groundwater levels due to the density of drilling and differences in the level of productivity of ground water utilization. For that need attention weeks to areas that are prone to decreased water level and conduct regular control of the decreased water level; and (ii) should be restrictions on drilling permits in particular areas where drilling density is quite high, especially those that can affect a decrease in ground water level. Keywords: CAT (Basin Groundwater); Aquifer; Trellis River; Ground Water Level: Density Drilling.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bumi merupakan satu-satunya planit dalam Tata Surya yang memiliki kehidupan (Parker, 2007). Semua kehidupan di Bumi sangat tergantung dari keberadaan air dan menurut Matthews (2005) hampir 71 % permukaan Bumi ditutupi oleh air yang wujudnya dalam bentuk cair, padat (es), dan uap air/gas. Pertumbuhan penduduk akan mempengaruhi meningkatnya kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder manusia dalam dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hal ini akan berakibat pada tidak terkendalinya perubahan tata guna lahan, meningkatnya pemanfaatan/penggunaan air, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada menurunnya daya dukung lingkungan dan pemanfaatan ruang. Ruang merupakan komponen lingkungan hidup yang terbatas, tidak dapat diperbaharui, dan harus dimanfaatkan secara optimal serta berkelanjutan. Konsep keberlanjutan dalan penataan ruang adalah mempertahankan fungsi ruang sesuai dengan peruntukannya. Penyelenggaraan penataan ruang merupakan kegiatan pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pelaksanaan, dimana dalam proses pelaksanaan penataan ruang lebih ditekankan pada proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (UU No. 26 Tahun 2007; Perda No. 16 Tahun 2009). Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali adalah hasil perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah ke dalam struktur ruang dan pola ruang wilayah Provinsi. Struktur ruang merupakan susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional. Sedangkan pola ruang merupakan distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budiday Dalam penyelenggaraan penataan ruang melibatkan dua komponen penting. Dua komponen tersebut adalah: (i) bumi (alam), sebagai suatu region atau wilayah yang tidak bisa dilepaskan dari permasalahan ekosistem yang mencakup satuan-satuan fungsional hasil interaksi antara tumbuh-tumbuhan, hewan dan alam sekitarnya; dan (ii) manusia, yang pada dasarnya tidak dapat hidup menyendiri, melainkan hidup berkelompok, yang selanjutnya tidak bisa dilepaskan dari permasalahan sosial sistem sebagai hasil interaksi antara manusia dengan manusia. Sosial sistem dibagi menjadi empat subsistem, yakni: sebagai insan ekonomi, insan politik, insan sosial, dan insan budaya. 1.2
Masalah Penelitian Masalah yang timbul akibat dari meningkatnya jumlah penduduk, indutrialisasi (industri pariwisata) dan pertumbuhan ekonomi akan berpengaruh terhadap tata guna lahan serta pemenuhan kebutuhan akan air dalam menunjang kehidupan masyarakat. Hal ini dapat diatasi dengan mengharmoniskan antara potensi dan pemanfaatan air khususnya air tanah dengan tata ruang wilayah. Untuk mewujudkan terciptanya penataan ruang yang harmonis perlu diketahui terlebih dahulu potensi dan pemanfaatan air, yang selanjutnya dikaitkan dengan penyelenggaraan penataan ruang wilayah. 1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk menyusun strategi dan arahan kebijakan yang berkaitan antara potensi dan pemanfaatan air tanah dengan penyelenggaraan penataan ruang. Dengan demikian akan 2004 | Kuta, 29-30 Oktober 2015
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
