KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DALAM MEMBANGUN RELASI ANTARA PENGASUH DENGAN ANAK YATIM DAN DHUAFA (STUDI KASUS ASRAMA GRIYA YATIM DAN DHUAFA CABANG BINTARO TANGERANG SELATAN) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh OLIVA NABILA YURIZAL NIM: 1111051000074
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H / 2016 M
ABSTRAK Oliva Nabila Yurizal , 1111051000074 Komunikasi Antarpribadi dalam Membangun Relasi Antara Pengasuh dengan Anak Yatim dan Dhuafa (Studi Kasus Asrama Griya Yatim dan Dhuafa Cabang Bintaro Tangerang Selatan) Komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi yang memberikan pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan. Hampir setiap saat kita melakukan komunikasi antarpribadi. Salah satu tempat terjadinya proses komunikasi antarpribadi adalah di sebuah asrama yatim. Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa merupakan sebuah organisasi sosial yang menampung anak yatim dan asramanya tersebar di beberapa kota di Indonesia salah satunya di kawasan Bintaro Tangerang Selatan. Komunikasi antarpribadi dalam sebuah asrama yatim merupakan unsur penting terutama untuk membangun sebuah relasi yang baik antara pengasuh dan anak yatim yang tinggal di asrama tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis melakukan penelitian dengan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana komunikasi antarpribadi dalam membangun relasi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan? Apa saja hambatan yang terjadi pada komunikasi antarpribadi dalam membangun relasi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan? Agar penelitian ini lebih terarah maka teori yang menjadi acuan pada penelitian ini adalah teori Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory) yang dikembangkan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor. Pada teori ini, orang membangun relasi melalui empat tahap, yakni orientasi, pertukaran eksploratif, pertukaran afektif, dan pertukaran stabil. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini ialah pendekatan penelitian kualitatif, dengan paradigma konstruktivis dan menggunakan metode penelitian studi kasus. Data didapat dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, dan mencari sumber data pendukung seperti dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian tentang komunikasi antarpribadi dalam membangun relasi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa yang diterapkan di Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro, terbukti dengan adanya komunikasi yang melalu tahap orientasi, pertukaran eksploratif, pertukaran afektif, dan pertukaran stabil. Serta terjadi hambatan dalam berkomunikasi yaitu berupa gangguan mekanik dan semantik, kepentingan, motivasi terpendam, serta prasangka. Dengan demikian proses komunikasi terutama komunikasi antarpribadi merupakan suatu proses yang sangat penting dalam menjalin hubungan antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa. Proses komunikasi antarpribadi itu dilakukan melalui empat tahap yang telah diterapkan dalam teori penetrasi sosial, mulai dari proses pertumbuhan sampai proses pemutusan hubungan. Jika keempat tahap itu dapat berjalan dengan baik maka hambatan pun dapat diatasi sehingga hubungan antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa yang tinggal di asrama tersebut dapat terealisasikan dengan baik.
i
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat, karunia, rahmat, serta kemudahan dan kelancaran sehingga penuyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Salawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada panutan dan tauladan Baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia menjalankan ajarannya. Skripsi dengan judul “Komunikasi Antarpribadi dalam Membangun Relasi Antara Pengasuh dengan Anak Yatim dan Dhuafa (Studi Kasus Asrama Griya Yatim dan Dhuafa Cabang Bintaro Tangerang Selatan)” ini disusun guna untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga skripsi ini bermanfaat dan bisa menjadi bentuk pembelajaran. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan sehingga skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Memang tidak mudah bagi penulis untuk menyelesaikan hasil karya ini, karena begitu banyak halangan dan rintangan yang harus penulis hadapi. Namun berkat pertolongan Allah SWT dan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, pemikiran, serta motivasi Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang terhormat: 1. Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
ii
2. Drs. Masran, MA, selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam beserta Fita Fathurokhmah, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. 3. Kalsum Minangsih, MA, selaku Dosen Pembimbing Akademik KPI C 2011 yang telah membantu untuk mengarahkan penulis dalam mengikuti berbagai kegiatan akademik. 4. Bintan Humeira, S.Sos, M.Si, selaku dosen pembimbing yang senantiasa dengan penuh kesabaran meluangkan waktunya untuk membantu, mengarahkan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan banyak ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama menjalani studi. 6. Segenap karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, terutama Ibu Yarma, S.Ip dan Bapak Nuryadi Fasah, SE, yang sangat baik, sabar, dan selalu memberikan semangat kepada penulis, terima kasih ya pak, bu. 7. Segenap pihak Asrama Griya Yatim dan Dhuafa Cabang Bintaro Tangerang Selatan, khususnya Umi Melda, Abi Maman dan anak-anak asrama yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan wawancara, 8. Kepada ayahanda tercinta Bapak Ir.Irsal Azis dan ibunda tersayang Ibu Nuryulis yang telah memberikan kasih sayang, restu, motivasi, doa, dan segalanya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Amin. Ayah, Ibu ini untuk kalian. 9. Kepada abang tersayang Okky Yurizal. Terima kasih atas dukungan dan doanya yang senantiasa diberikan kepada penulis.
iii
10. Teman-teman seperjuangan KPI angkatan 2011, khususnya KPI C yang telah banyak menghibur dan saling membantu agar kami semua bisa sukses bersama. Untuk sahabatku Ice Nurjanah yang telah menjadi sahabat terbaikku selama lebih dari sepuluh tahun. Tetaplah menjadi pribadi yang ceria dan penuh semangat. 11. Teman-teman KKN BERDIKARI 14 2014, khususnya Bintang, Susi, Tyo, dan Yuli, semoga tetap kompak dan terima kasih atas doa serta dukungannya. 12. Kepada teman yang sangat baik Moddy Rizky Wibowo yang telah banyak membantu dan memberikan ide untuk penulis, terima kasih atas ilmu dan sarannya. Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada seluruh pihak yang telah membantu, mendokan, serta memberikan dukungannya untuk peneliti. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan karunianya kepada kita semua dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pembaca dan peneliti selajutnya. Amin Yaa Robbal Alamiiin. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Jakarta, 19 September 2016
Oliva Nabila Yurizal
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK …………………………………………………………………………... i KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… ii DAFTAR ISI ………………………………………………………………………... v BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………………. 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ………………………………….. 6 C. Tujuan Penelitian ………………………………………………… 6 D. Manfaat Penelitian ……………………………………………….. 7 E. Metodologi Penelitian …………………………………................ 7 1. Paradigma penelitian ………………………………………… 8 2. Pendekatan penelitian ………………………………………... 9 3. Metode penelitian …………………………………................. 9 4. Subjek dan objek penelitian ………………………................ 10 5. Lokasi dan waktu penelitian ………………………………... 10 6. Teknik pengumpulan data ………………………………….. 10 7. Teknik analisis data ………………………………………… 12 F. Tinjauan Pustaka ……………………………………………….. 12 G. Sistematika Penulisan ………………………………………….. 14
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP A. Teori Penetrasi Sosial Irwin Altman dan Dalmas Taylor………. 17 B. Komunikasi …………………………………………………….. 26 1. Definisi Komunikasi ……………………………………….. 26 2. Karakteristik Komunikasi ………………………………….. 27 3. Unsur-unsur Komunikasi …………………………………... 29 v
4. Prinsip-prinsip Komunikasi ………………………………… 31 5. Hambatan Komunikasi ……………………………………... 34 C. Komunikasi Antarpribadi ………………………………………. 36 1. Definisi Komunikasi Antarpribadi …………………………. 36 2. Komponen-komponen Komunikasi Antarpribadi …………. 37 3. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi ……………………. 39 4. Tujuan Komunikasi Antarpribadi …………………………... 41 D. Relasi Antarpribadi ……………………………………………... 42 1. Beberapa Konsep Dasar Relasi Antarpribadi ………………. 42 2. Tahapan Relasi Antarpribadi ……………………………….. 44 E. Anak Yatim …………………………………………………….. 53 1. Definisi Anak Yatim ………………………………………... 53 2. Kedudukan Anak Yatim ……………………………………. 54 3. Kewajiban Terhadap Anak Yatim ………………………….. 56 4. Hak-hak Anak Yatim ……………………………………….. 58
BAB III
GAMBARAN
UMUM
YAYASAN
GRIYA
YATIM
DAN
DHUAFA A. Sejarah Griya Yatim dan Dhuafa ………………………………. 60 1. Visi dan Misi Griya Yatim dan Dhuafa ……………………. 63 2. Kegiatan yang Dilakukan Griya Yatim dan Dhuafa ……….. 64 B. Manajemen Griya Yatim dan Dhuafa ………………………….. 69 C. Struktur Kepengurusan Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro ………………………………………………………….. 71 D. Daftar Nama Anak-anak Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro ………………………………………………………….. 72 E. Prestasi Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tahun 2016 …………………………………………………………….. 73
vi
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Tahapan Penetrasi Sosial antara Pengasuh dan Anak Yatim dalam Membangun Relasi di Asrama Griya Yatim dan Dhuafa Cabang Bintaro ………………………………………………………….. 74 1. Tahap Orientasi …………………………………………...... 74 2. Tahap Pertukaran Eksploratif ………………………………. 77 3. Tahap Pertukaran Afektif …………………………………... 81 4. Tahap Pertukaran Stabil ……………………………………. 83 B. Upaya yang Dilakukan Pengasuh kepada Anak Yatim dalam Membangun Relasi ……………………………………………... 85 C. Hambatan Komunikasi Antarpribadi antara Pengasuh dengan Anak Yatim dan Dhuafa dalam Membangun Relasi ……………….… 88 D. Interpretasi ……………………………………………………… 90
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ……………………………………………………. 97 B. Saran ………………………………………………………….. 100
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 101 LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial, karena manusia tidak bisa lepas dari makhluk lainnya. Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa manusia perlu berkomunikasi.1 Komunikasi dapat terjadi di mana saja seperti di rumah, kampus, sekolah, kantor, dan lain-lain. Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Bahkan komunikasi telah menjadi suatu fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas yang terintegrasi oleh informasi, di mana masing-masing individu dalam masyarakat itu sendiri saling berbagi informasi untuk mencapai tujuan bersama.2 Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampai pesan dan orang yang menerima pesan. Kata atau istilah “komunikasi” (Bahasa Inggris “communication”) berasal dari Bahasa Latin “communicatus” atau communicatio atau communicare yang berarti “berbagi” atau “menjadi milik bersama”. Dengan
1
h.1.
demikian,
kata
komunikasi
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007),
2
Syaiful Rohim, Teori Komunikasi Perspektif, Ragam, & Aplikasi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 8.
1
2
menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan.3 Jadi, secara umum, komunikasi dapat didefinisikan sebagai usaha panyampaian pesan antarmanusia. Jadi, Ilmu Komunikasi adalah ilmu yang mempelajari usaha penyampaian pesan antarmanusia. Objek Ilmu Komunikasi adalah komunikasi, yakni usaha penyampaian pesan antarmanusia. Ilmu Komunikasi tidak mengkaji proses penyampaian pesan kepada makhluk yang bukan manusia (hewan dan tumbuhan).4 Seperti telah disebutkan diatas komunikasi pun merupakan proses penyampaian pesan dari sumber pertama kepada penerima melalui sarana atau media dengan maksud agar terjadinya perubahan pada diri orang yang menerima pesan tersebut. Komunikasi terdiri dari beberapa komponen-komponen. Diantaranya ada komunikator, pesan, saluran, komunikan dan efek atau pengaruh. Selain itu, komponen yang turut mendukung untuk menentukan berhasil tidaknya suatu komunikasi adalah tanggapan timbal balik dari komunikan serta gangguan yang terkait di antara keduanya. Salah satu bentuk komunikasi yang cukup memberikan pengaruh adalah komunikasi antarpribadi. Komunikasi antarpribadi adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan antara pengirim pesan (sender) dengan penerima (receiver) baik secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi dikatakan terjadi secara langsung apabila pihak-pihak yang terlibat komunikasi dapat saling berbagi informasi
3 4
Riswandi, Ilmu Komunikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 1. Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), h. 56.
3
tanpa melalui media. Sedangkan komunikasi tidak langsung dicirikan oleh adanya penggunaan media tertentu.5 Komunikasi antarpribadi lebih efektif berlangsung jika berjalan secara dialogis, yaitu antara dua orang saling menyampaikan dan memberi pesan secara timbal balik. Dengan komunikasi dialogis, berarti terjadi interaksi yang hidup karena masing-masing dapat berfungsi secara bersama, baik sebagai pendengar maupun pembicara.6 Salah satu tempat terjadinya komunikasi antarpribadi adalah di sebuah asrama yatim. Asrama yatim merupakan tempat tinggal dan dididiknya para anak yatim. Di asrama yatim terdapat pimpinan asrama, para pengasuh, dan beberapa anak yatim. Anak yatim adalah anak yang ditinggal oleh ayahnya sebelum dia baligh. Di dalam ajaran Islam, mereka semua mendapat perhatian khusus melebihi anak-anak yang wajar yang masih memiliki kedua orang tua. Islam memerintahkan kaum muslimin untuk senantiasa memperhatikan nasib mereka, mengurus dan mengasuh mereka sampai dewasa. Islam juga memberi nilai yang sangat istimewa bagi orang-orang yang benar-benar menjalankan perintah ini.7 Secara psikologis, orang dewasa sekalipun apabila ditinggal ayah atau ibu kandungnya pastilah merasa tergoncang jiwanya, dia akan sedih karena kehilangan salah seorang yang sangat dekat dalam hidupnya. Orang yang selama ini menyayanginya, memperhatikannya, menghibur, dan menasehatinya. Itu orang yang dewasa, coba kita bayangkan kalau itu menimpa anak-anak yang masih kecil, anak yang belum baligh, belum banyak mengerti tentang hidup dan kehidupan, bahkan 5
Suranto Aw, Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 5. Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 143. 7 https://alikhlaskebonduren.wordpress.com 6
4
belum mengerti baik dan buruk suatu perbuatan, tapi ditinggal pergi oleh ayah atau ibunya untuk selama-lamanya. Oleh karena itu sekarang sudah banyak berdiri asrama yatim yang bertujuan untuk menampung anak yatim agar tidak menjadi anak yang terlantar, sehingga kehidupan anak-anak yatim bisa terselamatkan, mulai dari kesehatan hingga pendidikannya dapat terjamin. Sehingga bisa menjadi anak yang berguna bagi nusa, bangsa, dan agama ketika mereka beranjak dewasa. Relasi atau hubungan sangat penting dalam sebuah asrama yatim. Karena asrama yatim merupakan rumah kedua para anak yatim dan dhuafa yang tinggal dan pengasuh merupakan orang kedua bagi anak yatim dan dhuafa yang tinggal di asrama tersebut. Terutama relasi antara pengasuh dan anak yatim. Karena selain bertugas mengasuh, para pengasuh juga berperan sebagai orang tua bagi anak-anak yatim yang tinggal di asrama tersebut. Para pengasuh harus bisa membentuk relasi yang baik dengan anak-anak yatim, agar para anak yatim merasa nyaman tinggal di sana. Salah satu relasi yang cukup besar pengaruhnya dalam sebuah asrama yatim adalah relasi antarpribadi. Relasi antarpribadi adalah hubungan antara dua orang atau lebih yang dapat terjadi dalam waktu singkat maupun waktu lama dan terus-menerus hingga langgeng. Di Indonesia sudah banyak berdiri asrama yatim yang berbasis Islam, karena dalam agama Islam kita diperintahkan untuk menyayangi anak yatim dan fakir miskin. Salah satu asrama yatim yang berbasis Islam dan perkembangannya sudah cukup besar di Indonesia adalah Griya Yatim Dhuafa (GYD). Pada awal berdirinya, GYD dengan 6 orang karyawan menampung 9 orang anak yang tinggal di asrama dan
5
membina sekitar 15-an anak yang semua berasal dari kampong Dadap, pemukiman kumuh persis di tengah-tengah megahnya perumahan Bumi Serpong Damai. Karena dukungan masyarakat yang terus meluas mendorong dilakukannya pengelolaan organisasi ini lebih baik dirintislah program beasiswa pendidikan yatim dan dhuafa, santunan kesehatan, layanan donasi barang layak pakai dan lain-lain. Pertumbuhan asrama meningkat. Kantor pelayanan dibuka di daerah Bintaro. Ekspansi mulai melebar ke Jakarta dan Bekasi dengan dibukanya asrama ketiga di Cibubur – Jakarta Timur dan asrama keempat di Kranggan – Bekasi. Pada akhir tahun 2010 GYD membina lebih dari 800 binaan yang terdiri dari anak yatim dan dhuafa, janda dan lansia serta mengasuh 50an anak yang tinggal di seluruh asrama yatim dan dhuafanya. Hingga sekarang sudah banyak cabang asrama yatim GYD yang dibangun. Hingga sampai ke Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, hingga ke pulau Sumatera dan Kalimantan. Untuk itu penulis mengangkat dalam bentuk penelitian yang berjudul KOMUNIKASI
ANTARPRIBADI
DALAM
MEMBANGUN
RELASI
ANTARA PENGASUH DENGAN ANAK YATIM DAN DHUAFA (STUDI KASUS ASRAMA GRIYA YATIM DAN DHUAFA CABANG BINTARO TANGERANG SELATAN).
6
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan masalah hanya pada komunikasi antarpribadi yang dilakukan dua orang pengasuh serta kepada satu anak yatim dan dua anak dhuafa yang berusia empat belas tahun sampai tujuh belas tahun dalam membangun relasi di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan. Pembatasan ini dilakukan agar penelitian ini menjadi lebih fokus, terarah, dan mempermudah dalam proses pencarian data, selain itu pembatasan masalah ini berguna untuk menghindari perluasan pembahasan yang tidak ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti. 2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana proses komunikasi antarpribadi pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa dalam membangun relasi di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan? 2. Apa saja hambatan yang terjadi dalam komunikasi antarpribadi pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa dalam membangun relasi di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan? C. Tujuan Penelitian Berkenaan dengan pokok permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
7
1. Untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi antarpribadi pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa dalam membangun relasi di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan. 2. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang terjadi dalam komunikasi antarpribadi pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa dalam membangun relasi di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian ilmu dalam bidang komunikasi antarpribadi bagi mahasiswa khususnya jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi para pengasuh serta anak-anak yatim dan dhuafa dalam membangun relasi di asrama tempat mereka tinggal dan dididik. E. Metodologi Penelitian Metodologi adalah ilmu tentang kerangka kerja untuk melaksanakan penelitian yang bersistem; sekumpulan peraturan, kegiatan dan prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu; studi atau analisis teoretis mengenai suatu cara atau metode; atau cabang ilmu logika yang berkaitan dengan prinsip umum pembentukan pengetahuan atau ilmu yang membicarakan cara, jalan, atau petunjuk praktis dalam penelitian atau membahas konsep teoritis berbagai metode
8
atau dapat dikatakan sebagai cara untuk membahas tentang dasar-dasar filsafat ilmu dari metode penelitian.8
1. Paradigma Penelitian Paradigma merupakan perspektif penelitian yang digunakan peneliti, yang berisi bagaimana peneliti melihat realita, bagaimana mempelajari fenomena, caracara yang digunakan dalam penelitian, dan cara-cara yang digunakan dalam menginterpretasikan
temuan.9
Penelitian
ini
menggunakan
paradigma
konstruktivis. Paradigma konstruktivis meneguhkan asumsi bahwa individuindividu selalu berusaha memahami dunia di mana mereka hidup dan bekerja. Mereka mengembangkan makna-makna subjektif atas pengalaman-pengalaman mereka – makna-makna yang diarahkan pada objek-objek atau benda-benda tertentu. Makna-makna ini pun cukup banyak dan beragam sehingga peneliti dituntut untuk lebih mencari kompleksitas pandangan-pandangan ketimbang mempersempit makna-makna menjadi sejumlah kategori dan gagasan. Peneliti berusaha mengandalkan sebanyak mungkin pandangan partisipan tentang situasi yang tengah diteliti.10 Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis karena penulis akan melakukan penelitian dengan komunikasi antarpribadi antara Pengasuh dengan Anak Yatim dan Dhuafa dalam membangun relasi. 8
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, Dan Karya Ilmiah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), h. 23. 9 Imam Gunawan, Metodologi Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 25. 10 John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 11.
9
2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan bersifat penelitian deskriptif. Pendekatan kualitatif adalah keterkaitan spesifik pada studi hubungan sosial yang berhubungan dengan fakta dari pluralisasi dunia kehidupan.11 Data yang dikumpulkan lebih mengambil bentuk kata-kata atau gambar daripada angka-angka. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan sudah bisa menjelaskan apa yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Hasil penelitian tertulis berisi kutipan-kutipan dari data untuk mengilustrasikan dan menyediakan bukti presentasi. Maka pada penelitian ini penulis akan melakukan pengamatan yang berhubungan dengan komunikasi antarpribadi dalam membangun relasi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa melalui teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kemudian semua hasil tersebut penulis menginterpretasikan dengan teori-teori yang relevan. 3. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode penelitian studi kasus, yakni suatu metode penelitian kualitatif yang berusaha menemukan makna, menyelidiki proses, dan memperoleh pengertian dan pemahaman yang mendalam dari individu, kelompok, atau situasi.12 Studi kasus meliputi analisis mendalam dan kontekstual terhadap situasi yang mirip dalam organisasi lain, di mana sifat dan definisi masalah yang terjadi 11
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, h. 81. Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 20. 12
10
adalah serupa dengan masalah yang dihadapi saat ini. Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu atau kelompok yang dipandang mengalami kasus tertentu.13 Penulis menempatkan komunikasi antarpribadi dalam membangun relasi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa sebagai kasus atau fenomena yang bersifat kontemporer maka penulis perlu mengumpulkan data dari berbagai sumber agar dapat mengetahui apa yang sedang terjadi. 4. Subjek dan Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian ialah pengasuh serta anak yatim dan dhuafa di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro, sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah bagaimana proses komunikasi antarpribadi dalam membangun relasi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa. 5. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro, Jl. Elang Raya Blok HG8 No. 7, Bintaro Jaya Sektor IX, Telp: 021 74863014. Waktu penelitian terhitung sejak tanggal 20 Desember 2015 hingga tanggal 02 Maret 2016. 6. Teknik Pengumpulan Data Teknik merupakan cara yang digunakan peulis untuk mendapatkan data. Data ialah bahan keterangan tentang suatu objek penelitian yang diperoleh di lokasi penelitian. 13
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, Dan Karya Ilmiah, h. 35.
11
a. Observasi Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu pancaindra lainnya.14 Penulis dalam penelitian langsung melakukan pengamatan langsung ke Pengasuh serta Anak yatim dan Dhuafa yang tinggal di asrama tersebut. Pengamatan yang dilakukan yakni penulis langsung mendatangi dan mengamati proses komunikasi antarpribadi guna memperoleh data-data yang akurat tentang berbagai hal yang mengenai objek penelitian. b. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dalam wawancara mendalam berlangsung suatu diskusi terarah di antara peneliti dan informan menyangkut masalah yang diteliti.15 Wawancara mendalam dilakukan dengan Maman Firmansyah selaku kepala asrama atau bapak asrama, Imelda Iskandar selaku wakil kepala asrama atau ibu 14
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),
15
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, h. 165.
h. 115.
12
asrama, juga kepada satu anak yatim dan dua dhuafa yaitu Khuluqil Hasanah, Dwi Anis Fitria, dan Ressa Nurafifah. c. Dokumentasi Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia yaitu berbentuk surat, catatan harian, cendera mata, laporan, artefak, dan foto. Penulis memperoleh data dokumentasi dari buku-buku, internet dan artikel yang berhubungan dengan komunikasi antarpribadi dan pembangunan relasi. 7. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan bagian sangat penting dalam penelitian karena dari analisis ini akan diperoleh temuan, baik temuan substantive maupun formal. Penulis mengintepretasikan data untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan. Pembagian hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi akurat yang diperoleh di lapangan. Menurut Miles dan Huberman ada tiga tahapan yang harus dikerjakan dalam menganalisis data penelitian kualitatif, yaitu reduksi data, paparan data, dan penarikan kesimpulan. F. Tinjauan Pustaka Dalam proses penelitian ini, penulis mengambil beberapa hasil penelitian terdahulu yang dijadikan bahan perbandingan karena pembahasan skripsi terdahulu memiliki grand pemikiran yang sama, antara lain:
13
1. Fathiyatur Rizkiyah, yang menulis “ Komunikasi Antarpribadi Pengajar dan Santri Tunanetra dalam Memotivasi Menghafal Al-Quran di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan”, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, 1111051000099, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2015. Ia menggunakan metode kualitatif. Persamaannya adalah sama-sama membahas tentang komunikasi antarpribadi, sedangkan perbedaannya terletak pada subjek dan objek penelitiannya dalam penelian ini yang menjadi subjek penelitian adalah pengajar dan santri tunanetra sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah dalam memotivasi menghafal Al-Quran. Perbedaan juga terletak pada lokasi penelitiannya yaitu di Yayasan Raudlatul Makfufin Serpong Tangerang Selatan. 2. Dwi Asriani Nugraha, yang menulis “Komunikasi Antarpribadi Perawat Terhadap Pasien Skizofrenia dalam Proses Peningkatan Kesadaran di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor”, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, 1111051000088, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2015. Ia menggunakan metode kualitatif. Persamaannya adalah sama-sama membahas tentang komunikasi antarpribadi, sedangkan perbedaannya terletak pada subjek dan objek penelitiannya, dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah perawat dan pasien skizofrenia sedangkan yang menjdai objek penelitian adalah dalam proses peningkatan kesadaran. Perbedaan juga terletak pada lokasi penelitiannya yaitu di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
14
3. Hamidah, yang menulis “Pola Komunikasi Antarpribadi Nonverbal Penyandang Tuna Rungu (Studi Kasus di Yayasan Tuna Rungu Sehjira Deaf Foundation Joglo-Kembangan Jakarta Barat)”, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, 1110051000054, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2014. Ia menggunakan metode kualitatif. Persamaannya adalah sama-sama membahas tentang komunikasi antarpribadi, sedangkan perbedaannya terletak pada subjek dan lokasi penelitiannya, dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah para penyandang tuna rungu sedangkan lokasi penelitian ini dilakukan di Yayasan Tuna Rungu Sehjira Deaf Foundation JogloKembangan Jakarta Barat. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian yang penulis ajukan berbeda dengan ketiga penelitian di atas. Pada penelitian ini penulis meneliti komunikasi antarpribadi untuk mengetahui bentuk komunikasi antarpribadi dan hambatan yang terjadi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa dalam membangun relasi di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan. Selain itu perbedaannya juga terletak pada lokasi penelitian, pada penelitian ini penulis meneliti di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan yang berbeda dengan lokasi-lokasi penelitian pada ketiga skripsi di atas. G. Sistematika Penulisan Tekhnik dari penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) yang telah disusun oleh tim UIN
15
Syarif Hidayatullah Jakarta press 2011. Peneliti membagi ke dalam lima bab agar mempermudah dalam pembahasannya dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN
Merupakan penjelasan dari latar belakang masalah penelitian skripsi ini. Selain itu, isinya juga meliputi batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP
Berisi penjelasan tentang teori penetrasi sosial, penjelasan tentang komunikasi, penjelasan
tentang
komunikasi
antarpribadi,
penjelasan
tentang
relasi
antarpribadi, dan penjelasan tentang definisi anak yatim, kedudukan anak yatim, serta hak dan kewajiban terhadap anak yatim.
