IMPLEMENTASI METODE TAHSIN DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA AL-QUR’AN DI SMP NEGERI 4 UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN AJARAN 2016/2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh LYNDA FITRI ARIYANTI NIM 11413020 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU PENDIDIKAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
i
ii
iii
iv
MOTTO
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah, Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Mulia, Yang mengajar manusia dengan pena, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya(QS. Al Alaq:1-5)(Terjemah Al-Qur’an, hlm 597).
v
PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan untuk: Kedua orang tuaku Bapak Madji & Ibu Paisri yang sangat ku cintai dan kusayangi, terima kasih telah membesarkanku dan mendidikku dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Kakakku Jumain, Amim Suprapti yang selalu kubanggakan, terima kasih atas kasih dan sayang, motivasi dan do’a yang telah diberikan Keponakanku Habib Wahyu Prasetya, Alfina Mutiara Aminatur Rahma, Muhammad Raihan Akbar, Ana Nurul Fitriya, Lalita Ramadhani Candraningtyas, Dimas Agus Hidayatullah, Muhammad Budi Fadail yang telah memberi senyum polos dan sayang. Pak dhe Aris, Budhe Utami, Paklek Karjo, Bulek Buntari yang kusayangi, terimakasih atas do’a dan motivasi yang selalu kalian berikan. Keluarga Besar dari Mbah Karsam & Mbah Kasirin yang sangat saya hormati dan saya harapkan ridlonya. Sahabatku Alfiyatul Jamilah, S.Sy. Siti Nilna Faizah, S.Pd.I. Farikhatul Ulya, yang selalu meghibur di kala suka maupun duka dan menemani setiap hariku. Bunda-bunda dan anak didik PAUD Wafdaa Kids Center Klepu Pringapus yang senantiasa memberikan warna warni canda dan tawa kepadaku. Bapak Drs. Basyiran Sudjak, Ibu Indhah Setyawati, S.Psi, Evi Hutri Prio Susanto, Terima kasih atas Motivasi, dorongan, dan do’a yang telah kalian berikan. Keluarga Ekspais 13 yang selalu terkenang di dalam hati, semoga silaturrahmi tetap selalu terjaga
vi
KATA PENGANTAR Ya Allah, dzat yang maha segalanya. Alhamdulillahi robbil’alamin, segala puji dan Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya yang tiada terhingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Implementasi Metode Tahsin Dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Di SMP Negeri 4 Ungaran Tahun Ajaran 2016/2017” Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi utusanMu Muhammad Rasul KekasihMu sang pembawa risalah Uswatun Khasanah beserta keluarga dan para sahabatnya. Mudah-mudahan kita diakui sebagai umatnya dan mendapat syafaat di yaumul qiyamah kelak. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk memperoleh gelar Sarjana Kependidikan (S.Pd.) di Institiut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Skripsi ini berjudul “Implementasi Metode Tahsin Dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2016/2017” Penulis skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Rektor IAIN Salatiga. 2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. Ketua Progdi PAI IAIN Salatiga.
vii
viii
ABSTRAK Ariyanti, Lynda Fitri. 2017. Implementasi Metode Tahsin Dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Salatiga. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing Dr. M.Ghufron, M.Ag. Kata kunci: Implementasi Metode Tahsin, Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Metode tahsin yaitu suatu cara untuk tilawah Al-Qur’an yang menitikberatkan pada makhroj, sifat-sifat huruf dan tajwid, pembacaan alifnya tidak berkepanjangan cukup diayun. Metode ini melalui sistem talaqqi (bertemu langsung) dan musyafahah (pembetulan bibir saat membaca) guru atau syaikh yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui lebih dalam Bagaimana implementasi metode Tahsin dalam pembelajaran membaca Al-Qur’an di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang? Apa faktor penghambat dan pendukung implementasi metode tahsin dalam meningkatkan kemampuan membaca AlQur’an pada siswa kelas VIII di SMP 4 Ungaran Kabupaten Semarang? Metode yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan mulai bulan November 2016 sampai dengan April 2017 di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang. Responden adalah pengampu BTA yang berjumlah 3 orang, dan 3 perwakilan siswa SMP Negeri 4 Ungaran. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan interview (wawancara) kemudian data di transkrip menjadi data yang lengkap. Implementasi metode tahsin dalam pembelajaran membaca Al-Qur’an disesuaikan dengan tingkat bacaan siswa. Dan tetap menggunakan strategi dan metode pembelajaran. Strategi Pembelajaran yang dimaksud adalah secara Individual, klasikal individual, klasikal baca simak, metode tutor sebaya, dan metode pemberian tugas. Faktor penghambat : masih banyaknya peserta yang kemampuan bacaan Al-Qur’an masih terbata-bata, kurangnya ketertarikan untuk mendalami bacaan Al-Qur’an, bacaan siswa yang belum sesuai tajwid, harga jilid tahsin lebih mahal. kurangnya tenaga pendidik, kurangnya waktu pembelajaran, sarana prasarana. Faktor pendukung, diantaranya: faktor internal: faktor yang muncul dari pribadi siswa sendiri, dan faktor eksternal, yaitu faktor keluarga, institusional, lingkungan sekolah.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... ii PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................................... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................. iv MOTTO ...................................................................................................................v PERSEMBAHAN ................................................................................................. vi KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii ABSTRAK ............................................................................................................ ix DAFTAR ISI ...........................................................................................................x DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .....................................................................................1 B. Fokus Penelitian ..................................................................................................8 C. Tujuan Penelitian ................................................................................................8 D. Kegunaan Penelitian ..........................................................................................8
E. Penegasan Istilah ...............................................................................................10 F. Metode Penelitian .............................................................................................14 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ........................................................................12 2. Kehadiran Peneliti .............................................................................................13 3. Lokasi Penelitian ...............................................................................................13
x
4. Sumber Data ......................................................................................................13 5. Prosedur Pengumpulan Data .............................................................................14 6. Analisis Data .....................................................................................................16 7. Pengecekan Keabsahan Data .............................................................................17 G. Sistematika Penulisan........................................................................................18 BAB II
: KAJIAN PUSTAKA
A.Metode Tahsin ....................................................................................................19 1. Pengertian Metode Tahsin .................................................................................19 2. Tujuan Metode Tahsin .......................................................................................27 3. Unsur-unsur Dalam Metode Tahsin ...................................................................29 B. Pembelajaran Al-Qur’an di SMP 4 Ungaran Kabupaten Semarang ................41 1. Pembelajaran Al-Qur’an ...................................................................................41 2. Pola Pembelajaran…………………………………………………………………………………………….…46 3. Teknik Mengajar Tahsin ....................................................................................52 4. Langkah-langkah Implementasi ……………………...……………………….55 5. Strategi Pembelajaran………………………………………………………….56 BAB III
: PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Paparan Data .....................................................................................................59 B. Temuan Penelitian .............................................................................................66 1. Implementasi Metode Tahsin dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an. ........66 2. Faktor Penghambat dan Pendukung Implementasi Metode Tahsin ...................71
xi
BAB IV
: ANALISA DATA
A. Implementasi Metode Tahsin dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an. .......76 B. Faktor Penghambat dan Pendukung Implementasi Metode Tahsin ..................81 BAB V
: PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................................85 1. Implementasi Metode Tahsin dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an….…85 3. Faktor Penghambat dan Pendukung Implemntasi Metode Tahsin…………….85 B. Saran…………………………………………………………………………..86 C. Penutup………………………………………………………………………..86 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
TABEL 3.1 Data Guru Ekstra BTA di SMP Negeri 4 Ungaran TABEL 3.2 Data jumlah siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Ungaran TABEL 3.3 Daftar Responden BAGAN STRUKTUR ORGANISASI SMP NEGERI 4 UNGARAN
xiii
DAFTAR LAMPIRAN 1. Daftar Riwayat Hidup 2. Lembar Konsultasi 3. Pedoman wawancara 4. Dokumentasi Observasi
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan
Islam
merupakan
suatu
sistem
pendidikan
yang
memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, sehingga dengan mudah membentuk hidupnya sesuai ajaran Islam. Materi yang diajarkan dalam pendidikan Islam adalah materi tentang agama Islam yang berupa: fiqh, hadist, dan salah satunya adalah Al-Qur‟an. Al-Qur‟an merupakan sumber utama dalam hukum Islam. Salah satu yang wajib diajarkan adalah segala hal tentang Al-Qur‟an. Karena Al-Qur‟an adalah pedoman hidup manusia dan selalu dekat dengan Allah SWT. Betapa indahnya jika kita dan anak-anak kita dapat bertilawah atau membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar. Karena darinya akan terpancar indikasi keimanan seorang muslim yang dicintai Allah SWT. Dengan demikian yang harus ditata dan ditingkatkan adalah kadar iman dan takwanya kepada Allah (Mansur, 2005:7-8). Tentu tilawah Al-Qur‟an dengan baik dan benar tidaklah sulit, karena Allah SWT menurunkan Al-Qur‟an agar dijadikan sebagai pedoman hidup bagi manusia, yang secara otomatis bermakna. Dia menjadikannya sebagai Kitab yang mudah dipelajari isi, bahasa, cara membaca, menghafal, dan mengamalkannya.
1
Tentu kemudahan yang dijanjikan-Nya bukan berarti tanpa usaha atau ikhtiar, Seperti firmanNya:
“Orang-orang Yang Kami berikan Kitab kepada mereka, sedang mereka membacanya Dengan sebenar-benar bacaan (tidak mengubah dan memutarkan maksudnya), mereka itulah orang-orang Yang beriman kepadanya; dan sesiapa Yang mengingkarinya maka mereka itulah orangorang Yang rugi(Al-Baqarah:121)(Terjemah Al-Qur‟an, hlm 19)
dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) – Al-Qur‟an sebagai roh (yang menghidupkan hati perintah kami; Engkau tidak pernah mengetahui (sebelum diwahyukan kepadamu): apakah Kitab (Al-Qur‟an) itu dan tidak juga mengetahui apakah iman itu; akan tetapi Kami jadikan Al-Qur‟an: cahaya Yang menerangi, Kami beri petunjuk dengannya sesiapa Yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya Engkau (Wahai Muhammad) adalah memberi petunjuk Dengan Al-Qur‟an itu ke jalan Yang lurus (Assyura: 52)(Terjemah Alqur‟an, Halm 369). Muhammad Ibnu Jazari Assyafi‟i dalam syairnya mengatakan:
ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ص َل ْ َواْأل َ َخ ُذ بِالت ْج ِويْد َحتْ ٌم ََل ِزٌم َم ْن ََلْ ُُيَ ِود اَلْ ُق ْرآ َن آثٌ ألَنهُ بِه ا ِْللَهُ اَنَْزََل َوَه َك َذا منْهُ الَْيه َو
“Membaca Al-Qur‟an dengan tajwid hukumnya wajib, barang siapa yang membacanya tidak dengan tajwid ia berdosa, karena dengan tajwidlah Allah menurunkan Al-Qur‟an dan demikianlah Al-Qur‟an sampai kepada kita dari-Nya”(Abdurohim, 2003:6). Tak banyak orang yang tertarik pada ilmu tajwid. Selaras dengan sedikitnya orang yang ingin bisa membaca Al-Qur‟an dengan benar; sesuai kaidah tajwid, tepat makhraj dan sifat hurufnya, serta sebagaimana Al-
2
Qur‟an diturunkan. Banyak yang menganggap, sekedar membaca Al-Qur‟an sudah cukup. Sehingga, banyak orang yang ”lancar” membaca Al-Qur‟an, namun banyak kesalahannya dari sisi tajwid. Padahal, Allah SWT berfirman:
“Dan bacalah Al-Quran Dengan Muzammil:4)(Terjemah Al-Qur‟an, Halm 574).
"Tartil"(Al-
ف ِ ْٛ ُلُٛ ٌْرفَحُ ا ِ ُْٚ ُذ ا ٌْ ُحر٠ْ ِٛ ْ ذَجَٛ ُ٘ ًُ ١ْ ِاٌرَّرْ ذ ِ َِعَٚ ف
“Tartil ialah membaguskan huruf-hurufnya dan mengetahui tempat-tempat keluarnya”(Syarh Manzumah Al-Jazariyah, hlm 13). Ilmu tajwid adalah ilmu praktik. Ia tak sekedar teori. Mungkin banyak orang yang menguasai teori tajwid, tetapi jika ia tak membaca Al-Qur‟an secara talaqqi dan musyafahah berhadapan langsung dengan guru atau syaikh yang sanadnya bersambung dengan Rasulullah SAW secara intensif, sesungguhnya itu tak banyak berarti. Laksana ilmu bela diri, jika hanya mempelajari dari buku tanpa pernah praktik dan belajar langsung dari orang yang menguasainya, niscaya hasilnya tidak akan maksimal. Tolak ukur kualitas kebaikan seorang muslim adalah sejauh mana upaya dan usahanya dalam mempelajari dan mengajarkan Al-Qur‟an. Rasulullah SAW bersabda: ٜاٖ اٌثخارٚر.َُّٗ ٍَّع َ َٚ
ْآ َ ْ ُر ُو ُْ َِ ْٓ ذَ َعٍَّ َُ ا ٌْمُر١ْ َخ
"Sebaik-baiknya kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur‟an dan mengajarkannya.”(HR. bukhari)(Bab Keutamaan Alqur‟an, Halm 66)
3
SMP Negeri 4 Ungaran adalah satu-satunya sekolah yang mengadakan ekstra BTA dari semua sekolah negeri yang ada di kecamatan Ungaran. Dan satu-satunya sekolah negeri yang berbasis PAI (Pendidikan Agama Islam). Mengapa demikian? karena meskipun sekolah SMP 4 Ungaran itu Negeri dan banyak siswa atau guru yang non muslim, tetapi dicetak sedemikian rupa menjadi sekolah yang menitikberatkan agama Islam. Tentunya, seperti diadakan penyambutan murid oleh semua guru setiap pagi untuk bersalam sapa dengan para siswanya, pembacaan Asmaul Husna sebelum memulai kegiatan belajar mengajar (KBM), kajian Islami untuk guru yang diadakan seminggu sekali bagi guru yang muslim sedangkan guru nonmuslim tetap menghormati dan menghargai, pengadaan infak sosial untuk pembelian hewan qur‟ban di setiap Idul Adha, dll. Begitupun dengan BTA, BTA adalah kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan selama 1 minggu sekali setelah kegiatan belajar mengajar usai. Namun dari awal penerapan BTA, pihak sekolah hanya mengandalkan guru yang mampu membaca AlQur‟an, begitupula dengan siswanya masih banyak yang belum bagus bacaannya dan ada yang sama sekali belum mengenal huruf hijaiyyah. Metode
yang sering digunakan oleh guru
dalam proses
pembelajarannya adalah dengan menggunakan metode ceramah dan metode qaidah bagdadiyah. Soetomo menjelaskan bahwa metode ceramah biasanya digunakan untuk menyampaikan suatu informasi kepada anak secara lisan, yang dalam penggunaanya harus memenuhi
4
prinsip-prinsip metode ceramah yaitu penggunaanya harus disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai (Soetomo, 1995:146). Sesuai pemaparan di atas apabila metode ceramah diterapkan dalam mengajarkan huruf-huruf hijaiyyah dan hukum-hukum membaca Al-Qur‟an maka dirasa kurang tepat karena akan menempatkan siswa kurang aktif, sehingga dalam proses pembelajaran siswa kurang tertarik terhadap materi yang disampaikan. Hal ini dapat mengakibatkan tujuan pembelajaran dan hasil pembelajaran tidak tercapai dengan maksimal. Metode Bagdadiyah dirasa sudah tidak tepat lagi karena penyajiannya dengan cara dieja satu persatu sehingga untuk mencapai tujuan siswa mampu membaca Al-Qur‟an memerlukan waktu yang sangat lama dan penyajian bahan terkesan menjenuhkan(Depag, 1995:76). Oleh karena itu dibutuhkan penanganan serius untuk merevitalisasi metode pembelajaran pendukung pada mata pelajaran BTA. Mahfudh Shalahuddin menjelaskan suatu prinsip dalam pengajaran ditandai diutamakannya belajar dari pada mengajar, karena merupakan suatu sistem belajar mengajar, yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik (Budiyanto,1995:19). Sehingga para guru bermusyawarah dan mengambil keputusan untuk mengambil guru ekstrakurikuler dari luar sekolah yang berijazah tahsin atau bacaan Al-Qur‟annya sudah bagus dan benar. Guna mempelajari pembelajaran pasif terus
5
berkembang. Penggunaan metode Tahsin dapat dipilih sebagai metode untuk membelajarkan membaca Al-Qur‟an pada mata pelajaran BTA. Metode Tahsin adalah salah satu cara untuk tilawah Al-Qur‟an yang menitikberatkan pada makhroj (tempat keluarnya huruf) dan ilmu tajwid. Metode ini dalam mempelajari Al-Qur‟an melalui seorang guru secara langsung atau berhadapan (Abdur Rauf, 2003:8). Metode Tahsin adalah metode yang hampir sama dengan metode qiroati yaitu metode yang membahas tentang cara pengucapan Al-Qur‟an berikut cara penyampaiannya, dan tata cara pelaksanaan dalam sistem mengajarnya dimulai dari tingkatan yang sederhana tahap demi tahap sampai pada tingkat sempurna. Metode Tahsin juga menekankan pada sifat huruf, huruf yang sudah tepat antara makhroj, tajwid, dan sifatnya akan menjaga keaslian huruf Al-Qur‟an. Sarotun(2013:3) menjelaskan bahwa menggunakan Metode Tahsin dapat memudahkan siswa dalam mempelajari Al-Qur‟an, karena Model penulisan dan pembelajarannya dengan pendekatan makharijul huruf (tempat keluar huruf), tidak berdasarkan huruf hijaiyah, sehingga akan memudahkan siswa untuk mempelajarinya. Karena mempelajari hurufhuruf yang sama tempat keluarnya, dan disusun berdasarkan kedekatan bacaan-bacaan,
sehingga
memudahkan
siswa/santri
untuk
mempraktekkan sesuai dengan hukum tajwid. Penyusunannya dimulai dengan huruf-huruf yang lebih mudah untuk dipelajari, sehingga siswa/santri akan termotivasi untuk semangat belajar. Penulisan huruf
6
dalam metode Tahsin menggunakan rosm utsmani sehingga sejak awal siswa dibiasakan dengan Al-Qur‟an standar, dan ini akan memudahkan mereka membaca Al-Qur‟an. Pembelajaran membaca Al-Qur‟an atau BTA di SMP Negeri 4 Ungaran
sudah menggunakan Tahsin hampir 5 tahun. Dan kegiatan
ekstra ini hanya dilaksanakan oleh kelas VIII. Bacaan mereka masih di bawah standar, dari 263 siswa 20% belum mengenal huruf hijaiyyah sama sekali, 35% masih iqro‟, 45% sudah sampai Alqur‟an. Adapun yang sudah sampai Al-Qur‟an, bacaan mereka belum disertai tajwid, tinggi rendah suatu bacaan belum diperhatikan. Bagi yang belum mengenal huruf hijaiyyah maupun yang masih iqro‟ dikarenakan oleh sebab-sebab berikut: (1) Jauhnya lokasi TPA (2) Kesibukan orangtua yang tidak sempat mengajar ngaji anak (3) Tidak ada waktu untuk mengaji karena pulang sekolah ada kegiatan les, (4) Anak sudah sibuk dengan media sosial dan mulai enggan mengaji. Berdasarkan faktor-faktor di atas, penulis terdorong untuk melakukan penelitian pada mata pelajaran Baca Tulis Al-Qur‟an pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Ungaran Kab. Semarang. Dengan judul “Implementasi Metode Tahsin Dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur‟an Di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2016/2017”.
