BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Arsitektur Informasi 2.1.1
Definisi Arsitektur Informasi
Pengorganisasian informasi untuk menjadikannya lebih sederhana, mendesain dan mengintegrasikan sistem informasi, serta menciptakan jalan bagi pengguna untuk dapat berinteraksi dengan sebuah sistem informasi adalah hal-hal yang berkaitan dengan arsitektur informasi. Dengan tujuan utama dari semua itu adalah agar pengguna dapat mengerti tentang sebuah sistem dan dapat mengelola informasi yang dibutuhkannya sehingga pada akhirnya dapat membuat keputusan yang tepat dari hasil informasi yang didapat. Lebih lanjut, ada beberapa definisi yang diberikan para ahli mengenai arsitektur informasi, seperti yang diberikan oleh Wurman dalam Ding dan Lin (2010: 1) yaitu “(1) the individual who organizes the patterns inherent in data, making the complex clear. (2) a person who creates the structure or map of information which allows others to find their personal path to knowledge. (3) the emerging 21st century professional occupation addressing the needs of the age focused upon clarity, human understanding, and the science of the organization of information.” Wurman menjelaskan bahwa tugas utama arsitek informasi adalah membuat segalanya menjadi lebih jelas (making the complex clear) melalui pengorganisasian dan presentasi informasi yang lebih baik. Menurut Rosenvield dan Morville dalam Ding dan Lin (2010: 2) mengambil pendekatan yang multi perspektif untuk mendefinisikan arsitektur informasi. Berikut definisinya: 1) The structural design of shared information environments. 2) The combination of organization, labeling, search and navigation schemes within websites or intranets. 3) The art and science of shaping information products and experience to support usability and findability. 4) An emerging discipline and community of practice focused on bringing principles of design and architecture to the digital landscape.
Universitas Sumatera Utara
Definisi pertama sangat luas dan menekankan pada desain struktural. Definisi kedua menentukan ruang lingkup arsitektur informasi, namun konteksnya lebih ke arah website dan intranet. Definisi ketiga menyoroti tentang hubungan antara arsitektur informasi, usability, dan findability. Sedangkan dalam definisi yang keempat menjelaskan tentang prinsip-prinsip desain dan arsitektur dengan lanskap digital. Hal ini pada akhirnya menjelaskan mengapa arsitektur informasi menjadi disiplin ilmu dalam lingkungan web meskipun arsitektur informasi sendiri telah ada jauh sebelum era world wide web (www) berkembang. Definisi lain datang dari Ding dan Lin (2010: 2). Mereka memberikan definisi arsitektur informasi sebagai berikut: Information architecture is about organizing and simplifying
information,
designing,
integrating
and
aggregating
information
spaces/systems; creating ways for people to find,understand, exchange and manage information; and, therefore, stay on top of information and make right decisions. Lebih lanjut Ding dan Lin menjelaskan bahwa arsitektur informasi tidak hanya merancang ruang informasi individu (seperti situs web, perangkat lunak, dan aplikasi komputer) tetapi juga menangani agregrasi strategis dan integrasi informasi beberapa ruang termasuk semua channel dan platform. Arsitektur Informasi tidak hanya mengorganisasikan informasi tetapi juga menyederhanakan informasi untuk pemahaman yang lebih baik. Arsitektur Informasi pada akhirnya didesain tidak hanya untuk mendukung pengguna dalam mencari informasi tetapi juga untuk mengelola dan menggunakan informasi tersebut.
2.2
Arsitektur Informasi dan World Wide Web
2.2.1
Generasi World Wide Web Evaluasi situs web yang dilakukan para ahli menghasilkan pembagian kategori
situs web kedalam berbagai generasi. Pembagian ini juga sangat dipengaruhi oleh penerapan prinsip-prinsip arsitektur informasi pada situs web. Pembagian tersebut adalah Web 1.0, Web 2.0, dan Post-Web 2.0 (Ding dan Lin, 2010: 8). Berikut ini adalah tabel mengenai ringkasan fitur utama dari berbagai generasi web dan perbandingannya. Tabel 1. Three Generation of the Web
Purpose and Motivation
Web 1.0 Web presence and eCommerce
Web 2.0 User participant (e.g., wikis, digg); Harness the collective
Post-Web 2.0 Connect data contextually and semantically
Universitas Sumatera Utara
Platform
Major Ways of Information Access
Personalization and Customization Information Architecture
Navigation
Look and Feel
Windows is the platform. Web is supplemental. Web directories (e.g., the original Yahoo!) and earlier search engines (e.g., Lycos InfoSeek, and AltaVista) On Individual Sites
From less structured links to predetermined structure provide by the site owner In-line links, Frames Pre-determined global + local + associative navigation Text only
Graphics Frames Tables Web Applications
Page based applications
Content and Interaction
From static content to Database-backed dynamic content
Modalities and Media type
From Text only To Multimedia from content owners (audio, video, images)
User Activities
Going to multiple sites via directories, portals, or search engines. Informationa seeking.
intelligence. Web is the “platform”
Linked Data is the “platform”
Search engine with popularity-based ranking (e.g., Google); Agregators.
