Bab
3 3 Dasar Teori
3.1 Perencanaan Pembebanan Platform atau anjungan adalah struktur yang khusus didesain untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di lepas pantai. Struktur ini menjadi subjek terhadap berbagai macam pembebanan, dimana menurut API RP2A beban yang dapat diterima oleh struktur anjungan lepas pantai adalah sebagai berikut : A.
Beban Mati
Beban mati struktur adalah berat struktur itu sendiri, semua perlengkapan yang permanen dan perlengkapan struktur yang tidak berubah selama beroperasinya struktur. Beban mati terdiri dari : 1. Beban platform di udara. 2. Beban perlengkapan yang permanen. 3. Gaya hidrostatik di bawah permukaan garis air, termasuk tekanan dan gaya angkat. B.
Beban Hidup
Beban hidup adalah beban yang mengenai struktur dan berubah selama operasi platform berlangsung. Beban hidup terdiri dari : 1. Beban perlengkapan pengeboran dan perlengkapan produksi yang bisa dipasang dan dipindahkan dari platform. 2. Berat dari tempat tinggal (living quarters), heliport, dan perlengkapan penunjang lainnya yang bisa dipasang dan dipindahkan dari platform. 3. Berat dari suplai kebutuhan dan benda cair lainnya yang mengisi tangki penyimpanan. 4. Gaya yang mengenai struktur selama operasi seperti pengeboran, penambatan kapal, dan beban helikopter. 5. Gaya yang mengenai struktur dari penggunaan crane di atas deck.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
-1
C.
Beban Lingkungan
Beban lingkungan yang mengenai struktur dikarenakan fenomena alam seperti angin, arus, gelombang, gempa bumi, salju, es, dan pergerakan kerak bumi. Beban lingkungan juga didalamnya termasuk variasi tekanan hidrostatik dan gaya angkat pada setiap elemen karena perubahan tinggi air yang disebabkan oleh perubahan gelombang dan pasang surut. D.
Beban Konstruksi
Beban konstruksi dihasilkan dari beban-beban pada saat fabrikasi, loadout, tranportasi dan instalasi. E.
Beban Dinamik
Beban dinamik ini disebabkan karena adanya gaya yang berulang-ulang seperti gelombang, angin, gempa bumi, atau getaran mesin, juga gaya akibat benturan kapal pada struktur dan pengeboran.
Gambar 3.1 Beban – beban yang bekerja pada struktur anjungan lepas pantai. Dari Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa terdapat beberapa beban lingkungan laut yang dapat mempengaruhi kestabilan struktur. Perhitungan beban-beban lingkungan yang bekerja pada struktur mengacu pada rekomendasi yang diberikan API RP2A dan dilakukan berdasarkan data oseanografi dan meteorologi seperti tinggi gelombang, perioda gelombang, kecepatan angin, arus, pasang surut, gempa bumi, kondisi tanah dan lain sebagainya.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
-2
3.1.1
Gelombang
Gelombang pada dasarnya adalah manifestasi dari gaya-gaya yang bekerja pada fluida. Dalam bahasan ini media perambatan gelombang tersebut adalah fluida air. Tiupan angin pada durasi dan kecepatan tertentu membangkitkan sebagian besar gelombang di permukaan lautan. Ketika gelombang terbentuk, gaya gravitasi dan tegangan permukaan akan bereaksi untuk menimbulkan rambatan gelombang. Untuk mendeskripsikan gelombang yang beramplitudo kecil dapat diasumsikan berbentuk sinusoidal, karena bentuk ini adalah bentuk yang paling ideal. Karakteristik gelombang dua dimensi yang merambat dalam arah x dapat dilihat pada Gambar 3.2 dibawah ini. C
Gambar 3.2 Sketsa profil gelombang air. Dimana: A
= amplitudo gelombang
c
= kecepatan gelombang
h
= kedalaman permukaan air rata-rata dari dasar tanah
H
= tinggi gelombang dari lembah ke puncak
L
= panjang gelombang
x
= perpindahan arah horizontal dari puncak gelombang
η(x,t) = elevasi muka air pada titik x saat t. Untuk gelombang laut, mendeskripsikannya, yaitu:
terdapat
beberapa
parameter
penting
untuk
1. Panjang gelombang (L) adalah jarak horizontal antara dua puncak gelombang atau
dua lembah gelombang yang saling berurutan. 2. Tinggi gelombang (H) adalah jarak vertikal dari puncak gelombang ke lembah
gelombang.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
-3
3. Perioda gelombang (T) adalah selang waktu yang ditempuh untuk menempuh satu
panjang gelombang, dari puncak ke puncak atau lembah ke lembah yang berurutan. 4. Kedalaman perairan (h) adalah kedalaman perairan dimana gelombang tersebut
dirambatkan. 5. Amplitudo gelombang (A) adalah simpangan terbesar dari titik simpul gelombang ke
puncak atau lembah gelombang. Adapun parameter lain, seperti kecepatan serta percepatan partikel air, kecepatan dan panjang gelombang dapat diturunkan dari teori gelombang. Dalam membangun suatu teori gelombang diperlukan suatu persamaam pengatur yang dapat mewakili kondisi fisik gelombang yang sebenarnya. Persamaan pengatur dalam teori gelombang adalah persamaan Laplace. Persamaan pengatur bersifat umum, untuk mendapatkan persamaan (solusi) yang bersifat khusus (unique solution) diperlukan syarat-syarat batas, yaitu syarat batas kinematis, dinamis dan syarat batas periodik. Perbedaan cara dan pengambilan asumsi yang berbeda dalam penyelesaian persamaan gelombang akan menghasilkan teori gelombang yang bebeda pula. Namun tiap teori gelombang memiliki keunggulan dan keterbatasan sendiri-sendiri.
A.
Persamaan Pengatur
Teori gelombang dibangun dari asumsi bahwa fluida (air) merupakan fluida yang incompressible (tak mampu mampat) dan irrotational motion (tidak terjadi gerak berputar fluida). Dengan asumsi ini maka potensial kecepatan Φ akan memenuhi persamaan kontinuitas.
∇. U = 0 ........................................................................................... (3.1) atau
∇.∇φ = 0 .......................................................................................... (3.2) Persamaan (3.2) dapat diitulis dalam bentuk persamaan Laplace sbb:
∂ 2φ ∂ 2φ ∂ 2φ ∇ φ = 2 + 2 + 2 = 0 ................................................................... (3.3) ∂x ∂y ∂z 2
Dalam tinjauan dua dimensi x dan z, persamaan Laplace menjadi:
∂ 2φ ∂ 2φ ∇ φ = 2 + 2 = 0 ............................................................................ (3.4) ∂x ∂y 2
Persamaan Laplace dapat dituliskan dalam bentuk fungsi stream function:
∇ 2ψ =
B.
∂ 2ψ ∂ 2ψ + 2 = 0 .......................................................................... (3.5) ∂x 2 ∂z
Persoalan Syarat Batas
Penyelesaian persamaan (3.4) dan (3.5) memerlukan nilai syarat batas tertentu untuk memperoleh solusi yang bersifat khusus (unique solution).
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
-4
1.
Syarat batas permukaan, meliputi: a. Syarat batas kinematis (kinematic free surface boundary condition, KFSBC)
−
∂φ ∂η ∂φ ∂η pada z = η ( x, t ) ................................................... (3.6) = − ∂z ∂t ∂x ∂x
b. Syarat batas dinamis (dynamic free surface boundary condition, DFSBC) 2 2 ∂φ 1 ⎡⎛ ∂φ ⎞ ⎛ ∂φ ⎞ ⎤ − + ⎢⎜ ⎟ + ⎜ ⎟ ⎥ + gη = C (t ) pada z = η ( x, t ) ............................ (3.7) ∂t 2 ⎢⎣⎝ ∂x ⎠ ⎝ ∂z ⎠ ⎥⎦
2.
Syarat batas dasar perairan (the bottom boundary condition, BBC) Syarat batas dasar perairan (pada z = -h) termasuk dalam tipe syarat batas kinematis.
u
dh + w = 0 ................................................................................ (3.8a) dx
w dh ...................................................................................(3.8b) =− u dx Persamaan (3.8b) menyatakan bahwa arah kecepatan partikel air tangensial terhadap dasar perairan. Untuk dasar perairan yang datar, syarat batas menjadi:
w=−
∂φ = 0 pada z = -h................................................................. (3.8c) ∂z
Kondisi ini menggambarkan bahwa kecepatan partikel fluida tegak lurus dasar perairan impermeabel dan diam, adalah nol. 3.
Syarat batas periodik
φ ( x, t ) = φ ( x + L, t ) .......................................................................... (3.9) φ ( x , t ) = φ ( x, t + T )
C.
Teori Gelombang Airy / Linier
Solusi tepat (exact solution) dari persamaan di sub-bab persamaan pengatur di atas sulit ditentukan karena syarat batas permukaan memiliki suku-suku tak linier serta kondisi awal di permukaan, z = η (x, t ) tidak diketahui. Oleh karenanya dilakukan penyederhanaan dengan melinierkan suku-suku tak linier. Pelinieran dilakukan dengan membuat asumsi bahwa tinggi gelombang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan panjang gelombang L dan kedalaman h, jadi H<
Syarat batas kinematis (kinematic free surface boundary condition, KFSBC)
−
BAB 3
∂φ ∂η pada z = 0 ....................................................................(3.10) = ∂z ∂t
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
-5
2.
Syarat batas dinamis (dynamic free surface boundary condition, DFSBC)
−
∂φ + gη = C (t ) pada z = 0.............................................................(3.11) ∂t
Selanjutnya persamaan Laplace (3.4) dapat diselesaikan dengan menggunakan metode pemisahan variabel (separation of variable method), sehingga untuk gelombang berjalan didapat potensial kecepatan φ .
φ=−
H g cosh k (h + z ) sin (kx − ϖt ) .........................................................(3.12) 2ϖ cosh kh
Dari syarat batas dinamis, dengan membuat rata-rata η = 0 maka C(t) = 0 sehingga
1 ∂φ pada z = 0 ...........................................................................(3.13) g ∂t
η= atau
H cos(kx − ϖt ) ..............................................................................(3.14) 2
η=
Sementara itu dari syarat batas kinematis serta dengan memperhatikan persamaan (3.12) dan (3.14) didapat persamaan baru yang disebut persamaan dispersi, yaitu:
ϖ 2 = gk tanh kh .................................................................................(3.15) Gelombang berjalan membutuhkan satu periode T untuk menempuh satu panjang gelombang L, dengan ϖ =
2π T
serta k =
dituliskan dalam persamaan berikut:
2π ,maka cepat rambat gelombang dapat L
2
2π ⎛ 2π ⎞ tanh kh .........................................................................(3.16) ⎜ ⎟ =g L ⎝ T ⎠ atau
C2 =
L2 g = tanh kh ...........................................................................(3.17) T2 k
Pada laut dalam, kh besar dan tanh
gT 2 2πh , dimana subskrip = 1.0 sehingga L = L0 = 2π L
nol menunjukkan kondisi laut dalam. Secara umum dapat dituliskan sebagai berikut:
L = L0 tanh kh ...................................................................................(3.18) Jadi panjang gelombang berkurang dengan berkurangnya kedalaman untuk periode yang konstan. Kecepatan dan percepatan partikel air diturunkan dari potensial kecepatan φ , kecepatan partikel merupakan turunan pertama potensial kecepatan φ terhadap x dan z untuk masing-masing kecepatan arah horisontal x dan arah vertikal z. 1.
Kecepatan partikel air pada arah horisontal u :
u=−
BAB 3
∂φ H cosh k (h + z ) = ϖ cos(kx − ϖt ) ..................................................(3.19) ∂x 2 sinh kh
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
-6
atau
u=
gHk cosh k (h + z ) cos(kx − ϖt ) ...........................................................(3.20) 2ϖ cos kh
2.
Percepatan partikel air arah horisontal adalah:
∂u H 2 cosh k (h + z ) = ϖ sin (kx − ϖt ) ........................................................(3.21) ∂t 2 sinh kh 3.
Kecepatan partikel air arah vertikal w :
w=− 4.
∂φ H sinh k (h + z ) = ϖ sin (kx − ϖt ) ...................................................(3.22) ∂z 2 sinh kh
Percepatan partikel air arah vertikal adalah :
∂w H sinh k (h + z ) =− ϖ2 cos(kx − ϖt ) ......................................................(3.23) ∂t 2 sinh kh
D.