7
B. Fokus Penelitian Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka yang menjadi fokus penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana penerapan metode Tahsin dalam pembelajaran membaca Al-Qur‟an pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang?
2.
Apa faktor penghambat dan pendukung implementasi metode Tahsin dalam pembelajaran membaca Al-Qur‟an pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang?
C. Tujuan Penelitian Dari fokus penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan penerapan metode Tahsin dalam pembelajaran membaca Al-Qur‟an pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang. 2. Untuk
mendeskripsikan
faktor
penghambat
dan
pendukung
implementasi metode Tahsin dalam pembelajaran membaca Al-Qur‟an pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang. D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menggali informasi tentang bacaan siswa dalam membaca Al-Qur‟an. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
8
1. Manfaat Teoritis a. Untuk menambah khazanah keilmuan b. Sebagai kontribusi ilmiah dan sumbangan informasi bagi mereka yang melakukan penelitian seputar metode Tahsin Al-Qur‟an. c. Sebagai kontribusi ilmiah dan sumbangan informatif bagi pendidikan agama Islam terutama kalangan tingkat SMP sederajat. 2. Manfaat Praktis a. Kepala Sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman oleh SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang, sebagai bahan pertimbangan
dalam
meningkatkan
mutu
dan
kualitas
pembelajaran. b. Guru Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman oleh para guru di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang untuk meningkatkan mutu bacaan Al-Qur‟an siswa. c. Peserta didik Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman oleh para siswa/siswi di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang dalam upaya meningkatkan kualitas bacaan Al-Qur‟an siswa.
9
E. Penegasan Istilah Fokus dalam penelitian ini adalah menerapkan metode Tahsin dalam pembelajara Al-Qur‟an. Sebelum membahas lebih dalam maka akan diberikan penjelasan dan batasan pada istilah-istilah dalam judul penelitian tersebut: 1. Metode Tahsin Tahsin menurut bahasa berasal dari kata kerja (ْٕا١س ِ ْذَح-ُِّٓ ُ َحس٠-ََّٓ ) َحس yang artinya memperbaiki, menghiasi, membaguskan, memperindah, atau membuat lebih baik dari semula. Kata ini sering digunakan sebagai sinonim dari kata tajwid yang berasal dari (ْذا٠ِٛ ْ ذَج- ُدِّٛ ج َ ُ٠ - َدَّٛ ) َجyang bermakna memperbagus atau memperbaiki. Sedangkan menurut istilah adalah:
َُّٗ ُِ ْسرَ َحمَٚ َُّٗاج َِ َع اِ ْعطاَئِ ِٗ َحم ٍ ْاِ ْخراَ ُج ُوًِّ َحر ٍ ف ِِ ْٓ َِ ْخ َر "Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan memberi hak dan mustahaknya”.
Yang dimaksud dengan hak huruf adalah sifat asli yang selalu bersama dengan huruf tersebut, seperti Al Jahr, Isti‟la‟, istifal dan lain sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan mustahaq adalah sifat yang nampak sewaktu-waktu, seperti tafkhim, tarqiq, ikhfa‟ dan lain sebagainya (Abdur Rauf, 2014:17). Metode Tahsin adalah salah satu cara untuk tilawah Al-Qur‟an yang menitikberatkan pada makhroj (tempat keluarnya huruf), sifat-sifat huruf dan ilmu tajwid. Metode ini melalui talaqqi (bertemu langsung)
10
dan musyafahah (pembetulan bibir saat membaca) berhadapan langsung dengan guru atau syaikh yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW(Abdur Rauf, 2003:8). 2. Pembelajaran Membaca Al-Qur‟an Menurut E. Mulyasa (2003:100), pembelajaran pada hakekatnya adalah interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Membaca Al-Qur‟an adalah pembacaan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril, yang merupakan mu‟jizat, yang diriwayatkan secara mutawatir (berangsur-angsur) yang ditulis di mushaf (lembaran) dan membacanya adalah ibadah (Syarifudin, 2008:16). Pembelajaran membaca Al-Qur‟an adalah upaya untuk membelajarkan Al-Qur‟an (sebagai sumber hukum, pedoman hidup, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya) pada peserta didik. Metode Tahsin adalah metode yang hampir sama dengan metode qiroati yang disusun oleh H. Ahmad Dahlan Salim Zarkasyi, Semarang. Tata cara pelaksanaan dalam sistem mengajarnya dimulai dari tingkatan yang sederhana tahap demi tahap sampai pada tingkat sempurna, dengan cara membaca Al-Qur‟an yang langsung memasukkan dan mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid, sistem pendidikan dan pengajaran melalui sistem yang berpusat pada murid dan kenaikan jilid tidak ditentukan oleh bulan atau tahun dan tidak
11
secara klasikal, tetapi secara individual. Bedanya adalah metode qiroati mempunyai 10 jilid sedangkan metode Tahsin hanya 4 jilid. Pengenalan nama-nama huruf hijaiyyah metode qiroati secara acak sedangkan metode tahsin berdasarkan kedekatan bacaan-bacaan, Jika metode qiroati menekankan prinsip CLB (lancar, cepat, benar), Metode Tahsin secara diayun dan pelan-pelan membacanya dengan cara tahqiq(lambat), tartil(agak cepat). F. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara ilmiah yang dapat digunakan untuk melakukan kegiatan dan usaha untuk menemukan dan mengembangkan serta menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan metode. Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Margono, 2012:36). Pengambilan
metode
ini
adalah
untuk
mengetahui
bagaimana
pembelajaran membaca Al-Qur‟an di SMP Negeri 4 Ungaran dengan menerapkan metode Tahsin. 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan antropologi yaitu kegiatannya terdiri atas upaya teratur mengamati, merinci, memberikan, mencatat, dan menguraikan pola kebudayaan suatu masyarakat di lingkungan alaminya (Margono, 2012:108).
12
Penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan penerapan metode Tahsin. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik kualitatif yaitu penelitian yang
menjelaskan
realitas
yang
ada
di
lapangan
kemudian
menganalisisnya dengan cara memaparkan atau mendeskripsikan dengan kata-kata atau kalimat.
2.
Kehadiran Peneliti Peneliti bertindak sebagai instrumen dan pengumpul data. Dalam penelitian ini, peneliti secara langsung datang ke lapangan. Sehingga mendapat data yang riil dan akurat.
3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini tepatnya di SMP Negeri 4 Ungaran yang berada di Jl. Erlangga III/4, Langensari Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. 4. Sumber Data Penelitian ini dapat memperoleh informasi data dari beberapa literatur buku maupun jurnal sebagai bahan teoritik dan memperoleh sumber informasi riil dari proses data observasi dan wawancara yang peneliti lakukan secara langsung kemudian dianalisis. Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: a. Sumber Data Primer Sumber data primer yaitu sumber data yang berkaitan langsung berkaitan dengan obyek riset (Arikunto, 1989:10). Data primer dalam
13
penelitian ini adalah perilaku subyek peneliti yang diperoleh dari hasil wawancara dan hasil observasi b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber-sumber data primer. Data sekunder dalam hal ini adalah buku dan penelitian orang lain yang berkaitan dengan metode Tahsin. 5. Prosedur Pengumpulan Data Untuk
mengumpulkan
data
yang
diperlukan
sebagai
bahan
pembahasan dan analisis, dalam penelitian ini digunakan metode-metode pengumpulan data sebagai berikut: a. Wawancara Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara melakukan tanya-jawab tatap muka (langsung) dengan responden atau informan (Singarimbun, 1989:192). Metode ini digunakan untuk menghimpun data tentang: (1) Profil SMP Negeri 4 Ungaran yang menjadi lokasi penelitian, (2) Implementasi metode Tahsin dalam Pembelajaran membaca Al-Qur‟an, (3) Pemahaman siswa terhadap bacaan Al-Qur‟an melalui metode Tahsin, (4) Pelaksanaan metode Tahsin (6) Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan metode Tahsin. Wawancara untuk memperoleh data tentang hal-hal tersebut di atas dilakukan dengan para siswa dan para guru BTA SMP Negeri 4
14
Ungaran Kabupaten Semarang dan instansi-instansi terkait. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah: (1) Bapak Ibu guru BTA yang dipilih oleh peneliti untuk mewakili semua guru BTA di SMP 4 Ungaran. Bentuk wawancara adalah wawancara bebas terbatas; peneliti hanya menyiapkan dan berbekal tema-tema wawancara, sementara pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dikembangkan dalam proses wawancara. Dalam pelaksanaannya, wawancara dilakukan dalam gaya percakapan informal. Transkripsi hasil wawancara dibuat segera setelah wawancara selesai. b. Observasi Observasi adalah metode pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung pada subyek dan obyek penelitian (Surakhmad, 1994:162). Teknik ini digunakan, pertama-tama untuk melakukan cross-check atas data yang diperoleh melalui wawancara dan dokumen. Tetapi metode ini juga digunakan untuk memperoleh data yang tidak terekam lewat wawancara dan dokumentasi, seperti tentang kondisi lingkungan fisik di SMP Negeri 4 Ungaran, Kabupaten Semarang, fasilitas dan kondisi di SMP Negeri 4 Ungaran, Kabupaten Semarang. Metode observasi yang digunakan adalah metode observasi partisipan pasif, yakni peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut (Sugiono, 2010:227). Selain itu juga menggunakan metode observasi terstruktur, yaitu
15
observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang akan diamati, di mana tempatnya (Sugiono, 2008:203). Obyek yang di observasi adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Ungaran. c. Dokumentasi Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan membaca dan mencatat dokumen-dokumen yang relevan dengan pokok permasalahan penelitian (Arikunto, 2002:135). Teknik ini digunakan untuk memperoleh data tentang sumber tertulis tambahan yang relevan dengan nama dan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan para siswa di SMP Negeri 4 Ungaran. 6. Analisis Data Analisis data adalah upaya menata secara sistematis, catatan hasil wawancara, dukumentasi, dan observasi untuk meningkatkan pemahaman peneliti mengenai kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain (Muhadjir, 2002:142). Data yang terkumpul pertama disaring,
kemudian
disusun
dalam
kategori-kategori,
dan
saling
dihubungkan. Melalui proses inilah penyimpulan dibuat (Matthew.dkk, 1992:15-16). Dengan demikian langkah-langkah analisis data meliputi: (1) Penyaringan data, (2) Kategorisasi data, (3) saling menghubungkan data, dan (4) penarikan kesimpulan. Dalam analisis data dengan langkah-langkah tersebut di atas digunakan metode deskriptif analitik. Maksud metode deskriptif adalah menguraikan secara teratur realitas fenomena (data) sebagaimana adanya
16
(Muhadjir, 2002:93). Selanjutnya, berdasarkan uraian data secara sistematis tersebut kemudian diupayakan untuk membangun generalisasi (Muhadjir, 2002:178) guna menghasilkan konstruk-konstruk teoritis mengenai penerapan metode Tahsin di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang. 7. Pengecekan Keabsahan Data Pengecekan keabsahan data dilakukan agar memperoleh hasil yang valid dan dipertanggungjawabkan dan dipercaya oleh semua pihak. Dalam pengecekan keabsahan data peneliti menggunakan beberapa cara yaitu: a. Perpanjangan
pegamatan,
peneliti
melakukan
perpanjangan
pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. b. Kehadiran peneliti di lapangan, peneliti berperan aktif dalam memperoleh
data-data
yang
diperlukan,
dengan
melakukan
wawancara, observasi, dan dokumentasi. c. Observasi yang diperdalam, peneliti bukan hanya sebagai pengamat dan pencari sumber data, tetapi terjun langsung ke lokasi pembelajaran. d. Triangulasi, diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, cara dan waktu. Dalam hal ini peneliti menggunakan dua jenis pendekatan yaitu triangulasi sumber dan tringulasi teknik.
17
1) Triangulasi sumber, menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber (sumber satu dengan yang lain). 2) Triangulasi teknik, menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda (Sugiono, 2010: 369-372). G. Sistematika Penelitian Dalam penelitian skripsi ini, penulis menyusun sistematikanya sebagai berikut: Bab I, Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Metode penelitian. Bab II, Kajian pustaka tentang Pengertian Metode Tahsin dan Metode Pembelajaran Al-Qur‟an di SMP 4 Ungaran Kab. Semarang. Bab III, Membahas tentang gambaran umum implementasi metode Tahsin dalam meningkatkan kemampuan siswa membaca Alqur‟an di SMP 4 Ungaran Kabupaten Semarang tahun 2016-2017. Bab IV, Analisis tentang implementasi metode Tahsin dalam meningkatkan kemampuan siswa membaca Al-Qur‟an. Bab V, Penulis membuat penutup berisi kesimpulan dan saran-saran sebagai bahan masukan dalam dunia pendidikan.
18
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Tahsin 1. Pengertian Metode Tahsin Secara bahasa metode tahsin terdiri dari dua suku kata, metode dan tahsin. Metode sendiri berasal dari bahasa Yunani “metodos” yang terdiri dari “metha” berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode diartikan sebagai suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan (Armai Arif, 2002:40). Metode adalah cara yang sistematik yang digunakan untuk mencapai tujuan (Pasaribu, 1983:18). Sedangkan menurut Soejono (1990:136) metode adalah cara menyajikan bahan pengajaran. Menurut Surakhmad (1995:58) metode adalah cara yang memberikan jaminan tertinggi akan tercapainya tujuan itu dengan sebaikbaiknya, sedangkan metode menurut Usman (2002:4) adalah cara untuk mencapai tujuan, pendapat Usman sama pengertiannya dari pendapat dari Surakhmad, bahwa metode sama-sama mencari cara untuk mencapai tujuan, akan tetapi terdapat sedikit perbedaan, menurut Surakhmad metode harus mempunyai target/ jaminan tertinggi akan tercapainya tujuan, sedangkan menurut Usman metode tidak mempunyai target, dengan kata lain yang terpenting guru mempunyai cara untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak didiknya. Adapun pendapat lain yang mendukung mengenai pengertian metode yaitu menurut Sudarmanto (1993:111). Metode adalah 19
cara atau alat mendapatkan pengetahuan dan mencapai kebenaran ilmiah/metodologi. Pendapat Sudarmano ini berbeda dengan pendapat sebelumnya, karena menekankan pada cara mendapatkan pengetahuan dan mencapai kebenaran ilmiah, bukan cara menyajikan bahan pelajaran. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran ke anak didik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan sebaik-baiknya. Berbeda dengan makna metode, Tahsin berasal dari kata kerja (ْٕا١س ِ ْذَح-ُِّٓ ُ َحس٠-ََّٓ ) َحسyang artinya memperbaiki, menghiasi, membaguskan, memperindah, atau membuat lebih baik dari semula (Annuri: 2016:3). Tahsin sering digunakan sebagai sinonim dari kata tajwid yang berasal dari (ْذا٠ِٛ ْ ذَج- ُدِّٛ ج َ ُ٠ - َدَّٛ ) َج. Tajwid merupakan bentuk masdar, dari fi‟il madhi ”jawwada” yang berarti membaguskan, menyempurnakan , memantapkan. Tajwid menurut bahasa adalah ِّ ِذ١ج َ ٌْ خ ِتا ِ َ َا١ِ اَألذyang berarti memberikan dengan baik (Annuri, 2016:17). Sedangkan menurut istilah adalah:
َُّٗ ُِ ْسرَ َحمَٚ َُّٗاج َِ َع اِ ْعطاَئِ ِٗ َحم ٍ ْاِ ْخراَ ُج ُوًِّ َحر ٍ ف ِِ ْٓ َِ ْخ َر "Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan memberi hak dan mustahaknya”. Yang dimaksud dengan hak huruf adalah sifat asli yang selalu bersama dengan huruf tersebut, seperti Al Jahr, Isti‟la‟, istifal dan lain sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan mustahaq adalah sifat yang nampak sewaktu-waktu, seperti tafkhim, tarqiq, ikhfa‟ dan lain sebagainya
20
(Abdur Rauf, 2014:17). Tahsin selalu identik dengan tilawah. Tilawah sendiri berasal dari kata جَٚ ذِ َل-ْٛ ٍَُ ْر٠-َ ذ ََلyang artinya bacaan, dan ِْ جُا ٌْمُرْ آَٚ ذِ َل artinya bacaan Al-Qur‟an. Tilawah secara istilah:
َاِٙ آ َدائِٝ فَُّٝٔرَأ٠َٚ َاَٙفُْٚ ُِّٓ ُحر١َج ذُثَٚ ذُُٗ ذِ َلَٚ ذِ َل:جُ اِصْ ِط َلحاَٚ اٌرِّ َل ْٝٔ ُِْ ا ٌْ َّ َعاَٙ فٌَِٝ اَٝٔ َْ اَ ْدْٛ َ ُى١ٌِ Membaca Al-Qur‟an dengan bacaan yang menjelaskan huruf-hurufnya dan berhati-hati dalam melaksanakan bacaannya, agar lebih mudah memahami makna yang terkandung di dalamnya(Fathul Bari, hlm 707). Tahsin tilawah adalah upaya memperbaiki dan membaguskan bacaan Al-Qur‟an (Annuri, 2016:3). Tilawah Al-Qur‟an adalah salah satu sarana untuk mendekatkan diri, dan beribadah kepada Allah SWT. Membaca dengan tartil bagi setiap muslimin dan muslimat, fardhu „ain hukumnya:
“…dan bacalah Al-Quran muzammil:4)(Terjemah Al-Qur‟an, hlm 574).