Contex-sensitive and personalized searching. Semancic web
+ User controlled customization across sites, e.g., site aggregators Web 1.0 IA + Emergent IA based on user activities/participation
Contex sensitive personalization
Web 1.0 Navigation + Dynamic Navigation based on participation Stylesheets with consistent look and feel, branding design, user experience design. Server-drived web application and precompiled desktop web applications. Rich Internet Applications (RIAs) without unnecessary page refreshing.
Multi-modalities and channels aggregated by the web (e.g., IM, Video Conference, digital devices) User contributing content and tags. Stay connected in communities based on common interests via participation.
Integration of displays, content structure, linked data, and usage data Contex-based browsing and linking Xslt-stylesheet based RIAinteraction and user experience design Boundary of Web pages and Web applications get blurry. Distributed linked data; interacting with multiple web applications concurrently Agregation of content, data, and services from multiple sources/sites Being notified through contextbased feeds (filters). Crosscommunity interaction.
Sumber: Ding dan Ling (2010: 9)
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang ditunjukkan pada tabel diatas, tingkat kapabilitas dan kekuatan situs web semakin lama semakin meningkat dari generasi ke generasi. Tetapi bagaimanapun juga, setiap perubahan yang ada dari setiap generasi tidak langsung membukitkan bahwa sebuah situs web semakin baik, khususnya apabila itu tidak berorientasi pada kebutuhan pengguna dan tingkat usability. Tabel 2 di bawah ini akan dipaparkan beberapa contoh untuk melihat perbedaan antara web dari generasi yang satu ke generasi yang lain. Tabel 2. Distinguish of Web 1.0, Web 2.0 dan Post-Web 2.0
Business Area Advertising Photo Sharing Content Distribution Music File Distribution Encyclopedia Personel Presence
Web 1.0 Double Click Ofoto Akamai
Web 2.0 Google AdSense Flickr BitTorrent
mp3.com
Napster
Even Organization
Evite
Internet Presence
Domain speculation Page views
Traffic Metrics
Content Push Content Management Content Organization Content “Push”
Britannica Online Personal Website
Wikipedia Blogging, microblogging upcoming.org and EVDB Search engine optimization name Cost per click
Publishing owner Content management systems Directories (taxonomy) Stickiness
Post-Web 2.0 Viral distribution of small, fast, and customizable applications via multiple channels (e.g., computers and devices)
Joint content creation with user participation by Wikis Applications embedded into Tagging multiple places (‘folksonomy”) Syndication
Sumber: Web 2.0: Hype, Reality, or the Future? (http://rallenhome.com/essays/essay4.html) (2005)
2.2.2
Arsitektur World Wide Web
Universitas Sumatera Utara
Arsitektur Informasi Web adalah merupakan aspek yang sangat penting dari pengorganisasian sebuah situs web baik dalam hal memberikan informasi maupun dalam hal berkomunikasi dengan user. Menurut Morville dan Rosenfeld dalam Burford (2011: 19) Web Information Architecture adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses desain informasi dan hasil dari proses desain tersebut. Membangun sebuah situs web tidak hanya sekedar menuliskan bahasa HTML saja. Siapa pengguna situs web tersebut dan apa alasan mereka menggunakan situs tersebut adalah dua pertanyaan penting yang harus dijawab seorang desainer sebelum membangun sebuah situs web. Seorang desainer situs web perlu menemukan ide yang dapat menarik pengguna untuk berkunjung ke situs web tersebut. Secara keseluruhan seorang desainer situs web membutuhkan visi yang melekat kuat pada situs web tersebut yang membuatnya khas dan dan baik untuk digunakan. Menurut Morville (1998: 5) arsitektur informasi untuk world wide web adalah tentang menerapkan prinsip-prinsip arsitektur dan ilmu perpustakaan dalam mendesain sebuah situs web. Tugas arsitek adalah untuk membuat sebuah kerangka bangunan situs web yang membuatnya nyaman serta mengundang pengguna untuk mau berkunjung, ‘bersantai’, atau bahkan berkunjung kembali suatu hari nanti. 2.2.3
Komponen Arsitektur Informasi World Wide Web
Morville dan Rosenfeld (2006: 50) membagi arsitektur informasi menjadi beberapa komponen, yaitu : 1) Alat Bantu Penelusuran (Browsing Aids) 2) Alat Bantu Pencarian (Search Aids) 3) Isi dan Tugas (Content and Task) 4) Komponen Tidak Terlihat (Invisible Component) 1) Alat Bantu Penelusuran (Browsing Aids) Komponen ini bertujuan membantu pengguna menavigasi situs web. Pengguna tidak mengartikulasikan apa yang menjadi kebutuhan mereka, tetapi menemukannya sendiri melalui menu dan link yang disediakan. Jenis alat bantu browsing meliputi: a.
