ANALISIS SEMIOTIK MAKNA PESAN RADIKALISME AGAMA DALAM FILM MATA TERTUTUP KARYA GARIN NUGROHO
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S.Kom.I.)
Disusun Oleh: Aditya Prasetyo NIM 1110051000008
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M
ABSTRAK Aditya Prasetyo Analisis Semiotik Makna Pesan Radikalisme Agama Dalam Film Mata Tertutup Karya Garin Nugroho Film sebagai media yang cukup efektif untuk menyampaikan pesan juga mampu mempresentasikan realita kehidupan. Film Mata Tertutup merupakan hasil adaptasi dari realita kehidupan, berdasar pada isu radikalisme agama yang terjadi di Indonesia. Negara Islam Indonesia (NII) dan Jamaah Islamiyah menjadi sorot utama yang mewakili bagaimana kelompok radikalis dan fundamentalis menjalankan aksinya yang sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan konteks diatas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana makna denotasi, konotasi, serta mitos radikalisme agama dalam film Mata Tertutup? Metode yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian kualitatif, dengan film Mata Tertutup sebagi subjek penelitiannya. Objek penelitian ini adalah makna pesan radikalisme agama yang terdapat dalam potongan-potongan gambar atau visual yang terdapat dalam film Mata Tertutup. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data melalui teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Teori yang digunakan adalah teori semiotika Roland Barthes. Pada sistem siginfikasi dua tahap milik Barthes, tingkatan pertama merupakan pemaknaan denotatif yang merupakan interaksi antara signifier dan signified (makna paling nyata dari tanda), dan tingkatan kedua merupakan pemaknaan konotatif yang dipengaruhi oleh pengetahuan historik dan kultural pengguna atau pembacanya. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa terdapat banyak adegan yang mencerminkan radikalisme agama, mulai dari teknik screening dan persuasif dalam perekrutan, penafsiran ayat-ayat al-Qur’an secara tekstual, takfir, hingga melakukan jihad terhadap kaum yang berbeda pandangan dengannya. Mitos yang bisa diambil ialah kaum remaja dan masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah sangat rentan menjadi sasaran utama dari kelompok radikal seperti NII dan Jamaah Islamiyah dan gambaran bahwa Islam merupakan agama yang intoleran dan keras. Keywords: Radikalisme, Agama, NII, Jamaah Islamiyah, Mata Tertutup, Mitos.
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillah segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, karunia dan hidayat-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada sayyidina Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Semiotik Makna Pesan Radikalisme Agama Dalam Film Mata Tertutup Karya Garin Nugroho”. Dalam proses penyelesaian skripsi ini, tidak jarang penulis menemukan berbagai macam hambatan dan kesulitan yang dapat menurunkan semangat penulis. Namun berkat dukungan semangat dan motivasi dari berbagai pihak yang diberikan kepada penulis, sehingga akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini sudah selayaknya penulis ingin mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada : 1. Dr. Arief Subhan, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dr. Suparto, M.Ed, M.A. sebagai Wakil Dekan I. Dr. Hj. Roudhonah, MA. sebagai Wakil Dekan II. Dr. Suhaimi, M. Si. sebagai Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Drs. Masran, M.A. selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran IslamUniversitas IslamNegeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
4. Ibu Rubiyanah, M.A. selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih yang sebanyak-banyaknya untuk beliau yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan ilmu dan arahan kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. 5. Ibu Ellies Sukmawati, M.Si., sebagai dosen pembimbing akademik kelas KPI A angkatan tahun 2010. 6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama proses perkuliahan. Dan juga kepada jajaran staf karyawan akademik dan perpustakaan Fakultas yang telah menyediakan referensi-referensi yang dapat dijadikan bahan rujukan skripsi penulis. 7. Ucapan terima kasih penulis ucapkan secara khusus kepada keluarga, terutama kedua orang tua penulis, Bapak Bambang Sutaryo dan Almarhumah Ibu Nurliah serta kakak saya, Dita Pratiwi, yang senantiasa mendoakan, memotivasi dan memberi dukungan penuh baik berupa materi maupun non-materi yang mengiringi penulis selama masa kuliah sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. 8. Ibu Mimin Andriani dan kakak ipar saya, Agus Sani Wijaya yang turut memberi dukungan materi dan non materi pada penulis selama penulisan skripsi hingga lulus. 9. Khelmy K. Pribadi, selaku Produser Mata Tertutup dan Manajer Program Islam dan Media Maarif Institute, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai peneliti.
iii
10. Sahabat-sahabat sekaligus rekan kerja di Divisi Casting dan Talent, Vonny Kanisius yang membantu penulis mencari buku-buku referensi, dan Meirina Alwie yang selalu menyemangati penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 11. Kawan-kawan seperjuangan kelas KPI A 2010 Mulky, Edi, dan seluruh teman kelas KPI A yang tidak dapat disebut seluruhnya, yang telah sukarela meluangkan waktunya untuk bertukar pikiran dengan penulis selama proses penulisan skripsi. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan bagi penulis sendiri. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca unuk menambah kesempurnaan skripsi ini. Semoga kebaikan semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini mendapat balasan dari Allah SWT. Jakarta, 14 Juni 2016
Aditya Prasetyo Penulis
iv
DAFTAR ISI ABSTRAK........................................................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii DAFTAR ISI ...................................................................................................... v DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... viii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................... 7 1. Batasan Masalah ................................................................ 7 2. Rumusan Masalah.............................................................. 8 C. Tujuan Penelitian .................................................................... 8 D. Manfaat Penelitan ................................................................... 8 E. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 8 F. Metodologi Penelitian ........................................................... 12 1. Pendekatan Penelitian ...................................................... 12 2. Subjek dan Objek Penelitian ............................................ 12 3. Sumber Data .................................................................... 12 4. Tahapan Penelitian........................................................... 13 a. Teknik Pengumpulan Data .......................................... 13 b. Pengolahan Data ......................................................... 14 c. Analisa Data................................................................ 14 G. Sistematika Penulisan............................................................ 14
BAB II
TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Film ............................................................ 16 1. Pengertian Film ............................................................... 16 2. Jenis Film ........................................................................ 16 3. Film Sebagai Media Komunikasi ..................................... 19 B. Tinjauan Umum Semiotika.................................................... 22 1. Pengertian Semiotika ....................................................... 22 2. Semiotika Roland Barthes ................................................ 24 3. Semiotika Film ................................................................ 27 C. Tinjauan Umum Radikalisme Agama .................................... 30 1. Pengertian Radikalisme Agama ....................................... 30 2. Kemunculan Radikalisme Islam ...............................................31 3. Karakteristik Radikalisme Agama .................................... 33
BAB III
GAMBARAN UMUM FILM MATA TERTUTUP A. Deskripsi Produksi Film Mata Tertutup ................................ 35 B. Karakter Pemain Film Mata Tertutup .................................... 37 C. Sinopsis Film Mata Tertutup ................................................. 39 D. Profil Khelmy K. Pribadi ...................................................... 40
v
BAB IV
ANALISIS SEMIOTIK FILM MATA TERTUTUP A. Makna Denotasi, Konotasi, serta Mitos Radikalisme Agama dalam Film Mata Tertutup ...........................................................42
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................... 69 B. Saran..................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 71 LAMPIRAN ..................................................................................................... 76
vi
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5.
Tabel 1 Tim Produksi dan Pemain Film Mata Tertutup .............................. 35 Tabel 2 Gambar Proses Perekrutan Jamaah Islamiyah ................................ 42 Tabel 3 Gambar Proses Indoktrinasi NII ..................................................... 48 Tabel 4 Gambar Pen’takfir’an Terhadap Suatu Kaum ................................. 53 Tabel 5 Gambar Jihad dan Mati Syahid ...................................................... 59
vii
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Gambar 1 Bagan Peta Tanda Roland Barthes ............................................. 26 Gambar 2 Jajang C. Noer sebagai Asimah .................................................. 37 Gambar 3 M. Dinu Imansyah sebagai Zabir ............................................... 38 Gambar 4 Eka Nusa Pertiwi sebagai Rima ................................................. 38 Gambar 5 Khelmy K. Pribadi selaku Produser ............................................ 40 Gambar 6 Bendera-Bendera Kelompok Radikal .......................................... 65
viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan beragama memang menjadi salah satu isu nyata yang saat ini sering muncul dalam diskusi. Indonesia sebagai negara yang terdiri atas keberagaman etnis serta agama telah menghadapi banyak tantangan. Kondisi keberagaman di Indonesia cenderung kontradiktif dengan pencitraan yang muncul dari penguasa. Toleransi hanya menjadi jargon dan simbol yang enak dilihat dan didengar tapi tidak bisa dirasakan manfaatnya. 1 Tak hanya isu kebebasan beragama dan pluralisme, salah satu isu keagamaan lain yang sering muncul di Indonesia adalah mengenai radikalisme agama. Selama beberapa tahun terakhir ini, media ramai memberitakan sepak terjang beberapa kelompok radikal yang mengatasnamakan agama. Maraknya praktik radikal dari kelompok-kelompok seperti ini tak ayal memunculkan kegelisahan. Terutama karena target yang disasar umumnya adalah anak-anak muda, generasi penerus bangsa. Setara Institute, sebuah organisasi perhimpunan yang menaruh perhatian pada penguatan demokrasi, pluralisme, dan hak asasi manusia, telah mengkaji isu radikalisme sejak tahun 2007. Lembaga ini meyakini bahwa radikalisme bukan hanya
membahayakan
bagi
kemajuan
pluralisme
dan
toleransi
beragama/berkeyakinan tapi juga berpotensi mengancam stabilitas keamanan dan integritas sebuah bangsa.2
1 2
Ismail Hasani, Dari Radikalisme Menuju Terorisme, (Jakarta: Setara Institute, 2012), h.2 Ismail Hasani, Dari Radikalisme Menuju Terorisme, h.1
1
2
Gerakan kelompok Negara Islam Indonesia (NII) adalah salah satu gerakan radikal yang dikhawatirkan mengancam stabilitas bangsa, dikarenakan tujuannya untuk mendirikan sebuah negara Islam di Indonesia. Gerakan ini bukan gerakan baru. Menurut Maarif dalam kata pengantarnya di Suhelmi (2002; i), di Indonesia sendiri, polemik negara Islam sudah muncul sejak awal pembentukan negara Indonesia, saat gagasan tentang suatu negara Islam muncul ke permukaan secara resmi untuk pertama kalinya, dalam sidang BPUPKI tahun 1945. Pada 7 Agustus 1949, dilaksanakan proklamasi pembentukan negara Indonesia yang menegakkan syariat Islam, yaitu NKA NII ( Negara Karunia Allah Negara Islam Indonesia). NKA NII dibentuk di bawah kepemimpinan Sekarmadji Mardijan Kartosoewirjo. Gagasan pembentukan negara ini didorong oleh kekecewaan terhadap perilaku kaum nasionalis sekuler yang mengkhianati kesepakatan piagam Jakarta dengan bersedia berunding dengan Belanda dalam Perjanjian Renville, mengakibatkan Republik Indoensia kehilangan daerah-daerah yang tadinya merupakan wilayah kekuasaannya, ke tangan Belanda. 3 Sejak kemunculannya yang pertama kali, gerakan ini sudah tidak disukai oleh pemerintah Indonesia saat itu. Sepeninggalan Kartosoewirjo, kelanjutan organisasi ini mulai mengarah pada ketidakjelasan, dengan banyaknya faksi-faksi dari kalangan interen yang masing-masing mengklaim paling berhak mewarisi panji kepemimpinan Negara Islam Indonesia.4 Salah satu hasil dari ketidakjelasan perkembangan Negara Islam Indonesia adalah munculnya Negara Islam Indonesia KW9 (Komandemen Wilayah 9), yang sebelumnya merupakan bagian dari salah satu wilayah komando 3
Al Chaidar, Sepak Terjang KW9 Abu Toto Menyelewengkan NKA-NII Pasca S.M. Kartosoewirjo, (Jakarta: Madani Press, 2000), h.6 4 Al Chaidar, Sepak Terjang KW9 Abu Toto, h.25
3
NII. Komandemen Wilayah 9 ini meliputi daerah Jabodetabek dan Banten yang sebelumnya dipimpin oleh Abu Karim Hasan. 5 Setelah wafatnya Abu Karim Hasan, kemudian Abu Toto menggantikan kedudukannya sebagai pemimpin. Di bawah kepemimpinan Abu Toto, NII KW9 mulai menyimpang dari Negara Islam Indonesia yang didirikan oleh Kartosoewirjo pada masa-masa awal kemerdekaan.6 Pada awal hingga pertengahan tahun 2011, keberadaan gerakan NII semakin disadari masyarakat dengan maraknya rekrutmen yang dilakukan terhadap anak-anak muda, dari kalangan mahasiswa maupun pelajar. Rekrutmen tersebut tidak dianggap heran oleh banyak pihak, karena selain NII membutuhkan kaum terpelajar untuk menjadikan perkembangannya lebih cepat, anak-anak muda juga lebih mudah terpengaruh. 7 Riset dari Setara Institute pada tahun 2011 menunjukkan data bahwa kelompok sosial yang dijadikan sasaran utama rekrutmen kelompok Islam radikal adalah kalangan pelajar dan kaum penganggur. Kemungkinan segmen ini dijadikan sasaran karena dianggap relatif lebih mudah untuk direkrut sebagai anggota untuk kemudian dibina. 8 Gerakan NII menjadi fokus perhatian masyarakat. Bahaya laten yang dibawa NII sejak masa-masa kepemimpinan Sekarmadji Kartosoewirjo ini telah menjelma menjadi kekuatan laten yang terus merongrong kewibawaan pemerintah dan negara dalam skala mikro, menjadi ancaman bagi pilar kebangsaan Indonesia. 9 Tak dapat dipungkiri, gerakan yang kembali marak ini memunculkan 5
“Sejarah Gerakan Teritorial NII KW 9”, diakses pada 29 Juni 2016 dari http://sejarahyusufbagus.blogspot.co.id/2011/05/sejarah-gerakan-territorial-nii-kw-9.html 6 Al Chaidar, Sepak Terjang KW9 Abu Toto, h.104 7 “MUI Jateng Akan Koordinasi PT Antisipasi Rekrutmen NII,” diakses pada 20 Oktober 2014 dari http://www.antaranews.com/berita/256529/mui-jateng-akan-koordinasi-pt-antisipasirekrutmen-nii 8 Ismail Hasani, Dari Radikalisme Menuju Terorisme, h.135 9 “Bahaya Laten Gerakan NII,” diakses pada 20 Oktober 2014 dari http://kampus.okezone.com/read/2011/05/06/367/454011/bahaya-laten-gerakan-nii4
4
kekuatiran di kalangan masyarakat karena menggunakan metode pencucian otak dan menyasar generasi muda bangsa. 10 Film yang diteliti dalam penelitian ini adalah film Mata Tertutup (The Blindfold) yang disutradarai oleh Garin Nugroho. Pada Maret 2012, Garin melalui kerjasama dengan Maarif Institute merilis film Mata Tertutup, yang berputar di sekitar isu fundamentalisme dan radikalisme agama, dengan gerakan NII (Negara Islam Indonesia) sebagai organisasi kunci yang menjadi dasar bagi dua dari tiga kisah berbeda pada film Mata Tertutup. Dalam sebuah wawancara yang dimuat di Jakarta Globe, Garin Nugroho mengutarakan bahwa ia setuju bekerja sama untuk menyutradarai film ini karena ia menganggap isu-isu yang diangkat ke dalamnya adalah penting, serta belum pernah diangkat ke layar lebar oleh para sineas Indonesia sebelumnya. 11 Pada wawancara yang sama, ia juga menekankan bahwa tujuan dari pembuatan film ini adalah sebagai kampanye anti-kekerasan dan anti-fundamentalisme, terutama ditujukan untuk kalangan pemuda-pemudi Indonesia. Film Mata Tertutup sempat muncul pada hari pertama premiere-nya (Maret 2012) di bioskop-bioskop, namun turun setelah pemutaran selama kurang dari setengah jam. Mukhlis Paeni dari Lembaga Sensor Film (LSF) dalam wawancara dengan situs harian The Jakarta Post mengutarakan bahwa alasan penghentian pemutaran film ini bukan karena kontennya, namun karena alasan teknis dalam prosedur administratif penyensoran.12
10
“Menko Polhukam: NII Sangat Sistematis, Perlu Peran Aktif Masyarakat,” diakses pada 20 Oktober 2014 dari http://news.detik.com/read/2011/05/02/215726/1630839/10/menkopolhukam-nii-sangat-sistematis-perlu-peran-aktif-masyarakat 11 “Controversial Film ‘Mata Tertutup’ Leaves Eyes Wide Open on Radicalism,” diakses pada 20 Oktober 2014 dari http://www.thejakartaglobe.com/lifeandtimes/controversial-film-matatertutup-leaves-eyes-wide-open-on-radicalism/527090 12 “’Mata Tertutup’ Screening Suffers Glitches,” diakses pada 20 Oktober 2014 dari http://www.thejakartapost.com/news/2012/03/16/mata-tertutup-screening-suffers-glitches.html
5
Kendati ditayangkan di bioskop XXI hanya untuk beberapa hari, film Mata Tertutup tetap diputar secara berkeliling di beberapa kota, yang diikuti dengan diskusi bersama mengenai film dan permasalahan-permasalahan yang diangkat di dalamnya. Film Mata Tertutup juga disebarkan ke pesantrenpesantren, sekolah-sekolah, komunitas-komunitas serta disosialisasikan melalui social media demi mencapai kalangan masyarakat yang ditargetkan. Sebagian besar kisah dalam film ini dilandaskan pada operasi Negara Islam Indonesia (NII). Peneliti memutuskan untuk memilih film Mata Tertutup sebagai objek penelitian, sebab peneliti tertarik dengan tema besar yang diangkat yaitu tema radikalisme dan fundamentalisme yang merupakan tema yang jarang diangkat ke layar lebar, sebuah isu sensitif yang dianggap asing, sementara pada kenyataanya terjadi di sekitar kita, dan penting untuk diperhatikan. Seperti yang dikatakan oleh kritikus film Hikmat Darmawan,”The issues the movie ‘Mata Tetutup (Blindfold)’ directly deals with are much too important to be ignored, even five years from now. Perhaps their significance may surpass even the momentousness of who our next president might be in 2014”13. Belum ada film Indonesia yang berani mengangkat permasalahan fundamentalisme dan radikalisme agama, serta mengupas mengenai praktik gerakan Negara Islam Indonesia. Melalui data-data hasil riset kerjasama SET Film dengan Maarif Institute, film Mata Tetutup menyajikan fakta-fakta yang dibutuhkan untuk memahami fenomena gerakan agama garis keras di Indonesia. Lepas dari sinematografi yang bukan gaya khas Garin Nugroho, jajaran pemain yang tidak terkenal, masa produksi film yang hanya memakan waktu 13
“Controversial Film ‘Mata Teretutup,’’ http://www.thejakartaglobe.com/lifeandtimes/controversial-film-mata-tertutup-leaves-eyes-wideopen-on-radicalism/527090
6
sembilan hari, serta budget produksi film yang terhitung rendah yaitu 600 juta, film ini tetap masuk dalam jajaran nominasi film terbaik Festival Film Indonesia tahun 2012, bersaing dengan film-film Indonesia lainnya yang ber-budget tinggi dan memiliki jajaran pemain papan atas. Film Mata Tertutup juga berulang kali telah ditampilkan dalam festival-festival film skala internasional, seperti Film Festival International Rotteram pada Januari 2012 lalu
14
, Asia Fukuoka
International Film Festival di Jepang, serta Warswa International Film Festival di Polandia pada bulan September dan Oktober 15. Mata Tertutup juga menjadi salah satu film yang diputar di National Museum of Singapore dalm program khusus yang diberikan pada dua sineas besar Indonesia; Usmar Ismail dan Garin Nugroho. Pada 2 Desember 2012 yang lalu, Mata Tertutup meraih lima penghargaan dari sepuluh kategori yang diperebutkan di ajang AFI (Apresiasi Film Indonesia) dalam kategori Film Terbaik, Pemeran Wanita Utama Terbaik (Jajang C. Noer), Pengarah Sinematografi Terbaik (Anggi Frisca), Sutradara Terbaik (Garin Nugroho), dan Pemeran Pria Pendukung Terbaik (Kukuh Riyadi)16. Melalui kisah dari ketiga karakternya, yaitu Rima, Zabir dan Asimah, film Mata Tertutup coba menyampaikan bahwa gerakan radikal dan fundamental agama bukanlah dalang utama terjerumusnya karakter remaja, seperti Rima dan Zabir ke dalam aliran tersebut. Melainkan ada faktor lain yang mendorong hal itu terjadi. Gerakan NII dan Jamaah Islamiyah hanya menjadi pilihan alternatif disaat 14
“Film Mata Tertutup Mulai Beredar Besok,” diakses pada 22 Oktober 2014 dari http://oase.kompas.com/read/2012/03/14/14495949/Film.Mata.Tertutup.Mulai.Beredar.Besok 15 “Mata Tertutup, Film Antiradikalisme Ala Garin Nugroho,” diakses pad 22 Oktober 2014 dari http://www.muvila.com/read/mata-tertutup-film-antiradikalisme-ala-garinnugroho/page/0/1 16 “Mata Tertutup Film Terunggul pada AFI 2012,” diakses pada 22 Oktober 2014 dari http://filmindonesia.or.id/article/mata-tertutup-film-terunggul-pada-afi-2012#.UgyFTdJHI9U
7
tak ada lagi pilihan yang bisa diambil oleh Rima dan Zabir. Pencarian jati diri, desakan ekonomi, kerisauan akan hak-haknya dan masa depan, bahkan keabsenan negara merupakan pemicu utama dari keputusan yang mereka buat itu. Di sisi lain, kisah Asimah yang berusaha mencari anaknya yang hilang menggambarkan bagaimana perasaan pihak keluarga ketika kehilangan salah satu anggota keluarganya yang terjerumus ke dalam gerakan radikal Film garapan Garin Nugroho ini, hanya menghabiskan budget sebesar 600 juta dan memakan waktu sembilan hari syuting. Selain itu, meski terdapat seorang penulis naskah, namun nyatanya film Mata Tertutup tidak menggunakan skenario utuh dalam proses pembuatannya. Kukuh Riyadi, pemeran Husni, mengakui bahwa ketika syuting itu belum ada gambaran yang jelas. Dan pada hari kedua syuting sudah tidak memakai skenario. Para pemain hanya sekadar diberikan arahan serta penjelasan tentang scene yang akan diambil, lalu mereka sendiri yang mengolah dialognya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka judul dari penelitian ini adalah “Analisis Semiotik Makna Pesan Radikalisme Agama dalam Film Mata Tertutup Karya Garin Nugroho”. B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti penggunaan simbol-simbol dalam rangkaian gambar atau adegan (scene) film yang berhubungan dengan radikalisme agama dalam film Mata Tertutup karya Garin Nugroho.