Dengan
"Tartil"(Al-
Pada hakikatya tilawah bukanlah hal yang sederhana, namun dalam ber tilawah seorang qori‟(pembaca) dituntut untuk menjaga keaslian (ashalah) bacaan Al-Qur‟an seperti yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui jibril. Allah SWT berfirman:
“apabila Kami telah menyempurnakan bacaannya (kepadamu, Dengan perantaraan Jibril), maka bacalah menurut bacaannya itu”(Al-Qiyaamah:18)(Terjemah Al-Qur‟an, hlm 577).
21
Karena itu, Rasul pun menunjuk dan memberi kepercayaan kepada beberapa orang sahabat bentuk mengajarkannya, di antara mereka adalah Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka‟ab, dan Salim Maula Abi Hudzaifah. Para sahabat kemudian mengajarkan kepada para Tabi‟in, dan demikian seterusnya Al-Qur‟an diajarkan turun temurun dalam keadaan asli tanpa terkurangi huruf-hurufnya, sampai kalimat-kalimatnya, bahkan sampai teknis membacanya. Untuk menjaga keaslian Al-Qur‟an, ulama‟ menjaga sanad Al-Qur‟an (runtutan para pengajar Al-Qur‟an sejak zaman Rasul hingga sekarang). Maka tidak heran kalau Imam Aljazari mewajibkan kepada setiap muslim untuk membaca dengan tajwid atau tahsin, karena hal ini merupakan penjagaan terhadap keaslian Al-Qur‟an. Karena itulah, metode asasi dan asli dalam mempelajari Al-Qur‟an adalah dengan metode Talaqqi yaitu mempelajari Al-Qur‟an melalui seorang guru secara langsung atau berhadap-hadapan, dimulai dari surat Al-Fatihah sampai An-Naas. Mengingat terbatasnya jumlah orang-orang yang menguasai Al-Qur‟an terutama dalam hal tilawah, maka ulama‟ ahli qira‟at meletakkan kaidahkaidah cara membaca yang baik dan benar yang disebut tajwid (Abdur Rouf, 2014:9-11). Ulama‟ yang pertama kali
menuliskan ilmu tajwid dan
membukukannya adalah Abu Muzahim al Khaqani. Nama aslinya adalah Abu Musa bin Ubaidillah bin Yahya bin Khaqan. Mengenai asal dari nama al-Khaqani ada yang berpendapat bahwa itu adalah nama marga (gelar 22
kebangsawanan) dari kerajaan Turki dan adapula yang mengatakan bahwa nama itu dinisbatkan pada kakeknya. Di lingkungan tempat ia bermukim, ia memiliki gelar al-Khaqani al-Alim al-Baghdadi al-Muqri. Beliau lahir pada tahun 248 H, umurnya ketika ayahnya wafat kira-kira 15 tahun, al-Khaqani berasal
dari
keluarga
yang berkecimpung di
kementerian dalam
pemerintahan Dinasti Abbasiyyah, ayahnya Ubaidiillah adalah seorang menteri di masa pemerintahan khalifah al-Mutawakkil (Ja‟far bin Mu‟tasim bin Rasyid) wafat pada tahun 247 H. Jabatan ayahnya masih berlanjut pada masa pemerintahan khalifah Ahmad bin Ja‟far al-Mutawakkil (Ghanim Qadduri, 2002). Keterangan tentang ulama‟ penulis tajwid tersebut diperkuat oleh perkataan imam ibnul jazari “Dialah orang yang pertama kali menulis tentang tajwid” para ulama‟ pun menyebut kitab yang ditulis oleh Abu Muzahim dengan nama Al Qashidah al Khaqaniyah. Apa yang dilakukan oleh Muzahim benar-benar bermanfaat terutama dalam mempelajari AlQur‟an secara benar. Bahkan setelah itu, bermunculan beberapa ulama‟ lainnya yang menuliskan ilmu serupa. Mereka antara lain: (1) Abul Hasan Ali bin Ja‟far Muhammad As Sa‟idi ar Razi, wafat pada 410 H, kitab beliau bernama At Tanbih „ala al Lahnil Jaily wal Lahnil Khafiy, (2) Abu Muhammad Makki bin Abu Thalib al Qaisi wafat pada 437 H dengan kitabnya yang berjudul ar Riayah li tajwidil Qiraah wa Tahqiqi Lafzhit Tilawah. Kemudian Abu Umr Utsman bin Said ad Dhani, kitabnya adalah at Tahdid fil Itqan wattajwid. Semenjak itu ilmu yang berkaitan dengan
23
makharijul
huruf
dan
sifat-sifatnya
dikenal
dengan
nama
Ilmu
Tajwid(www.kabarmakkah.com/2016/04/ulama-yang-pertama-kalimenemukan-dan-menulis-ilmu-tajwid.html. Ilmu tajwid adalah ilmu praktik. Ia tak sekedar teori. Mungkin banyak orang yang menguasai teori tajwid, tetapi jika ia tak membaca AlQur‟an secara talaqqi dan musyafahah berhadapan langsung dengan guru atau syaikh yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW, sesungguhnya itu tak banyak berarti. Laksana ilmu bela diri dan bahasa (arab atau inggris misalnya), jika hanya mempelajari dari buku tanpa pernah praktik dan belajar langsung dari orang yang menguasainya, niscaya hasilnya tak akan maksimal. Ada banyak ragam bacaan Al-Qur‟an. Rasulullah mengatakan bahwa Al-Qur‟an ini diturunkan dalam tujuh huruf. Tujuh huruf ini bukan berarti tujuh macam bacaan. Karena menurut para ulama‟, angka tujuh disini bukanlah bilangan tertentu dalam arti sebenarnya, melainkan untuk menunjukkan suatu jumlah yang banyak. Ia mempunyai makna; keringanan, kemudahan, dan keluasan. Maksudnya karena bangsa arab waktu itu) terdiri dari banyak suku dan kabilah, dimana masing-masing mempunyai sejumlah perbedaan dalam kosa kata dan logat, maka sangat terbuka kemungkinan adanya perbedaan dalam bacaan. Dan inilah fleksibelitas Al-Qur‟an. Dari sini muncullah istilah qiraat sab‟ah 9bacaan Al-Qur‟an yang tujuh) dan qiraat asyrah (bacaan Al-Qur‟an yang sepuluh). Istilah qiraat ini disandarkan kepada imamnya dan masing-masing imam mempunyai dua orang perowi yang meriwayatkan qiraat gurunya. Beberapa
24
abad kemudian, muncullah seorang imam besar qiraat; imam Al-Hafizh Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Yusuf Aljazari adDamasyqi Asy-Syafi‟I As-Salafi(w. 833 H), yang terkenal dengan nama Ibnul Jazari. Dimana dalam dunia qiraat, beliau digelari sebagai syaikhul qurra‟ (syaikhnya para qari‟) dan khatimatul muhaqqiqin (penutup para muhaqqiq/ulama peneliti). Beliau menulis kitab manzumah (kitab berbentuk qasidah) berjudul “Ad-Durrah Al-Mudhiyyah fi Al-Qira‟at Ats-Tsalats AlMutammimah li Al-Asyrah. Kitab ini melengkapi qira‟at sab‟ah sebelumnya sehingga genap menjadi qiraat asyrah (qiraat yang sepuluh). Lalu, Ibnul Jazari kembali menulis kitab dua jilid tebal berjudul An-Nasyr fi Al-Qira‟at Al-Asyr yang menghimpun semua qira‟at mutawatir yang terdapat dalam Asyathibiyah dan Ad-Durrah dengan semua thariqnya yang jumlahnya mencapai 980 thariq. Kemudian kitab An-Nasyr ini beliau ringkas dalam kitab kecil berbentuk qasidah yang berjudul “Thayyibatun An-Nasyr fi AlQira‟at Al-Asyr. Selanjutnya, bacaan Al-Qur‟an atau qiraat yang berdasarkan kitab ini pun dikenal sebagai thariq Athayyibah. Selain sejumlah kitabdalam ilmu qira‟at, beliau juga mempunyai beberapa kitab tajwid, di antaranya, yaitu: At-Tahmid fi Ilmi At-Tajwid dan AlMuqaddimah fima „ala Qari‟ Al-Qur‟an An Ya‟lamah, yang lebih dikenal sebagai Matan Al-Jazariyah, dua kitab ini bisa dibilang merupakan rujukan utama para ulama‟ tajwid yang datang setelah beliau (Annuri, 2016).
25
Metode tahsin ini ditulis dan dibukukan oleh Dra. Sarotun. Beliau lahir di Kabupaten Semarang pada 17 Februari 1967 yang bertempat tinggal di Jl. Tabing III No.3 Rt.02/V Beji, Ungaran Kabupaten Semarang. Ketika waktu remaja beliau sangat gigih dalam belajar Al-Qur‟an, haus akan ilmu Al-Qur‟an, sehingga beliau banyak mengikuti pelatihan bacaan Qur‟an dengan tujuan mentahsinkan bacaannya. Kemudian beliau mengikuti program tahsin Qur‟an pada lembaga Tahfidz Adz-Dzikra Semarang. Ketekunan beliau dalam mentahsinkan bacaan Al-Qur‟an, beliau langsung menyetorkan bacaannya kepada H. Ahmad Muzammil MF. Al Hafidz, yang merupakan koordinator dan pengajar tahsin tahfidz di LTQ Al Hikmah, Mampang Jakarta Selatan, LTQ Markas Al-Qur‟an Kalisari Jakarta Timur, FHQ Nurul Hikmah, Ciputat Tangerang, dan beliau adalah juara MHQ tingkat nasional dan Internasional di Makkah. Dari pengalaman penulis (Sarotun) dalam mengikuti program tahsin Qur‟an pada lembaga Tahfidz Adz-Dzikra Semarang, dan selanjutnya ikut mengembangkannya. Dalam prakteknya penulis banyak menemukan kendala ketika berhadapan dengan peserta yang kemampuan bacaannya masih terbata-bata, dan penulis (Sarotun) menggunakan pedoman Dauroh Al-Qur‟an, ustadz Abdul Aziz Abdur Ra‟uf, LC. Al-Hafidz dimana beliau juga mengambil rujukan dari matan Al-Jazari. Dan sanad beliau urutan 29 dari Rasulullah SAW, Ketika peneliti melakukan wawancara kepada penulis, Bu Sarotun mengatakan bahwa:
26
Metode tahsin pertama kali digunakan di Indonesia tepatnya ma‟had Al-Hikmah Jakarta oleh Abdur Rauf sekitar tahun 80 an, Dauroh Qur‟an dari imam-imam Timur Tengah . Membaca Al-Qur‟an itu butuh sanad dan beliau urutan 29 dari Rasul, dari salah satu kekhawatiran beliau berinisiatif untuk membuat buku kemudian mengajarkan kepada masyarakat agar bacaan Al-Qur‟an masyarakat Indonesia lebih bagus. Dahulu sering ada Wami lembaga lsm Timur Tengah yang sering mengadakan Dauroh Qur‟an, waktu di tes kebanyakan tidak lulus terutama huruf isti‟la‟ seperti shod dan kho‟. Baca Al-Qur‟an satu huruf berpahala, ketika membaca makhrojnya benar. Karena satu huruf itu mempengaruhi artinya dalam Al-Qur‟an. Kemudian Tahsin mulai berkembang di Indonesia mulai dari tempat ke tempat. Atas dasar keprihatinan yang dalam serta keinginan untuk bisa berbuat yang terbaik dengan memberikan konstribusi bagi da‟wah dan pengembangan Al-Qur‟an, maka Sarotun menghadirkan metode Tahsin Al-Qur‟an dalam bentuk buku. Metode ini ditulis dari pengalaman penulis dalam mengikuti program Tahsin Al-Qur‟an pada Lembaga tahfidz Adz-Dzikra Semarang, dan selanjutnya ikut mengembangkannya. Dinamakan metode Tahsin berarti suatu jalan atau cara yang dilakukan untuk memperbagus, memperbaiki, memantapkan bacaan AlQur‟an agar sesuai haq dan mustahaqnya. Metode Tahsin adalah salah satu cara untuk tilawah Al-Qur‟an yang menitikberatkan pada makhroj (tempat keluarnya huruf), sifat-sifat huruf dan ilmu tajwid. Metode ini melalui talaqqi (bertemu langsung) dan musyafahah (pembetulan bibir saat membaca) berhadapan langsung dengan guru atau syaikh yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW (Abdur Rauf, 2003:8). 2. Tujuan Metode Tahsin Secara umum tujuan pembelajaran Al-Qur‟an adalah untuk menanamkan nilai-nilai ketuhanan kepada anak sejak dini sekaligus sebagai dasar dalam menghadapi problema kehidupan (Qosim, 2008:34). Selaras dengan yang disampaikan oleh Amjad Qosim dalam mengajarkan ilmu
27
membaca Al-Qur‟an, Metode Tahsin mempunyai tujuan agar dalam pengajarannya dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tuntutan ibadah sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Tujuan metode tahsin menurut (Murjito, 2000:17) adalah sebagai berikut: a. Menjaga dan memelihara kehormatan, kesucian dan kemurnian AlQur‟an dari cara membaca yang benar, sesuai kaidah tajwid sebagaimana bacaannya Nabi Muhammad SAW. b. Menyebarkan ilmu baca Al-Qur‟an yang benar dengan cara yang benar. Agar selaras dengan tujuan di atas dapat direalisasikan secara nyata, maka metode tahsin berusaha agar dalam mengajarkan ilmu baca AlQur‟an dengan cara yang benar sebagaimana contoh dari sunnah Rasulullah SAW. c. Mengingatkan kepada guru-guru Al-Qur‟an agar dalam mengajarkan AlQur‟an harus berhati-hati jangan sembarangan. Membaca Al-Qur‟an mempunyai kaidah tertentu agar ketika membacanya tidak mengalami kekeliruan makna yang akan berakibat dosa bagi para pembacanya, untuk itu para guru Al-Qur‟an harus berhati-hati dalam membaca Al-Qur‟an. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran membaca Al-Qur‟an dengan metode Tahsin adalah kualitas pendidikan atau pengajaran Al-Qur‟an dengan menyebarluaskan ilmu membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar sesuai kaidah ilmu tajwid seperti yang telah dicontohkan Rasulullah SAW.
28
3. Unsur-unsur dalam Metode Tahsin a. Makharijul huruf (Tempat-tempat keluar huruf) 1) Pengertian Makhraj ditinjau dari morfologi, berasal dari fi‟il madhi: ج ََ َخ َز yang artinya keluar. Lalu dijadikan ber-wazan َ ل ََ َه ْف َعyang bersighat isim makan, maka menjadi َ َه ْخ َزج. Bentuk jamaknya adalah َ َه َخا ِرج. Karena itu, makharijul huruf (َف ِ ) َه َخا ِرج َا ْلحز ْوyang diindonesiakan menjadi makhraj huruf, artinya: tempat-tempat keluarnya huruf. Secara bahasa, makhraj adalah: ج َِ ضع َا ْلخز ْو ِ ( َه ْوtempat keluar), sedangkan menurut istilah, makhraj adalah:
َسنَلِ ْل َو َح ِّلَالّ ِذيَي ٌْشَأَ ِه ٌََْا ْل َح ْزف ْ ُ َوَ ْا “Suatu nama tempat, yang pada tempat tersebut huruf dibentuk atau diucapkan”(Annuri, 2016:43).
Dengan demikian, makhraj huruf adalah tempat keluarnya huruf pada waktu huruf tersebut dibunyikan(Annuri, 2016:43). Untuk mengetahui makhraj suatu huruf, hendaklah huruf tersebut disukunkan atau ditasydidkan, kemudian tambahkan satu huruf hidup di belakangnya, lalu bacalah! Tatkala suara tertahan, maka tampaklah makhraj huruf dari huruf yang bersangkutan. Kaidahnya adalah:
ََِ ص ِغ َيَاِلَ ْي َ فَاَ ْوت َ سك َيَا ْل َح ْز ْ ص ِلَث َّنَت ْ ش ِّذ َدٍَ َوت ْذ ِخ َلَ َعلَ ْي ََِ َُ ْوزَةَا ْل َو ْ َاَىْ َت .َاىَ َه ْخ َزج َ ص ْوتَ َك َّ فَ َح ْيثَا ًْقَطَ َعَال
29
“Hendaklah kamu mematikan huruf atau mentasydidkannya, lalu masukkan hamzah al-washal (alif berharakat). Kemudian ucapkan (dan dengarkan). Saat suara tertahan, maka disanalah letak makhrajnya” (Annuri, 2016:21). 2) Pembagian Makhraj Huruf Menurut Imam Ibnul Jazari, makharijul huruf itu dibagi menjadi 17 (tujuh belas), ketujuh belas makhraj tersebut berada pada lima tempat, yaitu:َضعَ َاَ ْل َج ْوف َِ ضع َا ْل َح ْل َ ِّضع َالل ِ ( َه ْو1 makhraj) ق ِ ( َه ْو3 makhraj) َ اى ِ ( َه ْو10 ِ س makhraj) َ شفَتَ ْي ِي َ ضع َال ِ ( َه ْو2 makhraj)ضع َا ْل َخ ْيش ْو َِم ِ َ َه ْو
(1 makhraj)
Sedangkan secara terperinci berjumlah 17, yaitu: a)
ُ ْٛ اَ ٌْ َجyang keluar dari rongga mulut adalah huruf-huruf mad ف yakni:
ُُٚ Pengucapannya dengan memonyongkan dua bibir. ُِٞ Pengucapannya dengan menurunkan bibir bagian bawah. َُ اPengucapannya dengan membuka mulut. ُ ٍْ اَ ٌْ َحyang keluar dari tenggorokan adalah huruf-huruf: b) ك ٖ- ءKeluar dari tenggorokan bawah. ح- عKeluar dari tenggorokan tengah. خ- غKeluar dari tenggorokan atas. ُ اٌ ٍِّ َسHuruf-huruf yang keluar dari lidah sebagai berikut: c) ْا ز-س-ص-ز-ر-ظ-خ-د-ط-ي-ْ-ر-ض-ج-ش-ٞ-ن-ق
30
قKeluar dari pangkal lidah (dekat tenggorokan) dengan mengangkatnya ke atas langit-langit.
