1
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 19/Permentan/OT.140/3/2013 TENTANG PEDOMAN ADMINISTRASI KEUANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang
: a.
b.
c.
Mengingat
: 1.
2. 3. 4.
5. 6.
bahwa dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 720.1/Kpts/OT.140/12/2006 telah ditetapkan Pedoman Administrasi Keuangan Kementerian Pertanian; bahwa untuk melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Lingkup Kementerian Pertanian secara tertib, efisien, transparan dan bertanggungjawab perlu ditetapkan Pedoman Administrasi Keuangan; bahwa atas dasar hal tersebut, dan agar pelaksanaan administrasi keuangan berjalan dengan baik, perlu menetapkan Pedoman Administrasi Keuangan Kementerian Pertanian;
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3693); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355); Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400); Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara penyampaian Rencana Kerja dan Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara 2
7.
8.
9.
10. 11.
12.
13.
14.
15. 16. 17.
Tahun 2004 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4353); Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4614); Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4816); Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5165); Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah; Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Pertanian (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5307); Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah juncto Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5334); Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta , Susunan Organisasi Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Pertanian; Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4214), dan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4418) jis Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 2010; Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II Periode 20092014; Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Terhadap Bendahara; Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan badan Pemeriksa keuangan;
3
18. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar; 19. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.05/2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Kementerian Negara/ Lembaga/Kantor/Satuan Kerja; 20. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.06/2010 tentang Kualitas Piutang kementerian Negara/lembaga Dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih; 21. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga; 22. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah; 23. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230/PMK.05/2011 Tentang Sistem Akuntansi Hibah; 24. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.08/2011 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Atas Pinjaman dan Hibah Kepada Pemerintah; 25. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri dan Pegawai Tidak Tetap; 26. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 27. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.02/2013 tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2013; 28. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Kpts/OT.140/10/ 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian; MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEDOMAN ADMINISTRASI KEUANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN Pasal 1 Pedoman Administrasi Keuangan (PAK) Kementerian Pertanian sebagaimana tercantum dalam Lampiran merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini; Pasal 2 Pedoman sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 sebagai acuan bagi pejabat pengelola keuangan lingkup Kementerian Pertanian;
4
Pasal 3 Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Pertanian Nomor 720.1/Kpts/OT.140/12/2006 dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi; Pasal 4 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
2013
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal : 7 Maret MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth.: 1. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan; 2. Menteri Keuangan; 3. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan; 4. Pimpinan Eselon I lingkup Kementerian Pertanian; 5. Gubernur Seluruh Indonesia; 6. Bupati/Walikota Seluruh Indonesia.
5
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 19/Permentan/OT.140/3/2013 TANGGAL : 7 Maret 2013 PEDOMAN ADMINISTRASI KEUANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan paradigma dibidang politik, ekonomi dan pemerintahan, serta berbagai dinamika yang terus berkembang di masyarakat, menuntut penyelenggaraan negara khususnya dalam hal pengelolaan keuangan negara agar lebih tertib, transparan dan akuntabel serta terbebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Wujud konkret dalam merespon kondisi tersebut ditandai dengan lahirnya 3 (tiga) paket undang-undang dibidang keuangan negara yaitu Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Upaya pemerintah dalam menindaklanjuti kondisi tersebut di atas, tercermin melalui kebijakan yang dikenal dengan reformasi di bidang keuangan negara, yang ditandai dengan terbitnya berbagai peraturan di bidang keuangan negara, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri maupun Peraturan-Peraturan lainnya yang pada intinya bertujuan untuk dapat menyelenggarakan dan mempertanggungjawabkan keuangan negara secara tertib, efektif, efisien dan transparan serta taat pada aturan sehingga tercipta penyelenggaraan pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Pada tataran substatif, pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan negara tidak ada perbedaan yang signifikan antar berbagai elemen/institusi/pihak-pihak terkait. Namun pada tataran operasional sering terjadi perbedaan cara pandang, persepsi maupun implementasinya. Oleh karena itu Pedoman Administrasi Keuangan (PAK) Kementerian Pertanian ini diharapkan mampu untuk menjembatani, memediasi berbagai kesenjangan yang terjadi sekaligus sebagai petunjuk praktis dalam rangka pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, di lingkup Kementerian Pertanian.
6
Perencanaan anggaran sebagai proses awal dari pengelolaan keuangan negara mempunyai tujuan utama yaitu menjaga stabilitas fiskal makro, alokasi sumberdaya sesuai prioritas, dan pemanfaatan anggaran secara efektif dan efisien. Untuk mendukung upaya mencapai tujuan tersebut, penganggaran diterapkan dengan pendekatan penerapan anggaran secara terpadu dan berbasis kinerja. Penerapan konsep anggaran secara terpadu memuat semua kegiatan instansi pemerintah dalam APBN sedangkan konsep anggaran berbasis kinerja untuk memperjelas tujuan dan indikator kinerja yang akan mendukung perbaikan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan sumber daya. Untuk itu, rencana kerja dan anggaran yang disusun harus berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai dengan mempertimbangkan tugas dan fungsinya. Otoritas pengelolaan anggaran saat ini berada pada Kementerian/Lembaga, hal ini tercermin dari organisasi pengelola anggaran dimana Menteri/Ketua Lembaga selaku Pengguna Anggaran (PA) yang pelaksanaannya dikuasakan kepada para kepala satuan kerja (satker) sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Selain itu, proses pembuatan Surat Perintah Membayar (SPM) dialihkan kewenangannya dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) kepada masing masing satker. Oleh karena itu dalam pelaksanaan anggaran di masing masing satker, dibutuhkan pejabat pengelola keuangan seperti KPA, Bendahara Pengeluaran, Bendahara Penerimaan, Pejabat Penandatangan SPM, dan Pejabat Pembuat Komitment (PPK), serta perangkat pengelola keuangan lainnya. Dalam aspek pelaporan keuangan, saat ini pemerintah telah menggunakan Sistem Akuntansi Pemerintahan yang terdiri dari Sistem Akuntansi Umum (SAU) yang digunakan oleh Bendahara Umum Negara (BUN) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang digunakan oleh Kementerian/Lembaga Tinggi Negara. Dalam pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sudah harus dituangkan dalam bentuk Laporan Keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Penyusunan Laporan Keuangan dimulai tingkat Satker sebagai Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran/Barang (UAKPA/B), yang selanjutnya Laporan Keuangan tersebut disampaikan kepada Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang-Wilayah (UAPPA/BW) dan kepada Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/BarangEselon I (UAPPA/B-EI). Unit Akuntansi Pengguna Anggaran/Barang (UAKPA/B) melakukan konsolidasi Laporan Keuangan tingkat Satker berdasarkan Laporan Keuangan konsolidasi tingkat UAPPA/B-EI. Guna menjaga akuntabilitas pertanggungjawaban keuangan negara, maka aspek pengawasan berikut tindak lanjut atas hasil pengawasan perlu mendapat perhatian yang lebih intensif. Untuk itu pada saat ini telah dikembangankan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) 7
yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaran pemerintahan negara, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan pada peraturan perundangan. Disamping itu kewajiban bagi setiap satker untuk menindaklanjuti setiap Laporan Hasil Audit (LHA) baik yang berasal dari eksternal pemerintah (BPK) maupun yang berasal dari internal pemerintah (BPKP dan Inspektorat Jenderal). PAK Kementerian Pertanian juga menyajikan arsip keuangan, yang dimulai dari jenis-jenis arsip keuangan, pengelolaan arsip serta penyusunan arsip. Informasi ini dapat memberikan gambaran kapan suatu arsip keuangan dapat dikategorikan sebagai dokumen aktif, dokumen in-aktif dan kapan dapat dimusnahkan. Diharapkan PAK Kementerian Pertanian ini dapat menjadi pedoman praktis bagi pengelola keuangan di lingkup Kementerian Pertanian dalam memahami dan mengimplementasikan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negera sehingga pada akhirnya penyelenggaran pertanggungjawaban keuangan negara dilingkup Kementerian Pertanian menjadi lebih tertib, efektif, efisien dan akuntabel serta taat pada peraturan sehingga terciptanya prinsip good governance and clean government. B. Maksud dan Tujuan PAK Kementerian Pertanian ini dimaksudkan untuk menjadi acuan dalam menyamakan pemahaman dan implementasi tentang berbagai peraturan perundangan yang menjadi dasar hukum pengelolaan keuangan negara dan sekaligus berguna sebagai pedoman praktis dalam pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan negara di masing-masing Satuan Kerja lingkup Kementerian Pertanian. Adapun tujuannya yaitu terciptanya pelaksanaan dan pertanggungjawaban keuangan negara di lingkup Kementerian Pertanian menjadi lebih tertib, efektif, efisien dan akuntabel serta taat pada aturan sehingga tercipta prinsip good governance dan clean government, serta terbebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup PAK Kementerian Pertanian ini terdiri atas struktur organisasi dan uraian tugas, perencanaan anggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran, Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Hibah, tata cara penyusunan laporan keuangan, pengendalian dan pengawasan, penyelesaian kerugian negara serta arsip keuangan.
