PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI NOMOR : P.14/PHPL/SET/4/2016 TENTANG STANDAR DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) DAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI,
Menimbang
a.
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri
Lingkungan
Hidup
dan
Kehutanan
Nomor
P.30/Menlhk/Setjen/PHPL.3/3/2016 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin, atau pada Hutan Hak; b.
bahwa sehubungan dengan huruf a tersebut di atas, perlu
menetapkan
Peraturan
Direktur
Jenderal
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK). Mengingat
1.
Undang-Undang
Nomor
41
Tahun
1999
tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor
3888),
sebagaimana
telah
diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor
41
Tahun
1999
tentang
Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 2.
Undang-Undang Pencegahan
Nomor
dan
18
Tahun
Pemberantasan
2013
tentang
Perusakan
Hutan
(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5432); 3.
Undang-Undang Standardisasi
Nomor
dan
20
Penilaian
Tahun
2014
Kesesuaian
tentang
(Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584); 4.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Tahun
2008
(Lembaran
Pemerintah
Negara
Republik
Nomor
3
Indonesia
Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814); 5.
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan
Organisasi,
Tugas
dan
Fungsi
Eselon
I
Kementerian Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014; 6.
Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja;
7.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata
Kerja
Kementerian
Lingkungan
Hidup
dan
Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 779); 8.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.30/Menlhk/Setjen/PHPL.3/3/2016
tentang
Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan
Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin, atau pada Hutan Hak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 368); MEMUTUSKAN : Menetapkan:
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI TENTANG STANDAR DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI (PHPL) DAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (VLK). Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan: 1.
Auditee adalah pemegang izin atau pemegang hak pengelolaan atau pemilik hutan hak atau IRT/Pengrajin yang dilakukan penilaian kinerja dan/atau verifikasi oleh LPPHPL atau LVLK.
2.
Deklarasi Impor adalah surat pernyataan dari importir yang menyatakan produk kehutanan yang akan diimpor sesuai
dengan
hasil
pelaksanaan
uji
tuntas
(due
diligence) yang dilakukan oleh importir. Pasal 2 (1)
Standar Penilaian Kinerja PHPL pada: a.
Pemegang
IUPHHK-HA
sebagaimana
tercantum
sebagaimana
tercantum
sebagaimana
tercantum
dalam Lampiran 1.1; b.
Pemegang
IUPHHK-HT
dalam Lampiran 1.2; c.
Pemegang
IUPHHK-RE
dalam Lampiran 1.3; dan d.
Pemegang Hak Pengelolaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1.4.
(2)
Standar VLK pada: a.
Pemegang IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, IUPHHK-RE, dan Hak Pengelolaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.1;
b.
Hutan
Negara
(IUPHHK-HTR, IUPHHK-HTHR)
yang
dikelola
oleh
IUPHHK-HKm, sebagaimana
Masyarakat IUPHHK-HD,
tercantum
dalam
Lampiran 2.2; c.
Hutan Hak, termasuk Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Tanah Bengkok, Titisara, Hutan milik Desa, Hutan Adat, dan Kuburan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.3;
d.
Pemegang
IPK,
termasuk
IPPKH
sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 2.4; e.
Pemegang IUIPHHK dengan kapasitas produksi lebih dari 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun dan IUI
dengan
Rp500.000.000,-
nilai
investasi
(lima
ratus
lebih juta
dari
rupiah)
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.5; f.
Pemegang
IUIPHHK
kapasitas
produksi
sampai
dengan 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun dan IUI dengan nilai investasi sampai dengan Rp500.000.000,-
(lima
ratus
juta
rupiah)
sebagaimana dalam Lampiran 2.6; g.
Pemegang
TDI
sebagaimana
tercantum
dalam
Lampiran 2.7; h.
IRT/Pengrajin
sebagaimana
tercantum
dalam
Lampiran 2.8; i.
TPT sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.9; dan
j.
Eksportir
non-produsen
sebagaimana
tercantum
dalam Lampiran 2.10. (3)
Pedoman
pelaksanaan
Penilaian
Kinerja
PHPL
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3.1. (4)
Pedoman pelaksanaan VLK pada: a.
Pemegang IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, IUPHHK-RE, Hak Pengelolaan, IPK termasuk IPPKH atau Hutan Negara yang dikelola oleh Masyarakat sebagaimana dalam Lampiran 3.2 ;
b.
Pemilik Hutan Hak, termasuk Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Tanah Bengkok, Titisara, Hutan milik Desa,
Hutan Adat, dan Kuburan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3.3; c.