BAB III
GAMBARAN
UMUM
YAYASAN
GRIYA
YATIM
DAN
DHUAFA Membahas mengenai profil umum yayasan Griya Yatim Dan Dhuafa, seperti sejarah berdirinya yayasan Griya Yatim dan Dhuafa, kegiatan yang dilakukan oleh yayasan Griya Yatim dan Dhuafa, manajemen yayasan Griya Yatim dan Dhuafa, struktur kepengurusan di asrama yatim Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro, dan daftar nama anak yatim yang tinggal di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro.
16
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Bab ini terdiri dari identifikasi informan, penguraian teori penetrasi sosial sebagai proses pencapaian komunikasi antarpribadi pengasuh dan anak yatim dalam membangun relasi, upaya yang dilakukan pengasuh terhadap anak yatim dalam membangu relasi, serta hambatan-hambatan yang ditemukan pengasuh
saat
berkomunikasi dengan anak-anak yatim di asrama yatim Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro.
BAB V
PENUTUP
Meliputi kesimpulan dan saran atas penelitian yang telah dibahas dalam skripsi ini.
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP A. Teori Penetrasi Sosial Irwin Altman dan Dalmas Taylor Teori penetrasi sosial (social penetration theory) berupaya mengidentifikasi proses peningkatan keterbukaan dan keintiman seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Teori yang disusun oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor ini, merupakan salah satu karya penting dalam perjalanan panjang penelitian di bidang perkembangan hubungan (relationship development). Pada tahap awal penelitian penetrasi sosial perhatian para peneliti sebagian besar dicurahkan pada perilaku dan motivasi individu berdasarkan tradisi sosiopsikologi yang sangat kental. Dewasa ini, kita menyadari bahwa perkembangan hubungan diatur oleh seperangkat kekuatan yang kompleks yang harus dikelola secara terus-menerus oleh para pihak yang terlibat. Cara pandang yang lebih maju terhadap teori perkembangan hubungan ini sebagian besar muncul dari tradisi sosiokultural dan fenomenologi. Teori penetrasi sosial memiliki beberapa asumsi, antara lain: a. Hubungan-hubungan mengalami kemajuan dari tidak intim menjadi intim. Hubungan komunikasi antara dua orang dimulai pada tahapan superfisial dan bergerak pada sebuah kontinum menuju tahapan yang lebih intim.
17
18
b. Secara umum, perkembangan hubungan sistematis dan dapat diprediksi. Secara khusus, para teoretikus penetrasi berpendapat bahwa hubunganhubungan berkembang secara sistematis dan dapat diprediksi. Beberapa orang mungkin memiliki kesulitan untuk menerima klaim ini. Hubungan seperti proses komunikasi bersifat dinamis dan terus berubah, tetapi bahkan sebuah hubungan yang dinamis mengikuti standar dan pola perkembangan yang dapat diterima. c. Perkembangan hubungan mencakup depenetrasi (penarikan diri) dan disolusi. Sejauh ini kita telah membahas titik temu dari sebuah hubungan. Akan tetapi, hubungan dapat menjadi berantakan, atau menarik diri, dan kemunduran ini dapat menyebabkan terjadinya disolusi hubungan. Berbicara mengenai penarikan diri dan disolusi, Altman dan Taylor menyatakan kemiripan proses ini dengan sebuah film yang diputar mundur. Sebagaimana komunikasi memungkinkan sebuah hubungan untuk bergerak maju menuju tahap keintiman, komunikasi dapat menggerakan hubungan untuk mundur menuju tahap ketidakintiman jika suatu komunikasi penuh dengan konflik. d. Asumsi yang terakhir adalah pembukaan diri adalah inti dari perkembangan hubungan. Pembukaan diri dapat secara umum didefinisikan sebagai proses pembukaan informasi mengenai diri sendiri kepada orang lain yang memiliki tujuan. Biasanya, informasi yang ada di dalam pembukaan diri adalah
19
informasi yang signifikan. Menurut Altman dan Taylor hubungan yang tidak intim bergerak menuju hubungan yang intim karena adanya keterbukaan diri.1 Menurut teori ini, kita akan mengetahui atau mengenal diri orang lain dengan cara “masuk ke dalam” (penetrating) bola diri orang bersangkutan. “Bola diri” seseorang itu sendiri memiliki dua aspek yaitu aspek “keluasan” (breadth) dan aspek “kedalaman” (depth). Kita dapat mengetahui berbagai jenis informasi mengenai diri orang lain (keluasan), atau kita mungkin bisa mendapatkan informasi detail dan mendalam mengenai satu atau dua aspek dari diri orang lain itu (kedalaman). Ketika hubungan di antara dua individu berkembang, maka masing-masing individu akan mendapatkan lebih banyak informasi yang akan semakin menambah keluasan dan kedalaman pengetahuan mereka satu sama lainnya. Teori pertama dari Altman dan Taylor ini disusun berdasarkan suatu gagasan yang sangat populer dalam tradisi sosiopsikologi yaitu ide bahwa manusia membuat keputusan didasarkan atas prinsip “biaya” (cost) dan “imbalan” (reward). Menurut Altman dan Taylor orang tidak hanya menilai biaya dan imbalan suatu hubungan pada saat tertentu saja, tetapi mereka juga menggunakan segala informasi yang ada untuk memperkirakan biaya dan imbalan pada waktu yang akan datang. Ketika imbalan yang diterima lambat laun semakin besar sedangkan biaya semakin berkurang, maka hubungan di antara pasangan individu akan semakin dekat dan intim, dan mereka masing-masing akan lebih banyak memberikan informasi
1
Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h. 199.
20
mengenai diri mereka masing-masing. Altman dan Taylor mengajukan empat tahap perkembangan hubungan antar-individu yaitu: 1) Tahap orientasi, tahap di mana komunikasi yang terjadi bersifat tidak pribadi (impersonal). Para individu yang terlibat hanya menyampaikan informasi yang bersifat sangat umum saja. Selama tahap ini, pernyataan-pernyataan yang dibuat biasanya hanya hal-hal yang klise dan merefleksikan aspek superfersial dari seorang individu. Orang biasanya bertindak sesuai dengan cara yang dianggap baik secara sosial dan berhati-hati untuk tidak melanggar harapan sosial. Selain itu, individu-individu tersenyum manis dan bertindak sopan pada tahap orientasi. Taylor dan Altman (1987) menyatakan bahwa orang cenderung tidak mengevaluasi atau mengkritik selama tahap orientasi. Perilaku ini akan dipersepsikan sebagai ketidakwajaran oleh orang lain dan mungkin akan merusak interaksi selanjutnya. Jika evaluasi terjadi, teoretikus percaya bahwa kondisi itu akan diekspresikan dengan sangat halus. Selain itu, kedua individu secara aktif menghindari setiap konflik sehingga mereka mempunyai kesempatan berikutnya untuk menilai diri mereka masing-masing. Jika pada tahap ini mereka yang terlibat merasa cukup mendapatkan imbalan dari interaksi awal, maka mereka akan melanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap pertukaran efek eksploratif. 2) Tahap pertukaran efek eksploratif (exploratory affective exchange), tahap di mana muncul gerakan menuju ke arah keterbukaan yang lebih dalam. Tahap ini menyajikan suatu perluasan mengenai banyaknya komunikasi dalam wilayah di luar publik; aspek-aspek kepribadian yang dijaga atau ditutupi sekarang mulai dibuka atau secara lebih perinci, rasa berhati-hati sudah mulai berkurang.
21
Hubungan pada tahap ini umumnya lebih ramah dan santai, dan jalan menuju ke wilayah lanjutan yang bersifat akrab dimulai.2 Tahap ini merupakan perluasan area publik dari diri dan terjadi ketika aspek-aspek dari kepribadian seorang individu mulai muncul. Apa yang tadinya privat menjadi publik. Para teoritikus mengamati bahwa tahap ini setara dengan hubungan yang kita miliki dengan kenalan dan tetangga yang baik. Seperti tahap-tahap lainnya, tahap ini juga melibatkan perilaku verbal dan nonverbal. Orang mungkin mulai untuk menggunakan beberapa frase yang hanya dapat dimengerti oleh mereka yang terlibat di dalam hubungan. Terdapat sedikit spontanitas dalam komunikasi karena individu-individu merasa lebih nyaman dengan satu sama lain, dan mereka tidak begitu hati-hati akan kelepasan berbicara mengenai sesuatu yang nantinya akan mereka sesalkan. Selain itu, lebih banyak perilaku menyentuh dan tampilan afeksi (seperti ekspresi wajah) dapat menjadi bagian dari komunikasi dengan orang satunya. Taylor dan Altman mengatakan kepada kita bahwa banyak hubungan tidak bergerak melebihi tahapan ini. 3) Tahap pertukaran efek (affective exchange), tahap munculnya perasaan kritis dan evaluative pada level yang lebih dalam. Tahap ketiga ini tidak akan dimasuki kecuali para pihak pada tahap sebelumnya telah menerima imbalan yang cukup berarti dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Tahap ini ditandai oleh persahabatan yang dekat dan pasangan yang intim. Di sini, perjanjian bersifat interaktif lebih lancar dan kausal. Interaksi pada lapis luar kepribadian menjadi
2
Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, Teori Komunikasi Antarpribadi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), h. 228.
22
terbuka, dan adanya aktivitas yang meningkat pada lapis menengah kepribadian. Meskipun adanya rasa kehati-hatian, umumnya terdapat sedikit hambatan untuk penjajakan secara terbuka mengenai keakraban. Pentingnya pada tahap ini ialah bahwa rintangan telah disingkirkan dan kedua pihak belajar banyak mengenai satu sama lain. Tahap ini termasuk interaksi yang lebih “tanpa beban dan santai” (Taylor dan Altman, 1987) di mana komunikasi sering kali berjalan spontan dan individu membuat keputusan yang cepat, sering kali dengan sedikit memberikan perhatian untuk hubungan secara keseluruhan. Tahap pertukaran afektif menggambarkan komitmen lebih lanjut kepada individu lainnya; para interaktan merasa nyaman satu dengan lainnya. Tahap ini mencakup nuansa-nuansa hubungan yang menbuatnya menjadi unik; senyuman mungkin menggantikan untuk kata “saya mengerti”, atau pandangan yang menusuk diartikan sebagai “kita bicarakan ini nanti”. Tahap ini merupakan tahap peralihan ke tingkat yang paling tinggi mengenai pertukaran keakraban yang mungkin. 4) Tahap pertukaran stabil (stable exchange), adanya keintiman dan pada tahap ini, masing-masing individu dimungkinkan untuk memperkirakan masing-masing tindakan mereka dan memberikan tanggapan dengan sangat baik.3 Dalam tahap ini, pasangan berada dalam tingkat keintiman tinggi dan sinkron; maksudnya, perilaku-perilaku di antara keduanya kadang kala terjadi kembali, dan pasangan mampu untuk menilai dan menduga perilaku pasangannya dengan cukup akurat. Kadang kala, pasangan mungkin menggoda satu sama lain mengenai suatu topik
3
Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), h. 299.
23
atau orang lain. Menggoda di sini dilakukan dengan cara yang bersahabat. Para teoritikus Penetrasi Sosial percaya bahwa terdapat relatif sedikit kesalahan atau kesalahan interpretasi dalam memaknai komunikasi pada tahap ini. Alasan untuk hal ini sangat sederhana: kedua pasangan ini telah mempunyai banyak kesempatan untuk mengklarifikasi setiap ambiguitas yang pernah ada dan mulai untuk membentuk sistem komunikasi pribadinya. Sebagai hasilnya, komunikasi, menurut Altman dan Taylor, bersifat efisien. Mengenai pengembangan dalam hubungan yang tumbuh dicirikan oleh keterbukaan yang berkesinambungan juga adanya kesempurnaan kepribadian pada semua lapisan. Baik komunikasi yang bersifat publik maupun pribadi menjadi efisien – kedua pihak saling mengetahui satu sama lain dengan baik dan dapat dipercaya dalam menafsirkan dan memprediksi perasaan dan mungkin juga perilaku pihak lain. Teori penetrasi sosial awal ini berperan penting dalam memusatkan perjatian kita pada perkembangan hubungan, namun demikian, teori ini tidak dapat memberikan penjelasan yang memuaskan terhadap praktik hubungan yang sebenarnya dalam kehidupan aktual sehari-hari. Gagasan yang menyatakan bahwa interaksi bergerak meningkat mulai dari tahap umum hingga tahap pribadi dalam suatu garis lurus (liner fahion) saat ini sudah menjadi terlalu sederhana. Kita tahu dari pengalaman bahwa hubungan berkembang dalam berbagai cara, sering kali suatu hubungan bergerak secara timbal balik dari terbuka kepada tertutup dan sebaliknya. Dalam tulisan mereka selanjtnya, Altman dan rekan mengakui keterbatasan ini dan melakukan revisi terhadap teori penetrasi sosial awal dengan memberikan gagasan yang lebih kompleks terhadap perkembangan hubungan. Perkembangan
24
terbaru teori penetrasi sosial menunjukkan sifat yang lebih konsisten dan sesuai dengan pengalaman aktual sehari-hari yang menunjukkan proses dialektis dan cyclical (bergerak secara melingkar, membentuk siklus). Teori ini bersifat dialektis karena melibatkan pengelolaan ketegangan tanpa akhir antara informasi umum dan pribadi, dan bersifat siklus karena bergerak maju-mundur dalam pola melingkar. Teori penetrasi sosial tidak lagi sekadar menggambarkan perkembangan linear, dari informasi umum kepada informasi pribadi, perkembangan hubungan kini dipandang sebagai suatu siklus antara siklus stabilitas dan siklus perubahan. Pasangan individu perlu mengelola kedua siklus yang saling bertentangan ini untuk dapat membuat perkiraan (predictability) dan juga untuk kebutuhan fleksibilitas dalam hubungan. Sikap seseorang untuk terbuka atau tertutup merupakan suatu siklus, dan siklus keterbukaan dan ketertutupan suatu pasangan memiliki pola perubahan regular, atau perubahan yang dapat diperkirakan. Pada hubungan yang sudah sangat berkembang, siklus berlangsung dalam periode waktu yang lebih panjang daripada hubungan tahap awal (kurang berkembang). Alasannya adalah karena hubungan yang lebih berkembang rata-rata memiliki keterbukaan lebih besar daripada hubungan yang kurang berkembang (ini sesuai atau konsisten dengan ide dasar teori penetrasi sosial awal). Sebagai tambahan, ketika hubungan berkembang, para pihak dalam pasangan menjadi lebih mampu mengelola atau melakukan koordinasi terhadap siklus keterbukaan. Masalah waktu dan seberapa jauh keterbukaan semakin lebih dapat diatur. Dengan kata lain, pasangan telah dapat mengatur kapan mereka harus terbuka
25
dan seberapa jauh keterbukaan itu dapat dilakukan. Hal ini merupakan kebutuhan fleksibilitas dalam hubungan. Ruang lingkup penetrasi sosial dapat digambarkan sebagai berikut:
Pertumbuhan dan perkembangan hubungan interpersonal
Maksud yang tersembunyi dan jelas berproses dalam ….
Faktor-faktor diadik (imbalan dan biaya)
melalui waktu sebagai fungsi dari…
Melemah dan terputusnya hubungan antarpribadi …..
Karakteristik personal individu
Faktor-faktor situasional
Gambar 2.1. Ruang Lingkup Penetrasi Sosial Ruang lingkup ini dapat dirumuskan dalam dua hipotesis. I.
Bahwa
pertukaran
yang
bersifat
antarpribadi
mengalami
kemajuan
(perkembangan) secara bertahap, mulai dari tingkat permukaan yang dangkal dan kurang akrab ke lapisan diri yang lebih akrab dan dalam dari para pelaku. Jadi umumnya orang akan menjadikan dirinya diketahui oleh orang lain melalui cara bertahap. Pertama yang ditampilkan ialah informasi yang kurang akrab sifatnya dan lambat laun baru aspek-aspek yang lebih bersifat pribadi ditampilkan.
26
II.
Dalam proses pertukaran, orang menentukan nilai atau besarnya imbalan (reward) dan biaya (cost), kepuasan dan kekecewaan, yang diperoleh dari interaksi dengan orang lain. Bahwa peningkatan dari suatu hubungan sangat bergantung kepada jumlah dan sifat dari imbalan dan biaya.
B. Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu communicatius yang berarti berbagi atau menjadi milik bersama. Kata sifatnya communis yang bermakna umum atau bersama-sama. Dengan demikian komunikasi menurut Lexicographer (ahli kamus bahasa), menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan.4 Komunikasi adalah proses, yang artinya sedang berlangsung dan selalu bergerak, bergerak semakin maju dan berubah secara terus-menerus. Sulit mengatakan kapan komunikasi dimulai dan berhenti karena apa yang terjadi jauh sebelum kita berbicara dengan seseorang bisa memengaruhi interaksi, dan apa yang muncul di dalam sebuah pertemuan tertentu bisa berkelanjutan di masa depan. Kita tidak dapat membekukan komunikasi kapan pun. Komunikasi juga sistemis, yang berarti bahwa itu terjadi dalam suatu sistem pada bagian yang saling berhubungan yang memengaruhi satu sama lain. Selain
4
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 31.
27
itu, lingkungan fisik dan waktu merupakan elemen-elemen dari sistem itu yang memengaruhi interaksi.5 Komunikasi terjadi jika setidaknya suatu sumber membangkitkan respons pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik bentuk verbal (kata-kata) atau bentuk nonverbal (nonkata-kata), tanpa harus memastikan terlebih dulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistem simbol yang sama.6 Jadi, secara luas komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun nonverbal yang ditanggapi oleh orang lain. Sedangkan secara sempit komunikasi diartikan sebagai pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah laku si penerima. Dalam setiap bentuk komunikasi setidaknya dua orang saling mengirimkan lambang-lambang yang memiliki makna tertentu. Lambanglambang tersebut bisa bersifat verbal berupa kata-kata, atau bersifat nonverbal berupa ekspresi atau ungkapan tertentu dan gerak tubuh.7 2. Karakteristik Komunikasi a. Komunikasi suatu proses Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta
5
Julia T. Wood, Komunikasi Teori dan Praktik (Komunikasi dalam Kehidupan Kita), (Jakarta: Salemba Humanika, 2013), h. 3. 6 Deddy Mulyana, Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintas Budaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 3. 7 Suptratiknya, Tinjauan Psikologis Komunikasi Antarpribadi,(Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 30.
28
berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Proses komunikasi melibatkan banyak faktor atau unsur. Faktor atau unsur yang dimaksud antara lain dapat mencakup pelaku atau peserta, pesan (meliputi bentuk, isi, dan cara penyajiannya), saluran atau alat yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan, waktu, tempat, hasil atau akibat yang terjadi. b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya. Pengertian sadar di sini menunjukkan bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang sepenuhnya berada dalam kondisi mental psikologis yang terkendalikan bukan dalam keadaan mimpi. Disengaja maksudnya bahwa komunikasi yang dilakukan memang sesuai dengan kemauan dari pelakunya sementara tujuan menunjuk pada hasil atau akibat yang ingin dicapai. c. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat Kegiatan komunikasi akan berlangsung dengan baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang dikomunikasikan. d. Komunikasi bersifat simbolis Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang, misalnya: bahasa.
29
e. Komunikasi bersifat transaksional Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan: memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau proporsional oleh masing-masing pelaku yang terlibat dalam komunikasi. f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang maksudnya bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi seperti telepon, faksimili, teleks, dan lain-lain, kedua faktor tersebut (waktu dan ruang) bukan lagi menjadi persoalan dan hambatan dalam berkomunikasi.8
3. Unsur-unsur Komunikasi a. Pengirim Pesan: Komunikator Pengirim pesan adalah manusia yang memulai proses komunikasi, disebut “komunikator”. Komunikator ketika mengirimkan pesan tentunya memiliki motif dan tujuan, yang disebut “motif komunikasi”. Ada yang menyebut pengirim pesan atau komunikator dengan istilah “pengirim” saja atau disebut juga “sumber”. Sebagian pengamat dan ilmuwan komunikasi lain ada yang menyebutnya sebagai encoder. Istilah “encoder” identik dengan istilah yang diartikan sebagai alat penyandi. “Encoding” adalah proses penyandian, yang disandikan adalah pesan. 8
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunkasi Teori dan Praktik, h. 33-34.
30
b. Penerima Pesan: Komunikan Penerima pesan (komunikan) adalah manusia berakal budi kepada siapa pesan komunikator ditujukan. Ada ahli lain yang menyebut penerima pesan atau komunikan sebagai “decoder”. Dalam proses komunikasi, utamanya dalam tataran antarpribadi peran komunikator dan komunikan bersifat dinamis, dapat saling berganti. Sebagaimana komunikator, komunikan juga dapat terdiri dari satu orang, banyak orang, (kelompok kecil, kelompok besar, termasuk dalam wujud organisasi), dan massa. c. Pesan Pesan kita definisikan sebagai segala sesuatu yang disampaikan komunikator kepada komunikan untuk mewujudkan motif komunikasinya. Pesan sebenarnya adalah suatu hal yang sifatnya abstrak (konseptual, ideologis, dan idealistik). Akan tetapi, ketika ia disampaikan dari komunikator kepada komunikan, ia menjadi konkret karena disampaikan dalam bentuk simbol/lambang berupa bahasa (baik lisan maupun tulisan), suara (audio), gambar (visual), mimik, gerakgerik, dan lain sebagainya. d. Saluran Komunikasi dan Media Komunikasi Agar pesan yang disampaikan komunikator sampai pada komunikan, dibutuhkan saluran dan media komunikasi. Saluran komunikasi lebih identik dengan proses berjalannya pesan, sedangkan media komunikasi lebih identik dengan alat (benda) untuk menyampaikan. Jadi, saluran komunikasi lebih umum daripada media komunikasi.
31
e. Efek Komunikasi Efek komunikasi adalah situasi yang diakibatkan oleh pesan komunikator dalam diri komunikannya. Efek komunikasi ini berupa efek psikologis yang terdiri dari tiga hal: -
Pengaruh kognitif, yaitu bahwa dengan komunikasi, seseorang menjadi tahu tentang sesuatu. Berarti, komunikasi berfungsi untuk memberikan informasi;
-
Pengaruh afektif, yaitu bahwa dengan pesan yang disampaikan terjadi perubahan perasaan dan sikap.
-
Pengaruh konotatif, yaitu pengaruh yang berupa tingkah laku dan tindakan. Karena menerima pesan dari komunikator atau penyampai pesan, komunikan bisa bertindak untuk melakukan sesuatu.9
4. Prinsip-prinsip Komunikasi a. Komunikasi adalah suatu proses simbolik Manusia disebut animal symbolicum, artinya makhluk yang membutuhkan lambang. Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata atau pesan verbal, perilaku non-verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama.
9
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jogjakarta: Ar-Ruuz Media, 2010), h. 65
32
Sifat-sifat lambang adalah: -
Sembarangan, manasuka, dan sewenang-wenang, apa saja bisa dijadikan lambang, tergantung pada kesepakatan bersama. Kata-kata, isyarat anggota tubuh, tempat tinggal, jabatan, hewan, peristiwa, gedung, bunyi, waktu, dan sebagainya bisa dijadikan lambang.
-
Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna, akan tetapi manusialah yang memberinya makna. Makna sebenarnya dari lambang ada dalam kepala kita, bukan terletak pada lambang itu sendiri.