8
D. Pengertian Umum Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan : 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disebut APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, yang masa berlakunya mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember tahun berkenaan; 2. Arsip keuangan adalah arsip yang berkaitan dengan pengelolaan arsip keuangan/fiskal yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Pengelolaan Arsip Keuangan meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan; 3. Bagian Anggaran adalah bentuk pengalokasian anggaran negara yang didasarkan atas unit organisasi pemerintahan (Kementerian Negara/Lembaga) atau fungsi tertentu; 4. Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih; 5. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 6. Bank Sentral adalah Bank Indonesia; 7. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut BUN adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kewenangan untuk dan atas nama Menteri Keuangan melaksanakan pengelolaan rekening kas umum negara; 8. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang oleh karena negara, dan tugasnya menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang dan/atau surat-surat berharga dalam rangka pelaksanaan belanja APBN oleh Kementerian negara/lembaga dan/atau satuan kerja selaku Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran; 9. Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang Pendapatan Negara dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada Kantor/Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga; 10. Belanja barang adalah pengeluaran atas pembelian barang dan jasa yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan termasuk untuk biaya pemeliharaan; 11. Berita Acara Serah Terima yang selanjutnya disebut BAST adalah dokumen serah terima barang/jasa sebagai bukti penyerahan dan peralihan hak/kepemilikan atas barang/jasa surat berharga; 12. Biaya Riil adalah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan bukti pengeluaran yang sah; 13. Closing Date adalah tanggal batas akhir penarikan pinjaman/hibah luar negeri yang ditetapkan dalam Naskah Perjanjian Pinjaman dan Hibah Luar negeri dan atau oleh Pemberi Pinjaman Hibah Luar 9
Negeri; 14. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disebut DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun dan disetujui oleh Menteri/Pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran dan disahkan oleh Menteri Keuangan selaku BUN cq. Direktur Jenderal Perbendaharaan, dan berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan dan/atau penggunaan anggaran; 15. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat; 16. Effective Date adalah tanggal yang ditetapkan oleh Pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri yang menyatakan suatu Naskah Perjanjian Pinjaman Hibah Luar Negeri mulai mengikat semua pihak dan mulai efektif berlaku; 17. Eligible Expenditure adalah pengeluaran-pengeluaran yang disetujui pihak PPHLN untuk dibiayai dari dana Pinjaman dan Hibah Luar Negeri karena sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan dalam Naskah Perjanjian Pinjaman/Hibah Luar Negeri bersangkutan; 18. Ex-Factory Expenditure adalah pengeluaran untuk barang-barang yang dibuat dinegara pemberi pinjaman atau penerima pinjaman berupa harga pabrik di luar ongkos angkut dan pajak; 19. Foreign Expenditures adalah pengeluaran mata uang asing (valas) di luar negara peminjam untuk barang-barang/jasa yang disuplay dari negara lain; 20. Hibah adalah setiap penerimaan Negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali yang berasal dari dalam atau luar negeri serta mendapat manfaat secara langsung yang digunakan untuk mendukung tugas dan fungsi Kementerian Pertanian; 21. Hibah Luar Negeri yang selanjutnya disebut HLN adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali; 22. lneligible Expenditure adalah pengeluaran yang ditolak/tidak dapat dibiayai dari dana Pinjaman dan Hibah Luar Negeri karena tidak sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Luar Negeri bersangkutan; 23. Initial Deposit adalah dana atau uang muka (advance) yang dapat ditarik setelah NPHLN dinyatakan efektif; 24. International Competitive Biding yang selanjutnya disebut ICB adalah pelelangan internasional yang bertujuan agar kegiatan dapat memperoleh kesempatan menyeleksi penawaran yang masuk dari seluruh rekanan yang terbaik, serta memberikan kesempatan yang sama kepada calon rekanan yang berasal dari negara-negara lain untuk menawarkan barang-barang serta pekerjaan yang akan 10
dibiayai dari dana pinjaman; 25. Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara, untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara; 26. Kantor Pos adalah unit pelaksana teknis penyedia layanan jasa pos dan giro serta layanan pihak ketiga lainnya; 27. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kewenangan selaku Kuasa Bendahara Umum Negara; 28. Kerugian Negara adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai; 29. Kualified adalah penilaian terhadap keuangan dengan predikat wajar dengan syarat; 30. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah Pimpinan Satuan Kerja yang bertanggungjawab atas pengelolaan anggaran pada Satuan Kerja yang bersangkutan; 31. Laporan Pertanggungjawaban yang selanjutnya disebut LPJ Bendahara Penerimaan adalah dokumen yang berisi informasi tentang Target dan Realisasi PNBP yang dibuat oleh Bendahara Penerimaan secara periodik sesuai peraturan yang berlaku atas PNBP yang dikelolanya dan menyampaikannya kepada Pejabat yang berwenang sebagai bentuk pertanggungjawaban PNBP pada Instansinya; 32. Local Competitive Biding yang selanjutnya disebut LCB adalah cara pengadaan barang (procurement) yang dilaksanakan apabila hal-hal yang diisyaratkan oleh tender seperti berikut ini dapat dipenuhi, yaitu: a. Fasilitas konstruksi atau produksi dalam negeri tersedia dengan harga yang memadai, efisien dan dapat diperoleh dengan waktu yang relatif cepat; b. Supplier dan kontraktor luar negeri diperkirakan tidak berminat ikut dalam penawaran; c. Prosedur yang dilaksanakan untuk pengadaan tesebut (prakualifikasi dan sebagainya) sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan tender; dan d. Peminjam atau borrower meminta untuk melaksanakan prosedur LCB ini. 33. Local Expenditure adalah pengeluaran untuk barang-barang dan jasa-jasa yang diperoleh atau disuplay dari dalam negeri; 34. Local Expenditure Ex-Factory Cost adalah pembelian barang-barang yang disuplay langsung dari pabriknya didalam negeri; 35. Lumpsum adalah uang yang dibayarkan sekaligus; 36. Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya disebut MPHL-BJS adalah surat yang 11
diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencatat/membukukan Pendapatan Hibah Langsung bentuk Barang/jasa/surat berharga dan belanja barang untuk pencatatan aset tetap/aset lainnya dari hibah/pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah; 37. Naskah Perjanjian Pinjaman/Hibah Luar Negeri yang selanjutnya disebut NPPHLN adalah naskah perjanjian atau naskah lainnya yang disamakan yang memuat kesepakatan mengenai Pinjaman Luar Negeri antara Pemerintah Indonesia dengan Pemberi Pinjaman Luar Negeri; 38. Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman yang selanjutnya disebut NPPP adalah naskah perjanjian penerusan pinjaman antara Pemerintah RI (selaku borrower) dengan negara donor; 39. Penerimaan Negara adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang dituangkan didalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang berasal dari Dalam Negeri maupun dari Luar Negeri; 40. Pendapatan Negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih; 41. Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara; 42. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun anggaran berikutnya; 43. Pembekuan Sementara Rekening adalah menutup sementara rekening milik Kementerian Negara/Kantor/Satuan Kerja untuk tidak melaksanakan transaksi penerimaan dan/atau transaksi pengeluaran; 44. Pengguna Angggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Menteri Pertanian yang bertanggungjawab atas penggunaan anggaran pada Kementerian Pertanian; 45. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran/KPA untuk mengambil keputusan dan atau tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban belanja negara; 46. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PP-SPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran untuk melakukan pengujian atas SPP dan menerbitkan SPM; 47. Pejabat Negeri adalah Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI); 48. Pegawai Tidak Tetap adalah Pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan, tugas pemerintah dan pembangunan yang bersifat teknis profesional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi dalam kerangka sistem kepegawaian, yang tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri;
12
49. Pejabat yang berwenang adalah Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang diberi wewenang oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguan Anggaran di lingkungan Kementerian Pertanian; 50. Perjalanan dinas jabatan merupakan perjalanan dinas dari tempat kedudukan ke tempat yang dituju dan kembali ke tempat kedudukan semula; 51. Perhitungan Rampung adalah perhitungan biaya perjalanan yang dihitung sesuai kebutuhan riil berdasakan ketentuan yang berlaku; 52. Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disebut PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan; 53. Penerimaan Umum adalah Penerimaan yang berasal dari bukan dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Kementerian Pertanian; 54. Penerimaan Fungsional adalah peneriman yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Satker dilingkup Kementerian Pertanian; 55. Penyelenggaraan Kegiatan yang dibiayai PNBP adalah uraian dalam RKAKL/DIPA yang memuat rincian kegiatan dan pagu pengeluaran/belanja yang sumber dananya berasal dari PNBP Fungsional Satuan Kerja Kementerian/Lembaga (setinggi-tingginya sesuai dengan besaran izin penggunaan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan); 56. Petugas Penyetor adalah Petugas/Orang yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran/Kepala Satuan Kerja untuk menagih, menerima dan menyetorkan PNBP ke Kas Negara dalam waktu 1 (satu) kali 24 jam; 57. Penerimaan Imbalan Jasa adalah penerimaan berupa uang atau yang dapat dinilai setara uang yang bersumber dari pemenuhan kewajiban masyarakat pengguna jasa sebagai akibat dari pelayanan dan atau penggunaan sarana/prasarana dan sumberdaya yang dikuasai Kementerian Pertanian; 58. Penerimaan Penjualan Hasil Samping adalah penerimaan yang berasal dari penjualan hasil ikutan yang diperoleh dari dan atau sebagai akibat pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Pertanian; 59. Pendapatan Hibah Langsung adalah hibah yang diterima langsung oleh K/L dan/atau pencairan dananya dilaksanakan tidak melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang pengesahannya dilakukan oleh Bendahara umum Negara/Kuasa Bendahara Umum Negara; 60. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Sentral;
13
61. Rekening Penerimaan adalah rekening pada bank sentral/bank umum/kantor pos yang dipergunakan untuk menampung uang pendapatan Negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/satuan kerja Kementerian Pertanian; 62. Rekening Hibah adalah rekening pemerintah lainnya yang dibuka oleh K/L dalam rangka pengelolaan hibah langsung dalam bentuk uang; 63. Rekening Pengeluaran adalah rekening pada bank umum/kantor pos yang dipergunakan untuk menampung uang bagi keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/satuan kerja Kementerian Pertanian; 64. Rekonsiliasi adalah proses pencocokan data transaksi keuangan yang diproses dengan beberapa sistem/subsistem yang berbeda berdasarkan dokumen sumber yang sama; 65. Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga yang selanjutnya disebut RKAK/L adalah daftar yang memuat rincian komponen kegiatan beserta volume dan satuan biaya masing-masing pos pengeluaran; 66. Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker adalah bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian Pertanian yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu organisasi yang membebani dana APBN; 67. Satuan Kerja Pengguna PNBP adalah Instansi yang diizinkan untuk menggunakan sebagian dana PNBP melalui persetujuan Menteri Keuangan setelah Instansi tersebut terlebih dahulu menyetorkan PNBP-nya ke Rekening Kas Negara melalui Bank Pemerintah/Persepsi setempat; 68. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disebut SPP adalah suatu dokumen yang dibuat/diterbitkan oleh pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan dan disampaikan kepada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk selaku pemberi kerja untuk selanjutnya diteruskan kepada PP-SPM; 69. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan alokasi dana yang bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan; 70. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disebut SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanan pengeluaran sebagai dasar atas beban APBN berdasarkan SPM; 71. Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya disebut SPM-UP adalah dokumen yang diterbitkan/digunakan oleh PA/KPA atau Pejabat lain yang ditunjuk, yang dananya dipergunakan sebagai UP untuk membiayai kegiatan operasional kantor seharihari;
14
72. Surat Perjalanan Dinas yang selanjutnya disebut SPD adalah surat kepada Pejabat Negara, dan Pegawai Tidak Tetap untuk melaksanakan perjalanan dinas; 73. Surat Perintah Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disebut SP2HL adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan hibah langsung dam/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung; 74. Surat Pengesahan Hibah Langsung yang selanjutnya disebut SPHL adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk mengesahkan Pendapatan Hibah Langsung dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung; 75. Surat Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung yang selanjutnya disebut SP3HL adalah surat yang diterbitkan oleh KPPN selaku Kuasa BUN untuk mengesahkan pengembalian hibah langsung kepada pemberi hibah; 76. Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung yang selanjutnya disebut SP4HL adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran / Kuasa Pengguna Anggaran atau Pejabat Lain yang ditunjuk untuk mengesahkan pembukuan pengembalian saldo Pendapatan Hibah Langsung kepada Pemberi Hibah; 77. Surat Pernyataan Telah Menerima Hibah Langsung yang selanjutnya disebut SPTMHL adalah surat pernyataan tanggungjawab penuh atas pendapatan Hibah Langsung dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung/belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah, belanja modal untuk pencatatan aset tetap/aset lainnya dari hibah, dan pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah; 78. Surat Perintah Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga yang selanjutnya disebut SP3HL-BJS adalah surat yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran /Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat lain yang ditunjuk untuk diajukan pengesahan Pendapatan Hibah Langsung bentuk barang/jasa/surat berharga ke DJPU; 79. Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut TUP adalah uang yang diberikan kepada satker untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam satu bulan melebihi pagu UP yang ditetapkan; 80. Tempat Kedudukan adalah tempat/kota kantor/satuan kerja berada; 81. Tempat bertolak adalah tempat/kota melanjutkan perjalanan dinas ke tempat tujuan; 82. Tempat Tujuan adalah tempat/kota yang menjadi tujuan perjalanan dinas; 83. Target dan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disebut TRPNBP adalah suatu aplikasi untuk merekam data Target dan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak pada setiap Kementerian/Lembaga; 15
84. Tarif PNBP adalah besaran biaya atas Jenis PNBP yang meliputi pendapatan perolehan dari hasil pertanian dan jasa yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; 85. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang memberi tugas; 86. Uang Persediaaan yang selanjutnya disebut UP adalah uang muka kerja dengan jumlah tertentu yang bersifat daur ulang (revolving), diberikan kepada bendahara pengeluaran hanya untuk membiayai kegiatan operasional kantor seharihari yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung; 87. Un qualified adalah penilaian terhadap keuangan dengan predikat wajar tanpa syarat; 88. Unit Pemungut PNBP adalah unit yang melaksanakan fungsi pelayanan penjualan barang/jasa yang menghasilkan PNBP; dan 89. Wilayah Jabatan adalah wilayah kerja dalam menjalankan tugas.