Pemegang IUIPHHK dan IUI sebagaimana dalam Lampiran 3.4;
d.
Pemegang
TDI
sebagaimana
tercantum
dalam
Lampiran 3.5; e.
IRT/Pengrajin
sebagaimana
tercantum
dalam
Lampiran 3.6; f.
TPT sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3.7;
g.
Eksportir
non-produsen
sebagaimana
tercantum
dalam Lampiran 3.8. (5)
Pedoman
Pelaksanaan
DKP
Hutan
Hak,
TPT,
IRT/Pengrajin, dan Produk kehutanan yang didatangkan dari luar negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3.9. (6)
Pedoman Pelaksanaan Pengecekan DKP sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3.10.
(7)
Pedoman Pelaksanaan VLBB sebagaimana tercantum Lampiran 3.11.
(8)
Pedoman Kriteria dan Persyaratan Personil dan Auditor dalam Pelaksanaan
Penilaian
Kinerja
Pengelolaan
Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu tercantum dalam Lampiran 3.12. (9)
Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan: a.
Penilaian
Kinerja
PHPL
sebagaimana
dalam
Lampiran 3.13, dan b.
VLK sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3.14
(10) Tata Cara dan Pedoman Pemantauan Independen dalam Pelaksanaan Penilaian Kinerja PHPL, VLK, Hasil Uji Tuntas (due diligence), VLBB
dan Penerbitan DKP
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4. (11) Pedoman Pengajuan dan Penyelesaian Keluhan dan Banding dalam pelaksanaan Penilaian Kinerja PHPL dan VLK serta Penerbitan DKP sebagaimana tercantum dalam Lampiran 5. (12) Pedoman
Penggunaan
Tanda
tercantum dalam Lampiran 6.
V-Legal
sebagaimana
(13) Pedoman Penerbitan Dokumen V-Legal sebagaimana tercantum dalam Lampiran 7. Pasal 3 (1)
Pemegang IUIPHHK, IUI, TDI, TPT, IRT/Pengrajin, dan eksportir non produsen wajib menggunakan bahan baku yang telah memiliki S-PHPL atau S-LK atau DKP.
(2)
Pemegang IUIPHHK, IUI, TDI, TPT, IRT/pengrajin, dan eksportir
non-produsen
yang
menerima
kayu
bulat
dan/atau kayu olahan yang dilengkapi DKP, melakukan pengecekan terhadap kebenaran DKP pada pemasok dan asal usul kayu yang dipasok, untuk memastikan legalitas kayu yang diterimanya. (3)
Pengecekan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memastikan kesesuaian antara formulir DKP dengan kebenaran pemasok, asal usul kayu, jenis kayu, dan volume yang disuplai.
(4)
Hasil pengecekan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat
(3),
dibuat
dalam
bentuk
laporan
hasil
pengecekan. (5)
Penerima kayu dan/atau produk kayu yang dilengkapi DKP wajib menyampaikan laporan bulanan penerimaan kayu dan/atau produk kayu kepada Kepala Dinas yang membidangi kehutanan di Provinsi dengan tembusan kepada Kepala Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP).
(6)
Dalam rangka menjaga kredibilitas DKP sewaktu-waktu dapat dilakukan inspeksi acak oleh pemerintah atau pihak ketiga yakni LVLK yang ditunjuk pemerintah atas biaya pemerintah atau pihak lain yang tidak mengikat.
(7)
Dalam hal penerbitan DKP ditemukan atau patut diduga adanya ketidaksesuaian dan/atau ketidakbenaran dari salah satu deklarasi, dilakukan inspeksi khusus oleh pemerintah atau pihak ketiga yakni LVLK yang ditunjuk pemerintah atas biaya pemerintah atau pihak lain yang tidak mengikat.
Pasal 4 (1)
Penilaian kinerja PHPL atau VLK oleh LP&VI terhadap pemegang izin, hak pengelolaan, IRT/Pengrajin atau pemilik hutan hak yang dibiayai oleh Kementerian sesuai standar biaya.
(2)
Dalam
hal
keterbatasan
biaya
Kementerian
untuk
penilaian
dan/atau verifikasi, pemegang izin dapat
berinisiatif
mengajukan
permohonan
secara
mandiri
kepada LP&VI. (3)
Untuk pelaksanaan penilaian dan/atau verifikasi yang dibiayai secara mandiri dapat mengacu pada standar biaya yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 5
(1)
Pemilik hutan hak, pemegang hak pengelolaan, pemegang IUIPHHK kapasitas produksi sampai dengan 6.000 meter kubik per tahun, IUI, TDI, dan IRT/Pengrajin dapat menerapkan sertifikasi multilokasi (multisite).