Teori Gelombang Stokes
Stokes (1847) mengembangkan teori gelombang Airy dengan melanjutkan analisis sampai orde ke-tiga untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik dalam kecuraman muka gelombang (wave stepness) H/L. Pengembangan lebih jauh dilakukan oleh Skjelbreia dan Hendrickson (1961) sampai orde ke-5 yang sampai saat ini banyak digunakan dalam perhitungan teknik kelautan untuk gelombang dengan amplitudo kecil. Karena masalah konvergensi yang lebih sulit untuk kondisi laut dangkal, teori gelombang stokes orde ke-5 dianggap valid untuk kondisi perairan dimana rasio kedalaman h/L lebih besar dari
1 . Kondisi ini umumnya sesuai dengan gelombang badai (storm wave) 10
yang biasanya diperhitungkan dalam perancangan bangunan lepas pantai.
Untuk tinggi gelombang H, bilangan gelombang k, dan frekuensi ϖ , yang bergerak dalam arah sumbu x, permukaan gelombang Stokes dituliskan :
η=
1 5 ∑ Fn cos n(kx − ϖt ) .....................................................................(3.24) k n =1
dimana
F1 = a F2 = a 2 F22 + a 4 F24 F3 = a 3 F33 + a 5 F35 ....................................................................(3.25) F4 = a 4 F44 F5 = a 5 F55
F22 , F24 , dan seterusnya, merupakan parameter profil (bentuk) gelombang yang tergantung pada kh dan a merupakan tinggi gelombang di dalam persamaan berikut:
kH = 2 ⎣a + a 3 F33 + a 5 (F35 + F55 )⎦ ............................................................(3.26)
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
-7
Kecepatan horisontal (u) dan kecepatan vertikal (w) partikel air gelombang Stokes (pada posisi x, waktu t, dan sejauh z dari dasar perairan) adalah :
ϖ
5
∑G k
u=
n =1
w=
ϖ
cosh nkz cos n(kx − ϖt ) ..........................................................(3.27) sinh nkh
n
5
∑G k n =1
sinh nkz sin n(kx − ϖt ) ..........................................................(3.28) sinh nkh
n
dimana G1 , G2 , dan seterusnya dituliskan sbb :
G1 = aG11 + a 3 G13 + a 5 G15
( = 3(a G
) )
G2 = 2 a 2 G22 + a 4 G24 G3
3
+ a G35 5
33
.....................................................................(3.29)
G4 = 4a G44 4
G5 = 5a 5 G55 G11 , G13 , dst adalah parameter kecepatan gelombang yang bergantung pada kh.
F22 , F24 , G11 , dst diberikan oleh Skjebreia dan Hendrickson ( F22 = B22 , F24 = B24 , dst, dan G11 = A11 sinh kh, G24 = A24 sinh 2kh , dst).
Persamaan parameter
Hubungan antara frekuensi gelombang dengan bilangan gelombang dalam teori Stokes:
ϖ 2 = gk (1 + a 2 C1 + a 4 C 2 ) tanh kh ............................................................(3.30) dimana C1 dan C2 adalah parameter frekuensi gelombang. Kecepatan gelombang c ditentukan seperti pada gelombang Airy, c = σ kecepatan gelombang Stokes orde-5 dituliskan sebagai berikut:
(
)
⎡g ⎤ c = ⎢ 1 + a 2 C1 + a 4 C 2 tanh kh⎥ ⎣k ⎦
E.
1
2
k
, dimana
..........................................................(3.31)
Teori Gelombang Stream Function
Bentuk linier dari stream function untuk gelombang dapat ditulis sebagai berikut:
ψ ( x, z , t ) = −
H g sinh k (d + z ) cos( kx − σt ) ................................................(3.32) 2 σ cosh kd
Bila sistem koordinat bergerak dengan kecepatan C :
ψ ( x, z ) = Cz −
H g sinh k ( d + z ) cos( kx) ...................................................(3.33) 2 σ cosh kd
Persamaan pembangan dan syarat-syarat batas gelombang berjalan dalam bentuk stream function:
∂ 2ψ ∂ 2ψ + = 0 ...............................................................................(3.34) ∂x 2 ∂z 2
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
-8
Syarat batas dinamik (DSBC) 2 2 1 ⎡⎛ ∂ψ ⎞ ⎛ ∂ψ ⎞ ⎤ + ⎟ ⎜ ⎟ ⎥ + gη = Qb ⎢⎜ 2 ⎢⎣⎝ ∂x ⎠ ⎝ ∂z ⎠ ⎥⎦
pada z = η (x)
Syarat batas kinematik (KSBC)
∂ψ ∂ψ ∂η =− ∂x ∂z ∂x
pada z = η (x)
Syarat batas dasar (BBC)
∂ψ =0 ∂x
pada z = -d
Stream Function sampai orde ke-N N
ψ ( x, z ) = Cz + ∑ X (n) sinh{nk (d + z )} cos nkx .............................................(3.35) n =1
dan
u=−
F.
∂ψ ∂z
w=
∂ψ ∂x
Pemilihan Teori Gelombang
Dalam perencanaan desain gelombang suatu struktur anjungan lepas pantai perlu ditentukan teori gelombang yang sesuai. Barltrop et al (1990) menawarkan suatu diagram yang diperoleh dari hasil membandingkan kecepatan partikel air, percepatan, tinggi gelombang, dan panjang gelombang yang dihitung dari teori gelombang yang sering digunakan. Gambar di bawah ini adalah diagram daerah aplikasi dari Stream Function, Stokes 5th order, dan teori gelombang linier yang telah dimodifikasi API RP2A untuk keperluan desain.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
-9
Gambar 3.3 Daerah aplikasi teori Stream function, Stokes 5th dan Airy
G.
Faktor Kinematika Gelombang
Kinematika gelombang umum dua dimensi dari teori gelombang Stream Function atau Stokes 5 tidak memperhitungkan penyebaran arah gelombang atau ketidakseragaman dalam bentuk profil gelombang. Karakteristik nyata ini dapat dimodelkan dalam analisis gelombang deterministik dengan mengalikan kecepatan dan percepatan mendatar dari penyelesaian gelombang dua dimensi umum dengan faktor kinematika gelombang. Pengukuran kinematika gelombang memiliki faktor berkisar antara 0,85 sampai 0,95 untuk badai tropis dan 0,95 sampai 1,00 untuk badai bukan tropis.
3.1.2
Gaya Gelombang
Gaya hidrodinamik akibat gelombang pada struktur lepas anjungan lepas pantai diantaranya dapat digolongkan sebagai : 1.
Gaya seret (drag), yaitu gaya yang disebabkan oleh pusaran yang terbentuk saat aliran melewati member yang besarnya sebanding dengan kuadrat kecepatan.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 10
2.
Gaya inersia, yaitu gaya yang disebabkan oleh gradien tekanan dalam fluida yang mengalir dan interaksi lokal antara member dengan fluida yang besarnya sebanding dengan percepatan fluida.
3.
Gaya difraksi, yaitu sejenis gaya inersia akibat perubahan pola gelombang oleh struktur sehingga mengubah pembebanan pada struktur.
4.
Gaya slam dan slap, yaitu gaya inersia yang terjadi saat member melewati permukaan air yang besarnya sebanding dengan kuadrat kecepatan.
5.
Gaya vortex shedding, terjadi akibat setiap putaran menyebabkan gaya seret, bergerakmenjauhi struktur membuat gaya berfluktuasi bekerja pada struktur. Jika frekuensi naturalnya.
Gaya hidrodinamika akibat gelombang pada tiang silinder bergantung pada pola aliran disekitar tiang. Pola aliran ini sangat dipengaruhi oleh derajat ketergangguan aliran oleh adanya tiang. Derajat keterganguan ini ditentukan oleh perbandingan antara diameter tiang dengan panjang gelombang yaitu D/L. Bila D/L kecil (D/L≤ 0.2) maka pola aliran fluida tidak akan terganggu dan besarnya gaya dapat dihitung dengan persamaan Morison (O’Brien dan Morison, 1952). Tapi bila D/L besar (D/L > 0.2) maka pola aliran akan terdifraksi sehingga harus digunakan teori difraksi. Perhitungan gaya gelombang didekati dengan 2 pendekatan yang berbeda. Untuk platform yang kecil atau yang berada pada laut dangkal, disain dari pembebanan gelombang dianggap sebagai gaya statik pada struktur. Untuk platform yang lebih besar, perioda natural dari getaran struktur mendekati perioda gelombang laut dan analisis dinamik yang lebih rumit harus diikut sertakan dalam perhitungan. Disain gaya gelombang harus didasarkan pada prediksi gelombang terbesar selama 100 tahun. Z
X
(MSL) [ 0 , 0 , 0]
F TITIK JOINT (NODE)
center of structure
Gambar 3.4 Profil gaya gelombang pada struktur jacket.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 11
A.
Persamaan Morison
Persamaan Morison adalah persamaan yang digunakan untuk menghitung gaya gelombang. Persamaan Morison (O’Brien dan Morison, 1952) menyatakan bahwa gaya gelombang dapat diekspresikan sebagai penjumlahan dari gaya seret (drag force, FD), yang muncul akibat kecepatan partikel air saat melewati struktur, dan gaya inersia (inertia force, FM) akibat percepatan partikel air. Persamaan Morison :
dF = dFD + dFM ................................................................................(3.36) dF =
• 1 ρCd D U Udz + ρCm A U dz ............................................................(3.37) 2
dimana : dF
=
gaya/unit panjang (N/m)
ρ
=
massa jenis air (kg/m3)
Cd
=
koefisien drag
Cm
=
koefisien inersia
D
=
Diameter / lebar proyeksi bidang muka yang menghadap arah gelombang (m)
U
=
kecepatan pertikel air, tegak lurus terhadap sumbu struktur (m/dt)
A
=
luas penampang elemen struktur (m2)
=
percepatan partikel air, tegak lurus terhadap elemen struktur
•
U
(m/dt2).
Z silinder kecil
η(x,t)
X
dF
dz
z(t)
Gambar 3.5 Gaya gelombang pada elemen silinder tegak.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 12
Pada struktur yang berbentuk silinder persamaan Morison dapat dituliskan kembali menjadi :
πD 2 • 1 dF = ρCd D U Udz + ρC m U dz .........................................................(3.38) 2 4 Gaya total F diperoleh dengan cara mengintegrasikan persamaan Morison sepanjang elemen struktur yang diinginkan. Sebagai contoh, gaya total yang bekerja pada silinder tegak seperti Gambar 3.5 diperoleh dengan mengintegrasikan persamaan Morison (3.38) dari z=-h sampai z=η(x,t), yaitu : η πD 2 • 1 ρCd D U Udz + ∫ ρC m U dz ..................................................(3.39) −h 2 −h 4
F=∫
η
Gaya F bekerja tegak lurus terhadap sumbu tiang. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan persamaan Morison adalah pemilihan koefisien seret (Cd) dan koefisien inersia (Cm). Koefisien Cm dan Cd ditentukan berdasarkan hasil percobaan, nilainya tergantung pada bilangan Reynold dan bilangan Keulegan-Carpenter, dimana kedua-duanya tergantung pada harga parameter kecepatan partikel maksimum, diameter tiang. Bilangan Reynold dan bilangan Keulegan-Carpenter :
Re =
U max D
ν
U max T K= D
..................................................................................(3.40)
dimana: Re
=
bilangan reynold
K
=
bilangan Keulegan-Carpenter
Umax =
kecepatan maksimum
D
=
diameter
ν
=
viskositas kinematik = 1.2363 x 10-5 ft2/s
T
=
perioda
Gambar 3.6 Nilai Cd dan Cm untuk beberapa nilai K.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 13
Gambar 3.7 Nilai Cm untuk beberapa nilai Re dan K.
B.
Gaya Gelombang pada Silinder Miring
Penerapan persamaan Morison pada tiang silinder miring dilakukan pada saat menghitung gaya gelombang pada “cross bracing” struktur atau pada kaki jaket yang tigak tegak (battered). Chakrabakti dkk (1975) mengembangkan metoda penerapan persamaan Morison untuk menentukan gaya gelombang pada tiang miring dengan menguraikan kecepatan dan percepatan partikel ke dalam komponen tegak lurus dan sejajar/tangensial sumbu tiang silinder. Kemudian, hanya komponen kecepatan dan percepatan partikel tegak lurus tiang silinder yang digunakan untuk menentukan gaya per-satuan panjang pada tiang silinder. Arah gaya yang bekerja adalah tegak lurus terhadap sumbu tiang dan sesuai dengan arah komponen kecepatan dan percepatan partikel tegak lurus sumbu tiang silinder miring. Untuk keperluan analisis struktur, gaya tersebut dapat disesuaikan lagi kedalam komponen gaya vertikal dan gaya horisontal.