16
BAB II STRUKTUR ORGANISASI DAN URAIAN TUGAS A. Struktur Organisasi Kementerian Pertanian Struktur organisasi Kementerian Pertanian telah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 yang terdiri atas : 1. Menteri; 2. Sekretariat Jenderal; 3. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan; 4. Direktorat Jenderal Hortikultura; 5. Direktorat Jenderal Perkebunan; 6. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan; 7. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian; 8. Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian; 9. Inspektorat Jenderal; 10. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian; 11. Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian; 12. Badan Ketahanan Pangan; 13. Badan Karantina Pertanian; dan 14. Staf Ahli Menteri Pertanian. B. Pengorganisasian Anggaran Menurut Satuan Kerja Satuan kerja (Satker) sebagai bagian dari satu unit organisasi pada Kementerian Pertanian yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program. Kepala Satker tingkat Eselon I, Eselon II, Eselon III, atau Eselon IV yang berdiri sendiri sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Barang (KPA/B) yang dibantu oleh pejabat pengelola keuangan. Pimpinan Satker ditetapkan sebagai KPA/B dikelompokkan sebagai berikut: 1. Satker Pusat adalah unit kerja yang kewenangan dan tanggung jawabnya melakukan kegiatan pengelolaan anggaran dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kantor pusat Kementerian Pertanian yang lokasi pelaksanaan kegiatannya dapat berada di pusat dan atau di daerah; 2. Satker Unit Pelaksana Teknis (UPT) adalah instansi vertikal di daerah yang kewenangan dan tanggung jawabnya melakukan kegiatan pengelolaan anggaran dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dari kantor pusat Kementerian Pertanian; dan 3. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah unit kerja di Propinsi/ Kabupaten/Kota yang melaksanakan tugas otonomi untuk dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
17
C. Struktur Organisasi Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Menteri Pertanian selaku Pengguna Anggaran/Barang (PA/B) Kementerian Pertanian menetapkan Pejabat Pengelola Keuangan pada Satker Pusat, UPT Vertikal, dan SKPD Pengelola Dana Tugas Pembantuan. Menteri Pertanian dapat melimpahkan kewenangan penetapan Pejabat Pengelola Keuangan tersebut kepada Sekretaris Jenderal. Pada Satker Pusat, UPT Vertikal dan SKPD Pengelola Dana Tugas Pembantuan Menteri Pertanian menetapkan pejabat pengelola keuangan yang meliputi KPA, Bendahara Pengeluaran, dan Bendahara Penerimaan. Penetapan tersebut sekaligus memberikan wewenang kepada KPA untuk menetapkan PPK, PP-SPM dan Petugas Pengelola Keuangan Lainnya apabila diperlukan. Pada SKPD Pengelola Dana Dekonsentrasi kewenangan menetapkan Pejabat Pengelola Keuangan yaitu Gubernur/Bupati/Walikota. Penetapan Pejabat Pengelola Keuangan tersebut meliputi KPA, PPK, Pejabat Penandatangan SPM, Bendahara Pengeluaran, dan Bendahara Penerimaan, serta Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) apabila diperlukan. Struktur Organisasi Pengelola Keuangan lingkup Kementerian Pertanian terdiri atas Satker Pusat, UPT Vertikal, SKPD Pengelola Dana Tugas Pembantuan dan Dekonsentrasi. Adapun struktur organisasinya ditetapkan sebagai berikut: 1. Di Tingkat Pusat a. Menteri Pertanian sebagai Penanggung Jawab Program Pembangunan Pertanian selaku PA; b. Pimpinan Eselon I selaku pembina program dan anggaran kinerja di unit kerja masing-masing selaku KPA; c. Kepala Biro/Pusat di Lingkup Sekretariat Jenderal di unit kerja masing-masing selaku KPA; d. Pimpinan Eselon II (Direktur, Sekretaris Ditjen/Badan) atau Pejabat/pegawai yang kompeten dengan mempertimbangkan kesesuaian tugas dan fungsi, serta memenuhi persyaratan yang ditentukan sebagai PPK; e. Kepala Bagian Keuangan dan Perlengkapan/Kepala Bagian Umum/ Kepala Sub Bagian Pelaksanaan Anggaran atau Pejabat yang membidangi keuangan pada Satker unit Eselon I lingkup Kementerian Pertanian selaku PP-SPM; dan f. Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan adalah Pejabat Fungsional yang ditetapkan sesuai dengan persyaratan tertentu.
18
2. Di Tingkat Satker/ UPT Vertikal lingkup Kementerian Pertanian a. KPA dijabat oleh Kepala UPT; b. PPK dijabat oleh Pejabat satu tingkat dibawah KPA atau Pejabat/pegawai yang kompeten dengan mempertimbangkan kesesuaian tugas dan fungsi, serta memenuhi persyaratan yang ditentukan dan ditetapkan melalui Keputusan KPA; c. PP-SPM dijabat oleh KTU/Kepala Bagian Umum/Sub Bagian Keuangan dan ditetapkan melalui Keputusan KPA; d. Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerima yaitu pejabat Fungsional yang ditetapkan sesuai dengan persyaratan tertentu; dan e. Penanggungjawab Kegiatan dan Petugas-Petugas lainnya ditetapkan melalui Surat Keputusan KPA/PPK. 3. Di Tingkat Pemerintah Daerah Provinsi a. KPA dijabat oleh Kepala Dinas/Badan; b. PPK dijabat oleh Pejabat satu tingkat dibawah KPA atau Pejabat/pegawai yang kompeten dengan mempertimbangkan kesesuaian tugas dan fungsi, serta memenuhi persyaratan yang ditentukan; c. PP-SPM dijabat oleh Kepala Bagian Keuangan/KTU Pejabat yang membidangi fungsi keuangan; d. Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerima yaitu Pejabat Fungsional yang ditetapkan sesuai dengan persyaratan tertentu; dan e. Pejabat/Petugas lainnya yang membantu pelaksanaan program ditetapkan oleh KPA/PPK. 4. Di Tingkat Kabupaten/Kota a. KPA dijabat oleh Kepala Dinas/Badan; b. PPK dijabat oleh Pejabat satu tingkat dibawah KPA atau Pejabat/pegawai yang kompeten dengan mempertimbangkan kesesuaian tugas dan fungsi, serta memenuhi persyaratan yang ditentukan; c. PP-SPM dijabat oleh KTU/Kabag Umum/Pejabat yang membidangi fungsi keuangan; d. Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerima adalah Pejabat Fungsional yang ditetapkan sesuai dengan persyaratan tertentu; dan e. Pejabat/Petugas lainnya yang membantu pelaksanaan program ditetapkan oleh KPA/PPK. 5. Struktur Organisasi Pengelolaan Anggaran a. Pengorganisasian dan Pengelolaan Anggaran Kantor Kementerian Pertanian (Tingkat Eselon I) sebagai berikut :
Pusat
19
Bagan II.C.1.a Struktur Organisasi Pengelola Anggaran Kantor Pusat Kementerian Pertanian.
Me nte ri Pe rtanian pPe ngguna Anggaran
Irje n/Dirje n/Ka. Badan Kuasa Pe ngguna Anggaran
Dir ektur /S ekr etar is/Kar o/P eja ba t yang ditunjuk P ejabat P em buat Kom itm en
Dir ektur /S ekr etar is/Kar o/P eja ba t yang ditunjuk P ejabat P em buat Kom itm en
Bendahar a P engeluar an / Bendahar a Pener im aan JaJabatan
P em bantu
P engelola
Kepala Bagian Keuangan dan P er lengkapan/Kab ag Um um P ejabat P enandatangan SP M
Fungsional
Keuangan
P etugas
P em bantu
Bagan II.C.1.b Struktur Organisasi Pengelola Anggaran Kantor Pusat Lingkup Sekretariat Jenderal.
Menteri Pertanian pPengguna Anggaran
Kepala Biro/Pusat Kuasa Pengguna Anggaran
Kepala Bagian/Bidang/Pejabat yang ditunjuk Pejabat Pembuat K omit men
Bendahara Pengeluaran / B endahara Penerimaan JaJabatan Fungsional
Pembantu Pengelola K euangan
K epala Bagian/Bidang/Pejabat yang ditunjuk Pejabat Pembuat Komitmen
Kasubag Pelaksanaan Anggaran/Pejabat yang membidangi keuangan Pejabat Penandatangan SPM
Petugas Pembantu
20
b. Pengorganisasian dan Pengelolaan Anggaran Satker Pusat/UPT Vertikal. Bagan II.C.2 Struktur Organisasi pengelolaan anggaran pada Satker Pusat/UPT Vertikal
Menteri Pertanian pPengguna Anggaran Kepala Pusat/Balai Kuasa Pengguna Anggaran
Kabag/Kabid/Kasie/ Pejabat yang ditunjuk
Kabag/Kabid/Kasie/Pejabat yang ditunjuk
Pejabat Pembuat Komitmen
Pejabat Pembuat Komitmen
Bendahara Pengeluaran / Bendahara Penerimaan JaJabatan Fungsional
Pembantu Pengelola Keuangan
Kabag/Kasub TU/Umum/Keu Pejabat Penandatangan SPM (PP-SPM)
Petugas Pembantu
c. Pengorganisasian dan Pengelolaan Dana Dekonsentrasi Kegiatan pembangunan pertanian yang dilaksanakan melalui dana dekonsentrasi yaitu kegiatan non fisik. Adapun yang dimaksud kegiatan non fisik yaitu kegiatan yang menghasilkan keluaran yang tidak menambah aset tetap yang meliputi kegiatan sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi, bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, supervisi, penelitian dan survei, pembinaan dan pengawasan serta pengendalian. Dana Dekonsentrasi dapat dialokasikan sebagai dana penunjang untuk pelaksanaan tugas administratif dan/atau pengadaan input berupa barang habis pakai dan/atau aset tetap. Penentuan besarnya alokasi dana penunjang harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, ekonomis, dan efisiensi serta disesuaikan dengan karakteristik kegiatan dimaksud. Gubernur memberitahukan rencana kerja dan anggaran pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana dekonsentrasi Kementerian Pertanian kepada DPRD. Selanjutnya Gubernur menetapkan satuan kerja perangkat daerah sebagai pelaksana kegiatan pembangunan pertanian. Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan Pejabat Pengelola Keuangan pada SKPD Pengelola Dana Dekonsentrasi yang meliputi KPA, PPK, PP-SPM, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan. 21
Bagan II.C.3. Struktur Organisasi pengelolaan anggaran dana Dekonsentrasi Gubernur pPenerima Pelimpahan Wewenang Dana Dekonsentrasi Kepala Dinas /Badan Provinsi Kuasa Pengguna Anggaran
Eselon III Dinas/Badan Prov./Pejabat yang ditunjuk
Eselon III Dinas/Badan Prov./Pejabat yang ditunjuk
Pejabat Pembuat Komitmen
Pejabat Pembuat Komitmen
Bendahara Pengeluaran / Bendahara Penerima JaJabatan Fungsional
Sekdis/Kabag TU/Umum Pejabat Penandatangan SPM
Pembantu Pengelola Keuangan
Petugas Pembantu
