Undang Undang Dasar 1945 pasal 33 tentang Perekonomian Indonesia menetapkan sebagai berikut: 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 3. Bumi, air dan kekayaan alam lainnya dikuasai oleh negara dan diperuntukan sebesar-besarnya bagi kesejahtraan masyarakat. Artinya, konstitusi memaklumatkan bahwa di Indonesia terdapat perusahaan-perusahaan milik negara, atau Badan Usaha Milik Negara, Swasta dan Koperasi. Menurut Undang Undang Republik Indonesia No. 19 tahun 2003 tentang BUMN pasal 1, yang dimaksudkan dengan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
2.1.1 Latar Belakang Berdirinya BUMN Pada awalnya BUMN di Indonesia merupakan perusahaan-perusahaan milik pemerintah kolonial dan swasta Belanda yang diambil alih atau dinasionalisasikan. Sebagai perusahaan yang dimiiki oleh negara maka peraturan serta ketentuan pengelolan BUMN dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah. Pengelolaan BUMN seringkali mengalami masalah, baik mengenai perubahan peraturan, pihak pengelola, maupun perubahan status perusahaan itu sendiri. Untuk mengatasi berbagai masalah pengendalian dan pengelolaan ini maka disusunlah Undang-Undang No. 19 tahun 1960 tentang perusahaan negara sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN. Melalui undang-undang ini ditetapkan peranan, tujuan, dan maksud perusahaan negara. Undang-Undang ini mengkliasifikasikan BUMN menjadi dua yaitu:
1. Perusahaan Perseroan (Persero)
Adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh negara yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. 2. Perusahaan Umum (Perum) Adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/ atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. 2.1.2
Peranan BUMN Peranan BUMN sangat berkaitan dengan maksud tujuan yang perlu
dicapai BUMN, dalam UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN disebutkan maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah: 1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. 2. Mengejar keuntungan. 3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum, berupa penyediaan barang dan/ atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. 4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. 5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, korperasi dan masyarakat. Pandji (1995: 5-6) mengatakan bahwa diharapkan BUMN berperan terutama dibidang-bidang sebagai berikut: 1. Sebagai sumber penerimaan negara dalam bentuk berbagai pajak serta balas jasa kepada negara selaku pemilik. 2. Untuk memproduksi berbagai barang dan jasa kebutuhan manyarakat. 3. Sebagai sumber pendapatan devisa bagi negara. 4. Pembukaan lapangan pekerjaan terutama pada sektor-sektor yang padat kerja. 5. Usaha-usaha untuk membantu golongan ekonomi lemah dan koperasi. 6. Hal-hal lain misalnya alih teknologi.
Dari ketentuan di atas BUMN diharapkan dapat berperan menghasilkan laba sekaligus sebagai bagian dari aparatur negara. Kenyataannya peranan BUMN sebagai wahana pembangunan (agent of development) lebih menonjol dari pada peranan sebagai perusahaan (business entity). Hal ini menurut Pandji, disebabkan karena: 1. BUMN adalah alat vital yang efektif untuk melaksanakan pembangunan nasional. 2. Pemerintah selaku pemilik BUMN mempunyai wewenang untuk memberikan penugasan apapun juga kepada BUMN. 3. Dalam melaksanakan pembangunan seringkali dirasakan perlu untuk melaksanakan proyek-proyek tertentu yang tidak terdapat dalam perencanaan pembayaran yang ditetapkan semula. 2.1.3 Klasifikasi dan Ciri-Ciri BUMN Sesuai dengan UU No. 19 tahun 2003 yang membagi BUMN ke dalam dua jenis yaitu Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Persero (Persero) dan sekaligus menghilangkan Perusahaan Jawatan (Perjan). BUMN berisikan dua hal esensial, yakni unsur pemerintah (public) dan Unsur bisnis (enterprise), disetiap jenis BUMN kedua elemen ini pasti ada. Untuk lebih jelas mengenai klasifikasi dan ciri-ciri BUMN yang melekat pada masing-masing BUMN dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 2.1 Klasifikasi dan Ciri-Ciri BUMN No 1.
Makna usaha dan tujuan usaha
Perusahaan perseroan Public service dan profit Profit sebagai titik seimbang dan/ kondisional berat
2.
Status hukum
Badan hukum
Badan hukum
3.
Hubungan organisasi dengan pemerintah Pemilikan/ Penugasan Pemerintah
Otonom
Otonom
4.
Keterangan
Perusahaan umum
Sepenuhnya langsung
dan
tidak Sepenuhnya sebagaian
atau
5. 6.
7. 8.
9.
Pengurusan oleh pemerintah Pengawasan oleh pemerintah
Direksi
Direksi
Kekayaan/ Permodalan Status kepegawaian
Kekayaan negara
Ruang lingkup usaha
Umumnya public utility/ Seperti service swasta
Melalui pejabat atau badan Dewan komisaris hukum
Pegawai negara
Kekayaan negara
perusahaan Pegawai swasta
perusahaan
Sumber : Pandji Anoraga, (1995:3-4)
2.2 Privatisasi 2.2.1 Pengertian Privatisasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, privatisasi berarti proses, cara, perbuatan menjadi milik perorangan (dari milik negara) atau upaya mengikut sertakan pihak swasta (non pemerintah) dalam pengoperasian BUMN. Sedangkan dalam kamus istilah pasar modal disebutkan bahwa privatisasi (swastanisasi) adalah penjualan sebagian atau semua saham sebuah perusahaan milik pemerintah kepada publik melalui penjualan langsung atau melalui bursa efek. Menurut Effendi Choirie (2003:36) privatisasi secara umum dapat diartikan sebagai kebijakan yang diterapkan pemerintah dengan memberi berbagai fasilitas yang memudahkan pihak swasta dalam mengambil alih perusahaanperusahaan milik negara. Dengan kata lain, privatisasi berkaitan erat dengan pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada pihak swasta untuk mengelola sektor-sektor perekonomian. Hal ini juga berhubungan langsung dengan fenomena global dimana arah ekonomi yang berpusat pada mekanisme pasar bebas. Lebih lanjut Indra Bastian (2002:18) dalam bukunya megutip pendapat akademisi dan praktisi yang berpengaruh dalam program privatisasi di Inggris, seperti gambar berikut ini:
Gambar 1.1 Pengertian Privatisasi menurut Akademis dan Praktisi
Peacock :
Beesley dan Littlechild : Pembentukan perusahaan
Company Act :
Defenisi privatisasi
Penjualan yang berkelanjutan sekurang-kurangnya sebesar 50% dari saham milik pemerintah ke pemegang saham swasta
Dunleavy : Pemindahan permanen dari aktivitas produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan negara ke perusahaan swasta
Clementi : Pemindahan kepemilikan perusahaan sektor publik ke sektor swasta
Pirie : Pemindahan produksi barang dan jasa dari sektor publik ke sektor swasta
Posner : Berpindahnya pengelolaan perusahaan dari sektor publik ke swasta
Kay dan Thompson : Perubahan hubungan antara pemerintah dengan sektor swasta
Kesimpulan : privatisasi adalah perubahan kepemilikan perusahaan negara menjadi milik swasta
Pemindahan kepemilikan industri dari pemerintah kesektor swasta
Shackleton : Pemindahan kepemilikan
Dari semua defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa privatisasi adalah perubahan kepemilikan perusahaan negara kepada swasta baik seluruhnya maupun sebagian.
