DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS PUTUSAN NO.10/PID.B/2014 PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)
JURNAL ILMIAH Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta Oleh : TEGUH NARIMO 11100052
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA
1
2015 ABSTRAKSI
Tujuan dari penelitian hukum ini adalah untuk mengetahui penerapan tindak pidana terhadap tindak pidana penganiayaan di Pengadilan Negeri Surakarta dan melihat dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan putusan Hakim No. 10/Pid.B/2014 Pengadilan Negeri Surakarta. Penganiayaan adalah tindak pidana yang paling sering dan paling mudah terjadi dimasyarakat. Mengingat tindak pidana penganiayaan ini sudah merajalela dan sering terjadi, bahkan tidak sedikit menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, maka dari itu tuntutan agar dijatuhkannya sanksi kepada pelaku penganiayaan harus betul-betul mampu memberikan efek jera bagi si pelaku. Dengan tindakan tegas aparat penegak hukum dalam memberikan sanksi bagi para pelaku, diharapkan mampu mengurangi angka kriminalitas yang terjadi di negara Indonesia ini, khususnya tindak pidana penganiayaan dan tindak pidana lainnya. Lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta. Jenis penelitian yaitu pendekatan secara yuridis normatif. Sifat penelitian menggunakan deskriptif. Sumber data penelitian menggunakan data primer dan data sekunder.. Alat pengumpulan data menggunakan penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan.Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hakim Pengadilan Negeri Surakarta menjatuhkan putusan kepada Terdakwa SUPANGAT Alias SUGIARSO karena secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana “Penganiayaan Berat” dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus penganiayaan di Pengadilan Negeri Surakarta terdiri dari faktor yuridis yaitu keterangan saksi, keterangan terdakwa, petunjuk, pertimbangan menurut hukumnya dan petimbangan halhal yang meringankan dan memberatkan, dimana menurut peneliti Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam pertimbangannya terdapat beberapa kekurangan-kekurangan, terutama dalam pertimbangan subyektifnya, yaitu pada pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa.
Kata kunci : tindak pidana, penganiayaan, dasar pertimbangan hakim
2
A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sebuah aturan mendasar dalam kehidupan masyarakat yang dengan hukum itulah terciptanya kedamaian ketentraman dalam kehidupan masyarakat. Terciptanya keharmonisan dalam tatanan masyarakat sosial juga tidak terlepas dengan hukum yang mengatur. Dalam hukum dikenal dengan istilah perbuatan pidana. Perbuatan pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum pidana, perbuatan pidana dapat terjadi kapan saja dan dimana saja.Berbagai motif tindak pidana dilatar belakangi berbagai kepentingan baik individu maupun kelompok. Dalam Undang-Undang banyak tertulis ancaman bagi pelaku tindak pidana salah satu tindak pidana yang sering ditemui dalam masyarakat adalah penganiayaan. Akhir-akhir ini, hampir setiap hari terdengar tindak pidana penganiayaan. Tindakan ini telah menyebabkan keresahan dalam lingkungan masyarakat. Penganiayaan sering terjadi hanya karena masalah sepele, misalnya hanya karena bersenggolan di jalan atau hanya karena tersinggung dengan perkataan seseorang. Sering juga terjadi karena dendam lama yang memotivasi pelaku untuk melakukan penganiayaan terhadap seseorang. Penganiayaan adalah tindak pidana yang paling sering dan paling mudah terjadi dimasyarakat. Mengingat tindak pidana penganiayaan ini sudah merajalela dan sering terjadi, bahkan tidak sedikit menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, maka dari itu tuntutan agar dijatuhkannya sanksi kepada pelaku penganiayaan harus betul-betul mampu memberikan efek jera bagi si pelaku. Dengan tindakan tegas aparat penegak hukum dalam memberikan sanksi bagi para pelaku, diharapkan mampu mengurangi angka kriminalitas yang
terjadi di negara Indonesia ini,
