DRAFT
[1]
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
/PERMEN-KP/2016 TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 25/PERMEN-KP/2013 TENTANG PELAKSANA TUGAS DAN PELAKSANA HARIAN PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
:
a. bahwa guna menunjang kelancaran pelaksanaan tugas dalam penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta dengan memperhatikan
Surat
Kepala
Badan
Kepegawaian
Negara Nomor K.26-30/V.20-3/99 tanggal 5 Februari 2016
perihal
Kewenangan
Pelaksana
Harian
dan
Pelaksana Tugas dalam Aspek Kepegawaian, perlu dilakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam
Peraturan
Perikanan Pelaksana
Menteri
Nomor Tugas
Menteri
Kelautan
25/PERMEN-KP/2013 dan
Pelaksana
dan
tentang
Harian
Pejabat
Struktural di Lingkungan Kementerian Kelautan; b. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Perubahan Atas
Peraturan
Republik
Menteri
Indonesia
Kelautan
Nomor
dan
Perikanan
25/PERMEN-KP/2013
tentang Pelaksana Tugas dan Pelaksana Harian Pejabat Struktural di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan;
[2]
Mengingat
:
1.
Undang-Undang
Nomor
5
Tahun
2014
tentang
Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 2.
Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Tahun 2000 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4018), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4194); 3.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang
Pengangkatan,
Pemindahan,
dan
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4263), sebagaimana
telah
diubah
dengan
Peraturan
Pemerintah Nomor 63 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 164); 4.
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin
Pegawai
Negeri
Sipil
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); 5.
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 121, Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Nomor 5258); 6.
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
7.
Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian
Kelautan
dan
Perikanan
(Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 111);
[3]
8.
Peraturan Presiden Nomor 136 Tahun 2015 2013 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian
Kelautan
dan
Perikanan
(Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 263); 9.
Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019 sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 83/P Tahun 2016 tentang Penggantian Beberapa Menteri Negara Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019;
10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.25/MEN/2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Kelautan
dan
di
Perikanan
Lingkungan (Berita
Kementerian
Negara
Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 1); 11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 25/PERMEN-KP/2013 tentang Pelaksana Tugas dan Pelaksana Harian Pejabat Struktural di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1139) 12. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23/PERMEN-KP/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1227); Memperhatikan :
Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor K.2630/V.20-3/99,
tanggal
5
Februari
2016,
perihal
Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas Dalam Aspek Kepegawaian; MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
NOMOR
25/PERMEN-KP/2013
TENTANG
PELAKSANA TUGAS DAN PELAKSANA HARIAN PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN.
[4]
Pasal I Beberapa
ketentuan
Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan Nomor 25/PERMEN-KP/2013 tentang Pelaksana Tugas
dan
Pelaksana
Harian
Pejabat
Struktural
di
Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1139), diubah sebagai berikut: 1.
Mengubah ketentuan Pasal 1, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut: Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Pelaksana tugas yang selanjutnya disebut Plt. adalah
pejabat
yang
diangkat
untuk
melaksanakan tugas jabatan struktural, karena pejabat
struktural
yang
bersangkutan
berhalangan tetap. 2.
Pelaksana harian yang selanjutnya disebut Plh. adalah
pejabat
yang
ditunjuk
untuk
melaksanakan tugas jabatan struktural, karena pejabat
struktural
yang
bersangkutan
berhalangan sementara. 3.
Berhalangan
tetap
adalah
keadaan
tidak
melaksanakan tugas dan jabatan disebabkan pemberhentian dibebaskan
sebagai
dari
Pegawai
jabatan,
atau
Negeri
Sipil,
diberhentikan
sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil. 4.
Berhalangan sementara adalah keadaan tidak dapat melaksanakan tugas dan jabatan karena sedang
melakukan
pendidikan
dan
pelatihan/kursus, kunjungan kerja ke daerah atau ke luar negeri, sakit, cuti, menunaikan ibadah haji, atau alasan lain yang serupa dengan itu. 5.
Pejabat adalah Pejabat Pimpinan Tinggi, Pejabat Administrasi, dan Pejabat Fungsional.
[5]
6.
Jabatan
Pimpinan
Tinggi
adalah
sekelompok
jabatan tinggi pada instansi pemerintah. 7.