نSeperti makhraj huruf qaf namun pangkal lidah diturunkan. ج-ش-ٞ Keluar dari tengah lidah bertemu dengan langit-langit. ضKeluar dari dua sisi lidah atau salah satunya bertemu dengan gigi geraham.
يKeluarnya dengan menggerakkan semua lidah dan bertemu dengan ujung langit-langit.
ْ Keluarnya dengan ujung lidah di bawah makhraj huruf رKeluarnya dari ujung lidah, hampir sama seperti dengan memasukkan punggung lidah.
خ-د- طKeluar dari ujung lidah yang bertemu dengan gigi bagian atas.
ز-ر- ظKeluar dari ujung lidah. Ujung lidah keluar sedikit dan bertemu dengan ujung gigi depan bagian atas.
ز-س- صKeluar dari ujung lidah yang hampir bertemu dengan gigi depan bagian bawah.
َّ ٌَ اKeluar dari bibir d) ِْ َ شفَرا 31
فKeluar dari bibir bawah bagian dalam yang bertemu dengan ujung gigi seri atas.
ٚ-ب-َ Huruf mim dan ba keluar dari dua bibir yang dirapatkan, sedangkan wawu dengan memonyongkan bibir.
ُ ١ْ ا ٌْ َخYang keluar dari rongga hidung adalah huruf-huruf e) َُ ْٛ ش ghunnah (dengung). Terdapat pada tujuh tempat berikut:Ghunnah Musyaddadah, Idgham Bighunnah, Lafadz irkam ma‟ana (Idham Mutajanisain), Idgham Mitslain, Iqlab, Ikhfa‟ haqiqy, Ikhfa‟ Syafawy (Abdur Rouf, 33-38). b. Sifat-sifat Huruf Tujuan mempelajari sifat-sifat huruf adalah agar huruf yang keluar dari mulut kita semakin sesuai dengan keaslian huruf-huruf Al-Qur‟an itu sendiri. Huruf yang sudah tepat makhrajnya belum dapat dipastikan kebenarannya sampai sesuai dengan sifat aslinya. Ketika seseorang mensukunkan huruf pada suatu lafadz, boleh jadi lidahnya sudah tepat pada posisinya, namun belum dikatakan benar hingga ia mengucapkannya sesuai dengan sifatnya. Contoh pengucapan lafadz masjid baru sesuai dengan sifatnya apabila huruf Dal sudah diqalqalahkan. Sifat-sifat huruf dalam Al-Qur‟an terbagi menjadi dua, yaitu: Sifat yang memiliki lawan kata, sifat yang tidak memiliki lawan kata.
32
1) Sifat-sifat yang memiliki lawan kata
a) َُ ّْسٌْٙ َ اx ُْرٙاَ ٌْ َج َُ ّْسٌْٙ َ اmenurut bahasa adalah suara yang samar, sedangkan menurut istilah adalah pengucapan yang disertai keluarnya nafas. Hurufnya berjumlah 10, yakni:
خ-ن-س-ص-خ-ش-ٖ-ز-ح-ف ْرٙ اَ ٌْ َجmenurut bahasa artinya jelas, sedangkan menurut istilah adalah pengucapan huruf yang tidak disertai dengan keluarnya nafas. Hurufnya ada 18 yaitu selain huruf-huruf
َُ ّْسٌْٙ َا b) ُ اٌَ ِّش َذجx ُجَٚ اٌَ َّرخَا ُ اٌَ ِّش َذجmenurut bahasa artinya kuat, sedangkan menurut istilah adalah pengucapan huruf dalam keadaan suara yang tertekan karena sangat bergantung kepada makhrajnya. Hurufnya berjumlah 8, yaitu: خ-ن-ب-ط-ق-د-ج-أ
ُجَٚ اٌَ َّرخَاmenurut bahasa adalah lemah. Sementara menurut istilah adalah pengucapan huruf yang disertai terlepasnya suara dengan bebas, karena tidak terlalu bergantung kepada
ِّ ٌَا makhrajnya. Hurufnya selain ُش َذج ْ اَ ِإلx اَ ِإل ْس ِرفا ُي c) س ِر ْعلَ ُء
33
اَ ِإل ْسرِ ْعلَ ُءmenurut bahasa artinya terangkat, sedangkan menurut istilah adalah pengucapan huruf yang disertai terangkatnya lidah ke atas langit-langit. Hurufnya berjumlah 7, yaitu:ظ-ق-ط-غ-ض-ص-خ
ُ اَ ِإل ْسرِفايmenurut bahasa artinya menurun, sedangkan menurut istilah adalah pengucapan huruf disertai turunnya lidah dari
ْ اَ ِإل. langit-langit. Hurufnya ada 21 yaitu selain huruf سرِ ْعلَ ُء ْ اَ ِإلx اَإل ْٔفِرَا ُح ُ طثَا d) ق ْ اَ ِإلmenurut bahasa artinya lengket, sedangkan menurut ُ طثَا ق istilah adalah pengucapan huruf dalam keadaan bertemunya lidah dengan langit-langit. Hurufnya ada 4, yaitu:
ظ-ط-ض-ص ُ اَإل ْٔفِرَاحmenurut bahasa artinya terpisah, sedangkan menurut istilah adalah pengucapan huruf disertai dengan menjauhnya dari langit-langit. Hurufnya berjumlah 23, yaitu selain huruf-
ْ اَ ِإل ُ طثَا huruf ق ُ َّ ْاَ ِإلص ُ اَ ِإل ْر ََلx اخ e) ق ُ اَ ِإل ْر ََلmenurut bahasa artinya bagian lancip lidah, sedangkan ق menurut istilah adalah huruf yang pengucapannya mudah keluar karena makhrajnya dari ujung lidah dan bibir. Hurufnya ada 6, yaitu: ب-ي-ْ-َ-ر-ف
34
ُ َّ ْاَ ِإلص اخ
menurut bahasa artinya tertahan, sedangkan
menurut istilah adalah huruf yang pengucapannya keluar dengan tertahan, karena relatif sulit. Biasanya huruf-huruf ini selalu berada pada kata ruba‟i(yang terdiri dari 4 huruf) atau khumasi(terdiri dari 5 huruf) bersama huruf idzlaq. Kata yang terdiri dari huruf ishmat, biasanya bukan dari bahasa arab asli, seperti lafadz: ج ْذ َ َع ْس 2) Sifat-sifat yang tidak memiliki lawan kata
َّ ٌَا Sifat ini jumlahnya ada 7, yaitu: ,ُْٓ ١ٌٍَِّ ا,ُ اَ ٌْمَ ٍْمٍََح,ُر١ْ ِصف ُ َاَ ِإل ْٔ ِحرا, ُ اَ ِإل ْس ِططَاٌَح,ْٟ اٌَرَّفَ ِّش , ُر٠ْ ر ِ اٌَرَّ ْى,ف a) ُْر١ِ اٌَصَّ فmenurut bahasa artinya suara yang mirip burung. Sedangkan menurut istilah adalah tambahan suara yang keluar dari dua bibir. Huruf-hurufnya ada 3, yaitu: ز-ش-ص b) ُ اَ ٌْمَ ٍْمٍََحmenurut bahasa artinya bergetar. Sedangkan menurut istilah adalah pengucapan huruf sukun yang disertai dengan getaran suara pada makhrajnya sehingga terdengar suara yang kuat. Hurufnya ada 5, yaitu: د-ج-ب-ط-ق Harus kelihatan lebih jelas dan kuat ketika waqaf pada huruf
َّ اَ ٌْ َح- َّذَةَٚ yang bertasydid, seperti: حج َ ٌْ َ ا-ك c) ُْٓ ١ٍِّ ٌَ اmenurut bahasa artinya lembut. Sedangkan menurut istilah adalah
pengucapan
35
huruf
yang
lembut
tanpa
harus
memaksakan. Yaitu pengucapan huruf “wau” dan “ya” mati
ٌ ١َ ت,ف ٌ َْٛ خ sebelumnya huruf berkharakat fathah, seperti: ْد ُ َ اَ ِإل ْٔ ِحراmenurut bahasa artinya miring. Sedangkan menurut d) ف istilah adalah huruf yang pengucapannya miring setelah keluar dari ujung lidah. Hurufnya رdan ي
رmiring ke bagian punggung lidah, sedangkan يmiring ke bagian permukaan lidah. e) ُْر٠ر ِ اٌَرَّ ْىmenurut bahasa artinya mengulangi. Sedangkan menurut istilah adalah pengucapan huruf yang disertai bergetarnya ujung lidah. Sifat ini hanya dimiliki oleh huruf ر f) ٟ ْ اٌَرَّفَ ِّشmenurut bahasa artinya menyebar. Sedangkan menurut istilah adalah pengucapan huruf yang disertai menyebarnya angin di dalam mulut. Sifat ini hanya dimiliki oleh huruf ش. g) ُْططَاٌَح ِ اَ ِإلسmenurut bahasa artinya memanjang. Sedangkan menurut istilah adalah pengucapan huruf yang disertai memanjangnya suara dari awal sisi lidah sampai akhirnya. Sifat ini hanya dimiliki oleh ض. Dari uraian sifat-sifat di atas, dapat terlihat bahwa setiap huruf hijaiyyah memiliki sifat huruf yang tidak kurang dari 5 sifat, dan tidak lebih dari 7 sifat. Contohnya sifat huruf yang dimiliki oleh huruf طadalah: (1) Dari segi nafas, ia bersifat
36
ُْرٙاَ ٌْ َج, (2) Dari segi suara, ia bersifat ُاٌَ ِّش َذج, (3) Dari segi ْ اَ ِإل, (4) Dari segi terangkatnya pangkal lidah, ia bersifat سرِ ْعلَ ُء ْ اَ ِإل, (5) Dari ُ طثَا pertemuan lidah dan langit-langit, ia bersifat ق ُ َّ ْاَ ِإلص, segi mudah dan susah mengeluarkannya, ia bersifatاخ (6) Sifat lainnya adalah memantulnya suara ُ(اَ ٌْمَ ٍْمٍََحAbdur Rouf, 2003:27-31). c. Tajwid Tajwid menurut bahasa berarti al tahsin atau membaguskan (Abdur Rauf, 2014:17). Tajwid berasal dari (ْذا٠ِٛ ْ ذَج- ُدِّٛ ج َ ُ٠ - َدَّٛ ) َج. Tajwid merupakan bentuk masdar, dari fi‟il madhi ”jawwada” yang berarti membaguskan, menyempurnakan , memantapkan. Tajwid menurut bahasa adalah ِّ ِذ١ج َ ٌْ خ تِا ِ ََا١ِ اَألذyang berarti memberikan dengan baik (Annuri, 2016:17). Tajwid menurut istilah adalah Ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang huruf, baik haq-haq nya, sifat-sifatnya, panjang pendeknya, dan lain sebagainya. Seperti tarqiq, tafkhim, dan yang semisalnya. Berdasarkan-pengertian-pengertian di atas ruang lingkup tajwid secara garis besar dapat kita bagi menjadi dua bagian: 1) Haqqul Harf yaitu segala sesuatu yang wajib ada (‟azimah) pada setiap huruf. Hak huruf meliputi (shifatul hurf) dan tempattempat keluarnya huruf (makharijul hurf). Apabila haq huruf
37
ditiadakan, maka semua suara yang dikeluarkan tidak mungkin mengandung makna karena bunyinya menjadi tidak jelas. 2) Mustahaqqul harf yaitu hukum-hukum baru („aridiah) yang timbul oleh sebab-sebab tertentu setelah haq-haq huruf melekat pada setiap huruf. Hukum-hukum ini berguna untuk menjaga haq-haq huruf tersebut, makna-makna yang terkandung di dalamnya serta makna-makna yang dikehendaki oleh setiap rangkaian huruf (lafadz). Mustahaqqul huruf meliputi hukumhukum seperti idzhar, ikhfa‟, iqlab, idghom, qolqolah, tafhim, tarqiq, mad, waqof, dan lain-lain (Abdurrohim, 2003:3-5).
َُّٗ ُِ ْسرَ َحمَٚ َُّٗاج َِ َع اِ ْعطاَئِ ِٗ َحم ٍ ْاِ ْخراَ ُج ُوًِّ َحر ٍ ف ِِ ْٓ َِ ْخ َر "Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan memberi hak dan mustahaknya”(Abdur Ro‟uf, 2014:17). Menurut Abu Hasyim (2007:11-12) tajwid secara istilah adalah keluarnya semua huruf hijaiiyah dari makhrojnya (tempat keluarnya) dengan memberikan haq dan keharusannya dari sifat tersebut. Adapun haq dari sifat itu adalah sifat lazim yang tidak berubah dari semua keadaannya seperti sifat jahr, syiddah, isti‟la, istifal, ithbaq, qolqolah, dan sebagainya. Sedangkan keharusan dari sifat-sifatnya tersebut adalah sifat yang bisa berubah seperti sifat idzhar, idgham, iqlab, ikhfa‟, tarqiq, tafkhim.
ُ ُ ْع َر٠ ٌُ ٍْ ِعَٛ ُ٘ ُذ٠ْ ِٛ ْاٌَرَّج خ ٍ ْف تِ ِٗ اِ ْعطَا ُء ُوًِّ َحر ِ ُِ ْسرَ َحمَُّٗ ِِ َٓ اٌصِّ فَاَٚ َُّٗف َحم ِ٘ َّاِٛ َْٔحَٚ ُِْ ١اٌرَّ ْف ِحَٚ ْك َ ٌِ ِْر َر١ َغَٚ ِدْٚ ا ٌْ ُّ ُذَٚ ِ ١ِه َواٌرَّرْ ل
38
“ilmu tajwid adalah ilmu yang berguna untuk mengetahui bahgaimana cara memenuhkan/memberikan haq huruf dan mustahaqnya. Baik yang berkaitan dengan sifat, mad dan sebagainya, seperti tarqiq dan tafkhim dan selain keduanya (Annuri, 2016:17). Pengertian ilmu tajwid adalah ilmu yang dipergunakan untuk mengetahui tempat keluarnya huruf (makhraj) dan sifatsifatnya serta bacaan-bacaannya (Hasanudin, 1995:118). Ilmu tajwid adalah ilmu yang dipergunakan untuk mengetahui tempat keluarnya huruf (makhraj), dan sifat-sifatnya serta bacaanbacaannya (Soenarto, 1988:6). Dan dikatakan bagi orang yang baik dalam bacaan Al-Qur‟an adalah mujawwid (Abu Hasyim, 2007:11). Para ulama‟ mendefinisikan tajwid yakni memberikan kepada huruf akan haq-haq dan tertibnya, mengembalikan huruf pada makhraj dan asalnya serta menghaluskan pengucapannya dengan cara yang sempurna tanpa berlebihan, kasar, tergesa-gesa, dan dipaksakan. Para ulama‟ menganggap Qiraat Qur‟an (apalagi menghafal) tanpa tajwid sebagai suatu lahn-lahn adalah kerusakan atau kesalahan yang menimpa lafaz, baik secara hafiy maupun secara jaliy. Lahn Jaliy adalah kerusakan pada lafadz secara nyata sehingga dapat diketahui oleh ulama‟ qiraat maupun lainnya menjadikan kesalahan I‟rab atau shorof. Lahn Khafiy adalah kerusakan pada lafadz yang hanya dapat diketahui oleh ulama‟ qiraat dan para pengajar qur‟an yang cara bacanya diterima langsung dari para ulama‟ qiraat dan kemudian dihafalkan dengan
39
teliti berikut keterangan tentang lafadz-lafadz yang salah itu (AlQattan, 2007:265-266). Al-Qur‟an merupakan firman Allah yang agung, yang dijadikan
pedoman
hidup
oleh
seluruh
kaum
Muslimin.
Membacanya bernilai ibadah dan mengamalkannya merupakan kewajiban yang diperintahkan dalam agama. Seorang muslim harus mampu membaca ayat-ayat Al-Qur‟an dengan baik sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Inilah salah satu tujuan mempelajari ilmu tajwid, sebagaimana diterangkan oleh syekh Muhammad al-Mahmud rahimahullah:
ُ ْٛ ٍَُُرُُٗ ت٠غَا َ ِح٠ِّٛ َ ِِ َٓ ْاٌ َحضْ َر ِج إٌَثٟ َ ِّ َِا ذٍُُمٍَٝ اِ ْذما َ ِْ ٌَ ْف ِع ْاٌمُرْ آ ِْ َعُِٝ ِح ف٠إٌِّٙغ ا ٌَٝب هللاِ ذَ َعا ِ ِورَاْٟ ِ ُْ اٌٍّ َسا ِْ َع ِٓ ْاٌ َخطَا ِء فْٛ ص َ َُُٗر٠ ًَ غَا١ْ ِلَٚ َّ ِح١ص ِح َ األَ ْف “Tujuan (mempelajari ilmu tajwid) ialah agar dapat membaca ayat-ayat Al-Qur‟an secara betul (fasih) sesuai yang diajarkan oleh Nabi SAW. Dengan kata lain, agar dapat memelihara lisan dari kesalahan-kesalahan ketika membaca kitab Allah Ta‟ala (Abdurohim, 2003:5) Hukum mempelajari ilmu tajwid sebagai disiplin ilmu adalah fardhu kifayah atau merupakan kewajiban kolektif. Ini artinya, mempelajari ilmu tajwid secara mendalam tidak diharuskan bagi setiap orang, tetapi cukup diwakili beberapa orang saja. Namun, jika dalam satu kaum tidak ada seorang pun yang mempelajari ilmu tajwid, berdosalah kaum itu. Adapun hukum membaca Al-Qur‟an dengan memakai aturan-aturan tajwid adalah
40
fardu „ain atau merupakan kewajiban pribadi. Membaca Al-Qur‟an sebagai sebuah ibadah haruslah dilaksanakan sesuai ketentuan. Ketentuan itulah yang terangkum dalam ilmu tajwid. Dengan demikian memakai ilmu tajwid dalam membaca Al-Qur‟an hukumnya wajib bagi setiap orang, tidak bisa diwakili oleh orang lain. Apabila seseorang membaca Al-Qur‟an dengan tidak memakai tajwid, hukumnya berdosa (Abdurohim, 2003:6). Dalam kitab Hidayatul Mustafid fi Ahkamit Tajwid dijelaskan:
َٚ ٍُ ٍِئ ِِ ْٓ ُِ ْس ٍ ُو ًِّ لَا ِرٍَٝ ٍٓ َع١ْ ْاٌ َع َّ ًُ تِ ِٗ فَرْ ضُ َعَٚ َ ٍح٠ اَ ٌْ ِع ٍْ ُُ تِ ِٗ فَرْ ضُ ِوفَا ُِ ْسٍِ َّ ٍح “Mempelajari ilmu tajwid (hukumnya) fardhu kifayah dan mengamalkannya fardhu „ain bagi setiap pembaca Al-Qur‟an (qori‟) dari umat islam laki-laki dan perempuan (Annuri, 2016:17). Muhammad Ibnu Jazari Assyafi‟i dalam syairnya mengatakan:
ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ص َل ْ َواْأل َ َخ ُذ بِالت ْج ِويْد َحْت ٌم ََل ِزٌم َم ْن ََلْ ُُيَ ِود اَلْ ُق ْرآ َن آثٌ ألَنهُ بِه ا ِْللَهُ اَنَْزََل َوَه َك َذا مْنهُ الَْيه َو
“Membaca Al-Qur‟an dengan tajwid hukumnya wajib, barang siapa yang membacanya tidak dengan tajwid ia berdosa, karena dengan tajwidlah Allah menurunkan Al-Qur‟an dan demikianlah Al-Qur‟an sampai kepada kita dari-Nya” (Abdurohim, 2003:6).