d. Pengorganisasian dan Pengelolaan Dana Tugas Pembantuan 1) Tugas Pembantuan di Provinsi Kegiatan pembangunan pertanian yang dilaksanakan melalui dana Tugas Pembantuan yaitu kegiatan fisik. Gubernur memberitahukan rencana kerja dan anggaran pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana Tugas Pembantuan Kementerian Pertanian kepada DPRD. Selanjutnya Gubernur menetapkan satuan kerja perangkat daerah sebagai pelaksana kegiatan pembangunan pertanian. Pengorganisasian pengelolaan anggaran dana Tugas Pembantuan seperti pada Bagan II.C.4. Gubernur pPenerima Pelimpahan Wewenang Dana Tugas Pembantuan
Kepala Dinas /Badan Provinsi Kuasa Pengguna Anggaran
Eselon III Dinas/Badan Prov./Pejabat yang ditunjuk
Eselon III Dinas/Badan Prov./Pejabat yang ditunjuk
Pejabat Pembuat Komitmen
Pejabat Pembuat Komitmen
Bendahara Pengeluaran / Bendahara Penerima JaJabatan Fungsional
Pembantu Pengelola Keuangan
Sekdis/Kabag TU/Umum Pejabat Penandatangan SPM
Petugas Pembantu
22
2) Tugas Pembantuan di Kabupaten/Kota Kegiatan pembangunan pertanian yang dilaksanakan melalui dana Tugas Pembantuan yaitu kegiatan fisik. Bupati/Walikota memberitahukan rencana kerja dan anggaran pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana Tugas Pembantuan Kementerian Pertanian kepada DPRD. Selanjutnya Bupati/Walikota menetapkan satuan kerja perangkat daerah sebagai pelaksana kegiatan pembangunan pertanian. Pengorganisasian pengelolaan anggaran dana Tugas Pembantuan di Kabupaten/Kota seperti pada Bagan II.C.5. Bupati/Walikota pPenerima Pelimpahan Wewenang Dana Tugas Pembantuan
Kadis/Badan/Kantor Kab/Kota Kuasa Pengguna Anggaran
Eselon III Dinas/Badan Kab/Kota/Pejabat yang ditunjuk
Eselon III Dinas/Badan Kab/Kota/Pejabat yang ditunjuk
Pejabat Pembuat Komitmen
Pejabat Pembuat Komitmen
Bendahara Pengeluaran / Bendahara Penerima JaJabatan Fungsional
Pembantu Pengelola Keuangan
Sekdis/Kabag/Kasub TU/Umum/Keu Pejabat Penandatangan SPM
Petugas Pembantu
D. Mekanisme Penetapan Pejabat Pengelola Keuangan Satker Pusat dan UPT Vertikal Mekanisme penetapan Pejabat Pengelola Keuangan pada Satker Pusat dan UPT Vertikal lingkup Kementerian Pertanian diatur sebagai berikut : 1. Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Pertanian menyampaikan mekanisme penetapan dan revisi Pejabat Pengelola Keuangan kepada Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian paling lambat pada minggu terakhir bulan Oktober tahun berjalan; 2. Pejabat Eselon I lingkup Kementerian Pertanian menyampaikan usulan Pejabat Pengelola Keuangan Satker Pusat dan UPT Vertikal yang meliputi KPA, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan kepada Menteri Pertanian paling lambat pada minggu ketiga bulan November tahun berjalan; 3. Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Pertanian menetapkan Pejabat Pengelola Keuangan Satker Pusat, UPT Vertikal selambatnya pada minggu pertama bulan Desember tahun berjalan; 4. Setelah mendapatkan penetapan dari Menteri Pertanian, KPA menetapkan PPK dan PP-SPM serta pengelola keuangan lainnya (apabila diperlukan) di masing-masing Satker; dan 23
5. Penetapan Pejabat Pengelola Keuangan tersebut di atas tidak terikat periode tahun anggaran. Oleh karena itu, apabila tidak terjadi pergantian Pejabat Pengelola Keuangan maka tidak perlu diusulkan kembali. Penetapan tersebut berakhir apabila tidak teralokasikan anggaran untuk program yang sama pada tahun anggaran berikutnya. E. Mekanisme Penetapan Pejabat Pengelola Keuangan Pada SKPD Pengelola Dana Tugas Pembantuan Mekanisme penetapan Pejabat Pengelola Keuangan pada SKPD Pengelola Dana Tugas Pembantuan lingkup Kementerian Pertanian diatur sebagai berikut : 1. Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Pertanian menyampaikan mekanisme penetapan Pejabat Pengelola Keuangan kepada Gubernur/Bupati/Walikota dan Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian paling lambat pada minggu terakhir bulan Oktober tahun berjalan; 2. Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan usulan Pejabat Pengelola Keuangan lingkup SKPD Pengelola Dana Tugas Pembantuan yang meliputi KPA dan Bendahara Pengeluaran serta Bendahara Penerimaan (apabila diperlukan) kepada Menteri Pertanian melalui Eselon I terkait paling lambat pada minggu ketiga bulan November tahun berjalan; 3. Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Pertanian menetapkan Pejabat Pengelola Keuangan pada SKPD Pengelola Dana Tugas Pembantuan lingkup Kementerian Pertanian selambatnya pada minggu pertama bulan Desember tahun berjalan; 4. Setelah mendapatkan penetapan dari Menteri Pertanian, KPA menetapkan PPK dan PP-SPM serta pengelola keuangan lainnya (apabila diperlukan) di masing-masing Satker; 5. Dalam rangka percepatan pelaksanaan anggaran, Menteri Pertanian dapat mendelegasikan penunjukan KPA pada SKPD pengelola Dana Tugas Pembantuan kepada Gubernur/Bupati/Walikota dengan Surat Keputusan; dan 6. Penetapan Pejabat Pengelola Keuangan tersebut tidak terikat periode tahun anggaran. Oleh karena itu, apabila tidak terjadi pergantian Pejabat Pengelola Keuangan maka tidak perlu diusulkan kembali. Penetapan tersebut berakhir apabila tidak teralokasikan anggaran untuk program yang sama pada tahun anggaran berikutnya. F. Penggantian Pejabat Pengelola Keuangan Penggantian Pejabat Pengelola Keuangan dalam tahun anggaran berjalan dapat dilakukan dengan alasan : 1. Mutasi, ditugaskan ke luar wilayah atau tugas belajar yang dibuktikan dengan surat keputusan Pejabat yang berwenang; 2. Dalam keadaan sakit sehingga tidak dapat melaksanakan tugas sebagaimana mestinya dan didukung dengan surat keterangan dokter; 3. Terlibat kasus pelanggaran disiplin pegawai/kejahatan dan dalam proses penindakan oleh aparat yang berwenang; 24
4. Pensiun atau meninggal dunia; dan 5. Berhenti/mengundurkan diri dengan keterangan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan yang dinyatakan dalam bentuk surat pernyataan; G. Persyaratan Pejabat Pengelola Keuangan 1. Persyaratan Pejabat Pengelola Keuangan Satker Pusat dan UPT Vertikal A. Persyaratan Calon KPA : 1) Memegang jabatan Kepala Satuan Kerja (Sekjen/Irjen/Dirjen/Ka. Badan dan Ka. Biro/Kapus/Ka. Balai Besar/Ka. Balai/Ka. Stasiun); 2) Pada Satker setingkat Eselon I maka KPA dapat dijabat oleh pejabat Eselon II; 3) Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan PPK, PP-SPM, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan; dan 4) Membuat Surat Pernyataan untuk bekerja dengan bersih, jujur dan tidak akan melakukan KKN. B. Persyaratan Calon Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) : 1) Berstatus sebagai PNS, sehat jasmani dan rohani, mampu dan jujur, tidak dalam proses penindakan suatu pelanggaran/ kejahatan dan tidak terlibat dalam kasus yang merugikan negara; 2) Pada Satker Unit Eselon I maka PPK adalah Pejabat satu tingkat dibawah KPA atau Pejabat/Pegawai yang kompeten dengan mempertimbangkan kesesuaian tugas dan fungsi, serta memenuhi persyaratan yang ditentukan; 3) Pada Satker Pusat, Vertikal/UPT adalah Pejabat Eselon III/IV/satu tingkat dibawah KPA atau Pejabat/Pegawai yang kompeten dengan mempertimbangkan kesesuaian tugas dan fungsi, serta memenuhi persyaratan yang ditentukan; 4) Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan KPA, PP-SPM dan Bendahara Pengeluaran/Penerimaan; 5) Membuat surat pernyataan untuk bekerja dengan bersih, jujur dan tidak akan melakukan KKN; 6) Mempunyai Sertifikat Ahli Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah; dan 7) Apabila tidak ada calon yang memenuhi syarat/belum memiliki Sertifikat Ahli Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, maka KPA/Kepala Satker merangkap sebagai PPK. C. Persyaratan Calon PP-SPM : 1) Berstatus sebagai PNS, sehat jasmani dan rohani, mampu dan jujur, tidak dalam proses penindakan suatu pelanggaran/ kejahatan dan tidak terlibat dalam kasus yang merugikan negara; 2) Pada Sekretariat Jenderal yaitu Kepala Sub Bagian Pelaksanaan Anggaran pada Biro Keuangan dan Perlengkapan;
25
3) Pada Satker Unit Eselon I yaitu Kepala Bagian Keuangan dan Perlengkapan/Umum/TU atau pejabat yang melaksanakan tugas dan fungsi unsur keuangan/Tata Usaha; 4) Pada Satuan Kerja Vertikal/UPT yaitu Kepala Bagian Umum/Tata Usaha/Kasubbag Keuangan/TU atau Pejabat yang melaksanakan tugas dan fungsi unsur Keuangan/Tata Usaha; 5) Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan KPA, PPK, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan; dan 6) Membuat surat pernyataan untuk bekerja dengan bersih, jujur dan tidak akan melakukan KKN. D. Persyaratan Calon Bendahara Pengeluaran/Penerimaan : 1) Berstatus sebagai PNS, sehat jasmani dan rohani, mampu dan jujur, tidak dalam proses penindakan suatu pelanggaran/ kejahatan dan tidak terlibat dalam kasus yang merugikan negara; 2) Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Manajemen Keuangan dan peraturan yang berhubungan dengan keuangan; 3) Mempunyai ijazah/Sertifikat Bendahara Pengeluran/ Penerimaan; 4) Berpangkat sekurang-kurangnya Pengatur Muda Tk.I (II/b) bagi calon ditingkat Satker Vertikal/ UPT dan berpangkat sekurangkurangnya Penata Muda (III/a) bagi calon ditingkat Pusat/Satker Unit Eselon I; 5) Tidak dalam status masa persiapan pensiun; 6) Tidak memegang jabatan struktural Eselon I, Eselon II, Eselon III, Eselon IV, Kepala Kantor dan Kepala Satuan Kerja; 7) Calon yang diusulkan tidak boleh merangkap sebagai tenaga fungsional lainnya (peneliti, widyaiswara, penyuluh dan lainlain); 8) Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan KPA, PPK, PPSPM; 9) Membuat surat pernyataan untuk bekerja dengan bersih, jujur dan tidak akan melakukan KKN; 10) Harus berlokasi di Satker yang memiliki DIPA; 11) Bagi yang telah menduduki jabatan Bendahara Pengeluaran/ Penerimaan selama 5 (lima) tahun terus menerus, tidak boleh dicalonkan kembali untuk menduduki jabatan sebagai Bendahara Pengeluaran/Penerimaan pada Satker yang bersangkutan; dan 12) Apabila karena keterbatasan sumber daya manusia sehingga calon Bendahara yang diusulkan belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, maka KPA/Kepala Satker membuat Surat Pernyataan Tanggung Jawab atas pengusulan tersebut dengan disertai alasan yang jelas.