2.2.2 Maksud dan Tujuan Privatisasi Maksud dari kebijakan yang diambil oleh pemerintah dengan melakukan privatisasi adalah untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan, meningkatkan efisiensi operasional dan meningkatkan outputnya. Sedangkan menurut Keputusan Presiden No. 122 tahun 2001 tentang tujuan privatisasi Badan Usaha Milik Negara adalah: 1. Meningkatkan kinerja BUMN serta menciptakan dan meningkatkan nilai tambah perusahaan dengan berdasarkan pada prinsip Good Corporate Governance (GCG). 2. Memperluas partisipasi manyarakat dalam kepemilikan saham BUMN. 3. Meningkatkan efisiensi dalam perekonomian, menstimulasi serta menjadi dasar bagi pertumbuhn ekonomi melalui penyerapan investasi serta melalui transfer teknologi yang lebih efisien. 4. Mengembangkan pasar modal dalam negeri. 5. Membantu sumber penerimaan negara. 2.2.3 Sejarah Privatisasi Di Indonesia Di tahun 1959, perusahaan-perusahaan milik Belanda mulai diambil alih oleh pemerintah Indonesia seiring dengan konfrontasi politik, dan kemudian diputuskan untuk membentuk beberapa perusahaan negara untuk mengelola perusahan-perusahaan eks-Belanda tersebut. Pemerintah mengerahkan sumber daya militer yang saat itu relatif lebih baik untuk mengelola perusahaan dengan praktek subsidi dan proteksi pemerintah menjadi kekuatan bagi perusahaan tersebut. Di tahun 1967, terjadi perubahan mendasar yang dipengaruhi oleh dua lembaga donor internasional yaitu Inter Govermental Group on Indonesia (IGGI) dan International Bank for Reconstruction & Development (IBRD). Lembaga
tersebut mensyaratkan pemerintah Indonesia menjalankan kebijakan pintu terbuka yang memberi jalan masuk bagi modal asing. Pada tahun 1970-an, peranan BUMN ditingkatkan sebagai inti strategi industrialisasi ekonomi Indonesia, sebagai pelaksana arah restrukturisasi pembangunan ekonomi dan diharapkan menjadi unsur stimulasi pengembangan sektor swasta di Indonesia. Dalam proses ini dibangun industri yang padat modal dan berteknologi tinggi dengan rasio kerugian yang besar. Pada perkembangannya BUMN berkembang menjadi sumber pendapatan bagi sekelompok elit politik dan militer tertentu, terjadi penyalahfungsian BUMN untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Akibatnya sejak awal tahun 1980-an kinerja BUMN semakin memburuk, ketika liberalisasi di Indonesia mulai dilaksanakan. Di tahun 1997, Indonesia dilanda krisis moneter di pertengahan tahun. Kondisi kinerja BUMN semakin parah, dengan rekomendasi IMF (International Monetary Fund) dan Bank Dunia pemerintah mulai meningkatkan kinerja BUMN. Langkah perbaikan itu meliputi: 1. Restrukturisasi. 2. Penggabungan Usaha (Merger). 3. Pelaksanaan Kerja Sama Operasi (Joint Operation). Proses reformasi itu juga diupayakan dengan meningkatkan partisipasi swasta dengan melalui: 1. Penawaran saham perusahaan kepada masyarakat (go public) 2. Penempatan langsung investasi (direct placement) 3. Trade sales
2.2.4 Faktor-Faktor Kebijakan Privatisasi di Indonesia Menurut Effendi Choirie (2003:8) bahwa terdapat realita BUMN di Indonesia yang menjadi hambatan bagi pelaksanaan program-program di Indonesia. Pertama, BUMN pada umumnya memiliki kekurangan atau ketiadaan mekanisme yang memadai sebagai insentif untuk mencapai efisiensi termasuk dalam konteks ini adalah keberadaan BUMN yang sarat dibebani tujuan-tujuan
yang tidak selalu berkaitan erat dengan soal efisiensi perusahaan misalnya tujuan BUMN yang tidak berorientasi pada laba. Kedua, BUMN melibatkan banyak SDM yang sangat banyak dan campur tangan pemerintah yang intensif, pemerintah jelas menjadi tidak sangat efektif dan efisien serta kurang mampu menangani core business secara professional dan memuaskan. Alasan ini sering disebut sebagai konsentrasi usaha yang dipromosikan dalam program privatisasi. Ketiga, BUMN selama ini cenderung dimanjakan pemerintah. Intinya ada dua faktor yang mempengaruhi kebijakan privatisasi yaitu sebagai berikut: 1. Faktor Eksternal a. Adanya tuntutan liberalism dan pasar bebas yang semakin mengglobal. b. Adanya resesi ekonomi dunia. c. Teladan privatisasi dari Inggris dan beberapa negara pendahulunya. d. Adanya dukungan dari IMF dan Bank Dunia. 2. Faktor Internal a. Buruknya kinerja BUMN (tidak efisien). b. Tidak adanya konsentrasi usaha pemerintah dalam pengelolaan BUMN. c. Beratnya anggaran pemerintah untuk menopang BUMN. d. Kesulitan utang luar negeri.
