BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polipropilena Polipropilena merupakan polimer hidrokarbon yang termasuk ke dalam polimer termoplastik yang dapat diolah pada suhu tinggi. Polipropilena berasal dari monomer propilena yang diperoleh dari pemurnian minyak bumi. Struktur molekul propilena dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1 Propilena
Secara industri, polimerisasi polipropilena dilakukan dengan menggunakan katalis koordinasi. Proses polimerisasi ini akan dapat menghasilkan suatu rantai linier yang berbentuk –A-A-A-A-A-, dengan A merupakan unit ulang propilena. Reaksi polimerisasi dari polimerisasi dari propilena secara umum dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.2 Reaksi Polimerisasi Dari Propilena
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Struktur Kristalinitas Polipropilena
Kristalinitas merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer. Kristalinitas merupakan ikatan antara rantai molekul sehingga menghasilkan susunan molekul yang lebih teratur. Pada polimer propilena, rantai polimer yang terbentuk dapat tersusun membentuk daerah kristalin (molekul tersusun teratur) dan bagian lain membentuk daerah amorf ( molekul secara tidak teratur). Untuk polipropilena struktur zig-zag planar dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda-beda tergantung pada posisi relatif gugus metana satu sama lain di dalam rantai polimernya. Ini menghasilkan struktur isotaktik, ataktik dan sindiotaktik.
Gambar 2.3 Struktur tiga dimensi dari polipropilena, (a)isotaktik, (b) ataktik, dan (c) sindiotaktik (Stevens. M.P, 2000)
Universitas Sumatera Utara
Ketiga struktur polipropilena tersebut pada dasarnya secara kimia berbeda satu sama lain. Polipropilena ataktik tidak dapat berubah menjadi polipropilena sindiotaktik atau menjadi struktur lainnya tanpa memutuskan dan menyusun kembali beberapa ikatan kimia. Struktur yang lebih teratur memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berkristalisasi dari pada struktur yang tidak teratur. Jadi, struktur isotaktik dan sindiotaktik lebih cenderung membentuk daerah kristalin daripada ataktik. Polipropilena berstruktur stereogular seperti isotaktik dan sindiotaktik adalah sangat kristalin, bersifat keras dan kuat. Dalam struktur polipropilena ataktik gugus metana bertindak seperti cabang-cabang rantai pendek yang muncul pada sisi rantai secara acak. Ini mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan daerah-daerah rantai yang sama (tersusun) sehingga mempunyai sifat kristalin rendah menyebabkan tingginya kadar Oksigen pada bahan tersebut sehingga bahan polimer ini mudah terdegradasi oleh pengaruh lingkungan seperti kelembaban cuaca, radiasi sinar matahari dan lain sebagainya.
2.1.2 Sifat-sifat Polipropilena
Polipropilena merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitas 0,90 – 0,92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya Hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress – cracking) walaupun pada temperature tinggi. Kerapuhan Polipropilena dibawah 0 oC dapat dihilangkan dengan penggunaan bahan pengisi. Dengan bantuan pengisi dan penguat, akan terdapat adhesi yang baik. Polimer
yang
memiliki
konduktivitas
panas
rendah
seperti
Polipropilena
(konduktivitas = 0,12 W/m) kristalinitasnya sangat rentan terhadap laju pendinginan. Misalnya dalam suatu proses pencetakan termoplastik membentuk barang jadi yang tebal dan luas, bagian tengah akan menjadi dingin lebih lambat daripada bagian luar, yang bersentuhan langsung dengan cetakan. Akibatnya, akan terjadi perbedaaan derajat kristalinitas pada permukaan dengan bagian tengahnya.
Universitas Sumatera Utara
Polipropilena mempunyai tegangan (tensile) yang rendah, kekuatan benturan (impact strength) yang tinggi dan ketahanan yang tinggi terhadap pelarut organik. Polipropilena juga mempunyai sifat isolator yang baik mudah diproses dan sangat tahan terhadap air karena sedikit sekali menyerap air, dan sifat kekakuan yang tinggi. Seperti polyolefin lain, Polipropilena juga mempunyai ketahanan yang sangat baik terhadap bahan kimia anorganik non pengoksidasi, deterjen, alkohol dan sebagainya. Tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida. Sifat kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan daya regangannya tinggi, kaku dan keras (Ahmadhafizullahritonga.blog.usu.ac.id/2011/02/polipropilena)
2.2 Polimer Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Inonesia, terutama Polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.112,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34.15 %. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastik tidak terelakkan. Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3 % dari total sampah rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastic setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air , maupun tidak dapat berkarat dan pada akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan (YBP, 1986). Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan,
Universitas Sumatera Utara
pemotongan, pencucian dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al., 1995). Kita hidup dalam era polimer, dimana plastik, serat, bahan pelapis, bahan perekat, karet, protein, selulosa dan semuanya merupakan istilah umum dalam perbendaharaan kata modern, dan semuanya adalah bagian dari dunia kimia polimer yang menakjubkan. Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang yang sederhana. Nama ini diturunkan dari bahasa Yunani dimana poli yang berarti “banyak”, dan mer yang berarti “bagian”. Makromolekul merupakan istilah yang sinonim dengan polimer. Polimer sintesis dari molekul-molekul sederhana yang disebut monomer (bagian tunggal) (Stevens.M.P, 2001).