tercipta keharmonisan antara tataguna lahan dan pemanfaatan air tanah. Adapun tujuan penelitian ini adalah melakukan pemetaan potensi dan pemanfaatan air tanah di kota Denpasar. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Mengetahui potensi dan pemanfaatan air tanah 2. Menghasilkan peta potensi dan pemanfaatan air tanah 3. Mengetahui strategi dan arahan kebijakan yang terkait dengan potensi dan pemanfaatan air tanah dengan penyelenggaraan penataan ruang 4. Bermanfaat dalam penyelenggaraan penataan ruang. Terutama bila dikaitkan dengan perizinan pemanfaatan air tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Dan Formasi Air Bawah Permukaan 2.1.1 Siklus Hidrologi Perjalanan air secara alami selalu mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan juga mengalir baik di permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Sesuai dengan lokasi dan kondisi lingkungan air dapat berubah wujud. Pada suhu 0˚ C air berubah wujud menjadi benda padat (es); pada suhu 100˚ C air merubah menjadi gas (uap air) dan pada suhu tertentu akan kembali menjadi air. Gerakan air mengikuti siklus hidrologi (Gambar 2.1). Siklus Hidrologi dapat dijelaskan sesuai dengan Gambar 2.1 sebagai berikut. 1. Evaporasi/Penguapan: penguapan terjadi pada daerah yang banyak mengandung air seperti laut, danau, sungai, waduk, situ dan lain-lain. Penguapan terjadi karena pengaruh sinar matahari; 2. Evapotranspirasi: evapotranspirasi terdiri dua jenis aliran air yaitu evaporasi dan transpirasi. Transpirasi adalah penyerapan air oleh akar tanaman yang dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup tanaman tersebut. Karena adanya pengaruh sinar matahari terjadilah penguapan dan proses penguapan ini disebut evaporasi. Kedua aliran air ini, yaitu penyerapan oleh akar tanaman dan penguapan yang terjadi disebut evapotranspirasi; 3. Air Hujan: uap air yang diakibatkan oleh adanya evaporasi dan evapotraspirasi di udara akan bergerak. Proses kondensasi uap air (awan) menjadi air hujan disebut presipitasi. Uap air yang bergerak di udara dan akibat perbedaan suhu udara uap air berubah mencapai temperatur di bawah titik beku maka uap air akan berubah menjadi butir-butir es. Butir-butir air dan butir-butir es akibat pengaruh gravitasi akan jatuh ke bawah sebagai hujan. Air hujan merupakan sumber utama air baik yang bergerak di permukaan tanah maupun yang menyerap ke tanah.
Gambar 2.1 Siklus Hidrologi Sumber: Peta Zonasi Pemanfaatan Air Tanah, Dinas PU Prov. Bali (2014)
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 2005
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
4. a. b.
c. d. e. f. g. h.
Aliran Air Hujan: Aliran permukaan (run-off): merupakan aliran diatas permukaan tanah, mengalir dari tempat yang tinggi ke yang lebih rendah dan bermuara di laut; Aliran sungai: aliran air permukaan akan mengalir ke daerah tangkapan air hujan atau (catchment area) atau sering disebut DAS (Daerah Aliran Sungai), yang selanjutnya mengalir ke dalam sistim sungai dan terakhir bermuara di laut; Aliran antara (interow): air yang yang berada di daerah vadose zone (Gambar 2.2) kemudian mengalir ke sistim jaringan sungai, waduk, situ, dan lain-lain; Aliran dasar (base ow): aliran air tanah yang yang mengisi sistim jaringan sungai, waduk, danau, dan lain-lain; Aliran run-out: aliran air tanah yang langsung mengalir ke laut Inltrasi: air permukaan tidak hanya mengalir di permukaan tetapi sebagian ada yang meresap kedalam tanah. Air yang meresap ke tanah ini disebut inltrasi; Kapiler: air yang meresap ke tanah dan kembali mengisi soil moisture; Perkolasi: air yang berasal dari soil moisture di daerah vadose zone yang mengisi kembali aliran air tanah.
2.1.2 Formasi Air Bawah Permukaan Pada dasarnya kondisi air tanah dibagi menjadi dua (Driscoll, 1987: dalam Kodoatie dan Sjarief, 2010) yaitu: 1. Vadoze Zone a. Air Tanah (Soil Water) b. Intermediate Zone Water c. Air Kapiler 2. Phreatic Zone 3. Kedua zone diatas dijelaskan sesuai Gambar 2.2. Pada zone air tanah, sebagian besar air tanah dipergunakan untuk kepentingan pertanian. Air akan hilang pada zone air tanah karena adanya transpirasi, evaporasi dan perkolasi. Daya kapilaritas akan mengisi ruang-ruang antar partikel sampai penuh, selanjutnya air akan mengalir akibat adanya gaya gravitasi. Zone yang berada di bawah zone air tanah adalah zone tengah, pada zone ini air akan bergerak ke bawah dan sebagian ada yang tertahan. Pipa kapiler berada pada zone di bawah zone tengah, dimana air mengalir ke atas akibat adanya gaya kapiler. Muka air tanah merupakan batas antara zone air tanh dengan pipa kapiler, muka air tanah memberikan petujuk atau perkiraan elevasi muka air tanah.