41
B. Pembelajaran
di
Al-Qur’an
SMP
4
Ungaran
Kabupaten
Semarang 1. Pembelajaran Al-Qur’an Hakekat pembelajaran adalah kegiatan belajar mengajar (KBM) riil dalam kelas (Parera, 1996:11). Dalam bahasa arab disebut ta‟lim yang merupakan masdar dari „allama (Warsita, 2008:85). Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 ayat 20, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut pendapat Miarso ada lima interaksi yang dapat berlangsung dalam proses belajar dan pembelajaran, yaitu: 1) Reaksi antar pendidik dengan peserta didik, 2) Reaksi antar sesama peserta didik atau antar sejawat, 3) Interaksi peserta didik dengan narasumber, 4) Reaksi peserta didik bersama pendidik dengan sumber belajar yang sengaja dikembangkan, 5) Reaksi peserta didik dengan lingkungan belajar. Dalam interaksi belajar mengajar, metode pembelajaran dipandang sebagai suatu komponen yang ada di dalamnya dimana komponen yang satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Metode pembelajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, sehingga
semakin baik
penggunaan metode pembelajaran, maka semakin berhasil suatu tujuan, artinya apabila guru dapat memilih metode yang tepat yang
42
disesuaikan dengan bahan pembelajaran, murid, situasi, kondisi, media pembelajaran, maka semakin berhasil tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Hal ini membutuhkan sarana-prasarana, media yang lebih memadai dan yang terpenting adalah kemampuan dan kemauan guru untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya dalam teori pengajaran. Khususnya yang berkenaan dengan teori pembelajaran. Menurut E. Mulyasa (2003:100), pembelajaran pada hakekatnya
adalah
interaksi
antara
peserta
didik
dengan
lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Sedangkan menurut Oemar Hamalik (2009:9) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang paling mempengaruhi pencapaian tujuan belajar. Dalam konsep pendidik tersebut pembelajaran merupakan suatu rekayasa yang diupayakan untuk membantu peserta didik agar dapat berkembang sesuai maksud dan tujuan penciptanya. Pendidikan dan pembelajaran merupakan salah satu wahana
yang
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan
dan
perkembangan potensi peserta didik menuju jalan kehidupan yang disediakan oleh penciptanya. Di samping itu sistem pendidikan di sekolah dan disistem nasional akan mewarnai pembaharuan
43
pendidikan, khususnya
pembaharuan dalam
proses
belajar
mengajar. Pembelajaran dapat dilakukan dengan cara membaca buku, belajar di kelas atau di sekolah. Dan dalam prosesnya diwarnai interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan untuk membelajarkan peserta didik, sehingga dari pengertian di atas, timbul pertanyaan apa pembelajaran membaca Al-Qur‟an itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut terlebih dahulu akan penulisan bahasa tentang definisi Al-Qur‟an itu sendiri. Al-Qur‟an menurut bahasa adalah bacaan atau yang dibaca. Al-Qur‟an adalah masdar yang diartikan dengan arti isim maf‟ul yaitu maqru yang dibaca (Ash-Shiddieqy, 2009:1-2). Menurut istilah ahli agama („uf syara‟) ialah nama bagi Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang ditulis dalam mushaf. Para ahli ushul fiqh menetapkan bahwa Al-Qur‟an adalah nama bagi keseluruhan Al-Qur‟an dan nama untuk bagianbagiannya. Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang menjadi sumber segala hukum dan menjadi pedoman pokok dalam kehidupan, membahas tentang pembelajaran (Ismail, 2008:11). Dalam Al-Qur‟an banyak sekali ayat yang berhubungan dengan pembelajaran dan metode pembelajaran. Sebagaimana diterangkan dalam Q.S. Al Alaq ayat pertama (dalam lima ayat yang merupakan wahyu pertama) yang berbicara tentang keimanan dan pembelajaran, yaitu:
44
Bacalah (Wahai Muhammad) Dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan, Ia menciptakan manusia dari sebuku darah beku, Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah, Yang mengajar manusia melalui Pena dan tulisan, Ia mengajarkan manusia apa Yang tidak diketahuinya(Q.S. Al-Alaq 15)(Terjemah Al-Qur‟an, hlm597). Al-Qur‟an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril secara berangsurangsur dengan lafal dan maknanya. Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa pembelajaran
membaca
Al-Qur‟an
adalah
upaya
untuk
membelajarkan Al-Qur‟an (sebagai sumber hukum, pedoman hidup, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya) pada peserta didik. Adapun mempelajari Al-Qur‟an dapat dibagi menjadi empat tingkat, yaitu: Pertama, tingkat mengenal huruf dengan baik dan membacanya dengan tepat. Bentuk huruf Al-Qur‟an diawali kata, bentuk di tengah-tengah kata, dan terletak di akhir kata. Kedua, membaikkan (membaguskan) bacanya. Dalam hal ini ada ilmu tersendiri baginya, yaitu yang disebut dengan” ilmu tajwid” (ilmu membaguskan bacaan Al-Qur‟an).
45
Ketiga, mempelajari maknanya (arti kata-kata) karena AlQur‟an diturunkan dengan bahasa arab. Allah SWT berfirman dalam surat Yusuf ayat 2, yaitu:
Sesungguhnya Kami menurunkan Kitab itu sebagai Quran Yang dibaca Dengan bahasa Arab, supaya kamu (menggunakan akal untuk) memahaminya(Q.S. Yusuf:2)(Terjemah Al-Qur‟an, hlm 235) Keempat, mempelajari tafsirannya Al-Qur‟an sebagai dasar pokok ajaran Islam, ia hanya mempelajari yang pokok-pokok saja, akan tetapi isinya sangat luas dan dengan sastra yang sangat tinggi. Oleh sebab itu dapat dipahami dan dilaksanakan perlu adanya penafsiran (Depag, 1989:348). 2. Pola Pembelajaran Metode Tahsin dapat dilaksanakan dengan sarana dan prasarana
yang
relatif
terbatas.
Yang
sangat
dibutuhkan
sesungguhnya adalah tingkat komitmen dan kesungguhan pendidik dalam melaksanakan metode tersebut. Hal ini tidak berarti prasarana dan sarana tidak penting. Keberadaan prasarana dan sarana apalagi lengkap dan memadai amat menentukan terhadap efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran. Adapun pola pembelajarannya Metode Tahsin menggunakan metode talaqqi, yaitu salah satu metode mengajar peninggalan Nabi Muhammad SAW yang terus menerus dilakukan oleh orang-orang setelah Nabi SAW, para sahabat, tabi‟in, hingga para ulama bahkan sampai
46
sekarang terutama untuk daerah Madinah dan Makkah dan Mesir. Metode Talaqqi adalah cara pertemuan guru dan murid secara face to face. Metode ini melalui talaqqi (bertemu langsung) dan musyafahah (pembetulan bibir saat membaca) berhadapan langsung dengan guru atau syaikh yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW (Abdur Rauf, 2003:8). Tata cara pelaksanaan dalam sistem mengajarnya dimulai dari tingkatan yang sederhana tahap demi tahap sampai pada tingkat sempurna. Selain pada sifat dan makhrajnya, metode tahsin juga menekankan agar membaca Al-Qur‟an satu alifnya tidak kepanjangan, dan dalam bacaannya itu tidak diseret melainkan diayun, kemudian dengungnya diberikan haqnya. Penggunakan Metode Tahsin dapat memudahkan siswa dalam mempelajari AlQur‟an, karena Model penulisan dan pembelajarannya dengan pendekatan makharijul huruf (tempat keluar huruf), tidak berdasarkan huruf hijaiyah, sehingga akan memudahkan siswa untuk mempelajarinya. Karena mempelajari huruf-huruf yang sama tempat keluarnya, dan disusun berdasarkan kedekatan bacaanbacaan, sehingga memudahkan siswa/santri untuk mempraktekkan sesuai dengan hukum tajwid. Penyusunannya dimulai dengan huruf-huruf
yang lebih mudah untuk dipelajari, sehingga
siswa/santri akan termotivasi untuk semangat belajar. Penulisan huruf dalam metode Tahsin menggunakan khot utsmani sehingga
47
sejak awal siswa dibiasakan dengan Al-Qur‟an standar, dan ini akan memudahkan dia membaca Al-Qur‟an (Sarotun, 2013:13). Metode Tahsin
ini ialah membaca Al-Qur‟an yang
langsung memasukkan dan mempratekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Sistem pendidikan dan pengajaran metode Tahsin melalui sistem pendidikan berpusat pada murid dan kenaikan kelas/jilid tidak ditentukan oleh bulan/ tahun dan tidak secara klasikal, tetapi secara individual (perseorangan). Santri/anak didik dapat naik kelas/ jilid dengan syarat: (1) Sudah menguasai materi/ paket pelajaran yang diberikan di kelas, (2) Lulus tes yang telah diujikan oleh sekolah/TPA. Program yang dimiliki Metode Tahsin adalah 30 jam atau 30 pertemuan, yang terdiri dari beberapa jilid buku,
tahsin
disusun
berdasarkan urutan dan tertib materi yang harus dilalui dengan cara bertahap. Adapun isi dari masing-masing jilid adalah: a. Jilid 1 Cara membaca huruf tidak dieja, dibaca sesuai harokatnya. Guru memberi contoh tiap judul dengan bacaan tahqiq (bacaan lambat) dan ditirukan oleh anak. Selanjutnya member contoh cara membaca di bawah judul dengan bacaan tartil(agak cepat dari bacaan tahqiq). Berikutnya anak membaca sendiri sampai lancer dan benar. Tidak boleh dibaca panjang, usahakan tiap huruf ada jeda (dalam rangka menyempurnakan makhroj dan sifat hurufnya).
48
Guru tidak boleh menuntun, cukup mengingatkan bila terjadi kesalahan
dalam
bacaan.
Sempurnanya
pengucapan
huruf
berharokat fathah dengan membuka mulut. Pada jilid pertama yaitu mempelajari huruf-huruf hujaiyyah seperti pada umumnya, tetapi jika menggunakan metode tahsin mengenalkan huruf hijaiyyah sesuai dengan kelompok sifat dan makhrajnya. Pada jilid 1 diprogramkan
dalam
10
jam/pertemuan.
Pertemuan
(1)
Mengajarkan huruf-huruf yang keluar dari dua bibir yaitu َ فَٚ ب َ ََ . Pertemuan (2, 3, 4) Huruf-huruf yang keluar dari ujung lidah yaitu َ ص َر َ ز ظَ طَ َد خ َي َْ َر َ س َز. َ Pertemuan (5,6) Huruf-huruf yang keluar dari tengah, pangkal dan sisi lidah yakni: ض َ َ َق نٞ َ ش َ َج. Pertemuan (7, 8) Huruf-huruf yang keluar dari tenggorokan ع َٖ َء َ َغ َخ َح. Pertemuan (9, 10) Huruf-huruf bersambung berharakat kasroh dan dhummah, menurunkan
melafadzkan bibir
huruf
bawah,
berharokat
kasroh
menyempurnakan
bacaan
dengan huruf
berharakat dhummah dengan memonyongkan bibir. Setelah selesai jilid 1 diadakan tes, bila tidak ada kesalahan dan lancar maka anak bisa naik ke jilid 2 (Sarotun, 2011:1). b. Jilid 2 Jilid 2 memuat tentang tanwin, perubahan huruf خ, mad asli, sukun, tasydid, fathah panjang, sifruh mustadir dan hamzah washol, lafdhul jalalah, waqof, mad shilah qoshiroh, mad iwad, mad
badal.
Melanjutkan
49
jam/pertemuan
berikutnya,
yaitu:
Pertemuan (11) Huruf yang berharakat fathatain, kasrotain, Dhummatain. Pertemuan (12, 13) Mad Asli 1 (Mad Thobi‟I, Badal, Shila Qoshiroh). Pertemuan (14, 15) Pelajaran huruf-huruf bersukun. Pertemuan (16) Idhar Syafawi, Idhar Halqi. Pertemuan ke (17, 18) Hukum Alif Lam, Hamzah Washal, Sifrul Mustadir, Lafdhul Jalalah. Pertemuan (19) Waqof. Pertemuan (20) Mad Asli II (Mad „Iwad, Tamkin). Para siswa yang telah menyelesaikan jilid 2
dapat
dievaluasi
menggunakan
tes
kenaikan.
Penilaian
berdasarkan bacaan sesuai dengan tajwid, makhroj dan sifatul huruf serta hukum bacaan yang sudah dipelajari (Sarotun, 2011:7). c. Jilid 3 Jilid 3 memuat pertemuan yang ke 21 sampai 30; 1) Mad yang bertemu dengan sukun karena waqof yaitu mad aridhlissukun, mad liin 2) Huruf-huruf khoisyum: huruf-huruf yang membacanya dengan dengung di hidung/ghunnah seperti ghunnah musyaddadah, idghom mislain, idghom mutajanisain, ikhfa‟ syafawi, iqlab, idghom bighunnah, ikhfa‟ haqiqi. 3) Mad yang bertemu dengan hamzah yaitu mad wajid muttasil, mad jaiz munfasil, mad shilah thowilah. 4) Qolqolah 5) Idghom: idghom bilagunnah, idghom mutamasilain, idghom mutajanisain, idghom mutaqorribain
50
6) Mad yang bertemu sukun murni, tasydid: mad farqi, mad lazim mukhofaf kalimi, mad lazim mutsaqol kalimi, mad lazim mukhoffaf harfi, mad lazim mutsaqqol harfi. 7) Bacaan tafhim dan tarqiq: hukum ra, huruf-huruf isti‟la‟, lafdhul jalalah. 8) Tanda waqof dan washol. Setelah
mnyelesaikan
jilid
3,
santri
dievaluasi
menggunakan test kenaikan jilid, penilaian berdasarkan bacaan sesuai dengan tajwid yang sudah dipelajari pada jilid 1-3. Bila lulus test siswa naik ke Al-Qur‟an juz 27, mulai surat (Adzariyat sampai dengan Al-Mursalat) ditambah pelajaran jilid 4, bila telah menyelesaikan jilid 4+ juz 27, 28, 29 baru masuk juz 1 dan Buku Pedoman Dauroh Al-Qur‟an (Sarotun, 2013:13). d. Jilid 4 Setelah jilid 3 selesai, anak-anak dilanjutkan pada jilid 4 yang memuat tentang: hamzah washol dan hamzah qatha‟, Hamzah washol dan hamzah qatha‟ waqof wal ibtida‟, istilah-istilah dalam Al-Qur‟an, dan melanjutkan juz 27 hingga juz 30 (Sarotun, 2013:6). 1) Hamzah qotho‟ dan hamzah washol, merupakan bagian penting yang harus diketahui oleh setiap pembaca Al-Qur‟an untuk mencapai tilawah yang benar dan baik. Penulisan hamzah qotho‟ dan hamzah washol pada mushaf Indonesia sudah dilengkapi
51
dengan harakatnya, sedangkan pada mushaf cetakan timur tengah tidak dilengkapi dengan harakat, karena mengikuti kaidah penulisan yang aslinya, sehingga menimbulkan masalah bagi pembacanya. 2) Waqof wal ibtida‟ Waqof artinya berhenti disuatu kata ketika membaca AlQur‟an baik di akhir ayat maupun di tengah ayat yang disertai nafas, sedangkan berhenti dengan tanpa nafas disebut saktah. Ibtida‟ ialah memulai ayat setelah seseorang berhenti dati tilawah. 3) Istilah-istilah dalam Alqur‟an Di dalam Al-Qur‟an terdapat sejumlah istilah atau ayat-ayat yang hanya ada di surat-surat tertentu yang harus kita kuasai, dengan cara mengkaji dan bertalaqqi dalam rangka lebih menyempurnakan tilawah kita. Seperti: Ayat sajdah, saktah, isymam, imalah, Tashiil, naql, nun wiqoyah, roum, shifrul mustadir, shifrul mustadir qoim 3. Teknik mengajar Metode Tahsin Teknik dalam pembelajaran menjadi suatu hal yang penting untuk mencapai sebuah tujuan pembelajaran, dan guru dituntut untuk kreatif dalam menentukan teknik pembelajaran yang akan diberikan kepada anak didik. Dalam pembelajaran membaca Al-
52
Qur‟an dengan menggunakan metode tahsin ada beberapa teknik yang digunakan. Menurut (Munir, 2007:23) teknik-teknik tersebut adalah sebagai berikut: a. Individual Individual adalah mengajar dengan memberikan materi pelajaran orang perorang sesuai dengan kemampuannya menerima
pelajaran, sehingga
dengan demikian strategi
mengajar individual adalah proses belajar mengajar yang dilakukan dengan cara satu per satu sesuai dengan materi pelajaran yang dipelajari atau dikuasai anak didik. b. Klasikal Individual Klasikal adalah belajar mengajar dengan cara memberikan materi pelajaran dengan cara massal (bersama-sama) kepada sejumlah anak didik dalam satu kelompok. Sedangkan menurut Syaiful Sagala (2006:185) pembelajaran klasikal adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada sejumlah siswa, yang biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di kelas. Model pembelajaran klasikal ini diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran membaca Al-Qur‟an di kelas. Tujuan klasikal Individual adalah agar guru dapat menyampaikan seluruh materi secara garis besar dan prinsipprinsip yang mendasarinya, member motivasi (dorongan
53
semangat belajar), minat, perhatian anak didik dalam belajar. Sehingga dengan demikian mengajar klasikal individual adalah proses belajar mengajar yang dilakukan dengan cara sebagian waktu untuk klasikal dan sebagian untuk individual. Untuk mengajarkan membaca Al-Qur‟an kepada anak didik dengan teknik mengajar klasikal individual dibutuhkan waktu kurang lebih antara 10-15 menit untuk mengajar secara klasikal dan 4550 menit untuk mengajar secara individual (Munir, 2007:24). c. Klasikal Baca Simak Teknik belajar membaca Al-Qur‟an dengan klasikal baca simak dengan dilakukan dengan cara anak didik membaca dengan cara anak didik membaca bersama-sama secara klasikal dan bergantian membaca secara individu atau kelompok, murid yang lain menyimak. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik membaca Al-Qur‟an dengan metode tahsin sangat bervariasi, dimana teknik yang digunakan bisa disesuaikan dengan kondisi kemampuan
anak
dan
kondisi
kelas,
sehingga
tujuan
pembelajaran Al-Qur‟an dapat tercapai (Munir, 2007:25). Santri/anak didik dapat naik kelas/ jilid dengan syarat: (1) Sudah menguasai materi/ paket pelajaran yang diberikan di kelas, (2) Lulus tes yang telah diujikan oleh sekolah/TPA.