Pejabat Pimpinan Tinggi adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi.
8.
Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan.
9.
Pejabat Administrasi adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan Administrasi pada instansi pemerintah.
10. Jabatan Fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu. 11. Pejabat Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan Fungsional pada instansi pemerintah. 12. Pejabat pembina kepegawaian adalah Menteri Kelautan dan Perikanan. 2.
Mengubah ketentuan Pasal 5, sehingga seluruhnya berbunyi sebagai berikut: (1)
Pejabat
dapat
diangkat
sebagai
Plt.
apabila
memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. menduduki
jabatan
pimpinan
tinggi
atau
jabatan administrasi dengan eselon sama atau setingkat
lebih
rendah,
atau
menduduki
jabatan fungsional dengan jenjang sekurangkurangnya sama dengan jenjang minimal yang dipersyaratkan
untuk
jabatan
yang
akan
diduduki; b. cakap
dan
mampu
dalam
melaksanakan
tugas; c. memiliki penilaian prestasi kerja selama 1 (satu)
tahun
terakhir
bernilai baik; dan
sekurang-kurangnya
[6]
d. tidak
sedang
hukuman
dalam
disiplin
proses
penjatuhan
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan. (2)
Eselon dan jenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
3.
Ketentuan Pasal 6 dihapuskan seluruhnya.
4.
Mengubah ketentuan Pasal 7 lama, dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 6 baru sehingga berbunyi sebagai berikut: Atasan langsung dari jabatan yang akan diduduki mengusulkan pejabat untuk ditetapkan sebagai Plt. kepada pejabat yang berwenang, dengan melampirkan kelengkapan
persyaratan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf c, dan huruf d. 5.
Mengubah ketentuan ayat (1) Pasal 8, dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 7 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut: (1)
Pejabat yang akan diangkat sebagai Plt. dalam jabatan struktural eselon II ke bawah diusulkan secara berjenjang oleh: a.
Kepala
Biro
Kepegawaian/Sekretaris
Direktorat
Jenderal/Sekretaris
Inspektorat
Jenderal/Sekretaris Badan kepada Sekretaris Jenderal/Direktur
Jenderal/Inspektur
Jenderal/Kepala Badan untuk Plt. jabatan pimpinan
tinggi
pratama
atau
setingkat
eselon II dan Kepala UPT di lingkungan unit kerja masing-masing;
[7]
b.
Direktur/Kepala
Pusat
kepada
Sekretaris
Direktorat Jenderal/Sekretaris Badan untuk Plt. jabatan administrator atau setingkat eselon
III
dan
jabatan
pengawas
atau
setingkat eselon IV di lingkungan unit kerja masing-masing; c.
Kepala Biro/Kepala Pusat kepada Kepala Biro Kepegawaian
untuk
Plt.
jabatan
administrator atau setingkat eselon III dan jabatan pengawas atau setingkat eselon IV di lingkungan Sekretariat Jenderal; d.
Kepala UPT kepada Sekretaris Direktorat Jenderal/Sekretaris Badan untuk Plt. jabatan administrator atau setingkat eselon III dan jabatan pengawas atau setingkat eselon IV dan eselon V, di lingkungan unit kerja masing-masing.
(2)
Pengusulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah pejabat definitif dinyatakan berhalangan tetap.
(3)
Apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum diusulkan oleh pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan Plt. ditetapkan oleh Sekretaris Jenderal setelah berkoordinasi dengan pimpinan unit kerja eselon I yang bersangkutan.
6.
Mengubah
ketentuan
Pasal
9,
dan
selanjutnya
dijadikan ketentuan Pasal 8 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut: (1)
Pejabat
hanya
dapat
diangkat
sebagai
Plt.
sepanjang eselonnya sama atau setingkat lebih tinggi di lingkungan unit kerja masing-masing.
[8]
(2)
Pejabat fungsional dapat diangkat sebagai Plt. dalam jabatan
pimpinan tinggi atau jabatan
administrasi sepanjang jenjangnya sama atau setingkat lebih rendah. (3)
Pelaksana hanya dapat diangkat sebagai Plt. jabatan administrasi.
(4)
Pejabat yang diangkat sebagai Plt.: a. tidak dilantik dan diambil sumpah jabatan; dan b. tidak dibebaskan dari jabatan struktural dan jabatan fungsional.