2.2.5
Metode-Metode Privatisasi Program privatisasi harus sejalan dengan konstitusi yang menjadi
kerangka hukum bagi kegiatan privatisasi. Jika kerangka hukum menghalangi privatisasi maka pemerintah dapat mempertimbangkan kembali penerapan privatisasi tersebut atau dapat memilih metode privatisasi yang sesuai dengan konstitusi. Menurut Indra Bastian (2002:171) terdapat 9 metode privatisasi yang dapat dipilih suatu negara untuk menswastakan suatu BUMN yaitu: 1. Penawaran Umum (Flotation) Adalah penjualan saham suatu perusahaan melalui pasar modal sampai dengan 100% dari kepemilikan saham perusahaan tersebut. Penjualan saham di pasar
modal yang dilakukan untuk pertama kalinya dikenal dengan istilah Penawaran Umum Perdana atau Initial Public Offering (IPO). Penjualan kurang dari 100% ini dapat dilakukan apabila: a. Nilai perseroan tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan dengan nilai serap pasar. b. Pasar enggan menyerap volume yang terlalu tinggi seperti misalnya saham telekomunikasi. c. Apabila ada penilaian bahwa harga saham yang lebih tinggi dapat dicapai dalam jangka waktu dekat. 2. Penempatan Langsung (Direct Placement) Penempatan langsung merupakan penjualan saham perusahaan sampai dengan 100% kepada pihak-pihak lain dengan cara negosiasi, umumnya melalui tender. Hal ini dapat disebut juga private placement (penjualan langsung ke satu investor secara borongan), strategic sale atau trade sale. Tipe dari penempatan langsung ini haru dilakukan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pemerintah memiliki beberapa alasan khusus mengapa tidak melakukan privatisasi melalui pasar modal tetapi melalui private placement. Alasanalasan tersebut didasarkan pada kondisi riil yang terjadi di Indonesia, yaitu antara lain: a. Kondisi pasar modal yang buruk karena terjadinya krisis ekonomi sehingga daya beli domestik tidak memadai. b. Kelemahan yang dimiliki pasar modal yaitu hanya merupakan tempat investasi jangka pendek. c. Kontribusi yang diberikan oleh pasar modal hanya satu jenis yaitu suntikan dana. 3. Management Buy-Out/ MBO Adalah pembelian saham mayoritas oleh suatu konsorsium yang diorganisasi dan dipimpin oleh manajemen perusahaan yang bersangkutan. Metode ini lebih banyak digunakan khususnya pada perusahaan kecil yang asetnya lebih banyak terdiri atas keahlian tertentu dari pada berupa properti. 4. Likuidasi
Adalah alat untuk menyebarkan kembali (redeploy) asset dan tenaga kerja/ karyawan untuk tujuan pemanfaatan yang lebih produktif. Pihak yang melakukan likuidasi harus mempertimbangkan hasil terbaik apakah yang akan diperoleh dengan cara menjual perusahaan sebagai usaha yang sedang berjalan (going concern) atau dengan cara menjual asetnya. 5. Privatisasi Lelang Pelelangan asset negara dapat dilakukan oleh Balai Lelang Swasta (BLS), namun sesuai dengan peraturan pemerintah BLS hanya diizinkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan pralelang. Sedangkan kegiatan lelangnya sendiri tetap ditangani oleh Kantor Lelang Negara (KLN). 6. Kepemilikan dengan menggunakan Dana Perwalian Privatisasi (Privatisation Trust
Fund)
Metode ini akan dipertimbangkan penggunaannya apabila sat ini BUMN tidak dapat dijual kepada pemilik modal atau kepada mesyarakat. Pemerintah akan memindahkan saham yang tidak terjual kepada sebuah dana perwalian yang akan
mengelola
portofolionya,
menerima
deviden
dan
menjual
kepemilikannya pada kondisi pasar yang tepat. 7. Penjualan Aset Adalah metode yang memisahkan asset perseroan dari permasalahannya dan menjual aset tersebut sehingga dapat dipergunakan oleh swasta. Penjualan dari kelebihan aset perusahaan juga dapat dipertimbangkan apabila studi strategi privatisasi menyarankan langkah tersebut sebagai langkah yang terbaik. 8. Konsesi Adalah sewa aset utuk jangka panjang biasanya 25 sampai 30 tahun. Dalam hal ini pemegang konsesi mempunyai hak untuk menjalankan usaha dan berkewajiban memelihara aset yang ada dan juga menambahkan aset bila diperlukan. Konsesi telah dipergunakan di Indonesia terutama untuk pembiayaan dan pembangunan aset-aset baru. 9. Sewa Guna Usaha atau Lease Metode ini memberikan lessee hak untuk mengelola sekumpulan aset untuk jangka waktu yang singkat umumnya 4 sampai 5 tahun, tetapi pemiliknya
tetap bertanggung jawab untuk menambah aset tersebut dan umumnya juga memelihara aset yang ada. Karena kepemilikan tetap ditangan pemerintah dan penggunaannya bersifat sementara biasanya sewa guna usaha tidak dianggap sebagai privatisasi penuh.
2.2.6 Manfaat dan Konsekuensi Privatisasi 2.2.6.1 Manfaat dan Konsekuensi IPO/ Go Public Dengan melakukan go public melalui metode IPO (Initial Public Offering) akan memberikan dampak pada BUMN berupa perubahan perilaku manajemen kearah keterbukaan dan profesionalisme. Selain itu go public melalui IPO juga akan mendorong BUMN untuk meningkatkan pertumbuhan yang tinggi dan memajukan perusahaan. Selain dari manfaat yang dipaparkan diatas, manfaat lain yang dapat diperoleh dari go public menurut Indra Bastian (2002:171) adalah : 1. Dapat diperoleh dana relatif besar dan sekaligus (tidak dengan termintermin). 2. Diterimanya deviden sebagai hasil yang berdasarkan nilai investasi. 3. Perusahaan harus menjadi lebih terbuka dan penerapan profesionalisme. 4. Masyarakat memiliki kesempatan untuk turut serta memiliki saham prusahaan. 5. Emiten lebih dikenal oleh masyarakat karna telah go public. Selain itu manfaat yang telah ada, maka konsekuensi yang melekat pada proses go public adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
Wajib melakukan pelaporan sesuai peraturan-peraturan di pasar modal. Keharusan untuk terbuka (full disclosure). Ada kewajiban untuk membagikan profit menjadi deviden. Berusaha untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan perusahaan. Memaksimalkan nilai pemegang saham.