54
4. Langkah-langkah Implementasi a. Praktis, artinya: langsung (tanpa dieja). Contoh ب َ َ اbaca A, BA (bukan alif fathah A, ba‟ fathah ba), dan dibaca pendek jangan sampai dibaca panjang Aa Baa, atau Aa Ba, dll. b. Sederhana, kalimat yang dipakai menerangkan diusahakan sederhana asal dapat difahami, cukup memperhatika bentuk hurufnya saja, jangan menggunaka keterangan yang teoritis, cukup katakana: “perhatikan ini!” ب َ bunyinya Ba, begitupula dengan bacaan yang lain. Ketika bertemu dengan huruf bergandeng dan memberikan panjangnya cukup diayun. c. Sedikit demi sedikit, tidak menambah sebelum lancar Mengajar tahsin tidak perlu terburu-buru, ajarkan sedikit demi sedikit asal benar, jangan menambah pelajaran baru sebelum lancar, dan bacaan masih terbata-bata. d. Tidak menuntun dalam membaca Seorang guru cukup menerangkan dan membaca berulangulang pokok bahasan setiap babnya sampai anak mampu membaca sendiri tanpa dituntun latihan dibawahnya e. Waspada terhadap bacaan yang salah, anak lupa terhadap pelajaran yang lalu itu sudah biasa dan wajar, anak lupa dan guru diam itulah yang tidak wajar. Terlalu sering anak membaca salah itu akan dirasa benar oleh murid, dan salah merasa benar itulah bibit dari kesalahan. Maka agar ini tidak terus-menerus
55
terjadi dalam bacaan Al-Qur‟an, maka harus waspada setiap ada anak salah baca tegur langsung, jangan sampai menunggu sampai bacaan berhenti. (Sarotun, 2013:4). Untuk mengetahui bagaimana bacaan siswa di SMP Negeri 4 Ungaran, pertama yang kita lakukan adalah membaca Al-Qur‟an secara acak, setelah itu membaca secara bersama-sama. Kemudian secara individual agar kita mengetahui sejauh mana pencapaian bacaan siswa/ santri, seperti yang diungkapkan penulis: Pertama siswa atau santri membaca secara acak, baru membaca bersama-sama kemudian dengan individual secara bergilir, kalau dengan klasikal kita tidak tahu bagaimana bacaan anak tetapi dengan individual kita dapat memahami bacaan anak-anak satu per satu sehingga kita mengetahui bagaimana kemampuan anak dalam membaca Al-Qur‟an (Sarotun, 4-12-2016). 5. Strategi Pembelajaran Selain menggunakan metode talaqqi atau berhadapan langsung dengan guru, agar anak tidak jenuh dan bosan dalam menerima pelajaran, guru harus mempunyai strategi-strategi pembelajaran: a. Metode Pembelajaran Tutor Sebaya Metode tutor sebaya akan memudahkan siswa untuk lebih cepat
memahami
apa
yang
diajarkan
oleh
temannya,
dibandingkan yang diajarkan oleh guru. Karena belajar dengan teman menjadikan siswa bebas untuk menyampaikan gagasangagasan atau pertanyaan-pertanyaan mengenai hal-hal yang
56
belum mereka pahami dan mereka ketahui. Suherman (2003:43), menjelaskan metode tutor sebaya sebagai metode pembelajaran dimana kelompok yang telah tuntas terhadap bahan pelajaran , memberikan bantuan pada siswa yang mengalami kesulitan dalam
bahan
pelajaran
yang
dipelajarinya.
Inti
dari
pembelajaran tutor sebaya dikemukakan oleh Sutamin (2013) adalah pembelajaran yang pelaksanaanya dalam membagi kelas dalam kelompok-kelompok kecil, yang sumber belajarnya bukan hanya guru melainkan teman sebaya yang pandai dan cepat dalam menguasai suatu materi tertentu. b. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang terjadinya suatu peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami peserta didik secara nyata atau tiruannya, lebih lanjut Syaiful Sagala (2012:211) menyatakan bahwa: Metode demonstrasi dalam belajar mengajar adalah metode yang digunakan seorang guru atau orang luar yang sengaja didatangkan, atau murid sekalipun untuk mempertunjukkan gerakan-gerakan suatu proses dengan prosedur yang benar dengan disertai keteranganketerangan kepada seluruh dunia, dalam metode demonstrasi murid mengamati dengan teliti dan seksama serta dengan penuh perhatian dan partisipasi. Sedangkan menurut Aqib (2010:96) metode demonstrasi adalah suatu cara mengajar dengan mempertunjukkan cara kerja suatu benda, benda itu dapat benda sebenarnya atau suatu model.
57
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa demonstrasi adalah metode yang dalam pembelajarannya adalah dengan cara memperagakan baik itu siswa maupun oleh guru. c. Metode Pemberian Tugas Menurut Roestiyah (1996: 132) metode pemberian tugas memiliki tujuan agar siswa menghasilkan hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan mempelajari
tugas,
sehingga
sesuatu menjadi
pengalaman
siswa
lebih terintegrasi.
dalam Metode
pemberian tugas dimana guru memberikan sejumlah tugas terhadap murid-muridnya untuk mempelajari sesuatu, kemudian mereka disuruh untuk mempertanggungkawabkannya. Tugas yang
diberikan
guru
bisa
berbentuk
memperbaiki,
memperdalam, mengecek, mencari informasi, atau menghafal pelajaran. Metode ni mempunyai 3 fase yaitu: 1. Fase pemberian tugas, 2. Fase pelaksanaan tugas, 3. Fase pertanggungjawaban tugas.
58
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data 1. Paparan data tentang gambaran umum daerah penelitian a. Letak dan Keadaan Geografis Sekolah Menengah Pertama atau SMP 4 Ungaran berada di Jl. Erlangga
III/4,
Langensari
Kecamatan Ungaran Barat
Kabupaten Semarang. b. Struktur Organisasi SMP 4 Ungaran Struktur Organisasi SMP 4 Negeri Ungaran Tahun Pelajaran 2016/2017 No Nama
Jabatan
Siti Ida Asrotul. M, M.Pd
Kepala Sekolah
Sri Nurwanti, S.Pd.
Wakil Kepala Sekolah I
Erman, S.Pd.
Wakil Kepala Sekolah II
Rissa Purwatiningsih
Kepala Tata Usaha
Dra. Eryani, M.Pd.
Guru BK
Drs. Agus Subandriyo
Guru BK
1. 2. 3. 4. 5. 6.
59
Theresia Tri W, S.Pd.
Guru BK
7. Arif
Taufik
Abdullah, Guru BK
8. M.Pd. Supiyah, S.Pd
Guru Mapel
Umi Harsini, M.Pd
Guru Mapel
Dra. Setyawati
Guru Mapel
Sri Nuryanti, S.PAK
Guru Mapel
Jumali, S.Pd.
Guru Mapel
Mutiyar, S.Pd
Guru Mapel
Rusminah, S.Pd.
Guru Mapel
Istra Istiqomah
Guru Mapel
Sri Waryanti, S.Pd.
Guru Mapel
Rustanto, S.Pd.
Guru Mapel
Warsi Utami, S.Pd.
Guru Mapel
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Dra. Nurul Fajriyah, M.Pd. Guru Mapel 20. Rita Yosidawati, S.Pd. 21.
60
Guru Mapel
Winarni Iyan, S.Pd.
Guru Mapel
Sri Suharti, S.Pd.
Guru Mapel
Supardi, S.Pd.
Guru Mapel
Edy Kusyanto, S.Pd.
Guru Mapel
Suripah, S.Pd.
Guru Mapel
Dra. Sulistyo Astuti
Guru Mapel
Ahmad Zaeni, S.Pd.
Guru Mapel
Joko Santoso, S.Ag.
Guru Mapel
Reni Pamuji, S.Pd.
Guru Mapel
Drs. Mawardi, S.Pd.
Guru Mapel
Ermi Risanti, S.Pd.
Guru Mapel
Haroen
Komite Sekolah
Supandi, S.Pd.
Kurikulum I
Warsi Efendi, S.Pd.
Kurikulum II
Mukhtar, S.Pd.
Kurikulum III
Beni Setyawan, S,Pd.
Kurikulum IV
22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37.
61
Joko Santoso, S.Pd.
Sarpras
Dra. Rosyidah Ahmad
Sarpras
Drs. Ridwan Sepyanto
Humas
38. 49. 40. c. Visi Misi SMP 4 Ungaran 1) Visi ’’TERDIDIK DALAM BUDI PEKERTI MAJU DALAM PRESTASI” Visi
ini
menjiwai
warga
sekolah
untuk
selalu
mewujudkannya setiap saat dan berkelanjutan dalam mencapai tujuan sekolah. Visi tersebut mencerminkan profil dan cita-cita sekolah yang tergambar pada uraian indikator berikut: a) Terwujudnya lulusan yang cerdas, berakhlak mulia, terampil, kompetitif, beriman dan bertaqwa; b) Terwujudnya peningkatan hasil belajar peserta didik c) Terwujudnya warga sekolah berperilaku sesuai dengan norma dan harapan masyarakat; d) Terlaksananya penerapan pendidikan karakter dalam semua aspek pembelajaran e) Terwujudnya warga sekolah yang religius; f) Mendorong adanya perubahan yang lebih baik; g) Mendorong semangat dan komitmen seluruh warga sekolah;
62
2) Misi a) Menyusun dan mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan visi, misi, dan tujuan sekolah serta bersifat aplikatif; b) Meningkatkan keterampilan akademik dan non akademik; c) Meningkatkan mutu tamatan yang siap menghadapi tantangan hidup dan kehidupan; d) Meningkatkan mutu pembelajaran dengan metode bervariasi; e) Meningkatkan budi pekerti/ berbudaya dan berkarakter bangsa dengan mengaplikasikan ke dalam semua aspek pembelajaran; f) Meningkatkan disiplin melalui pembinaan terprogram; g) Meningkatkan mutu pelayanan; h) Meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; i) Meningkatkan sarana dan prasarana yang representatif; j) Menjalin kerja sama yang harmonis antarwarga sekolah, lingkungan terkait dan lembaga pendidikan dan/ atau lembaga non pendidikan dalam upaya peningkatan akses dan dana. d. Sarana dan Prasarana Prasarana pendidikan adalah perangkat penunjang utama suatu proses atau usaha pendidikan agar tujuan pendidikan tercapai. Dari hasil penelitian lapangan yang dilakukan oleh peneliti sarana prasarana dapat dilihat sebagai berikut: 1) Pergedungan:
Ruang Kepala Sekolah (1), Ruang TU(1),
Perpustakaan(1), Ruang Kelas VII (8), Ruang kelas VIII (6), Ruang Kelas IX(4), Kantin (1), Lab. Bahasa (2), Lab.
63
Komputer 1, Kamar Mandi (3), Lab. IPA (1), Ruang Kesiswaan (1), Ruang Osis (1), UKS (1), Gudang (1), Pos Satpam(1), Masjid (1), Kamar Mandi Guru(1). e. Keadaan Guru BTA SMP Negeri 4 Ungaran Guru ekstra BTA di SMP Negeri 4 Ungaran semuanya berjumlah 8 orang, terdiri dari 1 orang guru laki-laki, dan 7 orang guru perempuan. Tabel 3.1 Data Guru Ekstra BTA di SMP 4 Ungaran No
Nama
Ijazah/Jurusan
Jabatan
Tri Widyastuti, S.Pd.
S1/PAI
Guru kelas VIIIA
Siti Rodliyah, S.Pd.
S1/PAUD
Guru kelas VIIIB
Rosyida Ahmad, S.Pd.
S1/PAI
Guru kelas VIIIC
Jumiati
SMA
Guru kelas VIIID
Rukiyati
S1/PAI
Guru kelas VIIIE
Farikhatul ulya
MA
Guru kelas VIIIF
Linda muyassaroh
MA
Guru kelas VIIIG
Mustofa
S1/PAI
Guru kelas VIIIH
1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
64
f. Keadaan siswa SMP 4 Ungaran Tabel 3.2 Data jumlah siswa SMP 4 Ungaran
NO
KELAS
L
P
JUMLAH
1
A
14
20
34
2
B
14
20
34
3
C
16
18
34
4
D
16
18
34
5
E
14
18
32
6
F
13
18
31
7
G
13
19
32
8
H
14
18
32
JUMLAH
114
149
263
2. Data Responden
No
1.
NAMA RESPONDEN
Tabel 3.3 Daftar Responden Inisial Jabatan
Siti Rodliyah, SR S.Pd. Farikhatul Ulya FU
2. 3.
Tri Widhyastuti, TW S.Pd. Fitri Nurhasanah FN
4. 5. 6.
Annisa Rahma ARF Fadzilah Amma Kautsar AKR Romadoni 65
Pengampu BTA kelas VIII B Pengampu BTA kelas VIII F Pengampu BTA kelas VIII A Siswi kelas VIII B Siswi kelas VIII F
JENIS KELAMIN Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan
Siswa kelas VIII Perempuan A
B. Temuan Penelitian Hasil dari proses wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut : 1. Implementasi metode Tahsin dalam Pembelajaran Membaca AlQur’an Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, implementasi metode tahsin dalam pembelajaran bacaan Al-Qur‟an siswa adalah seperti yang diungkapkan para responden sebagai berikut: 1) SR (28 tahun) Implementasi metode tahsin dalam pembelajaran Al-Qur‟an kepada siswanya dengan memperkenalkan dan menjelaskan Tahsin secara luas, kemudian sejauh mana bacaan Al-Qur‟an siswa dengan cara mengecek satu per satu bacaannya secara bergilir, setelah itu siswa dikelompokkan
sesuai tingkatan bacaannya. Kemudian
penerapan Tahsin dilaksanakan mengikuti bacaan siswa sampai sejauh
mana
kemampuannya.
Untuk
memudahkan
dalam
pembelajaran tahsin SR memilih anak yang sudah lancar baca AlQur‟an untuk membantu menyimak bacaan temannya, tetapi tetap menyetorkan
bacaannya
kembali
kepada
SR.
Untuk
menghilangkan kejenuhan siswa yang menunggu giliran, metode pemberian tugas, metode tutor sebaya dapat diterapkan, Sehingga anak benar-benar faham bacaan Al-Qur‟an yang betul. Seperti ungkapan SR berikut ini:
66
“Pertama menggunakan metode tahsin saya lakukan pengenalan, tahsin itu apa, terus bagaimana cara membacanya beda dengan ngaji biasa, kalau anak SMP kan rata-rata sudah tidak mengaji lagi aslinya mereka itu tahu hurufnya cumin lama tidak mengaji akhirnya lupa. Bacaan mereka masih tidak lancar, bacaannya belum benar ketika ada mad juga membacanya kepanjangan seperti orang-orang dulu dalam membaca Al-Qur‟an. Cara saya menerapkan tahsin pada anak didik saya adalah menyesuaikan bacaan mereka, yang masih jilid ya jilid dulu, yang sudah Al-Qur‟an saya betulkan bacaannya, makhrajnya, jadi menyesuaikan. Karena satu kelas ada kurang lebih 30 anak saya mengambil 2 anak untuk membantu saya di depan, mereka yang menyimak yang jilid dan saya Al-Qur‟an. Setelah disimak oleh mereka tetap harus setoran dengan saya. Dengan mengajak teman-temannya menyimak bacaannya dan memperhatikan pengucapan hurufnya, apabila keliru bisa kita benarkan bersama-sama serta pengulangan bacaan berulangkali agar siswa benar-benar memahami sifat dan makhraj huruf agar tidak semata-mata bisa membaca saja. saya juga menggunakan metode tutor sebaya bagi anak yang masih jilid metode tersebut memudahkan, anakpun bisa lebih leluasa bertanya dan belajar ketika bersama temannya tetapi setelah itu sambil menunggu giliran setoran ke depan saya memberi tugas seperti menulis surat-surat pendek dengan panduan juz amma” (SR, 2-03-2017). 2) FU (21 tahun) FU menerapkan metode tahsin dalam pembelajaran AlQur‟an sesuai bacaan siswa, pertama membaca Al-Qur‟an secara acak, kira-kira anak faham kemudian membaca bersama-sama, setelah itu secara individual, untuk menghindari kejenuhan yang lain dalam menunggu dilakukan metode baca simak dengan temannya. Guru membetulkan bacaan dan temannya menyimak, jika bacaan mereka salah, temannya yang menyalahkan. Seperti yang telah diungkapkan FU berikut ini:
67
“Pertama membaca acak, setelah kira-kira anak faham baru membaca bersama-sama kemudian dengan individual, kalau dengan klasikal kita tidak tahu bagaimana bacaan anak tetapi dengan individual kita dapat memahami bacaan anak-anak satu per satu, agar anak tidak gaduh teman yang lain menyimak bacaan temannya yang sedang mendapat giliran membaca dan tugas kita adalah membetulkan bacaan yang kurang tepat apabila anak pengucapannya masih keliru guru membetulkan berulang-ulang sampai bacaannya betul, Saya menggunakan baca simak bersama temannya, jadi saya bagian saya membetulkan bacaan dan temannya menyimak jika bacaanya salah mereka yang menyalahkan, Pembelajaran metode tahsin diterapkan sesuai bacaan siswa, tetapi agar lebih memudahkan siswa dalam membaca saya mulai pengenalan dari jilid awal” (FU, 3-03-2017). 3) TW (45 tahun) Metode tahsin yang telah TW terapkan kepada anak didiknya dalam pembelajaran Al-Qur‟an tidak berbeda dengan responden sebelumnya, yaitu pengenalan bacaan siswa secara klasikal individual, dan sebelum memulai pembelajaran TW selalu memberi motivasi (dorongan semangat belajar). Seperti ungkapan TW berikut ini: “Dalam menerapkan metode tahsin dalam pembelajaran BTA, sebelum saya memulai pembelajaran saya selalu memberi motivasi dan nasehat ke anak-anak agar lebih semangat belajar dan lebih giat mempelajari Alqur‟an, setelah itu belajar bersama sesuai tingkatannya, kemudian maju ke depan satu-persatu untuk menyetorkan bacaannya, ketika mereka masih keliru dalam bacaannya saya memberi contoh berulang-ulang hingga bacaannya benar. Saya menerapkan strategi klasikal Individual adalah agar dapat menyampaikan seluruh materi secara garis besar dan prinsip-prinsip yang mendasarinya, member motivasi (dorongan semangat belajar), minat, perhatian anak didik dalam belajar. Sehingga dengan demikian mengajar klasikal individual adalah proses belajar mengajar yang dilakukan dengan cara sebagian waktu untuk klasikal dan sebagian untuk individual”(TW, 3-03-2017).