26
2. Persyaratan Pejabat Pengelola Keuangan Pada SKPD Pengelola Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan A. Persyaratan Calon Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) : 1) Memegang jabatan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) (Kepala Dinas/Kepala Badan atau Kepala Kantor); 2) Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan PPK, PP-SPM dan Bendahara Pengeluaran/Penerimaan; dan 3) Membuat surat pernyataan untuk bekerja dengan bersih, jujur dan tidak akan melakukan KKN; B. Persyaratan Calon PPK : 1) Berstatus sebagai PNS, sehat jasmani dan rohani, mampu dan jujur, tidak dalam proses penindakan suatu pelanggaran/ kejahatan dan tidak terlibat dalam kasus yang merugikan negara; 2) Pada SKPD Propinsi dan Kabupaten/Kota, adalah Kabag/Kabid, atau Pejabat/Pegawai yang kompeten dengan mempertimbangkan kesesuaian tugas dan fungsi, serta memenuhi persyaratan yang ditentukan; 3) Telah memiliki sertifikat ahli pengadaan barang dan jasa; 4) Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan KPA, PP-SPM dan Bendahara Pengeluaran/Penerimaan; 5) Membuat Surat Pernyataan untuk bekerja dengan bersih, jujur dan tidak akan melakukan KKN; dan 6) Apabila tidak ada calon yang memenuhi syarat/belum memiliki Sertifikat Ahli Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, maka KPA/Kepala Satker merangkap sebagai PPK. C. Persyaratan Calon PP-SPM : 1) Berstatus sebagai PNS, sehat jasmani dan rohani, mampu dan jujur, tidak dalam proses penindakan suatu pelanggaran/ kejahatan dan tidak terlibat dalam kasus yang merugikan negara; 2) Pada SKPD Propinsi dan Kabupaten/Kota, adalah Sekretaris Dinas/Kabag TU atau Pejabat yang melaksanakan tupoksi unsur Keuangan/Tata Usaha; 3) Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan KPA, PPK dan Bendahara Pengeluaran/Penerimaan; dan 4) Membuat Surat Pernyataan untuk bekerja dengan bersih, jujur dan tidak akan melakukan KKN. D. Persyaratan Calon Bendahara Pengeluaran/Penerimaan : 1) Berstatus sebagai PNS, sehat jasmani dan rohani, mampu dan jujur, tidak dalam proses penindakan suatu pelanggaran/kejahatan dan tidak terlibat dalam kasus yang merugikan negara; 2) Mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Manajemen Keuangan dan peraturan yang berhubungan dengan keuangan; 27
3) Mempunyai ijazah/Sertifikat Bendahara Pengeluaran/ Penerimaan; 4) Berpangkat sekurang-kurangnya Pengatur Muda Tk. I (II/b); 5) Tidak dalam status masa persiapan pensiun; 6) Tidak memegang jabatan struktural Eselon I, Eselon II, Eselon III, Eselon IV, Kepala Kantor dan Kepala SKPD; 7) Tidak boleh merangkap sebagai tenaga fungsional lainnya (peneliti, widyaiswara, penyuluh dan lain-lain); 8) Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar; 9) Membuat surat pernyataan untuk bekerja dengan bersih, jujur dan tidak akan melakukan KKN; 10) Harus berlokasi di SKPD yang memiliki DIPA; 11) Bagi yang telah menduduki jabatan Bendahara Pengeluaran/Penerimaan selama 5 (lima) tahun terus menerus, tidak boleh dicalonkan kembali untuk menduduki jabatan sebagai Bendahara Pengeluaran/Penerimaan pada DIPA yang bersangkutan; dan 12) Apabila karena keterbatasan sumber daya manusia sehingga calon Bendahara yang diusulkan belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, maka KPA/Kepala Satker membuat Surat Pernyataan Tanggung Jawab atas pengusulan tersebut dengan disertai alasan yang jelas. H.Uraian Tugas dan Tanggung Jawab Pejabat Pengelola Keuangan 1. Tugas dan Tanggung Jawab KPA a. menetapkan PPK dan PP-SPM dengan Keputusan; b. mengesahkan Rencana Pelaksanaan Kegiatan atau Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) dan merencanakan penarikan dana di Satuan Kerja masing-masing; c. merumuskan Standar Operasional agar pelaksanaan pengadaan barang/jasa sesuai dengan ketentuan; d. menyusun sistem pengawasan dan pengendalian agar proses penyelesaian tagihan atas beban APBN dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; e. melakukan pengawasan agar pelaksanaan kegiatan dan pengadaan barang/jasa sesuai dengan keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA; f. melakukan monitoring dan evaluasi agar pembuatan perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa dan pembayaran sesuai dengan keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA; g. merumuskan kebijakan atas pembayaran sesuai dengan keluaran (output) yang ditetapkan dalam DIPA; h. melakukan pengawasan, monitoring dan evaluasi atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan;
28
i. menyampaikan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan neraca bulanan, semesteran dan tahunan kepada Sekretariat Jenderal cq Biro Keuangan dan Perlengkapan; j. menyampaikan Laporan Target dan Realisasi Penerimaaan Negara Bukan Pajak bulanan, kepada Sekretariat Jenderal cq Biro Keuangan dan Perlengkapan; k. menyampaikan Laporan Barang Milik Negara (Barang dan Persediaan) semesteran dan tahunan kepada Sekretariat Jenderal cq Biro Keuangan dan Perlengkapan; l. menyampaikan Laporan Rekening Bendahara setiap semester kepada Sekretariat Jenderal cq Biro Keuangan dan Perlengkapan; dan m. mengangkat Panitia Pengadaan Barang/Jasa, Tim Pemeriksa Barang/Hasil Pekerjaan serta staf pembantu sesuai kebutuhan; 2. Tugas dan Tanggung Jawab PPK a. mengkoordinasikan penyusunan Rencana Operasional Pelaksanaan Anggaran Kinerja (ROPAK) serta melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan dalam Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) unit kerjanya; b. melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan anggaran unit kerjanya; c. membuat perikatan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; d. bertanggung jawab dari segi administrasi, fisik, keuangan dan fungsional atas pengadaan barang/jasa yang dilaksanakannya; e. tugas-tugas PPK dalam hal pengadaan barang/jasa meliputi : penetapan rencana pengadaan barang/jasa, menerbitkan surat penunjukan penyedia barang/jasa, menandatangani dan mengendalikan pelaksanaan kontrak, melaporkan dan menyerahkan hasil pekerjaan kepada Kuasa Pengguna Anggaran serta menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan pengadaan barang/jasa; f. menyusun rencana penarikan dana/perencanaan kas; g. melaksanakan kegiatan swakelola; h. mengajukan permintaan uang muka untuk kegiatan operasional kantor sesuai dengan ketentuan yang berlaku; i. memeriksa kebenaran material dan keabsahan dokumen pertanggungjawaban keuangan; j. meneliti ketersediaan dana dan membebankan sesuai dengan Akun yang bersangkutan; k. menyiapkan dokumen pendukung yang lengkap dan benar, serta menandatangani dan menyampaikan SPP kepada PP-SPM; l. melaksanakan pertanggungjawaban keuangan yang meliputi : 1) menguji kebenaran materiil surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih; 2) meneliti kebenaran dokumen yang menjadi persyaratan/kelengkapan sehubungan dengan ikatan/perjanjian 29
pengadaan barang/jasa; 3) meneliti ketersediaan dana yang bersangkutan; 4) membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran pengeluaran yang bersangkutan; 5) menandatangani cek, memeriksa kas dan pembukuan bendahara seiap bulan; dan 6) menandatangani setuju dibayar pada kuitansi. m. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada KPA dengan Berita Acara Penyerahan; dan n. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen kegiatan dan melaksanakan tugas serta wewenang lainnya yang berkaitan dengan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran APBN sesuai ketentuan perundang-undangan. 3. Tugas dan Tanggung Jawab PP-SPM a. memeriksa dan menguji secara rinci keabsahan dokumen pendukung Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. memeriksa ketersediaan pagu anggaran dalam DIPA untuk memperoleh keyakinan bahwa tagihan tidak melampaui batas pagu anggaran; c. memeriksa kebenaran atas tagihan yang menyangkut antara lain: 1) pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran (nama orang/perusahaan, alamat, nomor rekening, dan nama bank); 2) nilai tagihan yang harus dibayar (kesesuaian dan kelayakannya dengan prestasi kerja yang telah dicapai sesuai spesifikasi teknis yang tercantum dalam kontrak); dan 3) jadwal waktu pembayaran (kesesuaian dengan jadwal penarikan dana dan/atau ketepatan waktu pertanggungjawabannya). d. melakukan pembebanan tagihan kepada negara; e. menolak Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dari PPK, apabila: 1) pengeluaran dimaksud tidak tersedia dananya dan/atau melebihi pagu dalam DIPA; dan 2) bukti pengeluaran tidak memenuhi persyaratan administrasi dan tidak didukung dengan kelengkapan data yang sah. f. menerbitkan dan menandatangani Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja bagi Satker BLU (SP3B-BLU); g. menerbitkan dan menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) serta menyampaikan ke KPPN setempat untuk dapat diterbitkan SP2D; h. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen hak tagih; dan i. melaporkan pelaksanaan pengujian dan perintah pembayaran kepada KPA serta melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang berkaitan dengan pengujian dan perintah pembayaran.
30
4. Tugas dan Tanggung Jawab Bendahara Pengeluaran a. menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/satuan kerja; b. menguji ketersediaan dana, menyediakan uang persediaan dan menyampaikan usulan rencana penarikan dana sesuai keperluan belanja operasional kantor; c. meneliti kelengkapan dan kebenaran serta keabsahan dokumen/SPJ perhitungan tagihan permintaan pembayaran yang diajukan oleh PPK ; d. melakukan pengujian dan pembayaran berdasarkan perintah PPK; e. menolak perintah bayar dari PPK apabila: 1) tagihan pembayaran dimaksud tidak tersedia atau tidak cukup tersedia; dan 2) tagihan pembayaran tidak memenuhi persyaratan administrasi dan tidak didukung dengan tanda bukti yang sah. f. melakukan pembukuan yang dimulai dari Buku Kas Umum dan buku-buku pembantu lainnya serta Buku Pengawasan Anggaran. Bendahara yang membukukan lebih dari satu DIPA pembukuannya dilaksanakannya secara terpisah untuk masing-masing DIPA; g. menyiapkan Surat Permintaan Pembayaran (SPP-UP, SPP-GU, SPPTU dan SPP-LS) dan menyampaikan SPP berikut dokumen kelengkapannya kepada PP-SPM; h. melakukan pemungutan dan penyetoran pajak sesuai peraturan perundang-undangan; i. melakukan dan menandatangani lunas bayar di kuitansi UP setelah mendapat persetujuan dari KPA/PPK; j. menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) kepada Kepala KPPN selaku kuasa BUN; dan k. bertanggungjawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakannya. 5. Tugas dan Tanggung Jawab Bendahara Penerimaan a. menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara (PNBP) pada kantor/instansinya; b. melakukan penagihan atas PNBP baik yang bersifat umum maupun fungsional; c. menolak permintaan penggunaan dana penerimaan negara sebelum mendapat persetujuan dari Kementerian Keuangan; d. membukukan seluruh PNBP baik yang diperoleh melalui potongan pembayaran atau yang disetor langsung oleh wajib setor ke kas negara; e. buku pembantu bendahara penerimaan terdiri dari buku pembantu kas dan buku pembantu lainnya sesuai dengan kebutuhan; dan f. melakukan monitoring seluruh PNBP baik yang bersifat umum maupun fungsional yang diterima/disetor oleh petugas lain (Pembuat daftar gaji/Bendahara Pengeluaran/Petugas Penyetor) yang ada pada Satker/unit Pelaksana Teknis yang bersangkutan. 31
6. Tugas dan Tanggung Jawab Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) BPP adalah bendahara yang bertugas membantu Bendahara Pengeluaran untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan. BPP diangkat oleh Menteri/pimpinan lembaga atau pejabat yang diberi kuasa, atas dasar pertimbangan lokasi dan kompleksitas kegiatan. Tugas BPP diatur sebagai berikut : a. melakukan penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan sebagaimana yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran; b. pada akhir tahun anggaran/kegiatan, BPP wajib menyetorkan seluruh uang negara yang dikuasainya ke kas negara, khusus sisa UP dikembalikan kepada Bendahara Pengeluaran; c. BPP menyampaikan LPJ kepada Bendahara Pengeluaran paling lambat 5 (lima) hari kerja bulan berikutnya, dengan disertai salinan rekening koran; dan d. Bendahara Pengeluaran dapat membukukan transaksi atas dasar nilai/jumlah yang tertuang dalam laporan pertanggungjawaban BPP. 7. Tugas dan Tanggung Jawab Petugas Pengelola Keuangan Lainnya (PPABP, PUMK, Verifikator, Staf PPK, Staf PP-SPM dan Staf Bendahara) a. membantu memeriksa keabsahan dokumen SPJ dan bukti-bukti pengeluaran atas pelaksanaan kegiatan di unit kerjanya; b. membantu meneliti kebenaran perhitungan tagihan dalam dokumen SPJ tersebut dan ketersediaan dananya dalam ROPAK unit kerjanya; c. membantu memproses penyelesaian SPJ unit kerjanya; d. melaksanakan penatausahaan dan pengarsipan surat kedinasan, SPJ dan dokumen-dokumen keuangan lainnya; e. membantu menghitung kebutuhan anggaran, mengajukan uang muka kerja kepada Bendahara Pengeluaran untuk kegiatan operasional unit kerjanya serta melaksanakan pembayaran setelah mendapat persetujuan Pejabat Pembuat Komitmen (khusus bagi PUM); dan f. membantu pelaksanaan tugas Pejabat Pengelola Keuangan yang didelegasikan kepadanya; I.
Pergantian Sementara Pejabat Pengelola Keuangan Pejabat Pengelola Keuangan yang berhalangan sementara seperti melaksanakan perjalanan dinas, menunaikan ibadah haji, cuti, sakit, dan sebagainya, maka pergantian sementara Pejabat Pengelola Keuangan diatur sebagai berikut : 1. Apabila Pejabat Pengelola Keuangan berhalangan sementara lebih dari 1 (satu) bulan atau karena alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka dapat dilakukan pergatian sementara sampai kembali bertugas.
32
2. Apabila KPA berhalangan sementara, PA dapat menunjuk pejabat pengganti sampai KPA kembali bertugas. 3. Apabila PPK, PP-SPM, dan/atau Bendahara Pengeluaran berhalangan sementara, KPA/Pejabat yang berwenang dapat menunjuk pejabat pengganti sampai pejabat yang berhalangan sementara tersebut kembali bertugas. 4. Perangkapan jabatan dapat dilaksanakan apabila diperlukan, namun tetap berdasarkan prinsip saling uji (check and balance) dengan ketentuan : a. KPA dapat merangkap sebagai PPK atau PP-SPM; b. KPA tidak dapat merangkap sebagai Bendahara Pengeluaran; c. PPK tidak dapat merangkap sebagai PP-SPM dan/atau Bendahara Pengeluaran; dan d. PP-SPM tidak dapat merangkap sebagai PPK dan/atau Bendahara Pengeluaran. Dalam proses pergantian sementara Pejabat Pengelola Keuangan tersebut, terlebih dahulu dilaksanakan serah terima jabatan yang dituangkan dalam Berita Acara. Khusus untuk Bendahara Pengeluaran, perlu dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan Kas. Contoh surat keterangan pergantian sementara sebagaimana tercantum dalam format 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.