8
2. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana makna denotasi, konotasi, serta mitos radikalisme agama dalam film Mata Tertutup? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna denotasi, konotasi, serta mitos radikalisme agama dalam film Mata Tertutup. D. Manfaat Penelitian Dalam melakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari segi akademis dan praktis, yaitu: 1. Akademis Penelitian ini bermanfaat secara teoritis untuk mengembangkan ilmu komunikasi, diharapkan penelitian ini juga dapat menjadi tambahan referensi dan peningkatan wawasan akademis, terutama tentang analisis semiotika dari sebuah film. 2. Praktis Penelitian ini bermanfaat secara praktis diantaranya yakni untuk mahasiswa jurusan Komunikasi penyiaran Islam (KPI). Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi mahasiswa KPI dalam meneliti analisis semiotika. E. Tinjauan Pustaka Sebagai landasan dan acuan dalam melakukan penelitian ini, maka peneliti mendapatkan dan mencantumkan beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan analisis semiotik film dan radikalisme serta fundamentalisme
9
agama. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan hal-hal tersebut, yakni: Sita Marwani Murdiati menemukan representasi simbol keagamaan dalam film Mata Tertutup, yaitu proses perekrutan oleh NII yang disebut bai’at dan hijrah, pengumpulan uang atau infaq oleh NII, dan teknik persuasif yang dilakukan oleh Jamaah Islamiyah dengan cara muqayadhah (barter) dan proses menjadi seorang pengantin bom bunuh diri yang disebut sebagai jihad. 17 Persamaan dengan penelitian ini adalah pada objek penelitian yaitu film Mata Tertutup karya Garin Nugroho dan metode penelitannya yakni analisis semiotika, serta informan atau narasumber wawancara, yaitu Khelmy K. Pribadi. Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini terletak pada fokus penelitian, model semiotika yang digunakan dan hasil temuannya. Fokus penelitian milik Sita Marwani adalah representasi simbol keislaman atau keagamaan, sementara fokus penelitian penulis ialah makna pesan radikalisme agama. Model semiotika yang digunakan pada penelitian milik Sita Marwani adalah model Charles S. Pierce dengan triangle meaningnya sedangkan model semiotika yang penulis gunakan adalah model Roland Barthes dengan two order of signification. Dan hasil temuan yang penulis dapatkan adalah metode screening yang dilakukan oleh kelompok radikal untuk merekrut anggota, proses indoktrinasi yang digunakan oleh NII untuk membuang keraguan calon anggotanya dan pelabelan kafir (takfir) oleh Jamaah Islamiyah kepada orang atau kelompok yang berbeda paham dengan mereka. Serta penemuan mitos bahwa kalangan remaja dan masyarakat dengan tingkat 17
Sita Marwani Murdiati, “Representasi Simbol Keislaman Film Mata Tertutup Karya Garin Nugroho”, (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2014).
10
ekonomi rendah sangat rentan menjadi target perekrutan kelompok radikal, dan gambaran bahwa Islam merupakan agama yang intoleran dan keras. M. Fikri Ghazali menemukan bahwa nilai moral islami seakan hilang ditelan oleh ideologi kelompok radikal islam, penafsiran tunggal terhadap alQur’an sering kali menjerumuskan seseorang atau kelompok pada sikap arogan dan ingin menang sendiri, dan pandangan simplisitis yang mengatakan pesantren merupakan basis terorisme terbantahkan, jika kita tidak menutup mata terhadap kompleksitas kehidupan pesantren.
18
Persamaan dengan
penelitian ini terletak pada model semiotik Roland Barthes yang digunakan dan fokus penelitian yang membahas makan pesan dalam sebuah film. Sedangkan perbedaanya dengan penelitian ini adalah subjek penelitian yakni film 3 Doa 3 Cinta. Akhmad Haris Khariri menemukan bagaimana strategi kaderisasi HTI yaitu dengan pembinaan secara intensif melalui beberapa tahapan, seperti pengkaderan, interaksi antar umat dan pengambilan kekuasaan. Selain itu juga kemiripan karakteristik HTI dengan gerakan fundamentalisme Islam, seperti sikap HTI dalam merespon gagasan-gagasan Barat, memiliki unsur politik yang kuat, cara memahami terhadap doktrin keagamaan dan lain-lain. 19 Persamaan dengan penelitian ini adalah objek penelitian yang membahas tentang paham dan gerakan ekstrem keagamaan. Sedangkan perbedaannya terletak pada subjek penelitiannya yaitu kelompok Hizbut Tahrir Indonesia.
18
M. Fikri Ghazali, “Analisis Semiotik Film 3 Doa 3 Cinta”, (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010). 19 Akhmad Haris Khariri, “Gerakan Fundamentalisme di Perguruan Tinggi Islam (Studi: Pola Gerakan dan Strategi Kaderisasi Hizbut Tahrir Indonesia di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2014).
11
Julius Marthin menemukan bahwa radikalisme merupakan gagasan yang sangat berbahaya dan berkembang pesat di kalangan mahasiswa. Dan yang biasanya terjangkit radikalisme adalah mahasiswa yang kurang memiliki pemahaman agama yang kuat.20 Persamaan dengan penelitian ini adalah fokus penelitian
yang
membahas
tentang
gagasan
radikalisme.
Sedangkan
perbedaannya terletak pada subjek penelitiannya yakni kalangan mahasiswa. Abu Rokhmad menyimpulkan adanya kemungkinan konsep Islam radikal menyebar di kalangan siswa (SMA) melalui buku rujukan belajar serta kurangnya pemahaman agama yang bisa mendorong siswa untuk membenci agama atau bangsa lain. 21 Persamaan dengan penelitian ini adalah fokus penelitian yang membahas tentang radikalisme islam. Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah subjek penelitiannya yaitu kalangan siswa SMA. Dwi Ratnasari menemukan bahwa fundamentalisme bertentangan dengan ajaran Islam yang merupakan agama rahmatan lil alamin. Fundamentalisme Islam bersifat literalis dan rigid dalam menafsirkan alQur’an, serta menomor satukan jihad sebagai cara menghadapi orang atau kelompok yang berbeda pandangan dengan mereka. 22 Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang paham ekstrem keagamaan. Sedangkan perbedaan dengan penelitian ini adalah fokusnya yang hanya meneliti tentang latar belakang dan karakteristik fundamentalisme islam.
20
Julius Marthin, “Perancangan Visualisasi Kampanye Sosial Dalam Mencegah Radikalisme Gagasan di Kalangan Mahasiswa”, (Skripsi S1 Fakultas Seni dan Desain, Universitas Multimedia Nusantara, 2014). 21 Abu Rokhmad, “Radikalisme Islam dan Upaya Deradikalisasi Paham Radikal”, Jurnal Walisongo Vol. 20, no. 1, Universitas Diponegoro, (2012). 22 Dwi Ratnasari, “Fundamentalisme Islam”, Jurnal Komunika Vol. 4, no. 1, STAIN Purwokerto, (2010).
12
F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
penelitian
kualitatif,
Metodologi kualitatif ialah mengartikan data deskriptif berupa kata-kata yang tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui. Metode ini dapat juga digunakan untuk mendapatkan wawancara tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui. Demikian pula metode kualitatif dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif. 23 2. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah produser film Mata Tertutup, yaitu Khelmy K. Pribadi. Dan objek penelitiannya adalah film Mata Tertutup karya Garin Nugroho. Yang nantinya berdasar pendekatan semiotika Roland Barthes dapat memaparkan makna pesan radikalisme agama yang terdapat dalam film Mata Tertutup sehingga dapat menjawab rumusan masalah penelitian dan menjelaskan maksud serta tujuan penelitian. 3. Sumber Data Sumber data terbagi menjadi dua, yaitu: a) Data primer adalah data utama yang menjadi materi penelitian peneliti. Dalam penelitian ini, yaitu berupa rekaman video original berupa film Mata Tertutup kemudian dipilih visual atau gambar dari adegan-adegan film yang diperlukan untuk penelitian. 23
Anselm Strauss & Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.5.
13
b) Data sekunder adalah data penunjang dari data primer dalam penelitian. Studi kepustakaan (literatur) seperti buku-buku, koran, majalah, kamus, internet, dan bahan referensi dari berbagai sumber yang berhubungan dengan penelitian, catatan kuliah dan sebagainya. 4. Tahapan Penelitian Prosedur penelitian adalah urutan-urutan yang harus dilakukan dalam suatu penelitian. Dengan kata lain, prosedur penelitian merupakan langkahlangkah yang harus dipakai untuk memperoleh informasi pokok guna menjawab pertanyaan atau permasalahan yang menjadi sasaran atau pokok penelitian. 24 Terdapat tiga tahapan dalam penelitian, yaitu teknik pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data. a. Teknik Pengumpulan Data Adapun metode dan isntrumen yang digunakan untuk mendapatkan data penelitian antara lain: 1) Observasi adalah dengan melakukan pengamatan langsung dan bebas terhadap objek penelitian dan unit analisis dengan cara menonton dan mengamati secara teliti dialog-dialog serta adegan-adegan dalam film Mata Tertutup, kemudian mencatat, memilih dan menganalisanya sesuai dengan model penelitian yang digunakan. 2) Wawancara mendalam atau in-depth interview, merupakan proses memperoleh sebuah keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab antara pewawancara dengan informan25, yakni Khelmy K. Pribadi, selaku Produser film Mata Tertutup dan juga perwakilan pihak 24
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h.53 25 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2008), h.108
14
Maarif Institute. Sedangkan data-data yang diperoleh yakni dengan cara tanya jawab secara lisan bertatap muka maupun surat elektronik. 3) Dokumentasi, yaitu pencarian dan pengumpulan data-data sekunder yang didapatkan dari sumber tertulis, seperti artikel, buku, tulisan di situs internet, dan sejenisnya yang dapat mendukung penelitian. b. Pengolahan Data Dalam
melakukan
pengolahan
data,
penulis
mencoba
menyederhanakan dan mengolah data, maka data yang ada dimasukkan ke dalam bentuk tabel dan foto-foto. Adapun teknik penulisan yang digunakan yaitu berpedoman pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) yang disusun oleh tim UIN Syahid, UIN Press, 2012. c. Analisis Data Analisis data merupakan tahap yang penting dalam melakukan penelitian. Dan pada penelitan ini menggunakan analisis semiotik model Roland Barthes, dengan sistem dua tingkatan pertandaan, yaitu denotasi dan konotasi untuk memahami makna yang terkandung dalam film Mata Tertutup yang menjadi subjek penelitian. G. Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Merupakan bab pendahuluan yang menerangkan secara garis besar mengenai latar belakang masalah penelitian yang merupakan alasan pemilihan judul, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
15
BAB II
TINJAUAN TEORITIS Menguraikan tentang tinjauan umum film; pengertian film, jenisjenis film, dan film sebagai media komunikasi. Tinjauan umum semiotika; pengertian semiotika, konsep semiotika Roland Barthes, dan semiotika film. Tinjauan umum radikalisme agama; pengertian radikalisme
agama,
beserta
dengan
kemunculan
dan
karakteristiknya. BAB III
GAMBARAN UMUM FILM MATA TERTUTUP Merupakan gambaran umum, yang terdiri dari deskripsi produksi film Mata Tertutup, karakter pemain dan sinopsis film Mata Tertutup.
BAB IV
ANALISIS SEMIOTIK FILM MATA TERTUTUP Merupakan pembahasan inti tentang makna radikalisme agama secara denotasi, konotasi, dan mitos menurut analisis semiotik Roland Barthes yang terkandung dalam film Mata Tertutup.
BAB V
PENUTUP Merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran. Dan kemudian bagian terakhir memuat daftar pustaka yang dipakai sebagai rujukan dan lampiran.
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Film 1. Pengertian Film Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. 26 Film memiliki kemampuan yang sangat besar dalam memengaruhi penontonnya. Ini dikarenakan film ditayangkan pada suatu layar putih besar dalam suatu ruangan khusus, yang bernama bioskop, yang membuat penontonnya sejenak melupakan realitas mereka dan fokus mengikuti alur cerita film tanpa gangguan dari dunia luar. Pengaruh dari film mampu menghipnotis seorang penonton dengan sentuhan magisnya dan membuat penonton itu merubah pandangannya. 2. Jenis Film Keberagaman film memicu adanya kategorisasi, guna membedakan jenis film satu dan lainnya. Menurut Richard Barsam, dalam bukunya Looking At Movies: An Introduction To Film, membagi jenis film ke dalam empat jenis (four primary types of movies), yaitu film naratif (fiksi), film non-fiksi (dokumenter), film animasi, dan film eksperimental. a) Film Naratif (Fiksi) Film fiksi merupakan film yang memiliki struktur narasi yang jelas. Berbeda dengan film dokumenter dan eksperimental yang tidak memiliki struktur narasi yang jelas. 27 26 27
UU Perfilman No. 33 Tahun 2009, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 1. Hirmawan Pratista, Memahami Film, (Jakarta: Homerian Pustaka, 2008), h.4
16
17
“Fiction means that the stories these films tell – and the characters, places, and events the represent – were conceived in the minds of the films’ creators.”28 Fiksi berarti bahwa cerita, karakter, tempat dan kejadian atau peristiwa yang ada dalam film merupakan hasil kreasi dari sang pembuat film. Meskipun cerita yang diangkat bisa berasal dari kejadian nyata yang pernah terjadi, namun isi dan runutannya dipilah serta dirancang oleh penulis skenario dan sutradara demi keperluan dramatisasi pada film. Pada film fiksi ini lah terdapat kategorisasi cerita, atau biasa dikenal genre. Perbedaan genre pada setiap film dilihat dari tema serta gaya berceritanya, dan aspek visual yang ditampilkan. Action, identik dengan serangkaian adegan perkelahian atau pertempuran yang ditampilkan secara dinamis dan cepat. Biography atau biopic, mengangkat kisah hidup atau perjuangan seorang tokoh ternama. Comedy, film yang tujuannya membuat penontonnya tertawa lepas. Melodrama, menampilkan rangkaian cerita yang memicu rasa haru dan tangis penontonnya. Romance, umumnya merupakan kisah percintaan sepasang kekasih. Horror, identik dengan karakter yang menyeramkan guna menakuti penonton. b) Film Non-fiksi Krzysztof Kieslowki, seorang sutradara asal Polandia, dalam perkataannya menjelaskan makna film non-fiksi sebagai: “describing the world life as it is, not how it might exist in the imagination.” Film non-fiksi menggambarkan keadaan dunia seperti apa adanya, bukan seperti apa yang mungkin kita bayangkan. 28
Richard M. Barsam, Looking at Movies: An Introduction to Film, (New York: W. W. Norton & Company, 2006), h.29
18
Secara umum, film non-fiksi terbagi dalam empat tipe dasar, yaitu faktual,
instruksional,
dokumenter,
dan
propaganda.