khususnya tindak pidana penganiayaan dan tindak pidana lainnya. Dalam KUHP itu sendiri telah menjelaskan dan mengatur tentang macammacam dari penganiayaan beserta akibat hukum apabila melakukan pelanggaran tersebut, pasal yang menjelaskan tentang masalah penganiayaan ini sebagian besar adalah pasal 351 sampai dengan pasal 355, dan masih banyak pula pasal – pasal lain yang berhubungan dengan pasal tersebut yang menjelaskan tentang penganiayaan. Secara umum tindak pidana terhadap tubuh pada KUHP disebut penganiayaan , mengenai arti dan makna kata penganiayaan tersebut banyak
1
perbedaan diantara para ahli hukum dalam memahaminya. Penganiayaan diartikan sebagai “perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atas luka pada tubuh orang lain. Ada pula yang memahami penganiayaan adalah dengan sengaja menimbulkan rasa sakit atau luka, kesengajaan itu harus dicantumkan dalam surat tuduhan, sedangkan dalam doktrin/ilmu pengetahuan hukum pidana penganiayaan mempunyai unsur sebagai berikut : a) Adanya kesengajaan, b) Adanya perbuatan dan c) Adanya akibat perbuatan (yang dituju), yakni rasa sakit pada tubuh dan luka pada tubuh. Unsur pertama adalah berupa unsur subjektif (kesalahan ), unsur kedua dan ketiga berupa unsur objektif. Kejahatan tindak pidana yang dilakukan terhadap tubuh dalam segala perbuatan-perbuatannya sehinnga menjadikan luka atau rasa sakit pada tubuh bahkan sampai menimbulkan kematian bila kita lihat dari unsur kesalahannya, dan kesengajaannya diberikan kualifikasi sebagai penganiayaan (mishandeling), yang dimuat dalam BAB XX Buku II, pasal 351 s/d 356. Tindak pidana penganiayaan yang senantiasa dihadapi oleh masyarakat tidak mungkin dapat dihapuskan sampai tuntas selama kehidupan berjalan, jadi usaha yang harus dilakukan oleh manusia dalam menghadapi kejahatan haruslah bersifat penanggulangan, yang berarti bahwa usaha itu bertujuan untuk mengurangi terjadinya kejahatan. Apalagi dengan melihat semakin meningkatnya tindak pidana penganiayaan, seperti halnya yang terjadi di lingkungan masyarakat.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis merumuskan masalah yang dibahas dalam penelitian antara lain: 1. Bagaimanakah penerapan pidana terhadap tindak pidana Penganiayaan di Pengadilan Negeri Surakarta ? 2. Bagaimanakah dasar putusan Hakim dalam memutuskan putusanputusan Hakim NO. 10/PID.B / 2014 Pengadilan Negeri Surakarta ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut :
2
1. Mengetahui penerapan tindak pidana terhadap tindak pidana penganiayaan di Pengadilan Negeri Surakarta. 2. Melihat dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan putusanputusan Hakim NO. 10/PID.B/2014 Pengadilan Negeri Surakarta.
D. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan yaitu pendekatan secara yuridis normatif.
Penelitian
yuridis
normatif
adalah
yaitu
penelitian
dengan
menerangkan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dihubungkan dengan kenyataan yang ada di lapangan kemudian dianalisis dengan membandingkan antara tuntutan nilai-nilai ideal yang ada di dalam peraturan perundang-undangan dengan kenyataan yang ada di lapangan 1. 2. Sumber Data Bahan atau materi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Data Sekunder Data pokok yang digunakan dalam melaksanakan dan penyusunan skripsi ini adala hdata sekunder, meliputi : 1) Bahan hukum primer, terdiri dari : a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) c) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 2) Bahan hukum sekunder Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang dipergunakan penulis berupa bukubuku karangan ahli hukum mengenai tindak pidana penganiayaan dan internet, RUU KUHP 3) Bahan hukum tertier
1
Bahder Johan Nasution, 2008 Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung : Mandar Maju, hal 72
3
Merupakan bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tertier dalam penelitian ini berupa Kamus Hukum. b. Data Primer Data primer yang dipergunakan berupa hasil wawancara di lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta yaitu dengan hakim yang memutus tindak pidana penganiayaan. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan : a. StudiLapangan Studi lapangan adalah teknik pengumpulan data dengan jalan terjun langsung ketempat obyek penelitian untuk memperoleh data yang dikehendaki mengenai perilaku (hukum). Hal tersebut dilakukan dengan teknik wawancara yaitu pengumpulan data dengan melakukan Tanya jawab secara langsung baik secara lesan maupun tertulis dengan sumber data yang berhubungan atau yang berkompeten dengan obyek penelitian. b. Studi kepustakaan Yaitu dengan cara membaca, mengkaji dan mempelajari literatur/buku, catatan kepustakaan, dokumen serta bahan lain yang erat hubungannya dengan masalah yang diteliti. 4. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan faktor yang penting dalam suatu penilitian karena akan menjawab semua persoalan yang timbul dari pokok permasalahan yang ada. Analisis data hanya dapat dilakukan setelah semua data terkumpul. Dalam penelitian ini penulis menggunaakan tehnik analisis kualitatif yaitu suatu penelitian yang dihasilkan data deskriptif analisa yang dinyatakan responden secara lisan dan juga perilaku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari secara utuh. Dalam metode analisa kualitatif ini, penulis menggunakan cara analisa data metode interaktif, yaitu model analisis dalam penilitian kualitatif yang terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
4
E. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 1. Posisi Kasus Hakim
dalam
memeriksa
perkara
pidana,
berupa
mencari
dan
membuktikan kebenaran hukum materil berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, serta memegang teguh surat dakwaan yang dirumuskan oleh Jaksa Penuntut Umum yang selanjutnya disebut Jaksa Penuntut Umum. Sebelum penulis menguraikan mengenai penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana penganiayaan dalam Putusan Nomor 10/Pid.B/201/PN.Ska, maka perlu diketahui terlebih dahulu Posisi Kasus sebagai berikut : Putusan Nomor 10/Pid.B/2014/PN.Ska a. Identitas Terdakwa 1) Nama lengkap
: SUPANGAT alias SUGIARSO
2) Tempat lahir
: Surakarta
3) Umur/tanggal lahir
: 56 Tahun/2 Mei 1957
4) Jenis kelamin
: Laki-laki
5) Kebangsaan
: Indonesia
6) Tempat tinggal
: Kampung Dadapan, Kal. Sangkrah, Kecamatan Pasarkliwon, Kota Surakarta
7) Agama
: Islam
8) Pekerjaan
: Karyawan Swasta
b. Dakwaan Penuntut Umum Surat dakwaan merupakan dasar atau landasan pemeriksaan perkara dalam sidang di pengadilan. Penuntut Umum harus bersikap cermat/teliti terutama yang berkaitan dengan penerapan peraturan perundangundangan yang berlaku agar tidak terjadi kekurangan dan atau kekeliruan yang mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau unsur-unsur dalam dakwaan tidak berhasil dibuktikan. Penuntut UMum juga harus mampu merumuskan unsur-unsur tindak pidana/delik yang didakwakan secara jelas, dalam artian rumusan unsur-unsur delik harus dapat dipadukan dan dijelaskan dalam bentuk uraian fakta perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Dengan kata lain uraian unsur-unsur delik yang dirumuskan dalam pasal yang didakwakan harus dapat dijelaskan/digambarkan dalam bentuk fakta perbuatan yang
5
dilakukan oleh terdakwa. Sehingga dalam uraian unsur-unsur dakwaan dapat diketahui secara jelas apakah terdakwa dalam melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut sebagai pelaku (pleger), pelaku peserta (medepleger), penggerak (uitlokker), penyuruh (doen pleger) atau hanya sebagai pembantu. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya disebut KUHAP, tidak pernah diatur berkenaan dengan bentuk dan susunan dari surat dakwaan. Sehingga dalam praktek hukum, masing-masing Penuntut Umum dalam menyusun surat dakwaan pada umumnya dipengaruhi oleh strategi dan rasa seni sesuai dengan pengalaman prakteknya masing-masing, namun demikian tetap berdasarkan pada persyaratan yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP. Dalam praktek hukum dikenal beberapa bentuk surat dakwaan yaitu surat dakwaan tunggal, surat dakwaan subsider, surat dakwaan alternatif, surat dakwaan alternatif, surat dakwaan kumulatif, dan surat dakwaan kombinasi. Dalam perkara Nomor 10/Pid.B/2014/PN.Ska ini, Penuntut Umum menggunakan dakwaan primair dan subsidair, yaitu didalamnya dirumuskan beberapa tindak pidana secara berlapis dimulai dari delik yang paling berat ancaman pidannya sampai dengan yang paling ringan. Akan tetapi, sesungguhnya
dakwaan
terhadap
terdakwa
dipersidangan hanya “satu” dakwaan.
yang
harus
dibuktikan
Dakwaan Subsider itu terdiri dari
dakwaan Primair, dakwaan Subsidair, dan dakwaan Lebih Subsidair. Dakwaan Primair melanggar Pasal 354 ayat (2) KUHP, Subsidair melanggar Pasal 353 ayat (1) KUHP, dan Lebih Subsidair melanggar Pasal 351 ayat (2) KUHP.