33
BAB III PERENCANAAN ANGGARAN
A. Pokok-Pokok Penyusunan Anggaran 1. Prinsip Umum dan Dasar Penyusunan Anggaran Kinerja a. Prinsip Umum Penyusunan Anggaran Dalam penyusunan anggaran ada beberapa prinsip umum yang harus diikuti dalam pengelolaan keuangan negara seperti: prinsip tahunan, universalitas, kesatuan, dan spesialitas, maupun prinsip kaidah yang baik, antara lain: akuntabilitas, berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara, dan pemeriksaan keuangan yang bebas dan mandiri. b. Dasar Penyusunan Anggaran Dasar penyusunan dokumen anggaran yaitu Rencana Kerja Pemerintah yang telah ditetapkan sebagai suatu keputusan pemerintah setelah dibahas dengan DPR. Rencana Kerja K/L terdiri dari visi, misi, tujuan, sasaran, program, dan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh K/L dalam kurun waktu satu tahun. Rencana Kerja Kementerian yang disusun setiap tahun merupakan penjabaran Rencana Strategis (Renstra) Kementerian dan diselaraskan dengan Rencana Kerja Pemerintah. Rencana Kerja Kementerian menjadi landasan bagi kementerian dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian (RKA-K) dalam satu tahun. RKA-K tersebut merupakan acuan pembuatan dokumen anggaran Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan selanjutnya DIPA merupakan acuan pelaksanaan anggaran. c. Pengesahaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) huruf b Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan berwenang mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran. Kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dengan menerbitkan Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (SP-DIPA) untuk DIPA yang diterbitkan di Pusat. Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan mempercepat proses penerbitan SP-DIPA di daerah, kewenangan Direktur Jenderal Perbendaharaan tersebut didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb). 2. Anggaran Terpadu Dalam melaksanakan penganggaran terpadu sedikitnya ada 5 (lima) komponen pokok yang harus bekerja dengan baik, yaitu :
34
a. Satker pelaksana kegiatan yang tidak membedakan antara kegiatan rutin dan pembangunan. Kegiatan identik dengan tugas pokok dan fungsi yang harus dilaksanakan untuk mencapai keluaran/output yang diharapkan. Setiap Satker sedikitnya mempunyai satu kegiatan; b. Kegiatan merupakan unsur dinamis dari satker. Tidak ada kegiatan yang sama yang dilaksanakan oleh satker yang berbeda, kecuali berbeda lokasi; c. Jenis belanja merupakan cerminan dari pembagian anggaran yang tidak menunjukkan duplikasi. Semua pengeluaran harus dirinci kedalam jenis belanja. Kriteria jenis belanja berlaku untuk semua kegiatan; d. Keluaran/output merupakan hasil dari pelaksanaan kegiatan oleh satker. Tidak ada keluaran yang sama dihasilkan oleh kegiatan yang berbeda (tidak ada tumpang tindih/duplikasi keluaran); dan e. Dokumen penganggaran berupa RKA-KL yaitu unified document yang memuat keempat hal tersebut di atas. Penerapan anggaran terpadu (unified budget) yang dilakukan sejak tahun 2005, merupakan format baru yang mengubah format anggaran belanja negara dengan menyatukan anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan, serta reklasifikasi belanja pemerintah pusat. Penyatuan anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan ini bertujuan untuk memberikan penekanan pada arti pentingnya pembangunan, serta mengeliminasi terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran. Penganggaran terpadu dapat dianggap sebagai unsur yang paling mendasar serta menjadi dasar bagi pelaksanaan elemen reformasi penganggaran lainnya, yaitu penganggaran dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) dan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK). Oleh karena itu penganggaran terpadu diimplementasikan lebih baik sebagai penyempurnaan atas hal-hal yang telah dicapai dalam penyusunan anggaran tahun sebelumnya. B. Struktur Penganggaran Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja. Lebih jauh dalam Pasal 15 ayat (5) dijabarkan Iebih lanjut dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 juga menyatakan bahwa APBN yang disetujui oleh DPR terinci dalam unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja harus mendapat persetujuan DPR. Klasifikasi anggaran merupakan pengelompokan anggaran berdasarkan organisasi, fungsi, dan jenis belanja (ekonomi). Pengelompokan tersebut bertujuan untuk melihat besaran alokasi anggaran menurut organiasasi 35
K/L, tugas-fungsi pemerintah, dan belanja K/L. 1. Organisasi Klasifikasi organisasi yang digunakan dalam anggaran belanja negara adalah klasifikasi K/L dibagi dalam unit Eselon I yang bertanggung jawab terhadap pencapaian sasaran program dan pengkoordinasian atas pelaksanan kegiatan oleh Satker. Suatu unit Eselon I bisa didukung oleh Satker (unit Eselon II) yang bertanggung jawab melaksanakan kegiatan dari program unit Eselon I dan berfungsi sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. 2. Fungsi dan Sub Fungsi Klasifikasi anggaran dibagi menurut fungsi yang akan sangat membantu dalam penyusunan struktur program dan kegiatan. Fungsi adalah perwujudan tugas pemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional. Sub fungsi merupakan penjabaran lebih lanjut dari fungsi. Klasifikasi fungsi dibagi ke dalam 11 (sebelas) fungsi utama dan dirinci ke dalam 79 (tujuh puluh sembilan) sub fungsi. Penggunaan fungsi dan sub fungsi disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing K/L. Untuk pembangunan pertanian termasuk ke dalam fungsi: ekonomi (kode 04) dan sub-fungsi: pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan (kode 04.03). 3. Program Program merupakan penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi K/L yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi unit Eselon I atau unit K/L yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil dengan indikator kinerja yang terukur. Dengan demikian, rumusan program harus jelas menunjukkan keterkaitan dengan kebijakan yang mendasarinya, memiliki sasaran kinerja yang jelas dan terukur untuk mendukung upaya pencapaian tujuan kebijakan yang bersangkutan. Program prioritas dan program penunjang ditetapkan di masing-masing K/L. Untuk pembangunan pertanian telah ditetapkan dua belas program sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Eselon I lingkup Kementerian Pertanian. 4. Kegiatan dan Sub Kegiatan Kegiatan merupakan penjabaran dari Program yang rumusannya mencerminkan tugas dan fungsi Satker atau penugasan tertentu K/L yang berisi komponen kegiatan dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumberdaya baik yang berupa personil (sumberdaya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumberdaya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa. Sub kegiatan adalah bagian dari kegiatan yang menunjang usaha pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan tersebut. Timbulnya sub kegiatan adalah sebagai konsekuensi adanya perbedaaan jenis dan satuan keluaran antar sub kegiatan dalam kegiatan dimaksud. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sub kegiatan yang satu dipisahkan dengan sub kegiatan lainnya adalah berdasarkan perbedaan keluaran. 36
5. Jenis Belanja Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.02/2011, tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelahaan Rencana Kerja dan Anggaran K/L, bahwa klasifikasi anggaran menurut jenis belanja dibagi ke dalam 8 (delapan) kategori yaitu : a. Belanja Pegawai yaitu kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah yang bertugas di dalam maupun di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Belanja ini antara lain digunakan untuk gaji dan tunjangan, honorarium, vakasi, lembur, tunjangan ikatan dinas, kontribusi sosial antara lain untuk kepentingan pensiun, uang tunggu dan asuransi kesehatan; b. Belanja Barang yaitu pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan. Belanja ini antara lain digunakan untuk pengadaan barang dan jasa, pemeliharaan yang sudah ditetapkan indeksnya dalam Standar Biaya dan perjalanan; c. Belanja Modal yaitu pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset/inventaris dengan kewajiban untuk menyediakan biaya pemeliharaan. Dalam belanja ini termasuk untuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, maupun dalam bentuk fisik lainnya, seperti buku untuk perpustakaan, binatang dan Iain sebagainya; d. Belanja Pembayaran Kewajiban Utang yaitu pembayaran yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding) dan bunga utang, baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman; e. Subsidi yaitu alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat terjangkau oleh masyarakat. Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada masyarakat melalui perusahaan negara dan perusahaan swasta; f. Bantuan Sosial yaitu transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan. Bantuan ini antara lain untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan; g. Belanja Hibah yaitu transfer dana yang sifatnya tidak wajib kepada negara lain atau kepada organisasi internasional. Belanja ini antara Iain digunakan untuk hibah kepada pemerintah luar negeri dan organisasi internasional; dan h. Belanja Lain-lain yaitu pengeluaran negara untuk pembayaran atas kewajiban pemerintah yang tidak masuk dalam katagori 37
belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja pembayaran utang, belanja subsidi, belanja hibah, dan belanja bantuan sosial serta bersifat mendesak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya. 6. Dalam menyusun perhitungan kebutuhan anggaran dalam RKA-KL berpedoman pada Standar Biaya. Standar Biaya adalah satuan biaya yang ditetapkan baik berupa Standar Biaya Masukan (satuan biaya berupa harga satuan, tarif, dan indeks yang digunakan untuk menyusun biaya komponen masukan kegiatan), maupun Standar Biaya Keluaran (besaran biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah keluaran kegiatan yang merupakan akumulasi biaya komponen masukan kegiatan). 7. Harga Satuan Biaya Masukan (HSBM) Harga Satuan Biaya Masukan adalah nilai suatu barang yang ditentukan pada waktu tertentu untuk penghitungan biaya komponen masukan kegiatan. a. Untuk kegiatan yang berlokasi didaerah, HSBM ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota setelah mendapat masukan dari Dinas terkait serta didukung oleh survey Badan Pusat Statistik (BPS) propinsi; dan b. Untuk kegiatan yang ada di Pusat, HSBM ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga yang bersangkutan. Terhadap komponen kegiatan yang belum ditetapkan indeks satuan biayanya dinilai berdasarkan RAB dan ditetapkan oleh pejabat yang berwewenang dengan memperhatikan harga pasar yang berlaku atau harga penawaran dari sedikitnya 3 (tiga) penawar sesuai dengan spesifikasi yang diperlukan. Dokumen tersebut agar didukung oleh Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yaitu pernyataan pertanggungjawaban Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran atas penggunaan jenis satuan biaya di luar Standar Biaya yang di tetapkan oleh Menteri Keuangan. C. Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) 1. RKA-KL merupakan dokumen perencanaan anggaran yang berisi program dan kegiatan suatu Kementerian Negara/Lembaga yang merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya. Gambar berikut ini merupakan alur proses Penyusunan Dokumen Anggaran.
