Edisi 007/ Maret /2015 Data per tanggal 1 Maret 2015
Perkembangan Ekonomi Indonesia Februari kembali tercatat deflasi Pada bulan Februari 2015 tercatat deflasi sebesar 0,36%mom atau 6,29%yoy. Pendorong deflasi pada bulan Februari antara lain adalah inflasi kelompok transportasi yang tumbuh -1,53%mom didorong oleh turunnya harga komoditas bensin, tarif angkutan dalam kota, dan tarif angkutan antar kota. Selain itu, inflasi kelompok makanan tumbuh -1,47%mom, bersumber dari bersumber dari deflasi aneka cabai seiring dengan panen yang terjadi di beberapa sentra produksi. Selain itu, komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras juga mengalami koreksi harga. Kondisi ini mampu meredam kenaikan harga beras yang terutama terjadi pada tingkat grosir di sejumlah kota besar khususnya di Jakarta. Kedepannya, risiko inflasi pada tahun ini cenderung mereda seiring dengan harga BBM yang kebih rendah dari tahun 2014 di tengah tren menurunnya harga minyak dunia. Dengan demikian, ekspektasi inflasi akan cenderung lebih terkendali. Sehingga inflasi pada akhir tahun 2015 akan berada di kisaran 4,5%-5,0%.
Inflasi Februari 2015 (%)
Foodstuff Prepared Food Housing Clothing Medical Care Education Transportation General
Foodstuff Prepared Food Housing Clothing Medical Care Education Transportation General
M-on-M changes Dec-14 Jan-15 Feb-15 3,22 0,60 -1,47 1,96 0,65 0,45 1,45 0,80 0,41 0.64 0.85 0.52 0,74 0,66 0,39 0,36 0,26 0,14 5,55 -4,04 -1,53 2,46
-0,24
-0,36
Y-on-Y changes Dec-14 Jan-15 Feb-15 10,57 8,24 6,28 8,11 8,04 8,06 7,36 7,14 7,40 3,08 3,38 3,33 5,71 5,64 5,76 4,44 4,42 4,38 12,14 7,40 5,59 8,36
6,96
Source: Bloomberg & PermataBank Economic Research
6,29
Berita Ekonomi : Maret 2015 Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia
Kinerja neraca perdagangan membaik
Kebijakan moneter Bank Indonesia tetap ketat Bank Indonesia diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan BI rate tetap di level 7.50% pada bulan Maret 2015 karena tingkat suku bunga tersebut masih konsisten untuk memastikan tekanan inflasi jangka pendek pasca kebijakan realokasi subsidi BBM yang ditempuh Pemerintah akan tetap terkendali dan temporer sehingga akan kembali normal di kisaran 4,5%-5,0% pada 2015. Sementara itu, tingkat suku bunga acuan masih konsisten dengan fokus Bank Indonesia untuk menekan defisit transaksi berjalan ke arah yang lebih sehat.