-
Bervariasi, lambang itu bervariasi dari suatu budaya ke budaya yang lain, dari suatu tempat ke tempat yang lain, atau dari suatu konteks ke konteks yang lain.
b. Setiap perilaku mempunyai potensi komunikasi Komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri. Setiap perilaku manusia punya potensi untuk ditafsirkan sebagai komunikasi. Misalnya, jika orang tersenyum, cemberut, mengisolasi diri, menghilang dari pergaulan, dan sebagainya dapat saja ditafsirkan membawa makna komunikasi. Bahkan jika orang ditanya bersikap diam, maka ini membawa arti komunikasi, yaitu setuju. c. Komunikasi berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan Komunikasi dilakukan dalam berbagai tingkat kesengajaan, mulai dari komunikasi yang tidak disengaja sama sekali, sampai kepada komunikasi yang benar-benar disengaja/disadari atau direncanakan.
33
Kesengajaan bukanlah merupakan syarat untuk terjadinya komunikasi. Meskipun kita tidak bermaksud menyampaikan pesan kepada orang lain, akan tetapi perilaku kita sebenarnya memiliki potensi untuk ditafsirkan oleh orang lain dan ia memandang itu sebagai komunikasi. Dalam komunikasi sehari-hari, adakalanya kita mengucapkan pesan verbal yang tidak kita sengaja. Namun sesungguhnya lebih banyak lagi pesan non-verbal yang kita perlihatkan tanpa kita sengaja. Perilaku non-verbal lainnya seperti berjalan tegap dan kepala tegak, jabat tangan yang kuat, dan pandangan mata ke depan, bisa jadi dipandang sebagai pesan bahwa ia percaya diri dan tegas. d. Komunikasi bersifat non-sekuensial Meskipun komunikasi bersifat linear/satu arah, akan tetapi sebenarnya komunikasi manusia dalam bentuk dasarnya (komunikasi tatap muka) bersifat dua arah. Ketika seseorang berbicara kepada orang lainnya, atau kepada sekelompok orang, sebenarnya komunikasi berlangsung dua arah. Orang-orang yang kita anggap sebagai pendengar sebenarnya juga menjadi “pembicara” atau pemberi pesan pada saat yang sama, yaitu melalui perilaku non-verbal mereka, misalnya lewat anggukan kepala tanda setuju/mengerti, kening berkerut tanda mereka bingung, dan sebagainya.
34
5. Hambatan Komunikasi a. Gangguan Ada dua jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi yang menurut sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: -
Gangguan mekanik, ialah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. Termasuk gangguan mekanik pula adalah bunyi mengaung pada pengeras suara atau riuh hadirin atau bunyi kendaraan lewat ketika seseorang berpidato dalam suatu pertemuan.
-
Gangguan semantik, gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Gangguan semantik tersaring ke dalam pesan melalui penggunaan bahasa. Lebih banyak kekacauan mengenai pengertian suatu istilah atau konsep yang terdapat pada komunikator, akan lebih banyak gangguan semantik dalam pesannya. Gangguan semantik terjadi dalam salah pengertian. Semantik adalah pengetahuan mengenai pengertian kata-kata yang sebenarnya atau perubahan pengertian kata-kata. Lambang kata yang sama mempunyai pengertian yang berbeda untuk orang-orang yang berlainan. b. Kepentingan Interest atau kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi
atau menghayati suatu pesan. Orang akan hanya memperhatikan perangsang yang ada
hubungannya
dengan
kepentingannya.
Kepentingan
bukan
hanya
mempengaruhi perhatian kita saja tetapi juga menentukan daya tanggap, perasaan,
35
pikiran dan tingkah laku kita akan merupakan sifat reaktif terhadap segala perangsang yang tidak bersesuaian atau bertentangan dengan suatu kepentingan. c. Motivasi terpendam Motivation atau motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan, dan kekurangannya. Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi seseorang semakin besar kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh pihak yang bersangkutan. Sebaliknya, komunikan akan mengabaikan suatu komunikasi yang tak sesuai dengan motivasinya. Dalam pada itu sering kali pula terjadi seorang komunikator tertipu oleh tanggapan komunikan yang seolah-olah tampaknya khusu menanggapinya, sungguhpun pesan komunikasi tak bersesuaian dengan motivasinya. Tanggapan semu dari komunikan itu tentunya mempunyai motivasi terpendam. d. Prasangka Prejudice atau prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi. Dalam prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar syak wasangka tanpa menggunakan pikiran yang rasional. Emosi seringkali membutakan pikiran dan pandangan kita terhadap fakta yang nyata bagaimanapun, oleh karena sekali prasangka itu sudah mencekam, maka seseorang tak akan dapat berpikir secara objektif dan segala apa yang dilihatnya selalu akan dinilai secara negatif. Sesuatu yang objektif pun akan dinilai negatif. Prasangka bukan saja dapat terjadi terhadap suatu ras, seperti sering kita dengar,
36
melainkan juga terhadap agama, pendirian politik, kelompok, pendek kata suatu perangsang yang dalam pengalaman pernah memberi kesan yang tidak enak.10
C. Komunikasi Antarpribadi 1. Definisi Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi adalah “interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi langsung pula.” Kebanyakan komunikasi antarpribadi berbentuk verbal disertai ungkapan-ungkapan nonverbal dan dilakukan secara lisan.11 Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Pengertian proses mengacu pada perubahan dan tindakan (action) yang berlangsung terusmenerus. Komunikasi antarpribadi juga merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal-balik. Sedangkan makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman di antara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.12 Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibedakan atas dua macam, yakni Komunikasi Diadik (Dyadic Communication) dan Komunikasi Kelompok 10
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003), h. 49. 11 Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 85. 12 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 106.
37
Kecil (Small Group Communication). Komunikasi diadik adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik menurut Pace dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog, dan wawancara. Komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, di mana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lainnya.13 2. Komponen-komponen Komunikasi Antarpribadi a. Sumber/komunikator Merupakan orang yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi, yakni keinginan untuk membagi keadaan internal sendiri, baik yang bersifat emosional maupun informasional dengan orang lain. Kebutuhan ini dapat berupa keinginan untuk memperoleh pengakuan sosial sampai pada keinginan untuk mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain. Dalam konteks komunikasi antarpribadi komunikator adalah individu yang menciptakan, memformulasikan, dan menyampaikan pesan. b. Encoding Encoding adalah suatu aktifitas internal pada komunikator dalam menciptakan pesan melalui pemilihan simbol-simbol verbal dan non verbal, yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa, serta disesuaikan dengan karakteristik komunikan.
13
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2005), h. 32.
38
c. Pesan Merupakan hasil encoding. Pesan adalah seperangkat simbol-simbol baik verbal maupun non verbal, atau gabungan keduanya, yang mewakili keadaan khusus komunikator untuk disampaikan kepada pihak lain. Pesan itulah yang disampaikan oleh komunikator untuk diterima dan diinterpretasi oleh komunikan. d. Saluran Merupakan sarana fisik penyampaian pesan dari sumber ke penerima atau yang menghubungkan orang ke orang lain secara umum. Dalam konteks komunikasi antarpribadi, penggunaan saluran atau media semata-mata karena situasi dan kondisi tidak memungkinkan dilakukan komunikasi secara tatap muka. e. Penerima/komunikan Adalah seseorang yang menerima, memahami, dan menginterpretasi pesan. Dalam proses komunikasi antarpribadi, penerima bersifat aktif, selain menerima pesan melakukan pula proses interpretasi dan memberikan umpan balik. Berdasarkan umpan balik dari komunikan inilah seorang komunikator akan dapat mengetahui keefektifan komunikasi yang telah dilakukan, apakah makna pesan dapat dipahami secara bersama oleh kedua belah pihak yakni komunikator dan komunikan. f. Decoding Decoding merupakan kegiatan internal dalam diri penerima. Melalui indera, penerima mendapatkan macam-macam data dalam bentuk “mentah”,
39
berupa kata-kata dan simbol-simbol yang harus diubah ke dalam pengalaman-pengalaman yang mengandung makna. Secara bertahap dimulai dari proses sensasi, yaitu proses di mana indera menangkap stimuli. Proses sensasi dilanjutkan dengan persepsi, yaitu proses memberi makna atau decoding. g. Respon Yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima untuk dijadikan sebagai sebuah tanggapan terhadap pesan. Respon dapat bersifat positif, netral, maupun negatif. Respon positif apabila sesuai dengan yang dikehendaki komunikator. Netral berarti respon itu tidak menerima ataupun menolak keinginan komunikator. Dikatakan respon negatif apabila tanggapan yang diberikan bertentangan dengan yang diinginkan oleh komunikator. h. Gangguan Gangguan atau noise atau barier beraneka ragam, untuk itu harus didefinisikan dan dianalisis. Noise dapat terjadi di dalam komponenkonponen manapun dari sistem komunikasi. Noise merupakan apa saja yang mengganggu atau membuat kacau penyampaian dan penerimaan pesan, termasuk yang bersifat fisik dan phsikis. 3. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi a. Komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri pribadi (self). Artinya bahwa segala bentuk proses penafsiran pesan maupun penilaian mengenai orang lain, berangkat dari diri sendiri.
40
b. Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional. Ciri komunikasi seperti ini terlihat dari kenyataan bahwa komunikasi antarpribadi bersifat dinamis, merupakan pertukaran pesan secara timbal balik dan berkelanjutan. c. Komunikasi antarpribadi menyangkut aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi. Maksudnya bahwa efektivitas komunikasi antarpribadi tidak hanya ditentukan oleh kualitas pesan, melainkan juga ditentukan kadar hubungan antarindividu. d. Komunikasi antarpribadi mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak
yang
berkomunikasi.
Dengan
kata
lain,
komunikasi
antarpribadi akan lebih efektif manakala antara pihak-pihak yang berkomunikasi itu saling bertatap muka. e. Komunikasi
antarpribadi
menempatkan
kedua
belah
pihak
yang
berkomunikasi saling tergantung satu dengan lainnya (interdependensi). Hal ini mengindikasikan bahwa komunikasi antarpribadi melibatkan ranah emosi, sehingga terdapat saling ketergantungan emosional di antara pihakpihak yang berkomunikasi. f. Komunikasi antarpribadi tidak dapat diubah maupun diulang. Artinya, ketika seseorang sudah terlanjur mengucapkan sesuatu kepada orang lain, maka ucapan itu sudah tidak dapat diubah atau diulang, karena sudah terlanjur diterima oleh komunikan.
41
4. Tujuan Komunikasi Antarpribadi a. Mengungkapkan perhatian kepada orang lain Dalam hal ini seseorang berkomunikasi dengan cara menyapa, tersenyum, melambaikan tangan, membungkukkan badan, menanyakan kabar kesehatan partner komunikasinya, dan sebagainya. Pada prinsipnya komunikasi antarpribadi hanya dimaksudkan untuk menunjukkan adanya perhatian kepada orang lain, dan untuk menghindari kesan dari orang lain sebagai pribadi yang tertutup, dingin, dan cuek. b. Menemukan diri sendiri Artinya, seseorang melakukan komunikasi antarpribadi karena ingin mengetahui dan mengenali karakteristik diri pribadi berdasarkan informasi dari orang lain. Bila seseorang terlibat komunikasi antarpribadi dengan orang lain, maka terjadi proses belajar banyak sekali tentang diri maupun orang lain. Komunikasi antarpribadi memberikan kesempatan kedua belah pihak untuk berbicara tentang apa yang disukai dan apa yang dibenci. Dengan saling membicarakan keadaan diri, minat, dan harapan maka seseorang memperoleh informasi berharga untuk mengenal jati diri, atau dengan kata lain menemukan diri sendiri. c. Menemukan dunia luar Dengan komunikasi antarpribadi diperoleh kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi dari orang lain, termasuk informasi penting dan aktual. Jadi, dengan komunikasi antarpribadi diperoleh informasi, dan dengan informasi itu dapat dikenali dan ditemukan keadaan dunia luar yang
42
sebelumnya tidak diketahui. Jadi komunikasi merupakan “jendela dunia”, karena dengan berkomunikasi dapat mengetahui berbagai kejadian di dunia luar. d. Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis Sebagai makhluk sosial, salah satu kebutuhan setiap orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan baik dengan orang lain. Semakin banyak teman yang dapat diajak bekerja sama, maka semakin lancarlah pelaksanaan kegiatan dalam hidup sehari-hari. Sebaliknya apabila ada seorang saja sebagai musuh, kemungkinan akan menjadi kendala. Oleh karena itulah setiap orang telah menggunakan banyak waktu untuk komunikasi antarpribadi yang diabdikan untuk membangun dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain. e. Menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi Komunikasi antarpribadi dapat menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi (mis communication) dan salah interpretasi (mis interpretation) yang terjadi antara sumber dan penerima pesan. Mengapa? Karena dengan komunikasi antarpribadi dapat dilakukan pendekatan secara langsung, menjelaskan berbagai pesan yang rawan menimbulkan kesalahan interpretasi.
D. Relasi Antarpribadi 1. Beberapa Konsep Dasar Relasi Antarpribadi Pertama, “relationship” biasanya dipandang sebagai hubungan antara dua individu, hubungan itu bisa akrab dan romantis karena mengandung
43
afeksi hingga ke hubungan antara individu yang bersifat rasional. Ini berarti juga bahwa keberadaan relasi antara individu dengan individu lain itu mempunyai kualitas yang berbeda-beda, berbeda derajat relasi, secara sosiologis kita dapat mengatakan bahwa relasi antarpribadi seharusnya sesuai dengan status dan peran masing-masing pihak. Kedua,
relasi
antarpribadi
(interpersonal
relationship)
adalah
hubungan antara dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk memenuhi satu atau lebih kebutuhan fisik atau emosional. Ketiga, relasi antarpribadi adalah sifat interaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih. Relasi ini terjadi antara orang-orang dalam berbagai suasana demi memenuhi kebutuhan fisik dan emosional yang bersifai eksplisit atau implisit. Relasi antarpribadi anda mungkin terjadi dengan teman-teman, keluarga, rekan kerja, orang asing, chatting melalui internet, semua relasi itu bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan di antara mereka. Keempat, relasi antarpribadi adalah hubungan antara dua orang atau lebih yang dapat terjadi dalam waktu singkat maupun waktu lama dan terusmenerus hingga langgeng. Asosiasi seperti ini berbasis pada inferensi (hasil simpulan tertentu)karena di antara dua itu saling mencintai, solidaritas, interaksi bisnis biasa, atau beberapa jenis interaksi lain yang membangun komitmen sosial. Relasi antarpribadi ini terbentuk dalam pengaruh konteks sosial, budaya, dan konteks lainnya. Konteks itupun dapat bervariasi dari hubungan keluarga atau kekerabatan, hubungan persahabatan, hubungan
44
pernikahan, hubungan dengan rekan kerja, klub, atau teman-teman dalam lingkungan, maupun hubungan antarpribadi di tempat ibadah. Kelima, semua relasi antarpribadi itu ada yang diatur oleh hukum, adat, atau kesepakatan bersama sebagai dasar terbentuknya kelompokkelompok sosial dan masyarakat secara keseluruhan. Dari sudut pandang filosofis relasi antarpribadi merupakan sebuah pilihan, dikatakan pilihan karena hubungan itu dapat dibuat jika tiga kondisi ini terpenuhi, yaitu; (1) Anda tahu siapa dia, (2) apa yang dia harapkan dari Anda, dan (3) apa yang Anda harapkan dari dia. Jika Anda salah paham terhadap informasi tentang kondisi ini maka Anda tidak memilih untuk hubungan antarpribadi. 2. Tahapan Relasi Antarpribadi a. Kontak Tahap pertama dari relasi terjadi ketika seseorang secara sadar mengakui keberadaan orang lain. Tahapan kontak ini mungkin sangat singkat, juga bersifat formal seperti hubungan orang dalam pekerjaan, atau bertemu seseorang di stasiun kereta api. b. Kontak Perseptual Langkah pertama terjadi ketika seseorang menyadari tentang keberadaan orang lain. Ini merupakan kontak yang bersifat asimentris, di mana saya melihat anda tetapi anda tidak melihat saya, atau mungkin kita berdua tidak saling melihat, atau kita melihat satu sama lain pada waktu yang sama.
45
c. Kontak Interaksional Pada tahap awal ini mungkin ada beberapa interaksi antara orangorang, tetapi ini biasanya singkat, dangkal, dan bersifat imperasional. Hal ini juga bisa terjadi secara ritual, seperti menyapa dan berbicara sebentar tentang subjek yang tidak penting misalnya pekerjaan, dan perubahan cuaca. d. Penilaian Awal Setiap kali kita bertemu dengan orang baru maka kita cepat membuat beberapa penilaian terhadap mereka (dalam beberapa menit atau bahkan detik), kita coba mengkategorikan mereka. Jika kita menggunakan pendekatan ini maka mungkin sangat tidak akurat. Hal ini mungkin mengejutkan banyak hubungan personal sehingga banyak orang menolak mengubah penilaian awal mereka tentang orang lain bahkan ketika dihadapkan dengan bukti yang signifikan untuk sebaliknya. e. Keterlibatan Pada tahap berikutnya, jumlah orang yang terlibat lebih banyak dengan satu sama lain, keterlibatan mereka antara lain untuk membentuk ikatan dalam cahaya persahabatan. f. Buildup Selama tahap ini, orang mulai percaya dan peduli satu sama lain. Kebutuhan akan keintiman, kompatibilitas dapat dilakukan melalui proses penyaringan terhadap latar belakang dan tujuan bersama para pihak kan
46
yang pada gilirannya apakah relasi kita itu diputuskan sekarang dan di sini, apakah relasi ini harus diteruskan atau dihentikan. g. Mutualistis Menerangkan bahwa interaksi atau relasi antara lain bertujuan untuk memelihara keseimbangan hubungan, misalnya keseimbangan antara memberi dan menerima, apakah perilaku ini dipertahankan, diabaikan, atau malah dibubarkan saja. Rasa kebersamaan dan keterhubungan berkembang sedemikian rupa sehingga ketika seseorang melihat orang lain, tentu saja menimbulkan perasaan menyenangkan (tapi jarang sekuat cinta). h. Tes Pada tahap ini orang mungkin bertanya-tanya apakah relasi antarpribadi yang dibangun bergerak menuju keintiman atau malah merusak keintiman. Banyak relasi antarpribadi sangat ditentukan oleh bagaimana cara kita melibatkan orang lain dalam membangun komitmen. Pada umumnya, test awal dilakukan untuk mengetahui tingkat keterlibatan, setelah itu kita dapat menentukan apakah kita tetap bertahan dalam relasi tertentu atau pindah ke tahapan relasi berikutnya. i. Keintiman Para ahli membedakan empat bentuk keintiman yang berbeda: 1. Keintiman fisik, keintiman ini bersifat sensual karena kedekatan itu menyentuh perasaan. Contoh, keintiman fisik berada di dalam ruang
47
pribadi seseorang yang dapat dinyatakan dengan memegang tangan, memeluk, mencium, membelai, dan aktivitas seksual lainnya. 2. Keintiman emosional, terutama dalam hubungan seksual, biasanya berkembang setelah obligasi fisik yang telah ditetapkan. Hubungan emosional “jatuh cinta”, ibarat melekat seperti dimensi biokimia, yang didorong melalui reaksi dalam tubuh sebagai daya tarik seksual. Lowndes (1996) mengatakan bahwa dimensi sosial didorong oleh “percakapan” yang mengikuti dari kedekatan fisik secara teratur atau kesatuan. 3. Keintiman kognitif, keintiman kognitif atau intelektual terjadi ketika dua orang saling bertukar pikiran, berbagi ide dan menikmati persamaan dan perbedaan antara pendapat mereka. Jika mereka dapat melakukam hal ini dengan cara yang terbuka dan nyaman, kemudian dapat menjadi sangat intim di daerah intelektual. 4. Keintiman eksperiensial, terjadi ketika dua orang berkumpul untuk secara aktif melibatkan diri satu sama lain, mungkin berkata sangat sedikit satu sama lain, tidak berbagi setiap pikiran atau perasaan banyak, tapi yang terlibat dalam kegiatan bersama dengan satu sama lain. j. Continuation Pada tahapan ini, para pihak mulai mengikuti komitmen bersama untuk membangun persahabatan jangka panjang seperti terbentuknya hubungan romantic sampai ke jenjang pernikahan, proses ini umumnya
48
mengikuti periode panjang yang relatif stabil. Pada tahap ini pertumbuhan dan perkembangan menekankan pada rasa saling percaya menjadi penting untuk mempertahankan hubungan. k. Komitmen Personal Komitmen pribadi adalah bagaimana seseorang merasakan koneksi dia dengan orang lain yang dari waktu ke waktu selalu berusaha untuk mempertahankan kebersamaan dana relasi sosial. Ini merupakan cara di mana dua orang dalam relasi akan menyatakan kasih sayang mereka satu sama lain. l. Batas Sosial Pada awalnya relasi antarpribadi dibatasi oleh “social bonding” – batas-batas sosial di antara mereka. Pada tahap tertentu dua personal dapat memasuki dan melampaui tingkat interaksi antarpribadi dan memasuki tahap relasi antarpribadi, inilah tahap tersulit yang dihadapi oleh kedua orang itu. m. Kecemasan “Interpersonal relationships” tidak selalu mengalami sukacita dan melahirkan rasa nyaman sampai tidak menghasilkan komitmen. Setiap orang dalam interaksi dan relasi antarpribadi mungkin selalu merasa khawatir akan menghadapi banyak masalah antarpribadi, inilah perasaan cemas. Sekurang-kurangnya ada tiga bentuk kecemasan antarpribadi; (1) cemas terhadap keamanan, (2) cemas terhadap pemenuhan kebutuhan afeksi, dan (3) cemas terhadap kehilangan semangat.
49
n. Deterioration Pada tahap “deterioration” dua pihak, berdasarkan pengalaman mereka – ketika menghadapi beberapa jenis kecemasan – seperti rasa bosan, kebencian, dan ketidakpuasan yang terjadi, pada situasi ini mungkin sekali individu mulai mengurangi komunikasi dan menghindari pengungkapan diri. Mengapa? Masing-masing pihak merasa khawatir untuk menguatkan relasi karena takut kehilangan kepercayaan dan pengkhianatan yang dapat mengakibatkan pengakhiran relasi di antara mereka. Pada tahapan “deterioration” ini para pihak secara bergantian menemukan beberapa cara untuk menyelesaikan masalah dan membangun kembali kepercayaan di antara mereka. o. Kerusakan Relasi Relational Damage. Menggambarkan beberapa faktor yang mungkin dianggap kecil namun dapat memengaruhi rusaknya relasi antarpribadi. Faktor-faktor tersebut misalnya, pelanggaran janji (janji sekecil apapun) yang dianggap sebagai suatu pengkhianatan besar. p. Melemahnya Ikatan Weakening Bonds. Ingat bahwa relasi antarpribadi tidak selalu mengalami kerusakan karena hal-hal besar. Ikatan relasi antarpribadi yang pada awalnya kuat mungkin terkikis oleh perasaan bosan karena melemahnya kekuatan dan komitmen yang “melanggar” batas-batas di antara mereka. Semua prediktor kerusakan itu melemah karena gangguan
50
seperti pekerjaan, hobi, atau relasi dengan orang-orang lain yang dianggap lebih memenuhi kebutuhan hubungan satu pihak. q. Perbaikan Bila kerusakan telah terjadi maka semua itu tidak lantas hilang begitu saja, artinya juga masih ada peluang bagi dua pihak untuk mencari upaya untuk memperbaikinya. Ada beberapa jenis “repair” terhadap relasi antarpribadi. r. Perbaikan Intrapersonal Setiap orang bisa saja mempersepsi orang lain dengan cara dia sendiri, atau meminta bantuan teman-teman dan konselor untuk memperbaiki persepsi dia terhadap orang lain. Bantuan orang lain ini diperlukan untuk mengidentifikasi “racun” yang memengaruhi seseorang untuk membangun persepsi negatif terhadap orang lain. Pertama yang harus dilakukan sebelum meminta orang lain memperbaiki persepsi adalah memperbaiki situasi intrapersonal sendiri. Hal ini untuk mencegah terjadinya beragam faktor pembentuk persepsi yang sudah kuat tertanam dalam diri sendiri. s. Perbaikan Antarpersonal Proses memperbaiki
perbaikan tindakan
berikutnya tertentu
yang yang
dapat telah
dilakukan
adalah
merusak
relasi
antarpersonal/antarpribadi dengan orang lain. Perbaikan bisa dilakukan terhadap beberapa kekeliruan kecil yang mengganggu relasi, dan itu mungkin hanya bersifat sementara, namun harus dilakukan agar pihak lain
51
melihatnya sebagai suatu upaya ke arah perubahan untuk membangun relasi yang lebih baik. t. Disolusi Kerapkali kita menghadapi kenyataan bahwa meskipun kita tidak memperbaiki seluruh aspek yang mengganggu relasi antarpribadi namun kita dapat memperbaiki beberapa point tertentu, dan untuk itu harus ada usaha untuk memecahkan masalah tersebut, sekurang-kurangnya kita kembali pada level “cinta platonik”. u. Pemisahan Intrapersonal Merupakan sebagian dari proses pemisahan internal di mana setiap orang secara psikologis menjauhkan diri dari orang lain, memisahkan identitas dirinya dan melihat orang lain lebih jelas sebagai individu yang sejatinya harus dipisahkan. v. Pemisahan Antarpersonal Adalah semacam kesepakatan antara dua pihak untuk memisahkan diri baik secara fisik maupun menciptakan jarak psikologis yang semakin jauh. Jika satu orang tidak ingin memisahkan diri satu sama lain maka mungkin satu pihak akan terus berusaha untuk “menempel” dan ini bisa menimbulkan konflik. w. Pemisahan Sosial Pada tahap ini memang semakin sulit dua pihak kembali pada tahap awal keintiman, artinya pemisahan tidak hanya pada tingkat intrapersonal dan antarpersonal tetapi juga pada tingkat sosial eksternal, di mana teman-
52
teman dan kenalan diberitahu bahwa dua pihak telah berpisah dan semua yang lain diharapkan menerima situasi ini sebagai suatu kenyataan.14 x. Hubungan Timbal Balik antara Relasi dan Komunikasi Antarpribadi Relasi antarpersonal atau antarpribadi dapat ditelusuri melalui, (1) relational history, sebagai relasi yang dibentuk berdasarkan historis tertentu, misalnya seorang pemuda dan pemudi yang telah berinteraksi antarpersonal secara teratur dan terus-menerus akan meningkatkan interaksi mereka ke arah relasi antarpersonal yang intim lalu memutuskan untuk menikah, (2) relational rules, terjadi ketia pasangan ini menemukan dan mengembangkan relasi berdasarkan status dan peranan mereka masing-masing dalam status pertunanganan di antara mereka yang berbasis pada aturan-aturan tertentu, dan (3) relational uniqueness, adalah relasi antarpersonal yang telah terbentuk di antara mereka berdua ini akan terus dikembangkan dengan memperhatikan, mendalami, dan memahami keunikan tertentu yang ditemui dalam relational rules jika ikatan emosional di antara mereka semakin intim maka mereka akan menikah untuk membentuk satu keluarga. Komunikasi antarpersonal dapat terjadi jika ada relasi antarpersonal (interpersonal relationship), dan relasi antarpersonal itupun berawal dari bangunan interaksi tatap muka antarpersonal. Ini berarti pula bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi dari dua orang yang telah
14
h. 357.