Gambar 3.8 Tiang silinder miring. Dengan menggunakan sistem koordinat polar dan sudut θ dan β untuk mendefinisikan orientasi dari sumbu tiang, maka besar kecepatan partikel arah tegak lurus/normal sumbu tiang adalah :
[
Vn = u + v 2 − (cxu + c y v) 2
BAB 3
]
1/ 2
.................................................................(3.41)
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 14
Komponen kecepatan pada arah x, y, dan z adalah sebagai berikut :
u n = u − c x (c x u + c y v ) v n = u − c y (c x u + c y v) ..........................................................................(3.42) wn = −c z (c x u + c y v) dimana :
cx = sin β cosθ c y = cos β
.........................................................................(3.43)
cz = sin β sin θ Percepatan partikel arah normal sumbu sumbu tiang silinder dapat diuraikan kedalam komponen dalam arah x, y, dan z adalah :
a nx = a x − c x (c x a x + c y a y ) a ny = a y − c y (c x a x + c y a y ) ....................................................................(3.44) a nz = −c z (c x a x + c y a y ) Maka komponen gaya persatuan panjang dalam arah x, y, z adalah :
1 πD 2 .a nx ρ .C D .D.Vn u n + ρ .C I 2 4 1 πD 2 .a ny .........................................................(3.45) f y = ρ .C D .D.Vn v n + ρ .C I 2 4 1 πD 2 f z = ρ .C D .D.Vn wn + ρ .C I .a nz 2 4 fx =
Maka gaya per-satuan panjang dalam arah tegak lurus sumbu tiang adalah : 2
2
2
f = ±( f x + f y + f z )1 / 2 ......................................................................(3.46) Dimana arah gaya f disesuaikan dengan arah komponen gaya f x , f y , dan f z . Komponen total gaya yang bekerja pada tiang silinder miring harus dihitung dengan cara integrasi numerik berdasarkan persamaan berikut :
Fx = ∫ f x ds s
Fy = ∫ f y ds ......................................................................................(3.47) s
Fz = ∫ f z ds s
C.
Teori Difraksi
Struktur dengan diameter yang besar mempengaruhi bentuk gelombang karena adanya pemantulan gelombang oleh struktur. Metode tekanan-luas seperti dibawah ini:
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 15
∂φ ∂t .......................................................................................(3.48) F = ∫ PdA P = −ρ
A
dengan: P
=
tekanan akibat gelombang
A
=
luas penampang
F
=
gaya
Φ
=
potensial kecepatan gelombang
Perhitungan gaya gelombang dengan persamaan Morison dan teori difraksi memiliki kondisi tertentu. Gambar 3.8 dibawah menunjukan batasan-batasan tersebut.
/d 3.
2.
MORISON’S EQUATION
h
h
(4)
/l =0.1418 NEITHER
DIFFRACTION EFFECTS
VISCOUS EFFECTS
(1)
1.
(2)
DIFFRACTION THEORY
BOTH
(3) d
.14
0
0.4
/l
Gambar 3.9 Daerah perhitungan gaya gelombang.
3.1.3
Angin
Gaya angin total yang bekerja pada struktur di laut merupakan penjumlahan dari gaya angin yang bekerja pada setiap komponen struktur tersebut. Gaya angin yang terjadi pada struktur terjadi karena gesekan (friction) udara pada permukaan struktur dan karena adanya perbedaan tekanan di depan dan di belakang struktur (viscous drag). Dari hasil percobaan, gaya yang bekerja pada struktur akibat hembusan angin bisa dituliskan sebagai :
F=
1 ρCAV 2 ...................................................................................(3.49) 2
dimana :
BAB 3
ρ
=
massa jenis udara
A
=
luas karakteristik struktur
V
=
kecepatan hembus angin
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 16
⎛ ρVD ⎞ ⎟ ⎝ μ ⎠
C
=
koefisien gaya yang bergantung bilangan Reynold ⎜
D
=
panjang karakteristik struktur
μ
=
viskositas udara
Harga koefisien gaya angin yang biasa digunakan dalam perancangan dan analisis struktur bangunan lepas pantai menurut API RP 2A (1980) dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Koefisien Gaya Angin Jenis Struktur
Koefisien Gaya Angin
Beams
1,5
Sides of building
1,5
Cylindrical section
0,5
Overall platform projected area
1
Untuk kondisi dimana arah angin tidak tegak lurus terhadap sumbu batang atau permukaan struktur, maka besar dan arah gaya angin yang terjadi diperhitungkan berdasarkan komponen kecepatan angin yang tegak lurus permukaan. Maka besar gaya angin yang terjadi dapat dituliskan sebagai :
F=
1 ρCAV 2 cos 2 α ...........................................................................(3.50) 2
dimana : α
=
sudut antara angin terhadap garis tegak lurus permukaan
V cos α =
komponen kecepatan angin tegak lurus Permukaan
A
proyeksi luas permukaan
=
Alternatif lain untuk menghitung gaya angin dimana arah datang angin tidak tegak lurus permukaan adalah dengan memproyeksikan luas permukaan struktur dalam arah tegak lurus angin. Maka gaya yang terjadi dapat dituliskan :
F=
1 1 ρC ( A cos α )V 2 = ρCAV 2 cos α .....................................................(3.51) 2 2
dimana : V cos α =
proyeksi luas permukaan struktur dalam arah datang angin
tegak lurus arah
Koreksi kecepatan angin apabila tidak sama dengan ketinggian referensi dalam meter x
⎡y⎤ VZ = V10 ⎢ ⎥ ...................................................................................(3.52) ⎣10 ⎦ Dimana:
BAB 3
V10
=
kecepatan angin pada ketinggian 10 meter
y
=
ketinggian yang diinginkan (m)
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 17
10
=
ketinggian referensi (m)
x
=
eksponensial biasanya 1/7 atau 1/13 tergantung durasi hembusan angin
Rekomendasi dari API RP 2A x
=
1/13 untuk angin yang berhembus keras
x
=
1/8 untuk angin yang berhembus terus-menerus
Gambar 3.10 Faktor ketinggian menurut API RP 2A.
3.1.4
Arus
Arus di laut biasanya terjadi akibat adanya pasang surut dan gesekan angin pada permukaan air (wind-drift current). Kecepatan arus dianggap pada arah horizontal dan bervariasi menurut kedalaman. Besar dan arah arus pasang surut di permukaan biasanya ditentukan berdasarkan pengukuran di lokasi. Wind drift current di permukaan biasanya diasumsikan sekitar 1 % dari kecepatan angin pada ketinggian 30 ft di atas permukaan air. Untuk kebutuhan rekayasa, variasi arus pasang surut terhadap kedalaman baisanya diasumsikan mengikuti profil pangkat 1/7 (‘one seventh power law’) dan variasi arus akibat gesekan angin diasumsikan linier terhadap kedalaman. UoTidal
UoWind Drift
h z
Gambar 3.11 Asumsi distribusi vertikal arus pasang surut dan wind drift current.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 18
⎛z⎞ U Tidal = U o Tidal ⎜ ⎟ ⎝h⎠ UWindDrift
1 7
...................................................................(3.53)
⎛z⎞ = U 0WindDrift ⎜ ⎟ ⎝h⎠
Dalam kondisi badai, arus terjadi bersamaan dengan gerakan air akibat gelombang. Arah arus pasang surut bisa tidak sama dengan arah rambat gelombang, tetapi wind-drift current biasanya diasumsikan searah dengan gelombang. Kombinasi arus laut dan kecepatan partikel gelombang dapat menghasilkan peningkatan yang sangat besar terhadap gelombang. Gaya drag:
1 ρC D (u + v) 2 ............................................................................(3.54) 2
fD =
dengan: u = kecepatan orbit horizontal v = arus langgeng (steady current) Resultan kecepatan merupakan vektor tambahan. Untuk perairan dalam menggunakan teori gelombang linier.
u=
πH T
e kz cos θ ................................................................................(3.55)
Pada elevasi muka air rata-rata pada posisi puncak z = 0 dan θ = 0, diperoleh:
u0 =
πH T
.........................................................................................(3.56)
Kondisi ekstrim terjadi ketika arus langgeng memiliki arah yang sama dengan gelombang propagasi, maka pada posisi puncak θ = 0 gaya drag maksimum pada pile vertikal di perairan adalah: 2
fD =
1 ⎛ πH kz ⎞ ρC D ⎜ e + v( z ) ⎟ ..................................................................(3.57) 2 ⎝ T ⎠
dimana v(z) merupakan kecepatan arus sebagai fungsi dari kedalaman. Pada permukaan air rata-rata z = 0 dan v(z) = 0, maka 2
f D max
A.
1 ⎛ πH ⎞ = ρC D ⎜ + v 0 ⎟ ....................................................................(3.58) 2 ⎝ T ⎠
Current Blockage Factor
Kecepatan arus disekitar anjungan bekurang dari kondisi mengalir bebas oleh faktor hambatan. Dengan kata lain, kehadiran struktur mengakibatkan arus menyebar; sebagian arus mengelilingi struktur dan tidak melaluinya, dan kecepatan arus disekitar struktur berkurang. Current blockage factor dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 19
−1
(C d D) i ⎤ ⎡ ⎢1 + ∑ ⎥ ..............................................................................(3.59) 4W ⎦ ⎣ Dimana Σ(CdD)i adalah penjumlahan dari “drag diameter” dari seluruh elemen yang terpotong oleh suatu bidang mendatar tertentu dan W adalah lebar keseluruhan dari anjungan tegak lurus terhadap arus pada elevasi tersebut.
B.
Kinematika Gelombang dan Arus Gabungan
Kinematika gelombang yang telah disesuaikan dengan penyebaran arah dan ketidakseragaman, harus digabungkan dengan profil arus yang telah disesuaikan dengan faktor hambatan. Karena profil arus hanya ditentukan untuk kedalaman air rata-rata pada kriteria desain, harus digunakan beberapa cara untuk memperpanjang atau memperpendek profil arus tersebut terhadap ketinggian gelombang lokal. Untuk profil arus dimana perpanjangan linear merupakan pendekatan yang dapat diterima, Vz arus pada jarak z diatas kedalaman laut rata-rata, dapat diperhitungkan dari profil arus yang telah ditentukan pada elevasi z’ dengan menggunakan persamaan di bawah ini:
V x = V z′
(z + d ) d ........................................................................(3.60) ( z ′ + d ) (d + η )
dimana: V’z
= arus tertentu pada elevasi z’
d
= kedalaman air pada saat badai
η
= jarak antara permukaan gelombang dengan kedalaman laut rata-rata (η dan z positif diatas kedalaman laut rata-rata dan sebaliknya)
Penelitian telah menunjukkan bahwa sebuah profil arus yang diperpanjang secara non linier cocok digabungkan dengan kinematika gelombang yang telah terpengaruh Doppler. Perpanjangan non linier memperhitungkan arus yang telah dipanjangkan, Vz, untuk sebuah partikel yang berada pada elevasi z, berdasarkan kecepatan Vz’ yang telah ditentukan di profil arus pada elevasi z’ sebagai berikut:
Vz = Vz
′ z ′ + η ⎡ sinh (2π ( z ′ + d ) / λ n ⎤ ⎢ ⎥ .......................................................(3.61) z ⎣ sinh (2πd / λ n ) ⎦
dimana λn adalah panjang gelombang untuk ketinggian H dan periode Tapp tertentu
3.1.5
Marine Growth
Struktur yang terbenam di dalam air akan mengalami penambahan luas area melintang akibat adanya marine growth. Marine growth ditimbulkan oleh organisme laut yang menempel pada struktur.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 20
Dc
Dc + 2t
Gambar 3.12 Marine growth. Maka diameter struktur dimodifikasi menjadi : D = DC + 2t........................................................................................(3.62) Pertambahan luas melintang ini mengakibatkan gaya gelombang yang diterima oleh struktur menjadi lebih besar.