USD bn 4000
Trade Balance (LHS)
%yoy 80
3000
Export
60
2000
Import
40
1000
20
0
0
-1000
-20
-2000
-40
-3000
-60 Jan-15 Oct-14 Jul-14 Apr-14 Jan-14 Oct-13 Jul-13 Apr-13 Jan-13 Oct-12 Jul-12 Apr-12 Jan-12 Oct-11 Jul-11 Apr-11 Jan-11 Oct-10 Jul-10 Apr-10 Jan-10 Oct-09 Jul-09 Apr-09 Jan-09
Total ekspor bulan Januari 2015 mencapai USD 13,3 miliar (-8,1%yoy), sedangkan impor mencapai USD 12,6 miliar (-15,6%yoy). Dengan demikian, terjadi surplus sebesar USD 709,4 juta, lebih baik dibandingkan Januari tahun lalu yang defisit sebesar USD 443,9 juta. Surplus perdagangan bulan Januari 2015 didorong oleh surplus nonmigas sebesar USD 748,0 juta. Sementara itu, defisit migas menurun drastis menjadi hanya sebesar USD 38,6 juta dibanding bulanbulan sebelumnya. Total ekspor bulan Januari 2015 terdiri dari ekspor nonmigas USD 11,2 miliar (-6,2%yoy) dan ekspor migas USD 2,1 miliar (-17,0%yoy). Ekspor migas di bulan Januari 2015 menurun sebesar 17,0%yoy menjadi USD 2,1 miliar. Penurunan ekspor terjadi pada komoditas hasil minyak yang turun sebesar 22,6% dan gas yang turun sebesar 25,8%. Sektor pertambangan juga turun signifikan sebesar 16,3% menjadi USD 1,7 miliar. Sektor tambang yang turun signifikan antara lain bijih, kerak, dan abu logam (turun 33,1%); besi dan baja (turun 24,8%); dan alumunium (turun 26,5%). Selain itu, ekspor sektor industri juga mengalami pelemahan. Di bulan Januari 2015, ekspornya turun 4,7% menjadi USD 9,1 miliar. Sektor industri yang turun signifikan antara lain bahan kimia organik (turun 41,1%); pupuk (turun 80,2%); dan mesin/pesawat mekanik (turun 28,9%). Pada bulan Januari 2015, total nilai impor mencapai USD 12,6 miliar. Jumlah tersebut menurun 15,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat USD 14,9 miliar atau menurun 12,8% dibandingkan bulan sebelumnya. Secara struktur, impor Januari 2015 masih didominasi bahan baku/penolong (76,3%) meskipun nilainya mengalami penurunan sebesar 4,1%yoy. Bahan baku/penolong yang nilai impornya turun signifikan antara lain perangkat optik turun 16%, bahan kimia organik turun 15,3%, dan kapas turun 11,0%. Sementara itu, pangsa impor barang modal mengalami penurunan menjadi 17,5%yoy. Barang modal yang impornya turun signifikan antara lain mesin/peralatan listrik turun 20,1%; kendaraan dan bagiannya turun 10,8%; dan mesin-mesin turun 9,2%.
Sumber: Bloomberg & PermataBank Economic Research
Kontributor Deflasi bulan Februari 2015 (%) (%) 0.15 0.10 0.05 0.00 -0.05 -0.10 -0.15 -0.20 -0.25 -0.30 -0.35
0.10 0.07
0.03 0.01
0.01
-0.26 -0.32
Foodstuffs
Prepared foods, beverages and cigarettes
Housing
Clothing
Medical Care
Education, Transportation recreation and and sports Communications
Sumber : Bloomberg & PermataBank Economic Research
BI rate dan Inflasi (%) Inflation y-y
BI rate
Core Inflation y-y
10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
0.0 Jan-15 Nov-14 Sep-14 Jul-14 May-14 Mar-14 Jan-14 Nov-13 Sep-13 Jul-13 May-13 Mar-13 Jan-13 Nov-12 Sep-12 Jul-12 May-12 Mar-12 Jan-12 Nov-11 Sep-11 Jul-11 May-11 Mar-11 Jan-11 Nov-10 Sep-10 Jul-10 May-10 Mar-10 Jan-10 Nov-09 Sep-09 Jul-09 May-09 Mar-09 Jan-09