Alo Liliweri, Komunikasi Antar-Personal, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2015),
53
berada pada tahap interpersonal relationship, itupun sangat tergantung pada konten dalam komunikasi antarpribadi. Jika “konten” dalam komunikasi antarpribadi itu tidak menggambarkan situasi interpersonal relationship maka interaksi antara dua orang itu tetap berada pada relasi antarpersonal semata-mata, atau dengan kata lain komunikasi antarpribadi tidak efektif atau tidak tercapai. E. Anak Yatim 1. Definisi Anak Yatim Kata ‘Yatim’ berasal dari akar kata ya-ta-ma yang mempunyai persamaan kata al-fard atau al-infirad yang memiliki arti kesendirian. Menurut arti kata, “yatim” berarti yang perlu dikasihani. Secara sederhana, pengertian yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya di usia sebelum baligh. Dari pengertian ini, terdapat suatu isyarat penjelasan bahwa anak yang ditinggal mati oleh ibunya bukanlah disebut juga sebagai anak yatim. Selain itu, anak yang sudah baligh yang ditinggal oleh ayahnya juga tidak disebut sebagai anak yatim.15 Ada yang menyatakan bahwa yatim bukan hanya anak yang ayahnya sudah meninggal dunia, akan tetapi lebih dari itu, ia adalah anak yang tidak bisa mendapatkan kesejahteraan hidup dan pendidikan yang layak, kendati orang tuanya masih hidup.
15
h. 1.
Ben Akrom Kasyaf S, Dahsyatnya Menyantuni Anak Yatim,(Jakarta: Al Maghfiroh, 2012),
54
Sebagian lagi ada yang mengatakan bahwa yatim memiliki pengertian yang luas dan amat beragam: ada yatim al-mal (anak yang hidup dalam keluarga pra sejahtera), yatim al-aqidah (mereka yang pemahaman akidahnya masih lemah dan dangkal) bahkan yatim al-‘ilm (yatim dalam bidang ilmu pengetahuan).16 2. Kedudukan Anak Yatim Dalam agama Islam, kedudukan setiap orang diatur dengan sangat bijaksana. Jika pada umumnya, di masyarakat dan budaya kita, orang-orang yang tergolong sebagai orang yang mulia kedudukannya adalah mereka yang memiliki jabatan dan juga harta melimpah. Dalam Islam, tidak hanya memandang kedudukan pada tataran fisik itu saja. Bahkan dengan jelas, Allah SWT menjelaskan bahwa kedudukan manusia antara satu dengan yang lain di mata Allah SWT adalah sama derajatnya. Kecuali pada tingkat ketakwaan mereka. Begitupun juga konteks kedudukan anak yatim. Sejatinya, Allah SWT dalam agama Islam meletakkan kedudukan anak yatim sebagaimana anakanak lainnya. Tidak serta merta karena mereka tidak memiliki orang tua, dan tingkat kekurangan dalam ekonominya tinggi, lalu membuat mereka menjadi rendah kedudukannya. Bahkan, Allah SWT dengan terang menyebutkan jika anak yatim sangat mulia di sisi-Nya. Banyak hal yang ditunjukkan kepada
16
M. Syamsul Arifin Abu dkk, Anak Yatim Kajian Fikih & Realitas Sosial, (Sidogiri: Pustaka Sidogiri, 2005), h. 10.
55
umat Islam, bahwa bagi mereka yang turut menyantuni anak yatim, maka akan turut mendapatkan kemuliaan Allah SWT.17 Selanjutnya, dalam Al-Quran pun Allah SWT juga dengan tegas menjaga hak-hak anak yatim. Agar mereka tidak diperlakukan sewenangwenang oleh orang-orang zalim karena dianggap sebagai anak yang tidak terhormat. Dalam surat Adh-Dhuha ayat 9, Allah SWT berfirman:
٩ فَ َا َّماالْ َي ِت ْ َْي فَ ََل تَ ْقه َْر Artinya: “Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.” (QS. Ad-Dhuhaa: 9). Dalam ayat lain, Allah SWT juga menjaga hak-hak anak yatim pada harta yang dimiliki mereka. Dalam surat An-Nisa’ ayat 2, Allah SWT berfirman:
َواتُواالْ َيتمي َا ْم َوال َهُ ْم َو َلتَت َ َب َّدلُواالْ َخ ِبيْ َث ِب َّلَّ ِي ِب َو َلتَ ا ُ ُك ْوا َا ْم َوالَهُ ْم ِال َا ْم َوا ِل ُ ْك ٩ ِان َّه َك َن ُح ْو ًب ََ ِب ْ ًيا Artinya: “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’: 2).
17
Ben Akrom Kasyaf S, Dahsyatnya Menyantuni Anak Yatim, h. 12.
56
3. Kewajiban Terhadap Anak Yatim a. Memuliakan anak yatim Dengan meninggalnya orang tua anak yatim, bukan berarti derajat mereka menjadi turun. Mereka tetap mulia sebagaimana anak-anak yang lain. Karena itulah kita harus senantiasa memuliakan mereka. Mereka tidak ada perbedaan dengan anak-anak yang masih lengkap orang tuanya. Di hadapan Allah SWT mereka juga memiliki kedudukan yang sama. Jadi jangan sampai menyakiti hati mereka. Jangan sampai dengan sengaja mengatakan kata-kata kasar atau menyinggung kepada mereka. b. Mengurus mereka secara patut dan adil Perlu diperhatikan dengan seksama. Jadi kita harus mengurus mereka secara patut, selain itu juga harus dengan adil. Adapun yang dimaksud dengan mengurusnya secara patut sendiri adalah kepatutan yang terkait dengan masalah tempat. Baik apakah anak-anak yatim tersebut diurus dalam sebuah panti asuhan atau bahkan rumah sendiri, harus patut huni tempatnya. Jangan sampai mereka ditempatkan di rumah yang tidak huni karena lingkungannya yang kurang sehat, kumuh, atau tidak standar untuk digunakan hunian. Selanjutnya, adapun yang dimaksud dengan mengurusnya secara adil adalah adil dalam berbagai hal. Baik dalam hal ini berkaitan dengan keadilan hak untuk tumbuh secara normal, mendapatkan kasih sayang, maupun yang terkait juga dengan masalah materi. Jadi, mereka harus
57
diperlakukan secara adil seperti halnya ketika kita mengurus anak sendiri, atau keluarga sendiri. c. Memberi harta dan makanan kepada mereka Adapun bentuk dari pemberian harta dan makanan tersebut jauh lebih baik lagi jika disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Karena antara anak yatim satu dengan yang lain pada umumnya berbeda kebutuhan mereka. Anak yatim ada yang memang benar-benar tidak memiliki apa-apa, karena orang tuanya yang meninggal memang tidak tergolong orang berpunya dan meninggalkan harta kepadanya. Di samping itu, ada juga yang mereka sekalipun anak yatim, akan tetapi ditinggali harta cukup banyak oleh orang tuanya yang meninggal. d. Melindungi harta mereka Terkadang anak yatim juga mendapatkan harta peninggalan dari orang tuanya. Selain kita wajib untuk turut membantu pengelolaan harta tersebut, kita juga wajib melindunginya dari orang-orang yang bisa memanfaatkannya. Karena anak yatim masih belum dewasa, maka kita yang mendapatkan kewajiban untuk membantu pengelolaan dan menjaga harta tersebut. Dengan demikian, harta tersebut akan menjadi aman dan tidak habis digunakan dengan hal-hal yang kurang begitu bermanfaat. Sedangkan pengurusan tersebut, dilakukan sampai pada akhirnya anak nanti telah dewasa dan mampu mengelolanya dengan baik. Baru setelah itu, kita
58
diperbolehkan untuk menyerahkan hak pengelolaan harta tersebut kepadanya. e. Melindungi jiwa dan raga mereka Salah satu juga diantara kewajiban kita terhadap anak yatim adalah melindungi jiwa dan raga mereka. Melindungi jiwa mereka memiliki pengertian bahwa kita harus senantiasa menjaga hal-hal yang akan turut merusak hati dan juga perasaan mereka, agama mereka. Sedangkan melindungi raga mereka adalah langkah-langkah yang harus kita lakukan untuk menjaga mereka agar tidak tersakiti secara fisik dari orang-orang yang jahat kepada mereka. Menjaga mereka agar tidak dipukuli orang, disakiti anggota badannya, dan sebagainya. 4. Hak-hak Anak Yatim a. Harta peninggalan orang tua Salah satu diantara hak dari anak yatim adalah harta peninggalan otang tuanya. Jadi mereka memiliki hak tersebut. Jika orang tuanya yang meninggal meninggalkan perusahaan, rumah, dan harta lainnya. Maka semua harta itu menjadi hak dari anak yatim tersebut. Selain itu, juga ditegaskan agar seluruh harta peninggalan orang tuanya
diserahkan
kepada
anak
yatim
tersebut.
Karena
sangat
membahayakan, di mana mereka belum bisa mengatur uang dengan baik. Baru diperkenankan harta tersebut diberikan kepada mereka setelah
59
mereka benar-benar telah paham dan bijak dalam mengelola harta peninggalan orang tuanya.18 b. Harta warisan orang lain Anak yatim memang diistimewakan kedudukannya oleh Allah SWT. Oleh karena itu, hak-haknya pun juga istimewa. Sangat berbeda dengan hak-hak anak biasa yang lengkap kedua orang tuanya. Salah satu hak istimewanya adalah mereka mendapatkan bagian hak harta warisan orang lain. Selain itu, juga tersirat bahwa bagiannya bisa diberikan berapa saja. Karena tidak ada ketentuan pastinya. Yang pasti hanyalah bahwa harus diberikan juga hak bagi anak yatim. Oleh karena itu, bagi siapa saja yang sedang membagi-bagikan harta warisan, maka jangan sampai lupa untuk membagikan juga hak bagi mereka anak-anak yatim.
18
Ben Akrom Kasyaf S, Dahsyatnya Menyantuni Anak Yatim, h. 51.
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN GRIYA YATIM DAN DHUAFA A. Sejarah Griya Yatim dan Dhuafa Perkembangan Griya Yatim dan Dhuafa dapat dilihat sebagai berikut: 2009 Berawal dari rasa galau beberapa founding father yayasan Griya Yatim dan Dhuafa atau biasa disebut GYD melihat kondisi anak-anak yang terpaksa putus sekolah atau tidak sekolah sama sekali karena harus bekerja untuk menyambung hidupnya di daerah
kampung
Dadap,
pemukiman
kumuh
persis
ditengah-tengah
megahnya perumahan Bumi Serpong Damai. Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan, dibentuklah lembaga sosial yang concern pada masalah sosial khususnya anak-anak. Dengan menempati sebuah rumah di Jl. Magnolia 1 Sektor 1.2 BSD yang digunakan juga sebagai asrama yatim dan dhuafa terbentuklah organisasi sosial yang bernama Yayasan Griya Yatim dan Dhuafa. Pada awal berdirinya, GYD dengan 6 orang karyawan menampung 9 orang anak yang tinggal di asrama dan membina sekitar 15-an anak yang semuanya berasal dari kampung Dadap. Berkat dukungan masyarakat yang terus meluas mendorong dilakukannya pengelolaan organisasi ini lebih baik dirintislah program beasiswa pendidikan yatim dan dhuafa, santunan kesehatan, layanan donasi barang layak pakai dan lain-lain. Animo masyarakat pada perlunya organisasi kemanusiaan ternyata cukup besar. Masyarakat memandang penting misi sosial ini diteruskan bahkan untuk kiprah 60
61
yang lebih luas. Hanya berselang beberapa bulan, tepatnya bulan Agustus 2009 asrama kedua di Jl. Elang Raya – Bintaro Jaya dibuka. Pada akhir tahun 2009 GYD telah membina lebih dari 100 anak asuh. 2010 Pertumbuhan asrama meningkat. Kantor pelayanan dibuka didaerah Bintaro. Ekspansi mulai melebar ke Jakarta dan Bekasi dengan dibukanya asrama ketiga di Cibubur – Jakarta Timur dan asrama keempat di Kranggan – Bekasi. Dimulainya pembangunan sistem Teknologi Informasi untuk peningkatan mutu pelayanan. Hampir seluruh
kantor
cabang
telah
tersambung
secara
online.
Website www.griyayatim.com dirilis dan disempurnakan, menggantikan alamat situs sebelumnya di www.griyayatim.org. Menjelang akhir tahun 2010, regenerasi puncak pimpinan diestafetkan dari Adi Prabowo beralih ke Haryono. Babak sejarah baru dimulai. GYD melakukan serangkaian adaptasi dan perubahan terkait visi, misi dan value yang menjadi budaya di GYD. Pembelajaran untuk menjadi organisasi yang amanah dan profesional terus dilakukan, salah satunya dengan penguatan program-program peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan, training, seminar dan lain-lain. Pada akhir tahun 2010 GYD membina lebih dari 800 binaan yang terdiri dari anak yatim dan dhuafa, janda dan lansia serta mengasuh 50an anak yang tinggal diseluruh asrama yatim dan dhuafanya.
62
2011 Implementasi program GYD mulai difokuskan hingga mengerucut pada enam induk yaitu Pendidikan, Sosial, Pemberdayaan, Kemanusiaan, Lingkungan dan Wakaf. Daerah yang ada disekitar asrama GYD difokuskan untuk penyaluran yang terintegrasi dibidang pendidikan, sosial, kesehatan, pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi secara terpadu. Dengan bantuan koordinator mustahik sebagai pendamping, KBA (Komunitas berbasis asrama) menjadi pusat penyaluran program sehingga lebih terukur dan terkontrol. Pada peringatan Milad kedua tanggal 9 Juni 2011, Griya Yatim dan Dhuafa melaunching logo dan identitas barunya menggantikan logo sebelumnya. “Dengan keyakinan kuat untuk bisa memberikan manfaat yang semakin besar, GYD berdaya upaya untuk menjadi organisasi terdepan di indonesia yang dapat menghantarkan anak yatim dan dhuafa meraih masa depannya yang lebih baik.”
2012 Atas inovasi yang dilakukan dalam pola mengasuh dan memberdayakan anak yatim dan dhuafa, GYD mendapat pengakuan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai lembaga sosial pertama di dunia yang menggunakan kartu ATM dalam menyalurkan bantuan kepada penerima manfaat-nya. Sebagai lembaga yang mengusung misi amanah dan profesional, atas inisiatif sendiri GYD juga telah diaudit oleh institusi akuntan publik dan pada audit perdananya ini GYD berhasil memperoleh predikat “Wajar Tanpa Pengecualian”.
63
Hingga sekarang kantor pusat Yayasan GYD terletak di Kompleks Virgin Island NA-7 De Latinos, Rawa Buntu, BSD, Serpong, Tangerang Selatan, dengan jumlah pengasuh yang hampir mencapai 70 orang dan anak yatin serta dhuafa yang mencapai 700 orang lebih. Kami bertekad agar ditahun ini keberadaan GYD dapat dirasakan oleh semakin banyak orang Indonesia termasuk dengan pembukaan jaringan atau asrama dan kantor pelayanan di 10 propinsi. “Dengan keyakinan kuat untuk bisa memberikan manfaat yang semakin besar, GYD berdaya upaya untuk menjadi organisasi terdepan di indonesia yang dapat menghantarkan anak yatim dan dhuafa meraih masa depannya yang lebih baik.”
1. Visi dan Misi Griya Yatim dan Dhuafa VISI “Menjadi organisasi sosial terdepan dalam mewujudkan masa depan Yatim & Dhuafa” MISI - Pemberdayaan Potensi Yatim & Dhuafa. - Menjadi fasilitator yang memiliki integritas. - Menjadi organisasi yang profesional dan modern. - Menjadi organisasi yang lebih peduli terhadap lingkungan hidup.
64
2. Kegiatan yang Dilakukan Griya Yatim & Dhuafa Berikut ini merupakan beberapa kegiatan yang dilakukan oleh yayasan Griya Yatim & Dhuafa: a. Lebaran Yatim Lebaran yatim hanyalah sebuah ungkapan yang biasanya diwujudkan dengan cara melaksanakan sebuah kegiatan dimana orang-orang memberikan santunan kepada anak-anak yatim. Tidak semua masyarakat di Indonesia tahu akan hal itu bahkan kebanyakan masyarakat lebih familiar dengan tanggal pelaksanaannya saja, yaitu 10 Muharam atau 10 Assyuro. Bertepatan tanggal tersebut sebagian masyarakat muslim menjalankan puasa sunah Muharam. Di Lebaran Yatim tahun 1436 H GYD secara serentak melaksanakan kegiatan di 11 provinsi dengan mengadakan baksos dan santunan anak non mukim/panti (Sempati) serta bantuan lansia (Bilas). Untuk wilayah Jabodetabeksercil (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Serang, Cilegon) ada kegiatan tambahan yaitu study tour di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang dilaksanakan tanggal 30 November 2014 lalu untuk anak-anak mukim GYD. Semua anak asuh menyambut gembira, karena bagi mereka ini momen yang paling ditunggu-tunggu. Terbesit dalam benaknya study tour sama dengan jalanjalan/bersenang-senang. Suasana hiruk pikuk pun menyelimuti bus yang menjadi penghantar ke tujuan, tidak ada roman wajah yang murung semua kelihatan tersenyum. Agenda ini sebenarnya sudah menjadi Habit di GYD Cuma momennya saja yang berbeda, biasanya study tour dilaksanakan setiap kenaikan kelas.
65
Ada beberapa nilai yang ingin dibangun dari kegiatan ini, yaitu keceriaan atau kegembiraan yang tercermin dari wajah anak-anak sehingga mereka pun merasakan yang sama dengan anak-anak lain di luar sana; kebersamaan dan silaturahim, bahwa GYD adalah keluarga besar yang dari mana saja mereka (anak-anak) berasal pada prinsipnya satu yaitu keluarga GYD; budaya, bahwa dengan study tour di TMII mereka akan tahu betapa besar kita sebagai bangsa Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya yang tersebar di seluruh pelosok negeri; dan nilai kompetisi, dimana anak-anak diasah kemampuan wawasan pengetahuan umumnya dengan contoh replika Indonesia kecil di TMII. Dan anak-anak mampu menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh EO/Panitia. Kegembiraan mereka adalah kegembiraan kita semua, baik kami sebagai jembatan atau pun donatur sebagai pembangunnya. Intinya tidak ada sesuatu yang siasia dari pengorbanan, kepedulian, dan amal baik kita. Marilah kepedulian ini semakin ditingkatkan bersama Griya Yatim dan Dhuafa. b. Gerakan Gizi Nusantara yang Digelar Serentak di 33 cabang Griya Yatim & Dhuafa se Indonesia Pada peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) ke 55 tanggal 25 Januari 2015 lalu, Yayasan Griya Yatim & Dhuafa (GYD) turut serta merasa peduli dengan kondisi gizi bangsa Indonesia. GYD mengadakan perhelatan Gerakan Gizi Nusantara. Disambut Antusias Kegiatan Gerakan Gizi Nusantara ini dilakukan dengan membagi-bagikan susu UHT, biskuit, serta berbagai makanan dan minuman sarat gizi ke posyandu-posyandu
66
yang berada di sekitar lingkungan Griya Yatim & Dhuafa. Kegiatan ini berlangusng tanpa halangan dan disambut antusias oleh masyarakat. Kegiatan ini sukses salah satunya berkat dukungan para donatur. Salah satu kota yang menyelenggarakan Gerakan Gizi Nusantara ini adalah Lampung. Ketua Pos Kesehatan Kelurahan (Poskeskel) Kemiling, Bandar Lampung, Ediyanto menyambut baik kegiatan yang digagas GYD. Kegiatan Gerakan Gizi Nusantara Cabang Lampung dilaksanakan di tempat Ketua Poskeskel Kemiling, Bandar Lampung. Kegiatan ini diikuti oleh pengurus dan anggota posyandu. Selain Lampung, Gerakan Gizi Nusantara juga digelar di 33 cabang Griya Yatim & Dhuafa yang tersebar di Indonesia. Diharapkan dengan Gerakan Gizi Nusantara ini menjadi motivasi bagi para orang tua, masyarakat, serta lembagalembaga lainnya untuk bahu-membahu meningkatkan gizi anak Indonesia. Dengan dipenuhinya gizi ini, maka Indonesia akan menjadi negara yang kuat karena memiliki generasi yang sehat dan pandai. c. Smart Competition yang Diikuti oleh 220 Peserta Anak Asuh GYD se Jabodetabek, Serang, dan Cilegon Siang itu di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur cuaca begitu terik. Tetapi ini tidak menyurutkan semangat ratusan anak asuh Griya Yatim dan Dhuafa (GYD) berkompetisi pada ajang Smart Competition. Di Pendopo Kempa 3, terlihat anak-anak asuh yang mewakili asrama GYD dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cilegon, dan Serang bergiliran menunjukkan kebolehannya berpuisi di hadapan para juri dan penonton.
67
Salah seorang kontestan putri begitu aktif berpuisi bertema syahdu yang diiringi lagu instrumental Hadad Alwi. Para juri dan penonton dibuat tertegun. Bahkan beberapa anak asuh terlihat sembab ketika mendengarkan bait-bait puisi yang diucapkan kontestan tersebut. Saking menjiwai, selesai berpuisi kontestan tadi sesegukan menahan tangis.
Kegiatan Rutin Di pendopo lain yang berjarak 100 meter dari Pendopo Kempa 3, digelar lomba adzan bagi anak asuh putra. Masing-masing peserta berupaya mengeluarkan kemampuannya dan mencari perhatian para juri agar diberi nilai terbaik. Selain puisi dan adzan, Smart Competition yang digelar pada Ahad, 19 April 2015 ini melombakan beberapa cabang perlombaan seperti lomba tahsin, tahfiz, pidato, cerdas cermat, menggambar dan kaligrafi. Dalam Smart Copetition kali ini ada 220 anak asuh GYD yang menjadi peserta. Menurut Ketua Panitia Smart Competition, Momon Supriyatna atau biasa disapa Nana, kegiatan ini merupakan agenda rutin yang digelar oleh Yayasan GYD. “Ini kegiatan rutin, Setahun dua kali pelaksanaan. Smart Competition ini merupakan program keasramaan, kompetisi antar asrama,” kata Nana. Nana melanjutkan, kegiatan ini merupakan sarana menjalin hubungan ukhuwah islamiyah antar pengelola dan anak asuh asrama GYD se Jabodetabek plus Serang dan Cilegon. Selain itu, kegiatan ini sebagai wadah melihat bakat dan potensi anak asuh. “Kadang-kadang ada anak di asrama biasa-biasa saja, tetapi begitu ikut kompetisi semangatnya luar biasa,” terang Nana.