2.2.1 Sifat sifat Polimer Polimer alam umumnya mudah menyerap air, tidak stabil karena pemanasan dan sukar dijadikan berbagai macam bentuk. Polimer sintentik mempunyai sifat yang berbeda dengan polimer alam. Polimer sintentik sukar diuraikan mikroorganisme, dan tahan terhadap air atau tidak menyerap air. Sifat-sifat polimer ditentukan oleh empat hal, yaitu: panjangnya rantai, gaya antar molekul, percabangan, dan ikatan silang antar rantai polimer. Kekuatan dan titik leleh polimer naik dengan bertambah panjangnya rantai polimer. Kekuatan dan titik leleh polimer naik dengan bertambah panjangnya rantai polimer. Bila gaya antar molekul pada rantai polimer besar, maka polimer menjadi kuat dan sukar meleleh. Rantai polimer yang bercabang banyak daya regangnya rendah dan lebih mudah meleleh. Ikatan silang antar rantai menyebabkan terjadinya jaringan yang kaku dan membentuk bahan yang keras. Makin banyak ikatan silang makin kaku polimer dan mudah patah. Polimer yang mempunyai ikatan silang bersifat termoset artinya hanya dapat dipanaskan satu kali yaitu pada saat pembuatannya, selanjutnya apabila pecah tak dapat disambungkan lagi dengan pemanasan, karena susunan molekul-molekulnya pada ikatan silang antar rantai akan rusak apabila dipanaskan lagi. Sebaliknya polimer yang tidak mempunyai ikatan silang bersifat termoplastik artinya dapat dipanaskan berulang-ulang. Ketika dipanaskan, polimer yang bersiifat termoplastik meleleh dan kembali mengeras ketika
Universitas Sumatera Utara
didinginkan. Jadi, apabila pecah, polimer termoplastik dapat disambungkan kembali dengan cara dipanaskan atau dapat dicetak ulang dengan cara dipanaskan. Contoh polimer termoset adalah bakelit, sedangkan polimer termoplastik adalah polietilena dan polipropilena (Hartomo ,1993).
2.3 Asam Akrilat
Salah satu polimer fungsional yang penggunaannya sangat besar adalah poli(karboksilat), misalnya digunakan di dalam detergen dan larutan pembersih (cleaner). Pada tahun 1980 ditemukan kombinasiyang sangat efektif antara Poli (karboksilat), kopolimer dari asam akrilat dan asam maleat dan zeolit sebagai pengganti fosfat di dalam detergen. Poli (Karboksilat) jenis ini tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme, sehingga Kalsium – poli (Karboksilat) jenis ini tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme, sehingga Kalsium – Poli (Karboksilat) tetap terlarut di dalam larutan pencuci. Hal ini berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan unsur hara di dalam tanah. Usaha-usaha telah dilakukan untuk mendapatkan poli (Karboksilat) yang secara sempurna dapat diuraikan menjadi Karbon dioksida dan air. Penambahan elemen-elemen structural ke dalam kopolimer asam akrilat dan asam maleat menghasilkan polimer yang terbiodegradasi sebagian. Jadi, terpolimer asam akrilat, asam maleat dan vinil asetat, bahkan dengan jumlah poli (vinil alcohol) yang banyak belum dapat menghasilkan polimer yang terbiodegradasi secara sempurna. Asam akrilat (acrylic acid atau prop – 2 – enoic acid) mempunyai nama lain acroleic acid, Ethylenecarboxylic acid, Propene acid, Propenoic acid, dan vinylformic acid. Rumus molekulnya CH2 = CHCOOH dan rumus kimianya C3H 4O2. Asam akrilat dapat bercampur dengan air, alcohol, eter dan kloroform dan juga diproduksi dari propena dengan proses penyulingan. Massa molar asam akrilat adalah 72,06 g/mol dengan densitas : 1,051 g/mL, titik leburnya 12 oC (285 K, 54 oF) , titik didihnya 139 oC (412 K, 282 oF), indeks biasnya 1,485 (25o), konstanta disosiasinya 5,50 x 10 -5, viskositasnya 1,1 cP pada suhu 25 oC (Kirk Othmer, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Asam akrilat merupakan senyawa vinil karboksilat, berbau tajam dan menyengat, merupakan asam lemah tetapi lebih korosif disbanding asam asetat, sehingga perlu penanganan yang hati-hati, dan harus dihindari kontak langsung dengan kulit. (Billmeyer, 1983).