Sumber : Bloomberg & PermataBank Economic Research
Berita Ekonomi : Maret 2015
Pertumbuhan ekonomi 2015 diperkirakan membaik Pertumbuhan ekonomi 2014 sebesar 5,02%, melambat dibandingkan 2013 sebesar 5,58%. Sementara pada 4Q14hanya tumbuh 5,01%. Perlambatan ini disebabkan oleh perlambatan konsumsi rumah tangga, karena inflasi tinggi akibat kenaikan harga BBM dan berkurangnya bantuan sosial karena ditiadakannya beras miskin ke13. Pada 2014 pertumbuhan konsumsi masyarakat sebesar 5,14% jauh lebih rendah dari tahun lalu 5,38%. Selain itu perlambatan ekonomi juga dikarenakan perlambatan pertumbuhan sektor konstruksi dan bangunan serta mesin kendaraan. Sementara sisi investasi hanya tumbuh 4,12% jauh lebih rendah dibandingkan pada 2013 sebesar 5,82%. Perlambatan juga terjadi karena belanja pemerintah pada 2014 terendah dalam lima tahun terakhir. Hal ini dikarenakan adanya penghematan, tingginya belanja utang, dan realisasi belanja modal pemerintah hanya 60%. Ekspor dan impor juga masih menjadi pendorong penurunan pertumbuhan ekonomi karena permintaan global yang masih melambat. Satu-satunya pendorong pertumbuhan ekonomi adalah pengeluaran konsumsi lembaga non-profit rumah tangga karena adanya pemilihan umum pada 2014. Pengeluaran Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga tumbuh 12,43%, lebih tinggi dibandingkan 2013 sebesar 8,18%. Pertumbuhan ekonomi 1Q15 diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan dengan 4Q14. Investasi masih melambat karena investor masih wait and see, atas janji-janji Presiden Joko Widodo, dan kestabilan hukum dan politik. Dari sisi ekonomi masih cukup stabil. Realisasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu juga cukup baik untuk meningkatkan investasi. Konsumsi masyarakat cenderung masih stabil, apalagi harga bahan bakar minyak sudah mulai turun. Dari sisi ekspor juga belum ada peningkatan signifikan, apalagi harga minyak dunia dan komoditas masih melambat. Dari sisi belanja pemerintah pada 1Q15 belum ada perubahan signifikan. Alasannya, penyerapan anggaran baru akan dilakukan pada semester II tahun ini. Dengan kebijakan presiden yang menetapkan lelang barang dan jasa paling lambat Maret, maka realisasi belanja paling cepat baru mulai pada kuartal II. Meski pertumbuhan ekonomi pada 1Q15 diprediksi melambat, namun pertumbuhan sepanjang 2015 di perkirakan di kisaran 5,3%. Pasalnya, belanja pemerintah tahun ini cukup besar meski semua nya sangat tergantung pada realisasi penyerapannya. Investasi juga cenderung meningkat apalagi jika janji kampanye Presiden Joko Widodo direalisasikan dan kestabilan politik serta hukum dapat ditegakkan.
Macro Economic Indicators Indicators
2010
2011
2012
2013
2014F
2015F
Inflation (%YoY) Exchange Rate Eop (Rp/US$) Current Account (% GDP) Fiscal Balance (% GDP) Interest Rate BI Rate (%p.a) Time Deposit 3 month (%p.a) Lending rate working capital (%p.a) Credit Growth (% YoY) Deposit Growth (% YoY) NPL Commercial Banks (%) Car Sales (1000 Units) Car Sales Growth (%) Motorcycle Sales (1000 Units) Motorcycle Sales Growth (%) Government Capital Exp. (Rp tn) Unemployment Rate (%) International Reserve (US$ bn) GDP Growth (%)