2.2.6.2 Manfaat dan Konsekuensi Strategic Sales/ Private Placement Strategic Sales atau Private Placement biasanya mendatangkan manfaat bagi perusahaan dari kemudahan akses pasar, keahlian manajemen atau pengetahuan teknologi atau dari pengawasan terhadap pengawasan yang ketat oleh pemilik baru dari usaha sejenis. Selain itu dengan mitra strategis diharapkan
tujuan privatisasi membangun BUMN menjadi sebuah korporasi kelas dunia dapat tercapai. Keuntungan-keuntungan dengan menggandeng mitra bisnis atau Private Placement menurut Indra Bastian (2002:173) adalah: 1. Memperoleh dana, khususnya dalam bentuk mata uang asing (dolar). 2. Memperoleh nilai penjualan yang cukup kompetitif (diatas PER perusahaan yang sama di Asia). 3. Memperoleh jaringan pemasaran yang lebih baik terutama pemasaran secara global. 4. Adanya transfer of technology and knowhow. 5. Adanya transfer kemampuan manajemen professional 6. Adanya peningkatan nama baik (good will) yang dibawa oleh mitra strategis. 7. Adanya kepastian bahwa kemitraan bersifat jangka panjang dan bukan bersifat investasi jangka pendek. Menurut
Indra
Bastian
(2002:173),
Private
Placement
dengan
menggandeng mitra strategis ini juga memiliki kelemahan-kelemahan, yaitu antara lain: 1. Menghilangkan peluang masyarakat atau publik untuk memiliki saham perusahaan tersebut. 2. Adanya kemungkinan money laundry oleh mitra strategis. 3. Kurang memiliki public transparancy, khususnya dalam proses privatisasi.
2.3
Kinerja
2.3.1 Pengertian Kinerja Pada dasarnya pengukuran kinerja merupakan alat pengendali bagi perusahaan. Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan dan pengendalian atas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Selain itu, melalui pengukuran kinerja perusahaan juga dapat memilih strategi yang akan dilaksanakan dalam mencapai tujuan perusahaan. Menurut Mulyadi (1997: 419) penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu oganisasi, bagian organisasi, dan
karyawannya berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian pengertian penilaian kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan pada suatu periode waktu tertentu.
2.3.2 Penilaian Kinerja BUMN Sebagai tindak lanjut usaha pemerintah untuk melaksanakan reformasi terhadap BUMN, pemerintah dalam hal ini Meneg P-BUMN telah mengeluarkan keputusan No. 215 tahun 1999 tentang penilaian tingkat kinerja BUMN. Keputusan ini dibuat sehubungan dengan diterapkannya perencanaan dan pengendalian sehingga system penilaian kinerja BUMN perlu disesuaikan dengan system penilaian yang mengacu pada standar korporasi kelas dunia. Menurt Indra Bastian (2002:175) penilaian tingkat kinerja BUMN ini meliputi dua aspek penting, yaitu aspek kinerja korporasi dan aspek kinerja manajemen, yang ditentukan oleh hasil penilaian terhadap kinerja keuangan, kinerja operasional dan manfaatnya bagi masyarakat. 1. Hasil penilaian terhadap kinerja keuangan adalah sebagai berikut: a. Sangat sehat b. Sehat c. Kurang sehat d. Tidak sehat 2. Hasil penilaian terhadap kinerja operasional adalah sebagai berikut: a. Tingkat pertumbuhan tinggi b. Berpotensi tinggi untuk tumbuh c. Masih berpotensi untuk tumbuh d. Tidak tumbuh 3. Hasil penilaian terhadap manfaat bagi masyarakat adalah sebagai berikut: a. Tinggi b. Cukup
c. Rendah
Penilaian kinerja koporasi mencakup penilaian kinerja keuangan dan kinerja operasional, yang nilainya ditentukan oleh gabungan dari hasil penilaian kinerja keuangan dan hasil penilaian kinerja operasional. Penilaian kinerja keuangan mecakup penilaian indikator kinerja keuangan, yaitu:
1. Debt equity ratio 2. Cash ratio 3. Net working capital to total asset 4. Inventory turn over 5. Collection period 6. Sales to total asset 7. Return on equity 8. Return on asset 9. Net profit margin Sedangkan penilaian kinerja operasional mencakup penilaian kinerja operasional yaitu: 1. Pertumbuhan produktivitas 2. Pertumbuhan daya saing 3. Pertumbuhan efisiensi 4. Pengembangan sumber daya manusia 5. Inovasi dalam produk dan bisnis 6. Penelitian dan pengembangan Sedangkan untuk penilaian kinerja manajemen, mencakup penilaian kinerja korporasi dan penilaian manfaat bagi masyarakat yang nilainya ditentukan oleh gabungan dari hasil penilaian kinerja korporasi dan hasil penilaian manfaat bagi masyarakat. Penilaian manfaat bagi masyarakat mencakup penilaian indikator manfaat bagi masyarakat, yaitu: 1. Kepedulian kepada masyarakat 2. Kepuasan pelanggan
3. Kepedulian terhadap lingkungan 4. Penugasan pemerintah
Penilaian tingkat kinerja yang ditetapkan dalam keputusan menteri ini hanya diterapkan bagi BUMN apabila hasil pemeriksaan auditor terhadap perhitungan keuangan tahunan perusahaan yang bersangkutan dinyatakan dalam kualifikasi “wajar tanpa pengecualian” atau “wajar dengan pengecualian”. Sedangkan untuk BUMN yang tidak memenuhi kedua persyaratan tersebut, atau hasil pemeriksaan auditor adalah disclaimer dan no opinion, maka klasifikasi kinerja korporasi dinyatakan negatif dan klasifikasi kinerja manajemen dikatakan buruk.