Sistem Organisasi (Organization System).
Universitas Sumatera Utara
Adalah cara utama dalam pengelompokkan konten sebuah situs. Juga dikenal dengan istilah taksonomi dan hirarki. Tag clouds adalah juga merupakan bentuk sistem organisasi. b. Sistem Navigasi Situs (Site-wide Navigation System) Sistem navigasi utama yang membantu pengguna mengerti di situs web apa mereka berada dan kemana pengguna harus pergi untuk mengakses sebuah situs. c. Sistem Navigasi Lokal (Local Navigation System) Hampir sama dengan site-wide navigation system, local navigation system membantu pengguna mengerti di situs apa mereka berada. d. Peta Situs/Daftar Isi (Sitemaps/Table of Content) Sistem navigasi yang melengkapi sistem navigasi utama. Memberikan rangkuman dan link ke isi utama dari situs web, dan biasanya berbentuk outline. e. Index Situs (Site Indices) Sistem navigasi tambahan yang memberikan daftar menurut abjad link ke isi utama situs web. f. Petunjuk Situs (Site Guides) Sistem navigasi tambahan yang memberikan informasi khusus pada topic yang spesifik serta link ke situs web terkait kontent situs tersebut. g. Site Wizards Sistem navigasi tambahan yang mengarahkan pengguna melalui serangkaian langkah-langkah berurutan, juga dapat membuat link ke halaman situs web terkait. h. Sistem Navigasi Kontekstual (Contextual Navigation System) Secara konsisten menyajikan link ke konten terkait. Sering tertanam di dalam teks, dan umumnya digunakan untuk menghubungkan konten yang sangat khusus dalam sebuah situs web. 2) Alat Bantu Pencarian (Search Aids) Komponen ini memungkinkan masuknya query yang dibangun sendiri oleh pengguna melalui menu penelusuran/search dan secara otomatis akan
Universitas Sumatera Utara
menampilkan informasi yang telah disesuaikan dengan query pengguna tersebut. Jenis komponen penelusuran meliputi: a. Kotak Penelusuran (Search Interface) Cara-cara memasuki dan merevisi permintaan pencarian, biasanya melalui informasi
mengenai
bagaimana
cara
meningkatkan
query
yang
dirumuskan pengguna, serta cara lain untuk mengkonfigurasi pencarian pengguna.
b. Bahasa Query (Query Languege) Bahasa query bisa termasuk operator Boelan (AND, OR, NOT) operator Proximity (ADJACENT, NEAR), atau dengan cara menspesifikkan bagian yang dicari (contohnya AUTHOR=”Shakespeare”). c. Pengembangan Query (Query Builders) Adalah cara untuk memaksimalkan query penelusuran. Contoh paling umum adalah dengan pengecekan ejaan, stemming, konsep penelusuran, dan pencarian persamaan istilah melalui thesaurus.