(2)
Pemegang IUIPHHK kapasitas produksi sampai dengan 6.000 meter kubik per tahun, IUI, TDI, dan IRT/Pengrajin sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang seluruhnya menggunakan kayu dari : a.
pemegang hak pengelolaan yang telah memiliki S-LK dan/atau
b.
pemilik kayu hutan hak yang telah memiliki S-LK atau DKP.
(3)
Penerapan sertifikasi multilokasi (multisite) bagi pemilik hutan hak dan pemegang izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilaksanakan dalam hal: a.
Proses pengelolaan untuk setiap lokasi/site adalah sama;
b.
Terdapat sistem manajemen yang terkendali yang dituangkan
dalam
dokumen
kesepakatan
atau
AD/ART atau akte pendirian kelompok; dan c.
Auditee mampu menyediakan informasi manajemen dan perubahan dokumen.
(4)
Penerapan sertifikasi multilokasi (multisite) bagi hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dalam hal: a.
Proses pengelolaan untuk setiap lokasi/site adalah sama dan dioperasikan dengan metode dan prosedur yang sama;
b.
Terdapat sistem manajemen yang terkendali dan teradministrasi secara sentral; dan
c.
Auditee mampu menyediakan informasi tinjauan manajemen, perubahan dokumen, serta rencana audit internal dan evaluasi hasilnya.
(5)
Pelaksanaan
sertifikasi
multilokasi
(multisite)
dilaksanakan secara sampling. (6)
Dalam
hal
terdapat
ketidaksesuaian
pada
anggota
sertifikasi multilokasi sebagaimana dimaksud ayat (1), maka sertifikat multilokasi menjadi tidak berlaku. Pasal 6 (1)
Pemilik hutan hak dan pemegang izin dapat menerapkan sertifikasi berkelompok.
(2)
Pemilik Hutan Hak, termasuk Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Tanah Bengkok, Titisara, Hutan milik Desa, Hutan Adat, dan Kuburan dapat mengajukan sertifikasi secara berkelompok dalam 1 kabupaten/kota.
(3)
Pemegang
IUPHHK-HKm,
IUPHHK-HTR,
IUPHHK-HD,
IUIPHHK kapasitas produksi sampai dengan 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun, IUI dengan modal investasi kurang dari Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) di luar tanah dan bangunan, TDI, IRT/Pengrajin, serta TPT dapat mengajukan sertifikasi secara berkelompok. (4)
Dalam
hal
sertifikasi
berkelompok
hutan
hak
sebagaimana dimaksud ayat (2) yang tumbuh secara alami dapat menggunakan pembiayaan dari Pemerintah dengan jumlah minimal anggota kelompok adalah 10 pemilik. (5)
Dalam
hal
dimaksud
sertifikasi
ayat
(3)
berkelompok
menggunakan
sebagaimana
pembiayaan
Pemerintah atas dasar usulan dari Dinas Provinsi.
dari
(6)
Pemilik
Hutan
IUPHHK-HTR,
Hak
dan
pemegang
IUPHHK-HD
yang
IUPHHK-HKm,
tergabung
dalam
kelompok serta telah memiliki S-LK, biaya penilikan dapat
diajukan
ke
Kementerian
sepanjang
belum
berproduksi. (7)
Pelaksanaan sertifikasi berkelompok dilaksanakan secara sensus.
(8)
Dalam
hal
terdapat
ketidaksesuaian
pada
anggota
kelompok sertifikasi sebagaimana dimaksud ayat (1), maka terhadap anggota kelompok tersebut dikeluarkan dari
kelompoknya
dan
sertifikat
berkelompok
tetap
berlaku. Pasal 7 (1)
Dalam
hal
Pemegang
IRT/Pengrajin,
dan
menggunakan
bahan
IUIPHHK, eksportir baku
dari
IUI,
TDI,
non
TPT,
produsen
sebagian
industri
pemasok atau TPT yang belum memiliki S-LK atau DKP, maka wajib dilakukan VLBB oleh LVLK atas biaya auditee. (2)
Terhadap pemegang izin yang telah memperoleh S-LK tidak dapat diterapkan VLBB.