(5)
Pengangkatan sebagai Plt. ditetapkan dengan surat perintah.
(6)
Surat perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku sampai dengan ditetapkannya pejabat definitif.
7.
Mengubah
ketentuan
Pasal
10,
dan
selanjutnya
dijadikan ketentuan Pasal 9 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pejabat yang berwenang mengangkat Plt. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 adalah sebagai berikut: a.
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
untuk
Plt.
jabatan pimpinan tinggi madya atau setara eselon I; b.
Pejabat pimpinan tinggi madya atau setara eselon I untuk Plt. jabatan pimpinan tinggi pratama atau setara eselon II dan Kepala UPT di lingkungan unit kerja masing-masing;
c.
Sekretaris
Direktorat
Jenderal/Sekretaris
Inspektorat Jenderal/Sekretaris Badan untuk Plt. jabatan
administrasi
administrator
atau
atau jabatan
setara
jabatan
pengawas
lingkungan unit kerja masing-masing;
di
[9]
d.
Kepala Biro Kepegawaian untuk Plt. jabatan jabatan
administrasi
administrator
atau
atau
setara
jabatan
jabatan
pengawas
di
lingkungan Sekretariat Jenderal. 8.
Mengubah
Pasal
11,
dan
selanjutnya
dijadikan
ketentuan Pasal 10 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut: (1)
Plt. memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk
merencanakan,
mengoordinir,
mengarahkan, memantau, menunjuk Plh. dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan fungsi pada jabatan dimana yang bersangkutan ditugaskan sebagai Plt. (2)
Kewenangan
dan
tanggung
jawab
Plt.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain sekurang-kurangnya meliputi: 1. menetapkan
sasaran
kerja
pegawai
dan
penilaian prestasi kerja; 2. menetapkan kenaikan gaji berkala; 3. menetapkan
cuti
selain
Cuti
di
Luar
Tanggungan Negara (CLTN); 4. menetapkan surat penugasan pegawai; 5. menyampaikan
usul
mutasi
kepegawaian
kecuali perpindahan antar instansi; dan 6. memberikan izin belajar; 7. memberikan izin mengikuti seleksi jabatan pimpinan tinggi/administrasi; dan 8. memberikan izin tidak masuk kerja. (3)
Plt.
tidak
mempunyai
kewenangan
untuk
mengambil atau menetapkan keputusan yang bersifat mengikat dan/atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek kepegawaian.
[10]
(4)
Plt.
tidak
berwenang
mengambil
keputusan
dan/atau tindakan dalam aspek kepegawaian yang meliputi pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai. (5)
Keputusan
yang
bersifat
mengikat
dan/atau
tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada
perubahan
status
hukum
pada
aspek
kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya meliputi: a. penetapan keputusan penjatuhan hukuman disiplin; b. persetujuan pindah antar instansi; c. kenaikan pangkat; d. penyesuaian gaji pokok; e. pembebasan dari jabatan; f. 9.
pemberian izin perkawinan dan perceraian.
Mengubah
Pasal
12,
dan
selanjutnya
dijadikan
ketentuan Pasal 11 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pejabat yang diangkat sebagai Plt. tidak mendapat tunjangan jabatan struktural dalam kedudukannya sebagai Plt. 10. Ketentuan Pasal 13 lama dijadikan ketentuan Pasal 12 baru. 11. Mengubah ketentuan Pasal 14 lama, dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 13 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut: (1)
Pejabat
dapat
ditunjuk
sebagai
Plh.
apabila
memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. menduduki
jabatan
pimpinan
tinggi
atau
jabatan administrasi dengan eselon sama atau setingkat
lebih
rendah,
atau
menduduki
jabatan fungsional dengan jenjang sekurangkurangnya sama dengan jenjang minimal yang
[11]
dipersyaratkan
untuk
jabatan
yang
akan
diduduki;; b. cakap
dan
mampu
dalam
melaksanakan
tugas; c. memiliki penilaian prestasi kerja selama 1 (satu)
tahun
terakhir
sekurang-kurangnya
bernilai baik; dan d. tidak
sedang
hukuman
dalam
disiplin
proses
penjatuhan
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan. (2)
Eselon dan jenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
12. Ketentuan Pasal 15 dihapuskan seluruhnya. 13. Mengubah ketentuan Pasal 16 lama, dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 14 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut: (1)
Pejabat
yang
berhalangan
sementara
mengusulkan pejabat untuk ditetapkan sebagai Plh. kepada pejabat yang berwenang, dengan mempertimbangkan
persyaratan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf d. (2)
Dalam hal berhalangan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mendadak/tidak direncanakan, atasan langsung dapat menunjuk Plh. pejabat yang berhalangan sementara tersebut secara langsung.