Gambar 2.2 Formasi air bawah permukaan Sumber: Kodoate da Sjarief (2010)
2006 | Kuta, 29-30 Oktober 2015
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
2.2 Air Tanah 2.2.1 Pengertian Air Tanah Pengertian air tanah menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan yang terletak di bawah permukaan tanah. a. Groundwater Groundwater atau Phreatic Water yang merupakan daerah yang dibatasi dibagian atasnya merupakan muka air tanah (water table) dan batas bawahnya merupakan batas awal dari water in unconnected pores. b. Soil Water adalah daerah mulai dari permukaan tanah sampai batas awal dari intermediate vadose zone 2.2.2 CAT dan Non CAT a. Pengertian Cekungan Air Tanah atau Groundwater Basin menurut Undang-Undang Sumber Daya Air didenisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrologis, tempat senua kejadian hidrologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. Sehingga dapat dikatakan bahwa CAT adalah batas teknis Pengelolaan Sumber Daya Air untuk air tanah. Sedangkan Non CAT merupakan batuan dengan lapisan tanah (humus) tipis dibagian atasnya dan air yang terkadung di dalamnya erupakan sumber kehidupan bagi tanaman. b. Sebaran CAT dan Non CAT di Bali Cekungan Air Tanah di Provinsi Bali meliputi luasan sebesar 4.382,33 km² atau 77,75 % wilayah Provinsi Bali. Potensi air tanah bebas (tak tertekan) adalah sebesar 1.577 juta m³/tahun, sedangkan potensi air tanah tertekan sebesar 21 juta m³/tahun. Dari data di atas terlihat bahwa, provinsi Bali memiliki potensi air tanah seluas 77,75 % dari wilayah provinsi Bali, sedangkan sebagaian kecil atau 22,25 % (daerah non CAT) tidak mempunyai potensi air tanah. 2.3
Penyelenggaraan Penataan Ruang Secara alamiah, tanpa atau dengan keterlibatan manusia, berlakunya hukum-hukum alam telah menyebabkan terdistribusinya segala benda ataupun sumberdaya alam dengan suatu keteraturan dinamis yang berpola dan terstruktur secara spasial dan waktu.
Gambar 2.3 Struktur Penyelenggaraan Penataan Ruang Sumber: Rustiadi et al. (2011:394)
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 2007
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
Menurut Rustiadi et al. (2011: 388), dengan adanya keteraturan sedemikian rupa sehingga seluruh benda sik di alam yang tertata dalam ruang membentuk pola distribusi yang disebut pola ruang. Keteraturan kongurasi spasial, aktitas-aktitas sosial-ekonomi masyarakat atau pola pemanfaatan ruang selalu ditemukan di dalam kehidupan masyarakat. Untuk menghindari konik dalam pemanfaatan ruang, diperlukan strategi dan arahan kebijakan dalam penyelenggaraan penataan ruang yang mencakup: kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang. Hal diatas sesuai dengan tugas dan wewenang yang diemban secara berhirarki sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Penyelenggaraan penataan ruang menurut Perda 16 Tahun 2009, adalah kegiatan pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan pelaksanaan yang lebih menekankan pada perencanaan ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (Gambar 2.3). 2.3.1 Pengaturan Penataan Ruang Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat dalam penataan ruang (pasal 1, poin 13, Perda 16/2009). Pengaturan penataan ruang wilayah bisa mengakibatkan kerugian pada sebagian masyarakat, karena lahan yang dimilikinya tidak dapat bebas dipergunakan. Landasan bagi Negara dalam pengaturan panataan ruang adalah UUD 1945 pasal 33. Dalam pasal 33 ayat (3) disebutkan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hak negara ini lebih lanjut diatur dalam berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah. Di negara kapitalis yang sangat menjunjung tinggi hak milik perorangan, terdapat kesadaran masyarakat bahwa penggunaan lahan memang perlu diatur. Hal ini tidak lain karena manfaat dari pengaturan penggunaan