Dakwaan
Penuntut
Umum
dalam
Putusan
Nomor
10/Pid.B/2014/PN.Ska ini, akan Penulis uraikan sebagai berikut: KESATU : Bahwa ia terdakwa SUPANGAT alias SUGIARSO, pada hari Selasa pada tanggal 29 Oktober 2013 sekitar pukul 16.00 WIB atau pada waktuwaktu lain dalam tahun 2013 yang terletak di Kp.Dadapan Rt 04/13 Kel. Sangkrah, Kec. Pasarkliwon Kota Surakarta, atau tempat-tampat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Surakarta dengan
6
sengaja melakukan penganiayaan yang mengakibatkan luka berat, perbuatan mana terdakwa lakukan dengan cara sebagai berikut : Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas, hanya karena cemburu melihat korban WISNU BROTO mondar-mandir dan tersenyum kepada istrinya bernama SRI LESTARI ketika sedang mencuci pakaian, terdakwa kemudian mendatangi saksi korban WISNU BROTO dari belakang yang sedang berbincang-bincang dengan SRI MARTINI, ketika jarak sudah dekat lalu mengayunkan kayu usuk yang dipeganggnya ukurannya kurang lebih 3 X 5 cm dengan panjang 1 m dan memukulkannya kepada korban satu kali mengenai pelipis kanan, ketika terdakwa mau memukulkan kayu tersebut kembali, dilerai oleh suami saksi SRI MARTINI, sehingga terdakwa tidak jadi memukul dan langsung meninggalkan lokasi, sedangkan korban langsung dilarikan ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Moewardi Surakarta, dan mendapatkan perawatan selama 10 hari, adapun luka yang dialami korban adalah luka pada dahi kanan robek ukuran 3 cm X 0,5 cm, bengkak dan teraba derik tulang, hasil konsul dokter mata terdapat gangguan penglihatan. Kesimpulan: pada tubuh korban didapatkan luka robek, bengkak, derik tulang akibat kekerasan benda tumpul dan gangguan penglihatan mata, sesuai Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Moewardi Surakarta Nomor : VER/019/IRM/RSDM/XI/2013, tanggal 11 Nopember 2013 yang ditanda tangani dokter pemeriksa : dr. S. Kamil. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana menurut ketentuan pasal 351 ayat (2) KUHP KEDUA : Bahwa ia terdakwa SUPANGAT alias SUGIARSO, pada waktu dan tempat sebagaimana disebutkan dalam dakwaan KESATU diatas, sengaja melakukan penganiayaan, perbuatan dimana terdakwa lakukan dengan cara sebagai berikut : Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas, hanya karena cemburu melihat korban WISNU BROTO mondar-mandir dan tersenyum kepada istrinya bernama SRI LESTARI ketika sedang mencuci pakaian, terdakwa kemudian mendatangi saksi korban WISNU BROTO dari
7
belakang yang sedang berbincang-bincang dengan SRI MARTINI, ketika jarak sudah dekat lalu mengayunkan kayu usuk yang dipeganggnya ukurannya kurang lebih 3 X 5 cm dengan panjang 1 m dan memukulkannya kepada korban satu kali mengenai pelipis kanan, ketika terdakwa mau memuulkan kayu tersebut kembali, dilerai oleh suami saksi SRI MARTINI, sehingga terdakwa tidak jadi memukul dan langsung meninggalkan lokasi, sedangkan korban langsung dilarikan ke Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Moewardi Surakarta, dan mendapatkan perawatan selama 10 hari, adapun luka yang dialami korban adalah luka pada dahi kanan robek ukuran 3 cm X 0,5 cm, bengkak dan teraba derik tulang, hasil konsul dokter mata terdapat gangguan penglihatan. Kesimpulan: pada tubuh korban didapatkan luka robek, bengkak, derik tulang akibat kekerasan benda tumpul dan gangguan penglihatan mata, sesuai Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Moewardi Surakarta Nomor : VER/019/IRM/RSDM/XI/2013, tanggal 11 Nopember 2013 yang ditanda tangani dokter pemeriksa : dr. S. Kamil. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana menurut ketentuan pasal 351 ayat (1) KUHP c. Tuntutan Penuntut Umum Tuntutan Penuntut Umum merupakan permohonan Penuntut Umum kepada Hakim ketika hendak mengadili suatu perkara. Adapun tuntutan Penuntut Umum dalam Perkara Nomor 10/Pid.B/2014/PN.Ska yang pada pokoknya meminta Hakim Pengadilan Negeri Surakarta memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan: 1) Menyatakan terdakwa SUPANGAT Alias SUGIARSO, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penganiayaan Berat” sebagaimana telah didakwakan dalam Dakwaan Alternatif Kesatu pasal 351 ayat (2) KUHP 2) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama : 1 (satu) Tahun, 3 (tiga) bulan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan 3) Menetapkan barang bukti berupa : kayu usuk ukuran 3 X 5 cm dengan panjang 1 m, dirampas untuk dimusnahkan
8
4) Menetapkan pula agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah). d. Mengadili 1) Menyatakan Terdakwa SUPANGAT dan SUGIARSO terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penganiayaan Mengakibatkan Luka Berat” sebagaimana dalam dakwaan alternatif kesatu. 2) Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama : 1 (satu) tahun 3) Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan 4) Menetapkan Terdakwa tetap ditahan 5) Menetapkan barang bukti berupa: i. Kayu usuk ukuran 3 x 5 cm dengan pnjang 1 m, untuk dimusnahkan 6) Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp 2.000,- (dua ribu rupiah) 2. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Perkara Pidana No. 10/Pid.B/2014/PN.Ska Pengambilan keputusan sangatlah diperlukan oleh Hakim dalam membuat keputusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa. Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan setelah proses pemeriksaan dan persidangan selesai, maka Hakim harus mengambil keputusan yang sesuai. Hal ini sangat perlu untuk menciptakan putusan yang proporsional dan mendekati rasa keadilan, baik itu dari segi pelaku tindak pidana, korban tindak pidana, maupun masyarakat. Untuk itu sebelum menjatuhkan sanksi pidana, Hakim
melakukan tindakan
untuk menelaah terlebih dahulu tentang kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya dengan melihat bukti-bukti yang ada (fakta persidangan) dan disertai keyakinannya setelah itu mempertimbangkan dan memberikan penilaian atas peristiwa yang terjadi serta menghubungkannya dengan hukum yang berlaku. Selanjutnya Hakim mengambil kesimpulan dengan menetapkan suatu sanksi pidana terhadap perbuatan yang dilakukan terdakwa.