(3)
Industri pemasok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yaitu Pemegang IUIPHHK kapasitas produksi sampai dengan 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun, TDI, dan IUI dengan investasi di bawah Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
(4)
VLBB
sebagaimana
ayat
(1)
dilakukan
pada
saat
verifikasi, penilikan (surveillance), dan re-sertifikasi. (5)
LVLK dalam melakukan VLBB sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib memastikan bahwa bahan baku yang diperoleh dari pemasok adalah berasal dari sumber yang telah memiliki S-PHPL atau S-LK atau DKP.
(6)
Batas waktu penerapan VLBB sebagaimana dimaksud pada
ayat
ketentuan
(1)
adalah
volume
31
bahan
Desember baku
yang
2017,
dengan
menggunakan
mekanisme VLBB pada 31 Desember 2016 sebanyakbanyaknya 50 %.
(7)
Khusus untuk IUIPHHK kapasitas produksi sampai dengan 6.000 (enam ribu) meter kubik per tahun, VLBB hanya dapat diterapkan sampai dengan 31 Desember 2016. Pasal 8
(1)
Seluruh bahan baku yang berasal dari kayu lelang wajib dipisahkan
dan
dilengkapi
dengan
dokumen
Surat
Angkutan Lelang (SAL) atau dokumen angkutan hasil hutan lanjutan hasil lelang, dengan disertai Risalah Lelang. (2)
Dalam hal auditee yang dalam proses produksinya menggunakan bahan baku yang berasal dari kayu lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka terhadap produksi dari kayu lelang dimaksud wajib dipisahkan.
(3)
Auditee tidak diperbolehkan menggunakan Tanda V-Legal dan
tidak
diperbolehkan
mengajukan
permohonan
Dokumen V-Legal terhadap hasil produksi dari bahan baku kayu lelang. (4)
LVLK tidak diperbolehkan menerbitkan Dokumen V-Legal terhadap hasil produksi dari bahan baku kayu lelang.
(5)
Dalam hal auditee menerima kayu yang berasal dari hasil lelang setelah penerbitan S-LK, maka auditee wajib segera melaporkannya kepada LVLK untuk dilakukan audit khusus. Pasal 9
Dalam hal terdapat indikasi atau laporan pihak ketiga bahwa LP&VI
melakukan
tindakan
yang
tidak
sesuai
dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat mencabut penetapan LP&VI setelah dilakukan pembuktian pelanggaran. Pasal 10 (1)
Untuk pembuktian pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Direktur Jenderal dapat membentuk Tim Tindak Lanjut.
(2)
Tim Tindak Lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari
unsur
Pemerintah
dan/atau
Pemantau
Independen. (3)
Biaya pelaksanaan Tim Tindak Lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dibebankan kepada anggaran pemerintah dan/atau pihak lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 11
(1)
Hasil pembuktian pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 disampaikan kepada Direktur Jenderal untuk menjadi pertimbangan dalam usulan pencabutan penetapan selaku LP&VI oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(2)
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan Tim Tindak Lanjut, LP&VI tidak terbukti melakukan pelanggaran, Direktur Jenderal memberikan klarifikasi ketidakbenaran atas laporan indikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(3)
Dalam
hal
LP&VI
terbukti
melakukan
pelanggaran
sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 12 (1)
Pencabutan penetapan LP&VI oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, disampaikan kepada KAN untuk bahan pertimbangan lebih lanjut dalam akreditasi.
(2)
LP&VI yang dicabut akreditasi/penetapannya atau tidak diperpanjang akreditasinya, wajib melakukan transfer sertifikasi
dan/atau
layanan
penerbitan
Dokumen
V-Legal kepada LP&VI lain dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, dengan ketentuan sebagai berikut : a.
Dalam
hal
penetapannya,
LP&VI wajib
yang
dicabut
akreditasi/
menginformasikan
dicabut akreditasi/penetapannya
kepada
perihal auditee
selambat-lambatnya
3
(tiga)
hari
kerja
dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal. b.
Dalam
hal
LP&VI
tidak
akan
memperpanjang
akreditasinya, wajib menginformasikan perihal akan habis masa akreditasi dalam 3 (tiga) bulan sebelum masa berakhirnya akreditasi kepada auditee dengan tembusan kepada Direktur Jenderal. c.
Segala biaya yang timbul sebagai akibat dari transfer sertifikasi dan/atau layanan penerbitan Dokumen V-Legal dibebankan kepada LP&VI yang dicabut atau akan
berakhir
akreditasinya
sesuai
peraturan
perundang-undangan. (3)
LVLK yang dicabut akreditasi/penetapannya atau tidak diperpanjang akreditasinya, wajib melakukan transfer layanan penerbitan Dokumen V-Legal kepada LVLK lain dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, dengan ketentuan sebagai berikut : a.