ruang tersebut kepada seluruh masyarakat adalah lebih tinggi dibandingkan dengan kerugian yang mungkin diderita oleh kelompok masyarakat lainnya. Dalam pengaturan ini diperlukan peran masyarakat yang diwujudkan melalui kerjasama antara desa pakraman dan pemerintah. Pengaturan yang terlalu ketat akan menciptakan kekakuan dalam penggunaan lahan dan membuat tidak berfungsinya mekanisme pasar secara wajar. Dalam keadaan pasar sempurna, mekanisme pasar merupakan alat pendistribusian lahan secara esien. Pasar lahan jelas tidak sempurna, namun menghilangkan peran mekanisme pasar dalam pendistribusian menjadi rumit dan hasilnya menjadi tidak optimal. Dengan demikian, kebijakan pemerintah di satu sisi menjamin terciptanya penggunaan lahan yang serasi sedangkan di sisi lain pemanfaatan secara esiensi yang terkandung dalam mekanisme pasar (Tarigan, 2008:50-55). Pengaturan penataan ruang dilakukan melalui penetapan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang termasuk pedoman penataan ruang. 2.3.2 Pembinaan Penataan Ruang Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat (pasal 1, poin 14, Perda 16/2009). Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota mempunyai wewenang melakukan pembinaan, yang merupakan satu paket dengan pengaturan dan pengawasan sesuai dengan hirarki kewenangannya. Pemerintah melakukan pembinaan penataan ruang kepada pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan masyarakat. Pembinaan penataan ruang dilaksanakan melalui: a. Koordinasi penyelenggaraan penataan ruang b. Sosialisasi peraturan perundang-undangan dan sosialisasi pedoman bidang penataan ruang c. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penataan ruang d. Pendidikan dan pelatihan e. Penelitian dan pengembangan 2008 | Kuta, 29-30 Oktober 2015
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
f. g. h.
Pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang Penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat, dan Pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat Pemerintah derah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota menyelenggarakan pembinaan penataan ruang menurut kewenangan masing-masing dan selanjutnya penyelenggaraan pembinaan diatur dengan peraturan pemerintah. 2.3.3 Pengawasan Penataan Ruang Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 1, poin 16, Perda 16/2009). Pengawasan yang bersifat “memaksa” dapat berjalan secara efektif melalui pembentukan norma-norma internal atau pembentukan kewajiban pada semua pemakaian sumberdaya. Untuk pemerintahan lokal dan informal serta 2.4melindungi atau memperbaiki lembaga non pemerintah tidak dapat membangun cara yang efektif untuk keadaan, kecuali dengan melakukan kerjasama atau berkoordinasi dengan pemerintah diatasnya. Pengawasan dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat, yang perannya sebatas melaporankan, dan/atau pengaduan kepada pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota. Pengawasan penataan ruang mencakup kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang, dengan melaksanakan tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. Untuk menjamin tercapainya tujuan penataan ruang, maka dalam penyelenggaraan penataan ruang pengawasan harus menjamin tercapainya kinerja fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan ruang, dan kinerja pemenuhan standar pelayanan minimal. 