d. Algoritma Temubalik (Retrieval Algorithms) Bagian dari mesin pencari yang menentukan konten apa yang paling sesuai dengan query yang diberikan pengguna. e. Wilayah Pencarian (Search Zones) Himpunan bagian dari konten situs web yang telah diindeks secara terpisah untuk mendukung penyempitan pencarian. f. Hasil Penelusuran (Search Result) Menampilkan konten yang sesuai dengan query penelusuran yang dibangun oleh pengguna termasuk berapa banyak temuan yang akan ditampilkan, dan bagaimana hasil temuan dirangking, disortir dan dikelompokkan. 3) Isi dan Tugas (Content and Task) Ini adalah tujuan utama pengguna. Content dan task adalah sesuatu yang sangat sulit dipisahkan dari arsitektur informasi. Content dan task meliputi: a. Label pada bagian atas situs web (Headings)
Universitas Sumatera Utara
Label untuk konten yang ditampilkan b. Link Tertanam (Embedded Links) Link ke dalam teks c. Metadata Tertanam (Embedded Metadata) Informasi yang dapat digunakan sebagai metadata. d. Chunk Unit logis dari konten, dapat bervariasi dalam glunarity e. Lists Link ke potongan-potongan konten f. Alat Bantu Urutan (Sequential Aids) Petunjung yang menunjukkan dimana pengguna berada dalam proses atau tugas, dan seberapa jauh dia harus pergi untuk menyelesaikan itu (misalnya :”petunjuk 3 dari 8”) g. Tanda Pengenal Situs Web (Identifiers) Petunjuk yang menunjukkan dimana pengguna berada dalam sistem informasi (misalnya menspesifikan logo apa situs yang digunakan, atau breadcrumb yang menjelaskan dimana situs web tersebut berada)
4) Komponen Tidak Terlihat (Invisible Component) Komponen arsitektur tertentu terwujud sepenuhnya pada bagian latarbelakang atau yang mungkin tidak pernah berinteraksi dengan pengguna. Komponenkomponen ini sering sangat mendukung komponen lainnya, seperti thesaurus yang digunakan untuk meningkatkan pencarian. Berikut komponen arsitektur tidak terlihat: a. Kosa kata terkontrol dan Thesaurus Kosa kata terkontrol dari kosa kata yang merujuk yang menggambarkan domain yang spesifik, biasanya menyertakan istilah varian. Tesaurus adalah kosa kata terkontrol yang
umumnya menyertakan link
kepengertian yang lebih luas dan sempit, istilah yang terkait, dan deskripsi istilah yang merujuk. Sistem pencarian dapat meningkatkan query dengan mengekstraksi sinonim query dari sebuah kosa kata terkontrol. b. Algoritma Temubalik (Retrieval Algorithms)
Universitas Sumatera Utara
Digunakan untuk merangking hasil penelusuran berdasarkan urutan relevansi data yang terpanggil. c. Best Bets Hasil penelusuran manual yang dipadu dengan hasil penelusuran menggunakan query untuk menilai hasil yang mana yang lebih relevan.
2.3 Evaluasi Situs web 2.3.1 Usabilitas
Dalam ISO/IEC 14598-1 secara sederhana usabilitas didefinisikan sebagai a Quality in Use. Produktivitas dan kenyamanan seseorang secara langsung ditentukan oleh ketergunaan dari perangkat lunak yang mereka gunakan. Usabilitas bukanlah sebuah barang mewah tetapi merupakan sebuah bahan dasar dari sebuah sistem perangkat lunak. Selama beberapa dekade, usabilitas memperoleh banyak perhatian dari para peneliti, khususnya mereka yang bergelut dibidang pengembangan perangkat lunak. dan komunitas Human Interaction Computer (HCI). Konsep dari usabilitas tidaklah mudah untuk digambarkan, ada banyak peneliti yang memberikan definisi dalam konteks yang berbeda-beda. ISO/IEC 9126-1, 2000 memberikan definisi sebagai berikut: “Usability is the capability of the software product to be understood learned, used and attractive to the user, when used under specified condition.” Atau Usability adalah kemampuan sebuah produk perangkat lunak untuk dapat dipahami, dipelajari, sesuatu yang biasa dan menarik bagi pengguna, saat digunakan dalam kondisi tertentu. Dalam ISO9241-11, 1998 mendefinisikan sebagai berikut: “Usability is the extent to which a product can be used by specified users to achieve specified goals with effectiveness, efficiency and satisfaction in a specified context of use.” Atau dalam terjemahan bebasnya, Usability adalah sejauh mana suatu produk dapat digunakan oleh pengguna tertentu untuk mencapai tujuan tertentu dengan efektivitas, efisiensi dan kepuasan dalam penggunaan pada konteks tertentu. Sedangkan IEEE std.610, 12-1990 (Tatari dan ur-Rehman, 2011: 705) “Usability is the easy with which a user can learn to operate, prepares inputs for, and interprets outputs of a system or component.” Atau Usability adalah
Universitas Sumatera Utara
kemudahan dimana pengguna dapat belajar untuk beroperasi, mempersiapkan input, dan menginterpretasikan output dari sistem atau komponen. Berdasarkan beberapa pengertian di atas usabilitas dapat diartikan sebagai kemampuan sebuah perangkat lunak untuk mudah digunakan dan dipelajari oleh pengguna dan sejauh mana perangkat lunak tersebut berhasil membantu pengguna mencapai tujuannya. 2.3.2 Karakteristik Usabilitas
Berdasarkan ISO 9126-1, terdapat empat karakteristik dari usabilitas, yaitu: 1. Understandability 2. Operability 3. Learnability 4. Attractiveness Dan berdasarkan ISO 9241-11, dijelaskan empat karakteristik sebagai berikut Tabel 3. Karakteristik Usability
Karakteristik Usability Understandability Operability Learnability Attractiveness
Description Does the user comprehend how to use the system easily? Can the user learn to use the system without much effort? Can the user use the system without much effort? Does the interface look good?