6,96 8.991 0,70 -0,73
3,79 9.068 0,20 -1,14
4,30 9.670 -2,74 -1,77
8,38 12.189 -3,30 -2,23
8,36 12.440 -2,95 -2,20
5,00 12.800 -2,80 -1,90
6,50 7,06 12,83 22,80 18,54 2,50 765 57,33 7.373 25,99 80,3 7,14 96,2 6,22
6,00 6,81 12,18 24,59 19,07 2,17 894 16,93 8.013 8,67 117,9 6,56 110,1 6,49
5,75 5,76 11,50 23,08 15,81 1,87 1.116 24,84 7.064 -11,83 145,1 6,14 112,8 6,26
7,50 7,61 12,12 21,60 13,60 1,77 1.220 9,31 7.745 9,63 172,4 6,25 99,4 5,78
7,75 8,95 12,81 13,00 13,50 2,20 1.208 -1,78 7.867 1,59 160,8 5,94 111,9 5,02
7,25 9,50 12,90 16,00 15,00 2,50 1.150 -0,05 7.500 -4,67 275,8 5,90 116,0 5,30
Sumber : PermataBank Economic Research
Analisa Market : Maret 2015
Review dan Outlook Pasar Obligasi Indonesia Sepanjang bulan Februari 2015, pasar SUN didominasi dengan penurunan yield. Penurunan yield terjadi pada seluruh kelompok SUN tenor pendek (1-4tahun), menengah (5-7tahun) dan panjang (8-30tahun). Bullish-nya pasar SUN domestik tidak lepas dari positifnya data-data dalam negeri serta beberapa faktor lain terkait kondisi global. Pertama, tekanan inflasi yang kembali melandai dalam dua bulan pertama di tahun 2015 ini. Pada bulan Februari 2015 kembali mencatatkan deflasi sebesar 0,36%mom, atau 6,29%yoy. Kedua, surplusnya data neraca perdagangan periode Desember 2014 dan Januari 2015 masing-masing sebesar USD 190juta dan USD 710juta, keduanya dipicu oleh surplus sektor non migas. Ketiga, perekonomian Indonesia sepanjang tahun 2014 tercatat tumbuh sebesar 5,02%, angka ini tercatat melambat dalam lima tahun terakhir namun secara kuartal angka PDB Indonesia mencatatkan adanya peningkatan. Keempat, posisi cadangan devisa Indonesia periode Februari 2015 tercatat sebesar USD 115,5miliar, meningkat dibandingkan posisi cadangan devisa di bulan sebelumnya yang tercatat sebesar USD 114,2miliar. Kelima, menurunnya defisit transaksi berjalan pada Q4-2014 yang tercatat sebesar USD 6,2miliar (2,81% dari PDB) dibandingkan Q32014 yang tercatat sebesar USD 7,0miliar (2,99% dari PDB). Keenam, keputusan Bank Indonesia untuk menurunkan BI Rate sebesar 25bps menjadi 7,50%. Kebijakan penurunan BI Rate diterima positif oleh pelaku pasar dengan memperhatikan angka inflasi yang rendah namun terkendali. Ketujuh, positifnya pasar SUN domestik diwarnai adanya kesepakatan perpanjangan bailout utang Yunani oleh Uni Eropa, yang memicu turunnya ekspektasi risiko di pasar. Kedelapan, Janet Yellen melalui testimoni berkalanya menyatakan bahwa the Fed belum akan menaikkan suku bunga, suku bunga akan dinaikkan jika perekonomian AS terus menguat. Saat ini, target inflasi AS belum tercapai yakni tercatat kontraksi 0,1%yoy per Januari 2015 dengan persentase angka pengangguran sebesar 5,7% per Januari 2015. Selain faktor-faktor yang telah disebutkan, faktor trading juga menyumbang penurunan yield terutama paska pelaksanaan lelang SBN di bulan Februari. Sebagai informasi, kepemilikan asing di pasar SUN domestik mencatatkan peningkatan sebesar +1,37%mom atau sekitar Rp6,84tn sepanjang Februari 2015 menjadi Rp507,67tn. Pada akhir Februari 2015, porsi kepemilikan asing mencapai 40,03% dari total SBN yang dapat diperdagangkan.