Film
faktual
menghadirkan orang-orang atau tokoh, tempat dan kejadian secara jujur dengan maksud untuk menghibur dan mengajarkan tanpa harus terlalu mempengaruhi penontonnya, contoh awalnya dalah film-film yang diproduksi selama Perang Dunia I.29 Ketiga jenis film non-fiksi lainnya (instruksional, dokumenter dan propaganda)
dapat
dibedakan
dari
tujuan
untuk
mempengaruhi
penontonnya. Film instruksional cenderung berusaha untuk mengedukasi penonton seputar kepentingan umum daripada membujuk penonton untuk menerima gagasan tertentu. Sewaktu Perang Dunia II, film semacam ini digunakan untuk mengajarkan tentara tentang tantangan pada masa perang, keamanan serta persediaan makanan. Namun pada jaman sekarang, film instruksional lebih seperti DVD tutorial tentang teknik memasak, latihan senam dan semacamnya. 30 Film dokumenter biasanya dibuat oleh pihak independen atau TV, mengangkat seputar isu sosial, kebijakan serta ketidakadilan pemerintah atau badan hukum. 31 Ketika film dokumenter dibuat oleh pemerintah dan membawa pesan-pesan pemerintahan, maka film itu tak lagi sebagai film dokumentar tetapi film propaganda. c) Film Animasi Film animasi dibuat untuk dikonsumsi anak-anak. Tujuan utama dari film animasi adalah untuk menghibur. Walaupun tujuan utamanya untuk 29
Richard M. Barsam, Looking at Movies, h. 39 Richard M. Barsam, Looking at Movies, h. 39 31 Richard M. Barsam, Looking at Movies, h. 39 30
19
menghibur, tapi terdapat pula film-film animasi yang mengandung unsurunsur pendidikan di dalamnya.32 Titik berat pembuatan film animasi adalah seni lukis. Dan setiap lukisan memerlukan ketelitian. Satu per satu dilukis dengan seksama untuk kemudian dipotret satu per satu pula. Film animasi tidak dilukis oleh satu orang tetapi oleh pelukis dalam jumlah banyak. 33 d) Film Eksperimental Film eksperimental dikenal sebagai avant-garde films, istilah yang menyiratkan bahwa mereka berada jauh di depan film tradisional, dalam hal penemuan ide-ide baru yang tak biasa. Film eksperimental biasanya seputar subjek (tema) yang asing, tak biasa, atau tidak jelas dan dibuat dengan teknik inovatif yang menarik perhatian, pertanyaan, dan bahkan menantang. Karena sebagian besar film eksperimental tidak menyampaikan sebuah cerita dengan cara konvensional, melainkan secara non-linear, abstrak. Film eksperimental membantu kita memahami mengapa film merupakan sebuah bentuk seni. 34 3. Film Sebagai Media Komunikasi Terbentuknya film merupakan hasil dari usaha beberapa orang. Pada tahun 1884, George Eastman menciptakan rol film. Pada dekade yang sama, Thomas Edison dan asistennya W.K.L Dickson menemukan cara untuk memutar-mutar beberapa gambar/foto tak bergerak sehingga menciptakan ilusi pergerakan. Saat itulah ia menciptakan kinetoscope, mesin yang digunakan 32
Elvinaro Ardianto & Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, (Bandung: Simbiosa Rekatma Media, 2004), h.138-140 33 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), c.3, h.216 34 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, h.45-46
20
untuk melihat pergerakan gambar-gambar sebelum terciptanya sinema dan mesin proyeksi untuk memutar film. Pada tahun 1888, Thomas Edison mengembangkan sebuah kamera citra bergerak, membuat film sepanjang 15 detik yang merekam seorang asistennya ketika sedang bersin. Edison memiliki studio pertama yang di-desain untuk merekam gambar-gambar bergerak. Studio ini ia namakan Black Maria. Dengan bantuan Lumiere bersaudara (Auguste Marie Louis Nicolas Lumiere dan Louis Jean Lumiere) yang berasal dari keluarga berprofesi fotografer, mereka menyadari bahwa cara kerja mesin jahit mirip dengan cara kerja mesin proyeksi. Mereka pun mengadaptasi teknologi mesin jahit tersebut dan membuat kotak proyeksi yang berukuran lebih kecil dari sebelumnya sehingga memudahkan orang untuk merekam dan memproyeksikan gambar bergerak. Ketika film berkembang menjadi fenomena yang dianggap menguntungkan, orang-orang di belakang berkembangnya film ini mulai berebutan mengklaim hak cipta film.35 Perkembangan film itu sendiri secara luas dimulai pada tahun 1895, ketika Lumiere bersaudara memberikan pertunjukan film secara umum di sebuah cafe di Paris; ini menjadi cikal bakal terciptanya bioskop. Film yang diputar saat itu adalah film berjudul L’Arrive d’un train en gare la Ciotat / The Arrival of a Train at La Ciotat Station. 36 Mark Cousins menggambarkan pengalaman pemutaran film pertama itu dalam bukunya The Story of Film: A Worlwide History: “The camera was placd near the track so the train gradually increased in size as it pulled in, until in seemed it would crash through 35
Mark Cousins, The Story of Film – A Worldwide History, (New York: Pavilion Book, 2004), h.23 36 Mark Cousins, The Story of Film – A Worldwide History, h.22
21
the screen into the room itself. Audiences ducked, screamed or got up to leave. They were thrilled, as if on a roller-coaster ride.”37 Masyarakat begitu terpukau dan tersihir dengan fenomena visual yang dihadirkan film sebagai media baru sehingga mereka terpancing untuk bertindak seolah apa yang mereka saksikan di layar adalah kenyataan. Pada perkembangannya lebih lanjut, film menjadi sebuah medium yang ampuh, baik itu sebagai medium hiburan, informasi, maupun komunikasi. Oey Hong Lee dalam Sobur (2006:126), menyebutkan: “Film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia, mempunyai masa pertumbuhannya pada akhir abad ke-19, dengan perkataan lain pada waktu unsur-unsur yang merintangi perkembangan surat kabar sudah dibuat lenyap. Ini berarti bahwa dari permulaan sejarahnya film dengan lebih mudah dapat menjadi alat komunikasi yang sejati, karena ia tidak mengalami unsur-unsur teknik, politik, ekonomi, sosial, dan demografi yang merintangi kemajuan surat kabar pad masa pertumbuhannya dalam abad ke-18 dan permulaan abad ke-19.”38 Sebagai media komunikasi yang berpengaruh, banyak pihak yang memakai kekuatan film untuk mensosialisasikan ide-ide tertentu. Sebut saja film Pengkhiatan G30S/PKI (1984) besutan Arifin C. Noer yang dikeluarkan pada jaman Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, yang sarat nilai anti-komunisme, film V fo Vendetta (2006), disutradarai oleh James McTeigue yang diadaptasi dari novel grafis karya Alan Moore dan David Lloyd, yang berisi nilai-nilai totalitarian. Kekuatan film sebagai media komunikasi serta propaganda ditekankan oleh Jo Fox dalam Film Propaganda in Britain and Nazi Germany: “The film appeals to all classes and speak in a universal language. It is brief, vivid and simple in getting across its message... As a means of disseminating public information and propaganda it is often more 37 38
Mark Cousins, The Story of Film – A Worldwide History, h.23 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h.126
22
striking and thus more effective than the written or spoken word... Under present circumtances no considered public service of information can disregard the tremendous value of films.”39 Dibanding media-media lain, film memiliki kekuatan besar. Baik dari segi estetika, yang mana film menjajarkan dialog, musik, pemandangan dan tindakan bersama-sama secara visual dan naratif, maupun sebagai alat komunikasi yang bila ditelisik, terdapat banyak makna di balik teks dan tandatanda di dalamnya. B. Tinjauan Umum Semiotika 1. Pengertian Semiotika Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda didefinisikan sebagai sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Van Zoest mengartikan semiotik sebagai “ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.” 40 Semiotika sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut “tanda” dengan demikian semiotika mempelajari hakekat tentang keberadaan tanda, baik itu dikonstruksi oleh simbol dan katakata yang digunakan dalam konteks sosial.
41
Semiotika dipakai sebagai
pendekatan untuk menganalisa sesuatu baik berupa teks, gambar, atau simbol di dalam media cetak ataupun elektronik. Dengan asumsi media itu sendiri dikomunikasikan dengan simbol dan kata. 39
Jo Fox, Film Propaganda in Britain and Nazi Germany, (New York: Berg – Oxford International Publishers, 2007), h.1 40 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), c.2, h.96 41 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h.87
23
Analisis semiotika modern dikembangkan oleh Ferdinand De Saussure, ahli linguistik dari benua Eropa dan Charles Sanders Pierce, seorang filosof asal benua Amerika. Saussure menyebut ilmu yang dikembangkannya, semiologi yang membagi tanda menjadi dua komponen, yaitu tanda (signifier) yang terletak pada tingkatan ungkapan dan mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti huruf, kata, gambar, dan bunyi. Dan komponen yang lain adalah petanda (signified) yang terletak dalam tingkatan isi atau gagasan dari apa yang diungkapkan, serta sarannya bahwa hubungan kedua komponen ini adalah sewenang-wenang yang merupakan hal penting dalam perkembangan semiotik. Sedangkan bagi Pierce, lebih memfokuskan diri pada tiga aspek tanda yaitu dimensi ikon, indeks, dan simbol. 42 Menurut John Fiske, terdapat tiga area penting dalam studi semiotik, yakni43: 1) The sign itself. This consists of the study of different varieties of signs, of the different ways they have of conveying meaning, and of the way they relate to the people who use them. For signs are humam constucts and can only be understood is terms of the uses people put them to. (Tanda itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda, seperti cara mengantarkan makna serta cara menghubungkannya dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah buatan manusia dan hanya bisa dimengerti oleh orang-orang yang menggunakannya). 2) The codes or systems into which signs are organized. This study covers the way that a variety of codes have developed in order to meet the needs of a 42
Arthur Asa berger, Media Analysis Techniques Second Edition, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2000), h.3-4 43 Alex Sobur, Analisis Teks Media, c.2, h.94
24
society or culture. (Kode atau sistem dimana lambang-lambang disusun. Studi ini meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan dengan kebutuhan masyarakat dalam sebuah kebudayaan). 3) The culture within which these codes and signs operate. (Kebudayaan dimana kode dan lambang itu beroperasi). 2. Semiotika Roland Barthes Roland Barthes (1915-1980) adalah seorang ahli semiotika Perancis yang membongkar struktur makna yang tersembunyi dalam tontonan, pertunjukan sehari-hari, dan konsep umum. 44 Istilah yang dipakai Barthes adalah semiologi, yang memiliki arti yang sama dengan semiotika. Dalam Petualangan Semiologi (Barthes, 1991:v), disebut bahwa penggunaan istilah semiotika lebih banyak dipakai oleh ahli-ahli di wilayah Anglo-Saxon, sementara di Perancis lebih cederung menggunakan istilah semiologi. Barthes yang berasal dari Perancis merupakan salah satu ahli yang bersikukuh memakai istilah semiologi atau semiologie. Barthes terkenal sebagai seorang pemikir strukturalis yang banyak mempraktikan model linguistik dan semiologi Saussure. Ia berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. 45 Saussure mengembangkan prinsip-prinsip semiologi yang teraplikasi pada studi bahasa, dan Barthes mengadaptasi konsep tanda serta bahasa sebagai sistem tanda milik Saussure tersebut.
44
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi, (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), h.12 45 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h.63
25
Mythologies (1957) merupakan salah satu karya Barthes yang berasal dari kumpulan esainya, yang menganalisa dan membahas berbagai macam topik, mulai dari penari striptease, makanan, serta budaya populer lainnya saat itu. Cobley & Juansz dalam Sobur (2006:68) mengatakan bahwa Roland Barthes membahas “Mythology of the Month” atau “Mitologi Bulan Ini”, sebagian besar dengan menunjukan bagaimana aspek denotatif tanda-tanda dalam budaya pop menyingkapkan konotasi yang pada dasarnya adalah mitosmitos yang dibangkitkan oleh sistem tanda yang lebih luas yang membentuk masyarakat. Dalam Mythologies, Barthes sendiri memperkenalkan mitos sebagai suatu sistem komunikasi, sebuah pesan. Mitos bukan suatu objek, konsep, atau ide, melainkan sebuah mode signifikasi. 46 Mitos tidak dapat diperlakukan sebagai bahasa, mitos berasal dari sebuah ilmu pengetahuan umum yang berada dalam posisi yang sama dengan linguistik, yaitu ilmu semiologi. 47 Roland Barthes memperkenalkan sistem signifikasi dua tahap (two order of signification), dengan signifikasi tingkat pertama merupakan pemaknaan denotatif yang merupakan interaksi antara signifier dan signified (makna paling nyata dari tanda) dan signifikasi tingkat kedua merupakan pemaknaan konotatif (dipengaruhi oleh pengetahuan historik dan pengalaman kultural pembaca).48 Berikut adalah peta tanda Roland Barthes yang membingkai sistem signifikasi dua tahap tersebut:
46
Roland Barthes, Mythologies, (New York: The Noonday Press, 1991), h.107 Roland Barthes, Mythologies, h.109 48 Roland Barthes, Petualangan Semiologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.82 47
26
Signifier Language
Signified sign I (meaning)
SIGNIFIER (form)
Myth
SIGNIFIED (concept)
SIGN II (mythic signification) Sumber: Barthes, 1991:113 Gambar 1 Bagan Peta Tanda Roland Barthes Dari bagian di atas dapat dilihat bahwa dalam sistem signifikasi Barthes,
terdapat
dua
sistem
semiologi:
yang
pertama:
sistem
linguistik/language/bahasa yang disebutnya sebagai the language-object (terdiri atas tanda denotatif) serta sistem mitos itu sendiri yang merupakan pemaknaan konotatif (terdiri atas tanda denotatif sebagai signifier mitos).49 Sistem signifikasi tingkat pertama (sistem bahasa) merupakan pemaknaan denotatif/language system yang terdiri atas signifier dan signified yang menghasilkan tanda pertama, yaitu tanda denotatif. Sistem signifikasi tingkat kedua (sistem mitos) merupakan sistem pemaknaan yang terdiri atas tanda denotatif sebagai signifier sistem kedua. Dalam sistem signifikasi tingkat kedua ini, muncul pemaknaan konotatif. Pemaknaan konotatif menggunakan interaksi antara signifier dan signified denotatif (tanda denotatif) sebagai signifer-nya (konotator-konotator) untuk menghasilkan signified kontatif. Dalam kacamata sistem pemaknaan kedua (sistem mitos), signifier-nya berperan sekaligus sebagai tanda denotatif dan konotator (signifier sistem 49
Roland Barthes, Mythologies, h.114
27
kedua). Karena itulah, signifier dalam sistem kedua dapat dilihat dalam dua sudut pandang: sebagai tahap terakhir dari sistem linguistik atau sebagai tahap pertama dari sistem mitos. Dalam sistem linguistik, signifier tersebut disebut meaning; sementara dalam sistem mitos, signifier tersebut disebut form. Signified dalam sistem pertama maupun kedua dapat disebut sebagai concept. Dalam sistem kedua, concept adalah korelasi dari meaning dan form. Concept memiliki posisi yang sama dengan sign atau tanda dalam sistem pertama, namun untuk konteks sistem kedua, istilah tanda tidak dapat dipakai dengan tepat, karena signifier dalam sistem kedua sudah terbentuk dari tanda-tanda sistem pertama. 50 Inti dari sistem signifikasi Barthes adalah bahwa sistem pertama (sistem language) menjadi wilayah denotasi dan sistem kedua (sistem mitos) menjadi wilayah konotasi. Jadi, orang bisa mengatakan bahwa suatu sistem yang berkonotasi adalah suatu sistem yang wilayah ekspresinya dibentuk oleh suatu sistem signifikasi. 51 3. Semiotika Film Fokus utama semiotika terdapat pada teks. 52 Teks tersebut pun bisa terdapat dalam berbagai media, baik film, gambar, berita, novel, dan lain sebagainya. Teks bermakna luas, bukan berarti teks dalam arti tertulis. Teks dalam semiotika mencakup berbagai macam tanda komunikasi dalam bentuk tulisan, visual, audio, bahkan audio-visual.53 Teks yang sinematik/audio-visual mengembangkan kategori bahasa dengan membaurkan dialog, musik,
50
Roland Barthes, Mythologies, h.115 Roland Barthes, Petualangan Semiologi, h.82 52 M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2008), h.167 53 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, Makna, h.19 51
28
pemandangan,
dan
aksi
secara
kohesif.