Sumber: (Tatari dan ur-Rehman, 2011: 705)
Hampir sama dengan karakteristik yang diberikan oleh ISO9241-11, 1998, Wixon dalam Tatari dan ur-Rehman (2011: 705)
memberikan penjelasan
mengenai karakteristik dari usability sebagai berikut: 1. Effectivenes
: How well do the users achieve their goals
using the system? 2. Efficiency
: What resources are consumed in order to
achieve goals? 3. Satisfaction
: How do the users feel about their use of the
system?
Universitas Sumatera Utara
Sebenarnya ada banyak pakar usability yang telah merumuskan apa saja yang menjadi karakteristik atau atribut dari usability. Seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4. Atribut Usability Menurut para Ahli
Standard/ model
Attributes
Constansti ne & Lockwood (1999) Efficiency in use
ISO 9241-11 (1998)
Scheineid erman (1992)
Nielsen (1993)
Preece et al. (1994)
Shackel (1991)
Speed of performen ce Learnabilit Time to y learn Remember Retention abillity over time Relialibility Rate of in use errors User Satisfact Satisfactio satisfaction ion n Effectiv eness -
Efficienc e of use
Throug hput
-
Learnabi lity Memora billity Errors/s afety Satisfacti on -
Learna bility -
-
-
-
Efficien ce
-
-
-
Throug hput Attitude
Retentio n Error Attitude
Effectife Effectife ness ness Fleksibi lity Utility Safety -
Sumber: (Judi, 2005) 2.3.3
Usabilitas Web (Web Usability)
Thomas Powell dalam Tatari dan ur-Rehman (2011: 707) menjelaskan bahwa usabilitas web adalah sesuatu yang mana pengguna dimungkinkan menavigasi dan memanipulasi fitur situs untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas tertentu. Usabilitas sebuah situs web adalah merupakan sesuatu yang kompleks dikarenakan melibatkan seluruh unsur dari situs web tersebut, bagaimana menggabungkan elemen teks, link, dan grafik menjadi sebuah kesatuan yang baik dan hal inilah yang sangat berperan dalam menentukan kualitas sebuah situs web. Dikarenakan jaman globalisasi seperti saat ini, dimana masalah jarak yang jauh dapat diatasi hanya dengan menggunakan web browser dan mengklik mouse saja, tentu saja usabilitas web memegang peranan penting dalam berinteraksi dengan end user melalui world wide web karena sebagian
Universitas Sumatera Utara
besar teknologi informasi menggunakan fasilitas antar muka dalam layanannya. Kesuksesan sebuah situs web, sangatlah tergantung dari ketergunaanya, hal ini berlaku bagi semua jenis situs web. Menurut Ivory dalam Tatari dan ur-Rehman (2011: 707) situs web yang desainnya “miskin” dapat mengakibatkan kehilangan produktivitas dan penghasilan. Situs web yang penggunaannya susah dapat mengakibatkan frustasi bagi pengguna yang akhirnya pengguna enggan untuk terus berinteraksi dengan situs web tersebut. 2.3.4
Uji Usabilitas Web (Web Usability Testing)
Evaluasi usabilitas secara langsung berkaitan dengan perilaku pengguna yang berinteraksi dengan antarmuka situs web. Banyak peneliti yang mengukur dan mengevaluasi usabilitas sebuah situs web dengan mempertimbangkan apa yang lebih disukai pengguna dan bagaimana pengalamannya dalam berinteraksi dengan sebuah situs web tertentu. Banati et al dalam Tatari dan ur-Rehman (2011: 707) mengusulkan beberapa kriteria dalam mengukur usabilitas situs web, yaitu: 1. Appearance of the site 2. Work satisfaction 3. Emotional satisfaction 4. State of features 5. Trustworthiness of the sites Berbeda dengan Banati et al, ISO 9241-11 mendefinisikan usabilitas sebagai berikut: Usability is the extent to which a product can be used by specified users to achieve specified goals with effectiveness, efficiency and satisfaction in a specified context of use. Artinya ada tiga hal yang diukur dari sebuah situs web, yaitu efektivitas (effectiveness), efisiensi (efficiency), dan kepuasan (satisfaction). Judi Jeng kemudian menambahkan learnability sebagai unsur yang juga turut mempengaruhi usability sebuah situs web (Judi, 2005: 52). Efektivitas dievaluasi dengan melihat bagaimana sistem sebagai satu kesatuan yang utuh dapat menyediakan informasi dan secara efektif berfungsi dan kemudian akan diukur dari seberapa banyak pertanyaan yang dapat dijawab. Efisiensi dievaluasi dengan melihat kemampuan sistem dalam menemubalikkan informasi secara efisien, dan akan diukur berapa banyak waktu yang digunakan untuk menyelesaikan seluruh tugas yang diujikan. Kepuasan akan dapat dilihat dari tingkat kemudahan digunakannya sebuah sistem, pengorganisasian informasi,
Universitas Sumatera Utara
pelabelan yang jelas, penampilan visual, isi, dan perbaikan kesalahan. Ini semua akan diukur dengan skala likert dan pertanyaan kuesioner. Kemudahan digunakan adalah menilai bagaimana persepsi pengguna tentang kemudahan sistem tersebut digunakan. Pengorganisasian informasi menilai bagaimana struktur sistem, layout, dan bagaimana pengorganisasian tersebut dapat sesuai dengan kepuasan pengguna.