68
Bagi yang ditetapkan sebagai juara mendapatkan piala dan tidak jarang diikutsertakan perlombaan level yang lebih tinggi. “Misalnya tempo hari ada yang kita ikut sertakan lomba pidato di Pesantren Assyifa, Subang. Atau pernah juga perlombaan di sekolah Islam ternama di daerah Parung Bogor, Jawa Barat,” jelas Nana. Salah satu cabang lomba Smart Competition yang bergengsi adalah cerdas cermat. Cabang ini diikuti 20 tim dari 20 asrama GYD. Pada babak penyisihan, setiap tim diberi lembaran soal. Lalu, enam tim dengan nilai tertinggi lolos ke putaran final. Pada putaran final persaingan ke enam tim sangat sengit. Masing-masing tim berusaha mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya. Akhirnya yang keluar sebagai juara pertama adalah Asrama BSD 1, juara juara kedua Asrama Bukit Nusa Indah, dan juara ketiga Asrama Cibubur. d. GYD Bantu Pengungsi Rohingya Pertengahan Mei 2015, gelombang pengungsi Muslim etnis Rohingya, Myanmar berdatangan ke Kota Langsa, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Mereka meninggalkan Myanmar karena mendapat perlakuan intimidasi dari masyarakat dan pemerintah Myanmar. Kasus ini membuka mata hati banyak pihak. Bantuan logistik dari berbagai elemen seperti tidak pernah henti mengalir ke kem-kem pengungsian Muslim Rohingya yang tersebar di Tanah Aceh. Semua berlomba-lomba membantu pengungsi Rohingya. Griya Yatim dan Dhuafa (GYD) pun tidak mau ketinggalan. Pada 14 Juni 2015 lalu, tim GYD memberi bantuan logistik untuk pengungsi Rohingya di Langsa. Tim GYD yang berangkat ke Langsa terdiri dari empat orang,
69
yakni Bapak Mustaqim (Manager Fundraising GYD Kantor Pusat), Bapak Endang Rahmatullah (Humas GYD Kantor Pusat), Bapak Bayu (GYD Cabang Medan) dan Bapak Muhammad Nasri (Humas GYD Cabang Medan). Habiskan 700 Kilogram Beras Selain memberi bantuan, tim GYD juga sempat meninjau dapur umum kem pengungsian. Menurut Bapak Abdullah juru masak dari Dinsos Aceh, untuk konsumsi setiap hari di dapur umum kem pengungsi Rohingya Pelabuhan Langsa menghabiskan 700 kilogram beras. Rencananya program bantuan Rohingya ini akan tetap digulirkan, mengingat pengungsi Rohingya akan tinggal lama di Langsa, Aceh. B. Manajemen Griya Yatim dan Dhuafa No
Nama
Jabatan
1
Moh. Ramdhan
Director Executive
2
Tarjuni S.Pd.I
Director Administrative
3
Bayu Jatmiko S.Hum
Director Operational
4
Engkos Kosasih Amd.Kom
Manager Keuangan
5
Arif Bukhori
Finance Coordinator
6
Nasrulloh
Manager Wakaf
7
Mustaqim
Manager Fundraising
8
Pardinal
Manager Marketing Komunikasi
9
Roni Anto
Manager Humas
70
10
Abdurrahman Wahid
PLT Manager
11
Ilham
IT Hardware, Network, Engineer, Web Developer
12
Catur Faturachman
IT Hardware, Network Engineer
13
Amsori Sam
Team Fundraising
14
Zulfikar
Team Fundraising
15
Syarif Tambakyoso
Team Fundraising
16
Dani Milar Suryana
Admin Fundraising
17
Ibrahim
Admin Wakaf
18
Sabilillah
Admin Operasional
Tabel 3.1. Daftar Nama Manajemen Pengurus GYD
71
C. Struktur Kepengurusan Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro
Maman Firmansyah (Kepala Asrama)
Imelda Iskandar (Wakil Kepala Asrama / Ibu Asrama)
Salma Al-Ayubi (Customer Service)
Masquroh (Customer Service)
Anak-anak Asrama
Gambar 3.1. Struktur Kepengurusan GYD Cabang Bintaro
Pekerja Asrama
72
D. Daftar Nama Anak-anak Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro No
1
Nama Lengkap
Khuluqill
Nama
Tempat
Tanggal
Jenis
Nama
Panggilan
Lahir
Lahir
Kelamin
Sekolah
Hasanah
Tangerang
02 November
P
SMK
Hasanah
1998
Kelas
1
Bintang Nusantara
2
Ressa Nurafifah
Ressa
Sukabumi
08 Juni 2002
P
MTS
1
Unwanun najah 3
Silmi
Silmi
Tangerang
05 November
P
1999 4
Kamila Faradila
Kamila
Tangerang
24 Desember
SMK
1
Letris P
2001
MI
6
Unwanun najah
5
Dwi Anis Fitria
Dwi
Tangerang
12 Februari
P
2000 6
Nadia Salwa
Nadia
Tangerang
14 Desember
SMA Al-
1
Mubarak P
2004
MI
5
Unwanun najah
7
Syakila Cahya Kamila
Syakila
Tangerang
03 April 2007
P
SDI AlFajar
2
73
8
Nova Rustiana
9
Syahidah
Nova
Saidah
Sukabumi
Sukabumi
19
P
MTS
September
Unwanun
2002
najah
27 Januari
Fatimah
P
2007
MI
1
4
Unwanun najah
10
Hamidah
Hamida
Tangerang
15 November
P
2002
MI
6
Unwanun najah
11
Mariyah
Mariya
Tangerang
09 Juli 2007
P
Abudzar
2
12
Aisyah
Aisyah
Tangerang
26 Juli 2011
P
Belum
-
Sekolah
Tabel 3.2. Daftar Nama Anak Yatim Asrama GYD Bintaro tahun 2016 E. Prestasi Asrama Griya Yatim dan Dhuafa Cabang Bintaro Tahun 2016 1. Hamidah juara 2 kelas di MI Unwatunnajah. 2. Syakila Cahya Kamila juara 3 kelas dan mendapat beasiswa di SDI Al-Fajar. 3. Kamila Faradila juara 3 kelas di MI Unwatunnajah. 4. Khuluqil Hasanah juara 3 kelas di SMK Bintang Nusantara dan juara 3 lomba Tahsin antarasrama Griya Yatim dan Dhuafa. 5. Syahidah Fatimah juara 2 lomba Tahfiz qur’an antarasrama Griya Yatim dan Dhuafa.
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Tahapan Penetrasi Sosial antara Pengasuh dan Anak Yatim dalam Membangun Relasi di Asrama Griya Yatim dan Dhuafa Cabang Bintaro Teori penetrasi sosial mempunyai empat tahapan dalam perkembangan hubungan antar-individu, antara lain: 1. Tahap Orientasi Tahap orientasi adalah tahap saat komunikasi yang terjadi bersifat tidak pribadi. Para individu yang terlibat hanya menyampaikan informasi yang bersifat sangat umum saja. Selama tahap ini, pernyataan-pernyataan yang dibuat biasanya hanya hal-hal yang klise. Orang biasanya bertindak sesuai dengan cara yang dianggap baik secara sosial dan berhati-hati untuk tidak melanggar harapan sosial. Selain itu, individu-individu tersenyum manis dan bertindak sopan pada tahap orientasi. Begitu pula di sebuah asrama yatim Griya Yatim dan Dhuafa. Waktu yang dibutuhkan oleh pengasuh untuk membangun sebuah relasi terhadap anak yatim tidak dapat diprediksi atau tidak dapat ditentukan. Karena masing-masing anak mempunyai karakter yang berbeda-beda, ada yang mudah dipahami ada juga yang sulit. Selain itu dalam sebuah asrama yatim anak-anak yang tinggal terdiri dari berbagai usia. Dalam mengenali karakter anak mempunyai beberapa kesulitan dan kemudahan dilihat dari segi usianya. Artinya dalam memahami karakter anak-anak yang usianya masih kecil maupun anak-anak yang sudah
74
75
beranjak dewasa masing-masing mempunyai kemudahan dan kesulitan, begitu pula pada tahap orientasi. Orientasi merupakan tahapan paling awal atau tahapan perkenalan, di mana anak-anak baru memulai untuk beradaptasi. Sebagaimana sesuai dengan hasil wawancara dengan Imelda Iskandar selaku ibu asrama mengatakan bahwa: “Prosesnya sih lama. Macam-macam, ada yang satu bulan, ada yang satu tahun, bahkan ada yang sampai sekarang saya sulit untuk memahaminya. Namanya memahami karakter anak-anak itu beda. Untuk memahami karakter anak kandung aja sampai dia besar kita harus paham, apalagi memahami karakter anak-anak yang banyak seperti ini. Dan itu gak ada batasnya dan jangka waktunya tidak bisa diperkirakan. Kita disini semua disama ratakan. Untuk memahami karakter anak-anak itu butuh waktu yang lama. Misalnya sama anak yang masih TK pemahamannya seperti ini, sama yang SD seperti ini, sampai seterusnya. Masalah dekat atau tidaknya, ya memang harus dekat karena kan memangnya satu rumah kan gak mungkin kita gak memahami karakter anak-anak. Pasti kita bisa membedakan karakter masing-masing anak, walaupun itu butuh waktu yang sangat lama dan tidak bisa diperkirakan berapa lama waktunya. Untuk memahami anak usia segini berbeda dengan cara memahami anak usia segini. Pendekatannya beda dan cara metode pendekatannya juga harus berbeda. Jika berkomunikasi dengan usia yang kecil perlu yang namanya sentuhan, sedangkan anak yang besar perlu menjadi partner atau sahabat.”1 Berdasarkan ungkapan di atas dapat menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk membangun relasi terutama untuk pengasuh yang sekaligus berperan sebagai orang tua itu beraneka ragam ada yang satu bulan, bahkan ada yang sampai satu tahun. Untuk membangun sebuah relasi, dibutuhkan sebuah pendekatan. Selain itu setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda
1
Wawancara pribadi dengan ibu Imelda Iskandar, Wakil Kepala Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 17 Januari 2016.
76
yang harus bisa dipahami oleh pengasuh berdasarkan usia masing-masing anak. Dalam berkomunikasi dengan anak yatim yang usianya masih kecil, maka diperlukan sentuhan berupa contoh perilaku yang baik, sedangkan untuk yang berusia lebih besar, lebih condong dijadikan sahabat atau partner. Ini bisa dikatakan sebagai tahap orientasi karena memahami karakter merupakan tahapan awal. Hal yang terjadi di tahapan awal hanya hal-hal yang bersifat klise saja, seperti perkenalan. Selain itu, yang dibicarakan juga hanya hal-hal yang bersifat umum saja, misalnya seperti menanyakan tentang nama, alamat, apa yang menyebabkan ia dititipkan di asrama, nama orang tua, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Maman Firmansyah selaku kepala asrama atau bapak asrama, ia mengatakan bahwa: “Kalau dari pengalaman sih kita cukup satu minggu ya. Yang sudah saya lakukan awalnya kita biasa aja dulu setelah itu kita mulai tegur sapa. Cukup satu minggu sih anak-anak udah mulai berinteraksi. Walaupun masih ada yang malu-malu ada juga yang baru pertama datang langsung bisa beradaptasi. Ada juga yang sampai satu bulan. Tapi lebih susah yang kecil untuk beradaptasi daripada yang besar. Jika berkomunikasi dengan anak yang dewasa, tentu kita bisa dengan berbagai bahasa, namun jika berkomunikasi dengan yang kecil harus dengan kata-kata yang lebih jelas atau yang lebih ringan agar mereka bisa lebih mudah memahami.”2 Berdasarkan ungkapan di atas dapat disimpulkan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh Abi Maman untuk membangun relasi dengan anak asuh sekitar satu minggu sampai satu bulan. Dalam berkomunikasi dengan anak yang lebih
2
Wawancara pribadi dengan bapak Maman Firmansyah, Kepala Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 21 Februari 2016.
77
dewasa, bisa dilakukan dengan berbagai bahasa baik bahasa sehari-hari maupun bahasa yang jarang mereka dengar, karena anak-anak yang lebih dewasa lebih banyak mempunyai pengalaman daripada anak-anak yang masih kecil, namun dengan anak yang lebih kecil harus dijelaskan dengan menggunakan kata-kata yang lebih ringan agar mudah dipahami, seperti menggunakan bahasa seharihari. Jangan menggunakan bahasa yang sulit untuk mereka pahami atau tidak pernah mereka dengar, sehingga dapat membuat anak-anak yang masih berusia kecil bingung atau sulit memahaminya. Cara yang dilakukan Abi Maman dalam mengatasi anak-anak yang sulit untuk beradaptasi adalah melakukan pendekatan, dengan cara bertegur sapa, bertanya tentang identitas diri dan keluarga, dan lain sebagainya. Ini bisa dikatakan sebagai tahapan orientasi karena ini merupakan tahapan awal di mana Abi Maman melakukan perkenalan atau pendekatan dengan anak-anak dengan cara bertegur sapa terlebih dahulu, dan pada awalnya ada anak-anak yang masih merasa malu-malu. Tahapan perkenalan dilakukan Abi Maman mulai dari satu minggu sampai satu bulan. Tergantung sifat atau karakter anak, ada yang mudah ada juga yang sulit. 1. Tahap Pertukaran Eksploratif Tahap di mana muncul gerakan menuju ke arah keterbukaan yang lebih dalam. Tahap ini menyajikan suatu perluasan mengenai banyaknya komunikasi dalam wilayah di luar publik; aspek-aspek kepribadian yang dijaga atau ditutupi sekarang mulai dibuka atau secara lebih perinci, rasa berhati-hati sudah mulai
78
berkurang. Hubungan pada tahap ini umumnya lebih ramah dan santai, dan jalan menuju ke wilayah lanjutan yang bersifat akrab dimulai. Tahap ini merupakan perluasan area publik dari diri dan terjadi ketika aspek-aspek dari kepribadian seorang individu mulai muncul. Apa yang tadinya privat menjadi publik. Hal ini bisa terlihat dari pengakuan pengasuh yang mengatakan: “Bisa, dia berbohong aja kan bisa ketauan dari matanya. Orang kan kalau ngomong dari kepanikannya dia ngomong aja bisa terlihat.”3 Pertukaran eksploratif merupakan perluasan area publik dari diri dan terjadi ketika aspek-aspek dari kepribadian seorang individu mulai muncul. Peneliti telah melakukan wawancara dengan beberapa anak yatim di asrama GYD cabang Bintaro. Khuluqil Hasanah, mengatakan bahwa: “Aku dengan Umi suka mengeluh mengenai pelajaran di sekolah, ketika nilaiku buruk maka aku cerita ke Umi. Padahal aku sudah belajar tiga hari sebelumnya, tapi tetap aja nilaiku jelek. Sedangkan teman-teman yang nyontek malah nilainya kadang suka bagus. Aku sudah mulai berani curhat atau mengeluh ke Umi sekitar seminggu lebih dari awal aku dititipkan. Aku suka cerita ke Umi karena Umi kan udah aku anggap kayak ibu aku sendiri dan Umi juga suka ngasih saran ke aku. Kalau aku cerita ke anak-anak yang lain kan aku malu kalau mereka tau nilai aku jelek.”4 Khuluqil Hasanah mengungkapkan bahwa ia termasuk orang yang suka mengeluh terhadap Umi Melda terutama masalah di sekolahnya, yakni ketika Khuluqil Hasanah mendapat nilai yang tidak memuaskan dibanding dengan temannya yang lain.
3
Wawancara pribadi dengan ibu Imelda Iskandar, Wakil Kepala Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 17 Januari 2016. 4 Wawancara pribadi dengan Khuluqil Hasanah, Anak Yatim Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 7 Februari 2016.
79
Ini bisa dikatakan sebagai tahapan pertukaran eksploratif karena Khuluqil mulai menunjukkan sikap keterbukaan dengan Umi Melda. Khuluqil mulai bisa bercerita mengenai masalah pribadinya kepada Umi Melda. Sikap terbuka Khuluqil muncul ketika ia sudah tinggal di asrama selama satu minggu. Hal yang mendorong Khuluqil untuk berani bercerita ke Umi Melda karena Khuluqil sudah menganggap Umi Melda seperti ibunya sendiri selain itu karena Umi Melda juga bisa memberikan saran kepada Khuluqil. Khuluqil merupakan tipe pribadi yang sanguin karena ia memiliki sikap yang ceria dan penuh rasa ingin tahu, dan butuh pendapat atau bantuan orang lain dalam menyelesaikan masalahnya. Dari hasil wawancara peneliti menemukan bahwa Dwi Anis Fitria mengakui ia pernah becerita ke Umi Melda tentang keluarganya karena ia berpikir bahwa Umi Melda adalah sosok pengganti ibunya. Ini bisa dilihat dari kutipan berikut: “Aku suka cerita ke Umi masalah keluarga, karena aku pikir sosok Umi bisa dijadikan sebagai pengganti ibu aku, karena ibuku sudah meninggal. Biasanya aku cerita tentang pengalamanku ketika pulang kampung, ketika aku lagi kangen rumah juga suka cerita. Aku baru berani ngomong masalah keluarga ke Umi sekitar satu bulanan deh dari awal aku dititipkan. Karena masalah keluarga kan termasuk masalah pribadi juga, jadi kalo awal-awal aku masih malu ngomongnya ke Umi.”5
5
Wawancara pribadi dengan Dwi Anis Fitria, Anak Yatim Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 7 Februari 2016.
80
Pemaparan Dwi di atas menjelaskan bahwa ia menjadikan sosok Umi Melda sebagai orang tua perempuan atau pengganti ibunya, dikarenakan ibunya telah meninggal dunia. Dilihat dari sikap Dwi yang suka bercerita tentang keluarganya itu menunjukan bahwa Dwi merupakan pribadi yang melankolis dan perasa terhadap sesuatu. Dikatakan sebagai tahapan pertukaran eksploratif karena Dwi juga sudah mulai berani terbuka terhadap Umi Melda dengan bisa bercerita mengenai keluarganya. Selain itu Dwi juga sudah bisa menganggap Umi Melda sebagai pengganti ibunya yang telah meninggal dunia. Sikap terbuka Dwi terhadap Umi Melda muncul ketika Dwi tinggal di asrama selama satu bulan. Selain itu, Ressa Nurafifah juga mengatakan kalau ia pernah bercerita ke Umi Melda tentang masalah ekonomi keluarganya. Ia mengatakan bahwa: “Perrnah, masalah ekonomi keluarga. Saat belum lama aku tinggal di sini, Umi pernah nanya kenapa orang tua aku menitipkan aku di sini. Terus aku bilang kalau orang tua aku tidak punya uang untuk membiayaiku sekolah. Karena orang tuaku punya anak banyak. Dan penghasilan bapakku tidak cukup untuk membiayai sekolah anakanaknya. Waktu itu aku ngomong ke Umi pas Umi nanya, kira-kira setelah tiga hari aku dititipkan. Karena aku tau aku akan tinggal lama di sini jadi aku berusaha untuk bisa terbuka sama Umi.”6 Ressa mengungkapkan kalau ia pernah bercerita tentang masalah ekonomi keluarganya kepada Umi Melda, yakni sebab ia dititipkan di asrama. Dikarenakan orang tua Ressa yang tidak mampu untuk membiayainya sekolah.
6
Wawancara pribadi dengan Ressa Nurafifah, Anak Yatim Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 7 Februari 2016.
81
Ini bisa dikatakan sebagai tahapan eksploratif karena Ressa sudah bisa menunjukkan sikap terbuka kepada Umi Melda dengan berani menceritakan masalah ekonomi keluarganya. Sikap terbukanya itu muncul saat Umi Melda bertanya apa yang menyebabkan Ressa dititipkan di asrama dan Ressa berani bercerita kepada Umi Melda setelah tiga hari ia tinggal di asrama. Hal yang mendorong Ressa untuk berani terbuka kepada Umi Melda karena Ressa merasa bahwa dia akan tinggal lama di asrama tersebut jadi Ressa harus bisa membiasakan untuk bersikap terbuka terhadap Umi Melda yang kelak akan menjadi pengganti orang tuanya. 2. Tahap Pertukaran Afektif Tahap munculnya perasaan kritis dan evaluative pada level yang lebih dalam. Tahap ketiga ini tidak akan dimasuki kecuali para pihak pada tahap sebelumnya telah menerima imbalan yang cukup berarti dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan. Ketika imbalan yang diterima lambat laun semakin besar sedangkan biaya semakin berkurang, maka hubungan di antara pasangan individu akan semakin dekat dan intim, dan mereka masing-masing akan lebih banyak memberikan informasi mengenai diri mereka masing-masing. Artinya, ketika seseorang telah merasa nyaman dan mendapatkan timbal balik yang cukup baik dari lawan bicara mereka, maka seseorang tersebut akan menjadi lebih terbuka terhadap lawan bicara mereka dan akan bercerita lebih banyak tentang apa yang dialaminya. Tahap ini ditandai oleh persahabatan yang dekat dan pasangan yang intim. Tahap ini termasuk interaksi yang lebih “tanpa beban
82
dan santai” dimana komunikasi sering kali berjalan spontan dan individu membuat keputusan yang cepat, sering kali dengan sedkit memberikan perhatian untuk hubungan secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan Umi Melda sebagai berikut: “Kalau untuk sehari-hari sih kita ngobrol-ngobrol biasa aja, hal-hal yang berkaitan dengan masalah sehari-hari. Kayak masalah sekolah, atau temannya. Kayak ngobrol saat lagi masak, jemur pakaian, atau sambil ngaji.”7
Ungkapan tersebut menjelaskan bahwa upaya pendekatan dalam membangun relasi juga dilakukan dalam komunikasi antarpribadi secara verbal pada kegiatan sehari-hari. Seperti saat sedang melakukan berbagai pekerjaan rumah, seperti saat memasak, menjemur pakaian, saat mengaji, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan ketika sedang melakukan berbagai pekerjaan rumah seseorang akan terbawa suasana yang santai seperti berada di lingkungan keluarga sendiri dan di rumah sendiri. Begitu pula yang dirasakan oleh anakanak di asrama, jadi perasaan kaku dan tegang akan hilang. Khuluqil Hasanah memaparkan mengenai kedekatannya dengan Umi Melda, ia paling sering bercerita tentang masalah-masalah yang terjadi disekolahnya. Ia mengatakan. “Aku paling sering cerita pokoknya masalah nilai yang ga memuaskan, kadang kalau aku lagi marahan sama temen juga aku suka cerita. Umi suka ngasih solusi sebaiknya aku belajar lebih giat lagi dan percaya akan kemampuan diri sendiri. Umi juga berpesan kalau aku lagi marahan, aku
7
Wawancara pribadi dengan ibu Imelda Iskandar, Wakil Kepala Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 17 Januari 2016.
83
disuruh selalu membalas dengan perlakuan baik, bukan dibalas dengan sikap marah juga.”8 Khuluqil menjelaskan tentang kedekatannya dengan Umi. Ketika Khuluqil bercerita lagi tentang masalah disekolahnya, Umi Melda selalu memberikan solusi dan memberitahu bagaimana cara mengatasi nilai-nilai yang kurang memuaskan dengan cara menasehatinya agar Khuluqil belajar lebih giat lagi dan ketika sedang ada masalah dengan teman sekolahnya Umi Melda memberikan solusi untuk tidak membalasnya dengan kemarahan juga. Dikatakan sebagai tahap pertukaran afektif karena dalam tahap ini kedua belah pihak sudah bisa memberikan perhatian untuk hubungan secara keseluruhan. Baik dari dalam diri Khuluqil maupun dalam diri Umi Melda. Hal ini bisa dilihat ketika Khuluqil sudah mulai terbiasa bersikap terbuka terhadap Umi Melda dengan menceritakan apa yang sedang dialami atau dirasakannya begitu juga dengan Umi Melda yang sudah bisa memberikan solusi atau cara kepada Khuluqil dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. 3. Tahap Pertukaran Stabil Mengenai pengembangan dalam hubungan yang tumbuh dicirikan oleh keterbukaan yang berkesinambungan juga adanya kesempurnaan kepribadian pada semua lapisan. Baik komunikasi yang bersifat publik maupun pribadi menjadi efisien – kedua pihak saling mengetahui satu sama lain dengan baik dan dapat dipercaya dalam menafsirkan dan memprediksi perasaan dan
8
Wawancara pribadi dengan Khuluqil Hasanah, Anak Yatim Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 7 Februari 2016.
84
mungkin juga perilaku pihak lain. Dalam tahap ini, masing-masing individu dimungkinkan untuk memperkirakan masing-masing tindakan mereka dan memberikan tanggapan dengan sangat baik, perilaku-perilaku di antara keduanya kadang kala terjadi kembali, dan pasangan mampu untuk menilai dan menduga perilaku pasangannya dengan cukup akurat. Imelda Iskandar menceritakan tentang kedekatannya dengan anak-anak yatim ketika peneliti bertanya tentang anak-anak yang suka bercerita soal masalah pribadi dengannya, ia mengatakan. “Ada yang pernah ada juga yang tidak. Kan ada beberapa di antara mereka yang lebih baik diam, tetapi Umi wajib tau walaupun dia gak pernah curhat ke Umi, dan Umi bisa tau dari mimik wajahnya, dari BTnya dia. Terkadang Umi suka nanya, kamu kenapa?, apa yang sedang kamu rasakan?. Kalau Umi sih mereka gak curhat juga gak terlalu jadi masalah tetapi Umi harus paham ini anak kenapa. Dan biasanya curhatnya masalah sekolahan, masalah teman-teman, kalau masalah lawan jenis Umi selalu memberi pemahaman ke mereka kalau dalam Islam itu tidak ada yang namanya pacaran.”9
Umi Melda berkata kalau ia wajib tahu dan ia bisa memahami apa yang sedang anak-anak rasakan hanya dari mimik wajahnya saja. Tidak menjadi masalah untuknya soal anak tersebut mau cerita atau tidak. Menurutnya yang penting ia selalu memberi pemahaman yang baik untuk anak-anak. Dikatakan sebagai tahap pertukaran stabil karena Umi Melda sudah mampu untuk menilai dan menduga perilaku anak-anak dengan cukup akurat.
9
Wawancara pribadi dengan ibu Imelda Iskandar, Wakil Kepala Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 17 Januari 2016.