Gaya Apung (Buoyant Force)
3.1.6
Tekanan hidrostatik yang terjadi akibat berat air di atasnya, yaitu :
p = γ f (h − z ) ....................................................................................(3.63) dimana : γf
=
berat jenis air
h
=
kedalaman perairan
z
=
jarak vertikal dari dasar perairan
Tekanan tersebut menimbulkan gaya apung yang akan tetap ada meskipun kondisi tidak ada gelombang di permukaan. Besar gaya apung yang bekerja pada struktur terendam dalam fluida, baik itu sebagian atau seluruhnya adalah :
Fb = γ f V .........................................................................................(3.64) dimana : γf
=
berat jenis air
V
=
volume benda/struktur yang terendam
Perhitungan gaya apung pada struktur lepas pantai biasanya dikombinasikan dengan berat struktur tersebut, sehingga didapat berat efektif dari struktur sebagai :
W ' = W − γ f V ....................................................................................(3.65) dimana : W’
=
berat efektif struktur
W
=
berat struktur di udara
Dalam menerapkan gaya apung pada komponen struktur, maka perlu diperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan analisis tegangan yang terjadi. Lihat Gambar 3.13 berikut ini:
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 21
3
3
W2
W2
h
sea floor
2 d 1
W1
2
F = W2
F = W1 + W2 - ?A(h+d)
Gambar 3.13 Gaya apung dan berat pada tiang pancang. Pada gambar diatas, tiang pancang vertikal dibagi menjadi elemen 1-2 dan elemen 2-3. Berat elemen 2-3 di udara adalah w1 dan elemen 1-2 adalah w2. Dasar perairan biasanya dianggap tembus air (porous), sehingga akan terjadi tegangan hidrostatik. Gaya apung yang bekerja pada dasar tiang pancang adalah :
Fh = γ f A(h + d ) .................................................................................(3.66) dimana : A
=
luas ujung tiang pancang
h
=
kedalaman perairan
d
=
kedalaman penetrasi tiang pancang
Besar gaya apung sama dengan berat air yang dipindahkan, sehingga berat efektif tiang adalah berat tiang di udara dikurangi berat air yang dipindahkan. Karena gaya apung bekerja pada ujung dasar tiang pancang, maka berat efektif elemen 2-3 akan terlihat sama dengan berat di udara.
3.2 Kombinasi Pembebanan Anjungan harus didesain dengan kombinasi pembebanan yang akan menghasilkan efek yang paling membahayakan bagi struktur. Kombinasi pembebanan ini terdiri dari beban lingkungan, beban mati dan beban hidup yang sesuai. Beban lingkungan harus dikombinasikan dengan cara yang sesuai dengan kemungkinan kejadian tersebut terjadi bersamaan selama kondisi pembebanan yang sedang dipertimbangkan. Pembagian beban yang akan dikombinasikan : 1. Beban gravitasi Beban gravitasi ini terdiri dari : a. Berat sendiri platform b. Beban peralatan c. Beban lain-lain (ketepatan item, perubahan desain, perubahan fabrikasi, dll)
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 22
2. Beban angin a. Dianalisis untuk kondisi operasi dan kondisi ektrim. b. Beban angin ini bekerja pada 12 mata angin. Setiap arahnya diproyeksikan c. pada arah x dan arah y. d. Koefisien untuk beban angin ini dibedakan berdasarkan arah angin yang sedang ditinjau. Hal ini dilakukan agar desain yang dihasilkan lebih akurat dan menyerupai kondisi sebenarnya. e. Penting untuk diperhatikan formula yang akan dipakai dalam analisis beban angin. 3. Beban gelombang dan arus a. Dianalisis untuk kondisi operasi dan kondisi ektrim. b. Dianalisis pada 12 mata angin. Tiap elemen anjungan harus didesain dengan kombinasi pembebanan yang mengakibatkan tegangan terbesar pada elemen, dengan turut mempertimbangkan tegangan izin untuk kondisi pembebanan yang mengakibatkan tegangan tersebut. Adapun komponen penyusun dari kombinasi pembebanan : 1.
Komponen akibat beban mati. Untuk kondisi operasi, beban mati yang digunakan adalah beban mati maksimum, sedangkan untuk kondisi ekstrim, beban mati yang digunakan adalah beban mati minimum.
2.
Komponen akibat beban angin yang sudah diproyeksikan pada arah x dan arah y.
3.
Komponen akibat beban gelombang dan arus pada arah mata angin yang sedang ditinjau.
3.3 Perencanaan Struktur Baja Tubular 3.3.1
Baja Struktur
Baja struktur diberi nama oleh ASTM ( American Society for Testing and Materials ) serta oleh para pembuatnya. Untuk keperluan desain, tegangan leleh tarik menjadi kuantitas acuan yang digunakan oleh spesifikasi-spesifikasi seperti AISC ( American Society of Steel Construction ), sebagai variabel sifat untuk menentukan kekuatan atau tegangan izinnya. Persyaratan umum untuk jenis-jenis baja diantaranya tercakup dalam spesifikasi seperti ANSI / ASTM. Anjungan harus didesain sedemikian rupa sehingga seluruh elemen dapat memenuhi tegangan izin yang telah ditentukan oleh AISC Specification for the Design, Fabrication dan Erection of Structural Steel for Buildings, edisi terbaru. Seluruh persyaratan tegangan izin pada baja tubular ini dibuat berdasarkan API RP2A 21st edition-WSD Recommended Practice for Planning, Designing, and Construction Fixed Offshore Platform.
3.3.2
Kriteria Tegangan
Struktur lepas tetap bersifat Tujuan utama kondisi elastis
BAB 3
pantai biasanya menggunakan baja struktur biasa. Material baja akan elastis selama tegangan yang terjadi tidak melampaui tegangan leleh. dari desain adalah memiliki ukuran komponen yang sesuai sehingga tetap dipenuhi selama dibebani beban rencana (design-level loading).
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 23
Faktor keamanan (safety factor) biasanya diterapkan untuk mendapatkan tegangan izin (allowable stress = yield stress/safety factor) yang kemudian dijadikan kriteria tegangan yang tidak boleh dilewati selama struktur dibebani gaya rencana. Peraturan yang digunakan pada analisis berikut adalah API RP2A 21st edition adalah Working Stress Design (WSD). Metode ini sesuai dengan spesifikasi AISC yang disebut Allowable Stress Design (desain tegangan yang diizinkan). Dalam metode ini, semua bahan diasumsikan mempunyai variabilitas rata-rata yang sama. Apabila semua variabilitas beban dan kekuatan ditempatkan pada ruas kekuatan dan dituliskan sebagai persamaan:
φRn ≥ Qi ..........................................................................................(3.67) γ yang menyatakan bahwa kekuatan desain φ Rn yang dibagi dengan suatu faktor γ untuk kelebihan beban harus melebihi jumlah beban-beban layanan. Untuk suatu struktur balok yang mengalami lentur, sebagai berikut :
dapat dianalogikan persamaan
Mn ≥ M ..........................................................................................(3.68) Fs dimana ruas kiri mewakili kekuatan nominal balok Mn dibagi suatu faktor keamanan FS (= φ /γ) sedangkan ruas kanan mewakili momen lentur M akibat semua tipe beban layanan. Kekuatan nominal bisa diasumsikan tercapai pada saat tegangan terbesar mencapai tegangan leleh Fy sehingga:
Mn =
Fy.I .......................................................................................(3.69) c
dimana I adalah momen inersia dan c adalah jarak serat terluar dari sumbu netral (seperti pada gambar berikut).
C
Gambar 3.14 Diagram tegangan pada penampang. Maka persamaan menjadi seperti berikut:
I c ≥ M FS Fy I c ≥ M = fb ............................................................................(3.70) I FS I c c Fy ≥ fb FS
Fy
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 24
Dimana Fy/FS menjadi tegangan yang diizinkan untuk bending Fb dan fb menjadi tegangan akibat beban layan penuh. Tegangan izin dalam WSD diturunkan dari kekuatan yang mungkin dicapai oleh struktur bila struktur tersebut mengalami kelebihan beban.
3.3.3
Batang Tarik
Keadaan batas kekuatan yang berpengaruh bagi suatu batang tarik dapat berupa pelelehan penampang lintang bruto batang pada tempat yang jauh dari titik sambungan atau retakan dari suatu luas bersih efektif (melalui lubang) pada sambungan. Bila keadaan batasnya adalah pelelehan umum dari penampang lintang bruto atas panjang batang, seperti halnya untuk batang tarik tanpa pelubangan (dengan sambungan las), kekuatan nominal Tn dapat ditentukan sebagai berikut : Tn = Fy . Ag ......................................................................................(3.71) dimana : Fy = tegangan leleh Ag = luas penampang bruto. API RP 2A 21st edition –WSD memberikan batas kekuatan tarik izin (Ft) untuk batang tubular yang dikenai beban aksial sebagai berikut :
Ft = 0, 6 Fy .......................................................................................(3.72) Batas tegangan izin tersebut menerapkan angka keamanan sebesar 1,67.
3.3.4
Batang Tekan
Pada umumnya batang tekan akan mengalami tekuk (buckling) atau lenturan tiba-tiba akibat ketidakstabilan sebelum mencapai kekuatan penuh material baja yang bersangkutan. Hanya batang yang sangat pendek saja yang dapat dibebani sampai ke tegangan lelehnya. Karena itu tekuk merupakan isu utama dalam pembahasan batan tekan.
A.
Tekuk Elastik ( Buckling ) Euler
Tekuk murni akibat beban aksial hanya terjadi dalam kondisi ideal sebagai berikut : 1. Sifat tegangan di seluruh penampang sama 2. Tidak ada tegangan interval awal. 3. Batang atau kolom lurus dan prismatik sempurna. 4. Beban aksial bekerja melalui sumbu sentroid batang sampai batang tersebut mulai melentur. 5. Teori defleksi kecil dan problema lentur biasanya berlaku dan gaya geser diabaikan. 6. Puntiran atau distorsi penampang lintang tidak terjadi selama lenturan. Berdasarkan API RP 2A 21st edition –WSD, untuk elemen dengan rasio D/t kurang dari atau sama dengan 60, tegangan tekan izin, Fa, harus dihitung dengan menggunakan persamaan AISC berikut:
⎡ ( Kl / r ) 2 ⎤ ⎢1 − ⎥ Fy 2C c2 ⎦ ⎣ Fa = 3( Kl / r ) ( Kl / r ) 3 5/3+ − 8 Cc 8 C c3 BAB 3
untuk Kl / r < C c ......................................(3.73)
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 25
Fa =
12 π 2 E untuk Kl / r ≥ Cc ............................................................(3.74) 23 ( Kl / r ) 2
dimana: 1/ 2
⎡ 2π 2E ⎤ Cc = ⎢ ⎥ ⎣ Fy ⎦ E
= Modulus Elastisitas Young, ksi (MPa)
K
= faktor panjang efektif (lihat Tabel 3.2)
l
= panjang batang tak tersokong (unbraced), in. (m)
r
= radius girasi, in. (m)
Untuk elemen dengan rasio 60 < D/t ≤ 300 dan tebal silinder t ≥ 0,25 in (6 mm), ganti tegangan tekuk lokal kritis (Fxe atau Fxc, diambil yang lebih kecil) untuk Fy dalam menentukan Cc dan Fa. Rumus Fxe atau Fxc diberikan sebagai berikut : 1.
Tegangan Tekuk Lokal Elastis, Fxe Fxe = 2 CE t/D...............................................................................(3.75) Secara teoritis, nilai C = 0,6. Namun demikian, reduksi nilai C = 0,3 diizinkan untuk memperhitungkan pengaruh ketidaksempurnaan geometrik.
2.
Tegangan Tekuk Lokal Inelastis, Fxc Fxc = Fy [1,64 – 0,23 (D/t)1/4]
B.
≤
Fxe ............................................(3.76)
Panjang Efektif
Analisis yang rasional untuk menentukan faktor panjang efektif harus mempertimbangkan kekakuan sambungan dan pergerakan sambungan. Penilaian secara tepat mengenai derajat kekangan momen pada struktur umumnya sangat sulit. Kekangan momen tersebut dipengaruhi oleh batang-batang yang tidak berdekatan yang mengikat ke kolom tekan. Untuk kebutuhan praktis, API RP 2A 21st edition –WSD memberikan rekomendasi faktor panjang efektif sebagai berikut :
Gambar 3.15 Faktor panjang efektif.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 26
Tabel 3.2 Faktor Panjang Efektif. Situasi
Faktor Panjang Efektif (K)
Faktor Reduksi (Cm)
Kaki Struktur Atas Terkekang Portal (tak terkekang)
1,0 K (2)
(a) (a)
Tiang dan Kaki Jaket Penampang Komposit Kaki Jaket Ungrouted Tiang pancang Ungrouted
1,0 1,0 1,0
(c) (c) (b)
Elemen Web Penopang Dek Aksi In-Plane Aksi Out-of-Plane
0,8 1,0
(b) (a) atau (b) (4)
0,8
(a) atau (b) (4)
Untuk K Brace
0,8
(c)
Segmen lebih panjang dari X Brace Secondary Horizontal
0,9 0,7
(c) (c)
Elemen Penghubung Penopang Dek
1,0
(a), (b) atau (c) (4)
Penguat Brace Panjang Face-to-Face dari Diagonal Utama
Nilai faktor reduksi Cm ditujukan untuk tabel di atas, adapun penjelasan konotasi pada tabel diatas adalah : (a)
0,85
(b)
0,6 – 0,4 ⎜⎜ 1 ⎟⎟ , tetapi tidak boleh kurang dari 0,4 dan tidak boleh lebih ⎝M2 ⎠ dari 0,85
(c)
1 – 0,4 ⎜⎜
⎛M ⎞
⎛ fa ⎞ ⎟⎟ , atau 0,85, yang manapun yang lebih kecil ⎝ Fe ' ⎠
Untuk kaki portal (tak terkekang) superstruktur, faktor panjang efektif diperhitungkan dengan menggunakan Effective Length Alignment Chart AISC sebagai berikut (Gambar 3.16).