Untuk
alasan
ini,
dapat
dikarakteristikkan tanda komposit dari penanda verbal dan non-verbal.54 Film sebagai media audio-visual memiliki banyak tanda-tanda tersembunyi yang dapat dimaknai dengan menggunakan semiotika. Film atau sinema menjadi salah satu topik dalam semiotika karena ia termasuk dalam sistem signifikasi yang banyak dikonsumsi orang. Sistem signifikasi yang mendasari bagaimana kita menarik makna dari film juga merupakan metafora dari pengalaman hidup kita yang terpecah. 55 Menurut Danesi, dari sudut pandang semiotik, film sebagai media komunikasi dapat dilihat melalui dua aspek/tingkat. Yang pertama, pada tingkat penanda, film adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata. Yang kedua, pada tingkat petanda, film merupakan cermin kehidupan metaforis.56 Christian Metz adalah salah satu pemikir semiotika sinema yang mengembangkan pemikirannya dari sesama pemikir struktualis, Saussure. Pemikir struktualis mempelajari teks sebagai sebuah struktur sintagmatik. 57 Menurut Chandler (1994:68), analisis sintagmatik dapat diterapkan pada teks audio-visual, bukan hanya pada teks verbal. Dalam film dan tayangan televisi, analisis sintagmatik merupakan analisis mengenai bagaimana tiap frame, shot, scene, atau sequence berhubungan satu sama lain. Analsis sintagmatik terhadap teks (verbal atau non-verbal) berarti mempelajari struktur serta hubungan antar 54
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, Makna, h.150 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, Makna, h.158 56 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, Makna, h.100 57 J.A Wempi, Semiotika Sinema Diskursif, (Research Centre Department the London School of Public Relations, 2012), h.3 55
29
tanda-tanda dalam teks tersebut. Dalam bukunya Film Language: A Semiotics of the Cinema, Metz (1974:70-71) menjelaskan mengenai gagasan denotatif dan konotatif jika diterapkan pada konsep-konsep penandaan dalam film. Menurutnya, semiotika sinema dapat dilihat baik sebagai semiotika konotasi dan semiotika denotasi. Pengaturan dan batasan estetika berupa komposis, framing, pergerakan kamera, efek pencahayaan berperan menghasilkan makna konotasi. Dalam sinema/film, pemaknaan denotatif direpresentasikan oleh makna literal/penjabaran dari pemandangan apa yang ada pada gambar/scene/shot tertentu (beserta teknik shooting apa yang dipakai – angle, size, shot, lighting, composition) serta penjabaran suara dan bunyi-bunyian yang ada sebagai soundtrack atau soundeffect. Menurut Metz (1974:77), dalam memaknai film secara konotatif, terdapat dua hal yang harus diperhatikan: cultural codes dan specialized codes. Cultural codes adalah pengalaman kultural yang tidak perlu lagi dipelajari oleh penonton, kode ini mendefinisikan kebudayaan masyarakat tertentu. Untuk mengetahui kode kultural ini, penonton tidak memerlukan proses belajar – hanya memerlukan proses pengalaman hidup di budaya masyarakat yang bersangkutan dengan budaya masyarakat yang ditampilkan di film tersebut. Specialized codes, di lain hal, adalah sesuatu yang perlu dipelajari terlebih dahulu oleh penonton jika ingin memaknai sebuah film secara konotatif. Specialized codes dalam konteks sinema dapat mencakup unsur-unsur sinematografi seperti pergerakan kamera, efek kamera, elemen visual dan nonvisual dalam film, dan lain-lain.
30
C. Tinjauan Umum Radikalisme Agama 1. Pengertian Radikalisme Agama Radikalisme adalah suatu paham aliran yang menghendaki perubahan secara drastis. Selanjutnya, radikalisme dimaknakan sebagai suatu sikap atau keadaan yang mendambakan perubahan terhadap status quo dengan jalan menghancurkannya secara totalitas, dan menggantinya dengan sesuatu yang baru, yang sama sekali berbeda. Biasanya cara yang digunakan bersifat revolusioner, artinya menjungkir-balikkan nilai-nilai yang ada secara drastis lewat kekerasan (violence) dan aksi-aksi yang ekstrem. 58 Lebih rinci lagi, istilah radikal mengacu kepada gagasan dan tindakan kelompok yang bergerak untuk menumbangkan tatanan politik mapan; negaranegara atau rejim-rejim yang bertujuan melemahkan otoritas politik dan legitimasi negara-negara
dan rejim-rejim
lain;
dan negara-negara
yang
berusaha
menyesuaikan atau mengubah hubungan-hubungan kekuasaan yang ada dalam sistem internasional. 59 Menurut Abu Hapsin (2012) dalam proceeding Workshop Membangun Kesadaran dan Strategi dalam Menghadapi Gerakan Radikalisasi Agama yang berjudul “Radikalisme Agama (Suatu Pendekatan Sosiologi)”, radikalisme adalah suatu paham yang menghendaki adanya perubahan/pergantian terhadap suatu sistem di masyarakat sampai ke akarnya, jika perlu dilakukan dengan menggunakan cara-cara kekerasan.
58
M. Amien Rais, Cakrawala Islam: Antara Cita-Cita dan Fakta, (Bandung: Mizan, 1999), h.132 59 Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga Post-Modernisme, (Jakata: Paramadina, 1996), h.147.
31
2. Kemunculan Radikalisme Islam Sebenarnya, gerakan radikalisme Islam tidak memiliki akar yang kuat di Indonesia. Gerakan-gerakan tersebut bukan merupakan produk asli bangsa Indonesia melainkan merupakan produk impor dari luar, khususnya dari Timur Tengah. Noorhaidi menyatakan bahwa gerakan radikalisme Islam memiliki jaringan yang dekat dengan Timur Tengah. Hal itu dia buktikan dengan hasil penelitiannya tentang FKAWJ dalam kasus konflik Maluku. Organisasi tersebut meminta pembenaran jihad dari beberapa ulama salafi di Timur Tengah bahkan kata Noorhaidi kemungkinan besar organisasi tersebut juga meminta bantuan dana dari Timur Tengah.60 Secara historis, gerakan radikalisme dan fundamentalisme Islam di Indonesia awal dapat dilacak dari adanya ide Negara Islam dan Tentara Islam Indonesia
(DI/TII)
dengan
tokoh
utama,
SM.
Kartosoewirjo.
DI/TII
diprolamasikan pada tanggal 7 Agustus 1949 di Jawa Barat. Tujuan utamanya adalah mendirikan negara berdasarkan Islam dan SM Kartosoewirjo sebagai imamnya. 61 Pada tanggal 20 Januari 1952, DI/TII Kartosoewirjo mendapat dukungan dari Kahar Muzakkar dan pasukannya yang bermarkas di Sulawesi, kemudian pada tanggal 21 September 1953, Daud Beureueh di Aceh juga menyatakan bagian dari NII Kartosoewirjo. Pada tahun 1954, Ibnu Hajar dan pasukannya yang bermarkas di Kalimantan Selatan juga menggabungkan diri. 62 60
Noorhaidi Hasan, ”Transnational Islam Within the Boundary of National Politics: Middle Eastern atwas on Jihad in the Moluccas”, Makalah dipresentasikan pada “The Conference Fatwas and Dissemination of Religious Authority in Indonesia” yang dilaksanakan oleh International Institute for Asia Studies (IIAS), Leiden, 31 Oktober 2002. 61 Cornelius van Dijk, “Rebellion Under the Banner of Islam: The Darul Islam in Indonesia”, dalam Saifuddin, Jurnal Analisis Vol.XI, no.1, (Juni 2011), h.26. 62 A. Yani Anshori, “Wacana Siyasah Sya’iyyah di Indonesia: Belajar Lebih Bijak”. Makalah pada Seminar Nasional “Politik Hukum Islam di Indonesia”, (Yogyakarta: Jurusan Siyasah – UIN Sunan Kalijaga, 2006) h.21.
32
Pada akhirnya, gerakan ini berhasil ditumpas oleh militer pro pemerintahan dan tidak pernah lagi muncul kecuali melalui gerakan bawah tanah. Angin reformasi, terutama setelah Presiden Habibie mencabut peraturan indoktrinasi asas tunggal Pancasila, membawa angin segar bagi kembalinya gerakan serupa meskipun dengan format yang berbeda. Beberapa gerakan Islam baru muncul seperti jamur di musim hujan, misalnya FPI (Front Pembela Islam), MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), Laskar Jihad, FKAWJ (Forum Komunikasi Ahlu Sunnah Wa al-Jama’ah), HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), Laskar Jundullah dan lain sebagainya. 63 Gerakan tersebut tidak muncul begitu saja setelah reformasi bergulir, namun ada proses yang panjang dan berliku yang harus ditempuh. Pada tahun 1980, generasi baru DI muncul dangan berbagai faksi yang tersebar di berbagai wilayah, yaitu: 1) faksi Atjeng Kurnia meliputi Bogor, Serang, Purwakarta dan Subang, 2) faksi Ajengan Masduki meliputi Cianjur, Jakarta, dan Lampung 3) faksi Abdul Fatah Wiranagapati meliputi Garut, Bandung, Surabaya, dan Kalimantan 4) faksi Gaos Taufik meliputi seluruh Sumatera 5) faksi Abdullah Sungkar meliputi Jawa Tengah dan Yogyakarta 6) faksi Ali Hate meliputi Sulawesi Selatan, dan 7) faksi Komandemen Wilayah IX dipimpin Abu Toto Syekh Panji Gumilang.64 Abdullah Sungkar sebelum bergabung dengan NII telah mendirikan sebuah kelompok yang diberi nama ”Jamaah Islamiyah”. Kelompok ini anggotanya terdiri dari para veteran pejuang yang sudah pulang dari jihad
63
Saifuddin, “Radikalisme Islam Di Kalangan Mahasiswa: Sebuah Metamorfosa Baru”, Analisis Vol. XI, no. 1 (Juni 2011), h.26-27. 64 S. Yunanto, Gerakan Militansi Islam di Indonesia dan di Asia Tenggara, (Jakarta: The Ridep Institute, 2003), h.64.
33
berperang antara Afganistan dan Rusia. Reuni veteran yang dilatih secara militer oleh komando pasukan khusus USA dan CIA tersebut bersepakat membentuk kelompok yang disinyalir memiliki kaitan khusus dengan al-Qaeda. Strategi Jamaah Islamiyah terdiri dari tiga unsur, yaitu: imam, hijrah, dan jihad. Bentuk dari ketiga strategi itu adalah dimilikinya tiga kekuatan, yaitu: kekuatan akidah, kekuatan persaudaraan, dan kekuatan militer.65 3. Karakteristik Radikalisme Agama Dalam perspektif ilmu sosial, istilah radikalisme memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan sikap ketidakpuasan seseorang atau kelompok terhadap keberadaan status quo dan tuntutan terhadap sesuatu yang telah mapan, biasanya dengan melakukan cara-cara kekerasan. Seperti halnya yang dilakukan oleh kelompok Khawarij, gerakan fundamentalis Islam yang muncul dari pertikaian antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah. Kelompok Khawarij terkenal dengan prinsip-prinsip radikal dan ekstrimnya.
66
Dalam
melakukan jihad, mereka melakukan aksi-aksi kekerasan, teror, dan pembunuhan tanpa pandang bulu. Secara umum, radikalisme keagamaan memiliki beberapa karakteristik, yaitu: [1] cenderung menafsirkan teks-teks kitab suci secara rigid (kaku) dan literalis (tekstual) 67 ; [2] cenderung memonopoli kebenaran atas tafsir kitab suci/agama, dan bahkan menganggap dirinya sebagai pemegang otoritas dalam penafsiran agama yang paling absah, sehingga menganggap penafsir kitab orang atau kelompok lain yang tidak sealiran adalah sesat dan halal untuk dimusuhi; [3]
65
S. Yunanto, Gerakan Militansi Islam, h.65. Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, h.141. 67 Mun’im A. Sirry, Membendung Militansi Agama: Iman dan Politik dalam Masyarakat Modern, (Jakarta: Erlangga, 2003), h.4. 66
34
memiliki pandangan yang apriori terhadap ideologi dan budaya Barat, imperialis yang selalu mengancam akidah dan eksistensi umat Islam; [4] menyatakan perang terhadap paham dan tindakan sekuler 68; dan [5] cenderung dan tidak segan-segan menggunakan
cara
kekerasan
dalam
memperjuangkan
nilai-nilai
yang
diyakininya. 69
68
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, h.109 Edi Susanto, “Kemungkinan Munculnya Paham Islam Radikal di Pondok Pesantren”, Tadris Vol. 2, no. 1 (2007): h.4. 69
BAB III GAMBARAN UMUM FILM MATA TERTUTUP A. Deskripsi Produksi Film Mata Tertutup Mata Tertutup adalah film yang mengangkat tema besar radikalisme dan fundamentalisme agama. Organisasi yang banyak diangkat dalam film Mata Tertutup adalah NII (Negara Islam Indonesia), suatu organisasi yang didasarkan atas gerakan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Film ini berawal dari riset Maarif Institute, sebuah lembaga non-profit yang memiliki visi menjadi lembaga pembaruan pemikiran dan advokasi untuk mewujudkan praksisme Islam sehingga keadilan sosial dan kemanusiaan menjadi fondasi ke-Indonesiaan.70 Hasil riset tersebut menunjukan bahwa kalangan anak muda sangat rentan terhadap pengaruh gerakan radikal serta lebih memungkinkan direkrut oleh jaringan terorisme 71. Berangkat dari keprihatinan terhadap generasi muda, Maarif Institute (Maarif Production) sebagai lembaga yang berperan sebagai rumah produksi bekerja sama dengan SET Film dan sutradara Garin Nugroho, kemudian membuat film Mata Tertutup. Tabel 1 Tim Produksi dan Pemain Film Mata Tertutup No.
Jabatan
Nama Garin Nugroho, Fajar Riza Ul Haq, Asaf Antariksa, Endang Tirtana, Anastasia Rina, Khelmy K. Pribadi
1
Producer
2
Creative
Arturo G. P., Asaf Antariksa,Tri Sasongko, Dirastya Utami
3
Research
Dirastya Utami, Dra. Farha Cicek, M.SI
70
“Maarif Institute,” diakses pada 3 Juni 2015 dari Maarifinstitute.org “Kisah Perekrutan NII dalam Mata Tertutup,” diakses pada 3 Juni 2015 dari http://mediapublica.co/2013/04/06/kisah-perekrutan-nii-dalam-mata-tertutup/ 71
35
36
4 5 6 7
Director Script Writer Art Director Director of Photography
8
Wardrobe & Make Up
9
Assistant Director
10
Cast
Garin Nugroho Tri Sasongko Nanang R. Hidayat Anggi Frisca “Cumit” Blandina Valent, Ruri Widiarto, Anggit Tyaswari, Rika Permata Sari Tri Sasongko, Dirastya Utami Eka Nusa Pratiwi, M. Dinu Imamsyah, Jajang C. Noer, Andriyani Isna, Rijal Maj, Shinta, Ibu Yus, Yoga Bagus S, Nurul, Rosa, Tri Sasongko, Bagus, Yulias, Dyah Arum, Ign Wahono, Kukuh Riadi, Kedung Darma R, Satnah, Taslim Idrus, Agung, Yesi Yoane, Nanang R. Hidayat, Bambang
Sumber: DVD Mata Tertutup
Menurut Fajar Riza Ul Haq, Executive Producer film Mata Tertutup, dalam prolog buku Membuka Mata Tertutup (2012:19): “Dalam konteks ini, produksi film Mata Tertutup tidak diniatkan sebagai propaganda anti kelompok tertentu namun untuk mengajak penonton berdialog dengan beberapa realitas yang menegasikan hakekat kemanusiaan.” Film Mata Tertutup bukan film komersil. Proses produksinya hanya memakan waktu sembilan hari, budget produksi film terhitung rendah yakni 600 juta, jajaran pemain-pemainnya bukan dari papan atas, kecuali Jajang C. Noer. Proses pengambilan gambar (shooting) tidak berlangsung sebagaimana biasanya film lain, karena film ini tidak memiliki naskah yang utuh dan rinci. Garin Nugroho sebagai sutradara memberi garis besar cerita, lalu para pemain melakukan improvisasi sesuai dengan karakter asal mereka.72 Film Mata Tertutup sempat muncul pada hari pertama premiere-nya (Maret 2012) di bioskop, namun turun setelah pemutaran selama kurang dari 72
“Sembilan Hari Garin Nugroho Untuk „Mata Tertutup‟,” diakses pada 5 Juni 2015 dari http://www.investor.co.id/home/sembilan-hari-garin-nugroho-untuk-mata-tertutup/23164
37
setengah jam. Mukhlis Paeni, dari Lembaga Sensor Film (LSF) dalam wawancara dengan situs harian The Jakarta Post, mengutarakan bahwa alasan penghentian pemutaran film ini bukan karena kontennya, namun karena alasan teknis dalam prosedur administratif penyensoran. 73 Pendekatan yang dilakukan untuk distribusi film tidak melalui bioskopbioskop besar selayaknya film layar lebar lain. Kendati sempat muncul selama beberapa hari di jaringan bioskop XXI, namun melalui ditribusi dan diskusi film ke berbagai kota di Indonesia, ke berbagai pesantren, sekolah, universitas, serta komunitas. B. Karakter Pemain Film Mata Tertutup 1. Jajang C. Noer
Gambar 2 Jajang C. Noer sebagai Asimah Berperan sebagai Asimah, ibu dari Aini. Asimah tidak ingin kisah hidupnya yang getir juga terjadi pada Aini. Sebagai ibu, Asimah terlalu kaku dan mengekang. Rizal, sepupu Aini, menganggap Aini hanya minggat sementara untuk lari dari kekangan ibunya, sementara Asimah percaya bahwa Aini hilang direkrut NII. 73
“Mata Tertutup Screening Suffers Glitches,” diakses pada 5 Juni 2015 dari http://www.thejakartapost.com/news/012/03/16/mata-tertutup-screening-suffers-glitches.html
38
2. M. Dinu Imansyah
Gambar 3 M. Dinu Imansyah sebagai Zabir Berperan sebagai Zabir, pemuda yang sebenarnya baik dan polos, namun karena terhimpit masalah ekonomi dan krisis kepercayaan diri. Keinginan membuktikan baktinya kepada orang tuanya, terutama kepada sang ibu, justru membuat dirinya terjerumus ke dalam kelompok Jamaah Islamiyah setelah diajak mengikuti pengajian yang memelintir ayat-ayat al-Qur‟an menjadi dasar tindakan terorisme dan bom bunuh diri. 3. Eka Nusa Pertiwi
Gambar 4 Eka Nusa Pertiwi sebagai Rima
39
Berperan sebagai Rima, seorang mahasiswi yang sedang dalam pencarian identitas diri, tertarik dengan bujuk rayu anggota NII. Gadis ini semakin dalam terjerat ke dalam aktiitas seperti perekrutan anggota baru dan menduduki posisi pengumpul dana. C. Sinopsis Film Mata Tertutup Mata Tertutup mengajak penonton untuk menelusuri lika-liku di balik NII. Sudah dijelaskan bagaimana film dibuka dengan gambaran proses indoktrinasi. Gambaran
tersebut
kemudian
dilanjutkan
dengan
adegan-adegan
yang
menggambarkan kondisi internal NII, mulai dari kegiatan merekrut anggota, pengadilan berbasis syariat Islam, kelas ideologi, hingga rapat kegiatan komunitas. Film Mata Tertutup dibuka dengan kepanikan Asimah (Jajang C. Noer) yang anaknya, Aini (Andriyani Isna) hilang selama berhari-hari. Di tempat lain, Zabir (M. Dinu Imansyah) dikeluarkan dari pesantrennya lantaran tak mampu lagi membayar biaya sekolahnya. Luntang-lantung, Zabir dan seorang temannya, Husni, didatangi seorang pemuda berbaju gamis yang berdakwah soal pemerintah zionis, ekonomi kapitalis, dan perlunya berjihad di jalan Allah. Adapun karakter ketiga, Rima (Eka Nusa Pertiwi), seorang gadis idealis yang berusaha menuntaskan keresah-keresahannya dengan masuk NII. Awalnya ia menganggap posisi perempuan dalam organisasi tersebut akan lebih setara dengan laki-laki dan dihormati. Dalam perjalanannya, ia menjadi ujung tombak organisasi yang mampu merekrut banyak anggota baru dan meraup dana yang sangat besar dalam tempo singkat. Tindak-tanduknya di NII, ia harapkan bisa membuka ruang bagi dirinya dan rekan-rekannya. 74
74
Khelmy K. Pribadi, Membuka Mata Tertutup, (Jakarta:Maarif Institute, 2012), h. 27
40
Dengan cerita itu, Mata Tertutup berupaya mengkampanyekan antiradikalisme bagi generasi muda. Hal ini diungkapkan oleh Khelmy K. Pribadi, Produser Film Mata Tertutup, yang menyatakan bahwa film tersebut merupakan bagian kampanye generasi toleran dan anti kekerasan yang difokuskan kepada anak muda di SMA dan perguruan tinggi. 75 Garin Nugroho menambahkan bahwa masyarakat kelas bawah cenderung rentan terhadap ideologi “fundamentalis” dan negara hanya hadir sebagai konsekuensi atas pilihan-pilihan mereka. D. Profil Khelmy K. Pribadi
Gambar 5 Khelmy K. Pribadi selaku Produser Khelmy Kalam Pribadi lahir di Surakarta, 14 Desember 1985. Setelah menempuh S1 di UNS, Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilm Politik pada tahun 2011, Khelmy melanjutkan Program Pascasarjana di UI dan mengambil Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilm Politik. Khelmy memulai karir sebagai Program Liaison Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial (PSB PS) di UMS Solo pada Juli 2007. Kemudian menjadi Asisten Peneliti di Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial (PSB PS) pada
75
“Mata Tertutup Diputar Di Untirta,” diakses pada 15 Maret 2016 dari http://maarifinstitute.org/id/berita/berita-media/214/mata-tertutup-diputar-diuntirta#.VuePueZDSuI
41
Desember 2007 hingga November 2009. Khelmy mulai terlibat di Maarif Institute pada Desember 2009, dengan menjabat Asisten Program Pengembangan dan Kajian Keislaman. Pada akhir tahun 2012 sampai saat ini, Khelmy menjabat sebagai Manajer Program Islam dan Media di Maarif Institute. Pengalamannya dalam media, Khelmy K. Pribadi pernah terlibat sebagai Asisten Program di Produksi Film Si Anak Kampoeng (2010), Line Producer di Produksi Film Mata Tertutup (2011), Programmer di Program Maarif Award on Metro TV (2012) dan Program Kick Andy Edisi Special Maarif Institute (2013). Selain itu, Khelmy juga menjadi Redaktur Pelaksana pada Jurnal Maarif Arus Pemikiran Islam dan Sosial hingga sekarang. 76
76
Wawancara Pribadi dengan Khelmy K. Pribadi, Jakarta, 18 April 2016.