2.3.3 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Penilaian kinerja sangat berguna untuk menciptakan organisasi yang efektif dan efisien. Tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar menghasilkan tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran. Penilaian kinerja dimanfaatkan oleh manajemen untuk: 1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimum. 2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan. 3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. 4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka. 5. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
2.4 Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan alat untuk mengkomunikasikan berbagai data keuangan atau aktivitas suatu usaha kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Dengan demikian, laporan keuangan memegang peranan yang luas dan merupakan dasar bagi analisis kinerja perusahaan. Pada awalnya, laporan keuangan bagi suatu perusahaan hanyalah sebagai alat penguji dari bagian pembukuan, tetapi untuk selanjutnya laporan keuangan tidak hanya sebagai alat penguji saja tetapi juga sebagai dasar untuk dapat menentukan atau menilai posisi keuangan perusahaan tersebut, dimana dengan hasil analisis tersebut pihak-pihak yang berkepentingan mengambil suatu keputusan. Jadi untuk mengetahui posisi keuangan suatu perusahaan serta hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan tersebut perlu adanya laporan dari perusahaan yang bersangkutan. Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan
atau
aktivitas
suatu
perusahaan
dengan
pihak-pihak
yang
berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut.
2.4.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan memberikan informasi penting tentang kondisi keuangan perusahaan. Pengertian laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004: 2), yaitu: “Laporan keuagan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap, biasanya meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam beberapa cara: laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain, serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan, disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga”. Berdasarkan pengertian tersebut, laporan keuangan memberikan informasi tentang kondisi keuangan perusahaan yang tercermin dalam neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
2.4.2 Tujuan dan Manfaat Laporan Keuangan Adapun tujuan dari laporan keuangan menurut SAK (2004: 4) adalah sebagai berikut: 1. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatuperusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. 2. Laporan keuangan yang disusun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan
informasi
yang
mungkin
dibutuhkan
pemakai
dalam
pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan keuangan dari kejadian dimasa lalu dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan. 3. Laporan keuangan juga menunjukan apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen, sehingga mereka dapat membuat keputusan ekonomi, keputusan ini mungkin mencakup misalnya keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam perusahaan atau mengganti manajemen. Dari pengertian diatas terlihat bahwa laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk mendapatkan informasi sehubungan dengan posisi keuangan (balance sheet), daftar yang menggambarkan hasil-hasil yang diperoleh perusahaan pada suatu periode tertentu (income statement). Dengan mengetahui hal tersebut pimpinan dapat menyusun rencana yang lebih baik, memperbaiki sistem pengawasannya dan menentukan kebijakan yang lebih tepat. Bagi manajemen yang paling penting adalah mencapai laba bersih atau laba operasi yang cukup tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya, cara kerja yang lebih efisien dan efektif, serta perusahaan harus mempunyai rencana yang lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, laporan keuangan juga merupakan alat pertanggungjawaban manajemen kepada pimpinan.
Adapun manfaat laporan keuangan antara lain sebagai berikut: 1. Mengukur tingkat biaya dari berbagai kegiatan perusahaan. 2. Untuk menentukan atau mengukur efisiensi tiap-tiap bagian, proses atau produksi serta untuk menentukan derajat keuntungan yang dapat dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. 3. Untuk menilai dan mengukur hasil kerja tiap-tiap individu yang telah diberi wewenang dan tanggungjawab. 4. Untuk menentukan perlu tidaknya digunakan kebijaksanaan atau prosedur yang baru untuk mencapai hal yang lebih baik. 5. Mendapatkan modal baru bila perusahaan akan memperluas usahanya baik berupa kredit bank maupun dari para calon investor sehubungan atas penilaian yang dilakukan terhadap laporan keuangan tersebut bila tingkat rentabilitasnya memuaskan.
2.4.3 Pengguna Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan produk dari akuntansi yang umum digunakan baik oleh pihak internal maupun pihak eksternal dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (2004: 2), para pengguna laporan keuangan terdiri dari: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Investor Kreditur (pemberi pinjaman) Pemasok dan Kreditur Usaha lainnya Share holders (para pemegang saham) Pelanggan Pemerintah Karyawan Masyarakat Para pengguna laporan keuangan tersebut menggunakan laporan
keuangan untuk kepentingan yang berbeda. Pada umumnya, terdapat tiga pihak yang paling berkepentingan langsung dengan laporan keuangan. Pihak tersebut adalah investor, kreditur dan manajemen perusahaan. Investor berkepentingan terhadap laporan keuangan untuk mengetahui tingkat keuntungan perusahaan.
Kreditur,
bekepentingan
terhadap
laporan
keuangan
untuk
mengetahui
kemampuan perusahaan membayar kewajiban-kewajiban keuangan perusahaan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Manajemen perusahaan dalam hal ini manajer keuangan berkepentingan terhadap laporan keuangan untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan.
2.4.4 Jenis-Jenis laporan Keuangan Laporan keuangan yang disusun oleh manajemen perusahaan menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004: 1.3) terdiri atas: 1. 2. 3. 4. 5.
Neraca Laporan Laba Rugi Laporan Arus Kas Laporan Perubahan Ekuitas Catatan Atas Laporan Keuangan
Berdasarkan atas latar belakang penilaian yang diambil oleh penulis, penulis akan membahas bagian laporan keuangan antara lain: Neraca dan Laporan Laba Rugi. 1.
Neraca Para pengguna laporan keuangan dapat mengetahui informasi mengenai
posisi keuangan perusahaan dari neraca. Pengertian neraca menurut SAK (2004: 1.9) adalah: “Laporan yang memberikan informasi mengenai posisi keuangan (aktiva, kewajiban, ekuitas) perusahaan pada suatu periode tertentu”. Jadi, tujuan neraca adalah untuk menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu, biasanya pada waktu tutup buku dan ditentukan sisanya pada akhir tahun. Neraca mempunyai dua sisi yang seimbang, yaitu: sisi aktiva (asset), dan sisi pasiva (liabilities dan Equity). a.