38
a. Proses Penyusunan Undang-Undang APBN
b. Proses Penyusunan Dokumen Anggaran
c. Bahan Penyusunan Konsep DIPA
39
RKA-KL merupakan dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan suatu K/L dan sebagai penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja K/L yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya. K/L menyesuaikan RKP dan Renja K/L yang telah disepakati DPR dalam menyusun RKA-KL yang dirinci menurut unit organisasi, Satker dan kegiatan. Penyusunan RKA-KL dilaksanakan setelah menerima Surat Edaran Menteri Keuangan tentang Pagu Anggaran K/L yang merupakan pagu anggaran yang didasarkan atas kebijakan umum dan prioritas anggaran hasil pembahasan Pemerintah Pusat dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pagu Anggaran tersebut merupakan batas tertinggi alokasi anggaran yang dirinci menurut program dan terdiri atas pagu rupiah murni, PHLN, dan PNBP. Instrumen Pengalokasian Anggaran dalam RKA-KL K/L dalam menyusun RKA-KL agar berpedoman pada instrumeninstrumen yang meliputi : a. Visi dan Misi Kementerian Negara/Lembaga, serta tupoksi masingmasing Unit Organisasi Kementerian Negara/Lembaga; b. Peraturan Menteri Keuangan yang terkait dengan proses penyusunan RKA-KL yaitu : 1) Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL dan Penyusunan, Penelahaan, Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA; 2) Peraturan Menteri Keuangan tentang Bagan Akun Standar sebagai pedoman pengalokasian anggaran menurut klasifikasi organisasi, fungsi dan ekonomi; dan 3) Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya yang terdiri dari Standar Biaya Masukan (SBM) dan Standar Biaya Keluaran (SBK) sebagai dasar perhitungan biaya masukan/input dan biaya keluaran/output. c. Penyusunan RKA-KL agar memprioritaskan: 1) Kebutuhan anggaran untuk biaya operasional organisasi yang sifatnya mendasar, seperti alokasi gaji pegawai, honorarium dan tunjangan, serta operasional dan pemeliharaan perkantoran; 2) Program dan kegiatan yang mendukung pencapaian sasaran prioritas Pembangunan Nasional, prioritas pembangunan bidang dan/atau Prioritas Kementerian Negara/Lembaga; 3) Kebutuhan dana Pendamping untuk kegiatan-kegiatan yang anggarannya bersumber dari pinjaman dan hibah luar negeri; 4) Kebutuhan anggaran untuk kegiatan lanjutan yang bersifat tahun jamak (multi years); 5) Penyediaan dana untuk mendukung pelaksanaan inpres-inpres yang berkaitan dengan percepatan pemulihan pasca konflik dan pasca bencana di berbagai daerah; dan 6) Penyediaan dana untuk mendukung pelaksanaan program/ kegiatan yang sesuai dengan peraturan perundangan. 40
2. Pengalokasi Anggaran Menurut Jenis Belanja a. Belanja Pegawai. 1) Belanja Pegawai Mengikat. Belanja pegawai mengikat merupakan belanja pegawai yang dibutuhkan secara terus menerus dalam satu tahun dan harus dilakoasikan oleh kementerian negara/lembaga dengan jumlah yang cukup pada tahun yang bersangkutan. a) Gaji; b) Honorarioum; c) Uang Lembur; d) Vakasi adalah penyediaan dana untuk imbalan bagi penguji atau pemeriksa kertas/jawaban ujian; e) Lain-lain adalah : belanja pegawai untuk mahasiswa asing, untuk Tunjangan lkatan Dinas (TID), honorarium yang bersumber dari PNBP dan tunjangan lainnya yang besaran tarifnya telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan; dan f) Uang makan PNS. 2) Belanja Pegawai tidak Mengikat Belanja pegawai tidak mengikat adalah belanja pegawai yang diberikan dalam rangka mendukung pembentukan modal dan atau kegiatan yang bersifat temporer. Anggaran untuk belanja pegawai tidak mengikat dapat disediakan untuk kegiatan sepanjang a) Pelaksanaannya memerlukan pembentukan panitia/tim/ kelompok kerja; b) Mempunyai keluaran (output) jelas dan terukur; c) Sifatnya koordinatif dengan mengikutsertakan satker organisasi lainnya; d) Sifatnya temporer sehingga pelaksanaannya perlu diprioritaskan atau diluar jam kerja; e) Merupakan perangkapan fungsi atau tugas tertentu kepada PNS disamping tugas pokoknya sehari-hari; dan f) Bukan operasional yang dapat diselesaikan secara internal satker. 3) Belanja Pegawai transito merupakan alokasi belanja pegawai yang direncanakan akan ditarik/dicairkan namun data base pegawai pada K/L berkenan menurut peraturan per undangundangan belum dapat direkam pada Aplikasi Belanja Pegawai Satker (Satker) karena belum ditetapkan sebagai Negeri pada satker berkenaan. b. Belanja Barang Pengeluaran untuk pembelian barang dan/ atau jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan/atau jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat di 41
luar kriteria belanja bantuan sosial serta belanja perjalanan. Belanja Barang dipergunakan untuk: 1) Belanja Barang Operasional merupakan pembelian barang dan/atau jasa yang habis pakai yang dipergunakan dalam rangkapemenuhan kebutuhan dasar suatu Satker dan umumnya pelayanan yang bersifat internal. Jenis pengeluaran terdiri dari antara lain: a) Belanja keperluan perkantoran; b) Belanja pengadaan bahan makanan; c) Belanja penambah daya tahan tubuh; d) Belanja bahan; e) Belanja pengiriman surat dinas; f) Honor yang terkait dengan operasional Satker; g) Belanja langganan daya dan jasa (ditafsirkan sebagai Listrik, telepon, dan Air) termasuk atas rumah dinas yang tidak berpenghuni; h) Belanja biaya pemeliharaan gedung dan bangunan (ditafsirkan sebagai gedung operasional sehari-hari berikut halaman gedung operasional); i) Belanja biaya pemeliharaan peralatan dan mesin (ditafsirkan sebagai pemeliharaan aset yang terkait dengan pelaksanaan operasional Satker sehari-hari) tidak termasuk biaya pemeliharaan yang dikapitalisasi; j) Belanja sewa gedung operasional sehari-hari Satker; dan k) Belanja barang opersaional lainnya yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar lainnya. 2) Belanja Barang Non Operasional merupakan pembelian barang dan/atau jasa yang habis pakai dikaitkan dengan strategi pencapaian target kinerja suatu Satker dan umumnya pelayanan yang bersifat eksternal. Jenis pengeluaran antara lain: a) Honor yang terkait dengan output kegiatan; b) Belanja operasional terkait dengan penyelenggaraan administrasi kegiatan diluar kanor, antara lain biaya paket rapat/pertemuan, ATK, uang saku, uang transportasi lokal, biaya sewa peralatan yang mendukung penyelenggaraan kegiatan berkenaan; c) Belanja jasa konsultan; d) Belanja sewa yang dikaitkan dengan strategi pencapaian target kinerja; e) Belanja jasa profesi; f) Belanja biaya pemeliharaan non kapitalisasi yang dikaitkan dengan target kinerja; g) Belanja jasa; h) Belanja perjalanan; i) Belanja barang penunjang kegiatan dekonsentrasi; j) Belanja barang penunjang kegiatan tugas pembantuan; k) Belanja barang fisik lain tugas pembantuan; dan
42
l)
Belanja barang non operasional lainnya terkait dengan penetapan target kinerja tahun yang direncanakan. 3) Belanja barang Badan Layanan Umum (BLU) merupakan pengeluaran anggaran belanja operasional BLU termasuk pembayaran gaji dan tunjangan pegawai BLU; dan 4) Belanja barang untuk masyarakat atau entitas lain merupakan pengeluaran anggaran belanja negara untuk pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan kepada masyarakat atau entitas lain yang tujuan kegiatannya tidak termasuk dalam kriteria kegiatan bantuan sosial. c. Belanja Modal Pengeluaran untuk pembayaran perolehan aset dan/atau menambah nilai aset tetap/aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari saru periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap/aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Dalam pembukuan nilai perolehan aset dihitung semua pendanaan yang dibutuhkan hingga aset tersebut tersedia dan diap untuk digunakan. Termasuk biaya operasional panitia pengadaan barang/jasa yang terkait dengan pengadaan aset berkenaan. Kriteria kapitalisasi dalam pengadaan/pemeliharaan barang/aset merupakan suatu tahap validasi untuk penetapan belanja modal atau bukan dan merupakan syarat wajib dalam penetapan kapitalisasi atas pengadaan barang/aset: 1) Pengeluaran anggaran belanja tersebut mengakibatkan bertambahnya aset dan/atau bertambahnya masa manfaat/ umur ekonomis aset berkenaan; 2) Pengeluaran anggaran belanja tersebut mengakibatkan bertambahnya kapasitas, peningkatan standar kinerja, atau volume aset; 3) Memenuhi nilai minimum kapitalisasi dengan rincian sebagai berikut: a) Untuk pengadaan peralatan dan mesin, batas minimal harga pasar per unit barang adalah sebesar Rp300.000,-; dan b) Untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan gedung dan bangunan per paket pekerjaan adalah sebesar Rp10.000.000,4) Pengadaan barang tersebut tidak dimaksudkan untuk diserahkan/dipasarkan kepada masyarakat atau entitas lain diluar pemerintah. Belanja modal dipergunakan untuk, antara lain: 1) Belanja modal tanah Seluruh pengeluaran untuk pengadaan/pembelian/ pembebasan/penyelesaian, balik nama, pengosongan, penimbunan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat tanah serta pengeluaran-pengeluaran lain yang bersifat administratif sehubungan dengan perolehan hak dan kewajiban atas tanah pada saat pembebasan/pembayaran ganti rugi sampai tanah tersebut siap digunakan/dipakai. 43
2) Belanja modal peralatan dan mesin Pengeluaran untuk pengadaan peralatan dan mesin yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan antara lain biaya pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan. 3) Belanja modal gedung dan bangunan Pengeluaran untuk memperoleh gedung dan bangunan secara kontraktual sampai dengan gedung dan bangunan siap digunakan meliputi biaya pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak (kontraktual). Dalam belanja ini termasuk biaya untuk perencanaan dan pengawasan yang terkait dengan perolehan gedung dan bangunan. 4) Belanja modal jalan,irigasi, dan jaringan Pengeluaran untuk memperoleh jalan dan jembatan, irigasi dan jaringan sampai siap pakai meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan dan jembatan, irigasi, dan jaringan tersebut siap pakai. Dalam belanja ini termasuk biaya untuk penambahan dan penggantian yang meningkatkan masa manfaat, menambah nilai aset dan diatas batas minimal nilai kapitalisasi jalan dan jembatan, irigasi dan jaringan. 5) Belanja modal lainnya Pengeluaran yang diperlukan dalam kegiatan pembentukan modal untuk pengadaan/pembangunan belanja modal lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan dalam perkiraan kriteria belanja modal Tanah, Perlatan dan Mesin, Gedung dan Bangunan, Jaringan (Jalan, Irigasi, dan lain-lain). Termasuk dalam belanja modal ini: kontrak sewa beli (leasehold), pengadaan/pembelian barang-barang kesenian (art pieces), barang-barang purbakala dan barang-barang untuk museum, serta hewan ternak, buku-buku dan jurnal ilmiah sepanjang tidak dimaksudkan untuk dijual dan diserahkan kepada masyarakat. Termasuk dalam belanja modal ini yaitu belanja modal non fisik yang besaran jumlah kuantitasnya dapat teridentifikasi dan terukur. 6) Belanja modal Badan Layanan Umum (BLU) Pengeluaran untuk pengadaan/perolehan/pembelian aset yang dipergunakan dalam rangka penyelenggaraan operasional BLU. d. Belanja Bunga Utang Pembayaran kewajiban atas penggunaan pokok utang (principal outstanding), baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri yang dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan dari utang yang sudah ada dan perkiraan utang baru, termasuk untuk biaya terkait dengan pengelolaan utang.
44
Pembayaran bunga utang meliputi antara lain : 1) Pembayaran kewajiban pemerintah atas bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN), bunga Obligasi Negara, Imbalan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Bunga Pinjaman Program, Bunga Pinjaman Proyek, dan bunga Utang Luar Negeri melalui penjadwalan kembali pinjaman; 2) Pembayaran kewajiban pemerintah atas diskon SPN dan diskon Obligasi Negara; 3) Pembayaran Loss on Bond Redemption. Digunakan untuk mencatat beban yang timbul dari selisih clean price yang dibayar pemerintah pada saat pembelian kembali SUN (buyback) dengan carrying value SUN. 4) Pembayaran diskon SBSN; dan 5) Denda merupakan pembayaran imbalan bunga atas kelalaian pemerintah membayar kembali pengembalian kelebihan pajak (restitusi), pengembalian kelebihan bea dan cukai serta imbalan bunga atas pinjaman perbankan dan bunga dalam negeri jangka pendek lainnya. e. Belanja Subsidi Alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga untuk memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat. Belanja subsidi diberikan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Belanja subsidi terdiri atas : 1) Energi Alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan atau lembaga yang menyediakan dan mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM) jenis tertentu, liquefied petroleum gas (LPG) konsumsi rumah tangga dan usaha mikro serta tenaga listrik sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkan; dan 2) Non Energi Alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan atau lembaga yang menyediakan dan mendistribusikan barang publik yang bersifat non energi sehingga harga jualnya terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkan. f. Belanja Hibah Merupakan belanja pemerintah pusat dalam bentuk transfer uang/barang kepada pemerintah negara lain, organisasi internasional, BUMN/D, dan pemerintah daerah yang bersifat sukarela, tidak wajib, tidak mengikat, dan tidak perlu dibayar kembali serta tidak terus menerus dan dilakukan dengan naskah perjanjian antara pemberi hibah dan penerima hibah dengan pengalihan hak dalam bentuk uang, barang, atau jasa.