Labeling adalah menguji berdasarkan persepsi pengguna apakah
sistem menyediakan pelabelan yang jelas, dan apakah terminologi yang digunakan mudah dipahami. Penampilan visual mengevaluasi desain sistem untuk melihat apakah
visualisasinya
menarik.
Konten/isi
mengevaluasi
mengenai
kepengarangan dan akurasi dari informasi yang disediakan. Test kesalahan, apakah pengguna dapat diperbaiki dengan mudah dari kesalahan yang dibuat, dan apakah mereka dapat dengan mudah melakukan kesalahan dalam menggunakan sistem tersebut. Learnability mengukur upaya pembelajaran. Upaya pembelajaran mengambil pertimbangan dari seberapa cepat pengguna mulai dapat mengetahui cara penyelesaian dari tugas yang disajikan peneliti, dan bagaimana tugas tersebut dapat dilengkapi dengan benar. Berikut adalah sebuah diagram yang mengilustrasikan model evaluasi uji usabilitas situs web. Terdapat adanya hubungan saling keterkaitan antara efektivitas, efisiensi dan kepuasan. Dan sebagai tambahan learnability sebagai pelengkap pengujian.
Sumber:(Judi, 2005: 52) Gambar 1. Karakteristik Usability
Universitas Sumatera Utara
2.4 Evaluasi Teknik Pengukuran Situs Web Mengingat bahwa evaluasi ketergunaan sebuah situs web adalah merupakan sesuatu yang sangat penting bagi perancang situs web, dimana sebuah situs web dirancang untuk akhirnya ramah bagi pengguna akhir, maka sudah seharusnya
metodologi
usability
menjadi
bagian
yang
penting
dalam
pengembangan situs web. Tidak hanya pada saat situs web dirancang, tetapi juga setelah situs web telah diluncurkan ke pengguna akhir. Sebenarnya ada beberapa model evaluasi yang dapat digunakan untuk menguji tingkat ketergunaan sebuah situs web perpustakaan digital, yaitu: 1. Evaluasi Heuristic (Heuristic Evaluation) dan Walk-Through Design Menurut Nielsen dalam Dickstein dan Mills (2000: 145), Heuristic Evaluation adalah sebuah tinjauan yang sistematik kepada pengguna antarmuka untuk menguji apabila desain situs web didapati tidak sesuai dengan standard usability yang diakui. Sedangkan Design Walk-Through menurut Goel (2009: 1) adalah “A design walkthrough is a quality practice that allows designers to obtain an early validation of design decisions related to the development and treatment of content, design of the graphical user interface, and the elements of product functionality.” Desain Walk-Through memberikan jalan bagi seorang desainer untuk mengidentifikasi dan menguji diawal sebelum produk digunakan pengguna, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan dan tujuan awal sebuah situs web. 2. Card Sorting Card Sorting adalah sebuah metode untuk menguji organisasi dan struktur menu. Card sorting mengidentifikasi bagaimana orang mengelompokkan suatu item atau menu, sehingga kita bisa mengembangkan suatu struktur menu yang memaksimalkan kemungkinan pengguna dapat menemukan suatu item atau menu. Teknik Card Sorting dapat dilakukan dalam berbagai keadaan dengan menggunakan berbagai cara, bisa secara langsung, atau melalui surat atau email. Teknik dari card sorting adalah dengan memberi nama kepada produk yang akan dikategorikan, dan mencetaknya ke dalam kartu-kartu. Partisipan akan diminta untuk mengelompokkan setiap item kedalam kategori yang sesuai menurut mereka, dan partisipan juga diminta untuk menamai kategori yang dihasilkan.