9
Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan harus mencerminkan rasa keadilan baik bagi korban maupun bagi terdakwa. Untuk menentukan bahwa terdakwa terbukti bersalah atau tidak, hakim harus berpedoman pada sistem pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dalam perkara ini alat bukti yang sah untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi hakim, yakni keterangan saksi, keterangan terdakwa, serta petunjuk. Selain itu, juga dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan dalam persidangan. Kesesuaian antara masing-masing alat bukti serta barang bukti, maka akan diperoleh fakta hukum yang menjadi dasar bagi hakim untuk memperoleh keyakinan. Berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, penulis mengangggap bahwa keseluruhan alat bukti yang diajukan dipersidangan berupa keterangan saksi, petunjuk serta keterangan terdakwa menunjukkan kesesuaian satu sama lain. Terlepas berdasarkan persepsi dari peneliti bahwa penerapan pasal oleh Penuntut Umum dalam perkara tindak pidana penganiayaan ini kurang tepat, tetapi penliti tetap akan memberikan penilaian terhadap hal yang menjadi dasar pertimbangan-pertimbangan yang digunakan Hakim dalam Putusan Nomor 10/Pid.B/2014/PN.Ska. Berdasarkan
isi
putusan
Pengadilan
Negeri
Surakarta
Nomor
90/Pid.B/2014/PN.Skt, maka beberapa faktor yang menjadi faktor eksternal yang menjadi pertimbangan hakim dan alasan lahirnya putusan tentang tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama, yaitu sebagai berikut : a.
Pertimbangan hakim mengenai fakta-fakta yuridis Hakikat pembuktian dalam hukum pidana teramat penting, dimana dapat dikatakan pembuktian merupakan suatu proses untuk menentukan dan menyatakan tentang kesalahan seseorang. Pembuktian dilakukan melalui proses peradilan sehingga akan menentukan apakah seseorang dapat dijatuhkan pidana (veroordeling) karena hasil persidangan terbukti secara
10
sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, kemudian dapat berupa dibebaskan dari dakwaan (vrijspraak) karena tidak terbukti melakukan tindak pidana ataukah dilepaskan dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) karena apa yang didakwakan terbukti akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana. Secara sederhana dapat dikatakan ada anasir erat antara asas-asas hukum pidana dengan dimensi pembuktian yang merupakan rumpun hukum acara pidana (Formeel Strafrecht / Strafprocesrecht). Pertimbangan hakim mengenai fakta-fakta yuridis diperoleh hakim berdasarkan alat-alat bukti yang sah seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP yaitu : b. Keterangan Saksi Majelis Hakim mempertimbangkan putusannya dari faktor keterangan para saksi yang dihadirkan di persidangan. Saksi adalah seseorang yang mempunyai informasi tangan pertama mengenai suatu kejahatan atau kejadian dramatis melalui indera mereka (misal. penglihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan) dan dapat menolong memastikan pertimbanganpertimbangan penting dalam suatu kejahatan atau kejadian. Seorang saksi yang melihat suatu kejadian secara langsung dikenal juga sebagai saksi mata. Saksi sering dipanggil ke pengadilan untuk memberikan kesaksiannya dalam suatu proses peradilan. Adapun saksi-saksi yang masing-masing telah memberikan keterangan di bawah sumpah antara lain adalah Wisnu Broto, Sri Wahyuni, Sri Wartini dan Karyono. b. Keterangan terdakwa Selain keterangan saksi, maka Hakim juga mempertimbangkan keterangan dari terdakwa dalam membuat putusan, dalam kasus ini terdakwa telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut : 1) Bahwa terdakwa pernak diperiksa oleh Penyidik dan saksi menerangkan yang sebenarnya 2) Bahwa menjadi terdakwa dalam perkara ini karena telah melakukan penganiayaan / memukul korban
11
3) Bahwa terdakwa memukulnya pakai kayu usuk dan caranya kayu terdakwa pukulkan ke tubuh korban dan mengenai pelipis 4) Bahwa waktu kejadiannya pada hari Selasa tanggal 29 Oktober 2013 sekitar jam 16.00 WIB bertempat di Kampung Dadapan RT 04, RW 013, Kelurahan Sangkrah, Kecamatan Pasarkliwon, Kota Surakarta 5) Bahwa ketika itu korban yang mau mandi dan mondar-mandir sambil lirak-lirik istri terdakwa dan perhatikan dan terdakwa cemburu 6) Bahwa terdakwa sudah lama bertetangga dengan korban 7) Bahwa terdakwa tahu sekarang korban matanya tidak dapat untuk melihat 8) Bahwa kayu untuk memukul tersebut belum terdakwa siapkan 9) Bahwa ketika terdakwa melihat korban, terdakwa mengambil kayu dan selanjutnya terdakwa pukulkan 10) Bahwa terdakwa tidak pernah ribut dengan korban 11) Bahwa terdakwa cemburu dengan korban karena korban senyum-senyum dengan istri terdakwa 12) Bahwa terdakwa belum pernah dihukum dan terdakwa sangat menyesal c. Petunjuk Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari keterangan para saksi, alat bukti surat dan keterangan terdakwa bila dihubungkan satu dengan lainnya ternyata saling berkaitan dan bersesuaian sehingga hakim dapat menentukan telah terjadi suatu tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku yaitu Terdakwa SUPANGAT alias SUGIARSO. Hakim juga mempertimbangkan adanya barang bukti yang berupa kayu usuk ukuran 3 x 5 cm dengan panjang 1 meter. Hakim dalam menjatuhkan putusan selain didukung dengan data-data yang berupa pembuktian di persidangan, hakim juga mempunyai kebebasan untuk menentukan hukuman yang akan dijatuhkan kepada terdakwa. Hal-hal tersebut yang akan membentuk keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan. 2. Pertimbangan hakim mengenai hukumnya Pertimbangan hakim tentang hukumnya untuk membuktikan kebenaran dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang ditujukan kepada terdakwa. Dakwaan merupakan surat atau akte yang memuat rumusan tindak pidana yang
12
didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemerikasaan penyidikan dan menjadi dasar bagi hakim dalam pemeriksaan di muka pengadilan. Adapun secara ringkas isi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum adalah sebagai berikut : a. Menyatakan terdakwa SUPANGAT Alias SUGIARSO, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penganiayaan Berat” sebagaimana telah didakwakan dalam Dakwaan Alternatif Kesatu pasal 351 ayat (2) KUHP b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama : 1 (satu) Tahun, 3 (tiga) bulan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan c. Menetapkan barang bukti berupa : kayu usuk ukuran 3 X 5 cm dengan panjang 1 m, dirampas untuk dimusnahkan d. Menetapkan pula agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,(dua ribu rupiah). Berdasarkan demikian unsur ini pun terpenuhi dan berdasarkan keseluruhan uraian pertimbangan tersebut Majelis Hakim berpendapat yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum bahwa perbuatan para terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 363 ayat (1) 4,5 KUH Pidana telah terbukti secara sah dan meyakinkan dan sepanjang pemeriksaan di persidangan ternyata Majelis Hakim tidak menemukan adanya alasan pemaaf maupun alasan pembenar yang dapat menghilangkan sifat melawan hukum dari perbuatan para terdakwa tetap dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya dan para terdakwa harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan kesalahannya tersebut. 3. Pertimbangan hakim mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan, bahwa Hakim dan Hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Artinya, dalam memutus suatu perkara Hakim tidak boleh hanya mempertimbangkan aspek yuridisnya saja, tetapi Hakim juga harus mempertimbangkan aspek sosiologisnya. Dalam hal ini, Hakim harus
13
mempertimbangkan rasa keadilan dari sisi pelaku kejahatan, korban kejahatan, dan masyarakat. Dengan demikian, diharapakan tercipta putusan yang mendekati rasa keadilan bagi semua pihak, sehingga masyarakat mempunyai respek dan kepercayaan yang tinggi terhadap eksistensi pengadilan sebagai lembaga peradilan yang mampu mengakomodir para pencari keadilan. Hakim sebelum menjatuhkan pidana terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa dalam hal pemidanaan yang dijatuhkan. Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama di Pengadilan Negeri Surakarta yang dilakukan oleh hakim memuat hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal ini memang sudah ditentukan dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan putusan pemidanaan memuat keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa, yaitu sebagai berikut : a. Hal-hal yang memberatkan 1) Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat; 2) Terdakwa belum pernah dihukum. b. Hal-hal yang meringankan 1) Terdakwa bersikap sopan di persidangan; 2) Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi; 3) Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga. Mencermati pertimbangan di atas, dapat dikatakan bahwa timbangan yang digunakan Hakim hanya terfokus kepada pelakunya saja dan tidak melihat kerugian yang dialami oleh korban kejahatan. Padahal hal tersebut penting untuk mewujudkan rasa keadilan bagi si korban kejahatan. Hakim setelah mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas kemudian menjatuhkan sanksi pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun penjara dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan. Analisis : Penerapan pidana terhadap tindak pidana Penganiayaan di Pengadilan Negeri Surakarta pada putusan hakim No. 10/Pid.B/2014 Pengadilan Negeri Surakarta
menjatuhkan putusan kepada Terdakwa SUPANGAT Alias
14
