RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 111/PUU-XIII/2015 Kekuasaan Negara terhadap Ketenagalistrikan I.
PARA PEMOHON 1. Adri ---------------------------------------------------------------------------- Pemohon I 2. Eko Sumantri ---------------------------------------------------------------- Pemohon II selanjutnya disebut Para Pemohon.
II.
OBJEK PERMOHONAN Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
III.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Para Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”; 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”; 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;”
1
IV.
KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PARA PARA PEMOHON -
Para Pemohon adalah Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja PT. PLN (Persero), sekaligus juga sebagai pelanggan listrik yang disediakan oleh PLN.
V.
NORMA-NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN A. NORMA MATERIIL -
Pasal 10 ayat (2) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi.
-
Pasal 11 ayat (1) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik
-
Pasal 16 ayat (1) Usaha jasa penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a meliputi: a. konsultansi dalam bidang instalasi penyediaan tenaga listrik; b. pembangunan dan pemasangan instalasi penyediaan tenaga listrik; c. pemeriksaan dan pengujian instalasi tenaga listrik; d. pengoperasian instalasi tenaga listrik; e. pemeliharaan instalasi tenaga listrik; f. penelitian dan pengembangan; g. pendidikan dan pelatihan; h. laboratorium pengujian peralatan dan pemanfaat tenaga listrik; i. sertifikasi peralatan dan pemanfaat tenaga listrik; j. sertifikasi kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan; atau k. usaha jasa lain yang secara langsung berkaitan dengan penyediaan tenaga listrik.
-
Pasal 33 ayat (1) Harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik ditetapkan berdasarkan prinsip usaha yang sehat. 2
-
Pasal 34 ayat (5) Tarif tenaga listrik untuk konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditetapkan secara berbeda di setiap daerah dalam suatu wilayah usaha.
-
Pasal 56 ayat (2) Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun, Pemerintah telah melakukan penataan dan penetapan izin usaha penyediaan tenaga listrik kepada badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada angka 1 sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 -
Pasal 1 ayat (3) “Negara Indonesia adalah negara hukum”
-
Pasal 18A ayat (2) “Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam
dan
sumber
daya
lainya
antara
pemerintah
pusat
dan
pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang” -
Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
-
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 ”Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”
-
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
-
Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” 3
-
Pasal 33 ayat (4) “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan
prinsip
kebersamaan,
efisiensi
berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” VI.
ALASAN PARA PEMOHON 1. Ketentuan
Undang-Undang
Nomor
30
Tahun
2009
tentang
Ketenagalistrikan telah membatasi kekuasaan negara dalam pemilikan perusahaan listrik. Listrik tidak lagi dikuasai dan dikelola oleh negara (dapat dikuasai oleh orang-perorang/swasta), hal ini bertentangan dengan pengertian ”listrik dikuasai negara”; 2. Pemberlakuan
Pasal
10
ayat
(2)
dan
Pasal
56
ayat
(2)
UU
Ketenagalistrikan membuat terbaginya usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, dan juga mengakibatkan PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara tidak lagi menjadi satu-satunya Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK); 3. Pasal 11 ayat (1) UU Ketenagalistrikan mengakibatkan badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik juga dapat melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum; 4. Berdasarkan Konsep Penguasaan Negara dalam hal cabang produksi yang yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, dalam hal ini PLN (Persero) sebagai BUMN harus diprioritaskan terlebih dahulu, dan dapat dilakukan oleh BUMD sepanjang PLN (Persero) sebagai BUMN harus tetap ada dalam setiap usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang dilakukan oleh BUMD; 5. Listrik sebagai public utilities diusahakan oleh pemerintah/negara guna menjalankan perekonomian nasional yang berbasis kemandirian dan efisiensi tidak terjewantahkan dalam Pasal 33 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (5) UU Ketenaegalistrikan; 6. Adanya Pasal 16 ayat (1) huruf d dan huruf e UU Ketenagalistrikan mengakibatkan anggota serikat pekerja yang dipimpin Pemohon menjadi terancam dan telah ada yang di non-job kan karena semakin banyak 4
dibentuknya perusahaan lain/vendor, walaupun status kepemilikannya dikuasai oleh PLN; VII. PETITUM 1.
Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian UndangUndang yang diajukan oleh Pemohon;
2.
Menyatakan ketentuan Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 56 ayat (2) UndangUndang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;
3.
Menyatakan ketentuan Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 56 ayat (2) UndangUndang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;
4.
Menyatakan ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan sepanjang frasa “badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik” bertentangan dengan Pasal 18A ayat (2) dan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;
5.
Menyatakan ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan sepanjang frasa “badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik” tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;
6.
Menyatakan ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan sepanjang frasa “badan usaha milik daerah” bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitutional) dengan Pasal 18A ayat (2) dan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, sepanjang tidak dimaknai “dilaksanakan bersama PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara di bidang ketenagalisrikan sebagai perusahaan induk;
7.
Menyatakan ketentuan Pasal 33 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (5) UndangUndang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;
5
8.
Menyatakan ketentuan Pasal 33 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (5) UndangUndang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;
9.
Menyatakan
ketentuan
Pasal
16
ayat
(1)
huruf
d
dan
e
UU
Ketenagalistrikan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945; 10. Menyatakan
ketentuan
Pasal
16
ayat
(1)
huruf
d
dan
e
UU
Ketenagalistrikan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;. Atau, apabila Majelis Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aeque et bono).
6