2.4 Reaksi Grafting
Salah satu metode yang diketahui efektif untuk menghasilkan sifat-sifat yang diinginkan kedalam polipropilena adalah dengan teknik grafting. Teknik grafting memiliki
beberapa
kelebihan.
Salah
satunya
adalah
polipropilena
dapat
difungsionalisasikan berdasarkan sifat yang dimiliki oleh monomer yang terikat secara kovalen tanpa mempengaruhi struktur dasar dan sifat kimia yang dimiliki polipropilena (Choi et al., 2003). Teknik grafting telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang aplikasi antara lain untuk mengubah sifat-sifat polimer induk dengan tujuan, seperti untuk meningkatkan kekuatan adhesif polimer (song et al., 2006), Biodegradasi polimer (Hendri et al., 2008), memberikan sifat kepekaan polimer terhadap perubahan suhu dan pH (Bromberg et al., 2006), sifat hidrofilik sebagai superadsorben (Lanthong et al., 2006), memberikan sifat penghantar proton sebagai membrane sel bahan bakar (Christina et al., 2008), dan sifat penukar ion (zhang., 2009). Modifikasi suatu polimer dengan teknik grafting melibatkan pembentukan situs aktif berupa radikal bebas atau ion terlebih dahulu pada monomer atau polimer induk. Pembentukan situs aktif pada proses grafting dapat dilakukan dengan dua cara yakni metode kimia dan metode fisika. Pembentukan situs aktif pada metode kimia biasanya digunakan dalam teknik “grafting – on”, dimana pembentukan situs aktif dimulai dari monomer yang berpolimerisasi menjadi homopolimer, pada metode ini radikal yang terbentuk pada monomer akibat abstraksi atom hydrogen atau inisiasi pada ikatan phi dari monomer oleh radikal inisiator seperti BPO (Benzoil Peroksida), AIBN (Azobisisobutyronitrile), atau bahan pengoksidasi seperti garam cerium dan reagen fenton (Fe2+/H2O2 ). Pembentukan situs aktif dengan metode fisika biasanya digunakan dalam teknik “grafting – from”, dimana pembentukan situs aktif dimulai pada polimer
Universitas Sumatera Utara
induk. Pembentukan situs aktif dengan metode fisika dapat dilakukan dengan berbagai cara, meliputi iradiasi sinar, plasma dan photografting (Dyer , 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi daerah grafting pada polimer adalah : -
struktur dasar sebuah polimer
-
struktur dasar monomer dan komonomer
-
struktur dan konsentrasi inisiator
-
efisiensi kecepatan proses, Efisiensi kecepatan monomer dan inisiator dengan polimer. Efisiensi kecepatan proses menentukan reaktan.
-
Suhu, proses suhu yang tinggi secara umum menyebabkan polimer mengalami degradasi, mengurangi half-life inisiator, mengubah kecepatan atau kespesifikan sebuah reaksi (Sigh, R.P. 1992). Jadi, Grafting Kopolimer adalah suatu polimer yang terdiri dari molekul-
molekul dengan satu atau lebih jenis dari monomer yang terhubung pada sisi rantai utama. Grafting kopolimer dapat juga disiapkan oleh proses kopolimerisasi cabang dengan monomer yang akan membentuk rantai utama. Rumus untuk menghitung derajat grafting :
Dimana Wg dan W0 adalah berat dari PP-g-AA setelah dan sebelum pemurnian berikutnya berturut-turut (Wang, 2005).