2.3.4 Pelaksanaan Penataan Ruang Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (pasal 1, poin 15, Perda 16/2009). Pelaksanaan penataan ruang merupakan instrument dalam penataan ruang wilayah yang terdiri dari: a. Perencanaan Tata Ruang, merupakan suatu proses untuk menentukan struktur ruang (Gambar 2.4), pola ruang (Gambar 2.5), dan penyusunan serta penetapan kawasan strategis provinsi. b. Pemanfaatan Ruang, upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi dilaksanakan melalui: pengembangan indikasi program utama pemanfaatan ruang, penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan rencana rinci tata ruang kawasan strategis provinsi c. Pengendalian Pemanfaatan Ruang, upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang mencakup: arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan pemberian insentif dan disinsentif, arahan sanksi, standar pelayanan minimal, dan tata cara pengawasan. BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dirancang dengan disain kualitatif verikatif. Format disain kualitatif verikatif mengkonstruksi format penelitian dan strategi dalam memperoleh data di lapangan, namun dalam hal memperlakukan teori lebih longgar dalam arti tetap terbuka pada teori. Salah satu keunggulan penelitian kualitatif adalah berupaya mengungkapkan apa yang ada dibalik data yang tampak, hal-hal yang tidak nampak menjadi sasaran metode kualitatif. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai masalah potensi dan pemanfaatan air tanah dalam penyelenggaraan penataan ruang wilayah (Gambar 3.1), maka lokasi penelitian yang diambil adalah Kota Denpasar. Hal ini didasarkan dengan pertimbangan tingginya pertumbuhan penduduk dan besarnya perubahan tata guna lahan, jika dibandingkan dengan kabupaten yang lainnya di Provinsi Bali. Data diambil dari dua sumber yakni: (i) data yang diambil dari norma, standar, pedoman dan petunjuk, dan (ii) data Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 2009
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
yang didapat dari narasumber (informan). yaitu dari pemerintah/instansi terkait. Penentuan jumlah narasumber ditetapkan sampai tingkat kejenuhan, artinya bahwa dengan penambahan narasumber selanjutnya tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam, dan kelompok diskusi terfokus. Sedangkan teknik pengolahan datanya dilakukan dengan teknik induksi analitik dan diskripsi komparatif. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirancang sebelumnya. Hasil yang didapat sesuai dengan tahapan yang didasarkan pada tahapan tahun penelitian. Hasil yang didapat sesuai tahapan tahun penelitian adalah sebagai berikut: 1. Tahun I: Pemetaan Potensi dan Pemanfaatan Air 2. Tahun II: Identikasi Strategi dan Arahan Kebijakan 3. Tahap III: Pemetaan Potensi dan Pemanfaata Air dengan Strategi dan Arahan Kebijakan Dengan selesainya ketiga tahapan penelitian ini, maka berakhir pula penelitian tersebut.
Gambar 3.1 Analisis Disain Kualitatif Verikati
BAB IV HASIL YANG DICAPAI 4.1 Kondisi Air Tanah Cekugan Air Tanah (CAT) atau groundwater basin merupakan Batas teknis pengelolaan Sumber Daya Air, khususnya air tanah. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, CAT didenisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrologis. Kegiatan hidrologis yang dimaksud terdiri dari: proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah. Berdasarkan Peraturn Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah, menjelaska kriteria CAT adalah sebagai berikut: a. Mempunyai batas hidrologis yang dikontrol oleh kondisi hidrologis dan/atau kondisi hidrolik air tanah. Batas hidrologis merupakan batas sik pengelolaan air tanah, batas batuan yang lolos dan tidak lolos air, batas pemisah air tanah, dan batas yang terbentuk oleh struktur geologis; b. Mempunyai dearah imbuhan dan daerah lepasan air tanah dalam satu sistem pembentukan air tanah. Daerah imbuhan air tanah merupakan kawasan linndung air tanah. Daerah imbuhan air
2010 | Kuta, 29-30 Oktober 2015
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