Aktiva (asset)
Menurut SAK (2004: 13) pengertian aktiva adalah sebagai berikut: “Sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan”.
Pada dasarnya aktiva dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian utama yaitu, aktiva lancar dan aktiva tetap. Penyajian pos-pos dalam neraca biasanya didasarkan atas likuiditasnya sehingga penyajiannya dimulai dari aktiva yang paling likuid sampai pada aktiva yang paling tidak likuid. 1) Aktiva Lancar (Current Asset) Aktiva lancer yaitu uang kas (tunai) yang ada pada prusahaan maupun berupa simpanan yang ada di bank, serta aktiva lainnya yang diharapkan dapat diuangkan menjadi uang tunai, atau dipakai pada periode berikutnya yang mempunyai masa perputaran tidak lebih dari satu tahun. Suatu aktiva dapat diklasifikasikan sebagai aktiva lancar, jika aktiva tersebut: •
Diperkirakan akan direalisasikan atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam jangka waktu siklus operasi normal perusahaan.
•
Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan diharapkan akan direalisir dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca.
• 2)
Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi.
Aktiva tidak Lancar (Non Current Asset)
Aktiva tidak lancar yaitu mempunyai unsur kegunaan lebih dari satu tahun dan jangka waktu relative panjang tidak akan habis dalam satu kali perputaran operasi perusahaan.
b. Kewajiban (Liabilities) Kewajiban merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, yang penyelesaiannya diharapkan akan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. Kewajiban suatu perusahaan dapat diselesaikan dengan cara melakukan pembayaran kas menyerahkan aktiva lain, memberikan jasa, mengganti kewajiban dengan kewajiban lain, mengkonversi kewajiban menjadi ekuitas atau dengan cara dihapuskan. Seperti halnya aktiva, kewajiban perusahaan juga dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1) Kewajiban Jangka Pendek Adalah semua hutang lancar atau semua kewajiban keuangan perusahaan dimana pelunasannya akan dilakukan dalam jangka waktu kurang dari satu tahun atau satu tahun yang biasanya menggunakan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban lancar apabila: •
Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi.
•
Jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal neraca.
2) Kewajiban jangka panjang Adalah kewajiban keuangan yang jangka waktu pembayarannya lebih dari satu satu tahun sejak tanggal neraca.
c. Ekuitas (Equity) Pengertian ekuitas berdasarkan SAK (2004: 13) adalah: “Ekuitas merupakan hak residual atas aktiva perusahaan yang dikurangkan dengan semua kewajiban.” Hak residual (Residual Interest) atas aktiva perusahaan setelah dikurangkan dengan semua kewajiban atau aktiva bersih.
2.
Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi adalah suatu laporan hasil usaha perusahaan dalam
jangka waktu tertentu yang terdiri dari penghasilan, penjualan dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk penghasilan. Penghasilan diartikan sebagai kenaikan manfaat ekonomi dalam bentuk pemasukan atau peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban (yang menyebabkan kenaikan ekuitas saham yang berasal dari kontribusi pemilik) perusahaan selama periode tertentu. Laporan laba rugi memberikan informasi mengenai kemampuan (potensi) perusahaan dalam menghasilkan nilai laba (earnings) selama periode tertentu. Dimana nilai suatu
laba tersebut secara benar tidak pernah ada, hal ini disebabkan oleh kompleksitas perubahan dalam lingkungan ekonomi, sehingga sulit untuk mencerminkan seluruh operasi suatu entitas kedalam sebuah laba. Komponen-komponen laporan laba rugi, antara lain: 1. Penjualan (sales) 2. Beban pokok penjualan (cost of good sold) 3. Laba kotor (gross profit) 4. Beban usaha (operating expense) 5. Pendapatan dan beban lain-lain 6. Laba bersih (net profit)
2.5 Analisis Laporan Keuangan Laporan keuangan (financial statement) merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan pada suatu saat tertentu. Laporan keuangan juga merupakan alat untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan. Analisis keuangan mencakup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan dan kekuatan di bidang finansial akan sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen masa lalu dan prospeknya di masa datang. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi apakah perusahaan memiliki kas yang cukup untuk memenuhi kewajiban finansialnya, besarnya piutang yang cukup rasional, efisiensi manajemen persediaan, perencanaan pengeluaran investasi yang baik, dan struktur modal yang sehat sehingga tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dapat dicapai.
2.5.1 Arti Dan Manfaat Rasio Keuangan Rasio menggambarkan suatu hubungan antara suatu pos tertentu dengan pos yang lain pada laporan keuangan. Rasio ini memberikan gambaran tentang baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan. Kinerja keuangan suatu perusahaan sangat bermanfaat bagi berbagai pihak, seperti investor, kreditur, analis, pialang, pemerintah, dan pihak manajemen sendiri. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa analis rasio tidak berarti apa-apa bila
tidak dibandingkan dengan periode sebelumnya atau dibandingkan dengan rasio perusahaan lain. Analisis rasio dapat digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas suatu perusahaan, namun agar penggunaannya dapat bermanfaat, dapat dipakai dua cara : 1. Membandingkan rasio sekarang (present ratio) dengan rasio-rasio dari waktuwaktu yang lalu (historis ratio) dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu-waktu dari perusahaan yang sama. 2. Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan (company ratio) dengan rasio-rasio semacam dari perusahaan lain yang sejenis atau industri untuk waktu yang sama sehingga dapat diketahui apakah perusahaan yang bersangkutan itu dalam aspek finansial tertentu berada di atas rata-rata industri, berada pada rata-rata atau terletak dibawah rata industri.
2.5.2 Analisis Rasio Setiap jenis rasio keuangan mempunyai kegunaan yang berbeda-beda, dilihat dari sisi tujuan dan manfaatnya. Penelitian ini menggunakan rasio keuangan sebagai alat analisis kinerja perusahaan pada saat kondisi financial distress. Financial distress adalah kondisi perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan yang merupakan titik pisah batas (cut off) antara kondisi normal dengan kondisi tidak normal atau bangkrut. Perusahaan dapat bangkrut jika tidak benar dalam menyikapi kondisi financial distress, namun perusahaan juga dapat melakukan lompatan kinerja yang luar biasa jika tepat dalam mengambil sikap. Analisis financial distress sangat membantu pembuat keputusan untuk menentukan sikap terhadap perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan tersebut. Penilaian perusahaan dimulai dari perhitungan nilai masing-masing variabel rasio keuangan berdasarkan laporan keuangan per Desember dari BUMN yang telah melakukan privatisasi. Periode analisis meliputi tahun-tahun sebelum dan sesudah privatisasi.