BAB IV ANALISIS SEMIOTIK FILM MATA TERTUTUP A. Makna Denotasi, Konotasi, serta Mitos Radikalisme Agama dalam Film Mata Tertutup Pada bab ini penulis akan menganalisis mengenai masalah pokok yang dijadikan objek penelitian dengan menggunakan analisis semiotik model Roland Barthes yang mengemukakan tentang pemaknaan tanda berupa makna denotasi, makna konotasi, dan makna mitos, yang berindikasi pada radikalisme agama pada film yang berjudul Mata Tertutup. Tabel 2 Gambar Proses Perekrutan Jamaah Islamiyah Visual
Dialog / Keterangan
Type of Shot
Seorang pria bergamis hitam datang menghampiri Zabir
Full Shot: Gambaran
dan Husni yang sedang
objek secara penuh,
duduk. Pria itu
dari kepala hingga
menawarkan buku
kaki.
Gambar 2.1 dagangannya. Pria bergamis hitam
Gambar 2.2
duduk beristirahat di
Full Shot: Gambaran
sebelah Zabir sambil
objek secara penuh,
memegang buku-buku
dari kepala hingga
yang ia jual. Pria
kaki.
bergamis itu kemudian
42
43
berkata,”Pasti anak pondok kan?Saya sering ke sini, liat anak pondok bolos, keluar, kabur, ga bayar SPP. Gak apa-apa, dek.”
Pria bergamis tertarik dengan kalam buatan Zabir dan ingin membelinya. Full Shot: Gambaran Zabir lalu memberikan Gambar 2.3
objek secara penuh, kalam buatannya dari kepala hingga kepada pria itu. kaki. Sebagai imbalan, pria itu memberikan peci dagangannya secara gratis kepada Zabir.
Gambar 2.4 Pria bergamis hitam
Gambar 2.5
berpamitan hendak
Full Shot: Gambaran
berjualan kembali. Pria
objek secara penuh,
itu memegang kalam
dari kepala hingga
pemberian Zabir dan
kaki.
berkata,
44
“Dek. Insya Allah, (kalam) ini akan mempertemukan kita ya. Assalamu „alaikum.”
a) Makna Denotasi Adegan di atas memperlihatkan Zabir dan Husni sedang duduk di sebuah tempat dimana terdapat orang berjualan, warung dan motor yang di parkir di dekat mereka. Zabir terlihat mengenakan sarung berwarna hijau cerah, tengah sibuk membuat kalam, yang sudah menjadi kebiasaannya semenjak di pesantren. Sementara Husni hanya duduk termenung meratapi keadaan mereka yang diusir dari pesantren. Kemudian mereka dihampiri oleh seorang pria bergamis hitam yang menawarkan buku-buku dagangannya. “Assalamu „alaikum. Buku bagus nih, Dek. Musuh Cita-Cita Pengemban Dakwah, mau beli? Mau?” Zabir dan Husni tidak tertarik untuk membelinya. Pria bergamis itu beristirahat dan duduk di dekat mereka. ”Pasti anak pondok kan? Saya sering ke sini, liat anak pondok bolos, keluar, kabur, ga bayar SPP. Gak apa-apa. Gak apa-apa, dek.” Zabir masih sibuk dengan kalamnya. Pria bergamis melihat kalam yang sedang dibuat Zabir, ia tertarik untuk membelinya. “Itu kalam ya? Boleh saya beli?” Ia sempat memuji kreatifitas Zabir, “Bagus. Kreatif, adek nih.” Melihat ketertarikan pria bergamis itu terhadap kalamnya, Zabir memberikan kalamnya kepada pria itu. “Kalau mas mau, buat mas aja lah.” Pria bergamis itu berterima kasih kepada Zabir dan mengajaknya untuk ikut ke pengajiannya. “Yang benar? Berarti buat saya ini ya?
45
Alhamdulillah, terima kasih ya. Kapan-kapan ikut pengajian kami. Datang ke tempat kami ya.” Pria bergamis itu kemudian memberikan sebuah peci dagangannya kepada Zabir. “Nih, buat adek nih.” Zabir sempat menolak karena tak punya uang. “Gak ada uang, Mas?” Pria bergamis itu mengatakan kalau pecinya diberikan secara gratis untuk Zabir. “Gratis, dari saya. Untuk sembahyang, agar ingat Gusti Allah. Kalau ingat Gusti Allah, semua masalah beres.” Pria bergamis itu kemudian berpamitan untuk berjualan lagi. “Yaudah, saya mau jualan lagi.” Pria bergamis itu memegang kalam pemberian Zabir dan berkata, “Dek. Insya Allah, (kalam) ini akan mempertemukan kita ya. Assalamu „alaikum.” b) Makna Konotasi Dalam pertemuan pertama Zabir dan Husni dengan pria bergamis hitam (gambar 2.1), tampak mereka berada di sebuah terminal, yang mana merupakan tempat yang umumnya dikelilingi oleh para pedagang, kendaraan yang terparkir sembarangan dan cukup teduh untuk beristirahat. Gambar 2.1 menunjukkan pria bergamis hitam itu memulai pembicaraan terlebih dahulu dengan menawarkan buku-buku islami yang ia jual. Pakaian gamis berwarna hitam yang pria itu kenakan itu identik dengan seseorang yang menganut paham yang gelap atau sesat dan cenderung radikal, seperti Jamaah Islamiyah. Pada gambar 2.2, terlihat pria bergamis hitam yang tengah duduk dan beristihat itu berkata bahwa sering melihat anak pondok berada di terminal bis itu. ”Pasti anak pondok kan? Saya sering ke sini, liat anak pondok bolos, keluar, kabur, ga bayar SPP. Gak apa-apa. Gak apaapa, dek.” Perkaatannya itu menandakan bahwa sudah menjadi kebiasaan melihat anak pesantren yang bolos dan kabur. Itu juga menandakan bahwa pria bergamis
46
hitam itu sering berkeliling di daerah terminal, dan cukup observatif untuk melihat anak-anak pesantren, serta menandakan pula ia memang berkeliaran di terminal untuk memantau atau mencari anak-anak pesantren di sana. Perkataan pria bergamis hitam bahwa anak pesantren yang sering “bolos, keluar dan kabur”. Ia menyimpulkannya sendiri melalui penglihatannya dan pengetahuannya akan adanya pondok pesantren yang tak jauh dari terminal itu. Tetapi bagaimana pria bergamis hitam mengetahui tentang banyaknya anak pesantren yang keluar karena alasan tidak bayar SPP, ini hanya bisa diketahui melalui percakapan langsung dengan anak-anak pesantren. Hal itu menandakan pria bergamis hitam itu sering berinteraksi dengan anak-anak pesantren di terminal. Metode ini disebut screening, yaitu mencari tahu terlebih dahulu tentang latar belakang dari target potensial yang akan direkrut menjadi anggota kelompokkelompok radikal, seperti NII dan Jamaah Islamiyah. 77 Salah satu caranya adalah dengan berinteraksi langsung dengan targetnya. Berdasarkan pada gambar 2.3 dan 2.4, pria bergamis hitam melihat Zabir yang sibuk membuat kalam. Ia menyatakan ketertarikannya untuk membeli kalam buatan Zabir. Ia juga memuji kreatifitas Zabir hingga akhirnya Zabir memberikan kalam buatannya. Pria bergamis hitam melakukan itu sebagai dalih agar ia mendapatkan perhatian Zabir, kemudian ia menyampaikan maksud tujuannya yang sebenarnya untuk mengajak Zabir dan Husni ikut ke pengajiannya. Lalu ia memberikan peci daganganya kepada Zabir. “Untuk sembahyang, agar ingat Gusti Allah. Kalau ingat Gusti Allah, semua masalah beres.” Pria bergamis hitam ingin menunjukan dengan tindakannya itu bahwa ia adalah orang yang baik 77
Alia Prima Dewi, “Fenomena NII (Negara Islam Indonesia) di Kalangan Mahasiswa: Studi Kasus di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2007), h.59.
47
dengan memberikan sesuatu yang berharga baginya, barang yang menjadi tumpuannya mencari uang. Itu digunakan untuk membuang prasangka buruk Zabir dan Husni akan dirinya. Saat hendak berpamitan, ia memegang kalam buatan Zabir sambil berkata, ”Dek. Insya Allah, (kalam) ini akan mempertemukan kita ya. Assalamu „alaikum.” Ini menandakan bahwa pria bergamis hitam itu merasa cukup yakin dengan Zabir dan Husni, dan kemungkinan mereka bisa direkrut cukup besar. c) Makna Mitos Kegiatan pria bergamis hitam yang sering berkeliling di sekitaran terminal bis, mencoba berinteraksi dengan anak-anak pesantren merupakan cara Jamaah Islamiyah dan kelompok radikal lainnya, seperti NII melakukan screening untuk mencari kandidat calon anggotanya. Dalam adegan tersebut, dijelaskan bahwa kebanyakan anak pesantren yang berkeliaran di terminal, mereka mengalami masalah finansial, dan tidak mampu membayar iuran SPP. Faktor ekonomi menjadi salah satu faktor yang mendorong seseorang melakukan radikalisasi. Desakan tersebut membuat mereka berada dalam kebingungan mencari solusi hidupnya, seperti yang dialami Zabir. Dan jika mereka bergabung dengan kelompok radikal, mereka akan mendapatkan sebuah jabatan dan gaji. Jelas hal itu bisa menyelesaikan masalah perekonomian mereka dan membuat mereka merasa diakui keberadaannya. Namun kini, kelompok radikal seperti NII dan Jamaah Islamiyah tak hanya menyasar kalangan masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah tetapi juga mengincar ke kalangan professional. Menurut data yang didapatkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), terdapat sejumlah artis yang disasar
48
oleh kelompok radikal untuk dijadikan pengikutnya. Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, Adnan Anwar, mengungkapkan bahwa paham radikal kini mulai mengerayangi kalangan menengah, seperti pegawai negeri sipil (PNS), aparat TNI, POLRI dan petugas lembaga pemasyarakatan. Bahkan melibatkan profesor, doktor, insinyur dan jurnalis dalam mobilisasi propagandanya. 78 Alasan kalangan professional seperti artis, profesor atau doktor dijadikan pengikut oleh kelompok radikal adalah karena mereka memiliki penggemar dan mempunyai kapasitas untuk mempengaruhi orang banyak. Seorang profesor atau doktor tentu akan lebih didengar dan dipercaya dibanding dengan orang berpendidikan rendah yang berbicara. Begitu juga dengan seorang artis atau public figure, mereka bisa memperluas cakupan perekrutan dan indoktrinasi kelompok radikal itu. Tabel 3 Gambar Proses Indoktrinasi NII Visual
Gambar 3.1
78
Dialog / Keterangan
Type of Shot
Di sebuah ruangan,
Medium Shot:
para calon anggota
Gambar diambil
diperintahkan untuk
setengah badan dari
membuka penutup
jarak yang agak jauh,
matanya.
namun objek tetap
“Buka tutup mata
terlihat jelas beserta
kalian.”
latar belakangnya.
“Artis Menjadi Sasaran Aliran Radikal,” diakses pada 23 April 2016 dari http://www.muslimedianews.com/2015/06/artis-menjadi-sasaran-aliran-radikal.html
49
Mas‟ul daerah Full Shot: Gambaran meminta calon objek secara penuh, anggota membacakan dari kepala hingga beberapa penggalan kaki. ayat al-Qur‟an. Gambar 3.2 Calon anggota berjilbab biru Big Close Up: membacakan Menampilkan bagian penggalan surat alobjek secara jelas, Balad/90: 10. untuk menampilkan “Dan Kami telah detail objek. Gambar 3.3
menunjukkan kepadanya dua jalan.” Mas‟ul daerah tengah menjelaskan tentang Close-Up: Gambaran surat al-Balad/90: 10 objek secara jelas dan yang sebelumnya memiliki cukup ruang dibacakan calon di sekitarnya, seperti anggota. dari batas kepala “Sekarang posisi kita sampai leher bagian semua di sini (RI). Dan
Gambar 3.4
bawah. kita semua akan berpindah ke sebuah
50
negara yang kita impikan bersama (NII).” Big Close Up: Di papan tulis, tampak tulisan RI dan NII yang terpisahkan oleh garis. Gambar 3.5
Menampilkan bagian (kepala) objek secara jelas, untuk menampilkan detail objek.
a) Makna Denotasi Pada gambar 3.1, tampak dalam suatu ruangan para calon anggota NII diminta untuk melepaskan penutup matanya. “Buka tutup mata kalian.” Terlihat pada gambar 3.2, bahwa ruang itu tidak begitu besar dan terdapat beberapa kursi yang diduduki calon anggota dan aparat NII, sebuah meja, papan tulis serta sebuah bendera berwarna merah putih. Mas‟ul daerah, pemimpin NII di tingkat daerah (kota), meminta calon anggotanya untuk membaca penggalan ayat alQur‟an. Salah calon anggota berjilbab biru membacakan penggalan surat alBalad/90:10 yaitu “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” Mas‟ul daerah menjelaskan mengenai ayat itu (al-Balad/90: 10), bisa terlihat dari tulisan “90/10” dan bacaan surat al-Balad “ ” َو َو َو ۡي َو ُهpada papan tulis. Mas‟ul daerah menunjuk tulisan “RI” yang tertera di papan tulis. “Sekarang posisi kita semua di sini (RI). Dan kita semua akan berpindah ke sebuah negara yang kita impikan bersama (NII).”
51
Di papan tulis itu, pada gambar 3.5, tertulis RI (Republik Indonesia) dan NII (Negara Islam Indonesia) yang dipisah oleh sebuah garis. Di bawah tulisan RI, terdapat tulisan “pancasila” sebagai hukum yang dianut RI, “pemerintah RI” selaku pemegang kekuasaan dan “WNI” sebagai umat atau rakyatnya. b) Makna Konotasi Pada gambar 3.1, ketika dalam suatu ruangan, para calon anggota NII diminta untuk membuka penutup matanya. Penutup mata ini digunakan agar para calon anggota tidak mengetahui di mana lokasi yang merupakan tempat indoktrinasi dan pembai‟atan NII. Gambar 3.2, tampak sebuah bendera berwarna merah putih di pojok ruangan. Bendera merah putih itu merupakan bendera NII, yang warnanya memang sama seperti bendera Republik Indonesia. Namun pada bendera NII, terdapat gambar bulan sabit dan bintang pada bagian tengah bendera. Adanya bendera NII di ruangan tersebut menandakan bahwa ruangan itu memang secara khusus difungsikan untuk acara-acara tertentu seperti saat proses pembai‟atan calon-calon anggota baru. Pada gambar 3.2, terlihat pula aparat NII meminta calon anggota untuk membacakan pengalan ayat al-Qur‟an, seperti salah satu calon anggota berjilbab biru untuk membacakan surat al-Balad/90: 10.
