RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 63/PUU-XI/2013 Tentang Status Hukum Daerah Istimewa Surakarta Hadiningrat I. PEMOHON 1. Gray Koes Isbandiyah, sebagai PEMOHON I; 2. KP Dr. Eddy S. Wirabhumi, S.H., M.M., sebagai PEMOHON II. KUASA HUKUM Dr. Abdul Jamil, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 21 Mei 2013 II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Bagian Memutuskan angka I dan Pasal 1 ayat (1) UndangUndang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Tengah terhadap UUD 1945. III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Para Pemohon menjelaskan bahwa ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 juncto Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, antara lain “menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia”; 2. Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyebutkan bahwa salah satu kewenangan konsitutsional Mahkamah Konstitusi adalah menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945; 3. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mengatakan, “Dalam hal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi”; 4. Pasal 4 ayat (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, menyatakan, “Pengujian materiil adalah pengujian UU yang berkenaan
dengan materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945”; 5. Bahwa berdasarkan uraian diatas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus permohonan Pemohon. IV. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Para Pemohon menjelaskan kedudukan mereka sebagai berikut: 1. Pemohon I adalah perseorangan yang merupakan putra kandung dari Susuhan Paku Buwono XII dan merupakan salah satu ahli waris dari dinasti Keraton Surakarta. Oleh karena ketidakjelasan status hukum daerah istimewa Surakarta, Pemohon I telah kehilangan haknya sebagai salah satu ahli waris untuk mengelola dan/atau mengatur tanah-tanah Karaton Surakarta sehingga berdampak pula terhadap kewibawaan serta status sosial dan keluarga dan keturunan Keraton Surakarta; 2. Pemohon II adalah perseorangan yang mewakili Paguyuban Kawula Keraton Surakarta (PaKaSa) selaku ketua umum dari PaKaSa. Oleh karena tidak ada Peraturan Undang-Undangan yang khusus yang mengatur pelestarian dan pengembangan budaya Jawa dari Keraton Surakarta, Pemohon II tidak dapat melestarikan dan mengembangkan budaya Jawa dari Keraton Surakarta yang merupakan tujuan didirikannya PaKaSa. V. NORMA-NORMA YANG DIUJIKAN UNTUK DIUJI A. NORMA MATERIIL Norma-norma yang diujikan adalah: 1. Bagian Memutuskan angka I UU 10/1950 Menghapuskan Pemerintahan Daerah Karesidenan Semarang, Pati, Pekalongan, Banjumas, Kedu, dan Surakarta, serta membubarkan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Karesidenan-Karesidenan tersebut 2. Pasal 1 ayat (1) UU 10/1950 Daerah jang meliputi Daerah Karesidenan Semarang, Pati, Pekalongan, Banjumas, Kedu, dan Surakarta ditetapkan mendjadi Propinsi Djawa Tengah B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Norma-norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian adalah: 1. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Negara Indonesia adalah negara hukum 2. Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undangundang
3. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya 4. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan hukum yang sama di hadapan hukum VI. ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Daerah Istimewa Surakarta merupakan salah satu daerah/kerajaan yang mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat istimewa yang secara historis dilindungi oleh konsitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dibuktikan dengan, diantaranya, pengecualian keberlakuan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah dan pengakuan daerah istimewa Surakarta melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Derah; 2. Penghapusan dan penggabungan Status Surakarta sebagai Daerah Istimewa ke dalam Propinsi Jawa Tengah melalui diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Tengah yang secara eksplisit ditentukan oleh Bagian Memutuskan angka I dan Pasal 1 ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 karena ketentuan-ketentuan tersebut menurut para Pemohon bertentangan dengan Pasal 18B ayat (1); 3. Materi muatan/isi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 juga bertentangan dengan peraturan-peraturan hukum sebelumnya dan melalui prosedur yang tidak benar secara hukum; 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 secara prosedural adalah peraturan perundangan yang cacat hukum karena Undang-Undang tersebut dibentuk berdasarkan Konstitusi RIS. Berdasarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959, konsitusi yang berlaku kembali ke UUD 1945 sehingga masalah mengenai daerah istimewa yang diatur Pasal 18 UUD 1945 (sebelum amandemen) juncto Pasal 18B UUD 1945 kembali berlaku. Berdasarkan uraian diatas, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tidak memiliki kekuatan berlaku lagi; 5. Penghapusan dan penggabungan status Surakarta sebagai Daerah Istimewa adalah bentuk perlakuan yang tidak sama di depan hukum. Hal ini dilihat dari penggabungan Daerah Istimewa Surakarta ke dalam Provinsi Jawa Tengah melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 sementara Daerah Istimewa Yogyakarta dibuatkan undang-Undang sendiri melalui Undang-Undang
6.