USD/IDR Nilai tukar rupiah mengalami pelemahan terhadap dollar AS dalam beberapa waktu belakangan ini seiring didorong oleh divergensi kebijakan moneter bank sentral AS dan bank sentral di seluruh dunia yang menopang penguatan dollar AS secara global. Rupiah sempat diperdagangkan melemah di atas level 13,000 per dollar AS pada awal Maret yang menyebabkan kinerja rupiah paling rendah dibandingkan mata uang Asia lainnya dengan pelemahan sebesar 4,53%YTD. Pelemahan rupiah pada awal tahun ini diperkirakan bukan berasal dari faktor domestik, melainkan didorong oleh faktor eksternal Pertama, pelaku pasar mengantisipasi normalisasi kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat yang berpotensi menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini. Pengetatan kebijakan moneter bank sentral AS tersebut akan berpotensi menyebabkan dana asing keluar dari pasar negara berkembang seiring menyusutnya selisih yield obligasi pemerintah negara berkembang dengan yield obligasi pemerintah AS. Membaiknya data ekonomi AS dalam beberapa waktu belakangan ini mengindikasikan ekonomi terbesar di dunia tersebut mengalami pemulihan ekonomi secara struktural, sehingga suku bunga acuan AS berpotensi naik, yang berdampak pada peningkatan dollar AS di seluruh pasar keuangan global. Kedua, perlambatan ekonomi China, yang merupakan mitra dagang utama Indonesia, juga akan berpengaruh negatif terhadap Indonesia, tidak hanya dalam hal pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pergerakan nilai tukar. Pelemahan ekonomi China akan berakibat pada menurunnya permintaan ekspor Indonesia yang kemudian akan menekan neraca perdagangan Indonesia dan nilai tukar rupiah. Terkait ekspektasi perlambatan ekonomi China pada tahun ini, pada akhir bulan lalu bank sentral China mengambil keputusan untuk memangkas suku bunga sebesar 25bps menjadi 5,35%, yang kembali memicu penguatan dollar AS terhadap mata uang China. Ketiga, rentannya pemulihan ekonomi Zona Euro. Kondisi ancaman deflasi yang sedang dihadapi oleh ekonomi Zona Euro mendorong bank sentral Eropa (ECB) untuk melakukan program stimulus moneter sebesar €60miliar/bulan yang akan dimulai pada bulan Maret 2015 hingga September 2016 yang mendorong meningkatnya permintaan dollar AS sebagai mata uang safe haven. Di samping itu, kemungkinan Yunani keluar dari Zona Euro juga akan membawa masalah bagi aset-aset negara berkembang. Bank Indonesia diperkirakan akan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah pada level fundamentalnya, Dengan demikian, BI diperkirakan akan mempertahankan kebijakan moneter ketat pada tahun 2015 ini supaya defisit neraca transaksi berjalan menuju ke level lebih sehat. Dengan demikian, USD/IDR diperkirakan akan berada di rentang 12,800-13,000 pada semester I tahun ini dan berpotensi menguat ke level 12,600-12,800 pada akhir tahun 2015 ini seiring dengan membaiknya fundamental ekonomi Indonesia.
Analisa Valas : Maret 2015
USD Index Data Non-farm Payrolls AS dorong penguatan indeks dollar AS ke level tertinggi. Indeks dollar AS kini berada di kisaran 97.70 dan sempat mencapai level 97.83, tertinggi sejak September 2003. Data yang dirilis Jumat malam pekan lalu ini menunjukan pertambahan jumlah tenaga kerja AS di luar sektor pertanian sebesar 295 ribu pekerja, lebih besar dari ekspektasi analis 240 ribu. Hasil ini memperbesar ekspektasi kenaikan tingkat suku bunga Acuan AS tahun ini sehingga ini mendorong penguatan dollar AS. Meskipun dollar AS sudah mendapatkan dukungan besar dari data NFP, data-data ekonomi AS yang akan dirilis pekan ini masih bisa menjadi market mover seperti data penjualan ritel, data indeks harga produsen (PPI) dan data survei sentimen konsumen. Bank Sentral AS masih diekspektasikan baru akan menaikan suku bunga acuan di awal semester II 2015. Dollar indeks diperkirakan akan berada di rentang 95100 dalam jangka pendek ini.
EUR/USD Bank Sentral Eropa (ECB) memulai pembelian obligasi pemerintah pada 9 Maret 2015 hingga September 2016. Program pembelian dianggarkan sebesar 60 miliar euro per bulan. Namun ECB juga memberikan penekanan bahwa program mungkin bisa dihentikan sebelum September 2016 bila diperlukan. Aksi ECB ini membawa EUR/USD melemah ke level terendah dalam 11 tahun di 1.08. Selain itu, ECB telah meminjamkan uang ke Yunani hingga sebesar 100 miliar euro. Angka ini naik dua kali lipat dalam 2 bulan terakhir. Di sisi lain Euro juga tertekan oleh isu keluarnya Yunani dari Zona Euro dimana pertentangan antara Yunani dengan pihak kreditor akan menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan global. Ketidakpastian akan mendorong pelaku pasar mencari instrumen safe haven. Sementara tingkat inflasi berpotensi tidak bergerak di 2015, tapi akan naik menjadi 1,5% di 2016 dan 1,8% di 2017. EUR/USD diperkirakan akan bergerak di rentang 1.0500-1.1000.