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 27
Gambar 3.16 Effective length alignment chart AISC. Grafik tersebut dimasukkan nilai rasio kekakuan GA dan GB, dimana A dan B mengacu pada joint A dan B di ujung-ujung dari kolom. Rasio ini didefinisikan sebagai: B
Ic
G=
∑ Lc Ig ∑ Lg
.......................................................................................(3.77)
Σ pada persamaan di atas menunjukkan adanya penjumlahan dari kekakuan kolom atau balok untuk elemen yang tersambung kaku ke joint A atau B dan berada pada bidang tekuk dari kolom. Jika ujung dari kolom tersokong tapi tidak terhubung secara kaku dengan suatu pondasi, nilai G = ∞, tetapi untuk praktisnya, G dapat diambil dengan nilai 10. Jika kolom tersambung kaku dengan pondasi yang mampu menahan momen, G dapat diambil dengan nilai 1, kecuali analisis menunjukkan bahwa dapat diambil nilai yang lebih kecil.
3.3.5
Batang Lentur
Tegangan lentur izin, Fb, harus dihitung dengan menggunakan persamaan:
Fb = 0, 75 Fy untuk
D 1500 ...............................................................(3.78) ≤ t Fy
⎛ D 10.340 ⎞ ,Unit SI ⎟ ⎜ ≤ Fy ⎝ t ⎠
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 28
⎡ Fy D ⎤ 1500 D 3000 ......................................(3.79) Fb = ⎢0,84 − 1, 74 < ≤ ⎥ Fy untuk Et ⎦ Fy t Fy ⎣
⎛ 10.340 D 20.680 ⎞ , Unit SI ⎟ < ≤ ⎜ t Fy ⎝ Fy ⎠ ⎡ Fy D ⎤ 3000 D Fb = ⎢0, 72 − 0,58 < ≤ 300 ......................................(3.80) ⎥ Fy untuk Et ⎦ Fy t ⎣
⎛ 20.680 D ⎞ < ≤ 300,Unit SI ⎟ ⎜ t ⎝ Fy ⎠ 3.3.6
Kombinasi Beban Lentur dan Aksial
Hampir semua batang dalam sebuah struktur terkena momen lentur dan beban aksial (tarik atau tekan) sekaligus. Gaya tekan aksial akan menambah momen lentur yang besarnya sama dengan gaya tekan aksial kali defleksi. Berikut adalah beberapa kemungkinan kombinasi beban aksial dan lentur, serta beberapa kecenderungan model kegagalannya. 1. Tarik aksial dan lentur. Biasanya gagal karena leleh. 2. Tekan aksial dan lentur. Biasanya gagal karena tekuk pada bidang lentur. 3. Tekan aksial dan lentur bi-aksial pada penampang yang kaku terhadap puntir. Biasanya gagal karena tekuk pada salah satu arah utama.
A.
Kombinasi Tekan Aksial dan Bending
Berdasarkan API RP 2A 21st edition –WSD, dalam mendesain suatu batang tubular yang dikenai kombinasi tekan dan lentur harus memenuhi persyaratan berikut : 2 2 f a Cm f bx + fby ≤ 1.0 .......................................................................(3.81) + Fa ⎛ fa ⎞ ⎜1 − ′ ⎟ Fb ⎝ Fe ⎠
fa + 0, 6 Fy Apabila
f bx2 + fby2 Fb
≤1, 0 .......................................................................(3.82)
fa ≤ 0,15 , maka persamaan inilah yang digunakan menggantikan kedua Fa
persamaan diatas :
fa + Fa
f bx2 + fby2 Fb
≤1, 0 ...........................................................................(3.83)
Persamaan tersebut mengasumsikan kalau nilai yang sama dari Cm dan Fe sesuai untuk fbx dan fby. Jika nilai lain dapat diterapkan, maka persamaan berikutlah yang digunakan menggantikan persamaan sebelumnya :
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 29
2
2
⎤ ⎡ ⎤ ⎡ ⎢ ⎢C f ⎥ Cmy f by ⎥ mx bx ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ + ⎢ 1 − fa ⎥ ⎢ 1 − fa ⎥ ⎢⎣ Fex′ ⎥⎦ ⎢⎣ Fey′ ⎥⎦ fa ≤ 1, 0 ..........................................................(3.84) + Fa Fb Parameter yang digunakan dalam persamaan diatas adalah sebagai berikut : Fa
=
tegangan izin aksial
Fb
=
tegangan izin terhadap momen
fa
=
tegangan aksial yang terjadi
fb
=
tegangan yang terjadi akibart bending
Cm
=
faktor reduksi/ pembesaran momen yang berkaitan dengan kekangan ujung.
Fe’
=
Euler buckling stress
B.
Kombinasi Tarik Aksial dan Bending
Batang tubular yang dikenai kombinasi tarik aksial dan bending , berdasarkan API RP 2A 21st edition –WSD harus memenuhi persamaan berikut :
fa + Fa
f bx2 + fby2 Fb
≤1, 0 ...........................................................................(3.85)
Komponen dari persamaan di atas harus ditentukan berdasarkan kondisi tarik pada batang tubular.
3.3.7
Tarik Aksial dan Tekanan Hidrostatis
Pada saat tegangan regangan elemen longitudinal dan keruntuhan terjadi bersamaan, persamaan interaksi berikut dibawah ini harus dipenuhi:
A2 + B 2 + 2v A B ≤ 1, 0 .........................................................................(3.86) dimana: A
=
f a + fb − ( 0,5 fb ) Fy
× ( SFx )
A harus dapat menunjukkan kombinasi regangan maksimum
BAB 3
fh × (SFh ) Fhc
B
=
ν
= rasio Poisson = 0.3
Fy
= kuat leleh, ksi (MPa)
fa
= nilai absolut untuk tegangan aksial, ksi (MPa)
fb
= nilai absolut untuk yang diakibatkan oleh tegangan lentur, ksi (MPa)
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 30
fh
= nilai absolut untuk tegangan tekan, ksi (MPa)
Fhc
= tegangan hoop kritis. Fhc Untuk kondisi: Tekuk Elastik: untuk
Fhe
Fhe ≤ 0,55 Fy
Tekuk Inelastik: Fhe = 0,45 Fy +0,18 Fhe Fhe =
1,31Fy
1,15 + ( Fy / Fhe )
Fhe
untuk 0,55 Fy < Fhe ≤ 1,6 Fy untuk 1,6 Fy < Fhe < 6,2 Fy
= Fy
untuk 6,2 Fy < Fhe
SFx
= faktor keamanan untuk tarik aksial
SFh
= faktor keamanan untuk tekanan hoop
3.3.8
Tekan Aksial dan Tekanan Hidrostatis
Pada saat tegangan tekan longitudinal dan tegangan tekan hoop terjadi bersamaan, maka persamaan dibawah ini harus dipenuhi:
f a + ( 0,5 fb ) Fxc
( SFx ) +
fb ( SFb ) ≤ 1, 0 ...........................................................(3.87) Fy
fh + ( SFh ) ≤ 1, 0 ................................................................................(3.88) Fhc Persamaan diatas seharusnya menunjukkan kombinasi tegangan tekan terbesar. Pada saat fx > 0,5 Fha, persamaan ini harus terpenuhi: 2
f x − 0,5 Fha ⎛ f b ⎞ +⎜ ⎟ ≤ 1, 0 ....................................................................(3.89) Faa − 0,5 Fha ⎝ Fha ⎠ dimana :
BAB 3
Faa
=
Fxe SFx
Fha
=
Fhe SFh
SFx
=
faktor keamanan untuk tekan aksial
SFh
=
faktor keamanan untuk lentur
fx
=
fa + fb + (0,5fh), fx seharusnya menunjukkan kombinasi tegangan tekan maksimum
Fxe
=
2 CE t/D
Fxc
=
Fy [ 1,64 – 0,23 (D/t)1/4]
≤
Fxe
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 31
Fxc
=
Fy
jika (D/t) ≤ 60
Tekuk Elastik: Fhe untuk Fhe ≤ 0,55 Fy Tekuk Inelastik: Fhe = 0,45 Fy +0,18 Fhe Fhe
=
Fhe
= Fy
1,31Fy
1,15 + ( Fy / Fhe )
untuk 0,55 Fy < Fhe ≤ 1,6 Fy untuk 1,6 Fy < Fhe < 6,2 Fy untuk 6,2 Fy < Fhe
3.4 Pondasi Pile Pondasi harus didesain untuk dapat menahan beban statik, siklik, dan transien tanpa mengalami deformasi yang berlebihan atau getaran pada platform. Desain pondasi dan perhitungan kekuatan pondasi memerlukan tersedianya data tanah yang memadai hasil dari observasi lapangan. Penentuan ukuran pondasi pile perlu memperhatihan hal-hal seperti diameter, penetrasi, ketebalan pile, kekuatan material, metoda instalasi, tahanan mudline, dan lain-lain. Defleksi dan rotasi perlu dikontrol pada beberapa lokasi kritis seperti pile tops, titik perubahan kelengkungan, mudline, dan lain-lain. Faktor keamanan yang dianjurkan oleh API RP2A (recommnended Practice 2A) adalah sebesar 2.0 untuk kondisi operasional dan 1.5 untuk kondisi beban ekstrim.
3.4.1
Tipe Pondasi Strukur Lepas Pantai
Beberapa tipe pondasi yang biasanya digunakan untuk struktur lepas pantai adalah sebagai berikut : 1.
Tiang Pancang ( Driven Piles ) Pile dengan ujung terbuka umumnya digunakan sebagai pondasi struktur lepas pantai. Pile dipancang ke dasar laut dengan impak dari hammer. Ketebalan dinding pile harus memadai untuk menahan beban aksial dan lateral selama proses pemancangan. Ada kalanya, saat proses pemancangan pondasi tidak bisa mencapai kedalaman penetrasi yang diinginkan. Apabila kondisi ini terjadi maka perlu dilakukan evaluasi pada kemampuan hammer, kedalaman penetrasi desain, atau metoda pelaksanaan pancang.
2.
Pondasi Bor dan Grouting ( Drilled and Grouted Piles ) Pondasi tipe ini dapat digunakan pada tanah yang tidak akan mengalami longsor pada lubang bor dengan atau tanpa drilling mud. Pada jenis single-stage, pondasi dilaksanakan dengan cara memasukkan pile pada lubang yang telah dibor, kemudian memberi grouting pada annulus pile dan tanah. Pada jenis two-stage, pile yang digunakan adalah konsentrik tubular dan digrouting pada anulus antara pile dan tanah serta pada annulus antara kedua tubular. Hal itu akan menjadikan pile berperilaku sebagai komposit.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 32
3.
Pondasi Lonceng ( Belled Piles ) Pada tipe ini, pelebaran pondasi dibagian bawah pile untuk meningkatkan daya dukung pondasi. Pelebaran daerah ujung pondasi akan berpengaruh signifikan pada daya dukung aksial pondasi.
3.4.2
Daya Dukung Aksial Pile
Daya dukung aksial ultimit pile, dapat dihitung dengan rumus berikut : Qd = Qf + Qp = ∑ fAs + qAp .....................................................................(3.90) dimana : Qd
= kapasitas ultimate pile
Qf
= kapasitas friksi pile
Qp
= total daya dukung ujung ujung pile
f
= unit friksi permukaan pile
As
= luas sisi perrnukaan tiang pancang
q
= kapasitas daya dukung di ujung pile (end bearing)
Ap
= luas kotor ujung pile
A.