68
Setelah melakukan wawancara, untuk menguatkan hasil penelitian peneliti melakukan cross chek langsung dengan siswa 4) FN (14 tahun) Setelah siswa faham dengan bacaan Alqur‟an melalui metode tahsin dari sifat, makhraj, tajwid, usaha FN untuk menerapkan bacaan Alqur‟an melalui metode tahsin yaitu dengan cara mengulangi membaca setelah kegiatan ekstra dilakukan kemudian mempraktekkan di rumah, sehingga ketika ekstra BTA dilaksanakan FN langsung menyetorkan bacaannya kepada pengampu: “Setelah BTA itu saya tak baca-baca lagi bu tahsinnya, terus kalau di rumah juga tak baca tapi ya tidak tiap hari bu, paling malamnya sebelum BTA saya belajar tahsin. Jadi tinggal setoran dengan guru bisa langsung naik ke halaman berikutnya. Tahsin ini beda dengan yang lain bu, menyadarkan saya tentang bacaan saya yang banyak sekali kekeliruan bu, dari tahsin ini saya bisa belajar cara baca huruf hijaiyyah yang benar mulai dari alif sampai ya‟ dari sifat-sifat huruf, maupun makhraj huruf dari huruf bibir, huruf tenggorokan, huruf lidah dan lain sebagainya, tetapi tahsin ini harus benar-benar dapat mengolah mulut” (FN, 5-3-2017). 5) ARF (14 tahun) Hampir sama dengan ungkapan siswa yang lain selalu dipraktekkan kembali tetapi hanya waktu ekstra BTA, kalau pun dipraktekkan di rumah mungkin hanya sekali dalam seminggu: “Tidak jauh berbeda dari pelaksanaan teman-teman saya juga setelah selesai BTA selalu saya baca berulang-ulang apalagi bacaan yang bagi saya sulit, selain di sekolah di rumah juga saya praktekkan tetapi tidak setiap hari. Tahsin ini berbeda dengan yang kami pelajari biasanya dari tempat ngaji bu, atau TPA lainnya, tahsin ini bener-
69
bener mengajarkan bacaan secara menyeluruh bu dari huruf hijaiyah, ini bacanya seperti apa sifatnnya bagaimana, semua diajarkan meskipun terkadang kami kesusahan mengucapkan hurufnya seperti huruf ضsaya belum bisa mengucapkan sampai sekarang bu, lha susah ogh bu”(ARF, 5-3-2017). 6) AKR (14 tahun) Berhubung rumah dekat dengan TPA, atau tempat penulis yaitu Bu
Sarotun
sangat
memudahkan
untuk
mempraktekkan
pembenaran huruf melalui metode tahsin, melalui: “Karena rumah saya dekat dengan bu Sarotun saya setiap sore ngaji ke tempat beliau bu. Jadi sangat memudahkan saya untuk lebih mendalam mengenal bacaan Alqur‟an. Saya mengulang bacaannya di rumah sambil mengingat cara baca yang saya pelajari dari tahsin. Saya kecilnya di jawa timur bu cara membaca hurufnya sama guru saya disana berbeda bu, cara baca د,ق,ط,ض, صitu sangatsangat berbeda. Metode tahsin ini bacanya diayun, dan perlahan-lahan bacanya, sedangkan saya cepet sekali bacanya, hingga saya belajar mulai dari awal yaitu jilid 1 memperbaiki bacaan, dan sangat berhati-hati dalam membaca Alqur‟an, tetapi kadang kalau sudah ingin segera selesai ngajinya saya kembali cepat dalam membaca Alqur‟an, dan ketika baca cepat makhraj, sifat huruf itu banyak kesalahan bu”(AKR, 5-3-2017). Berdasarkan hasil wawancara kepada 3 responden yaitu pengampu BTA, implementasi metode tahsin dalam pembelajaran Al-Qur‟an disesuaikan dengan tingkatan bacaan siswa bagi yang sudah Al-Qur‟an langsung bisa melanjutkan ke jenjang Al-Qur‟an, tetapi yang, masih sampai jilid dilakukan pembenahan dari awal mulai dari pembetulan bacaan hurufnya, makhraj huruf, serta pemberian tajwid. Pembelajaran tersebut menggunakan strategi dan metode pembelajaran yaitu individual, klasikal individual, klasikal baca simak. Selain itu metode
70
yang digunakan oleh responden dalam membantu pelaksanaan tahsin menggunakan metode tutor sebaya, metode, dan metode pemberian tugas. Hasil wawancara tersebut peneliti kemudian melakukan cross chek kepada siswa. Penerapan metode tahsin oleh siswa dilakukan dengan cara mempraktekkan kembali bacaan mereka di rumah, di sekolah, dan tempat mengaji dengan cara mengingat pembelajaran yang telah dipelajari di sekolah. C. Faktor Penghambat dan Pendukung Implementasi Metode Tahsin Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, factor penghambat dan pendukung implemetasi Metode Tahsin adalah sebagai berikut: 1) SR (28 tahun) Kendala yang sering menghambat metode tahsin adalah masih banyaknya peserta yang kemampuan bacaan Al-Qur‟an masih terbata-bata, kurangnya ketertarikan untuk mendalami bacaan Al-Qur‟an, bacaan orang-orang yang masih mengikuti bacaan orangtua dahulu sehingga ketika metode tahsin diterapkan bacaannya masih sulit dibetulkan, harga jilid tahsin lebih mahal daripada iqro‟ atau jilid lainnya, kurangnya tenaga pendidik. Pendukung dari implementasi metode tahsin ini adalah faktor eksternal: yaitu orangtua, instansi sekolah. Semua pihak sekolah sangat mendukung penerapan ini. Seperti ungkapan SR saat
71
ditanya tentang faktor kesulitan dan kelebihan metode tahsin dalam pembelajaran bacaan Al-Qur‟an pada siswa berikut ini: “Kendala yang sering menghambat implementasi metode tahsin adalah Harga per jilid terkesan lebih mahal daripada iqro‟, Banyak orang yang belum mengetahui tentang tahsin, Bacaan Al-Qur‟an orang Indonesia masih terpengaruh bacaan orang-orang tua dahulu yang asal bisa hingga ketika metode tahsin diterapkan bacaan mereka masih susah dirubah, kurangnya ketertarikan mentahsinkan bacaan Al-Qur‟an, Kendala kita adalah kurangnya tenaga pendidik yang mengampu BTA, karena perkelas lebih dari 30 siswa harusnya satu kelas memiliki lebih dari satu guru Pendukung dari implementasi metode tahsin ini adalah faktor eksternal: yaitu orangtua, instansi sekolah. Semua pihak sekolah sangat mendukung penerapan ini, karena dengan kita belajar Al-Qur‟an menjadi generasi yang cinta Al-Qur‟an. Apalagi orangtua mereka juga ikut mendukung anak mereka memperbaiki bacaan Al-Qur‟annya”(SR, 20-12-2016). 2) FU (21 tahun) `
Faktor yang menghambat implementasi metode tahsin adalah jilid
Tahsin yang terlalu mahal, kurangnya tenaga pendidik, banyak siswa yang masih enggan mentahsinkan Al-Qur‟an, bacaan siswa yang masih terbata-bata. Berikut ungkapan FU saat menjawab pertanyaan faktor penghambat dan pendukung dari implementasi Metode Tahsin pada siswanya: “Pembelian buku tahsin yang terlalu mahal dan kami dari pihak sekolah juga tidak berani membebankan kepada siswa, hingga kami melakukan fotokopi perjilid, dan untuk yang sudah lulus jilid 3 dari pihak sekolah menyediakan juz amma, kurangnya tenaga pendidik yang mengampu di SMP 4 Ungaran, kurangnya ketertarikan siswa dalam mentahsinkan bacaan Al-Qur‟an hingga guru harus memaksa mereka ikut dan diancam dengan nilai, dan bacaan siswa yang masih terbata-bata. ” Faktor keluarga sangat mendukung, dimana ketika anaknya selesai
72
mengikuti tahsin, semangat yang diberikan oleh orangtua untuk lebih tekun belajar ilmu tahsin. Kemudia dari pihak sekolah sangat mendukung adanya penerapan metode tahsin atau program 30 jam untuk siswanya, dimana program tersebut membantu memudahkan dalam belajar Al-Qur‟an. Faktor lingkungan sekolah tentunya berperan dalam mempengaruhi bacaan Al-Qur‟an siswa, karena mereka berinteraksi secara langsung dengan teman, guru, pastinya sedikit banyak bacaan mereka akan berpengaruh (FU, 21-12-2016). 3) TW (45 tahun) Penghambat implementasi metode tahsin adalah kurangnya tenaga pengajar, kurangnya waktu BTA. Pendukung penerapan metode tahsin ini, menurut TW adalah mempermudah dalam membaca Al-Qur‟an, penulisan ayat Al-Qur‟an semakin rapi dan bagus dibandingkan sebelumnya, bacaan Al-Qur‟an anak menjadi lebih tartil dan sesuai makhrajnya, seiring berjalannya waktu siswa semakin patuh dalam mengikuti kegiatan BTA. Peningkatan tersebut mendapat dukungan dari guru-guru mata pelajaran PAI. Seperti ungkapan TW tentang faktor pendukung metode Tahsin: ““Hambatan yang kita alami adalah karena faktor tenaga pendidik yang kurang, dimana yang seharusnya satu kelas diampu oleh beberapa guru tetapi satu kelas hanya 1 guru, kurangnya waktu dalam melaksanakan BTA sehingga program 30 jam tahsin tidak segera terselesaikan, kurangnya ketertarikan siswa dalam BTA. Kemudian pendukungnyaPendukung implementasi adalah Bacaan siswa semakin bagus seiring berjalannya waktu, tulisan ayat Al-Qur‟an yang dulunya masih menggunakan pensil untuk menulis sekarang siswa menggunakan bolpoint jadi tidak takut lagi tulisannya jelek, peningkatan tersebut mendapat dukungan dari para guru PAI. Selain itu, para siswa dapat mengetahui nama-nama bacaan Al-
73
Qur‟an menurut tajwid dan dapat dipraktekkan secara langsung dan metode tahsin tersebut, melatih kesabaran siswa dalam menunggu giliran membaca”(TW, 21-122016). Selain dengan pengampu BTA, peneliti juga melakukan cross chek kepada siswa: 4) FN (14 tahun) FN mengaku faktor penghambat dari metode tahsin ini adalah: kurang
efektifnya
waktu,
kurangnya
tenaga
pendidik.
Dan
pendukungnya adalah Seperti ungkapan FN berikut ini: “Waktu pelaksanaan BTA bu yang kurang pas, waktunya siang kami sudah lelah, lapar, terus gurunya bu kurang masak 30 anak gurunya cuma satu lama nunggunya. Kalau faktor pendukungnya itu orangtua saya sangat senang bu kalau ada BTA, jadi saya bisa ngaji di sekolah”(FN, 5-3-2017). 5) ARF (14 tahun) Kendala dalam Tahsin ini adalah kurangnya waktu, kemalasan dalam tahsin, kurangnya pendidik. Kelebihan dari tahsin adalah jilidnya beda dengan jilid lainnya susunan bacaannya lebih mudah dihafal dan dilafadzkan. Berikut ungkapan ARF: “Kendala yang kami alami itu waktunya itu lho bu kenapa setelah pembelajaran, kami kan belum istirahat jadi lapar belum makan, terus gurunya itu kurang jadi nggak cepet selesai BTAnya. Kalau kelebihannya tahsin ini beda bu dari yang sudah tak pelajari sebelumnya susunannya beda mudah dihafal juga dilafadzkan (ARF, 5-3-2017). 6) AKR (14 tahun) Menurut AKR faktor yang menghambat adalah kurangnya tenaga pendidik, guru selalu member tugas. Pendukungnya adalah kesabaran
74
guru dalam mengajarkan Tahsin, bacaan Tahsin mudah diingat. Seperti yang dikatakan oleh AKR berikut ini: “Kalau kendalanya itu gurunya bu kurang kita kan mesti setoran satu-satu nunggunya itu lho bu lama, terus kalau BTA mesti dikasih tugas. Kelebihannya itu gurunya bu sabar sekali menghadapi muridnya dicek bacaannya satusatu padahal dari 30 an anak, terus bacaan tahsinnya itu mudah diingat, dihafal karena sesuai susunan lafadz” (AKR, 5-3-2017). Dari wawancara di atas faktor yang mempengaruhi metode tahsin diantaranya memiliki kelebihan dan kekurangan, seperti: Faktor yang menghambat metode tahsin adalah masih banyaknya peserta yang kemampuan bacaan Al-Qur‟an masih terbata-bata, kurangnya ketertarikan untuk mendalami bacaan Al-Qur‟an, bacaan orang-orang yang masih mengikuti bacaan orangtua dahulu sehingga ketika metode tahsin diterapkan bacaannya masih sulit dibetulkan, harga jilid tahsin lebih mahal daripada iqro‟ atau jilid lainnya. kurangnya tenaga pendidik, waktu pelaksanaan metode tahsin kurang karena cuma sekali dalam seminggu, sarana prasarana. Selain penghambat di atas, implementasi metode tahsin ini juga memiliki dua faktor pendukung, diantaranya: faktor internal: faktor yang muncul daari pribadi siswa sendiri, dan faktor eksternal, yaitu faktor keluarga, Institusional, lingkungan sekolah.
75
BAB IV ANALISA DATA A. Implementasi Metode Tahsin dalam Pembelajaran Bacaan Al-Qur’an Siswa Berdasarkan temuan peneliti dari hasil wawancara pada bab sebelumnya bahwa implementasi metode tahsin dalam meningkatkan bacaan Al-Qur‟an siswa dengan menyesuaikan bacaan siswa, jika membaca
Al-Qur‟an
sudah
lancar,
pengampu
hanya
melakukan
pembetulan bacaan, makhraj, serta pemberian tajwid. Tetapi yang masih jilid guru melatih dari awal, pengajaran makhraj, sifat huruf, tajwid langsung diterapkan pada bacaan. Dalam proses belajar mengajar akan tetap
menggunakan
strategi
dan
metode
pembelajaran.