2.4.1 Metode-metode Grafting
Pembentukan kopolimer graft biasanya melibatkan difusi melewati batas fasa antara monomer dan polimer. Ada empat macam metode grafting (mekanisme) yang umum dilakukan , yaitu (Hans, R.K, Oscar, N, 2005) :
1. Mekanisme Radikal Bebas Metode polimerisasi radikal bebas adalah metode tertua dan paling banyak dipakai untuk mensintesis polimer graft karena relative sederhana. Ada lima macam metode grafting suatu polimer secara mekanisme radikal bebas. a. Metode kimia
Universitas Sumatera Utara
Sumber radikal bebas diperoleh dari suatu inisiator seperti Benzoil Peroksida atau Azobisobutironitril (AIBN). Inisiator akan terdekomposisi menghasilkan radikal bebas. Selanjutnya radikal bebas ini menarik satu atom hydrogen dari polimer sehingga dihasilkan polimer radikal. Kemudian polimer radikal akan bereaksi dengan monomer (senyawa yang akan di graft pada rantai polimer) membentuk polimer graft. b. Metode Fotografting Gugus kromofor yang ada polimer menyerap radiasi elektromagnetik pada daerah visible dan ultraviolet. Hal ini akan memutuskan ikatan dan terbentuknya radikal yang akan menginisiasi radikal. Bila polimer tidak menyerap, fotolisis secara tidak langsung diinisiasi dengan menggunakan fotosenitizer yang menyerap sinar dan mentransfer energi sinar tersebut ke spesi lain dalam sistem. c. Metode Grafting Radiasi Pada metode ini dihasilkan akibat adanya pemutusan rantai utama oleh energi radiasi yang tinggi ( radiasi gamma). Keburukan cara ini adalah ikatan silang dan degradasi polimer dapat terjadi bersamaan dengan grafting. d. Metode Grafting Plasma Paparan (exposure) polimer terhadap glow discharge menghasilkan radikal bebas pada rantai utama yang selanjutnya mengadisi monomer. Pada discharge suhu rendah system terdiri dari electron, atom, ion-ion, atom dan molekul tereksitasi. Partikel-partikel ini menyebabkan terjadinya efek radiasi pada permukaan maupun pada bagian dalam zat. e. Metode Grafting Mekanokimia Gabungan gaya mekanik dan ultrasonic dapat menyebabkan polimer terdegradasi, dan umumnya akan menghasilkan radikal bebas. Degradasi mekanik dapat dilakukan dengan cara mastikasi, miling, ekstrusi atau pengadukan. Radikal yang dihasilkan akan mengadisi monomer membentuk polimer graft.
2. Mekanisme ion a. Metode Anion Polimerisasi anion menjadi suatu metode yang sangat baik untuk membuat polimer blok dan graft. Polimer graft diinisiasi oleh anion-anion yang dihasilkan oleh reaksi antara basa dengan proton asam pada rantai utama. Pembawa rantai adalah muatan negatif.
Universitas Sumatera Utara
b. Metode Kation Inisiasi reaksi antara alkil halida labil dan asam-asam lewis digunakan untuk grafting kation pada polimer terhalogenisasi. Pembawa rantai adalah suatu makro radikal bermuatan positif.
3. Mekanisme Koordinasi Stereospesifik
inisiator
dapat
memberikan
polimer
streoblok
yang
mengandung urutan isotaktik dan heterotaktik. Greber menggrafting olefin pada polistirena butadiena menggunakan system inisiator Ziegler-Natta dimana dietil aluminium
hidrida
bereaksi
dengan
gugus
membentuk
makromolekul
trialkilaluminium.
4. Mekanisme Koupling Polimer mengandung hidrogen aktif dapat dipakai untuk sintesis polimer graft. Polimer graft juga dapat dibuat dengan coupling dua atau lebih polimer yang mengandung gugus fungsi yang sesuai (Singh,R.P, 1992).