Skin Friction dan End Bearing untuk Tanah Kohesif
Untuk tiang pancang (pile) yang terletak pada tanah yang kohesif, kapasitas gaya gesek ( skin friction ) tiang pancang adalah: f = αc..............................................................................................(3.91) dimana : c
= kekuatan geser undrained pada kondisi kering
α
= faktor tidak berdimensi, yang diperoleh dari persamaan berikut : α α
= 0,5 ψ-0.5 = 0,5 ψ
-0.25
jika ψ ≤ 1,0 jika ψ > 1,0
dengan batasan α ≤ 1,0 dimana:
ψ =
c P'o
P0' = tekanan efektif overburden. Gaya gesek bekerja pada bagian permukaan luar pile, permukaan dalam pile, dan ujung permukaan pile seluas penampang pile. Untuk kondisi pile terisi, end bearing dapat dianggap bekerja seluas seluruh penampang pile. Kapasitas daya dukung ujung pile (end bearing) pada tanah kohesif adalah sebesar q = 9c, dengan q dan c seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 33
B.
Skin Friction dan End Bearing untuk Tanah Kurang Kohesif
Untuk tiang pancang yang terletak pada tanah dengan gaya kohesi yang kurang, besarnya skin friction adalah : f = Kpo tan(δ) ....................................................................................(3.92) dimana : K
=
koefesien tekanan lateral (rasio tekanan efektif horizontal dan vertikal) Untuk pile ujung terbuka, biasanya digunakan K = 0,8
po =
tekanan efektif overburden
δ
sudut gesek tanah pada dinding tiang pancang
=
Kapasitas daya dukung ujung pile (end bearing) pada tanah kurang kohesif sebesar
adalah
q = poNq ...........................................................................................(3.93) dengan : po = tekanan efektif overburden. Nq = faktor tak berdimensi daya dukung API RP2A 21st edition memberikan perkiraan desain parameter untuk tanah silikat yang kurang kohesif sebagai berikut (Tabel 3.3). Tabel 3.3 Desain Parameter Untuk Tanah Silikat Yang Kurang Kohesif Density
Soill Description
Very Loose
Sand
Loose
Sand-Silt**
Medium
Silt
Loose
Sand
Medium
Sand-Silt**
Dense
Silt
Medium
Sand
Dense
Sand-Silt**
Dense
Sand
Very dense
Sand-Silt**
Dense
Gravel
Very dense
Sand
Soil Pile Friction Angle, δ Degrees
Limiting Skin Friction Values kips/ft2 (kPa)
Nq
Limited Unit End Bearing Values kips/ft2 (kPa)
15
1.0 (47.8)
8
40 (1.9)
20
1.4 (67.0)
12
60 (2.9)
25
1.7 (81.3)
20
100 (4.8)
30
2.0 (95.7)
40
200 (9.6)
35
2.4 (114.8)
50
250 (12.0)
*The parameter listed in this table are intended as guidelines only. Where detailed information such as in situ cone test, strength test on high quality samples, model test, or pile driving performance is available, other value may be justified. **Sand-Silt includes those soils with significsnt fraction or both sand and silt. Strength values generally increase with increasing sand fractions and decrease with increasing silt fractions.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 34
3.4.3
Reaksi Tanah Untuk Pile dengan Beban Aksial
Pondasi pile harus didesain untuk dapat memikul beban aksial statik dan siklik. Tahanan aksial tanah diberikan oleh kombinasi dari adhesi aksial pile-tanah atau transfer beban sepanjang sisi pile dan tahanan end bearing. Hubungan antara tegangan geser pada pile dengan defleksi lokal pile digmbarkan dengan kurva T-Z. Hubungan antara mobilisasi tahanan ujung pile dengan defleksi ujung tiang digambarkan dengan kurva Q-Z. API RP2A 21st edition memberikan rekomendasi kurva T-Z dan Q-Z untuk digunakan dalam kondisi tidak tersedianya data tanah yang memadai.
3.4.4
Reaksi Tanah Untuk Pile dengan Beban Lateral
Pondasi pile harus didesain untuk menahan beban lateral baik statik maupun siklik. Desain ketahanan lateral pile dapat dinaikkan dengan menggunakan faktor keamanan tertentu. Tahanan lateral dekat permukaan tanah berpengaruh signifikan terhadap desain pile. Pada pembebanan lateral, umumnya tanah lempung berperilaku seperti material plastis sehingga perlu diperiksa hubungan antara deformasi pile-tanah dan tahanan tanah. Karena itu perlu dibuat kurva defleksi–tahahan tanah lateral (P-Y) dengan menggunakan data tegangan-regangan hasil pemeriksaan laboratorium. Ordinat dari kurva ini adalah tahanan tanah P dan absisnya adalah defleksi tanah Y.
3.4.5
Daya Dukung Lateral pada Tanah Lempung Halus
Untuk tanah lempung halus, apabila tidak tersedia kriteria yang lebih definitif besarnya tekanan arah lateral dirumuskan sebagai berikut : untuk 0 < X < XR
pu = 3c + γX +
JcX ............................................................................(3.94) D
untuk X > XR pu = 9c ............................................................................................(3.95) dimana : pu
=
tahanan ultimit.
c
=
kekuatan geser undrained untuk sampel lempung tak terganggu
D
=
diameter tiang pancang
γ
=
berat jenis tanah efektif
J
=
konstanta ( 0.25 - 0.5 )
X
=
kedalaman tanah
XR
=
kedalaman hingga daya dukung berkurang.
Pada kondisi kekuatan konstan, kedua rumus pu diatas dapat diselesaikan simultan dengan memberikan :
XR =
BAB 3
6D γD +J c
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 35
Pada kondisi kekuatan tidak konstan, kedua persamaan diplot dalam grafik pu vs kedalaman. Titik perpotongan pertama dari kedua persamaan diambil sebagai nilai XR. Hubungan P-Y pile pada tanah lempung halus tidak linier. Untuk pembebanan statik jangka pendek atau ketika keseimbangan tercapai dibawah pembebanan siklik kurva P-Y dapat dibuat dengan menggunakan penyesuian sesuai API RP2A 21st edition.
3.4.6
Daya Dukung Lateral pada Tanah Pasir
Untuk tanah pasir, hubungan P-Y juga tidak linier. Apabila tidak tersedia kriteria yang lebih definitif besarnya tekanan arah lateral dirumuskan sebagai berikut :
⎡k × H × y ⎤ P = Apu tanh ⎢ ⎥ .....................................................................(3.96) ⎣ A × pu ⎦ dimana : P
=
tekanan lateral
pu
=
tahanan ultimit
k
=
modulus inisial reaksi subgrade. Ditentukan dengan grafik (Gambar 3.17), sesuai sesuai API RP2A 21st edition.
y
=
defleksi lateral
H
=
kedalaman
A
=
0.9 untuk pembebanan berulang atau (3-0.8 H/D) ≥ 0.9 untuk pembebanan statik.
Gambar 3.17 Grafik nilai k sebagai fungsi dari sudut geser φ.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 36
Besarnya tahanan ultimit dapat dihitung dengan rumus berikut :
pus = (C1 × H + C2 × D ) × γ × H
, untuk pile dangkal .................................(3.97)
pud = C3 × D × γ × H
, untuk pile dalam....................................(3.98)
dengan : pu
=
tahanan ultimit.
=
berat jenis tanah efektif
H
=
kedalaman
φ
=
sudut friksi internal
C1, C2, C3
=
koefisien, ditentukan dengan grafik sesuai API RP2A 21st edition bagian 6.8.7.
D
=
diameter pile rata-rata dari permukaan tanah ke dasar.
y
=
defleksi lateral
H
=
kedalaman
Gambar 3.18 Grafik nilai C1, C2 dan C3 ebagai fungsi dari φ.
3.5 Analisis Inplace Analisis ini merupakan tahapan untuk mengetahui kemampulayanan struktur. Adapun tahapan yang dilakukan sebelum melakukan analisis in-place ini adalah : 1.
Melakukan pemodelan struktur
2.
Melakukan input beban-beban yang bekerja
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 37
Setelah kedua tahap tersebut dilakukan, maka selanjutnya dilakukan analisis terhadap kemampuan struktur menahan beban-beban yang bekerja. Analisis inplace merupakan analisis statik struktur anjungan lepas pantai. Analisis dilakukan dengan anggapan bahwa struktur dan pile memiliki kekakuan linier, sedangkan tanah mempunyai kekakuan non linier. Analisis inplace dapat dibagi menjadi dua kondisi, yaitu : 1.
Kondisi operating Pada kondisi ini, anjungan beroperasi secara normal sehingga struktur menerima seluruh beban kerja yang ada. beban lingkungan yang terjadi pada struktur seperti beban gelombang, angin dan arus diambil harga ekstrim untuk periode ulang 1 tahun.
2.
Kondisi storm. Kondisi ini merupakan kondisi terjadinya badai pada lokasi struktur. Pada kondisi ini tidak akan ada beban work over rig live, sedangkan beban hidup pada tiap level deck dianggap tereduksi sebesar 25%. Selain itu dianggap crane tidak bekerja, akibatnya hanya ada nilai beban crane vertikal saja. Allowable stress dari tiap batang dinaikkan harganya sebesar 133% menurut peraturan dari AISC.
Input beban dalam analisis inplace ini dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu beban dasar dan beban kombinasi. Beban dasar meliputi : Berat struktur di udara, bouyancy, peralatan, kelengkapan deck dan jacket, crane, angin, gelombang, dan arus. Selain beban-beban diatas, penting juga untuk memperhatikan pengaruh dari Marine growth, gaya apung dan korosi pada daerah splash zone. Dalam analisis inplace, kekakuan model ditentukan oleh batang – batang struktur utama dari dek, caisson, brace, dan pile. Conductor dan bootlanding dianggap bukan merupakan bagian dari struktur, sehingga tidak memberikan konstribusi terhadap kekakuan struktur, tetapi hanya menyalurkan gaya lingkungan yang diterima kepada struktur utama. Beban lingkungan yang bekerja seperti beban gelombang, angin dan arus dianggap sebagai beban statik dan dikombinasikan dari 8 arah penjuru mata angin. Pengecekan yang dilakukan untuk kondisi static inplace berdasarkan API-WSD adalah sebagai berikut: 1.
Kekuatan member pada struktur harus memenuhi kondisi combined unity check (perbandingan tegangan yang terjadi pada elemen dengan tegangan yang diizinkan untuk elemen tersebut) lebih kecil dari 1 (Combined UC <1).
2.
Kekuatan dari joint pada struktur harus memenuhi nilai UC<1 (untuk pembebanan nominal dan punching shear).
3.
Nilai safety factor dari pile harus lebih besar atau sama dengan 2 (SF ≥ 2) untuk kondisi operating, sedangkan untuk kondisi storm safety factor pile harus lebih besar atau sama dengan 1.5 (SF ≥ 1.5).
Jika semua parameter diatas terpenuhi, maka struktur anjungan lepas pantai bisa dikatakan kuat menahan beban-beban yang bekerja.
3.6 Analisis Seismic Gempa bumi dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori : intensitas lemah, sedang dan kuat. Intensitas ini ditentukan oleh percepatan gerakan tanah, yang dinyatakan dengan spektrum respon dan koefisien-koefisien yang diturunkan dari spektrum tersebut. Suatu struktur diperkirakan mempunyai respon yang elastis terhadap gempa berintensitas lemah. Dalam kasus tersebut, tegangannya diduga tetap berada di dalam rentang
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 38
elastis, dengan sedikit kemungkinan timbulnya inelastisitas terbatas yang hanya mengakibatkan kerusakan ringan pada elemen struktural atau non-struktural. Respon stuktural diduga bersifat inelastis untuk gempa bumi dengan intensitas kuat yang mempunyai intensitas 5 atau lebih dalam skala Richter dan di daerah yang dekat dengan epicenter. Gerakan tanah, diakibatkan oleh getaran seismik, meliputi percepatan, kecepatan, dan peralihan. Ketiganya pada umumnya teramplifikasi, sehingga menimbulkan gaya dan peralihan, yang dapat melebihi yang dapat ditahan oleh struktur yang bersangkutan. Nilai maksimum besarnya gerakan tanah, yaitu kecepatan tanah puncak, percepatan tanah puncak dan peralihan tanah puncak, menjadi parameter-parameter utama di dalam desain seismik anjungan lepas pantai. Perlu diketahui bahwa anjungan lepas pantai didesain untuk menahan gerakan gempa bumi sedemikian sehingga struktur tersebut mampu bertahan dan selamat dari gempa bumi melalui disipasi energi dan deformasi inelastis yang besar, lewat retak dan kegagalan material secara lokal dan terbatas, tetapi tanpa kehilangan stabilitas. Akan tidak ekonomis apabila kita mendesain sistem penahan gempa yang berdeformasi hanya secara elastis saja. Standar-standar menyatakan hal ini sebagai filosofi dasar khususnya untuk gempa bumi besar di mana kerusakan struktural tertentu dapat terjadi. Analisis seismik dari anjungan lepas pantai dibagi menjadi 2 : 1. Analisis strength 2. Analisis ductility Pada analisis strength, bertujuan untuk memastikan suatu platform memiliki property dan kekakuan yang sesuai dalam usaha menghindari kerusakan yang signifikan akibat gempa. Selain itu, sesuai dengan filosofi dasar desain gempa bumi, struktur direncanakan mampu menahan gempa kuat, dimana struktur akan berespon plastis (daktail). Ketika struktur sudah melewati batas leleh, struktur didesain tidak runtuh dengan menggunakan prinsip daktilitas. Berdasarkan prinsip tersebut, maka perlu dilakukan analisis ductility.