2.5.3 Karakteristik Rasio Menurut Indra bastian (2002:252) terdapat beberapa jenis rasio yang berhubungan dengan privatisasi, dan dikelompokkan menurut karakteristiknya yaitu: 1. Rasio profitabilitas operasi Rasio profitabilitas adalah hasil dari berbagai kebijakan dan keputusan yang dibuat manajemen. Rasio ini member jawaban akhir tentang seberapa efektif operasi perusahaan dikelola sehingga menghasilkan keuntungan pada perusahaan. •
Net income/Sales Rasio ini mengukur seberapa efektif penjualan yang diperoleh perusahaan untuk menciptakan laba bersih. Semakin besar rasio ini, menunjukan semakin besar kontribusi penjualan terhadap laba bersih perusahaan. Rasio ini dikenal dengan rasio return on sales (ROS).
•
EBIT/Sales EBIT/Sales menunjukkan kontribusi penjualan terhadap laba sebelum pajak dan beban bunga, sedangkan operating income/sales menunjukan kontribusi penjualan terhadap laba operasional perusahaan. Rasio ini disebut juga net profit margin atau sales margin.
2. Rasio efektivitas operasi •
Net income/total assets Rasio ini mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan sumber ekonomi yang ada (aset yang dimiliki) untuk menciptakan laba bersih atau dengan kata lain mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih. Semakin besar rasio ini, menunjukan semakin efektif penggunaan aktiva dalam kontribusinya terhadap laba perusahaan. Raio ini juga dikenal dengan rasio Return On Asset (ROA) dan Return On Investment (ROI).
•
Operating income/total asset Rasio ini mengukur eberapa efektif perusahaan memanfaatkan sumber ekonomi yang ada (aset yang dimiliki) untuk menciptakan laba operasional
atau dengan kata lain mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan laba operasional. Semakin besar rasio ini, menunjukkan semakin efektif penggunaan aktiva dalam kontribusinya terhadap operasional perusahaan. •
EBIT/Total Assets Rasio ini mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bagi semua investor (pemegang obligasi dan saham).
•
Retained earning /total assets Rasio ini mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan sumber ekonomi yang ada (aset yang dimiliki) untuk menciptakan laba yang tidak dibagi (laba ditahan) atau dengan kata lain mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan laba ditahan. Semakin besar rasio ini, menunjukkan semakin efektif penggunaan
aktiva
dalam
kontribusinya
terhadap
pertumbuhan
perusahaan. •
Net income/equity Rasio ini mengukur seberapa efektif modal sendiri (equity) perusahaan untuk menciptakan laba bersih. Secara spesifik rasio ini mengukur kemampuan modal sendiri (equity) untuk menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham preferen dan saham biasa. Semakin besar rasio ini, menunjukan semakin besar kontribusi modal sendiri terhadap laba bersih perusahaan. Rasio ini juga dikenal dengan rasio Return On Equity (ROE).
3. Rasio daya saing manajemen •
Sales/total assets Rasio ini mengukur efektivitas penggunaan semua aktiva perusahaan. Semakin besar rasio sales to total assets, semakin efektif penggunaan aktiva perusahaan dalam
•
Sales/Fixed Assets Rasio ini mengukur perputaran aktiva tetap perusahaan. Dengan kata lain rasio ini mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan untuk
menghasilkan penjualan (revenue). Semakin besar rasio ini semakin efektif penggunaan aktiva tetap perusahaan dalam kontribusinya terhadap penjualan. •
Sales/Current Assets Rasio ini mengukur efektivitas penggunaan aktiva lancar perusahaan. Semakin besar rasio sales to current assets, semakin efektif penggunaan aktiva lancar perusahaan dalam kontribusinya terhadap penjualan.
4. Rasio Likuiditas •
Working Capital/total assets Rasio ini mengukur likuiditas penggunaan semua aktiva perusahaan. Semakin besar rasio working capital to total assets, semakin efektif penggunaan aktiva perusahaan dalam kontribusinya terhadap modal kerja.
5. Rasio Leverage Rasio leverage adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh perusahaan dibelanjai dengan utang. •
Long term debt/equity Rasio ini mengukur berapa dari keseluruhan kebutuhan dana yang dibelanjai dengan uang atau berapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin utang. Semakin kecil rasio debt/equity akan mempunyai risiko kerugian yang lebih kecil ketika ekonomi melonjak menjadi baik, begitu pula sebaliknya. Tingkat risiko dapat diminimalisir (ideal) ketika utang sama dengan modal sendiri.
•
Book value of equity/book value of total liabilities Rasio ini mengukur perbandingan nilai buku total modal sendiri perusahaan dengan nilai buku total utang perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin besar modal sendiri yang digunakan untuk menjamin utang yang dimiliki perusahaan atau dengan kata lain perusahaan mempunyai tingkat keamanan utang yang besar.
•
Book value of debt/book value of total assets Rasio ini mengukur berapa bagian dari keseluruhan kebutuhan dana yang dibelanjai dengan utang atau dengan kata lain mengukur berapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin utang.
•
Earning before interest and taxes/total interest Rasio ini disebut juga times interest earned ratio. Rasio ini mengukur berapa besarnya jaminan keuntungan untuk membayar bunga utang jangka panjang.