Universitas Sumatera Utara
Setelah semua partisipan selesai mengelompokkan setiap item dan kategori, maka data dimasukkan ke dalam aplikasi spreadsheet untuk memeriksa hasil pengelompokkan. Seperti misalnya apakah nama sebuah menu adalah dukungan teknis, atau keluhan, atau bantuan produk, itu dapat ditentukan lewat hasil Sort Card tersebut. 3. Uji Usabilitas Formal (Formal Usability Testing) Formal Usability Testing adalah sebuah hasil observasi dan analisis terhadap tingkah laku pengguna ketika menggunakan sebuah produk untuk menghasilkan sebuah tujuan. Dengan metode usability test formal kita dapat belajar bagaimana peserta menyelesaikan perintah-perintah tertentu dan berhasil, mengidentifikasikan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan perintah-perintah tertentu, mencari tahu apakah pengguna mengalami kepuasan dalam menggunakan sistem tersebut, mengidentifikasi perubahan yang digunakan untuk meningkatkan kinerja dan kepuasan pengguna, serta menganalisis apakah web tersebut sudah mencapai tujuan yang sudah ditentukan diawal.
Metode
usability test formal meminta pengguna untuk mengerjakan sebuah tugas yang berisi perintah-perintah yang harus dikerjakan dengan menggunakan situs web yang sedang diujikan. 4. Transaction Log Survey Seorang ahli bernama Peter, T.A dalam Rufaidah (2009: 45) menyatakan bahwa log survey adalah “...studi pencatatan/perekaman secara elektronik interaksi antara sistem temu kembali informasi dengan pengguna yang mengadakan pencarian untuk menemukan informasi dalam sistem yang bersangkutan/tersebut...” Selanjutnya Peter mengidentifikasikan kegunaan Transaction Log Survey yaitu: 1) Meningkatkan/memperbaiki sistem temu balik informasi 2) Meningkatkan pemanfaatan sistem oleh manusia 3) Meningkatkan pemahaman manusia dan sistem, bagaimana suatu sistem digunakan oleh pencari informasi 4) Mengidentifikasi bagaimana suatu sistem digunakan oleh enduser 5) Studi sistem prototype atau pengembangan sistem yang potensial.
Universitas Sumatera Utara
Secara teknis Transaction Log Survey dilakukan dengan menggunakan server log, dimana dalam server ini tersimpan File Log yang berisi informasi seperti IP address pengguna, waktu dan tanggal permintaan pengguna, subjek pencarian, dan seterusnya. Data inilah yang kemudian dianalisis untuk mengevaluasi perpustakaan digital dan mengetahui bagaimana pengguna memanfaatkan suatu perpustakaan digital.
5. Grup Fokus (Focus Groups) Focus Groups adalah wawancara yang dilakukan dengan sekelompok orang yang terdiri dari 6 sampai 12 orang yang memiliki karakteristik serupa atau kepentingan bersama. Seorang fasilitator memandu kelompok berdasarkan seperangkat topik yang telah ditentukan sebelumnya. Fasilitator akan menciptakan suasana yang mendorong peserta untuk berbagi persepsi dan sudut pandang mereka. Focus Groups adalah metode pengumpulan data kualitatif, yang berarti bahwa data bersifat deskriptif dan tidak dapat diukur secara numerik. Focus Groups memiliki keuntungan sebagai berikut: 1) Cepat dan relatif mudah dalam pengerjaannya. 2) Dinamika kelompok dapat memberikan data yang dibutuhkan apabila pengumpulan data secara individu tidak tersedia 3) Berguna untuk pengumpalan data yang sulit digunakan jika menggunakan metode pengumpulan data yang lain. Selain itu juga terdapat kerugian dalam menggunakan Focus Groups, yaitu:
1) Diskusi dapat didominasi atau dialihkan oleh beberapa individu 2) Analisis data memakan banyak waktu dan perlu perencanaan yang matang diawal 3) Tidak memberikan informasi yang valid pada tingkat individu 4) Informasi yang dihasilkan tidak mewakili kelompok yang lain 5) Rentan terhadap asumsi/prasangka dari fasilitator. Dibawah ini akan disajikan tabel mengenai model yang digunakan untuk mengusability test situs web perpustakaan digital dari berbagai penelitan yang pernah dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5. Beberapa Metode Pengukuran Situs Web
Site
Metode
Subjects
Area
Author
ACM, IEEECS, NCSTRL, NDLT ACMDL, NCSTRL, NZDL Alexandria
Formal usability test, questionnaire Questionnaire, heuristic evaluation Questionnaire, formal usability testing Questionnaire
48 students (38 graduate, 10 undergraduate) 45 undergraduate
interface
Kengeri, et al (1999)
Design and structure
23 students
interface
Theng et al (2000a, 2000b) Thomas (1998)
10 students
interface