2.5 Reagen Fenton
Reagen fenton pertama kali ditemukan pada tahun 1894 oleh H.J.H Fenton. Reagen fenton digunakan untuk mengatasi berbagai permasalahan di limbah industri yang mengandung berbagai senyawa organic toksik (fenol, formaldehida, BTEX, dan menghilangkan zat warna limbah kompleks, pestisida, pengawet kayu, aditf plastik, karet dan bahan kimia). Proses ini diterapkan untuk air limbah, lumpur atau tanah yang terkontaminasi, dengan pengaruh penggunaan reagen fenton sebagai berikut : -
menghilangkan polutan organik
-
mengurangi toksisitas
-
memperbaiki biodegrabiliti
-
BOD/COD removal
-
Dan menghilangkan bau dan warna
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Alat pembuatan reagen fenton Reagen fenton digunakan pertama kali pada tahun 1894 oleh oksidasi asam tartarat menggunakan dekomposisi besi – katalis larut encer hydrogen peroksida dalam kondisi asam. Proses fenton dimodifikasi dan dikembangkan dengan tujuan dasar meningkatkan dalam perawatan bahan – bahan mineral dalam tanah dan pencemaran air tanah menggunakan kimia fenton dalam bentuk konvesional seperti pH asam, mobilitas katalis yang terbatas, dan lain – lain. Proses ini menghasilkan radikal bebas yang kuat bila katalis bereaksi dengan hydrogen peroksida dan reaksi inisiasi yang terjadi menghasilkan oksidan radikal hidroksil, dan proses fenton juga dimodifikasi untuk menghasilkan anion superoksida oleh reaksi propagasi rantai tambahan. Dan reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut : Fe2+ + H2O2 → Fe3+ + OH· + OH− Fe3+ + H2O2 → Fe2+ + OOH· + H+ (Bishop,D.F.et al,1968). Gambar 2.5 Reaksi reagen fenton
2.6 Analisa Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)
Pada tahun 1965, Cooley dan Turky mendemonstrasikan teknik spektroskopi FTIR. Pada dasarnya teknik ini sama dengan spektroskopi inframerah biasa, kecuali dilengkapi dengan cara penghitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan Spektrometer FTIR untuk analisa banyak diajukan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spectrum FTIR suatu senyawa (misalnya senyawa organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum yang berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruhnya di daerah spektrum IR yakni 4000 – 40 cm-1 (Seymour, 1984).
2.7.1 Hubungan spektra Infra Merah dengan struktur molekul
Informasi empiris tentang bermacam gugus fungsi dapat mengabsorbsi, disimpulkan dalam “chort = korelasi” yang digunakan untuk identifikasi. Dengan korelasi ditemukan dalam wilayah unit infrared dibagi dalam wilayah : -
Frekuensi gugus 4000 – 1300 cm-1
-
Wilayah finger print 1300 – 600 cm-1
Dalam wilayah frekuensi gugus pita absorbsi terpenting disebabkan oleh unit vibrasi dari dua atom dalam molekul jadi harga gugus fungsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi letak pita absorbsi : -
Adanya resonansi
-
Bila terjadi perubahan sifat ikatan
-
Adanya ikatan Hidrogen
-
Macam pelarut yang dipakai (Mousa.G, 2002).
2.7.2 Keuntungan FTIR
Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrofotometer infra merah. (Fesenden.F,
Universitas Sumatera Utara
1997). Alat spektrofotometer infra merah pada dasarnya terdiri dari komponenkomponen pokok yang sama pada alat spektrofotometer ultra lembayung dan sinar tampak yaitu terdiri dari sumber sinar, monokromator berikut alat-alat optik seperti cermin dan lensa, sel tempat cuplikan, detektor amplifier dan alat dengan skala pembacaan atau alat perekam spektra (recorder) akan tetapi kebanyakan bahan dalam mentransmisikan
radiasi
infra
merah
berlainan
dengan
sifatnya
dalam
mentransmisikan ultra lembayung, sinar tampak, sifat dan kemampuan sifat komponen alat tersebut diatas berbeda untuk kedua jenis alat spektrofotometer itu. Keuntungan pemakaian sistem berkas rangkap pada alat spektrofotometer adalah : 1. Memperkecil pengaruh penyerapan sinar infra merah CO2 dan uap air dari udara 2. Mengurangi pengaruh hamburan (scattering) sinar infra merah oleh partikelpartikel debu yang ukurannya mendekati nilai rata-rata panjang gelombang infra merah 3. Kalau blanko yang digunakan adalah pelarut dari cupilkan dengan sistem berkas rangkap itu pita-pita serapan pelarut tidak akan timbul pada spektra yang direkam. 4. Sistem berkas rangkap mengurangi pengaruh ketidakstabilan pancaran sumber sinar dan detektor. 5. Perekaman otomatis dapat dilakukan scanning (Noerdin, 1985). Sistem analisis spektrofotometri infra merah (IR) telah memberikan keunggulan dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi material polimer. Analisis Infra Merah (IR) akan menentukan gugus fungsidari molekul yang memberikan regangan pada pita serapan yang karakteristik untuk masing-masing polimer dengan membandingkan spekra yang telah dikenal. Pita serapan yang khas ditunjukkanoleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya. Umumnya pita serapan polimer pada spektra Infra Merah (IR) oleh adanya ikatan CH regangan pada daerah 2880 cm-1 yang sampai 2900 cm-1 dan regangan dari gugus fungsi lain yang mendukung suatu analisis material (Hummel , 1985).
Universitas Sumatera Utara