14. Mengubah ketentuan Pasal 17 lama, dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 15 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut:
[12]
(1)
Penunjukan Plh. dilakukan dalam hal pejabat pimpinan tinggi dan administrasi berhalangan sementara.
(2)
Berhalangan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya 1 (satu) hari kerja.
(3)
Penunjukan Plh. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Menteri Kelautan dan Perikanan menunjuk pejabat pimpinan tinggi madya atau setara eselon I lain atau pejabat pimpinan tinggi pratama atau setara eselon II di lingkungan unit kerja pejabat pimpinan tinggi madya yang berhalangan sementara, untuk menjadi Plh. pejabat pimpinan tinggi madya. b. Pejabat pimpinan tinggi madya atau setara eselon I menunjuk pejabat pejabat pimpinan tinggi pratama atau setara eselon II lain pejabat administrator atau setara eselon III di lingkungan unit kerja pejabat pimpinan tinggi pratama
atau
setara
eselon
II
yang
berhalangan sementara, untuk menjadi Plh. pejabat pimpinan tinggi pratama atau setara eselon II. c. Pejabat pimpinan tinggi pratama atau setara eselon II menunjuk pejabat administrator atau setara eselon III lain atau pejabat pengawas atau setara eselon IV di lingkungan unit kerja pejabat administrator atau setara eselon III yang berhalangan sementara, untuk menjadi Plh. pejabat administrator atau setara eselon III. d. Pejabat administrator atau setara eselon III menunjuk
pejabat
pengawas
atau
setara
eselon IV atau eselon V lain atau pelaksana di lingkungan unit kerja pejabat pengawas atau
[13]
setara eselon IV yang berhalangan sementara, untuk menjadi Plh. pejabat pengawas atau setara eselon IV atau eselon V. (4)
Penunjukan Plh. pada tingkat UPT, untuk pejabat yang berhalangan sementara tidak lebih dari 2 (dua) hari ditetapkan oleh Kepala UPT.
(5)
Penunjukan Plh. pada tingkat UPT, untuk pejabat yang berhalangan sementara
yang berhalangan
sementara lebih dari 2 (dua) hari ditetapkan oleh Sekretaris unit kerja eselon I yang bersangkutan atas usul dari Kepala UPT. 15. Mengubah ketentuan Pasal 18 lama, dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 16 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut: (1)
Plh. memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk
merencanakan,
mengoordinir,
mengarahkan, dan memantau pelaksanaan tugas dan
fungsi
pada
jabatan
dimana
yang
bersangkutan ditugaskan sebagai Plh. (2)
Kewenangan
dan
tanggung
jawab
Plt.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain sekurang-kurangnya meliputi: 1. menetapkan
sasaran
kerja
pegawai
dan
penilaian prestasi kerja; 2. menetapkan kenaikan gaji berkala; 3. menetapkan
cuti
selain
Cuti
di
Luar
Tanggungan Negara (CLTN); 4. menetapkan surat penugasan pegawai; 5. menyampaikan
usul
mutasi
kepegawaian
kecuali perpindahan antar instansi; 6. memberikan izin belajar; 7. memberikan izin mengikuti seleksi jabatan pimpinan tinggi/administrasi; dan 8. memberikan izin tidak masuk kerja.