َو ١٠ َوو َو ۡي َو ُه ٱَّنل ۡي َو ۡي ِن “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan.” Gambar 3.4 dan 3.5, menunjukan mas‟ul daerah sedang menjelaskan tentang penggalan surat al-Balad tersebut dan menafsirkan maknanya kata per kata. Aparat NII kemudian menunjukan kepada para calon anggotanya dua jalan seperti makna pada surat al-Balad/90:10, RI (Republik Indonesia) yang berideologi Pancasila dan dipimpin oleh pemerintah atau NII, sebuah negara
52
impian, yang berlandaskan al-Qur‟an. Pembacaan ayat al-Qur‟an dan menafsirkan makna ayat-ayat yang dibacakan itu, berdasarkan pada gambar 3.2, 3.3 dan 3.4, memang telah direncanakan dan ditujukan untuk membuang keraguan calon anggotanya akan materi yang disampaikan. Bahwa apa yang mereka lakukan adalah benar dan didasari oleh perintah Allah dalam al-Qur‟an sehingga proses indoktrinasi yang mereka lakukan berhasil. c) Makna Mitos Pada kasus NII, didapatkan bahwa kebanyakan adalah remaja yang menjadi korban dari NII. Para remaja sebagai sasaran utama rekrutmen karena dianggap relatif lebih mudah untuk dipengaruhi. Remaja dianggap lebih rentan terpengaruh paham radikalisme karena belum stabil secara emosional dan masih dalam proses pencarian jati diri. Dengan dijejali penggalan ayat-ayat al-Qur‟an, para remaja yang cenderung masih labil akan merasa yakin terhadap paham tersebut dan secara otomatis melakukan pembenaran dalam dirinya saat bergabung dan menjalankan kegiatannya dalam NII. Namun nyatanya, tak hanya kaum remaja yang rentan untuk direkrut kelompok radikal tetapi kalangan masyarakat lain pun sama rentannya. Kaum remaja yang umumnya kaum pelajar bisa lebih sulit direkrut karena keterbatasan waktu yang mereka miliki. 79 Orang tua akan cenderung cepat khawatir ketika anaknya pulang terlambat dari jadwal biasanya dan akan langsung mencari anaknya. Berbeda dengan kaum pekerja, misal karyawan atau buruh. Mereka sudah tak lagi diawasi atau diperhatikan oleh orang tuanya karena sudah dianggap dewasa dan mengerti mana yang baik dan buruk. Para pekerja biasanya memiliki 79
“NII Crisis Center: Kelompok Radikal Bidik Buruh,” diakses pada 23 April 2016 dari http://niicrisiscenter.com/2016/03/10/nii-crisis-center-kelompok-radikal-bidik-buruh/
53
rasa
ketidakpuasan
terhadap
perusahaan
tempat
mereka
bekerja,
rasa
ketidakpuasan itulah yang bisa dijadikan kelompok radikal untuk mendoktrin mereka. Tabel 4 Gambar Pen„takfir‟an Terhadap Suatu Kaum Visual
Dialog / Keterangan
Type of Shot
Zabir sedang mencuci mobil angkotnya. Husni menggaruk-
Gambar 4.1
garuk kepalanya,
Full Shot: Gambaran
menghitung hasil
objek secara penuh,
setoran angkot. Pria
dari kepala hingga
bergamis hitam datang
kaki.
dan bertanya, “Kenapa? Setorannya kurang ya?” Pria bergamis hitam menyatakan bahwa penyebab kurangnya setoran mereka karena banyaknya kendaraan pribadi dan pemerintah
Gambar 4.2
dianggap kafir, thogut. Zabir masih terus mencuci angkotnya,
Full Shot: Gambaran objek secara penuh, dari kepala hingga kaki.
54
Husni masih memandangi dan memikirkan hasil setorannya. Pria bergamis itu tetap melanjutkan Gambar 4.3
perkataanya dengan mengutip penggalan surat al-Anfal/8:15. Zabir dan Husni melihat ke arah pria bergamis hitam itu. Mereka Full Shot: Gambaran memperhatikan objek secara penuh, perkataan pria dari kepala hingga bergamis itu. kaki. “Orang seperti kalian
Gambar 4.4 miskin terus, mundur. Mau ikut-ikutan orangorang kafir itu?”
55
a) Makna Denotasi Pada gambar 4.1, tampak Zabir dan Husni bertemu dengan pria bergamis hitam. Terlihat Zabir sedang mencuci mobil angkot yang berukuran cukup besar dengan warna dominan merah itu, sementara Husni yang mengenakan handuk putih di pundaknya dan semacam topi kupluk di kepalanya, tengah menghitung uang hasil menarik angkot. Husni terlihat menggarukan kepalanya, ia tampak pusing melihat hasil uang yang mereka peroleh. “Kenapa? Setorannya kurang ya?” Pria itu berujar soal penyebab kurangnya setoran mereka. “Coba lihat di sana. Motor banyak sekali dan pemerintah memberi ijin. Mobil pribadi juga banyak sekali. Pantesan setoran angkot kurang, ya enggak? Banyak orang yang korupsi. 66 tahun merdeka tapi tetap saja miskin. Kenapa coba? Siapa yang salah? Pemerintah yang salah. Pemerintah kafir, Thogut. Zionis, sistem ekonominya kapitalis. Ya pantas aja, orang macam kalian gak akan bisa kaya. Miskin terus.” Gambar 4.2 dan 4.3 menunjukkan bahwa Zabir dan Husni tidak mempedulikan perkataan pria bergamis itu. Zabir masih terus mencuci mobil angkotnya, dan Husni masih memandangi serta memikirkan hasil uang yang mereka peroleh. Pria bergamis hitam tetap melanjutkan perkataannya dengan mengutip ayat al-Qur‟an, surat al-Anfal/8:15, yang berbunyi: ”Hey orang-orang yang
beriman apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang
menyerangmu. Maka janganlah membelakangi mereka.” Zabir dan Husni melihat ke arah pria bergamis hitam, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.4. Mereka tampak mendengarkan perkataannya. Pria bergamis hitam itu juga menyatakan bahwa orang seperti Zabir dan Husni akan miskin terus karena mundur membelakangi dan mau mengikuti orang-orang kafir itu.
56
b) Makna Konotasi Pada gambar 4.1, tampak Husni mengenakan handuk putih dan topi kupluk di kepalanya, itu menandakan bahwa Husni bertindak sebagai supir angkot sementara Zabir yang sedang mencuci angkot itu adalah kernet-nya. Gambar 4.1 juga memperlihatkan angkot yang Zabir dan Husni gunakan memiliki bentuk yang tidak seperti angkot pada umumnya. Ukurannya terlalu besar untuk dikatakan mobil angkot biasa, namun terlalu kecil untuk metromini. Angkot jenis itu biasanya tidak beredar di daerah perkotaan seperti Jakarta melainkan di daerah seperti Yogyakarta, yang memang menjadi lokasi tempat kejadian dan kisah dalam film berada. Gambar 4.1 itu juga menunjukkan bahwa saat pria bergamis hitam melihat Husni yang terlihat pusing dengan hasil uang dari menarik angkot. Kemudian pria bergamis itu bertanya apakah uang setoran angkotnya kurang. “Coba lihat di sana. Motor banyak sekali dan pemerintah memberi ijin. Mobil pribadi juga banyak sekali. Pantesan setoran angkot kurang, ya enggak?...” Selanjutnya pada gambar 4.2, ia memanfaatkan hal yang terjadi pada Zabir dan Husni dengan menghubungkannya dengan keadaan yang ada dan melemparkan kesalahan pada pemerintah dan melabelinya dengan kafir dan thogut. ”... Kenapa coba? Siapa yang salah? Pemerintah yang salah. Pemerintah kafir, Thogut. Zionis, sistem ekonominya kapitalis. Ya pantas aja, orang macam kalian gak akan bisa kaya. Miskin terus.” Pada gambar 4.3, terlihat pria bergamis hitam mencoba menanamkan kebencian atas pemerintah yang kafir pada Zabir dan Husni, serta memperkuat argumennya itu dengan mengutip penggalan surat al-Anfal/8: 15 dan menyebut
57
orang seperti Zabir dan Husni akan tetap miskin karena tak berani melawan kafir. Ia menggunakan ayat itu, mengingat Zabir dan Husni yang merupakan anak pesantren, dan tak mungkin mereka mengabaikan itu. Berdasarkan pada gambar 4.4, Zabir dan Husni tampak memperhatikan perkataaan pria bergamis itu, menandakan ketertarikan mereka dan merasa bahwa apa yang dikatakan pria bergamis itu benar, bahwa kemiskinan mereka diakibatkan oleh pemerintahan yang kafir dan tidak berhukum Allah, dan keadaan mereka tidak akan pernah berubah jika tidak melawannya. c) Makna Mitos Ketika pria bergamis hitam itu akan menemui Zabir dan Husni lagi, ia mengggunakan teknik persuasif dengan memanfaatkan keadaan mereka dan memanipulasi fakta tentang maraknya kendaraan pribadi yang berkeliaran di jalan sebagai cara menyalahkan pemerintah dan menanamkan kebencian dengan melabelkannya dengan kafir. Pelabelan kafir terhadap suatu kaum atau kelompok yang dipandang sudah menyimpang, dan berdosa besar karena tidak berpedoman kepada hukum Allah ini merupakan takfir, seperti yang pernah dilakukan kaum Khawarij‟ dulu.
80
Kelompok radikal, seperti NII dan Jamaah Islamiyah
berangapan bahwa kelompok yang
tidak sepaham dengan mereka dan tidak
berhukum Allah adalah kafir dan thogut sehingga halal untuk diperangi bahkan dibunuh.
َو َو َّنل ۡي َو ۡي ُه َو ٓ َو َو َو َّنل ُه َو ُه َو َو ُه ۡي َو َو ٤٤ ٱ فأ ْو َٰٓلهِنك ُهم ل ِن ُه ون وم لم َيكم بِنما أنزل
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” 80
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga Post-Modernisme, (Jakata: Paramadina, 1996), h.140.
58
Jika kita semua mengacu pada surat al-Maidah/5: 44 di atas dan alAnfal/8: 15 yang memiliki arti: ”Hey orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang menyerangmu. Maka janganlah membelakangi mereka.” Maka semua orang yang tidak beriman dan berhukum Allah adalah salah dan kafir sehingga harus diperangi. Namun tidak semua kafir boleh dibunuh, terdapat tiga golongan kafir yang haram untuk dibunuh, yaitu kafir dzimmi, orang kafir yang membayar jizyah/upeti yang dipungut sebagai imbalan bolehnya tinggal di negeri kaum muslimin; kafir mu‟ahad, orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang; dan kafir musta‟man, orang kafir yang mendapat jaminan perlindungan dari kaum muslimin. 81 Sebagaimana hal tersebut diungkapkan dalam beberapa dalil, sebagai berikut:
َِّو ِّاْل َو ني َوَعماا ِنرية ِن أ َو ْربَوع َو يح َوها َوَلُه َو ِإَون ر َو وج ُه ِنم ْ َومس َو ر َو يح ْ َو ة ن ِن ِن ِن ِن
َو ْ َو َو َو َو ا ْ يًل ِنم ْ أ َو ْ ل ا ِّل َوِّمة ل َو ْم َوَي ِن ِن م قتل قت ِن ِن ِن
“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. ” (HR. An Nasa‟i)
َِّو اْل َِّو ِنني َوَعماا رية ِن أَو ْر َوبع َو يح َوها تُه َو ِإَون ر َو وج ُه ِنم ْ َومسِن َو َوم ْ َوق َوت َول ُهم َوعا َو ا ا ل َو ْم َو َو ْح َوران َوح َوة ْ َو ة ِن ن ِن ِن “Siapa yang membunuh kafir mu‟ahad ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari no. 3166)
ِّ ِن َو ۡي ُه ۡي َو ۡي َو َو َو َو َو َو ۡي ُه َو َّنل َو ۡي َو َو َو َو َو َّنل ُه َّنل َو ۡي ۡي ُه َو ۡي َو َو ُه َو َوٞ ۡي َو َو ج ه حَّت يسمع كلم ٱِن م ب ِن مأمن ۚۥ ذل ِنك ِإَون أح م لم ِن ِنني ت ار فأ ِن َّنل َو ۡي َو ُه َوٞ َو َّنل ُه ۡي َو ۡي ٦ بِنأنهم قوم َّل يع مون “Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat 81
“Orang Kafir Tidak Boleh Dibunuh,” diakses pada 23 April 2016 dari https://konsultasisyariah.com/8706-wajibnya-memerangi-setiap-orang-kafir.html
59
mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At-Taubah/9:6)
Tabel 5 Gambar Jihad dan Mati Syahid Visual
Dialog / Keterangan
Type of Shot
Pria bergamis hitam, Zabir dan Husni duduk di sebuah pelataran. Pria bergamis hitam memegang al-Qur‟an, Full Shot: Gambaran menyampaikan surat atobjek secara penuh, Taubah/9: 111, yang dari kepala hingga berisi tentang jual-beli kaki. dengan Allah. Gambar 5.1 Zabir dan Husni mendengarkan apa yang disampaikan pria bergamis itu.
Gambar 5.2
Pri bergamis hitam dan
Medium Shot:
dua orang anggota
Gambar diambil
Jamaah Islamiyah
setengah badan dari
lainnya sedang duduk
jarak yang agak
dan berkumpul di
jauh, namun objek
sebuah ruangan.
tetap terlihat jelas
60
Pria bergamis hitam
beserta latar
yang berada di tengah
belakangnya.
berkata,“Siapa yang mau melakukan jualbeli dengan Allah? Siapa yang mau syahid di jalan Allah? Mensurgakan keluarga?” Pria bersorban merah menunjukan jarinya ke Gambar 5.3
arah depan dan berkata, “Surga tanpa hisab. Syafaat untuk ibuibumu.”
Gambar 5.4
Zabir berpakaian hitam,
Medium Close
mengenakan sorban
Up:Gambar yang
dan peci berdiri di
diambil dari atas
depan bendera hitam. Ia
kepala sampai dada
menyampaikan pesan
objek, guna
terakhir untuk ibunya
menampilkan profile
ke arah kamera.
objek.
61
a) Makna Denotasi Pada gambar 5.1, tampak pria bergamis hitam, Zabir dan Husni duduk di sebuah pelataran yang dikelilingi oleh pagar. Pria bergamis hitam terlihat memegang sebuah al-Qur‟an di tangan kirinya. Ia menyampaikan tentang persoalan jual-beli orang mukmin dengan Allah. Jihad dan mati syahid di jalan Allah dan surga sebagai balasannya, yang merupakan penggalan surat AtTaubah/9: 111 yakni, “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” Zabir dan Husni hanya mendengarkan apa yang pria bergamis hitam itu sampaikan. Adegan tersebut disambung dengan adegan di mana kelompok Jamaah Islamiyah sedang berkumpul di sebuah ruangan, kondisinya cukup gelap dengan membawa sejumlah senjata, dan berlatar sebuah bendera hitam. Bendera tersebut berlafazkan bahasa arab dengan dua belah pedang bersilangan di bawahnya, seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.2 dan 5.3. Para anggota Jamaah Islamiyah mengenakan sorban dan gamis hitam duduk di barisan depan. Sementara terlihat kepala seseorang mengenakan peci merah marun dengan dua garis melintang, sama seperti peci yang Zabir kenakan pada gambar 5.1 dan 5.4, juga berada pada ruangan tersebut. Pria bergamis hitam yang berada di tengah menanyakan kepada yang lain, “Siapa yang mau melakukan jual-beli dengan
62
Allah? Siapa yang mau syahid di jalan Allah? Mensurgakan keluarga?” Seorang anggota Jamaah Islamiyah lainnya, yang berada di sebelah kiri dan bersorban merah, menunjukan jarinya ke arah depan dan berkata, “Surga tanpa hisab. Syafaat untuk ibu-ibumu.” Selanjutnya pada gambar 5.4, kita melihat Zabir yang berpakaian hitam, mengenakan surban dan peci di kepalanya. Ia berdiri di depan bendera berlafaz kalimat dua syahadat dengan yakin, menyampaikan pesan terakhirnya ke arah kamera. “Assalamu „alaikum Warahmatullahi Wabarakatu. Bu, Zabir pamit. Zabir akan pergi jihad fi sabilillah. Insya Allah nanti kita akan bertemu di surga. Syahidnya Zabir, Insya Allah menjadi saksi surganya ibu.” b) Makna Konotasi Adegan pada gambar 5.1, tampak Zabir, Husni dan pria bergamis hitam duduk di sebuah pelataran terbuka meski terlihat pagar di sekelilingnya. Pelataran semacam itu bisa ditemukan pada pelataran sebuah masjid atau mushala, yang memang terbuka dan memungkinan orang untuk duduk dan berdialog soal agama. Gambar 5.1 juga menunjukkan bahwa ketika pria bergamis menyampaikan surat at-Taubah/9: 111 kepada Zabir dan Husni, itu lebih dari sekedar cara Jamaah Islamiyah mendoktrin Zabir dan Husni tetapi seperti sebuah transaksi. Layaknya dalam proses transaksi pada umumnya, terdapat seorang penjual dan pembeli. Jamaah Islamiyah, yang diwakilkan oleh pria bergamis hitam, posisinya sebagai penjual yang sedang menjajakan dagangannya kepada calon pembelinya, Zabir dan Husni. Namun di sini posisinya, Jamaah Islamiyah menjual sesuatu yang bukan miliknya, tetapi milik Allah. Janji akan surga ini lah yang coba ditawarkan oleh Jamaah Islamiyah terhadap Zabir dan Husni. Ketika seseorang (pembeli)
63
ditawari sesuatu yang menarik dan menggiurkan, serta itu berasal dari pihak yang sangat terpercaya maka ia akan sulit untuk menolak tawaran tersebut. Itu lah yang dialami Zabir dan Husni pada saat itu, mereka seperti tak punya pilihan selain membeli atau melakukan transaksi itu. Sejak awal Jamaah Islamiyah memang tak hanya ingin membuat Zabir bergabung dengan mereka tetapi menjadikannya sebagai pelaku bom bunuh diri (penganten). Itu terlihat pada gambar 5.2 dan 5.3, anggota kelompok Jamaah Islamiyah bertanya, siapa di antara mereka yang ingin melakukan jual-beli dengan Allah, berjihad dan syahid di jalan Allah. Salah satu anggota Jamaah Islamiyah, bersorban merah, tatapannya dan tangan kirinya seolah mengarah ke Zabir, yang ditampilkan hanya bagian belakang kepalanya yang mengenaan peci merah marun.. Dia mencoba membuat Zabir bersedia melakukannya dengan kata-kata “syafaat untuk ibu-ibumu”. Dari proses screening, mereka (anggota Jamaah Islamiyah) sudah mengetahui bahwa segala sesuatu yang menyangkut dengan „ibu‟ merupakan hal yang sangat sensitif dan personal bagi Zabir. Ruangan tempat anggota Jamaah Islamiyah berkumpul, pada gambar 5.2 dan 5.3, terlihat kurang adanya pencahayaan yang cukup, seperti sebuah ruangan tertutup dan tersembunyi dari lingkungan luar. Sejumlah senjata yang dibawa oleh anggota Jamaah Islamiyah di ruangan tersebut menandakan bahwa mereka sudah siap berperang. Bendera yang berada pada ruangan itu dan yang ada pada saat Zabir menyampaikan pesan terakhirnya ke arah kamera, berlafazkan dua kalimat syahadat dengan dua belah pedang saling besilangan itu seakan memberi arti bahwa apa yang dilakukan Zabir dan Jamaah Islamiyah, melakukan bom bunuh diri, merupakan suatu tindakan membela agama Islam.