tanahnya tidak untuk didayagunakan, sedangkan didaerah lepasan air tanah merupakan daerah yang didayagunakan atau disebut dengan kawasan budidaya air tanah; c. Memiliki satu kesatuan sistem akuifer, baik akuifer dalam kondisi tertekan maupun dalam keadaan bebas. Infrastruktur keairan dapat dipahami sebagai upaya untuk mengetahui hubungan yang wajib untuk diharmonikan antara ruang air dan ruang darat di dalam penataan ruang. Yang termasuk dalam infrastruktur keairan adalah sebagai berikut: a. Komponen Sumber Daya Air Komponen sumber daya air terdiri dari komponen alami dan kopmponen artisial. Komponen alami dari sumber daya air antara lain: sungai, danau, rawa, muara, situ-situ, mata air, air terjun, dan air tanah. Sedangkan komponen artisial dari sumber daya air antara lain: waduk, bendung, embung, sistem drainase, sistem irigasi, dan sitem air bersih. Karena sifat air yang dinamis (khususnya sifat aliran air) akan mempengaruhi keseimbangan alam. Disamping hal tersebut di atas, komponen alami sumber daya air juga dipengaruhi oleh siklus hidrologi, kondisi geologi, kondisi wilayah dan kehidupan baik manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. b. Sistem Drainase Sistem drainase merupakan sistem saluran yang berfungsi untuk mengalirkan air hujan. Sistem saluran drainase terdiri dari saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier, dan saluran kuarter. Air hujan yang jatuh di perumahan dan atau kawasan akan mengalir ke saluran kuater, yang selanjutnya mengalir ke saluran yang lebih besar yaitu ke saluran tersier, sekunder, primer, dan terakhir ke sungai. c. Sistem Irigasi Sistem irigasi berfungsi untuk mengalirkan air dari sumber air (waduk, danau, embung, situ, dan bendung) ke petak sawah. Air dari sumber air dialirkan melalui saluran primer, kemudian melalui pintu pembagi dialirkan ke saluran sekunder, tersier, kuarter, yang selanjutnya ke petak sawah dan sisanya dibuang ke sungai. d. Sistem Air Bersih System air bersih terdiri dari: sumber daya air, pegolahan, penampungan, saluran transmisi, dan saluran distribusi ke pelanggan. Sumber daya air pada umumnya diambil dari air permukaan (sungai, danau, waduk) dan air tanah. Untuk memenuhi kualitas yang disyaratkan untk air minum, terlebih dahulu dilakukan pengolahan. Pengolahan terdiri dari: penjernihan air dari partikel, pengontrolan dari bakteri, dan komposisi kimia air. Penampungan dilakukan baik untuk menampung air baku maupun untuk menampung air yang sudah diolah (air bersih). Untuk sampai di pelanggan maka akan disalurkan melalui transmisi dan saluran distribusi. 4.2 Potensi Air Tanah 4.2.1 CAT Provinsi Bali Cekungan Air Tanah (CAT) Provinsi Bali ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah di Provinsi Bali. Cekungan Air Tanah Provinsi Bali terdiri dari 8 CAT yaitu: 1. CAT Lintas Kabupaten/Kota a. CAT Denpasar-Tabanan b. CAT Singaraja c. CAT Negara d. CAT Gilimanuk e. CAT Tejakula 2. CAT Lokal (dalam satu kabupaten) a. CAT Amlapura b. CAT Nusa Penida c. CAT Nusa Dua Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 2011
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
Kondisi air tanah pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi geologinya. Kondisi geologi di provinsi Bali sebagian besar ditutupi oleh batuan vulkanik (lahar,breksi, tuf, batu pasir, batu apung, dan lain-lain). Batuan vulkanik tersebut mempuyai tingkat kelulusan air sedang-tinggi, sehingga dapat bertindak dan membentuk akuifer. Sistem akuifer yang terbentuk mempunyai aliran melalui ruang antara butir. Daerah dengan potensi air tanah yang tinggi terdapat di derah Denpasar-Tabanan-Gianyar. Cekungan Air Tanah di Provinsi Bali meliputi luasan sebesar 4.382,33 km² atau 77,75 % wilayah Provinsi Bali. Potensi air tanah bebas (tak tertekan) adalah sebesar 1.577 juta m³/tahun, sedangkan potensi air tanah tertekan sebesar 21 juta m³/tahun (Tabel 5.1). Dari data di atas terlihat bahwa, provinsi Bali memiliki potensi air tanah seluas 77,75 % dari wilayah provinsi Bali, sedangkan sebagaian kecil atau 22,25 % tidak mempunyai potensi air tanah Tabel 4.1 Potensi Air Tanah pada Cekungan Air Tanah di Provinsi Bali No. 1 2 3 4 5 6 7 8