Transaction log survey, interview, focus groups, formal usability testing Focus groups
1900 graduate, 420 faculty
accessibility
36 teachers, 2 librarians 26 teachers
design
73 clinicians
accessibility
Students, faculty, staff
interface
29 (faculty, graduate, undergraduate, staff) 1784 faculty and students
Site design
I Lennig (1999)
Information architecture, browsing & searching, mechanism, layout and display. Design,
Lan (2001)
CUNI+
DeLIver
DLESE, NSDL Instructional Architect London Hospital MARIAN (Virgina Tech) MIT
Formal usability test, focus groups Focus groups, interviews Formal usability test, log analysis, questionnaire Formal usability test
National Taiwan University
Questionnaire
NCSTRL
Usability
3 usability
Interface, content
Oulanov & Pajarillo (2002) Neumann & Bishop (1998), Bishop (2001)
Sumner et al. (2003) Dorward et al. (2002) Adams & Blandford (2002) France et al. (1999)
Hartson et
Universitas Sumatera Utara
SABIO
University of Illinois at Chicago University of South Florida University of the Pacific Washington State University
inspection
expert
al (2004)
students
interface, functionality design
Formal usability testing, heuristic evaluation, design walkthrough, card sorting Formal usability test
12 students
navigation
Formal usability test Formal usability test
26 undergraduate 134 students
interface
Augustine & Greene (2002) Allen (2002)
Formal usability test
12 students
Awareness of library resources navigation
Disckstein & Mills (2000)
Kreuger et al. (2004) Chisman et al (1999)
Sumber: (Judi, 2005: 51)
2.5 Usabilitas dalam Konteks Arsitektur Informasi Usabilitas dan arsitektur informasi selalu berbicara tentang desain bagi pengguna. Antara usabilitas dan arsitektur informasi menggunakan prinsip-prinsip desain dengan tujuan untuk memudahkan pengguna dalam mencapai tujuannya. The DentsuFuse Inc Tokyo dalam Tatari (2011: 708) menyatakan bahwa usabilitas arsitektur informasi adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, sesuatu yang berdiri bersama-sama, hal ini dikarenakan standard dan praktek dari usabilitas adalah bagian sehari-hari dari seorang arsitek informasi, karena terlibat dalam pembuatan label taksonomi, membuat desain skema, dan membangun struktur logis dari situs web.
Selanjutnya Barker dalam Tatari (2011: 708) mengatakan bahwa usabilitas adalah istilah yang lebih luas daripada arsitektur informasi dan menyatakan bahwa arsitektur informasi adalah perangkat atau bagian dari usabilitas. Lebih jauh Barker berpendapat bahwa usabilitas dan arsitektur informasi masing-masing berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dibawah ini adalah gambar alur kerja yang diusulkan oleh Tatari mengenai penerapan prinsip-prinsip arsitektur informasi dalam usabilitas situs web (Tatari dan urRehman, 2011: 711 )
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Diamond Framework
Sumber: Tatari dan ur-Rehman, 2011: 711 ) Model berlian adalah suatu model framework yang diusulkan oleh Tatari et al yang digunakan untuk mengubah data usabilitas web menjadi web usability information. Model yang digunakan adalah dengan menggunakan konsep usabilitas dan arsitektur informasi, pada tahap pertama mengumpulkan data usabilitas mentah dari berbagai sumber yang dikumpulkan melalui media rekaman viedo/audio, berbagai inspeksi dan metode pengujian, buku insiden harian/catatan, data yang dilaporkan melalui pengamatan sendiri, dan lain-lain sebagai masukan bagi arsitek informasi untuk dilaksanakan. Konsep IA kemudian diterapkan pada data usabilitas mentah dimana data yang diperoleh dari berbagai sumber disebutkan dengan label yang benar. Perintah-perintah yang penting dan sering diutamakan pengguna disajikan dalam bentuk aliran diagram
Universitas Sumatera Utara
sehingga baik pengguna pemula maupun praktisi dapat dengan mudah mengetahui tentang jalur navigasi. Aturan terakhir dari Arsitektur Informasi yang diterapkan pada data usabilitas dimana serangkaian tindakan dan pengalaman pengguna yang didokumentasikan dalam scenario, juga disajikan dalam bentuk story board atau grafis, yang menampilkan gambaran mengenai tindakan pengguna saat berinteraksi dengan sistem antarmuka. Ketika aturan arsitektur informasi diterapkan pada data usabilitas, maka situs web akan terlihat lebih mudah dipahami oleh pengguna awam sekalipun.
Universitas Sumatera Utara