64
Bendera hitam berlafadzkan dua kalimat syahadat dan dua belah pedang bersilangan, yang terdapat pada gambar 5.2, 5.3, dan 5.4 terlihat seperti bendera Hizbut Tahrir dan ISIS yang sama-sama berlatar belakang warna hitam. Namun pada bendera ISIS terdapat perbedaan pada bentuk tulisan dan adanya lingkaran putih pada bagian bawahnya. Pada bagian atas bendera ISIS terdapat tulisan “la ilaha illa Allah” yang merupakan bagian dari kalimat syahadat, yaitu “tiada Tuhan selain Allah”. Pada bagian bawah bendera ISIS terdapat tulisan “Allah”, “Rasul”, dan “Muhammad” dengan latar belakang putih melingkar. Tanda lingakaran putih dan tulisan tersebut merupakan stempel yang sering digunakan Rasulullah SAW dalam surat menyurat.82 Berikut gambar-gambar bendera dari Jamaah Islamiyah, ISIS, Laskar Mujahidin dan Hizbut Tahrir serta bendera kelompok radikal lainnya:
82
Jamaah Islamiyah
ISIS
Laskar Mujahidin
Hizbut Tahrir
“Simbol Islam, Bendera ISIS, dan Penyikapan Kita”, diakses pada 29 Juni 2016 dari http://www.dakwatuna.com/2014/08/02/55235/simbol-islam-bendera-isis-dan-penyikapankita/#axzz4Cy3vP7ju
65
Negara Islam Indonesia
Laskar Jihad
Gambar 6 Bendera-Bendera Kelompok Radikal
Bendera Hizbut Tahrir, Laskar Mujahidin (Majelis Mujahidin Indonesia) dan Jamaah Islamiyah memiliki kesamaan, yaitu tulisan “la ilaha illa Allah, Muhammad Rasulullah” dan berlatar warna hitam. Hal tersebut merupakan ciri khas dari bendera Islam yang dibawa ketika berperang atau rayah (panji peperangan). Rayah berukuran lebih kecil dari bendera negara dan menjadi sebuah tanda bahwa yang memegangnya adalah pemimpin perang. Rayah diberikan oleh khalifah atau wakilnya kepada pemimpin perang pasukan Islam. 83 Yang menjadi perbedaan dari bendera Jamaah Islamiyah dengan Laskar Mujahidin dan Hizbut Tahrir adalah adanya gambar dua belah pedang yang saling bersilangan di bawah tulisan “la ilaha illa Allah, Muhammad Rasulullah”. Pedang tersebut bisa bermakna bahwa kedua pedang itu diibaratkan sebagai penyanggah kalimat-kalimat Allah. Pada bendera Laskar Mujahidin memang terdapat sebuah pedang, namun pedang tersebut tampak seperti sebuah “golok”. Penggunaan gambar sebuah golok ini seperti ingin menyesuaikan dengan budaya di Indonesia.
83
“Ar-Rayah dan Al-Liwa”, diakses pada 29 Juni 2016 dari http:ibnufatih.wordpress.com/ khilafah/ar-rayah-dan-al-liwa/
66
Sedangkan pada bendera Hizbut Tahrir tidak terdapat gambar pedang. Jika kita melihat berbagai macam bendera kelompok radikal pada gambar 6, mereka selalu menggunakan sesuatu yang identik atau menjadi ciri khas dari Islam, seperti gambar bulan sabit dan bintang pada bendera NII, kalimat syahadat “la ilaha illa Allah, Muhammad Rasulullah” pada bendera Jamaah Islamiyah, Hizbut Tahrir, Laskar Mujahidin, dan Laskar Jihad serta penggunaan stempel “Allah”, “Rasul”, “Muhammad” yang dulu biasa digunakan Rasulullah SAW pada bendera ISIS. Termasuk juga penggunaan warna hijau pada bendera Laskar Jihad yang menjadi warna tradisional dari Islam. 84 Laskar Mujahidin merupakan sebuah milisi dari kelompok Majelis Mujahidin Indonesia yang bertujuan untuk mendirikan kekhalifahan Islam di Indonesia. 85 Laskar Jihad juga merupakan sebuah milisi (tentara untuk jihad) dari kelompok FKAWJ (Forum Komunikasi Ahli Sunnah Wal-Jamaah), yang mengirim anggotanya berperang melawan kalangan Kristen di Ambon. 86 Dan Hizbut Tahrir adalah kelompok fundamentalis radikal yang bertujuan untuk menerapkan syariat Islam dan mendirikan khilafah Islam di Indonesia melalui pendidikan sebagai media perjuangannya.87 c) Makna Mitos Jamaah Islamiyah meyakini bahwa misinya melakukan bom bunuh diri merupakan bentuk jihad mereka di jalan Allah dan kematian mereka akan mendapatkan surganya Allah. Mereka menganggap bahwa apa yang mereka
84
“Keistimewaan Warna Hijau”, diakses pada 30 Juni 2016 dari http://masih-tidaknyata. blogspot.co.id/2012/12/12-keistimewaan-warna-hijau.html 85 Endang Turmudi dan Riza Sihbudi, ed., Islam dan Radikalisme di Indonesia, (Jakarta: LIPI Press, 2005), h.129 86 Endang Turmudi dan Riza Sihbudi, ed., Islam dan Radikalisme di Indonesia, h.121 87 Endang Turmudi dan Riza Sihbudi, ed., Islam dan Radikalisme di Indonesia, h.122-123
67
lakukan itu adalah demi menegakkan dan memuliakan agama Islam. Tetapi dilihat dari motivasi atau niat pelakunya, seperti yang dicontohkan oleh Zabir, memperlihatkan bahwa adanya rasa keputusasaan dalam hidupnya dikarenakan adanya kegagalan terhadap suatu urusan, di mana Zabir merasa gagal membahagiakan serta membanggakan ibunya. Pelaku teror dan radikalisme itu, mereka adalah orang-orang yang berani mati tapi tidak siap untuk hidup. 88 Kebanyakan dari mereka yang menjadi pelaku bom bunuh diri itu adalah orangorang yang memiliki latar belakang yang sama seperti Zabir sehingga niat mereka melakukan aksi itu tidak didasari agama melainkan hanya menjadikan agama sebagai pembenaran atas aksinya. Jihad yang didasari oleh keputusasaan akan hidup, tidak bisa dikatakan sebagai jihad dan matinya itu tidak menjadi syahid tetapi mati yang sia-sia. Selain atas dasar keputusasaan hidup, jihad yang berdasar pada kebencian atau amarah terhadap suatu kaum tidaklah dibenarkan. Rasulullah pernah bersabda:
ٌصبِيَّ ٍة فَ َماتَ فَ ِم ْيحَحُهُ َجا ِهلِيَّة َ ضبُ لِ َع َ صبِيَّ ٍة َو يَ ْغ َ َو َم ْن قَاج ََل جَحْ ثَ َرايَ ٍة ُع ِّميَّ ٍة يُقَاجِ ُل لِ َع “Barangsiapa berperang di bawah panji yang tidak jelas, berperang karena fanatisme dan marah karena fanatisme (golongan), lalu dia mati, maka mati dalam kondisi jahiliyah.” (HR. Muslim) Penafsiran secara rigid dan tekstual oleh Jamaah Islamiyah terhadap surat at-Taubah/9: 111, penampakan senjata api sementara mereka semua mengenakan pakaian muslim serta bendera hitam berlafadz dua kalimat syahadat dan dua belah pedang yang bersilangan, itu menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang keras, dan intoleran. Anggapan bahwa Islam itu ditegakkan dengan cara berperang dengan mengacungkan pedang menjadi sulit dihilangkan. “Jihad” sering 88
Wawancara Pribadi dengan Khelmy K. Pribadi, Jakarta, 18 April 2016.
68
diidentikan oleh non-muslim maupun muslim, dengan “perang suci”; perang melawan orang kafir dan memaksanya untuk memeluk Islam. 89 Menurut Ibnu Taimiyah, orang kafir tidak boleh dibunuh hanya karena mereka tidak memeluk Islam sebab tindakan tersebut merupakan pemaksaan agama. 90 Dan itu jelas bertentangan dengan al-Qur‟an surat al-Baqarah/2: 256 bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Kelompok-kelompok radikal seperti NII dan Jamah Islamiyah itu menggunakan cara kekerasan atas nama jihad untuk mencapai tujuan mereka sendiri. Dan gerakan semacam itu merupakan deviasi atas norma-norma umum yang diwariskan Islam maupun yang menjadi tradisi di dalam batang tubuh umat muslim. 91 Sehinga anggapan bahwa radikalisme jihad merupakan fenomena umum dalam umat muslim secara keseluruhan adalah salah. Berdasarkan hasil analisa yang didapatkan dari penelitian ini, terdapat beberapa hal yang menjadi ciri dari radikalisme agama adalah menggunakan cara kekerasan dalam memperjuangkan nilai-nilai yang diyakininya serta tak segan menyerukan perang terhadap kelompok yang berbeda paham dengan mereka bahkan
membunuhnya.
Sementara
fundamentalisme
agama
memiliki
kecenderungan menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an secara tekstual dan memonopoli kebenaran atas tafsir tersebut. Dan tak jarang fundamentalisme agama berujung pada tindakan-tindakan yang radikal.
89
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, h.128 Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, h.159 91 Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam, h.142 90
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah menganalisis hasil temuan data yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dalam bab ini penulis akan menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Makna denotasi yang ditemukan pada gambar-gambar yang diteliti dalam film Mata Tertutup ialah seorang pria bergamis hitam menawarkan buku dagangannya, para remaja sedang membuka penutup mata, gambar seorang pria yang sedang menjelaskan tentang surat al-Balad/90:10 di papan tulis, seorang pria bergamis hitam berbicara kepada Zabir dan Husni di sebelah angkot berwarna merah, seorang pria bergamis hitam menyampaikan surat atTaubah/9:111 di sebuah pelataran bersama Zabir dan Husni, dan tiga orang pria bersorban berkumpul di sebuah ruangan dengan membawa senjata, serta Zabir mengenakan sorban dan menyampaikan pesan untuk ibunya di depan sebuah bendera hitam.
2.
Makna konotasi yang ditemukan pada gambar-gambar yang diteliti dalam film Mata Tertutup menunjukan bagaimana metode screening yang kelompok radikal lakukan ketika akan merekrut anggotanya, kecenderungan kelompok radikal dan
fundamental untuk
menafsirkannya
secara
mengutip
tekstual/literalis
ayat-ayat
dalam
setiap
al-Qur’an dan perkataannya,
menanamkan kebencian terhadap kelompok lain atau pemerintah dan melabelkan mereka kafir (takfir) serta menyerukan perang kepada kelompok di luar mereka.
69
70
3.
Makna mitos yang ditemukan pada gambar-gambar yang diteliti dalam film Mata Tertutup adalah bahwa kaum remaja dan kalangan masyarakat dengan tingkat
ekonomi rendah serta kurang berpendidikan sangat
rentan
teradikalisasi. Meskipun pada kenyataannya, kalangan masyarakat kelas atas pun beresiko menjadi target radikalisasi karena mempunyai tingkat pengaruh yang lebih besar di masyarakat luas. Mitos lainnya adalah munculnya pandagan bahwa islam seolah-olah agama yang mengajarkan kekerasan dengan berperang atas nama jihad di jalan Allah. Sehingga pada akhirnya makna jihad tereduksi menjadi kekerasan atas nama agama, yang bukan makna sebenarnya. B. Saran Saran yang ingin disampaikan penulis mengenai film ini adalah: 1. Saat menonton sebuah film dibutuhkan sikap kritis untuk tidak hanya menerima cerita yang disuguhkan dengan apa adanya. Penonton harus lebih aktif dalam menggali pesan-pesan yang tersirat dalam sebuah cerita di film. Sehingga penonton tidak hanya menjadi korban cerita tapi aktif memahami pesan komunikatif dari film tersebut. 2. Masyarakat harus semakin cerdas dengan mengetahui berbagai macam aliran atau paham keagamaan yang ada, mulai dari lambang atau benderanya hingga isi ajarannya agar masyarakat tidak terjerumus ke dalam kelompok radikal. Masyarakat diharapkan tidak mudah terpancing oleh aliran-aliran yang menyimpang dan jangan terlalu mudah menerima pandangan yang dibawa oleh suatu aliran Islam. Masyarakat harus terbuka dangan segala perbedaan yang ada sehingga tidak mudah diadu domba satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Bandung: Simbiosa Rekatma Media, 2004. Arifin, Syamsul, Ideologi dan Praktis Gerakan Sosial Kaum Fundamental: Pengalaman Hizb al-Tahrir Indonesia, Malang: UMM Press, 2005. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2010. Azra, Azyumardi, Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga Post-Modernisme, Jakarta: Paramadina, 1996. Barsam, Richard M., Looking at Movies: An Introduction to Film, New York: W. W. Norton & Company, 2006. Barthes, Roland, Mythologies, New York: The Noonday Press, 1991. Barthes, Roland, Petualangan Semiologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007. Berger, Arthur Asa, Media Analysis Techniques Second Edition, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 2000. Bungin, M. Burhan, Penelitian Kualitatif, Jakarta: Kencana, 2008. Chaidar, Al, Sepak Terjang KW9 Abu Toto Menyelewengkan NKA-NII Pasca S.M. Kartosoewirjo, Jakarta: Madani Press, 2000. Cousins, Mark, The Story of Film – A Worldwide History, New York: Pavilion Books, 2004. Danesi, Marcel, Pesan, Tanda, Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi, Yogyakarta: Jalasutra, 2011. Effendy, Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003. Fox, Jo, Film Propaganda in Britain and Nazi Germany, New York: Berg – Oxford International Publishers, 2007. Hasani, Ismail, Dari Radikalisme Menuju Terorisme, Jakarta: Setara Institute, 2012. Imarah, Muhammad, Fundamentalisme dalam Perspektif Pemikiran Barat dan Islam, Jakarta: Gema Insani, 1999.
71
72
Mahendra, Yusril Ihza, Modernisme dan Fundamentalisme Dalam Politik Islam, Jakarta: Paramadina, 1999. Metz, Christian, Film Language: A Semiotics of The Cinema, New York: Oxford University Press, 1974. Pratista, Hirmawan, Memahami Film, Jakarta: Homerian Pustaka, 2008. Pribadi, Khelmy, Membuka Mata Tertutup, Maarif Institute, 2012. Rais, M. Amien, Cakrawala Islam: Antara Cita-cita dan Fakta, Bandung: Mizan, 1999. Sirry, Mun‟im A., Membendung Militansi Agama: Iman dan Politik dalam Masyarakat Modern, Jakarta: Erlangga, 2003. Sobur, Alex, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002. Sobur, Alex, Semiotika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006. Strauus, Anselm dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Suhelmi, Ahmad, Polemik Negara Islam, Jakarta: Penerbit Teraju, 2002. Turmudi, Endang dan Riza Sihbudi, ed. Islam dan Radikalisme di Indonesia, Jakarta: LIPI Press, 2005. Van Dijk, Cornelius, Rebellion Under the Banner of Islam: The Darul Islam in Indonesia, dalam Saifuddin, Jurnal Analisis, Vol. XI, no.1, (Juni 2011). Yunanto, S., Gerakan Militansi Islam di Indonesia dan di Asia Tenggara, Jakarta: The Ridep Institute, 2003.
Sumber Lain Anshori, A. Yani, “Wacana Siyasah Sya‟iyyah di Indonesia: Belajar Lebih Bijak”. Makalah pada Seminar Nasional “Politik Hukum Islam di Indonesia”, (Yogyakarta: Jurusan Siyasah – UIN Sunan Kalijaga, 2006). Chandler, Daniel, Semiotics for Beginners (Online Version of Semiotics: The Basics), Aberystwyth University [URL http://visualmemory.co.uk/daniel/Documents/S4B/], 1994.
73
Dewi, Alia Prima, “Fenomena NII (Negara Islam Indonesia) di Kalangan Mahasiswa: Studi Kasus di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2007. Ghazali, M. Fikri, “Analisis Semiotik Film 3 Doa 3 Cinta”, Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010. Hasan, Noorhadi, “Transnational Islam Within the Boundary of National Politics: Middle Eastern atwas on Jihad in the Moluccas”, Makalah dipresentasikan pada “The Conference Fatwas and Dissemination of Religious Authority in Indonesia” yang dilaksanakan oleh International Institute for Asia Studies (IIAS), Leiden, 31 Oktober 2002. Kasdi, Abdurrahman, “Fundamentalisme Islam Timur Tengah: Akar Teologi, Kritik Wacana, dan Politisasi Agama”, Tashwirul Afkar, no 13 (2002). Khariri, Akhmad Haris, “Gerakan Fundamentalisme di Perguruan Tinggi Islam (Studi: Pola Gerakan dan Strategi Kaderisasi Hizbut Tahrir Indonesia di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)”, Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2014. Marthin, Julius, “Perancangan Visualisasi Kampanye Sosial Dalam Mencegah Radikalisme Gagasan di Kalangan Mahasiswa”, Skripsi S1 Fakultas Seni dan Desain, Universitas Multimedia Nusantara, 2014. Murdiati, Sita Marwani, “Representasi Simol Keislaman Film Mata Tertutup Karya Garin Nugroho”, Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2014. Ratnasari, Dwi, “Fundamentalisme Islam”, Komunika Vol.4, no.1 (2010) Rokhmad, Abu, “Radikalisma Islam dan Upaya Deradikalisasi Paham Radikal”, Walisongo Vol.20, no.1 (2012) Saifuddin, “Radikalisme Islam Di Kalangan Mahasiswa: Sebuah Metamorfosa Baru”, Analisis Vol. XI, no. 1 (Juni 2011). Susanto, Edi, “Kemungkinan Munculnya Paham Islam Radikal di Pondok Pesantren”, Tadris Vol. 2, no. 1 (2007). UU Perfilman No. 33 Tahun 2009, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 1 Wawancara Pribadi dengan Khelmy K. Pribadi, Jakarta, 18 April 2016. Wempi, J.A., “Semiotika Sinema Dikursif”, Research Centre Department the London School of Public Relations, 2012.