CAT Denpasar-Tabanan Gilimanuk Negara Singaraja Tejakula Amlapura Nusa Dua Nusa Penida Jumlah % thd Bali
Luas (Ha) 208.000 13.130 41.850 50.520 75.050 19.982 9.911 19.790 438.233 77,75
Hujan (mm) 1000-3500 1000-1500 1500-2000 1000-2500 500-2000 1000-2000 1500-2000 500-1000
Tak tertekan (juta m3/tahun) 894 30 73 215 188 60 38 79 1.577
Tertekan (juta m3/tahun) 8 1 4 3 3 2
21
Sumber: Kemenerian ESDM (2005)
4.2.2 Potensi CAT Denpasar-Tabanan Cat Denpasar-Tabanan berada di bagian tengah Provinsi Bali yang mencakup kabupaten Tabanan, Bangli, Karangasem, Kelungkung, Gianyar, Badung, dan kota Denpasar. Di utara berbatasan dengan Abiansemal dan Nyelati, Ambengan di selatan dan Sanur di tenggara, sedangkan di timur berbatasan dengan Paksebali di timur dan Gubug di barat. (Gambar 5.1) Cekungan Air Tanah Denpasar-Tabanan mempunyai potensi air tanah dangkal pada akuifer tak tertekan sebesar 894 juta m³/tahun, sedangkan potensi pada akuifer tertekan mempunyai potensi sebesar 8 juta m³/tahun (Tabel 4.1). Ketinggian topogra cekungan ini berada pada 0-2.000 m apl (atas permukaan laut), dengan curah hujan 1.000-3.500 mm/tahun. Cekungan ini mempunyai pola aliran sebagai aliran sungai trellis, yaitu alirannya searah dengan kemiringan lereng. Litologi utama dari cekugan ini berupa endapan pantai dan danau yang berfungsi sebagai akuifer dengan kedalaman 60-210 m bmt (bawah muka tanah setempat). Endapan berupa kerakal, kerikil, dan pasir dengan kelolosan sedang, sedangkan batuannya adalah batuan gunung api kelompok Lesong-PohenSaneyang,, batuan gunung Batukau, batuan gunung Agung, dan gunung api kelompok Buyan-Beratan dan batur. 4.3
Pemanfaatan Air Tanah Sumberdaya air di provinsi Bali cukup melimpah, selain CAT juga bersumber dari sungai, danau/ waduk/embung, dan mata air (Tabel 4.2). Akuifer merupakan lapisan batuan jenuh air tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air tanah dalam jumlah yang cukup dan ekonomis. Berdasarkan kondisi geologi (Laporan Peta Zonasi Air Tanah Provinsi Bali, 2014), CAT Denpasar-Tabanan, terdiri dari tiga jenis akuifer yaitu: 1. Akuifer dengan aliran ruang antar butir 2. Akuifer degan aliran melalui celahan dan ruang antar butir 3. Akuifer (bercelah atau bersarang) dengan air tanah langka 2012 | Kuta, 29-30 Oktober 2015
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
Tabel 4.2 Potensi Sumber Daya Air CAT dan selain CAT di Provinsi Bali No. 1 2 3 4
a.
b.
c.
d. e. f.
Sumber Daya Air CAT Sungai Danau/waduk/embung Mata Air
Potensi Sumber Daya Air (m³/ tahun) 1.598.000.000 6.195 1.021 913
Akuifer dengan alira melalui celahan dan ruang antar butir, berdasarkan produktivitas akuifer: Akuifer produktivitas tinggi dengan penyebaran luas, yang memiliki tingkat keterusan sedangtinggi, muka air tanah umumnya dekat dengan muka tanah, dan debit sumur umumnya lebih dari 10 L/dt; Akuifer dengan produktivitas sedang dengan penyebaran luas, yang memiliki tingkat keterusan sedang, muka air tanah umumnya dekat dengan muka tanah, dan debit sumur umumnya lebih 5-10 L/dt Akuifer dengan produktivitas sedang-rendah dengan penyebaran luas, yang memiliki tingkat keterusan sedang-tinggi, muka air tanah umumnya dekat dengan muka tanah, dan debit sumur umumnya kurang dari 5 L/dt; Akuifer dengan produktivitas tinggi dengan penyebaran luas, yang memiliki tingkat keterusan beragam, muka air tanah umumnya beragam, dan debit sumur umumnya lebih dari 5 L/dt; Akuifer dengan produktivitas sedang, yang memiliki tingkat keterusan beragam dan penyebaran luas, muka air tanah umumnya dalam, dan debit sumur umumnya kurang dari 5 L/dt; Akuifer setempat dengan produktivitas sedang, yang memiliki tingkat keterusan beragam, muka air tanah umumnya sangat dalam.