Dalam hal terdapat Penerbit Dokumen V-Legal dicabut penetapannya, Direktur Jenderal atas nama Menteri akan mengalihkan penerbitan Dokumen V-Legal kepada Penerbit Dokumen V-Legal lain yang diusulkan oleh auditee dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
b.
Agar tidak terjadi kevakuman penerbitan Dokumen V-Legal akibat dicabutnya akreditasi LVLK, Direktur yang membidangi pengolahan dan pemasaran hasil hutan
atas
nama
Direktur
Jenderal
dapat
menetapkan Penerbit Dokumen V-Legal Sementara selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja. Pasal 13 Dalam hal terdapat penyalahgunaan dan/atau pemalsuan SPHPL/S-LK, Tanda V-Legal, Dokumen V-Legal dan/atau ketidaksesuaian deklarasi dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 14 (1)
Dalam hal terdapat laporan atau informasi bahwa auditor LPPHPL atau auditor LVLK melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, laporan atau informasi dimaksud digunakan sebagai bahan tindak lanjut instansi yang berwenang sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan. (2)
Laporan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
disampaikan kepada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan kepada LPPHPL dan/atau LVLK yang bersangkutan ditembuskan kepada Direktur Jenderal (3)
Direktur Jenderal melakukan evaluasi tindak lanjut terhadap laporan atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)
Dalam hal auditor LPPHPL atau auditor LVLK terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) dikenakan
sanksi
sesuai
peraturan
perundang-
undangan. Pasal 15 (1)
Dalam hal auditee yang dinyatakan “TIDAK LULUS”, LPPHPL/LVLK menyampaikan hasil verifikasi secara khusus mengenai verifier yang “TIDAK MEMENUHI” disertai dengan fakta yang ditemukan di lapangan kepada Direktur Jenderal dalam soft copy dalam Compact Disk atau media perekam lainnya sebagai bahan evaluasi kinerja Auditee. Dalam hal diperlukan, hard copy dapat diminta oleh Kementerian.
(2)
Direktur Jenderal menginformasikan kepada instansi teknis di daerah dan/atau UPT untuk menindaklanjuti hasil verifikasi secara khusus mengenai verifier yang “TIDAK MEMENUHI”.
(3)
Hasil pelaksanaan tindak lanjut sebagaimana dimaksud ayat (2) dilaporkan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada LPPHPL/LVLK.
(4)
LPPHPL/LVLK
mempublikasikan
S-PHPL/S-LK
dan
resume hasil penilaian, verifikasi, penilikan dan re-
sertifikasi
di
Kementerian
website
LPPHPL/LVLK
dan
(http://silk.dephut.go.id)
website selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kalender setelah pengambilan keputusan. Pasal 16 (1)
Dalam hal terdapat informasi dari Pemerintah yang menunjukkan
bahwa
auditee
yang
telah
mendapat
S-PHPL/S-LK tidak memenuhi lagi persyaratan PHPL dan/atau persyaratan LK sesuai standar yang berlaku, Pemerintah dapat menyampaikan informasi tersebut kepada LPPHPL/LVLK. (2)
LPPHPL/LVLK wajib melakukan audit khusus sebagai tindak lanjut atas informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
LPPHPL/LVLK wajib melaporkan hasil audit khusus sebagaimana dimaksud ayat (2) kepada Pemerintah yang melaporkan. Pasal 17
Dalam hal terjadi perubahan lingkup sertifikasi pada auditee, maka akan dilakukan sertifikasi ulang dan/atau penilikan sesuai dengan lingkup sertifikasi yang baru. Pasal 18 Dengan
ditetapkannya
Peraturan
ini,
maka
Peraturan
Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor P.14/VIBPPHH/2014
sebagaimana
P.1/VI-BPPHH/2015
telah
tentang
diubah
Standard
dengan dan
Nomor
Pedoman
Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK), serta ketentuan lainnya yang bertentangan dengan peraturan ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 19 Peraturan ini mulai berlaku 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal …29 April 2016 DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI, ttd IDA BAGUS PUTERA PARTHAMA Salinan Peraturan ini disampaikan kepada Yth.: 1. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 2. Pejabat Eselon I Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 3. Pejabat Eselon II Lingkup Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari; 4. Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di seluruh Indonesia; dan 5. Kepala Balai Pengelolaan Hutan Produksi Wilayah I - XVI