74
“Ar-Rayah dan Al-Liwa”, diakses pada 29 Juni 2016 https://ibnufatih.wordpress.com/khilafah/ar-rayah-dan-al-riwa/
dari
“Artis Menjadi Sasaran Aliran Radikal,” diakses pada 23 April 2016 dari http://www.muslimedianews.com/2015/06/artis-menjadi-sasaran-aliranradikal.html “Bahaya
Laten Gerakan NII,” diakses pada 20 Oktober 2014 dari http://kampus.okezone.com/read/2011/05/06/367/454011/bahaya-latengerakan-nii4
“Controversial Film „Mata Tertutup‟ Leaves Eyes Wide Open on Radicalism,” diakses pada 20 Oktober 2014 dari http://www.thejakartaglobe.com/ lifeandtimes/controversial-film-mata-tertutup-leaves-eyes-wide-openon-radicalism/527090 “Film Mata Tertutup Mulai Beredar Besok,” diakses pada 22 Oktober 2014 dari http://oase.kompas.com/read/2012/03/14/14495949/Film.Mata.Tertutup .Mulai.Beredar.Besok Keistimewaan Warna Hijau,” diakses pada 30 Juni 2016 dari http://masihtidaknyata.blohspot.co.id/2012/12/1-keistimewaan-warna-hijau.html “Kisah Perekrutan NII dalam Mata Tertutup,” diakses pada 3 Juni 2015 dari http://mediapublica.co/2013/04/06/kisah-perekrutan-nii-dalam-matatertutup/ “Maarif Institute,” diakses pada 3 Juni 2015 dari http://maarifinstitute.org “Mata Tertutup Diputar Di Untirta,” diakses pada 15 Maret 2016 dari http://maarifinstitute.org/id/berita/berita-media/214/mata-tertutupdiputar-di-untirta#.VuePueZDSuI “Mata Tertutup, Film Antiradikalisme Ala Garin Nugroho,” diakses pad 22 Oktober 2014 dari http://www.muvila.com/read/mata-tertutup-filmantiradikalisme-ala-garin-nugroho/page/0/1 “Mata Tertutup Film Terunggul pada AFI 2012,” diakses pada 22 Oktober 2014 dari http://filmindonesia.or.id/article/mata-tertutup-film-terunggulpada-afi-2012#.UgyFTdJHI9U “Mata Tertutup Screening Suffers Glitches,” diakses pada 5 Juni 2015 dari http://www.thejakartapost.com/news/012/03/16/mata-tertutupscreening-suffers-glitches.html
75
“Menko Polhukam: NII Sangat Sistematis, Perlu Peran Aktif Masyarakat,” diakses pada 20 Oktober 2014 dari http://news.detik.com/read/ 2011/05/02/215726/1630839/10/menko-polhukam-nii-sangatsistematis-perlu-peran-aktif-masyarakat “MUI Jateng Akan Koordinasi PT Antisipasi Rekrutmen NII,” diakses pada 20 Oktober 2014 dari http://www.antaranews.com/berita/256529/muijateng-akan-koordinasi-pt-antisipasi-rekrutmen-nii “NII Crisis Center: Kelompok Radikal Bidik Buruh,” diakses pada 23 April 2016 dari http://niicrisiscenter.com/2016/03/10/nii-crisis-center-kelompokradikal-bidik-buruh/ “Orang Kafir Tidak Boleh Dibunuh,” diakses pada 23 April 2016 dari https://konsultasisyariah.com/8706-wajibnya-memerangi-setiap-orangkafir.html “Sembilan Hari Garin Nugroho Untuk „Mata Tertutup‟,” diakses pada 5 Juni 2015 dari http://www.investor.co.id/home/sembilan-hari-garin-nugrohountuk-mata-tertutup/23164 “Sejarah Gerakan Teritorial NII KW 9,” diakses pada 29 Juni 2016 dari http://sejarahyusufbagus.blogspot.co.id/2011/05/sejarah-gerakanterritorial-nii-kw-9.html “Simbol Islam, Bendera ISIS, dan Penyikapan Kita,” diakses pada 29 Juni 2016 dari http://www.dakwatuna.com/014/08/02/552235/simbol-islambendera-isis-dan-penyikapan-kita/#axzz4Cy3P7ju
LAMPIRAN
76
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
1.
Dari mana munculnya ide atau gagasan membuat film Mata Tertutup?
2.
Mengapa menjatuhkan pilihan untuk bekerja sama dengan pihak SET Film dan memilih Garin Nugroho sebagai sutradara?
3.
Apakah Maarif Institute telah mengadakan riset terlebih dahulu sebelum mengadakan kerja sama dengan SET Film atau setelahnya?
4.
Dimanakah lokasi yang dipakai dalam film Mata Tertutup?
5.
Kenapa memilih untuk memakai pemain teater dan hanya Jajang C. Noer satu-satunya yang memiliki nama besar?
6.
Selain diputar di bioskop-bioskop, mengapa film Mata Tertutup juga berkeliling dan ditayangkan di kampus dan sekolah-sekolah?
7.
Apa film Mata Terttutup hanya ditargetkan kepada remaja saja, atau bisa ditujukan kepada keluarga khususnya orang tua?
8.
Menurut Mas Khelmy, apa yang seharusnya dilakukan oleh keluarga, remaja, dan pemerintah dalam menghadapi paham atau kelompok radikalisme dan fundamentalisme agama?
9.
Dalam
film Mata
Tertutup, Rima
merupakan orang
yang cukup
berpendidikan, ia banyak membaca buku. Sementara Zabir bisa dibilang orang yang mengerti agama karena merupakan anak pesantren. Bagaimana mungkin mereka bisa terjerumus pada radikalisme dan fundamentalisme agama? 10. Bagaimana tanggapan Mas Khelmy tentang radikalisme dan fundamentalisme di Indonesia sekarang ini, apakah gerakan tersebut masih cukup marak atau jumlahnya telah berkurang?
HASIL WAWANCARA PENELITIAN Nama
: Khelmy K. Pribadi
Jabatan
: Produser Film Mata Tertutup
Tempat Wawancara
: Maarif Institute
Tanggal Wawancara : 19 April 2016
1.
Dari mana munculnya ide atau gagasan membuat film Mata Tertutup? Ya, jadi waktu itu tahun 2011 kami memang sedang punya program untuk promosi tentang pluralisme atau kemajemukan dan sekaligus juga kampanye tentang counter-radicalism. Nah, kemudian program ini memang target utamanya itu adalah anak muda, ya mahasiswa, pelajar SMA, kira-kira gitu. Kenapa kita mengambil anak muda? Pertama karena dari sisi usia masih muda, pemikiran masih labil, kemudian sangat dekat dengan media sosial, media online dan itu informasi tentang radikalisme, intoleransi itu begitu cepat. Dan karena dari banyak penelitian lembaga-lembaga jejaring kita, itu anak muda menjadi salah satu target utama dari radikalisme atau fundamentalisme. Nah, kita ingin masuk ke sana. Salah satu contoh kasusnya adalah peristiwa bom JW Mariot itu dilakukan oleh anak SMA, namanya Dani Permana, kalau tidak keliru, dari Bogor dan anak itu menjadi suicide bomber (pelaku bom bunuh diri). Dia itu usianya masih sangat muda, kurang lebih 17 tahun, baru lulus SMA. Yang berarti proses radikalisasi itu terjadi saat masa sekolahya di SMA. Selain konteksnya adalah terorisme, kami juga menemukan hal yang sama pada konteks radikalisasi di NII. Makanya kenapa kemudian film Mata Tertutup kasusnya
adalah NII dan JI (Jamaah Islamiyah). Karena kita melihat dua karakter gerakan ini, itu sama mempunyai target sasaran anak muda. Makanya kita harus juga ke situ. Maarif Institute mencoba untuk melakukan counterradicalism melalui media, dengan cara yang sesuai dengan target. Ya itu caranya adalah dengan film. Karena kami ingin agar konten ini bisa masuk kepada anak muda dan tidak membosankan. Jadi sebenarnya idenya di situ. Bagaimana kita menciptakan media kampanye counter-radicalism, pluralism, yang ditujukan untuk anak muda.
2.
Mengapa menjatuhkan pilihan untuk bekerja sama dengan SET Film dan memilih Garin Nugroho sebagai sutradara? Kita tahu, sejauh ini Garin Nugroho adalah sutradara yang mungkin dulu dikenal banyak memproduksi film-film art, film nyeni. Kami melihat Garin adalah sutradara yang punya visi selain juga karena ini adalah project dengan budget yang minim, kita harus menemukan sutradara yang bisa fleksibel terhadap budget. Selain alasan budget, alasan visi juga. Jadi kami mencoba menemukan sutradara yang punya visi, jadi film tidak saja sekedar film tetapi film itu bisa membuat suatu gerakan, yang menggerakan penontonnya atau komunitas. Kita memilih dia (Garin Nugroho) karena mempunyai kesamaan visi soal kemajemukan, anti-diskriminasi, anti-kekerasan, dan lain-lain. Dan kebetulan sejak saat kerja sama itu hingga sekarang Garin terlibat aktif untuk Maarif Institute.
3.
Apakah Maarif Institute telah melakukan riset terlebih dahulu sebelum terjalin kerja sama dengan SET Film atau setelahnya? Beberapa data yang dipakai sebagai data awal itu banyak menggunakan riset-riset dari jaringan kami (Maarif). Ketika kita duduk bareng, kita adakan workshop, dengan Garin beserta timnya, beberapa expert tentang NII dan JI. Setelah itu, tim SET Film kemudian melakukan riset lagi. Riset itu bukan pada konteks riset akademi tapi riset pendalaman untuk dramatisasi, jadi untuk pengembangan karakter di film. Tim SET Film juga menemui mantanmantan NII, mantan-mantan aktivis JI, korban bom, untuk mencari informasi dari A sampai Z tapi lebih kepada pengalaman personal yang ingin digali. Kalu sebelumnya kan bersifat akademis, untuk keperluan mapping, kalau ini lebih kepada pengembangan karakter untuk keperluan film.
4.
Dimanakah lokasi yang dipakai dalam film Mata Tertutup? Lokasi produksi film ini di Jogja, dengan aktor Jogja. Seluruh produksinya di Jogja.
5.
Kenapa memilih untuk memakai pemain teater dan hanya Jajang C. Noer satu-satunya yang memiliki nama besar? Karena budget juga. Tapi Mba Jajang mengakui dari sisi akting,
ia
merasa seperti berhadapan dengan aktor professional. Karena memang Garin ini punya stok jaringan pemain teater yang cukup besar, cukup luas. Jadi dia sudah bisa menemukan, “oh oke karakter ini bagusnya dia, karakter ini bagusnya dia”. Itulah kelebihan Garin, ya meskipun tetap melalui jalur casting.
6.
Selain diputar di bioskop, mengapa film Mata Tertutup juga berkeliling dan ditayangkan di kampus dan sekolah-sekolah? Justru target kami yang sebenarnya itu di sekolah-sekolah dan kampuskampus, jadi bioskop itu bukan menjadi target utama. Di bioskop itu lebih kepada gimmick bahwa ada produksi film, itu yang menopang promosi ke sekolah-sekolah. Target kita adalah diputar ke sekolah-sekolah, kampuskampus. Film ini memang medium kampanye, daripada kita berbuih-buih berbicara di dalam seminar lebih baik kita putar film sehabis itu kita diskusikan bersama.
7.
Apakah film ini hanya ditargetkan kepada remaja saja, atau bisa ditujukan kepada keluarga khususnya orang tua? Ya, untuk keluarga ini sangat penting karena ada salah satu contoh misalnya di dalam film ini cerita tentang seorang Ibu. Bagaimana ibu yang mencari anaknya. Jadi memang sebenarnya target secara tidak langsungnya juga ke keluarga. Karena film ini memberikan refleksi bagi dari kita tentang penting keluarga. Keluarga sebagai unit terkecil, yang mana keluarga itu menyediakan ruang-ruang untuk bercerita, curhat, ruang untuk berbagi, yang sangat intim dan intens. Karena beberapa yang kami temukan, keluarga itu kemudian tidak hadir ketika anak ini teradikalisasi. Kecuali keluarganya memang sudah radikal.
8.
Menurut Mas Khelmy, apa yang seharusnya dilakukan oleh keluarga, remaja, dan pemerintah dalam menghadapi paham atau kelompok radikalisme dan fundamentalisme agama? Sebenarnya adalah dengan memperluas cara berpikir, cara pandang makanya kenapa kampanye radikalisme kami duetkan dengan kampanye pluralisme. Karena dengan kita mengenal orang di luar komunitas (kelompok) kita yang memiliki perbedaan dengan kita entah agamanya entah rasnya, bahasanya. Itu akan membanyak, memperluas radius pergaulan kita, karena itu akan memungkinkan seseorang untuk mengenal dan menerima orang lain dalam lingkungan kita. Menerima perbedaan antara kita dan mereka. Itu akan memperkecil kemungkinan orang teradikalisasi. Kenapa saya mengatakan demikan? Orang yang punya pengalaman berbeda dengan orang lain, akan punya keingin untuk berempati dan bersimpati. Maka ide atau pikiran-pikran untuk melakukan kekerasan itu akan dengan sendirinya, bertarung di dalam dirinya. “Apa iya saya harus memukul dia? Apa alasannya?” Mengenal dan menerima orang lain itu akan mengurangi prejudice (prasangka), karena sering kali kekerasan itu terjadi karena prasangka-prasangka. Tidak terbuka, ada yang merasa lebih tinggi dari yang lain. Dan Buya Syafii sering menyatakan bahwa kita tidak bisa picik melihat orang lain. Karena bumi masih cukup luas untuk sedemikian orang termasuk yang berbeda dengan kita. Perilaku teror, menurut Buya, itu teologi maut. Pelaku teror dan radikalisme itu, mereka adalah orang-orang yang berani mati tapi tidak siap untuk hidup. Itu seperti yang digambarkan oleh karakter Zabir dan Husni.
Dalam konteks Zabir adalah bahwa pemerintah ini tidak pro orang miskin, membiarkan mobil pribadi banyak kemudian angkot tidak mendapat setoran. Ini pemerintahan yang thogut. Nah saya pikir, radikalisme akan membwa orang pada pikiran picik itu. Nah kalau pemerintah, Buya selalu menggaris bawahi soal keadilan. Ada banyak teori bahwa radikalisasi dan terorisme itu berangkat dari pemahaman yang keliru terhadap agama, ayatayat kitab (al-Qur’an), ada yang memahami itu sebagai analisis teologis. Tapi ada yang melihatnya sebagai analisis struktural, dimana terorisme dan radikalisme itu karena tak adanya keadilan. Kami berpikir pemerintah harus punya concern yang cukup besar untuk mewujudkan keadilan itu karena jelas-jelas ada dalam konstitusi kita. Buya banyak mengkritik tentang itu, beliau menyatakan sila kelima dalam pancasila kita itu sudah lama yatim piatu, sudah lama diabaikan. Jadi mungkin ada benarnya radikalisme karena ketidakadilan itu. Orang tidak punya akses kepada pendidikan, ekonomi, politik dan lain-lain. Ini juga jadi salah satu alasan. Tugas pemerintah adalah harus mewujudkan keadilan itu.
9.
Dalam
film Mata
Tertutup, Rima
merupakan orang
yang cukup
berpendidikan, ia banyak membaca buku. Sementara Zabir bisa dibilang orang yang mengerti agama karena merupakan anak pesantren. Bagaimana mungkin mereka bisa terjerumus pada radikalisme dan fundamentalisme agama? Rima dan Zabir ini sama-sama mengalami ketidakpuasan. Rima sangat kritis, dia menghapi bahwa keadilan dan kesetaraan yang dia temukan dalam
buku yang ia baca itu tidak ditemukan dalam praktik keseharian kita. Mereka melihat NII dan JI itu memberikan alternatif bagi apa yang mereka yakini sebagai sebuah kebenaran. Rima memahami bahwa bagaimana seharusnya negara berperan, tapi nyatanya tidak dilakukan. Ada ketidakpuasan di situ, dan dia berpikir bahwa NII akan menyediakan perangkat alternatif untuk mencapai apa yang ia yakini sebagai sesuatu yang ideal. Zabir memang paham agama. Tapi radikalisme itu tak harus untuk yang awam saja, yang paham agama pun juga. Kalo kita bicara terorisme dalam konteks global, pemimpin-pemimpinnya itu juga paham agama tapi dia menggunakan agama sebagai alat politik mereka. Tidak hanya sebagai keyakinan, tapi sebagai alat politik untuk menyampaikan eksistensinya.
10. Bagaimana tanggapan Mas Khelmy tentang radikalisme dan fundamentalisme di Indonesia sekarang ini, apakah gerakan tersebut masih cukup marak atau jumlahnya telah berkurang? Beberapa waktu yang lalu, Mas Ikhsan Ahli Fauzi menulis di sebuah kolom, dia menyebutkan bahwa radikalisme adalah one step before terrorism. Jadi radikal itu satu langkah untuk menjadi teroris. Kalo dari sisi bahasa radikal itu bagus, radix itu berpikir dari akarnya, mendasar. Tapi dalam konteks ini yang kita bicarakan, radikalisme adalah gerakan politik yang kemudian
menggunakan beberapa
perangkat-perangkat
politik
untuk
menekan. Kalo dari perspektif kami di Maarif, kami melihat saat ini ada dua bentuk: pertama adalah intoleransi dalam konteks beda agama, misalnya memaksa untuk menutup rumah peribatan umat agama yang lain. Selain itu
kami juga melihat, tren sektarian. Itu bukan beda agama tapi satu agama namun beda sekte. Misalnya sunni dan syiah, ahmadiyah dll. Sekarang itu juga menguat dan semakin marak. Dan itu adalah tantangan, tantangan demokrasi. Namun begitu, saya juga tidak setuju kalau misalnya kelompok FPI dibubarkan begitu saja, tanpa melalui persidangan. Ketika pengadilan menyatakan bahwa FPI bersalah atas tindakan anarkis anggotanya dan harus dibubarkan, maka saya setuju. Tetapi tidak bisa dan tidak boleh negara sekonyong-konyongnya dalam membubarkan suatu organisasi. Karena kalau negara begitu saja membubarkan, tanpa adanya satu vonis pengadilan yang sah, maka negara sudah mencederai demokrasinya sendiri. Banyak akademisi melihat, kelompok-kelompok seperti ini hadir karena bagian dari demokrasi. Bahkan organisasi yang menentang demokrasi pun diperbolehkan, seperti HTI. Dia kan ingin mendirikan khilafah. Tapi kita tidak bisa membubarkan mereka atas nama demokrasi. Harus melalui pengadilan, harus diadili dulu. Jangan kita kembali ke masa orde baru, memenjarakan orang tanpa ada vonis yang jelas.
Foto Bersama Produser Film Mata Tertutup , Khelmy K. Pribadi