Kemunculan Mata Air pada CAT Denpasar-Tabanan berjumlah 425 buah dengan debit terbesar 594 L/dt dan degan debit rata-rata sebesar 14.512,50 L/dt (Tabel 4,3), selanjutnya dapat dirinci seperti dibawah ini: 1. Debit kurang dari 5 L/dt sejumlah 253 buah 2. Debit antara 5-10 L/dt aejumlah 59 buah 3. Debit antara 10-25 L/dt sejumlah 56 buah 4. Debit antara 25-50 L/dt sejumlah 26 buah 5. Debit antara 50-100 L/dt sejumlah 19 buah 6. Debit antara 100-250 L/dt sejumlah 6 buah 7. Debit antara 250-500 L/dt sejumlah 5 buah 8. Debit lebih dari 500 L/dt sejumlah 1 buah Tabel 4.3 Potensi Rata-Rata Mata Air pada CAT Denpasar-Tabanan
Sumber:Analisis (2015)
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 2013
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
Ketergantungan terhadap pemanfaatan air tanah, terutama untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan komersiil. Jumlah pemanfaatan/pengguaan air tanah sekitar 134 juta m³/tahun (8,40 %) dari CAT). Pemanfaatan ini dimbil melalui 188 buah sumur pantek dan 441 buah sumur bor. 4.4 Pemetaan Potensi dan Pemanfaatan Air Tanah 4.4.1 Peta Potensi Air Tanah
Sumber: Peta Zonasi Pemanfaatan Air Tanah (2014 Gambar 4.1 Peta Potensi CAT Denpasar-Tabana
4.4.2 Peta Pemanfaatan Air Tanah
Sumber: Peta Zonasi Pemanfaatan Air Tanah (2014) Gambar 4.2 Peta Pemanfaatan Air Tanah
2014 | Kuta, 29-30 Oktober 2015
SEMINAR NASIONAL SAINS DAN TEKNOLOGI 2015
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: 1. Cekungan Air Tanah Denpasar-Tabanan terletak di bagian tengah Provinsi Bali dan termasuk CAT lintas kabupaten. Kabupaten/Kota yang yag termasuk dalam wilayah CAT tersebut adalah: kabupaten Tabanan, Bangli, Karangasem, Kelungkung, Gianyar, Badung, dan kota Denpasar. Di utara berbatasan dengan Abiansemal dan Nyelati, Ambengan di selatan dan Sanur di tenggara, sedangkan di timur berbatasan dengan Paksebali di dan Gubug di barat; 2. Cekungan Air Tanah Denpasar-Tabanan mempunyai potensi air tanah dangkal pada akuifer tak tertekan sebesar 894 juta m³/tahun atau 57 % dari CAT Provinsi Bali, sedangkan potensi pada akuifer tertekan mempunyai potensi sebesar 8 juta m³/tahun dari CAT Provinsi Bali. Ketinggian topogra cekungan ini berada pada 0-2.000 m apl (atas permukaan laut), dengan curah hujan 1.000-3.500 mm/tahun. Cekungan ini mempunyai pola aliran sebagai aliran sungai trellis, yaitu alirannya searah dengan kemiringan lereng; 3. Ketergantungan terhadap pemanfaatan air tanah, terutama untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan komersiil. Jumlah pemanfaatan/pengguaan air tanah sekitar 134 juta m³/tahun (8,40 % dari potensi CAT Provinsi Bali dan atau 15 % dari potensi CAT Denpasar-Tabanan) dari CAT). Pemanfaatan ini dimbil melalui 188 buah sumur pantek dan 441 buah sumur bor. 5.2 1.
2.
Saran/Rekomendasi Walaupun pemanfaatan air tanah dari segi persentase masil kecil (kesimpulan 3), telah terjadi penurunan muka air tanah akibat kerapatan pengeboran dan perbedaan tingkat produktivitas pemanfaatan air tanah. Untuk itu perlu mendapat perhatian utuk daerah yang rawan terhadap penurunan muka air tanah dan melakukan kontrol secara berkala terhadap penurunan muka air tanah; Perlu pembatasan terhadap izin pengeboran khususnya daerah-daerah yang tingkat kerapatan pengeboran yang cukup tinggi, terutama yang dapat mempengaruhi penurunan muka air tanah.
DAFTAR PUSTAKA Kodoatie dan Sjarief, 2010, Tata Ruang Air. Penerbit Andi Yogyakarta Matthews, Rupert, 2005. Planet Bumi, Topik Paling Seru. Alih Bahasa oleh Darmaring Tyas Wulandari. Jakarta: Erlangga Parker, Steve, 2007. Tata Surya – Just the Facts. Penerjemah Soni Astranto, S. Si. Erlangga for Kids, Penerbit Erlangga. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Rustiadi, E., Sefulhakim, S., dan Panuju, DR. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Crespent Press dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta Wiryasa, Anom, 2014. Analisis Kelembagaan dalam Pelaksanaan Penataan Ruang Wilayah Provinsi Bali (Disertasi)
Kuta, 29-30 Oktober 2015 | 2015