6. Rasio efisiensi operasi Rasio efisiensi diukur dengan tingkat efisiensi penjualan (sales efficiency) dan efisiensi laba (net income efficiency). Dasar yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dalam penelitian ini adalah jumlah karyawan (number of employee). Sales efficiency diukur dengan rasio sales/number of employee, sedangkan net income efficiency diukur dengan rasio net income/number of employee. Semakin besar kedua rasio ini berarti semakin efisien suatu operasi. Kedua rasio ini juga menunjukkan tingkat kontribusi tenaga kerja terhadap penjualan dan laba perusahaa. Semakin besar rasio menunjukkan semakin besar tingkat kontribusi tenaga kerja. 7. Rasio Payout Rasio payout diukur dengan rasio divident to sales dan dividend payout ratio. Rasio payout diukur dengan rasio cash divident/sales dan cash divident/net income. Semakin besar kedua rasio ini menunjukkan semakin tinggi tingkat pembayaran dividen kepada pemegang saham (shareholder). Rasio ini juga menunjukkan tingkat kemenarikan investasi dari sisi investor. Dasar yang digunakan untuk mengukur tingkat perbedaan pembayaran dividen kepada pemegang saham sebelum dan sesudah privatisasi.
Tabel 2.3 Prediksi Pengujian Karakteristik Profitabilitas Operasi
Metode Perhitungan Return On Sales: NI/Sales EBIT/Sales Efektivitas Operasi Return On Assets: NI/TA Operating Income/TA EBIT/TA RE/TA Return On Equity: NI/EQ Daya Saing Manajemen Assets Turnover: Sales/TA Sales/Fixed Assets Sales/Current Assets Likuiditas Working Capital/TA Leverage Long Term Debt/Equity BV Debt/BVTotal Assets EBIT/Interest BV Equity/Bv Total Liability Efisiensi Operasi Sales Efficiency: Sales/Number of Employee Net Income Efficiency: NI/Nbr of Employee Pay out Divident to Sales: Cash Divident/Sales Divident Payout: Cash Divident/NI Ket: a= Setelah privatisasi, b= Sebelum privatisasi
Hubungan Prediksi NISa>NISb EBITSa>EBITSb NITAa>NITAb OPITAa>OPITAb EBITAa>EBITAb
NIEa>NIEb STAa>STAb SFAa>SFAb SCAa>SCAb WCTAa>WCTAb LTDEa
EBITIb ETLa>ETLb SNEa>SNEb NIEa>NIEb DIVSALa>DIVSALb PAYOUTa>PAYOUTb
Hubungan prediksi seperti yang dinyatakan dalam tabel, didasarkan pada tujuan dilakukannya privatisasi BUMN. Menurut Megginson, dkk (1994), hamper semua pemerintah yang melakukan privatisasi BUMN setidaknya mengharapkan bahwa privatisasi akan dapat: 1. Meningkatkan profitabilitas perusahaan. 2. Meningkatkan efisiensi operasional. 3. Meningkatkan outputnya. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh jawaban mengenai kinerja BUMN yang diprivatisasi, apakah semakin efisien, efektif, dan kompetitif, serta dapat menaikkan nilai bagi konsumen atau semakin buruk. Untuk memperoleh jawaban tersebut maka dilakukan pengelompokan rasio berdasar kriteria-kriteria yang ingin dicapai.
Proses pemilihan rasio-rasio dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Megginson, Nash, dan Randenborgh (1994) yang melakukan penelitian mengenai kinerja operasionaldan keuangan pada BUMN (SOEs) yang baru diprivatisasi pada 61 perusahaan dari 18 negara dan 32 industri. Beberapa rasio Megginson, dkk yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio profitabilitas, rasio operating efficiency, rasio leverage, dan payout. Rasio yang lain seperti EBIT/TA, RE/TA, WC/TA, S/TA dipilih berdasar studi yang dilakukan Altman (1968) yang menemukan bahwa rasio-rasio tersebut mempunyai tingkat akurasi yang paling tinggi dibanding dengan rasio yang lain dalam kaitannya untuk memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan. Rasio yang lain diperoleh berdasar studi yang dilakukan peneliti lain seperti Beaver (1966), Ohlson (1980), dan Hotckiss (1995). Oleh karena itu, parameter yang digunakan untuk pembanding diambil dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti tersebut.
2.6 Hubungan Privatisasi dengan Kinerja Keuangan Privatisasi adalah perubahan kepemilikan perusahaan negara menjadi milik swasta, yang dilakukan dengan menggunakan berbagai metode privatisasi. Di Indonesia sendiri yang sering dipakai adalah metode IPO (Initial Public Offering) atau penawaran saham ke pasar dan Private Placement atau penjualan kepada investor yang strategis. Kedua metode ini akan menimbulkan dampak kepada BUMN baik dari segi manajemen yaitu masuknya kepemilikan asing, maupun dari segi perubahan kinerja perusahaan. Penilaian kinerja BUMN meliputi dua aspek penting yaitu aspek kinerja korporasi dan aspek kinerja manajemen, yang ditentukan oleh hasil penilaian terhadap kinerja keuangan, kinerja operasional dan manfaatnya bagi masyarakat. Penilaian kinerja koporasi mencakup penilaian kinerja keuangan dan kinerja operasional, yang nilainya ditentukan oleh gabungan dari hasil penilaian kinerja keuangan dan hasil penilaian kinerja operasional. Dalam kaitannya dengan privatisasi yang dilakukan oleh BUMN, tingkat kinerja keuangan BUMN dapat dianalisis melalui rasio yang dapat menunjukkan
efektifitas dan profitabilitas dari pelaksanaan privatisasi oleh BUMN. Beberapa rasio yang biasa digunakan untuk kepentingan tersebut adalah (1) Profitabilitas, (2) Efektivitas Operasi, (3) Daya saing manajemen, (4) Likuiditas, (5) Leverage, (6) Efisiensi operasi dan (7) Pay Out. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas, efisiensi operasional, dan meningkatkan outputnya, yang dihasilkan setelah pelaksanaan privatisasi Penilaian tingkat kinerja perusahaan setelah melaksanakan privatisasi hanya ditetapkan bagi BUMN apabila hasil pemeriksaan auditor terhadap perhitungan keuangan tahunan perusahaan yang bersangkutan dinyatakan dengan kualifikasi: “Wajar Tanpa Pengecualian” atau “Wajar Dengan Pengecualian.” Sehinnga dapat disimpulkan jika privatisasi berjalan baik dan prosesnya lancar tanpa ada hambatan lain maka akan mempengaruhi tingkat kinerja keuangan BUMN dengan rasio keuangan yang baik pula.