3.6.1
Analisis Strength
1. Dasar Perencanaan Nilai ini berlaku baik untuk metode respon spektra maupun metode riwayat waktu (time-history). Analisis riwayat waktu adalah analisis yang memakan waktu, sehingga desain struktur dianggap tidak praktis. Perancang struktur beralih pada analisis respon maksimum struktur atau respon spektra. Jadi dalam desain anjungan lepas pantai ini, beban gempa dianalisis dengan prosedur beban dinamik respon spektra. 2. Pemodelan Struktur Struktur dimodelkan dalam bentuk massa dan kekakuan di setiap lantai. Adapun massa yang diperhitungkan dalam analisis seismik adalah berat sendiri dari struktur, massa air yang berada pada struktur, dan massa tambahan lainnya. Kekakuan struktur dipengaruhi oleh property dari struktur yang ditinjau.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 39
Dalam pemodelan pondasi, terdapat perbedaan yang cukup signifikan untuk tiang yang berada dekat dengan kepala tiang (pile head), dengan tiang yang berada di bawahnya. Variasi terhadap kedalaman menjadi pertimbangan dalam melakukan desain. 3. Analisis Respon Dalam melakukan terhadap respon dari struktur bisa digunakan metode complete quadratic combination (CQC), atau bisa juga menggunakan metode the square root of the sum of the squares (SRSS). Dalam metode respon spektra, terdapat banyak mode yang dihasilkan dari respon struktur. Namun untuk kebutuhan desain diambil paling tidak 2 buah mode yang memiliki respon paling maksimal. Beban gempa harus dikombinasikan dengan beban yang simultan, seperti beban gravitasi, gaya apung dan tekanan hidrostatik.
3.6.2
Analisis Ductility
Daktilitas adalah sifat penting yang harus dimiliki struktur yang harus merespon inelastisitas pada gempa bumi yang besar. Sifat ini diukur dari regangan, peralihan, dan rotasi. Daktilitas yang besar memungkinkan suatu komponen struktur atau suatu joint menahan regangan plastis tanpa mengalami reduksi tegangan yang signifikan. Jadi, rotasi-rotasi yang besar harus betul-betul diperhatikan sebagai ukuran kelengkungan, apabila diskontinuitas, peralihan yang tidak dapat ditahan, atau raptur ingin kita hindari. Sambungan antara frame yang terletak di joint, merupakan bagian penting yang harus menahan deformasi besar akibat gempa bumi.
3.6.3
Respon Spektra
Secara sederhana dijelaskan bahwa respon spektra adalah plat respon maksimum (perpindahan, kecepatan, percepatan maksimum) dari fungsi beban tertentu untuk semua kemungkinan sistem berderajat kebebasan tunggal. Dengan mengunakan satu grafik skala logaritmis, kita dapat memplot respon maksimum dalam besaran perepatan, perpindahan relatif dan kecepatan palsu relatif (relatif pseudovelocity). Tiga besaran ini yaitu, spektrum percepatan, spektrum perpindahan dan spektrum kecepatan. Spektrum perpindahan SD adalah perpindahan relatif maksimum yang selaras dengan spektrum percepatan Sa yaiu percepatan absolut maksimum. Adapun hubungan antara Sa dan SD adalah
S a = −ω 2 S D .....................................................................................(3.99) dimana ω = k / m adalah frekuensi natural dari sistem. Sedangkan hubungan antara Sv, SD dan Sa adalah
S v = ωS D =
Sa
ω
................................................................................ (3.100)
3.7 Analisis Fatigue Struktur baja yang mengalami fluktuasi tegangan dalam jumlah yang banyak dapat mengalami retak bahkan pada tegangan yang kecil. Fluktuasi tegangan disebabkan oleh beban lingkungan seperti angin dan gelombang, atau getaran dari mesin. Retak kecil dapat berkembang menjadi lebih besar dan dapat mengakibatkan kerusakan struktur. Retak kecil tersebut diantaranya diakibatkan oleh cacat pada bahan, titik dari ketidakhomogenan lokal, dan titik perubahan drastis dari geometri struktur. Struktur
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 40
yang menggunakan sambungan las juga rentan terhadap fatigue sehingga memerlukan pengawasan yang kontinu. Berdasarkan API RP2A 21st edition section 5, pada analisis fatigue struktur dimodelkan sebagai space frame untuk mendapatkan respon struktur berupa tegangan nominal member untuk gaya gelombang yang bekerja. Analisis fatigue mengabaikan perhitungan arus sehingga apparent wave period dan current blockage factor tidak digunakan. Digunakan nilai faktor kinematik gelombang sebesar 1,0 dan conductor shielding factor 1,0 untuk gelombang fatigue. Nilai koefisien inersia (Cm) dan koefisien seret (Cd) bergantung pada level sea state sesuai parameter Keulegan-Carpenter. Untuk gelombang kecil, dapat digunakan nilai Cm = 2,0 , Cd = 0,8 untuk member kasar dan Cd = 0,50 untuk member halus (smooth). Usia desain fatigue untuk join dan member sebaiknya minimum dua kali usia service yang diharapkan (SF = 2,0). Data gelombang sebaiknya diperoleh dengan mengumpulkan data sea states yang diharapkan pada jangka waktu yang cukup panjang. Data tersebut pada akhirnya akan diolah menjadi spektra energi gelombang dan parameter fisik bersama dengan frekuensi kejadian. Dengan melakukan analisis fatigue, kita dapat menentukan sisa masa layan dari sambungan las elemen silinder sebuah struktur. Terdapat beberapa parameter yang berhubungan dengan analisis fatigue. Parameter tersebut akan dijelaskan pada bagian berikut.
3.7.1
Kurva S-N
Kurva S-N adalah karakteristik fatigue yang umum digunakan dari suatu bahan yang mengalami tegangan berulang dengan besar yang sama. Kurva tersebut diperoleh dari tes spesimen baja yang diberi beban berulang dengan jumlah N siklus sampai terjadi kegagalan. Besarnya N berbanding terbalik dengan rentang tegangan S (tegangan maksimum – tegangan minimum). Kurva ini menyediakan informasi karakteristik fatigue dengan amplitudo pembebanan konstan. Kurva S-N yang digunakan berdasarkan API RP2A 21st edition (WSD) section 5.4. ditunjukkan pada Gambar 3.19.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 41
Gambar 3.19 Kurva S-N berdasarkan API RP2A 21st edition (WSD). Secara matematis, persamaan kurva dapat dituliskan sebagai berikut :
⎛ Δ N = 2 × 106 ⎜ σ ⎜Δ ⎝ σref
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
−m
......................................................................... (3.101)
dengan : N
: banyaknya siklus beban sampai member mengalami kegagalan.
Δσ
: rentang tegangan (tegangan maksimum – tegangan minimum )
Δσref
: rentang tegangan pada siklus sebanyak 2 x 106 kali.
Penjelasan kurva X dan X’ diatas adalah sebagai berikut : Kurva
Δσref
m
Batas Ketahanan pada 200 x 106 siklus
X
100 MPa
4,38
35 MPa
X’
79 MPa
3,74
23 MPa
Kurva X dapat digunakan untuk profil las terkontrol (with weld profile control) dan memiliki ketebalan cabang sambungan kurang dari 25 mm. Untuk profil las terkontrol yang sama tetapi ketebalannya lebih besar, perlu menggunaan koreksi efek skala. Kurva X’ dapat digunakan untuk profil las tanpa kontrol (without weld profile control), tetapi
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 42
sesuai dengan profil dasar standar pelat (ANSI/AWS) dan memiliki ketebalan cabang sambungan kurang dari 16 mm. Untuk profil pelat yang sama tetapi ketebalannya lebih besar, perlu menggunakan koreksi efek skala. Adapun rumus koreksi efek skala diberikan sebagai berikut :
⎧t ⎫ Tegangan Izin = S o = ⎨ ⎬ ⎩ to ⎭
−0 , 25
.............................................................. (3.102)
dimana, So
: tegangan izin dari kurva S-N
t
: ketebalan member cabang
to
: ketebalan batas cabang.
Gambar 3.20 Sketsa sambungan las yang menggunakan weld profile control (a) dan yang tidak menggunakan weld profile control (b). Untuk member yang berada di bawah permukaan air laut dan terdapat perlindungan katodik serta amplitudo yang konstan, batas ketahanan terhadap fatigue (endurance limi ) terjadi sampai 2x108 siklus. Sambungan di daerah splash zone dapat diabaikan pada perhitungan fatigue karena beban siklik yang terjadi akibat sea states dianggap tidak signifikan. Untuk sambungan yang mengalami beban siklik dengan amplitudo berubah seperti yang umumnya terjadi pada beban lingkungan, batas ketahanan terhadap fatigue dapat diasumsikan sebesar 107 untuk kurva X dan 2x107 untuk kurva X’. Kurva X dan X’ digunakan dengan rentang tegangan hot spot yang sesuai dengan Stress Concentration Factor nya.
3.7.2
Aturan Miner
Kurva S-N hanya menyediakan informasi untuk pembebanan dengan amplitudo konstan. Untuk pembebanan lingkungan dengan amplitudo yang bervariasi, kurva S-N dilengkapi dengan peraturan yang disebut Aturan Miner. Aturan ini memungkinkan perhitungan kerusakan fatigue (D) dengan beberapa amplitudo pembebanan berbeda. Konsep kerusakan fatigue adalah dasar dari peraturan ini.
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 43
Kerusakan fatigue (D) untuk join yang mengalami pembebanan dengan amplitudo konstan dapat dirumuskan secara sederhana sebagai berikut :
D=
n ......................................................................................... (3.103) N
dengan : D
: Kerusakan dalam 1 tahun
n
: Jumlah siklus pada rentang tegangan yang bekerja.
N
: Jumlah siklus pada rentang tegangan yang diizinkan sesuai kurva S-N
Apabila join mengalami pembebanan dengan amplitudo yang bervariasi, siklus pembebanan dapat dibagi menjadi beberapa grup yang memiliki rentang tegangan yang sama. Kerusakan fatigue yang terjadi adalah penjumlahan dari kerusakan fatigue dari masing-masing grup. Aplikasi dari Aturan Miner dapat dirumuskan sebagai berikut : m
D=∑ i =1
ni ..................................................................................... (3.104) Ni
dengan : D
: Kerusakan dalam 1 tahun
ni
: Jumlah siklus pada rentang tegangan yang bekerja pada grup ke-i.
Ni
: Jumlah siklus pada rentang tegangan pada grup ke-i yang diizinkan sesuai kurva S-N
m
: Jumlah pembagian grup rentang tegangan.
Kerusakan fatigue sebaiknya ditinjau pada minimum empat titik di sekitar sambungan tubular. Kegagalan fatigue akan terhadi apabila nilai kerusakan fatigue (D) telah mencapai satu. Jadi umur fatigue dari struktur besarnya adalah satu per kerusakan per tahun.