Strategi
Pembelajaran yang dimaksud adalah: 1. Individual Individual adalah mengajar dengan memberikan materi pelajaran orang perorang sesuai dengan kemampuannya menerima pelajaran, sehingga dengan demikian strategi mengajar individual adalah proses belajar mengajar yang dilakukan dengan cara satu per satu sesuai dengan materi pelajaran yang dipelajari atau dikuasai anak didik. 2. Klasikal Individual Klasikal adalah belajar mengajar dengan cara memberikan materi pelajaran dengan cara massal (bersama-sama) kepada sejumlah anak didik dalam satu kelompok. Sedangkan menurut Syaiful Sagala 76
(2006:185) pembelajaran klasikal adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada sejumlah siswa, yang biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di kelas. Model pembelajaran klasikal ini di terapkan oleh guru dalam proses pembelajaran membaca Al-Qur‟an di kelas. Tujuan klasikal Individual adalah agar guru dapat menyampaikan seluruh materi secara garis besar dan prinsip-prinsip yang mendasarinya, member motivasi (dorongan semangat belajar), minat, perhatian anak didik dalam belajar. Sehingga dengan demikian mengajar klasikal individual adalah proses belajar mengajar yang dilakukan dengan cara sebagian waktu untuk klasikal dan sebagian untuk individual. (Munir, 2007:24). Metode ini peneliti temukan pada wawancara: “Dalam menerapkan metode tahsin dalam pembelajaran BTA, sebelum saya memulai pembelajaran saya selalu memberi motivasi dan nasehat ke anak-anak agar lebih semangat belajar dan lebih giat mempelajari Alqur‟an, setelah itu belajar bersama sesuai tingkatannya, kemudian maju ke depan satu-persatu untuk menyetorkan bacaannya, ketika mereka masih keliru dalam bacaannya saya memberi contoh berulang-ulang hingga bacaannya benar. Saya menerapkan strategi klasikal Individual adalah agar dapat menyampaikan seluruh materi secara garis besar dan prinsip-prinsip yang mendasarinya, memberi motivasi (dorongan semangat belajar), minat, perhatian anak didik dalam belajar” (TW, 3-03-2017). 3. Klasikal Baca Simak Teknik belajar membaca Al-Qur‟an dengan klasikal baca simak dengan dilakukan dengan cara anak didik membaca bersama-sama secara klasikal dan bergantian membaca secara individu atau kelompok,
77
murid yang lain menyimak. Hal ini peneliti temukan pada wawancara berikut ini: “Pertama Membaca acak, baru membaca bersama-sama kemudian dengan individual, kalau dengan klasikal kita tidak tahu bagaimana bacaan anak tetapi dengan individual kita dapat memahami bacaan anak-anak satu per satu, agar anak tidak gaduh teman yang lain menyimak bacaan temannya yang sedang mendapat giliran membaca dan tugas kita adalah membetulkan bacaan yang kurang tepat apabila anak pengucapannya masih keliru guru membetulkan berulang-ulang sampai bacaannya betul” (FU, 3-3-2017). Selain strategi di atas guru juga menggunakan metode-metode yang dapat membantu pelaksanaan metode Tahsin, diantaranya: a. Metode Tutor Sebaya Para responden lebih sering menggunakan metode tutor sebaya, karena Metode tutor sebaya akan memudahkan siswa untuk lebih cepat memahami apa yang diajarkan oleh temannya, dibandingkan yang diajarkan oleh guru. Karena belajar dengan teman menjadikan siswa bebas untuk menyampaikan gagasangagasan atau pertanyaan-pertanyaan mengenai hal-hal yang belum mereka
pahami
dan mereka
ketahui. Suherman
(2003:43),
menjelaskan metode tutor sebaya sebagai metode pembelajaran dimana kelompok yang telah tuntas terhadap bahan pelajaran , memberikan bantuan pada siswa yang mengalami kesulitan dalam bahan pelajaran yang dipelajarinya. Inti dari pembelajaran tutor sebaya dikemukakan oleh Sutamin (2013) adalah pembelajaran yang pelaksanaanya dalam membagi kelas dalam kelompok-kelompok
78
kecil, yang sumber belajarnya bukan hanya guru melainkan teman sebaya yang pandai dan cepat dalam menguasai suatu materi tertentu. Selain memudahkan bagi siswa, metode tutor sebaya sangat membantu
berjalannya
pembelajaran
karena
siswa
yang
kemampuannya lebih tinggi dapat membantu temannya. Hal ini peneliti temukan pada wawancara berikut ini: b. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi selalu dipakai dalam menerapkan implementasi metode tahsin, mentode demonstrasi adalah metode mengajar dengan menggunakan eragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan tertentu kepada siswa. Dapat digunakan dalam penyampaian makhraj, tajwid, maupun sifat huruf. Metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang terjadinya suatu peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami peserta didik secara nyata atau tiruannya, lebih lanjut Syaiful Sagala (2012:211) menyatakan bahwa: Metode demonstrasi dalam belajar mengajar adalah metode yang digunakan seorang guru atau orang luar yang sengaja didatangkan, atau murid sekalipun untuk mempertunjukkan gerakan-gerakan suatu proses dengan prosedur yang benar dengan disertai keterangan-keterangan kepada seluruh dunia, dalam metode demonstrasi murid mengamati dengan teliti dan seksama serta dengan penuh perhatian dan partisipasi.
79
Sedangkan menurut Zainal Aqib (2010:96) metode demonstrasi adalah suatu cara mengajar dengan mempertunjukkan cara kerja suatu benda, benda itu dapat benda sebenarnya atau suatu model. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa demonstrasi adalah metode
yang
dalam
pembelajarannya
adalah
dengan
cara
memperagakan baik itu siswa maupun oleh guru. c. Metode Pemberian Tugas Metode pemberian tugas ini sering diterapkan hampir semua guru. Dengan tujuan anak merasa betah di kelas, tidak merasa jenuh dan bosan ketika menunggu giliran. Menurut Roestiyah(1996: 132) metode pemberian tugas memiliki tujuan agar siswa menghasilkan hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihanlatihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu menjadi lebih terintegrasi. Metode pemberian tugas dimana guru memberikan sejumlah tugas terhadap muridmuridnya untuk mempelajari sesuatu, kemudian mereka disuruh untuk mempertanggungkawabkannya. Tugas yang diberikan guru bisa berbentuk memperbaiki, memperdalam, mengecek, mencari informasi, atau menghafal pelajaran. Metode ni mempunyai 3 fase yaitu: (1) Fase pemberian tugas, (2) Fase pelaksanaan tugas, (3) Fase pertanggungjawaban tugas. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik membaca Al-Qur‟an dengan metode tahsin sangat bervariasi, dimana
80
teknik yang digunakan bisa disesuaikan dengan kondisi kemampuan anak dan kondisi kelas, sehingga tujuan pembelajaran Al-Qur‟an dapat tercapai (Munir, 2007:25). B. Faktor Penghambat dan Pendukung Implementasi Metode Tahsin Berdasarkan penelitian pada bab sebelumnya, factor penghambat dan pendukung implementasi metode tahsin adalah: 1. Penghambat: a. Masih banyaknya peserta yang kemampuan bacaan Al-Qur‟an masih terbata-bata b. Kurangnya ketertarikan untuk mendalami bacaan Al-Qur‟an, c. Bacaan siswa yang masih mengikuti bacaan orangtua dahulu sehingga ketika metode tahsin diterapkan bacaannya masih sulit dibetulkan, d. Harga jilid tahsin lebih mahal daripada iqro‟ atau jilid lainnya. e. Kurangnya tenaga pendidik f. Waktu pelaksanaan metode tahsin kurang karena cuma
sekali
dalam seminggu g. Sarana Prasarana Sarana
dan
prasarana
sangat
berpengaruh
terhadap
berjalannya program tahsin, dimana ketika suatu media itu tidak ada, pasti pembelajaran tidak sesuai dengan yang kita inginkan, suasana dalam kelas akan hampa dan mungkin bisa membuat pembelajaran gagal. Sarana dan prasarana di SMP 4 Ungaran yang
81
digunakan untuk BTA masih belum memadai, jilid-jilid yang digunakan untuk berlangsungnya BTA masih berupa foto kopian dari penggandaan jilid yang asli, semua itu karena minimnya dana yang disisihkan untuk kegiatan ekstra BTA, sedangkan dari pihak sekolah tidak diperkenankan memungut biaya sepeser pun dari orangtua siswa. Hal ini peneliti temukan pada wawancara berikut ini: “Pembelian buku tahsin yang terlalu mahal dan kami dari pihak sekolah juga tidak berani membebankan kepada siswa, hingga kami melakukan fotokopi perjilid, dan untuk yang sudah lulus jilid 3 dari pihak sekolah menyediakan juz amma, kurangnya tenaga pendidik yang mengampu di SMP 4 Ungaran, kurangnya ketertarikan siswa dalam mentahsinkan bacaan Al-Qur‟an hingga guru harus memaksa mereka ikut dan diancam dengan nilai, dan bacaan siswa yang masih terbata-bata” (FU, 21-122016). 2. Pendukung Terdapat dua faktor pendukung implementasi metode tahsin, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, yaitu: a. Faktor internal: faktor yang muncul dari pribadi siswa sendiri, seiring berjalannya waktu, dari diri siswa yang kurang tertarik dengan tahsin lama-kelamaan mereka sudah terbiasa dan tertib mengikuti tahsin, dan bacaan mereka semakin bagus dan betul sesuai tajwid, siswa akan memahami bahwa segala pengalaman bacaan akan berdampak pada diri mereka sendiri, mereka yang bisa menentukan bacaan mana yang menurut mereka itu mudah dipraktekkan. Hal ini peneliti temukan dari wawancara berikut:
82
b. Faktor eksternal, yaitu: faktor keluarga, Institusional, lingkungan 1) Keluarga, dukungan keluarga sangat berpengaruh dalam metode tahsin ini, apalagi dukungan orangtua dapat memotivasi anaknya agar tekun menerapkan metode tahsin ini. Hal ini peneliti temukan dari hasil wawancara berikut ini: 2) Institusi Karena usia siswa-siswa SMP merupakan usia dimana seseorang sedang giat-giatnya mencari ilmu, maka institusi memegang peran yang penting dalam pembentukan pendidikan agama khususnya Al-Qur‟an . 3) Lingkungan Lingkungan mempengaruhi
sekolah
tentunya
berperan
dalam
bacaan Al-Qur‟an siswa, karena
mereka
berinteraksi secara langsung dengan teman, guru,
pastinya
sedikit banyak bacaan mereka akan berpengaruh. Hal ini peneliti temukan dari wawancara berikut: “Kemudia dari pihak sekolah sangat mendukung adanya penerapan metode tahsin atau program 30 jam untuk siswanya, dimana program tersebut membantu memudahkan dalam belajar Al-Qur‟an. Faktor lingkungan sekolah tentunya berperan dalam mempengaruhi bacaan Al-Qur‟an siswa, karena mereka berinteraksi secara langsung dengan teman, guru, pastinya sedikit banyak bacaan mereka akan berpengaruh (FU, 21-12-2016). Faktor yang paling dominan adalah faktor internal yaitu diri sendiri, pstinya
ketika kita belajar tentang Al-Qur‟an melalui
metode Tahsin, ketika kita dalam membaca salah, guru yang
83
mengingatkan dan mengajari berulang-ulang sampai kita dapat melafadzkan
dan mempraktekkan setiap membaca Al-Qur‟an.
Semua tergantung pada diri sendiri karena ekstra BTA hanya 1 kali dalam seminggu, setelah itu bagaimana kita mengaplikasikannya terhadap bacaan kita, bisa dengan cara minta disimak oleh teman secara langsung.
84
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut: 1. Implementasi Metode Tahsin dalam Pembelajaran Al-Qur’an Implementasi metode tahsin dalam pembelajaran Al-Qur‟an disesuaikan dengan bacaan tingkatan bacaan siswa bagi yang sudah Al-Qur‟an langsung bisa melanjutkan pada Ak-Qur‟an, tetapi yang, masih sampai jilid dilakukan pembenahan dari awal mulai dari pembetulan bacaan hurufnya, makhraj huruf, serta pemberian tajwid. Pembelajaran tersebut tidak lepas dari strategi dan teknik guru dalam mengajarkan materi, maupun dalam metode pembelajaran. Strategi Pembelajaran yang dimaksud adalah secara individual, klasikal individual, klasikal baca simak. Selain itu metode yang digunakan oleh responden dalam membantu pelaksanaan tahsin adalah menggunakan metode tutor sebaya, metode, dan metode pemberian tugas. 2. Faktor Penghambat dan Pendukung Implementasi Metode Tahsin Faktor yang menghambat metode tahsin adalah masih banyaknya peserta yang kemampuan bacaan Al-Qur‟an masih terbata-bata, kurangnya ketertarikan untuk mendalami bacaan Al-Qur‟an, bacaan orang-orang yang masih mengikuti bacaan orangtua dahulu sehingga ketika metode tahsin diterapkan bacaannya masih sulit dibetulkan, 85
harga jilid tahsin lebih mahal daripada iqro‟ atau jilid lainnya. kurangnya tenaga pendidik, waktu pelaksanaan metode tahsin kurang karena cuma sekali dalam seminggu, sarana prasarana. Selain penghambat di atas, implementasi metode tahsin ini juga memiliki dua faktor pendukung, diantaranya: faktor internal: faktor yang muncul daari pribadi siswa sendiri, dan faktor eksternal, yaitu faktor keluarga, Institusional, lingkungan sekolah. B. Saran-Saran 1. Saran peneliti untuk pengasuh sekaligus guru pengajaran di SMP 4 Ungaran Kab. Semarang untuk tetap istiqomah dan bersabar dalam meningkatkan kualitas bacaan Al-Qur‟an siswanya. 2. Bagi siswa di SMP 4 Ungaran Kab. Semarang seraplah ilmu yang diberikan gurumu dengan disertai restu dan barokahnya guru dan ilmu, karena program Tahsin kelak akan berguna di masyarakat dan kehidupanmu kelak. C. Penutup Alhamdulillahi rabbil „alamin, Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufiq, hidayah, serta inayah-Nya Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan rasa syukur. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi belum mencapai tahap kesempurnaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, demi kesempurnaan skripsi ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, semoga dengan kritik 86
dan saran yang pembaca berikan dapat membangun skripsi ini untuk mendekati tahap kesempurnaan. Penulis mengucapkan terima kasih atas sumbangsih dalam penyelesaian skripsi ini dan penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Jazaakumullahu Khairan Katsiir, Aamiin.
87
DAFTAR PUSTAKA
Abdur Rauf, Abdul Aziz. 2014. Pedoman Dauroh Al-Qur’an.Jakarta:Markas AlQur’an. Abdur Rauf, Abdul Aziz. 2003. Pedoman Dauroh Al-Qur’an. Depok:Pustaka Harun. Abdurohim, Acep.2003. Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap. Bandung:CV Penerbit Diponegoro. Abu Hasyim, Muhsin.2007. Panduan Praktis Tajwid dan Bid’ah-bid’ah Seputar AlQur’an Serta 250 Kesalahan Dalam Membaca Al-Fatihah. Magetan:Maktabah Daarul Atsar. AlQattan, Manna Khalil. 2007.Studi Ilmu dan Al-Qur’an. Bogor:Pustaka Antar Nusa. Ashiddieqy, Hasbi. 2009. Sejarah dan Pengantar Ilmu dan Tafsir. Semarang:Pustaka Rizki Putra. Annuri, Ahmad. 2016. Panduan Tahsin Tilawah Al-Qur’an dan Tajwid. Jakarta:Pustaka Al-Kautsar. Arief, Armai.2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta. Ciputat Press. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penulisan Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Aqib,Zainal. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya:Yrama Widya. Budiyanto, M, dkk.2003.Ringkasan Pedoman, Pengelolaan, Pembinaan, dan Pengembangan Gerakan Membaca Menulis, Memahami, Mengamalkan dan Memasyarakatkan Al-Qur’an. Jakarta: Balai Litbang Tim Tadarus AMM. Departemen Agama RI.1989. Al-Qur’an dan Terjemahannya.Jakarta:Proyek Kerja dan Kitab Suci Al-Qur’an. Depag RI. 1995. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Penyelenggara dan Terjemah Al-Qur’an. E. Mulyasa.2003.Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik dan Implementasi. Bandung: Rosdakarya. Ismail SM.2008. Strategi Pembelajaran Agama Islam.Semarang:Rosail Media Group. Jazari, Abi Khoiri Syamsudin Bin Muhammad. 1987. Matan Jazariyah.
Mansur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Margono, S.2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta. Mathew B, dkk.1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:UI Press. Muhadjir, Noeng. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:Reka Sasarin. Munir, Ahmad dan Soedarso. 1994. Ilmu Tajwid Seni Baca Al-Qur’an. Jakarta:Bineka Cipta. Parera, Jos Daniel. 1996. Pedoman Kegiatan Belajar Mengajar. Jakarta:Widya Sarana Indonesia. Sarotun. 2013. Cara Mudah dan Praktis TahsinTilawah Al-Qur’an Program 30 Jam. Ungaran:Rumah Tahsin Tahfidz Al-Bayan. Sarotun. 2011. Petunjuk Pengajaran Pra Tahsin/Tahsin Tilawah Metode Al-Bayan. Ungaran: Rumah Tahsin Tahfidz Al-Bayan. Singarimbun, Irawati.1989. Teknik Wawancara dalam Masri Singarimbun dan Sofien Effendi(ed), Metode Penelitian Survai. Jakarta:LP3ES. Soejono. 1990.Didaktik Metodik Umur.Bandung:Bina Karya. Sugiono. 2010. Metode Bandung:Alfabeta. Surakhmad, Winarno. Bandung:Tarsito.
Penelitian 1995.
Kuantitatif,
Pengantar
Kualitatif,
Interaksi
dan
Mengajar
R&
D.
Belajar.
Syarifuddin, Ahmad. 2008.Mendidik Anak Membaca Menulis Mencintai Al-Qur’an. Jakarta:Gema Insani. Usman, M Basirudin.2002. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta:Ciputat Press. Wiriatmaja, Rachiyati. 2004. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung:Remaja Rosdakarya. Wasito.2016.www.kabarmakkah.com/2016/04/ulama-yang-pertama-kalimenemukan-dan-menulis-ilmu-tajwid.html. Diakses pada pada tanggal 4 Maret 2017
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DOKUMENTASI
PEDOMAN WAWANCARA KEPADA PENGAMPU Nama
: Lynda Fitri Ariyanti
NIM
: 11413020
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi
: Implementasi Metode Tahsin dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2016/2017
No Konsep Indikator 1. Implementasi Waktu metode Tahsin dalam pembelajaran membaca AlQur’an Cara penerapan
Perubahan 2.
Pertanyaan 1. Kapankah waktu penerapan metode tahsin dalam pembelajaran AlQur’an?
2. Bagaimana menerapkan metode tahsin dalam pembelajaran Al-Qur’an? 3. Apa saja teknik pembelajaran dalam menggunakan metode tahsin? 4. Apakah ada metode pembelajaran yang lain dalam menerapkan tahsin? 5. Bagaimana pemahaman anak tentang metode tahsin? 6. Bagaimana penerapan anak ketika usai mengikuti program tahsin? 7. Apa perubahan yang terjadi ketika mereka sudah mengenal tahsin? 8. Adakah kendala dalam menerapkan metode tahsin? 9. Apa kelemahan dalam menggunakan metode tahsin?
Faktor Kendala penghambat yang dan pendukung dihadapi implementasi metode tahsin Faktor 10. Apa pendukung terselenggaranya pendukung metode tahsin? 11. Apa kelebihan menggunakan metode tahsin dalam pembelajaran?
PEDOMAN WAWANCARA KEPADA SISWA Nama
: Lynda Fitri Ariyanti
NIM
: 11413020
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi
: Implementasi Metode Tahsin dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2016/2017
No Konsep Indikator 1. Implementasi Waktu metode Tahsin dalam pembelajaran membaca AlQur’an Cara penerapan
Perubahan
2.
Pertanyaan 1. Kapankah waktu penerapan metode tahsin dalam pembelajaran Al-Qur’an?
2. Bagaimana menerapkan metode tahsin dalam pembelajaran Al-Qur’an? 3. Bagaimana pemahaman anda tentang metode tahsin? 4. Bagaimana penerapan anda ketika usai mengikuti program tahsin? 5. Apa perubahan yang terjadi ketika anda sudah mengenal dan belajar tahsin? 6. Adakah kendala dalam menerapkan metode tahsin? 7. Apa kelemahan dalam menggunakan metode tahsin?
Faktor Kendala penghambat yang dan pendukung dihadapi implementasi metode tahsin Faktor 8. Apa pendukung terselenggaranya pendukung metode tahsin? 9. Apa kelebihan menggunakan metode tahsin dalam pembelajaran?