85
Di sini Umi Melda sudah bisa menilai apa yang sedang dirasakan anak-anak hanya dari mimik wajahnya saja. Saat peneliti mewawancara Dwi Anis Fitria ia mengatakan bahwa ia cenderung lebih sering bercerita dengan Umi Melda mengenai seputar keluarganya. Ia mengatakan, “Aku cerita ke Umi seputar keluarga terus sih kebanyakan. Aku kangen sosok ibu, penggantinya kalau disini Umi. Aku juga suka bilang Umi mau pulang kampung aja rasanya. Tapi Umi tidak selalu mengizinkan, karena aku adalah tanggung jawab Umi di sini. Umi sudah dipercayakan untuk mengasuh anak-anak di sini.”10
Dwi mengatakan menurut pendapat di atas, ia cenderung lebih sering bercerita tentang masalah keluarganya. Ia kerap kali merasa ingin pulang ke kampung halamannya, namun Umi Melda adalah orang yang dipercaya yayasan sebagai pengasuh dan orang yang diberikan tanggung jawab bagi seluruh anak-anak di asrama. Jadi menjaga anak-anak adalah tugas utama yang harus dilaksanakan dengan baik oleh Umi Melda. B. Upaya yang dilakukan Pengasuh kepada Anak Yatim dalam Membangun Relasi Seorang pengasuh harus bisa memberikan kasih sayang dan pengajaran kepada anak yatim agar para anak yatim tersebut kelak bisa jadi anak yang
10
Wawancara pribadi dengan Dwi Anis Fitria, Anak Yatim Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 7 Februari 2016.
86
sholehah. Di sini para pengasuh berperan ganda, selain sebagai orang tua mereka juga berperan sebagai motivator bagi anak-anak yatim tersebut. Upaya yang dilakukan Umi Melda dalam membangun relasi dan melakukan pendekatan terhadap anak-anak yatim adalah dengan cara berperan melayani sebagaimana seorang ibu memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya. “Kalau yang kecil saya sebagai ibu, pendekatannya harus melayani, misalnya keperluan makan mereka, biasanya kalau yang kecil itu suka manja, seperti minta disendokkin. Tapi kita didik mereka untuk belajar mandiri. Tapi kalau waktunya mepet kayak mau berangkat sekolah, ya terpaksa kita sendokkin sarapannya. Tapi kalau yang besar palingan kayak komunikasi di dapur, kita buat mereka nyaman seperti dengan ibu sendiri.”11 Ungkapan di atas menyebutkan bahwa tugas seorang ibu adalah memberikan kasih sayang dan rasa nyaman kepada anak-anaknya. Demikian pula yang dilakukan Umi Melda kepada anak-anak asuhnya, ia menempatkan diri sebagai pengganti ibu bagi mereka. Umi Melda berusaha memberikan rasa nyaman kepada anak-anak yang tinggal di asrama tersebut. Sehingga anak-anak merasa nyaman dan tidak merasa kaku, jenuh, atau malu-malu. Sehingga anakanak bisa merasa seperti tinggal di rumah sendiri. Tidak jauh berbeda dengan cara yang dilakukan Umi Melda, Abi Maman pun melakukan upaya dalam membangun relasi dengan anak-anak yatim agar mereka merasa nyaman tinggal di asrama tersebut. “Itu yang saya ciptakan memang, ada beberapa anak yang sudah keluarpun kalau ke sini biasa aja. Di sini saya ciptakan “ini rumah 11
Wawancara pribadi dengan ibu Imelda Iskandar, Wakil Kepala Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 17 Januari 2016.
87
kalian” sama seperti saya sebagai orang tua saya bilang ke mereka “saya ini orang tua kamu” , jadi kalau ada apa-apa bilang ke saya atau sama Umi. Saya terus menekan seperti itu, saya bikin senyaman mungkin anak-anak tinggal di sini. Kalau mau masak silahkan masak barengbareng. Ya Alhamdulillah anak-anak bisa. Kalau teman-teman bilang nih, anak-anak kalau sudah masuk asrama bintaro pasti pada betah. Yang penting bikin dia betah dan nyaman dulu. Baru valuenya kita masukkan, seperti pemahaman-pemahaman islam.”12 Di samping itu juga ada upaya yang dilakukan para pengasuh dalam mendidik anak-anak yatim tersebut agar terhindar dari hal-hal yang negatif. Seperti cara yang dilakukan Umi Melda sebagai berikut: “Kasih pemahaman aja terus. Pemahaman tentang Islam. Anak-anak itu selalu dinasehati, urusan mereka kapan memahaminya itu allahualam. Namanya yang membolak-balikan hati manusia itu kan Allah. Kita sebagai manusia tugasnya menasehatinya aja, mau dia kena atau enggak kan itu kan hidayahnya dari Allah. Makanya disini hanya boleh menonton TV seminggu sekali saat weekend aja itu antisipasinya. Kadang-kadang kan anak-anak suka salah persepsi kita nasehati disangkain dimarahin. Makanya Umi sama Abi itu partner kalau abis ngomong apa-apa sama anak-anak Umi tanyain benar atau salah.”13
Ungkapan di atas menerangkan bahwa upaya yang dilakukan Umi Melda dalam mendidik anak-anak yatim adalah dengan cara memberikan pemahaman berupa nasehat. Dalam memberikan nasehat juga harus bekerja sama dengan Abi Maman yang berperan sebagai ayah, agar anak-anak tidak salah paham ketika sedang dinasehati. Selain itu upaya yang dilakukan Umi Melda adalah dengan cara tidak mengizinkan anak-anak terlalu sering
12
Wawancara pribadi dengan bapak Maman Firmansyah, Kepala Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 21 Februari 2016. 13 Wawancara pribadi dengan ibu Imelda Iskandar, Wakil Kepala Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 17 Januari 2016.
88
menonton televisi, seperti kita ketahui pergaulan anak-anak di zaman sekarang banyak terpengaruh oleh berbagai tayangan di televisi. Maka dari itu, agar anak-anak yatim di asrama Griya Yatim dan Dhuafa terhindar dari hal-hal yang negatif yang banyak dipengaruhi oleh tayangan televisi, Umi Melda dan Abi Maman hanya mengizinkan anak-anak untuk menonton televisi saat hari libur saja atau pada akhir minggu. C. Hambatan Komunikasi Antarpribadi antara Pengasuh dengan Anak Yatim dan Dhuafa dalam Membangun Relasi Hambatan komunikasi antarpribadi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa antara lain: 1. Gangguan a. Gangguan mekanik, ialah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. “Ya, namanya juga kita mengasuh anak yang tidak sedikit, jadi setiap kita lagi bicara selalu ada aja yang mengganggu. Kan ada juga anak yang pengen rahasianya tidak diketahui sama anak yang lain. Terkadang saat ada anak yang ingin cerita serius sama Umi ada yng tiba datang atau ada anak yang berisik, dan lain-lain. Kalau ada yang berani palingan dia ceritanya di kamar Umi langsung”14 b. Gangguan semantik, gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya jadi rusak. Gangguan semantik terjadi dalam salah pengertian.
14
Wawancara pribadi dengan ibu Imelda Iskandar, Wakil Kepala Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 17 Januari 2016.
89
“Kadang-kadang kan anak-anak suka salah persepsi kita nasehati disangkain dimarahin. Makanya Umi sama Abi itu partner kalu abis ngomong apa-apa sama anak-anak Umi tanyai benar atau salah.”15
2. Kepentingan Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang akan hanya memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan kepentingannya. “Misalnya, untuk mensukseskan sebuah program, contohnya anak-anak harus hafal beberapa surat dalam Al-Quran itu agak sulit, ada yang tingkat intelegensinya beda-beda itu yang agak berat. Mudah-mudahan kendala-kendala itu menjadi pemicu untuk mereka menjadi lebih baik lagi. Kita juga tidak memaksa, biarkanlah sesuai dengan kemampuannya.”16 3. Motivasi terpendam Motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan, kebutuhan, dan kekurangannya. Sebaliknya, komunikan akan mengabaikan suatu komunikasi yang tak sesuai dengan motivasinya. “Pernah, kayak masalah piket. Biasanya kan kalo hari Sabtu pagi yang piket anak yang sekolahnya libur, tapi Umi merubah aturannya kalo yang hari Sabtu sekolah piketnya pagi tapi aku bilang takunta entar yang sekolah pagi malah gak bisa piket. Tapi Umi malah bilang gak apaapa.”17
15
Wawancara pribadi dengan ibu Imelda Iskandar, Wakil Kepala Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 17 Januari 2016. 16 Wawancara pribadi dengan bapak Maman Firmansyah, Kepala Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 21 Februari 2016. 17 Wawancara pribadi dengan Khuluqil Hasanah, Anak Yatim Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 7 Februari 2016.
90
4. Prasangka Prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi. “Kasih pemahaman aja terus. Pemahaman tentang Islam. Anak-anak itu selalu dinasehati, urusan mereka kapan memahaminya itu Allahualam. Namanya yang membolak-balikan hati manusia itu kan Allah. Kita sebagai manusia tugasnya menasehati aja, mau dia kena atau enggak kan itu hidayahnya dari Allah. Kadang-kadang kan anak-anak suka salah persepsi kita nasehati sangkanya dimarahin. Makanya Umi sana Abi itu partner kalau abis ngomong apa-apa sama anak-anak Umi tanyain benar atau salah.”18
D. Interpretasi Dari hasil temuan menunjukkan: Dari ketiga narasumber yaitu para anak-anak yatim yang tinggal di asrama tersebut yaitu: Khuluqil Hasanah, Dwi Anis Fitria, dan Ressa Nurafifah masingmasing membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk melalui tahapan-tahapan penetrasi sosial. Mereka membutuhkan waktu yang beragam untuk bisa terbuka terhadap pengasuh di asrama. Dari hasil temuan analisis melalui wawancara dapat dilihat bahwa yang membutuhkan waktu paling cepat untuk bisa membuka diri terhadap pengasuh di asrama tersebut adalah Khuluqil Hasanah. Hal tersebut bisa dilihat dari karakter Khuluqil yang mempunyai sikap terbuka dan membutuhkan pendapat orang lain dalam menyelesaikan masalahnya. Itu semua dapat dilihat dari
18
Wawancara pribadi dengan ibu Imelda Iskandar, Wakil Kepala Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro Tangerang Selatan, Tangerang Selatan 17 Januari 2016.
91
kutipan wawancara yang mengatakan bahwa Khuluqil suka bercerita dan meminta solusi dari Umi Melda dalam mengatasi nilai ulangannya yang kurang memuaskan. Keinginan Khuluqil untuk terbuka terhadap Umi Melda muncul dari dalam diri Khuluqil sendiri yang sudah menganggap Umi Melda seperti ibu kandungnya. Menurutnya daripada ia menceritakan masalahnya itu kepada anak-anak yang lain, yang belum tentu bisa memberikan solusi dan bisa membuatnya menjadi malu, lebih baik bercerita kepada Umi Melda yang bisa membantunya dalam mengatasi masalahnya itu. Sedangkan yang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bersikap terbuka terhadap pengasuh adalah Dwi Anis Fitria. Hal ini bisa dilihat dari sikap Dwi yang perasa terhadap sesuatu. Selain itu Dwi juga lebih suka bercerita tentang keluarganya dan rasa rindunya terhadap sosok seorang ibu dikarenakan ibunya yang telah tiada. Untuk bisa terbuka terhadap Umi Melda, Dwi membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ditambah lagi masalah keluarga dan masalah rasa rindu terhadap sosok seorang ibu merupakan masalah yang cukup pribadi. Di asrama, Umi Melda merupakan pengganti orang tua terutama ibu, oleh karena itu Umi Melda harus bisa bersikap layaknya ibu untuk Dwi agar bisa meringankan rasa sedih atau rindu di hati Dwi. Dorongan untuk bersikap terbuka terhadap Umi Melda muncul dari dalam diri Dwi sendiri yang juga dipicu oleh rasa kasih sayang layaknya seorang ibu yang muncul dari dalam hati Umi Melda. Sehingga bisa membuat Dwi merasa nyaman untuk mencurahkan isi hatinya kepada Umi Melda. Selain itu hal yang mereka bicarakan juga berbeda-beda pada tiap tahap penetrasi sosial. Pada tahap pertama yaitu tahap orientasi mereka hanya
92
membicarakan hal-hal yang bersifat klise saja. Hal yang ditanyakan hanya yang bersifat umum saja seperti nama, usia, berasal dari mana, dan lain-lain. Pada tahap orientasi selain membicarakan hal-hal yang bersifat umum para pegasuh juga harus bisa memahami karakter masing-masing anak. Setiap anak masing-masing mempunyai karakter yang berbeda-beda. Oleh karena itu waktu yang dibutuhkannya pun tidak dapat ditentukan. Pada tahap selanjutnya yaitu tahap pertukaran eksploratif sifat seorang individu sudah mulai terbuka. Hal-hal yang bersifat pribadi sudah mulai dibicarakan seperti Khuluqil yang sudah mulai berani menceritakan masalah yang ia hadapi di sekolah dan juga Dwi yang sudah mulai terbuka terhadap Umi Melda dengan menceritakan masalah keluarganya. Selain itu sikap terbuka juga sudah terbuka pada diri Ressa yang mulai bisa bercerita kepada Umi Melda terkait masalah ekonomi keluarganya. Pada tahap ketiga yaitu tahap pertukaran afektif, seseorang telah merasa nyaman dan mendapatkan timbal balik dari lawan bicaranya. Hal ini bisa dilihat dari pembicaraan antara Khuluqil dan Umi Melda, di sini selain Khuluqil sudah mulai terbuka terhadap Umi Melda dengan berani menceritakan masalahnya di sekolah, Umi Melda juga sudah bisa memberikan solusi untuk Khuluqil dalam menyelesaikan masalahnya itu. Pada tahap terakhir yaitu tahap pertukaran stabil, komunikasi yang bersifat publik maupun pribadi menjadi efisien, kedua belah pihak saling mengetahui satu sama lain dengan baik dan dapat dipercaya dalam menafsirkan dan memprediksi
93
perasaan dan mungkin juga perilaku pihak lain. Dalam tahap ini hal yang dibicarakan merupakan hal yang bersifat sangat pribadi, ini bisa dilihat dari pembicaraan Dwi dan Umi Melda. Dwi bercerita kalau ia suka merindukan sosok seorang ibu dan terkadang Dwi merasa ingin pulang ke kampung halamannya, tetapi Umi Melda selalu menasehati Dwi dengan menghilangkan rasa sedih dalam diri Dwi. Umi Melda bicara kalau dia merupakan ibu untuk Dwi, Dwi adalah tanggung jawab Umi Melda, jadi Dwi tidak perlu sedih karena ada Umi Melda sebagai pengganti ibu Dwi yang telah tiada. Hubungan antarpribadi berkembang secara bertahap dan dapat diprediksi. Teoretikus penetrasi sosial percaya bahwa pembukaan diri adalah cara utama yang digunakan oleh sebuah hubungan ramah-tamah bergerak menuju hubungan yang intim. Meskipun pembukaan diri dapat mengarahkan menuju hubungan yang lebih intim, pembukaan diri juga dapat menyebabkan satu orang atau lebih berada pada posisi yang rentan.19 Teori penetrasi sosial memfokuskan diri pada pengembangan hubungan. Pada hal pengembangan hubungan atau relasi dibutuhkan sebuah pendekatan begitu pula dalam membangun relasi antara pengasuh dan anak yatim dalam sebuah asrama yatim. Pendekatan yang dilakukan pengasuh terhadap anak yang masih berusia kecil berbeda dengan pendekatan terhadap anak yang sudah remaja atau beranjak dewasa. Membangun relasi atau hubungan terhadap anak yang masih kecil dibutuhkan yang namanya sentuhan kasih sayang. Para pengasuh harus bisa membuat mereka nyaman seperti anak sendiri dengan cara melayani
19
Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi Introducing Communication Theory: Analysis and Application Edisi 3, h. 197
94
mereka dan memberikan contoh perilaku yang baik, karena anak yang masih berusia kecil masih dalam proses belajar dan sudah dapat dipastikan kalau mereka akan mengikuti apa yang diajarkan atau diperbuat oleh para pengasuhnya. Hal ini juga dikarenakan anak yang masih berusia kecil masih sulit untuk belajar mandiri atau hidup jauh dari orang tua kandung mereka. Sedangkan dalam membangun relasi dengan anak yang sudah beranjak dewasa atau remaja selain dibutuhkan yang namanya sentuhan kasih sayang mereka juga harus dijadikan sahabat atau partner. Hal ini dikarenakan anak yang sudah beranjak dewasa sudah banyak mengerti tentang kehidupan, mereka sudah banyak tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Mereka akan merasa sakit hati jika dibentak atau ditegur dengan suara yang keras. Walaupun rasa sakit hati itu tidak mereka tunjukkan di hadapan pengasuh, hal tersebut akan membuat mereka merasa tidak nyaman. Oleh karena itu para pengasuh harus bisa menjadi sahabat mereka dengan membuat mereka nyaman dan ciptakan suasana santai agar mereka tidak merasa takut atau tegang. Dalam membangun atau membentuk sebuah relasi pasti akan mengalami sebuah hambatan dan masalah atau konflik. Pada teori penetrasi sosial disebutkan ketika
pasangan
berhubungan,
mereka
mungkin
mengalami
sejumlah
ketidaksepakatan. Selama bertahun-tahun, pasangan menjadi terbiasa untuk mengelola konflik dengan berbagai cara, menciptakan suatu budaya hubungan yang unik yang memungkinkan mereka untuk mengatur atau mengatasi konflik di masa datang. Terdapat lebih banyak kepercayaan dalam mengatasi sebuah konflik dalam hubungan yang mapan. Selain itu, hubungan itu tidak selalu terancam oleh
95
sebuah konflik karena pasangan tersebut menyimpan pengalaman-pengalaman untuk mengatasi konflik.20 Konflik
dipandang
sebagai
bagian
penting
dari
pengembangan.
Pertumbuhan hubungan terjadi selama periode adanya kecocokan atau kesesuaian, dan kemunduran hubungan terjadi sebagai akibat terjadinya krisis dan tekanan jiwa lainnya. Namun demikian, sekali terjadi, proses-proses pertukaran yang terjadi pada putusnya hubungan antarpribadi merupakan kebalikan apa yang terjadi pada tahap-tahap pengembangan. Proses-proses pertukaran itu berlangsung sistematis dan teratur, kali ini dari tingkat yang akrab ke tingkat yang tidak akrab. 21 Begitu pula dalam menjalin atau membangun relasi di sebuah asrama yatim antara pengasuh dan anak yatim pasti mengalami berbagai hambatan atau masalah. Hambatan yang pertama ialah gangguan mekanik dan semantik, yang termasuk gangguan mekanik di sini adalah ketika ada anak yang ingin bercerita soal pengalaman pribadinya dengan pengasuh, ada saja gangguan mekanik yang terjadi seperti ada anak yang tiba-tiba datang atau ada anak yang berisik, karena anak yang tinggal di asrama tersebut tidak sedikit. Selanjutnya, gangguan semantik, yang termasuk gangguan semantik adalah saat pengasuh sedang menasehati anak-anak dengan nada suara yang sedikit keras sehingga anak-anak mengira pengasuh sedang marah.
20
Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi Introducing Communication Theory: Analysis and Application Edisi 3, h. 204. 21 Muhammad Budyatna M.A., dan Leila Mona Ganiem, M.Si., Teori Komunikasi Antarpribadi, h. 230.
96
Hambatan yang kedua adalah kepentingan terjadi ketika pengasuh sedang mempunyai kepentingan yaitu memberikan tugas hafalan beberapa surat dalam AlQuran. Ketika saatnya tiba untuk mengetest hafalan yang telah ditugaskan, ada beberapa anak yang belum lancar membacanya dan tidak jarang pula ada yang belum hafal sama sekali. Oleh karena itu, pengasuh harus bisa memaklumi dan memberikan kesempatan untuk menghafal lagi. Hambatan yang ketiga adalah motivasi terpendam, terjadi ketika salah satu anak memprotes soal masalah piket tetapi pengasuh mengabaikannya karena tidak menganggap penting hal yang disampaikan oleh anak tersebut dan hanya mempedulikan aturan yang dibuatnya saja. Hambatan yang terakhir adalah prasangka, terjadi ketika pengasuh sedang menasehati anak-anak mengenai pemahaman-pemahaman dalam Islam tetapi terkadang ada anak yang suka salam paham terhadap pengasuh. Mereka mengira pengasuh sedang memarahi mereka karena pengasuh berbicara dengan suara yang agak keras.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dibahas pada bab sebelumnya maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan, antara lain: 1. Bentuk atau pola komunikasi yang tejadi antara pengasuh dan anak yatim di asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro ialah pola komunikasi antarpribadi. Kesimpulan tersebut sangat identik dengan salah satu teori pada komunikasi antarpribadi yaitu teori penetrasi sosial yang mempunyai empat tahapan, yaitu: a. Tahap orientasi, tahap di mana anak-anak yatim mulai bekenalan atau mulai beradaptasi dengan lingkungan asrama. Waktu yang dibutuhkan pengasuh untuk membangun relasi dengan anak-anak yatim itu cukup lama dan lamanya tidak bisa ditentukkan. Hal ini disebabkan oleh karakter setiap anak itu berbeda-beda dan cara membangun relasi terhadap anak yang kecil berbeda dengan membagun relasi terhadap anak yang sudah remaja atau beranjak dewasa. b. Tahap pertukaran eksploratif, tahap di mana kepribadian masing-
masing anak mulai muncul. Ada anak yang berani bersikap terbuka, ada yang bersifat perasa terhadap sesuatu, dan ada pula yang masih bersifat malu-malu. Dalam tahap ini para pengasuh harus mulai bisa
97
98
membedakan sifat masing-masing anak dan harus bisa menyesuaikan diri ketika sedang berkomunikasi dengan mereka. c. Tahap pertukaran afektif, tahap di mana kedua belah pihak sudah bisa memberikan perhatian secara keseluruhan. Hal ini ditandai dengan anak-anak yang sudah mulai terbiasa untuk bersikap terbuka terhadap pengasuh. Begitu pula pengasuh yang sudah bisa memberikan solusi atau cara kepada anak-anak dalam menyelesaikan masalah yang sedang mereka hadapi. d. Tahap pertukaran stabil, tahap di mana kedua belah pihak sudah mampu untuk menilai dan menduga perilaku lawan bicaranya dengan cukup akurat. Ini ditandai dengan pengasuh yang sudah bisa menilai sikap masing-masing anak dengan cukup akurat hanya dari mimik wajahnya saja. 2. Upaya yang dilakukan pengasuh terhadap anak yatim dalam membangung relasi, antara lain: a. Melayani, sebagaimana orang tua memberikan kasih sayang terhadap anak-anaknya. Sehingga anak-anak merasa nyaman serta tidak merasa jenuh dan kaku. b. Berusaha menciptakan suasana di asrama seperti di rumah sendiri. Dalam hal ini pengasuh bertindak layaknya orang tua terhadap anaknya. c. Mendidik, dengan cara memberikan pemahaman atau nasehat berdasarkan ajaran Islam.
99
3. Hambatan komunikasi antarpribadi antara pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa dalam membangun relasi: a. Gangguan, gangguan terbagi menjadi dua yaitu gangguan mekanik dan gangguan semantik. Gangguan mekanik dalam komunikasi antarpribadi pengasuh dengan anak yatim dan dhuafa terjadi ketika ada anak yang ingin bercerita kepada pengasuh dan mereka tidak ingin ada orang lain mendengarnya. gangguan terjadi saat mereka ingin bercerita lalu ada yang datang atau ada yang suara berisik yang mengganggu. Gangguan semantik dapat berupa salah pengertian. Hal ini terjadi ketika pengasuh sedang memberikan nasehat dengan nada suara yang sedikit tinggi ada anak yang mengira pengasuh sedang marah. b. Kepentingan, terjadi ketika pengasuh sedang memberikan tugas berupa hafalan Al-Quran ada beberapa anak yang masih belum hafal, dalam hal ini pengasuh harus bisa memakluminya. c. Motivasi terpendam, terjadi saat salah satu anak sedang menyampaikan pendapatnya mengenai piket harian, tetapi yang terjadi pengasuh hanya mementingkan peraturan yang dibuatnya saja, tanpa mempedulikan pendapat anak tersebut. d. Prasangka, terjadi ketika anak salah dalam memahami nasehat yang diberikan pengasuh. ketika pengasuh berbicara dengan suara yang sedikit keras, anak-anak menyangka pengasuh sedang marah.
100
A. Saran 1. Kepada pengasuh a. Lebih sering berinteraksi dengan anak-anak, ciptakan suasana yang gembira agar anak-anak tidak merasa jenuh, bosan, dan timbul rasa ingin pulang ke kampung halamannya. b. Bersikaplah layaknya orang tua kandung bagi mereka. Terutama kepada anak yang orang tuanya telah tiada. Berikan kasih sayang yang tulus, jangan perlakukan mereka dengan keras yang bisa membuat mereka sedih atau takut. c. Lebih sering memberikan pemahaman tentang Islam disertai contoh-contoh perilaku yang baik. Untuk bekal atau pedoman mereka ketika sedang berada di luar asrama atau ketika nanti mereka telah keluar dari asrama. d. Lebih bersabar dalam menghadapi anak-anak yang sulit dinasehati. Terutama anak yang masih berusia kecil. Karena mereka masih belum banyak memahami tentang pelajaran dalam kehidupan. 2. Kepada anak-anak yatim Hormatilah pengasuh (Abi dan Umi) seperti kalian menghormati orang tua kandung kalian. Anggaplah asrama sebagai rumah kalian sendiri, hilangkan perasaan kaku, jenuh, dan bosan. Bersikaplah saling menyayangi sesama anak asrama, jangan bertengkar, serta ciptakan suasana yang rukun dan damai. Ketika sedang berada di luar asrama, jadikan nasehat Abi dan Umi sebagai pedoman, agar kalian terhindar dari hal-hal yang negatif.