3.7.3
Stress Concentration Factor (SCF)
Pada kondisi tegangan yang kompleks, terkadang tidak begitu pasti tegangan mana yang harus digunakan untuk kurva S-N. Untuk itu, sebuah efek konsentrasi tegangan dapat digunakan pada perhitungan tegangan yang bekerja berupa SCF. Stress Concentration Factor (SCF) adalah perbandingan antara tegangan didaerah hot spot dengan tegangan nominal pada penampang. Faktor ini dipengaruhi oleh besaran-besaran dari sambungan, konfigurasi sambungan, dan load path gaya. Tegangan daerah hot spot adalah tegangan di sekitar diskontinuitas struktur, contohnya sambungan. Terdapat beberapa pendekatan empirik untuk menentukan besaran SCF pada brace dan chord. Salah satu diantaranya adalah dengan persamaan J.G. Kuang sebagai berikut: 1. SCF akibat beban aksial
( t T )1.33 ( sin θ )1.694 SCF Chord= 1.77 ....................................... (3.105) (T D )0.808 e1.2(d D ) ( D L )0.057 ( t T )( sin θ )1.94 SCF Brace= 2.784 ....................................... (3.106) (T D )0.55 e1.35(d D ) ( D L )0.12 BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 44
2. SCF akibat momen in-plane SCF Chord= 0.463
( t T )0.86 ( sin θ )0.57 ................................................ (3.107) (T D )0.6 ( D L )0.04
SCF Brace= 1.109
( sin θ )0.2 ....................................... (3.108) (T D )0.23 ( d D )0.38 ( t T )0.38
3. SCF akibat momen out-plane SCF Chord= 0.229
( t T )0.889 ( sin θ )1.557 .............................................. (3.109) (T D )1.104 ( d L )0.619
0.542 2.033 t T) sin θ ) ( ( SCF Brace= 0.441 ............................................... (3.110) (T D )0.852 ( d L )0.281
Selain persamaan yang didekati oleh J.G Kuang ada juga persamaan empiris oleh Gibstein sebagai berikut: 1. SCF akibat beban aksial 2 SCF Chord= α 0.06 ⎡⎢1.44 − 3.72 ( β − 0.42 ) ⎤⎥ γ 0.87τ 1.05 ................................ (3.111)
⎣
⎦
2 SCF Brace= α 0.12 ⎡⎢1 − 1.78 ( β − 0.5 ) ⎤⎥ γ 0.76τ 0.57 ...................................... (3.112)
⎣
⎦
2. SCF akibat momen in-plane 2 SCF Chord= ⎡⎢1.65 − 1.1( β − 0.42 ) ⎤⎥ γ 0.38τ 1.05 ........................................ (3.113) ⎣ ⎦
SCF Brace= ⎡⎢0.95 − 0.65 ( β − 0.41) ⎣
2 ⎤ 0.39 0.29
⎥⎦ γ
τ
...................................... (3.114)
3. SCF akibat momen out-plane SCF Chord= ⎡⎢1.01 − 3.36 ( β − 0.64 ) ⎣ SCF Brace= ⎡⎢0.76 − 1.92 ( β − 0.72 ) ⎣
2⎤
0.95 1.18
...................................... (3.115)
2 ⎤ 0.89 0.47
...................................... (3.116)
⎥⎦ γ
τ
⎥⎦ γ
τ
Selain persamaan-persamaan di atas terdapat juga persamaan empirik oleh Efthymiou. Persamaan SCF yang sering digunakan adalah persamaan Efthymiou sebagai berikut: 1. SCF akibat beban aksial 1−0.68 β ) SCF Chord= 1.45βτ 0.85γ ( ( sin θ )
0.7
............................................ (3.117)
SCF Brace= 1 + ⎡⎢0.65 βτ 0.4γ (1.09−0.77 β ) ( sin θ )( ⎣
BAB 3
0.06γ −1.16 ) ⎤
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
⎥⎦
............................. (3.118)
3
- 45
2. SCF akibat momen in-plane
(
)
SCF Chord= γτβ 1.7 − 1.05β 3 ( sin θ )
1.6
.............................................. (3.119)
(
)
−0.54 ) ( −0.05 ) γ 0.99 − 0.47β + 0.08β 4 SCF chord ....................... (3.120) SCF Brace= τ (
3. SCF akibat momen out-plane
{
SCF Chord= γ 0.2τ 2.65 + 5 ( β − 0.65 )
2
} + τβ (0.5Cα − 3) sinθ
{
....................... (3.121)
}
SCF Brace= 3 + γ 1.2 0.12 exp ( −4β ) + 0.011β 2 − 0.045 + τβ ( 0.2Cα − 1.2 ) ......... (3.122) Dengan parameter-parameter pada joint berdasakan Gambar 3.22 di bawah: β =d D
α = 2L D
τ =t T
ζ =g D
γ = D 2T
Gambar 3.21 Model Joint (API RP2A). Keterangan: Θ
= Sudut Brace (dari Chord)
g
= Gap
t
= Tebal Brace
T
= Tebal Chord
d
= Diameter Brace
D
= Diameter Chord
3.7.4
Dynamic Amplification Factor (DAF)
Dynamic Amplification Factor (DAF) harus dipertimbangkan untuk memasukkan pengaruh dari resonansi gelombang pada struktur. Semakin dekat periode gaya dengan frekuensi alami dari struktur, maka nilai DAF akan semakin besar. Persamaan berikut ini digunakan untuk menghitung nilai DAF untuk masing-masing periode gelombang.
DAF =
1 (1 − Ω ) + (2ξΩ) 2 2 2
........................................................ (3.123)
dimana : rasio frekuensi Ω =
BAB 3
ω frekuensi gaya luar = ωs frekuensi natural
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 46
ω=
2π Tw
ωs =
2π Ts
, Ts
= perioda natural
, Tw
= perioda gelombang ( gaya luar )
rasio redaman ξ
= 0,05
JONSWAP Spectra
3.7.5
JONSWAP (Joint North Sea Wave Project) spectra adalah salah satu formula spektra elevasi permukaan air yang paling banyak digunakan. Spektra ini dikembangkan berdasarkan pengamatan di Laut Utara. Melalui spektra ini dapat diperoleh informasi mengenai penyebaran perioda gelombang dan probabilitas penyebaran arah gelombang di laut. Permukaan air laut yang acak sebenarnya dapat dijabarkan sebagai penjumlahan dari beberapa gelombang laut dengan perioda dan fase tertentu (Fourier). Amplitudo dapat juga derepresntasikan sebagai frekuensi. Apabila sea state / permukaan air laut ini disusun atas sederetan gelombang dengan frekuensi tertentu, maka dalam data tersebut dapat disajikan dalam bentuk spektrum berupa histogram amplitudo vs frekuensi. Pendekatan statistik digunakan dalam perhitungan spektra ini sehingga spektra elevasi permukaan air biasanya disajikan dalam bentuk Sηη (kerapatan amplitudo2/2) vs frekuensi. JONSWAP spectra ditunjukkan seperti pada gambar berikut :
Gambar 3.22 Diagram JONSWAP spectra. Secara matematis, Lewis & Allos (1990) merumuskan JONSWAP spectra sebagai berikut:
⎛ 5 ⎛ fp ⎞ ⎞ αg 2 ⎜ − ⎜ ⎟ ⎟γ a ................................................. (3.124) = exp 4 5 ⎜ 4 ⎜⎝ f ⎟⎠ ⎟ (2π ) f ⎝ ⎠ 4
Sηη dengan : a
BAB 3
⎛ ( f − f p )2 ⎞ ⎟ = exp⎜ − ⎜ 2σ 2 f 2 ⎟ p ⎝ ⎠
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 47
σ
= σA untuk f ≤ fp σB untuk f > fp B
α
= 103,39 mo0,687 g-1,375 Tp-2,750
γ
= 2,214 x 105 mo0,887 g-1,774 Tp-3,550
σA
= 1,071 x 10-3 mo-0,331 g0,662 Tp1,325
σB
= 1,104 x 10-2 mo-0,165 g0,330 Tp0,660
mo
=
Hs 2 16
Tp
=
1 fp
Hs
= tinggi gelombang signifikan.
Tp
= perioda puncak spectral
G
= percepatan gravitasi.
B
3.7.6
Metoda Analisis Fatigue
Berdasarkan API RP2A 21st edtion section 5, analisis fatigue detail sebaikya dilakukan pada struktur lepas pantai tipe jacket. Analisis detail fatigue disarankan menggunakan metoda analisis spektral. Metoda ini dapat menentukan besarnya respon tegangan untuk setiap kondisi sea state. Efek dinamik juga perlu diperhitungkan untuk kondisi sea state yang memiliki energi dekat dengan frekuensi natural platform. Meskipun demikian, metoda lain dapat juga digunakan apabila memang dapat mewakili keadaan nyata yang terjadi. Sebagai pengganti analisis fatigue detail, dapat digunakan analisis fatigue yang disederhanakan untuk join tubular pada platform tipe jacket apabila kondisinya sebagai berikut : 1. Kedalaman kurang dari 122 meter (400 ft). 2. Konstruktsi baja daktail. 3. Memiliki framing struktural berlebih. 4. Periode natural kurang dari 3 detik. Berikut akan dipaparkan dua metoda analisis fatigue yang dikenal yaitu analisis fatigue deterministik dan analisis fatigue spektral.
A.
Analisis Fatigue Deterministik
Analisis deterministik sesuai untuk digunakan pada struktur yang memiliki rentang antara perioda natural dan perioda gelombang yang cukup lebar. Pada kondisi ini, respon struktur tidak akan berada dekat dengan perioda naturalnya. Struktur tetap (fixed platform) yang berada di laut dangkal dan memiliki perioda natural relatif kecil biasanya dapat menggunakan analisis deterministik. Analisis deterministik menerapkan sepenuhnya Aturan Miner seperti yang dijelaskan pada bagian di atas. Pembebanan dikelompokkan kedalam kelompok dengan rentang tegangan yang sama, misalnya sebanyak g kelompok. Kemudian dengan Aturan Miner
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 48
dapat dihitung kerusakan total D per satuan waktu tertentu. Apabila satuan waktu yang digunakan adalah per tahun, maka usia fatigue adalah 1 / D tahun. Secara skematik, analisis deterministik ditunjukkan seperti pada gambar berikut : Data Gelombang Hs, Tz dan arah
Metoda Perhitungan individual wave
Perkiraan nilai ekstrim Hmax untuk setiap arah dengan hubungan Log linear exceedence
Distribusi Rayleigh H Untuk setiap Hs, Tz, arah
Joint wave heightDistribusi perioda gelombang H, T, arah
Pemilihan perioda gelombang T untuk setiap tinggi gelombang H
Pembebanan gelombang untuk setiap H, T, arah
Analisis struktural/ tegangan untuk setiap H, T, arah Perhitugan kerusakan Fatigue D dan penjumlahan untuk setiap H, T, arah
Gambar 3.23 Skema analisis deterministik. Metoda analisis deterministik akan sulit dterapkan pada struktur yang tereksitasi oleh perioda beban yang dekat dengan perioda natural. Hal ini disebabkan karena sedikit saja perubahan pada perioda pembebanan akan sangat mempengaruhi respon struktur. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan metoda analisis fatigue spektral.
B.
Analisis Fatigue Spektral
Analisis spektral adalah pendekatan secara statistik untuk menghitung kerusakan fatigue untuk suatu struktur yang mengalami pembebanan dinamik yang memiliki sifat tetap secara statistik untuk jumlah siklus tegangan yang banyak, misalnya gaya angin dan gelombang. Analisis spektral menggunakan kurva spektrum permukaan air dan fungsi
BAB 3
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 49
transfer. Analisis fatigue spektral memperhitungkan distribusi aktual dari energi untuk seluruh rentang frekuensi gelombang. Fungsi transfer adalah perbandingan antara jumlah rentang dari respon struktur dengan tinggi gelombang. Fungsi transfer dapat dikembangkan dengan beberapa cara yaitu frequency domain, time domain dengan teori linier gelombang acak, dan time domain dengan nonlinier teori gelombang acak. Bentuk akhir dari fungsi transfer ini adalah respon spectra tegangan. Umumnya digunakan metoda frequency domain. Secara ringkas, perhitungan analisis fatigue spektral adalah sebagai berikut : 1.
Pengolahan data gelombang sampai dengan memperoleh respon spektra tegangan.
2.
Perhitungan kerusakan fatigue dengan step sebagai berikut : a. Menghitung area dibawah kurva / zeroth moment (mo) ∞
mo = ∫ Sσσ df 0
b. Menghitung second moment (m2) ∞
m2 = ∫ Sσσ f 2 df 0
c. Menghitung mean zero crossing period (Tz)
mo m2
Tz =
d. Menghitung banyaknya siklus selama T
n=
T Tz
e. Menghitung tegangan efektif amplitudo konstan (σefr)
σ efr
⎡ ⎛ 2 + m ⎞⎤ = (8mo ) ⎢Γ⎜ ⎟⎥ ⎣ ⎝ 2 ⎠⎦
1/ m
0,5
f. Memilih kurva S-N g. Menghitung kerusakan fatigue (D) m
D=∑ i =1
ni Ni
h. Menghitung usia fatigue. Usia fatigue =
BAB 3
1 D
, dengan D dihitung pertahun.
Dasar Teori
Laporan Tugas Akhir - Analisis Struktur Jacket 4 Kaki di Selat Makassar
3
- 50