AUD/USD AUD/USD diperkirakan masih tertekan dan dalam tren melemah pada tahun 2015 didorong oleh kombinasi ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang masih lemah (pelemahan sektor pertambangan dan nonpertambangan), penurunan inflasi, penguatan USD di tengah ekpektasi penurunan kembali suku bunga sebesar 25bps pada 1H-2015. Reserve Bank of Australia juga mengatakan bahwa AUD cenderung overvalued di atas level fundamental dan menegaskan bahwa pelemahan nilai tukar berpotensi mendorong pertumbuhan yang seimbang dalam perekonomian. Secara khusus Gubernur RBA mengatakan bahwa AUD/USD harus lebih dekat dengan 0,75. RBA juga menurunkan proyeksi pertumbuhan mempertimbangkan bahwa pemulihan investasi nonpertambangan memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan. AUD/USD diperkirakan akan berada di rentang 0.7500-0.7900 dalam jangka pendek.
GBP/USD Sterling berada dalam tekanan pasca data menunjukkan kejatuhan harga rumah di Inggris untuk kali pertama sejak bulan September. Harga rumah turun 0.3% di bulan Februari dibanding bulan sebelumnya, lebih buruk dibanding perkiraan penurunan 0.2%. Penurunan ini cukup kontras dengan kenaikan 1.9% di bulan Januari, yang biasanya dipengaruhi faktor musiman dimana harga cenderung fluktuatif. BoE juga memutuskan untuk tidak merubah tingkat suku bunga acuan pada bulan Maret 2015, yang menandai tahun ke-6 suku bunga bertahan di rekor rendah. Gubernur BoE Mark Carney menyatakan bahwa dirinya memperkirakan langkah moneter selanjutnya adalah pengetatan moneter, meski menegaskan jika stimulus mungkin masih diperlukan jika inflasi bertahan dekat level nol untuk jangka waktu lebih dari setahun. GBP/USD diperkirakan akan berada di rentang 1.5000-1.5550.
USD/JPY Yen melemah terhadap dollar setelah data pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal keempat direvisi turun dari rilis awal, memberikan tanda belanja rumah tangga dan investasi bisnis masih lesu pasca keluar mengalami resesi tahun lalu yang membebani pemulihan ekonomi Jepang lebih berat dari perkiraan. Produk domestik bruto Jepang direvisi turun menjadi 1,5% dibandingkan dengan rilis awal sebesar 2,2%. Revisi tersebut juga membuat PDB Jepang di tahun 2014 berkontraksi tipis, dan menjadi yang pertama dalam tiga tahun terakhir. Sementara itu, ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS juga memicu permintaan dollar yang mendorong pelemahan JPY terhadap USD. Dengan demikain, USD/JPY diperkirakan akan berada di rentang 119-122 dalam jangka pendek.
This document is issued by Global Markets PT. Bank Permata, Tbk. (PermataBank) for information and private circulation purpose only. It does not constitute any offer, proposal, recommendation or solicitation to any person to enter into any transaction or adopt any hedging, trading or investment strategy, nor does it constitute any prediction of likely future movement in rates or prices or any representation that any such future movement will not exceed those shown in any illustration. All reasonable care has been taken in preparing this document, no responsibility or liability is accepted for error, omissions, negligence, and/or inaccuracy of fact or for any opinion expressed herein. Opinion, projection and estimates are subject to change without notice. PermataBank and/or its members of Board of Director and Commissioners, employees, affiliates, agents and/or its advisors disclaims any and all responsibility or liability relating to or resulting from the use of this documents whatsoever which may be brought against or suffered by any person as a result of acting in reliance upon the whole or any part of the contents of this document. You are advised to make your own independent judgment with respect to any matter contained herein, by fully aware of any consequences obtained on said judgment.