DAFTAR PUSTAKA Literatur Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007 Rohim, Syaiful. Teori Komunikasi Perspektif, Ragam, & Aplikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta 2009 Riswandi. Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009. Soyomukti, Nurani. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2010. Aw, Suranto. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2011. Noor, Juliansyah. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, Dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2014 Gunawan, Imam. Metodologi Penelitian Kualitatif Teori & Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2013 Creswell, John W. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010 Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2012 Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010 West, Richard dan Turner H Lynn. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika. 2012 Budyatna, Muhammad dan Ganiem, Mona Leila. Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2012
101
102
Morissan. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2014 Fajar, Marhaeni. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009 Wood, Julia T. Komunikasi Teori dan Praktik (Komunikasi dalam Kehidupan Kita). Jakarta: Salemba Humanika. 2013 Mulyana, Deddy. Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintas Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2005 Supratiknya. Tinjauan Psikologis Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta: Kanisius. 1995 Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 2003 Hardjana, Agus M. Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius. 2003 Roudhonah. Ilmu Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press. 2007 Liliweri, Alo. Komunikasi Antar-Personal. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2015 Kasyaf S, Ben Akrom. Dahsyatnya Menyantuni Anak Yatim. Jakarta: Al Maghfiroh. 2012 Abu, M Syamsul Arifin dkk. Anak Yatim Kajian Fikih & Realitas Sosial. Sidogiri: Pustaka Sidogiri. 2005
103
Sumber Internet https://alikhlaskebonduren.wordpress.com http://id.griyayatim.com/
OPEN CODING – TRANSKRIP WAWANCARA Narasumber pertama Topik Riset: Proses komunikasi pengasuh asrama dalam membangun relasi dengan anak yatim Wawancara dilakukan pada tanggal 21 Februari 2016 Konsep: Identifikasi Informan, Orientasi, Pertukaran Eksploratif, Pertukaran Afektif, Pertukaran Stabil No
1
Refleksi Diri Peneliti Perkenalan diri narsum
Isi Transkrip
P: Siapa nama lengkap abi? NS: Maman Firmansyah
Keterangan
Latar narsum:
belakang
P: Dimana abi lahir:
Maman Firmansyah
NS: Lahir di Jakarta 23 Agustus 1973
Usia: 43 tahun
P: Berarti sekarang usia abi berapa?
Pendidikan terakhir: SMA
NS: Sekarang sudah 43 tahun P: Apa pendidikan terakhir abi? NS: SMA P: Apa jabatan abi di asrama ini? NS: Sebagai Kepala asrama.
Status / jabatan: Kepala Asrama.
Kategori / Konsep Identifikasi informan
2
Waktu yang dibutuhkan agar bisa dekat dengan anakanak, memahami karakter anak, dan cara berkomunikasi dengan anakanak
P: Butuh waktu berapa lama agar anak-anak bisa merasa Waktu yang dekat dengan abi? dibutuhkan untuk perkenalan cukup NS: Kalau dari pengalaman sih kita cukup satu minggu ya. satu minggu. Yang Yang sudah saya lakukan awalnya kita biasa aja dulu setelah berkomunikasinya itu kita mulai tegur sapa. Cukup satu minggu sih anak-anak agak sulit adalah udah mulai berinteraksi. Walaupun masih ada yang malu- anak yang malu ada juga yang baru pertama datang langsung bisa mempunyai beradaptasi. Ada juga yang sampai satu bulan. Tapi lebih karakter pemalu. susah yang kecil untuk beradaptasi daripada yang besar. Jika Cara berkomunikasi berkomunikasi dengan anak yang dewasa, tentu kita bisa dengan anak yang dengan berbagai bahasa, namun jika berkomunikasi dengan sudah dewasa bisa yang kecil harus dengan kata-kata yang lebih jelas atau yang dilakukan dengan lebih ringan agar mereka bisa lebih mudah memahami. berbagai bahasa, P: Setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda, tetapi dengan anak menurut abi tipe anak yang bagaimana yang komunikasinya yang masuh kecil mudah dan yang bagaimana yang komunikasinya agak sulit? harus dengan katakata yang lebih jelas Di mana letak kesulitannya? atau lebih ringan NS: Yang berkomunikasinya agak sulit itu yang pemalu. Di agar mereka mudah sini ada beberapa yang pemalu, tetapi lama kelamaan karena memahami. saya berusaha untuk lebih akrab dan lebih dekat lagi sama anak-anak, jadi anak-anak gak merasa malu lagi sama saya. Kalau yang mudah itu yang baru kenal langsung aktif dan langsung bisa merasa dekat. Kalau letak kesulitannya itu misalnya kayak yang tadi saya bilang ada beberapa anak yang
Orientasi
pemalu ketika ditanya dia agak sulit menjawab, diem aja atau kadang ngumpet di belakang temannya. Dan akhirnya kita berkomunikasinya melalui temannya. Itu agak lama juga tuh. Tapi lama-kelamaan semakin ke sini udah mulai berani, kayak minta sesuatu ke saya. P: Apakah ada perbedaan pada cara abi berkomunikasi dengan anak yang besar dan yang kecil? Kalau ada dimana letak perbedaannya? NS: Ada. Kalau untuk yang dewasa tentu kita dengan berbagai bahasa bisa cuma kalau yang kecil kita banyak berkomunikasi dengan kata-kata yang lebih jelas atau diperingan agar mereka bisa mudah memahami. Contoh misalnya saya ketika sedang memberikan sebuah pelajaran atau aqidah tentu berbeda dengan anak-anak yang besar. Kalau yang besar sekali saja bisa langsung paham tetapi kalau yang kecil harus diperjelas lagi dengan bahasa anak-anak atau dengan diberikan contoh-contoh dan lain sebagainya. Memang lebih capek sih kalau anak-anak kecil.
3
Maman Cerita tentang P: Apa pernah anak-anak curhat ke Abi tentang pengalaman Abi pribadi mereka? Kalau pernah biasanya mereka curhat apa menutup diri untuk pengalaman saja? anak yang ingin pribadi bercerita soal NS: Enggak. Karena di sini kan perempuan semua jadi saya masalah pribadi tutup untuk masalah pribadi. Tapi saya buka untuk istri. Istri dikarenakan anaksaya biasanya yang lebih membuka diri untuk hal-hal yang anak yang tinggal di pribadi. Tapi kalau untuk asrama yang khusus laki-laki, kita asrama semua khususkan kalau untuk masalah pribadi bicaranya dengan berjenis kelamin Abinya. Kan kadang-kadang ada hal-hal yang sensitif yang perempuan. Ketika berkaitan dengan fisik misalnya. Pastinya juga mereka akan sedang mengobrol, lebih tertutup dan malu. abi Maman lebih bercerita P: Ketika sedang ngobrol atau bicara santai, Abi lebih sering sering ramai-ramai sambil berbicara face to face atau ramai-ramai? tertawa ramaiNS: Kalau yang kecil iya. Kalau yang kecil palingan kita ramai. cerita kayak menceritakan suatu kejadian atau pengalaman Abi waktu masih kecil sambil ketawa-ketawa. Anak kecil itu kan senang yang namanya cerita. Kalau yang besar paling kita bareng-bareng.
Pertukaran Eksploratif
4
Cara abi P: Biasanya kalau mereka sedang ada masalah, apa mereka langsung cerita ke Abi atau Abi dulu yang harus memulai? dalam menyelesaikan NS: Biasanya mereka kalau ada masalah itu diam atau masalah yang cemberut atau sebagainya. Terus kita tanya kamu kenapa,
Pertukaran Afektif
Abi Maman sering menanyakan kepada anak-anak jika ada di antara mereka sedang ada
dihadapi anak- kadang mereka lagi sakit atau lagi berantem sama temennya. Mereka gak mau terus terang tuh biasanya kalau lagi BT atau anak lagi apa. Kalau kita gak tanya atau temannya yang ngomong ke kita atau kita yang tanya ke temannya.
masalah. Abi Maman lebih sering marah dalam persoalan ibadah dan anak-anak juga P: Apa yang biasa mereka ceritakan ke Abi? Yang kecil bisa paham jika abi biasanya cerita apa, yang besar biasanya cerita apa? Maman sedang marah. NS: Kalau anak-anak kecil itu biasanya ceritanya masalah sekolahnya tentang bagaimana kegiatan di sekolahnya. Kalau yang besar paling masalah lawan jenisnya tapi itu seringnya sama Umi. P: Pernah gak Abi marah-marah sama mereka? Marahnya seperti apa? Dan biasanya sebabnya apa? NS: Pernah. Sebabnya ketika hal-hal yang sifatnya ibadah tetapi kalau nilainya jelek saya gak marah. Karena bagi saya yang penting bagaimana dia punya akhlak yang baik. Saya kalau marah itu lebih baik diam dan tidak pernah diungkapkan. Kalau saya diam, biasanya anak-anak tau saya sedang marah.
P: Apa Abi bisa mengetahui apa yang sedang anak-anak Bisa memahami apa rasakan hanya dari raut wajahnya saja tanpa mereka harus yang sedang cerita dulu? dirasakan anakanak sedang sedih NS: Bisa. Cuma permasalahannya aja paling yang kita gak tau atau sedang senang. apa. Ketika dia lagi murung atau tiba-tiba ngambek karena Tetapi tidak bisa masalah apa. Tapi kalau ngambeknya sama saya, saya tau mengetahui apa karena apa mereka ngambeknya contohnya kayak gini waktu masalahnya. saya belum sempat saya bayar SPP karena saya gak ada waktu, akhirnya ada yang marah sampai nangis akhirnya ketika saya ke sekolahnya dan saya bayar udah habis itu ketawa lagi.
5
Bisa memahami hanya dilihat dari raut wajahnya saja
6
Upaya yang P: Sebagai pengganti orang tua, upaya atau cara apa yang Abi Berusaha lakukan agar anak-anak bisa merasa dekat seperti mereka menciptakan dilakukan dekat dengan orang tua sendiri? kenyamanan di pengasuh asrama agar anakNS: Itu yang saya ciptakan memang, ada beberapa anak yang anak tidak merasa sudah keluarpun kalau ke sini biasa aja. Di sini saya ciptakan jenuh dan berusaha “ini rumah kalian” sama seperti saya sebagai orang tua saya memberikan bekal bilang ke mereka “saya ini orang tua kamu” , jadi kalau ada untuk anak-anak apa-apa bilang ke saya atau sama Umi. Saya terus menekan agar terhindar dari seperti itu, saya bikin senyaman mungkin anak-anak tinggal hal-hal yang buruk. di sini. Kalau mau masak silahkan masak bareng-bareng. Ya Alhamdulillah anak-anak bisa. Kalau teman-teman bilang nih, anak-anak kalau sudah masuk asrama bintaro pasti pada betah. Yang penting bikin dia betah dan nyaman dulu. Baru
Pertukaran Stabil
valuenya kita masukkan, seperti pemahaman-pemahaman islam. P: Dengan melihat pergaulan anak zaman sekarang, upaya apa yang Abi lakukan agar anak-anak terhindar dari hal-hal yang negatif? NS: Pertama, kita skak mereka dari pergaulan buruk itu, kita lihat teman-temanya siapa dan setiap kegiatan yang mereka lakukan lebih baik lakukan di rumah, temannya biarin aja ke sini dari pada di luar kita gak tau apa yang mereka lakukan. Yang penting pengontrolan. Kedua, pembinaan di rumah seperti solatnya, ngajinya, aqidahnya, itu sebagai benteng buat dirinya, mudah-mudahan ketika dia keluar dari sini tidak terganggu dengan teman-teman atau lingkungan yang kurang baik. Yang terakhir, itu akhlak, itu yang penting. Karena tidak ada yang bisa membolak-balikan hati manusia kecuali Allah SWT. 7
Hambatan dalam berkomunikasi dengan anakanak
P: Apa ada hambatan dalam membina anak yatim? NS: Banyak. Penyelesaian permasalahan, setiap anak dengan karakter yang berbeda-beda, misalnya untuk mensukseskan sebuah program, contohnya anak-anak harus hafal beberapa surat dalam Al-Qur’an itu agak sulit, ada yang tingkat intelegensinya beda-beda itu yang agak berat. Dan mudahmudahan kendala-kendala itu menjadi pemicu untuk mereka
Dalam menghadapi tingkat intelegensi anak yang berbedabeda terutama dalam hal menghafal Alquran, para pengasuh harus bisa
menjadi lebih baik lagi. Dan kita juga tidak memaksa, biarkanlah sesuai dengan kemampuannya. Kalaupun mungkin hari ini temannya yang lebih bagus tapi dia tetap berusaha walaupun membutuhkan waktu yang lama. Itu salah satunya. Masalah yang lain juga banyak, dari karakter yang beda-beda itu juga jadi kendala, cuma ya Alhamdulillah kita bisa atasi, selama ini dan sampai saat ini kita bisa atasi.
memaklumi dan memberikan kesempatan kepada anak-anak.
OPEN CODING – TRANSKRIP WAWANCARA Narasumber Kedua Topik Riset: Proses komunikasi pengasuh asrama dalam membangun relasi dengan anak yatim Wawancara dilakukan pada tanggal 17 Januari 2016 Konsep: Identifikasi Informan, Orientasi, Pertukaran Eksploratif, Pertukaran Afektif, Pertukaran Stabil No 1
Refleksi Diri Peneliti Perkenalan diri narsum
Isi Transkrip
Keterangan
P: Siapa nama lengkap umi?
Latar
NS: Imelda Iskandar
narsum:
P: Di mana dan tanggal berapa umi lahir?
Iskandar
NS: Di Jakarta, tanggal 10 April 1978.
Usia: 38 tahun
P: Berarti usia umi sekarang berapa?
Pendidikan
NS: 38 tahun
terakhir: Strata 1
P: Apa pendidikan terakhir umi?
Status / jabatan:
NS: Strata 1
wakil
P: Apa jabatan umi di asrama ini?
asrama
NS: Ibu asrama atau wakil kepala asrama
belakang Imelda
kepala
Kategori / Konsep Identifikasi informan
2
Waktu yang dibutuhkan agar bisa dekat dengan anak-anak, memahami karakter anak, dan cara berkomunikas i dengan anakanak
P: Butuh waktu berapa lama agar mereka (anak-anak) bisa merasa Proses umi Melda dekat dengan Umi? agar bisa merasa dekat dengan NS: Prosesnya sih lama. Satu minggu sampai satu bulan. Namanya anak-anak cukup memahami karakter anak-anak itu beda. Untuk memahami karakter lama. Antara satu anak kandung aja sampai dia besar kita harus paham, apalagi minggu hingga memahami karakter anak-anak yang banyak seperti ini. Dan itu gak satu bulan. ada batasnya dan jangka waktunya tidak bisa diperkirakan. Kita Karena anak yang disini semua disama ratakan. Untuk memahami karakter anak-anak tinggal di asrama itu butuh waktu yang lama. Misalnya sama anak yang masih TK tersebut tidak pemahamannya seperti ini, sama yang SD seperti ini, sampai sedikit. Dalam seterusnya. Masalah dekat atau tidaknya, ya memang harus dekat memahami karena kan memangnya satu rumah kan gak mungkin kita gak karakter anak memahami karakter anak-anak. Pasti kita bisa membedakan karakter yang satu berbeda masing-masing anak, walaupun itu butuh waktu yang sangat lama dengan anak yang dan tidak bisa diperkirakan berapa lama waktunya. Untuk lain. memahami anak usia segini berbeda dengan cara memahami anak usia segini. Pendekatannya beda dan cara metode pendekatannya juga harus berbeda. P: Setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda, menurut Umi tipe anak yang bagaimana yang komunikasinya lebih mudah dan yang bagaimana yang komunikasinya lebih sulit? Dan di mana letak kesulitannya? NS: Kalau yang komunikasinya lebih mudah sudah pasti anak-anak yang lebih besar daripada anak yang masih kecil. Kalau anak yang lebih besar kan pasti dia lebih paham mana yang baik dan mana yang tidak baik. Dan sudah pasti dia punya rasa malu atau rasa takut yang lebih besar. Kalau yang lebih sulit sudah pasti anak yang masih kecil,
Orientasi
terkadang ada anak yang susah disuruh solat misalnya, atau anak yang susah disuruh belajar. Letak kesulitannya sudah pasti tiap anak berbeda-beda, tetapi kita tidak pernah memperlihatkan kesulitannya itu kepada anak-anak. P: Apakah ada perbedaan pada cara Umi berkomunikasi dengan anak yang besar dan yang kecil? Kalau ada dimana letak perbedaannya? NS: Jelas ada. Perbedaannya kalau anak kecil itu kan perlu yang namanya sentuhan sedangkan kalau yang besar itu perlu jadi partner. Kalau anak kecil itu harus diiringi, anak kecil itu perlu yang namanya suri tauladan. Tetapi kalau yang besar kan selain jadi orang tua kita juga perlu jadi sahabat mereka. P: Apa ada anak yang suka mengganggu saat Umi sedang berkomunikasi dengan salah satu anak? NS: Ya, namanya juga kita mengasuh anak yang tidak sedikit, jadi setiap kita lagi bicara selalu ada aja yang mengganggu. Kan ada juga anak yang pengen rahasianya tidak diketahui sama anak yang lain. Terkadang saat ada anak yang ingin cerita serius sama Umi ada yng tiba datang atau ada anak yang berisik, dan lain-lain. Kalau ada yang berani palingan dia ceritanya di kamar Umi langsung.
3
Cerita tentang P: Apa pernah anak-anak curhat ke Umi tentang pengalaman pribadi mereka? Kalau pernah biasanya mereka curhat apa saja? pengalaman pribadi NS: Ada yang pernah ada juga yang tidak. Kan ada beberapa diantara mereka yang lebih baik diam, tetapi Umi wajib tau walaupun dia gak pernah curhat ke Umi, tapi Umi wajib tau dari mimik wajahnya, dari BTnya dia. Kalau Umi sih mereka gak curhat juga gak terlalu jadi masalah tetapi Umi harus paham ni anak kenapa. Biasanya curhatnya masalah sekolahan, masalah teman-teman, kalau masalah lawan jenis Umi selalu memberi pamaham ke mereka kalau dalam Islam itu tidak ada yang namanya pacaran. P: Ketika anak tersebut sedang bercerita tentang masalah pribadi mereka, mereka lebih senang cerita berdua saja atau ramai-ramai? NS: Kalau masalah pribadi mendingan secara empat mata, tapi kalau Umi kadang-kadang ada bahasanya pelajaran klasikal, jadi misalnya wanita itu harus menutup aurat, jadi kita secara klasikal. Ada juga yang secara pribadi, kan ada juga anak yang tidak mau masalahnya diumbar-umbar.
4
Cara umi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi anak-anak
P: Biasanya kalau mereka sedang ada masalah, apa mereka langsung cerita ke Umi atau Umi dulu yang harus memulai? NS: Kadang-kadang Umi dulu yang memulai dan kadang-kadang ada juga mereka duluan yang memulai. Tapi lebih banyak Umi dulu yang memulai kan kadang-kadang dia malu untuk ngomongnya, tapi yang tadi Umi bilang Umi harus bisa paham tentang anak tersebut.
Umi Melda merasa kalau ia wajib tau segala hal yang terjadi pada anak-anak. Walaupun anak tersebut tidak bercerita kepadanya. Hal yang sering anakanak ceritakan kepada umi Melda adalah hal tentang sekolah, teman-teman, dan lain-lain. Kalau soal masalah pribadi umi Melda lebih sering bicara langsung kepada anak tersebut. Umi Melda lebih sering memulai lebih dulu ketika anak-anak sedang ada masalah. Kalau anak yang masih kecil lebih
Pertukaran Eksploratif
Pertukaran Afektif
sering bercerita P: Apa yang biasa mereka ceritakan ke Umi? Yang kecil biasanya tentang sekolah, cerita apa, yang besar biasanya cerita apa? jika anak yang sudah besar lebih NS: Kalau anak kecil biasanya cerita tentang sekolah, tentang teman- sering bercerita teman. Kalau yang besar paling masalah kewanitaan. masalah kewanitaan. P: Apa ada anak disini yang suka atau pernah cerita tentang cinta? Anak-anak tidak pernah bercerita NS: Kalau cerita cowok sih jarang karena mereka juga takut, tapi tentang cinta, Umi juga tau lah mereka itu kan normal, ya kita kasih pemahaman tetapi umi Melda terus kalau wanita itu tidak boleh terlalu dekat dengan laki-laki yang selalu bukan muhrimnya. Kecuali kalau sudah menikah. memberikan pemahaman kalau P: Pernah gak Umi marah-marah sama mereka? Marahnya seperti dalam Islam tidak apa? Dan biasanya sebabnya apa? diperbolehkan berpacaran. Umi NS: Marah pasti pernahlah. Marahnya tidak pakai fisik, tapi dengan Melda sering suara lantang saja. Tapi kalau Abi marahnya lebih baik diam. Anak- marah tetapi umi anak tau kalau Abi diam tandanya Abi lagi marah, kalau Umi Melda tidak cerewet. Seringnya marah karena ibadah aja. pernah bermain fisik.
5
P: Apa Umi bisa mengetahui apa yang sedang anak-anak rasakan umi Melda bisa Bisa hanya dari raut wajahnya saja tanpa mereka harus cerita dulu? melihat apa yang memahami sedang anak-anak hanya dilihat
Pertukaran Stabil
dari raut wajahnya saja NS: Bisa, dia berbohong aja kan bisa ketauan dari matanya. Orang kan kalau ngomong dari kepanikannya dia ngomong aja bisa terlihat. Kalau Umi sih misalnya anak-anak disini gak boleh punya Hp, kalau mereka ada yang pegang Hp Umi suruh kembalikan ke orang tuanya, kalau belum dikembalikan juga akan Umi ambil.
6
Upaya yang P: Sebagai pengganti orang tua, upaya atau cara apa yang Umi lakukan agar anak-anak bisa merasa dekat seperti mereka dekat dilakukan dengan orang tua sendiri? pengasuh NS: Kalau yang kecil saya sebagai ibu, pendekatannya harus melayani, misalnya keperluan makan mereka, biasanya kalau yang kecil itu suka manja, seperti minta disendokkin. Tapi kita didik mereka untuk belajar mandiri. Tapi kalau waktunya mepet kayak mau berangkat sekolah, ya terpaksa kita sendokkin sarapannya. Tapi kalau yang besar palingan kayak komunikasi di dapur, kita buat mereka nyaman seperti dengan ibu sendiri. P: Dengan melihat pergaulan anak zaman sekarang, upaya apa yang Umi lakukan agar anak-anak terhindar dari hal-hal yang negatif?
rasakan hanya dari raut wajahnya saja. Umi Melda tidak mengizinkan anak-anak memiliki handphone. Jika Umi mengetahui ada anak yang memiliki handphone akan dikembalikan ke orang tuanya. Umi Melda sebagai seorang ibu harus bisa melayani agar anak-anak merasa seperti di rumah sendiri. Umi Melda juga melakukan upaya dengan memberikan pemahaman tentang Islam agar bisa memjadi bekal ketika anak-
NS: Kasih pemahaman aja terus. Pemahaman tentang Islam. Anak- anak berada di anak itu selalu dinasehati, urusan mereka kapan memahaminya itu luar asrama. allahualam. Namanya yang membolak-balikan hati manusia itu kan Allah. Kita sebagai manusia tugasnya menasehatinya aja, mau dia kena atau enggak kan itu kan hidayahnya dari Allah. Makanya disini hanya boleh menonton TV seminggu sekali saat weekend aja itu antisipasinya. Kadang-kadang kan anak-anak suka salah persepsi kita nasehati disangkain dimarahin. Makanya Umi sama Abi itu partner kalau abis ngomong apa-apa sama anak-anak Umi tanyain benar atau salah. 7
Hambatan dalam berkomunikas i dengan anakanak
P: Apa ada hambatan dalam membina anak yatim? NS: Banyak, hampir di semua kegiatan dalam membina anak-anak ada aja hambatannya. Apa lagi kita sama-sama perempuan, pasti mereka lebih banyak cerita masalah mereka ke saya dan saya pasti lebih bisa memahami masalah yang sedang mereka hadapi. Dan saya sebagai ibunya harus bisa membantu atau memberikan masehat kepada mereka. Ditambah lagi karakter anak-anak yang berbedbeda. Ada yang susah dinasehati, ada juga yang mudah.
Menurut Umi Melda hambatan dalam membina anak yatim cukup banyak. Ditambah lagi anak-anak yatim yang tinggal di asrama semua berjenis kelamin perempuan yang sudah pasti lebih dekat dengan umi. Selain itu karakter anak yatim juga berbeda-beda, ada yang mudah dinasehati ada juga yang sulit.
OPEN CODING – TRANSKRIP WAWANCARA Narasumber Ketiga Topik Riset: Proses komunikasi anak yatim dalam membangun relasi dengan pengasuh di asrama Wawancara dilakukan pada tanggal 7 Februari 2016 Konsep: Identifikasi Informan, Orientasi, Pertukaran Eksploratif, Pertukaran Afektif, Pertukaran Stabil No 1
Refleksi Diri Peneliti
Isi Transkrip
Perkenalan Diri P: Siapa nama lengkapmu? Narsum NS: Khuluqil Hasanah
Keterangan
Kategori / Konsep
belakang Identifikasi Informan
Latar narsum:
P: Di mana dan tanggal berapa kamu lahir?
Khuluqil Hasanah
NS: Lahir di Tangerang tanggal 2 November 1998
Tempat,
P: Berapa usiamu sekarang?
lahir: Tangerang, 2
NS: 17 tahun
November 1998
P: Di mana kamu bersekolah?