[14]
(3)
Plh.
tidak
mempunyai
kewenangan
untuk
mengambil atau menetapkan keputusan yang bersifat
mengikat.
bersifat
strategis
perubahan
dan/atau yang
status
tindakan
yang
berdampak
hukum
pada
pada aspek
kepegawaian. (4)
Plh.
tidak
berwenang
mengambil
keputusan
dan/atau tindakan dalam aspek kepegawaian yang meliputi pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai. (5)
Keputusan
yang
bersifat
mengikat
dan/atau
tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada
perubahan
status
hukum
pada
aspek
kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya meliputi: a. penetapan keputusan penjatuhan hukuman disiplin; b. persetujuan pindah antar instansi; c. kenaikan pangkat d. penyesuaian gaji pokok; e. pembebasan dari jabatan; f. pemberian izin perkawinan dan perceraian; (6)
Plh. tidak dapat menunjuk Plh. Untuk jabatan yang sedang diduduki maupun melimpahkan jabatan sebagai Plh.
16. Mengubah ketentuan Pasal 19 lama, dan selanjutnya dijadikan ketentuan Pasal 17 baru, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pejabat yang ditunjuk sebagai Plh. tidak mendapat tunjangan jabatan struktural dalam kedudukannya sebagai Plh. 17. Ketentuan Pasal 20 lama dijadikan ketentuan Pasal 18 baru.
[15]
18. Ketentuan Pasal 21 lama dijadikan ketentuan Pasal 19 baru. 17. Sesudah Pasal 19 baru, ditambah satu ketentuan baru yang dijadikan Pasal 20 baru, yang berbunyi sebagai berikut: BAB V PEMBERIAN TUNJANGAN KINERJA Pasal 20 (1)
Pejabat yang diangkat sebagai Plt. atau Plh. diberikan tunjangan kinerja.
(2)
Tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pejabat yang menjabat sebagai Plt. atau Plh. dengan jangka waktu sekurang-kurangnya
selama
1
(satu)
bulan
kalender. (3)
Pemberian dimaksud
tunjangan pada
ayat
kinerja (2),
sebagaimana
diberikan
dengan
ketentuan sebagai berikut: a.
pejabat
yang
setingkat
merangkap
dengan
Plt.
jabatan
menerima
tunjangan
definitifnya
ditambah
atau
definitifnya,
kinerja 20%
Plh.
jabatan
(dua
puluh
perseratus) dari tunjangan kinerja dalam jabatan yang dirangkapnya; b.
pejabat
yang
jabatan
satu
definitifnya,
merangkap tingkat
menerima
di
Plt.
atau
atas
tunjangan
Plh.
jabatan kinerja
pada jabatan yang dirangkapnya dan tidak menerima tunjangan kinerja dalam jabatan definitifnya; c.
pelaksana yang merangkap sebagai Plt. atau Plh. jabatan pengawas menerima tunjangan kinerja pada jabatan yang dirangkapnya dan
[16]
tidak menerima tunjangan kinerja dalam jabatan pelaksana definitifnya; d.
Pejabat Fungsional yang merangkap sebagai Plt. jabatan pengawas menerima tunjangan kinerja pada jabatan yang dirangkapnya jika tunjangan
kinerja
fungsional
definitifnya
lebih kecil dari tunjangan kinerja jabatan pengawas; dan e.
Pejabat fungsional yang merangkap sebagai Plt. jika tunjangan kinerja jabatan fungsional tertentunya lebih besar, menerima tunjangan kinerja fungsional ditambah 20% (dua puluh perseratus) dari tunjangan kinerja dalam jabatan sebagai Plt. atau Plh. pada jabatan yang dirangkapnya.
(4)
Pemberian
tunjangan
kinerja
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dibayarkan pada
bulan
pembayaran
tunjangan
kinerja
berikutnya. (5)
Pejabat yang merangkap sebagai Plt. atau Plh. dengan jangka waktu menjabat kurang dari 1 (satu) bulan kalender, tidak berhak mendapatkan pembayaran tunjangan kinerja dari jabatan yang dirangkapnya.
18. Sesudah Pasal 20 baru, ditambah satu ketentuan baru yang dijadikan Pasal 21 baru, yang berbunyi sebagai berikut: PAKTA INTEGRITAS PASAL 21 Pejabat yang diangkat sebagai Plt. atau Plh., wajib menandatangani Pakta Integritas, dibuat menurut contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
[17]
Pasal II Peraturan
Menteri
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
diundangkan. Agar
setiap
pengundangan
orang
mengetahuinya,
Peraturan
Menteri
memerintahkan ini
dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
SUSI PUDJIASTUTI