7.
8.
9.
Nomor 3 Tahun 1950. Sehingga Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; Surakarta adalah Daerah Istimewa berdasarkan Penetapan Pemerintah No. 16/SD Tahun 1946 dan Surat Wakil Presiden tanggal 12 September 1949. Sebagai dasar hukum diundangkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tidak ada satu pasal atau ayatpun yang menyatakan penghapusan status Surakarata sebagai Daerah Istimewa. Baik Undang-Undang Nomor Tahun 1948 maupun Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tidak ada ketentuan yang menyatakan Peraturan Pemerintah Nomor 16/SD Tahun 1946 tidak berlaku lagi sehingga Penetapan Pemerintah a quo sampai sekarang adalah sah menurut hukum. Maka Bagian Memutuskan angka I juncto Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 bertentangan dengan Pasal1 ayat (3) UUD 1945; Penetapan Pemerintah No. 16/SD Tahun1946, Surat Wakil Presiden 12 September 1949, dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 mengakui status Surakarta sebagai daerah istimewa. Namun, dalam perjalanannya untuk Jogjakarta dikeluarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 sementara Surakarta digabungkan dengan Provinsi Jawa Tengah dan dihilangkan status daerah istimewanya melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950. Amanah atau janji Penetapan Pemerintah a quo adalah membuat Undang-Undang tentang pemerintah daerah istimewa Yogyakarta dan Surakarta. Namun saat ini hanya Yogyakarta yang memperoleh status daerah istimewanya melalui undang-undang, yaitu melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 juncto Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Daerah Istimewa Yogyakarta. Maka ketentuan-kententuan a quo pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tidak sejalan dengan Pasal 18B ayat (1) UUD 1945; Penetapan Pemerintah No. 16/SD Tahun 1946, Surat Wakil Presiden 12 September 1949, dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 mengakui status Surakarta sebagai daerah istimewa. Dengan kata lain, Penetapan Pemerintah a quo tidak pernah dicabut sehingga sampai sekarang masih berlaku. Meskipun Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tidak secara eksplisit menghilangkan status Surakarta sebagai daerah istimewa (de jure), tetapi secara de facto status keistimewaan Surakarta menjadi “tidak jelas”, sehingga hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana menjadi amanah Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; Eksistensi Daerah Istimewa Surakarta sudah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian ketentuan Bagian Memutuskan angka I
dan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 sepanjang mengenai kata-kata “dan Surakarta” telah mengkhianati amanah UUD 1945 baik sebelum maupun sesudah diamandemen yang mengakui secara tegas eksistensi daerah-daerah yang bersifat istimewa yang akan diatur dengan undang-undang; VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan: i. Bagian Memutuskan angka I Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Tengah sepanjang mengenai kata-kat “dan Surakarta”, berbunyi: ii. “Menghapuskan Pemerintahan Daerah Karesidenan Semarang, Pati, Pekalongan, Banjumas, Kedu, dan Surakarta,serta membubarkan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Karesidenan-Karesidenan tersebut”; iii. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Tengah sepanjang mengenai kata-kata “dan Surakarta”, berbunyi: “Daerah jang meliputi Daerah Karesidenan Semarang, Pati, Pekalongan, Banjumas, Kedu, dan Surakarta ditetapkan mendjadi Propinsi Djawa Tengah.” Adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 1 ayat (3), Pasal 18B, dan Pasal 28D ayat (1); 3. Menyatakan: i. Bagian Memutuskan angka I Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Tengah sepanjang mengenai kata-kat “dan Surakarta”, berbunyi: “Menghapuskan Pemerintahan Daerah Karesidenan Semarang, Pati, Pekalongan, Banjumas, Kedu, dan Surakarta,serta membubarkan Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Karesidenan-Karesidenan tersebut”; ii. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Tengah sepanjang mengenai kata-kata “dan Surakarta”, berbunyi: “Daerah jang meliputi Daerah Karesidenan Semarang, Pati, Pekalongan, Banjumas, Kedu, dan Surakarta ditetapkan mendjadi Propinsi Djawa Tengah” Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Jika Majelis Hakim berpendapat lain, maka kami mohon putusan seadil-adilnya.