SUGIARSO karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penganiayaan Berat” sebagaimana telah didakwakan dalam Dakwaan Alternatif Kesatu pasal 351 ayat (2) KUHP, sehingga majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting yang diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Dengan demikian dapatlah dikonklusikan lebih jauh bahwasanya putusan hakim disatu pihak berguna bagi terdakwa untuk memperoleh kepastian hukum (rechts zekerheids) tentang statusnya dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya terhadap putusan tersebut dalam artian dapat menerima putusan, melakukan upaya hukum verzet, banding atau kasasi, melakukan grasi dan sebagainya. Sedangkan dilain pihak hakim yang mengadili perkara diharapkan dapat memberikan putusan yang mencerminkan nilai-nilai keadilan dengan memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusan yang dijatuhkan setimpal sesuai dengan kesalahannya. Putusan Hakim sangat dipengaruhi oleh pembuktian yang dilakukan oleh Penuntut dalam penyelidikan, penyidikan dan pembuktian didalam sidang. Proses Peradilan akan berakhir dengan suatu putusan akhir. Dalam putusan tersebut
Hakim
menyatakan
pendapatnya
mengenai
hal-hal
yang
dipertimbangkan oleh Hakim dalam putusan tersebut. Semua putusan pengadilan akan sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila putusan tersebut diucapkan dalam sidang. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan harus mencerminkan rasa keadilan baik bagi korban maupun bagi terdakwa. Untuk menentukan bahwa terdakwa terbukti bersalah atau tidak, hakim harus berpedoman pada sistem pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP sebagai berikut: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bawa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
15
Dalam perkara tindak pidana penganiayaan ini alat bukti yang sah untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi hakim, yakni keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Selain itu, juga dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan dalam persidangan. Kesesuaian antara masing-masing alat bukti serta barang bukti, maka akan diperoleh fakta hukum yang menjadi dasar bagi hakim untuk memperoleh keyakinan. Berdasarkan ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, Penulis menganggap bahwa keseluruhan alat bukti yang diajukan di persidangan berupa keterangan saksi, alat bukti visum et repertum, dan keterangan terdakwa menunjukkan kesesuaian satu sama lain. Selain itu, juga terdapat kesesuaian antara alat bukti dan barang bukti yang diajukan di persidangan sehingga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah di hadapan persidangan. Mencermati pertimbangan di atas, dapat dikatakan bahwa pertimbangan yang digunakan
Hakim
hanya terfokus kepada pelakunya saja dan tidak
melihat kerugian yang dialami oleh korban kejahatan. Padahal, hal tersebut penting untuk mewujudkan rasa keadilan bagi si korban kejahatan. Hakim setelah mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas kemudian menjatuhkan sanksi pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dikurangkan seluruhnya dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan. Putusan Hakim merupakan pernyataan Hakim sebagai pejabat negara yang diberi kewenangan untuk itu berupa putusan penjatuhan pidana jika perbuatan pelaku tindak pidana terbukti secara sah dan meyakinkan. Dalam upaya membuat putusan serta menjatuhkan sanksi pidana, Hakim harus mempunyai pertimbangan yuridis yang terdiri dari dakwaan Penuntut Umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, barang bukti, pasal-pasal yang dilanggar dan pertimbangan non yuridis yang terdiri dari latar belakang perbuatan terdakwa, akibat perbuatan serta kondisi terdakwa pada saat melakukan perbuatan. Hakim
sebelum menjatuhkan putusan dalam perkara dengan
Nomor
104/Pid.B/2014/PN.Ska telah menganalisa dan menentukan berbagai aspek pertimbangan-pertimbangannya, dimana pertimbangannya cenderung kepada pertimbangan yuridis. Adapun pertimbangan subyektif Hakim dalam perkara ini hanya terfokus kepada pelaku kejahatannya saja. Padahal Hakim seharusnya
16
juga mempertimbangkan kerugian yang dialami korban. Seperti halnya, korban adalah tulang punggung keluarga, dan akibat penganiayaan tersebut korban tidak bisa melakukan pekerjaannya dan sebelah matanya sudah tidak dapat digunakan melihat lagi/kabur. Hal-hal ini seharusnya ikut menjadi pertimbangan Hakim yang memberatkan terdakwa. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti berkesimpulan bahwa pertimbangan
hukum
Hakim
dalam menjatuhkan putusan
pada perkara
penganiayaan ini, terdapat beberapa kekurangan-kekurangan seperti yang peneliti uraikan di atas, terutama pada pertimbangan subyektifnya, yaitu pada pertimbangan hal-hal
yang memberatkan atau meringankan terdakwa.