Usia:
NS: SMK Bintang Nusantara
Sekolah:
P: Kelas berapa kamu sekarang?
Bintang Nusantara
NS: Kelas XI SMK
Kelas:
P: Sudah berapa lama kamu tinggal di asrama ini?
Tinggal di asrama
NS: Sudah 6 tahun lebih sejak tahun 2009.
sudah
Tanggal
17
tahun SMK
XI
6
SMK
tahun.
P: Apa yang menyebabkan kamu dititupkan di sini?
Dtitipkan
karena
NS: Karena faktor ekonomi, agar lebih mandiri, dan faktor ekonomi agamanya lebih bagus lagi. 2
Waktu
yang P: Berapa lama waktumu untuk bisa beradaptasi di sini?
dibutuhkan agar NS: Gak lama sih. Sekitar 3 sampai 4 hari. bisa dekat P: Saat masa-masa awal kamu tinggal di sini, apa kamu bisa dengan langsung akrab dengan yang lain atau diam-diam dulu karena masih malu? pengasuh dan anak-anak yang NS: Awalnya sih masih agak malu-malu, dan kebetulan kan dulu di sini pernah ada teman juga yang udah kenal, kalo sama lain temannya itu enggak tapi kalau sama yang lain masih malu. P: Kamu di sini dekatnya sama siapa saja? NS: Sama Dwi dan Silmi. P: Butuh waktu berapa lama kamu untuk dekat sama abi dan umi? NS: Kalau sama umi sih sebentar paling hanya 3 hari, tapi kalau sama abi agak lama sekitar satu minggu. Karena abi kan laki-laki, jadi aku malu.
Waktu yang Orientasi dibutuhkan Khuluqil untuk bisa dekat dengan anakanak yang lain hanya 3 sampai 4 hari. Tetapi untuk dekat dengan pengasuh sekitar 3 hari sampai seminggu.
3
suka Pertukaran Cerita tentang P: Kalau ada masalah dengan teman sekolah atau teman Khuluqil asrama biasanya cerita ke siapa? pengalaman bercerita tentang Eksploratif pribadi masalah pribadinya NS: Ke Umi, kalau enggak ke yang dua itu juga. kepada umi. Baik itu masalah P: Apa kamu suka berkeluh kesah dengan Umi? keluarga atau NS: Suka. Aku suka mengeluh ke Umi mengenai pelajaran di masalah di sekolah. Ketika nilai ulanganku buruk aku cerita ke Umi. sekolahnya. Tetapi Padahal aku sudah belajar tiga hari sebelumnya, tapi tetap aja kalau ke abi nilaiku jelek. Sedangkan teman-temanku yang nyontek malah hanya nilainya lebih bagus. Aku sudah mulai berani curhat atau Khuluqil mengeluh ke Umi sekitar seminggu lebih dari awal aku suka bertanya soal dititipkan. Aku suka cerita ke Umi karena Umi kan udah aku agama saja. anggap kayak ibu aku sendiri dan Umi juga suka ngasih saran ke aku. Kalau aku cerita ke anak-anak yang lain kan aku malu kalau mereka tau nilai aku jelek. P: Kalau masalah keluarga pernah kamu ceritakan ke Umi gak? NS: Pernah, misalnya orang tuaku lagi ada masalah sama adik aku. P: Biasanya kalau cerita ke Abi tentang apa aja? NS: Paling kalo ada temen yang tanya soal agama, terus kita tanyain lagi ke Abi, Abi kan banyak paham soal agama. P: Pernah cerita soal masalah keluarga gak ke Abi?
NS: Enggak.
4
Solusi pengasuh dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi anak-anak
P: Hal apa saja yang paling sering kamu ceritakan ke umi? NS: Aku paling sering cerita masalah nilai yang gak memuaskan. Kadang kalo aku lagi marahan sama temen juga aku suka cerita. Umi suka ngasih solusi sebaiknya belajar lebih giat lagi dan percaya akan kemampuan diri sendiri. Umi juga bilang kalo aku lagi marahan, aku disuruh membalas dengan kebaikan. Bukan dibalas dengan marah juga. P: Kamu lebih nyaman cerita ke abi atau ke umi? Apa alasannya? NS: Ke umi. Karena umi sama-sama perempuan jadinya lebih nyambung.
5
Saat anak-anak P: Pernah gak kamu curhat atau cerita sampai nangis? Kalau sudah bisa pernah ke siapa? mengungkapkan NS: Pernah, ke umi. Masalah teman di sekolah isi hatinya kepada
Umi Melda sering memberikan solusi kepada Khuluqil dalam menyelesaikan masalahnya. Khuluqil lebih nyaman bercerita soal masalahnya kepada umi Melda, karena mereka sama-sama perempuan, jadi lebih nyaman dan nyambung dalam berbicara. Khuluqil pernah bercerita ke umi Melda sampai nangis soal masalahnya di
Pertukaran Afektif
Pertukaran Stabil
sekolah. Khuluqil juga pernah tidak setuju dengan peraturan yang dibuat umi Melda. selain itu Khuluqil juha pernah merasa kesal kepada umi Melda walaupun P: Apa pernah kamu marah ke umi? Karena apa? Khuluqil tidak NS: Pernah, karena Umi suka lebih sayang ke adik-adik yang menunjukkan kecil aja tapi aku gak ngomong ke Uminya cuma kesel di hati kekesalannya itu aja. kepada umi Melda.
pengasuh, baik itu perasaan P: Kalau kamu tidak setuju dengan pendapat atau aturan yang Umi buat apa pernah kamu protes? Biasanya soal apa? kesal, sedih, dan lain-lain. NS: Pernah, kayak masalah piket. Biasanya kan kalo hari sabtu pagi yang piket anak yang sekolahnya libur, tapi Umi merubah aturannya kalo yang hari sabtu sekolah pagi piketnya pagi tapi aku bilang takutnya entar yang sekolah pagi malah gak bisa piket. Tapi Umi malah bilang gak apa-apa.
OPEN CODING – TRANSKRIP WAWANCARA Narasumber Keempat Topik Riset: Proses komunikasi anak yatim dalam membangun relasi dengan pengasuh di asrama Wawancara dilakukan pada tanggal 7 Februari 2016 Konsep: Identifikasi Informan, Orientasi, Pertukaran Eksploratif, Pertukaran Afektif, Pertukaran Stabil No 1
Refleksi Diri Peneliti
Isi Transkrip
Perkenalan Diri P: Siapa nama lengkapmu? Narsum NS: Dwi Anis Fitria
Keterangan
Kategori / Konsep
Latar belakang narsum:
Identifikasi Informan
Dwi Anis Fitria P: Di mana dan tanggal berapa kamu lahir? NS: Lahir di Tangerang tanggal 12 Februari 2000 P: Berapa usiamu sekarang? NS: 16 tahun
Tempat, tanggal lahir: Tangerang 12 Februari 2000 Usia: 16 tahun
P: Di mana kamu bersekolah?
Sekolah: SMA AlMubarak
NS: Di SMA Al-Mubarak
Kelas: XI SMA
P: Kelas berapa kamu sekarang?
Tinggal di asrama sudah 4 tahun lebih.
NS: XI SMA
P: Sudah berapa lama kamu tinggal di asrama ini? NS: Sekitar 4 tahun lebih. Sejak tahun 2011.
Dititipkan karena ibunya sudah meninggal
P: Apa yang menyebabkan kamu dititipkan di sini? NS: Karena ibuku sudah meninggal. 2
Waktu yang dibutuhkan agar bisa dekat dengan pengasuh dan anak-anak yang lain
P: Berapa lama waktu kamu untuk bisa beradaptasi di sini? NS: Kalo aku gak lama sih, sekitar 2 sampai 3 hari, soalnya dulu aku di sini punya temen dari SD, jadi aku menyesuaikannya melalui dia. Tapi sekarang dia udah keluar. P: Saat masa-masa awal kamu tinggal di sini, apa kamu bisa langsung akrab dengan yang lain atau diam-diam dulu karena masih malu? NS: Waktu awal-awal kan aku sekamarnya sama Khuluqil, Silmi, dan temenku yang dari SD itu, jadi aku akrabnya sama mereka dulu, terus aku tanya-tanya sama mereka tentang orang-orang di sini, terus baru akrab sama yang lain. P: Kamu di sini dekatnya sama siapa saja? NS: Sama Khuluqil, Silmi, dan Kamila.
Waktu yang dibutuhkan Dwi untuk bisa dekat dengan anak-anak yang lain tidak lama, karena Dwi sudah mempunyai teman yang lebih dulu tinggal di asrama tersebut. Jadi Dwi bisa beradaptasi lebih cepat. Untuk bisa dekat dengan pengasuh waktu yang dibutuhkan
Orientasi
Dwi sekitar satu P: Butuh waktu berapa lama kamu untuk dekat sama abi dan minggu. umi? 3
NS: Sekitar satu minggu lah. Cerita tentang P: Kalau ada masalah dengan teman sekolah atau teman asrama biasanya cerita ke siapa? pengalaman pribadi NS: Kalo ada masalah sama temen di sini aku ceritanya ke temen di sekolah, tapi kalo ada masalah sama temen di sekolah aku ceritanya ke Khuluqil dan Silmi. P: Kalau lagi cerita ke Umi biasanya ceritain apa? NS: Aku suka cerita ke Umi masalah keluarga. Karena aku pikir sosok Umi bisa jadi pengganti ibu aku yang sudah meninggal. Biasanya aku cerita pengalamanku saat pulang kampung, ketika aku lagi kangen rumah juga aku suka cerita. Aku baru berani ngomong masalah keluarga ke Umi sekitar satu bulanan deh dari awal aku dititipkan. Karena masalah keluarga kan termasuk masalah pribadi juga, jadi kalo awalawal aku masih malu ngomongnya ke Umi P: Kalau lagi cerita ke Abi biasanya cerita apa? NS: Aku gak pernah cerita ke Abi. P: Pernah cerita soal masalah keluarga gak ke Abi? NS: Enggak
Dwi sering bercerita tentang masalah keluarganya kepada umi Melda Saat ia sedang rindu sosok ibunya yang telah meninggal, Dwi juga suka cerita ke umi Melda. Karena umi Melda merupakan pengganti ibunya yang telah tiada. Sedangkan terhadap abi Maman Dwi tidak pernah bercerita apa-apa.
Pertukaran Eksploratif
4
Solusi pengasuh dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi anak-anak
P: Masalah apa yang paling sering kamu ceritakan ke Umi? NS: Aku cerita ke Umi seputar keluarga terus sih kebanyakan. Aku suka kangen sosok ibu, penggantinya kalau di sini kan Umi. Aku juga suka bilang ke Umi mau pulang kampung aja rasanya. Tapi Umi tidak selalu mengizinkan, karena aku adalah tanggung jawab Umi di sini. Umi sudah dipercayakan untuk mengasuh anak-anak di sini. P: Kamu lebih nyaman curhat sama umi apa sama abi? NS: Sama umi. Karena sama-sama nyambung aja.
Masalah yang paling sering Dwi ceritakan ke umi Melda adalah masalah keluarga. Terkadang Dwi suka merasa ingin pulang ke kampung halamannya, karena ia sangat merindukan sosok seorang ibu, tetapi umi Melda tidak mengizinkan, sebab ia adalah tanggung jawab umi Melda. Dwi lebih merasa nyaman bercerita ke umi Melda, karena Dwi merasa lebih nyaman dan
Pertukaran Afektif
mereka samasama perempuan. 5
Saat anak-anak sudah bisa mengungkapkan isi hatinya kepada pengasuh, baik perasaan kesal, sedih, dan lainlain
P: Pernah gak kamu cerita ke Umi sampai nangis? NS: Enggak pernah. P: Kalau kamu tidak setuju dengan pendapat atau aturan yang Umi buat apa pernah kamu protes? Biasanya soal apa? NS: Pernah sih tapi aku diem aja. Biasanya masalah nyuci baju, piket, pokoknya soal pekerjaan rumah aja. Pernah sih tapi aku diem aja. Biasanya masalah nyuci baju, piket, pokoknya soal pekerjaan rumah aja. P: Pernah gak kamu marah ke Umi? Marah karena apa? NS: Pernah sih. Tapi gak aku ungkapin, paling muka ku aja yang kelihatan kesel. Dan juga kalo lagi kesel sama temen sekolah suka ke bawa-bawa ke sini juga. P: Apa kamu pernah marah ke abi? NS: Pernah, karena kesel aja suka BT aja sama Abi. Tapi aku gak ngomong ke Abinya.
Terkadang Dwi suka merasa kesal dengan aturan yang dibuat oleh umi Melda terutama masalah pekerjaan rumah, walaupun Dwi tidak berani menunjukkan kekesalannya itu. Dwi juga suka merasa kesal kepada abi Maman, tetapi Dwi juga tidak berani menunjukkan rasa kesalnya itu secara langsung.
Pertukaran Stabil
OPEN CODING – TRANSKRIP WAWANCARA Narasumber Kelima Topik Riset: Proses komunikasi anak yatim dalam membangun relasi dengan pengasuh di asrama Wawancara dilakukan pada tanggal 7 Februari 2016 Konsep: Identifikasi Informan, Orientasi, Pertukaran Eksploratif, Pertukaran Afektif, Pertukaran Stabil No
Reflesi Diri Peneliti
1
Perkenalan diri narsum
Isi Transkrip
Keterangan
Kategori / Konsep
P: Siapa nama lengkapmu?
Latar belakang
NS: Ressa Nurafifah
narsum:
Identifikasi Informan
P: Di mana dan tanggal berapa kamu lahir?
Ressa Nurafifah Tempat, tanggal
NS: Lahir di Sukabumi tanggal 8 Juni 2002
lahir: Sukabumi
P: Berapa usiamu sekarang?
8 Juni 2001
NS: 14 tahun
Usia: 14 tahun
P: Di mana kamu bersekolah?
Sekolah:
MTS
Unwanunnajah NS: Di MTS Unwanunnajah
Kelas:
P: Kelas berapa kamu sekarang?
SMP
NS: Kelas VIII SMP
VIII
Tinggal P: Sudah berapa lama kamu tinggal di asrama ini?
asrama sudah 2
NS: Sudah 2 tahun, sejak tahun 2014.
tahun.
P: Apa yang menyebabkan kamu dititipkan di sini?
Dititipkan
NS: Karena faktor ekonomi keluarga.
di
karena
faktor
ekonomi. 2
Waktu yang dibutuhkan agar bisa dekat dengan pengasuh dan anak-anak yang lain
Waktu yang dibutuhkan NS: Sekitar 2 mingguan. Ressa untuk bisa dekat dengan P: Saat masa-masa awal kamu tinggal di sini apa kamu bisa anak-anak yang langsung akrab dengan yang lain atau diam-diam dulu karena lain cukup lama masih malu? yaitu sekitar 2 NS: Malu-malu dulu minggu. Untuk dekat dengan P: Kamu di sini dekatnya sama siapa saja? pengasuh sekitar 1 minggu NS: Sama Kamila lebih P: Butuh waktu berapa lama kamu untuk bisa dekat sama abi dan umi? P: Berapa lama waktu kamu untuk bisa beradaptasi di sini?
NS: Sekitar satu minggu lebih.
Orientasi
3
Cerita tentang pengalaman pribadi
P: Pernah gak kamu cerita tentang latar belakang atau masalah Ressa suka keluargamu? Ceritanya ke siapa? bercerita tentang masalah NS: Pernah. Ke Kamila. Tentang kehidupan keluarga aku, pribadinya tentang pengalaman kalo lagi pulang kampung. kepada teman P: Kalau ada masalah dengan teman sekolah atau teman dekatnta di asrama biasanya cerita ke siapa? asrama yaitu Kamila. NS: Kalo masalah sama temen aku gak pernah cerita ke siapaTerhadap umi siapa. Aku diem aja. Melda, Ressa P: Kalau lagi cerita ke Umi biasanya ceritain apa? juga pernah bercerita NS: Kalo cerita ke Umi jarang. Paling kalo pernah ngomongin tentang sekolah aja. keluarganya dan apa penyebab ia P: Kalau cerita tentang keluargamu ke Umi pernah gak? dititipkan di NS: Pernah, masalah ekonomi keluarga. Saat belum lama aku asrama. tinggal di sini, Umi pernah nanya kenapa orang tua aku menitipkan aku di sini. Terus aku bilang kalau orang tua aku tidak punya uang untuk membiayaiku sekolah. Karena orang tuaku punya anak banyak. Dan penghasilan bapakku tidak cukup untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Waktu itu aku ngomong ke Umi pas Umi nanya, kira-kira setelah tiga hari aku dititipkan. Karena aku tau aku akan tinggal lama di sini jadi aku berusaha untuk bisa terbuka sama Umi. P: Kalau lagi cerita ke abi biasanya cerita apa?
Pertukaran Eksploratif
4
Solusi pengasuh dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi anak-anak
NS: Enggak pernah. P: Hal apa saja yang paling sering kamu ceritakan ke umi?
Ressa sering bercerita kepada NS: Seringnya sih masalah sekolah aja. Kayak masalah umi Melda dengan teman, masalah nilaiku yang jelek. Dan umi juga suka tentang masalah ngasih saran gimana cara mengahadapi temannya yang suka teman di jahil atau ngasih saran agar nilaiku gak jelek lagi. sekolahnya dan P: Kamu lebih nyaman cerita ke abi atau ke umi? tentang nilainya yang buruk. NS: Ke umi. Karena lebih enak dan lebih nyambung aja. Umi Melda pun membalasnya dengan memberikan saran agar Ressa bisa menghadapi masalahnya.
Pertukaran Afektif
5
Saat anak-anak sudah bisa mengungkapkan isi hatinya kepada pengasuh, baik perasaan kesal, sedih, dan lainlain
P: Pernah gak kamu marah ke Umi? Marah karena apa?
Ressa pernah merasa kesal NS: Marah sih enggak, tapi kesel pernah. Kalo aku buang terhadap umi sampah sembarangan Umi suka marah-marah. Melda, terutama P: Kalau kamu tidak setuju dengan pendapat atau aturan yang saat umi Melda Umi buat apa pernah kamu protes? Biasanya soal apa? berlaku tidak adil, walaupun NS: Kalo gak setuju pernah, tapi kalo sampai protes gak Ressa tidak pernah. Palingan kalo Umi lagi gak adil aja. berani mengungkapkan P: Pernah gak kamu cerita ke Umi sampai nangis? kekesalannya NS: Enggak pernah. itu.
Pertukaran Stabil
TABEL AXIAL CODING Penetrasi Sosial Pengasuh Asrama Yatim dan Dhuafa (Tahapan penetrasi sosial di Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro) Konsep: Identifikasi Informan, Orientasi, Pertukaran Eksploratif, Pertukaran Afektif, dan Pertukaran Stabil No 1
Konsep Identifikasi Informan
2
Orientasi
3
Pertukaran Eksploratif
Dimensi Usia, Pendidikan Terakhir, dan Jabatan Waktu yang dibutuhkan untuk tahap perkenalan Pandangan terhadap karakter anak dalam berkomunikasi Perbedaan cara berkomunikasi
Tanggapan terhadap anak yang ingin cerita
Narsum 1 Laki-laki Usia: 43 tahun Pendidikan Terakhir: SMA Jabatan: Kepala Asrama Satu minggu
Narsum 2 Perempuan Usia: 38 tahun Pendidikan Terakhir: S1 Jabatan: Wakil Kepala Asrama Satu minggu hingga satu bulan
Anak yang berkomunikasinya agak sulit Anak yang berkomunikasi agak sulit yang mempunyai karakter sifat pemalu adalah anak yang masih berusia kecil. Karena kalau anak yang sudah dewasa lebih mudah memahami. Terhadap anak yang dewasa bisa dengan Terhadap anak yang dewasa harus bisa berbagai bahasa, terhadap anak yang berperan sebagai partner, terhadap anak masih kecil harus dengan bahasa yang yang masih kecil diperlukan sentuhan lebih ringan disertai contoh Menutup diri terhadap anak yang ingin - Selalu membuka diri bagi anak bercerita masalah pribadi yang ingin berbagi cerita - Selalu berusaha memahami apa yang sedang dirasakan anak-anak
Pilihan bercerita 4
5
6
7
Pertukaran Afektif
Pertukaran Stabil
saat Terhadap anak yang kecil suka bercerita berdua, terhadap anak yang dewasa lebih senang cerita bersama-sama Tindakan saat Selalu memulai pembicaraan dengan ingin memulai anak-anak. Terutama saat anak-anak pembicaraan sedang terlihat sedih atau kesal Cerita yang Lebih sering membahas masalah sekolah sering dibahas Pernah Tidak Pernah membahas soal cinta Pernah Pernah. Terutama terhadap hal yang bertindak keras berkaitan dengan masalah ibadah. Tetapi atau marahtidak sampai main fisik. marah Bisa memahami Bisa. Tapi masalahnya apa tidak tahu apa yang sebelum mereka cerita. Kalau ngambek sedang atau marah kepadanya bisa tahu dirasakan anak masalahnya apa. hanya dari raut wajahnya saja Upaya dalam Berusaha menciptakan kenyamanan untuk melakukan anak-anak, agar anak-anak tidak merasa pendekatan jenuh dan kaku. Upaya - Mengontrol pergaulan anak-anak menghindari dalam bergaul terutama ketika anak-anak dari berada di luar asrama. hal-hal negatif - Pembinaan ibadahnya seperti solat dan mengaji
Kalau terkait masalah pribadi lebih baik cerita face to face Kadang memulai lebih dulu, kadang anak-anak yang memulai. Kalau yang kecil masalah sekolah, kalau yang besar masalah kewanitaan Pernah tapi jarang dilakukan
Pernah. Terutama terhadap hal yang berkaitan dengan masalah ibadah. Tidak sampai main fisik Bisa. Dilihat dari matanya saja sudah bisa tahu. Tetapi inti masalahnya apa tidak tahu.
Berusaha melayani anak-anak layaknya seorang ibu terhadap anaknya. Memberikan pemahaman tentang Islam, agar bisa menjadi pedoman bagi anakanak ketika berada di luar asrama dan ketika nanti telah keluar dari asrama.
-
8
Hambatan dalam membina anak yatim
Mendidik akhlak anak agar menjadi anak yang sholehah
Tingkat intelegensi anak yang berbedabeda, terutama dalam mensukseskan sebuah program seperti hafalan Al-Quran
-
-
Dalam hal menyelesakan masalah yang sedang dihadapi anak-anak yang semuanya berjenis kelamin perempuan Karakter anak yang berbeda-beda
TABEL AXIAL CODING Penetrasi Sosial Anak Yatim dan Dhuafa (Tahapan penetrasi sosial di Asrama Griya Yatim dan Dhuafa cabang Bintaro) Konsep: Identifikasi Informan, Orientasi, Pertukaran Eksploratif, Pertukaran Afektif, dan Pertukaran Stabil No 1
Konsep Identifikasi informan
Dimensi Usia dan pendidikan
2
Orientasi
Waktu yang dibutuhkan untuk beradaptasi Motif awal tinggal di asrama Teman terdekat Waktu yang dibutuhkan untuk dekat dengan pengasuh Tempat bercerita masalah teman
3
Pertukaran Eksploratif
Narsum 1 Perempuan Usia: 17 tahun Pendidikan: Kelas XI SMK Bintang Nusantara 3 sampai 4 hari
Narsum 2 Narsum 3 Perempuan Perempuan Usia: 15 tahun Usia: 14 tahun Pendidikan: Kelas X SMA Pendidikan: Kelas VIII Al-Mubarak SMP di MTS Unwanunajjah 2 sampai 3 hari Sekitar 2 minggu
Malu-malu terhadap anak- Mencoba akrab anak lain dan pengasuh teman sekamar Dwi dan Silmi
Khuluqil, Silmi, Kamila Dengan Umi 3 hari, dengan Sekitar satu minggu Abi 1 minggu
Umi, Dwi, dan Silmi
dengan Malu-malu dulu
dan Kamila Sekitar satu minggu lebih
Kalau ada masalah dengan Diam saja, tidak pernah teman asrama cerita dengan bercerita masalah teman teman sekolah, kalau ada
Suka berkeluh kesah dengan Umi
4
5
Pertukaran Afektif
Pertukaran Stabil
Suka berkeluh kesah dengan Abi Hal yang biasa diceritakan kepada Umi Tempat yang lebih nyaman untuk bercerita Bercerita sampai nangis Protes terhadap pendapat dan aturan pengasuh Marah kepada pengasuh
masalah dengan teman sekolah cerita dengan Khuluqil dan Silmi Suka, terutama tentang nilai Suka, tentang keluarga ulangan yang buruk terutama setelah pulang kampung dan saat sedang rindu keluarga Pernah, tentang masalah Tidak pernah agama Masalah nilai yang buruk Masalah keluarga dan masalah teman di sekolah Umi. Karena sama-sama Umi. Karena perempuan nyambung
Tidak pernah
Masalah sekolah
lebih Umi. Lebih enak dan lebih nyambung
Pernah. Masalah teman di Tidak pernah sekolah Pernah. Masalah piket Tidak pernah. Hanya merasa kesal saja terutama masalah pekerjaan rumah Tidak pernah. Hanya Tidak pernah. merasa kesal saja terutama merasa kesal saja saat pengasuh lebih berpihak ke anak-anak yang kecil
Jarang. Kalau pernah tentang masalah sekolah dan ekonomi keluarga.
Tidak pernah Tidak pernah. Hanya merasa kesal saja terutama saat pengasuh tidak adil
Hanya Tidak pernah. Hanya merasa kesal saja terutama masalah kebersihan
DOKUMENTASI