Pertimbangan yang digunakan Hakim pada perkara ini, cenderung terfokus kepada keadaan pelaku tindak pidananya saja. Padahal Pasal 5 ayat (1) Undangundang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mewajibkan Hakim menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Artinya bahwa
Hakim
juga harus
mempertimbangkan kerugian dari sisi korban kejahatan, dan masyarakat. Dengan demikian akan menciptakan putusan yang mendekati rasa keadilan bagi semua pihak. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dan menjaga eksistensi pengadilan sebagai lembaga peradilan yang betul-betul mampu mengakomodir akan kebutuhan keadilan masyarakat. Sehingga diperlukan Hakim yang mempunyai integritas dan konsistensi yang tinggi terhadap nilai-nilai keadilan. Kemudian dari segi sanksi pidana yang dijatuhkan menurut Penulis itu sangat ringan melihat penderitaan yang dialami korban, juga bila dibandingkan dengan ancaman pidana menurut KUHP bagi penganiayaan adalah
5 tahun, jaksa menuntut 1 tahun 3 bulan dan hakim
memutuskan pidana selama 1 tahun. Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa pertimbangan Hakim
dalam menjatuhkan putusan
pada perkara
hukum
ini, terdapat beberapa
kekurangan-kekurangan seperti yang Penulis uraikan di atas, terutama pada pertimbangan subyektifnya, yaitu pada pertimbangan hal-hal yang memberatkan atau meringankan terdakwa. Pertimbangan yang digunakan
Hakim
pada
perkara ini, cenderung terfokus kepada keadaan pelaku tindak pidananya saja.
17
Padahal Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman
mewajibkan
Hakim
menggali,
mengikuti,
dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yanghidup dalam masyarakat. Artinya bahwa Hakim juga harus mempertimbangkan kerugian dari sisi korban kejahatan, dan masyarakat. Dengan demikian akan menciptakan putusan yang mendekati rasa keadilan bagi semua pihak. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan dan menjaga eksistensi pengadilan sebagai lembaga peradilan yang betul-betul mampu mengakomodir akan kebutuhan keadilan masyarakat. Makanya itu, diperlukan Hakim yang mempunyai integritas dan konsistensi yang tinggi terhadap nilai-nilai keadilan. Kemudian dari segi sanksi pidana yang dijatuhkan menurut Penulis itu sangat ringan melihat penderitaan yang dialami korban. Tuntutan Penuntut Umum yaitu 1 tahun 3 bulan penjara dan putusan Hakim yang hanya menjatuhkan putusan 1 tahun menurut penulis kurang tepat seharusnya sesuai KUHP adalah 5 tahun, mengingat akibat dari perbuatan terdakwa telah membuat korban salah satu mata korban tidak dapat melihat dan korban merupakan tulang punggung keluarga. Namun bagaimana pun juga, tidak bisa dipungkiri bahwa rasa keadilan munusia itu berbeda-beda karena sifat adil itu yang subyektif, dan Hakim dengan sanksi yang dijatuhkan 1 tahun penjara sudah tepat menurut rasa keadilannya.
F. Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa Hakim Pengadilan Negeri Surakarta menjatuhkan putusan kepada Terdakwa SUPANGAT Alias SUGIARSO karena secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana “Penganiayaan Berat” dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus penganiayaan di Pengadilan Negeri Surakarta terdiri dari faktor yuridis yaitu keterangan saksi, keterangan terdakwa, petunjuk, pertimbangan menurut hukumnya dan petimbangan hal-hal yang meringankan dan memberatkan, dimana menurut peneliti Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam pertimbangannya terdapat beberapa kekurangan-kekurangan, terutama dalam pertimbangan subyektifnya,
18
yaitu pada pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa.
G. Daftar Pustaka Buku Amir Ilyas. 2012. Asas-Asas Hukum Pidana. Makasar : Rangkang Education Bahder Johan Nasution, 2008 Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung : Mandar Maju Bambang Purnomo. 1987. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Ghalia Indonesia Leden Marpaung. 1992. Proses Penanganan Perkara Pidana. Jakarta : Sinar Grafika ______________. 2005. Asas –Asas Teori- Praktik Hukum Pidana. Sinar Jakarta : Grafika. Moeljatno. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakata : Rineka Cipta Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung : Alumni PAF. Lamintang. 1997. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung : Citra Aditya Rusli Muhammad, 2006, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Grafindo Persada
Jakarta : Raja
Soerjono Soekanto. 2007. Factor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta : Raja Grafindo Persada Wirjono Prodjodikoro. 2002. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung : Refika Aditama WJS. Poerwodarminto. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : PN. Balai Pustaka, hal 481. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
19