45
Termasuk dalam belanja hibah adalah pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang diterus hibahkan ke daerah. g. Belanja Bantuan Sosial Transfer uang atau barang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan termasuk didalamnya bantuan untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Risiko sosial merupakan kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi terjadinya kerentanan sosial yang di tanggung oleh individu, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam, dan bencana alam yang jika tidak diberikan belanja bansos akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar. Kriteria belanja bantuan sosial adalah : 1) Tujuan penggunaan Penggunaan belanja bantuan sosial ditujukan antara lain: a) Belanja Rehabilitasi Sosial Pengeluaran anggaran yang dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar; b) Belanja Pemberdayaan Sosial Pengeluaran anggaran yang dimaksudkan untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal; c) Belanja Perlindungan Sosial Pengeluaran anggaran dalam rangka pembiayaan semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya; d) Belanja penanggulangan Bencana Pengeluaran anggaran dalam rangka pembiayaan serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi; e) Belanja Jaminan Sosial Pengeluaran anggaran dalam rangka pembiayaan kegiatan yang masuk katagori didalam skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak; dan 46
f)
Belanja Penanggulangan Kemiskinan Pengeluaran anggaran yang terkait langsung dalam kebijakan program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok, dan /atau masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian namun tidak dapat memenuhi keutuhan yang layak bagi kemanusiaan. 2) Pemberian bantuan Penanggungan belanja bantuan sosial hanya jika pemberi bantuan adalah Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah; 3) Persyaratan penerima bantuan Penerima belanja bantuan sosial yaitu seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat dari situasi krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, dan fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum, termasuk didalamnya bantuan untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan, keagamaan dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok dan/atau masyarkat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial; dan 4) Masa berlaku pemberian bantuan Belanja bantuan sosial hanya dapat dilakukan apabila kriteria penerima bantuan sosial masih melekat pada penerima bantuan sosial berkenaan. h. Belanja Lain-Lain Pengeluaran negara untuk pembayaran atas kewajiban pemerintah yang tidak masuk dalam kategori belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja bunga utang, belanja subsidi, belanja hibah dan belanja bantuan sosial serta bersifat mendesak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Belanja lain-lain dipergunakan antara lain: 1) Belanja Lain-Lain Dana Cadangan dan Risiko Fiskal Pengeluaran anggaran untuk pembayaran kewajiban pemerintah yang bersifat prioritas nasional bidang ekonomi dan jika tidak dilakukan akan berdampak pada capaian target nasional; 2) Belanja Lain-Lain Lembaga Non Kementerian Pengeluaran anggaran untuk pembayaran kewajiban pemerintah yang terkait dengan pendanaan kelembagaan non kementerian; 3) Belanja Lain-Lain bendahara Umum Negara Pengaluaran anggaran untuk pembayaran kewajiban pemerintah yang terkait dengan tugas Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara; 4) Belanja Lain-Lain tanggap Darurat Pengeluaran anggaran untuk pembayaran kewajiban pemerintah yang terkait dengan peristiwa/kondisi negara yang bersifat darurat dan perlu penanganan segera; dan
47
5) Belanja Lainnya Pengeluaran anggaran yang tidak termasuk dalam kriteria 1-4 tersebut diatas. i. Transfer ke Daerah Semua pengeluaran negara yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi Rincian transfer ke daerah antara lain: 1) Transfer Dana Bagi Hasil Pengeluaran negara yang dialokasikan kepada daerah atas penerimaan negara yang dilakukan oleh pemerintah daerah kepada pemerintah pusat berdasakan besaran alokasi yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2) Transfer Dana Alokasi Khusus Pengeluaran negara yang dialokasikan kepada daerah untuk pendanaan kegiatan-kegiatan daerah yang bersifat prioritas nasional; 3) Transfer Dana Alokasi Umum Pengeluaran negara yang dialokasikan kepada daerah untuk pendanaan kebutuhan operasional rutin pemerintah daerah; 4) Transfer Dana Penyesuaian Pengeluaran anggaran yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan prioritas kebijakan pemerintah pusat; dan 5) Transfer Otonomi Khusus Pengeluaran anggaran yang dialokasikan kepada daerah yang ditetapkan sebagai daerah otonomi yang dikhususkan berdasarkan Undang-Undang. 3. Belanja Perwakilan Pemerintah Indonesia di Luar Negeri Penyusunan RKA-KL satker Perwakilan Pemerintah Indonesia di Luar Negeri secara khusus diatur sebagai berikut : a. penetapan Kurs Valuta Asing yang dipakai dalam perhitungan RKA-KL adalah US Dolar (USD) dan kurs USD terhadap Rupiah yang dipergunakan dalam perhitungan alokasi adalah kurs yang dipakai dalam asumsi APBN; b. Perjalanan Dinas pada Perwakilan RI di LN termasuk Atase Teknis dan Atase Pertahanan maksimum terdiri dari Perjalanan Dinas Wilayah, Multilateral, Akreditasi dan dinas kurir. Anggaran Perjalanan Dinas pada Perwakilan RI di LN disediakan hanya untuk jenis perjalanan dinas yang nyata ada pada perwakilan RI bersangkutan, dan dihitung menurut jumlah pejabat yang melakukan perjalanan dinas serta frekuensi perjalanan yang akan dilakukan. Besarnya tarif uang harian perjalanan dinas LN diatur oleh Menteri Keuangan; c. Alokasi anggaran untuk Perwakilan RI di Luar Negeri termasuk Atase teknis maupun Atase Pertahanan dilakukan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 108 Tahun 2003 tanggal 21 Desember 48
2003 tentang Organisasi Perwakilan RI di Luar Negeri; dan d. Pengaturan anggaran Perwakilan RI di Luar Negeri termasuk Atase Pertahanan sepanjang tidak diatur oleh Menteri Keuangan mengikuti ketentuan yang ditetapkan Menteri Luar Negeri. 4. Pengalokasian Kegiatan Swakelola dan Kontraktual Pengalokasian anggaran menurut kegiatan/sub kegiatan dalam hubungannya dengan pelaksanaan pekerjaan secara swakeloia dan kontraktual, maka pengalokasiannya dalam jenis belanja diatur, sebagai berikut : a. Swakelola 1) Pengalokasian anggaran untuk kegiatan/sub kegiatan yang sifatnya non-fisik yang direncanakan akan dilakukan secara swakelola, dirinci menurut jenis belanja yang sesuai. Contoh kegiatan Diklat Teknis PNS (yang sifatnya non-fisik); dan 2) Pengalokasian anggaran untuk kegiatan/sub kegiatan yang sifatnya fisik yang direncanakan akan dilakukan secara swakelola dimasukkan dalam belanja modal. b. Kontraktual Pengalokasian anggaran untuk kegiatan/sub kegiatan yang direncanakan akan dilakukan secara kontraktual dimasukan pada satu jenis belanja yang sesuai. Sebagai contoh : 1) Diklat Teknis PNS yang dilaksanakan secara kontraktual baik yang sudah atau yang belum ditetapkan standar biayanya dimasukkan dalam satu jenis belanja, yaitu belanja barang; dan 2) Pemeliharaan Jalan yang dilaksanakan secara kontraktualmasuk dalam belanja modal. 5. Kegiatan/Sub kegiatan yang dibatasi Kegiatan/Sub kegiatan yang dibatasi dalam RKA-KL adalah kegiatankegiatan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 Pasal 13 ayat (1) dan (2) junto Keppres 72 Tahun 2004 pasal 13 ayat (1) dan (2), sebagai berikut: a. penyelenggaraan rapat, rapat dinas, seminar, pertemuan, lokakarya, peresmian kantor/proyek dan sejenisnya, dibatasi pada hal-hal yang sangat penting dan dilakukan sesederhana mungkin; b. pemasangan telepon baru, kecuali untuk satker yang belum ada sama sekali; c. pembangunan gedung baru yang sifatnya tidak langsung menunjang untuk pelaksanaan tupoksi (antara lain : mess, wisma, rumah dinas/rumah jabatan, gedung pertemuan), kecuali untuk gedung yang bersifat pelayanan umum (seperti rumah sakit, rumah tahanan, pos penjagaan) dan gedung/bangunan khusus (antara lain : laboratorium, gudang); d. pengalokasian anggaran untuk honorarium dari belanja pegawai tidak mengikat; e. Pengadaan kendaraan bermotor, kecuali : 1) Kendaraan fungsional seperti a) Ambulance untuk rumah sakit; 49
b) Cell wagon untuk rumah tahanan; dan c) Kendaraan roda dua untuk petugas lapangan. 2) Untuk satker baru yang sudah ada ketetapan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan pengadaan dilakukan secara bertahap sesuai dana yang tersedia; 3) Untuk penggantian kendaraan operasional yang benar-benar rusak berat sehingga secara teknis tidak dapat dimanfaatkan lagi; dan 4) Penggantian kendaraan yang rusak berat secara ekonomi memerlukan biaya pemeliharaan yang besar untuk selanjutnya harus dihapuskan dri daftar inventaris dan tidak diperbolehkan dialokasikan biaya pemeliharaannya. f. Kendaraan roda 4 (empat) dan atau roda 6 (enam) untuk keperluan antar jemput pegawai dapat dialokasikan secara sangat selektif. 6. Kegiatan/Sub kegiatan yang tidak diperkenankan dibiayai dari APBN a. Kegiatan/Subkegiatan yang tidak dapat masuk dalam RKA-KL adalah kegiatan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 Pasal 13 ayat (1) juncto Keputusan Presiden 72 Tahun 2004 Pasal 13 ayat (1) sebagai berikut : 1) Perayaan atau peringatan hari besar, hari raya dan hari ulang tahun kementerian negara/lembaga; 2) Pemberian ucapan selamat, hadiah/tanda mata, karangan bunga, dan sejenisnya untuk berbagai peristiwa; 3) Pesta untuk berbagai peristiwa dan POR (Pekan Olah Raga) pada kementerian negara/lembaga; 4) Pengeluaran lain-laian untuk kegiatan/keperluan sejenis/serupa dengan yang tersebut di atas; dan 5) Kegiatan yang memerlukan dasar hukum berupa Peraturan Pemerintah/Peraturan Presiden, namun pada saat penelaahan RKA-KL belum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah/ Peraturan Presiden. b. Kegiatan yang memerlukan penetapan Pemerintah/Presiden/ Menteri Keuangan (dengan peraturan Pemerintah/PP atau Peraturan Presiden/Perpres atau Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan) tidak dapat dilakukan sebelum PP/Perpres/KMK/PMK dimaksud ditetapkan, kecuali kegiatan tersebut sebelumnya sudah dilaksanakan berdasarkan penetapan Peraturan/Keputusan Menteri/pimpinan Lembaga; Contoh : Pemberian tunjangan-tunjangan yang dibayarkan sebagai tambahan penghasilan kepada pejabat/pejabat negara/PNS; dan c. Peningkatan tarif atas tunjangan-tunjangan yang sifatnya menambah penghasilan tidak dapat dialokasikan sebelum ditetapkan dengan Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan. D. Penelaahan dan Penyelesaian RKA-KL 1. Penelaahan RKA-KL Penelaahan RKA-KL adalah kegiatan meneliti kesesuaian antara RKAKL hasil pembahasan bersama Kementerian Negara/Lembaga dan 50
Badan Anggaran DPR dengan Pagu Sementara, prakiraan maju yang telah ditentukan dan standar biaya. Penelaahan meliputi : a. meneliti kelengkapan dokumen RKA-KL dan data pendukungnya; b. meneliti materi kerangka acuan/Term of Reference (TOR); c. meneliti komponen-komponen RAB; d. meneliti perhitungan-perhitungan harga (costing) dalam RAB; e. meneliti perhitungan-perhitungan harga masukan/input dan harga keluaran/output kegiatan/(biaya input X volume output); dan f. meneliti substansi data pendukung lainnya. 2. Pemblokiran Pemblokiran adalah pencantuman tanda bintang (*) pada seluruh atau sebagian alokasi anggaran dalam RKA-K/L Penetapan (Apropriasi Anggaran) sebagai akibat pada saat penelaahan belum memenuhi satu atau lebih persyaratan alokasi anggaran. Pemblokiran suatu lokasi anggaran dilakukan dengan memberikan Tanda Bintang (*), yaitu suatu tanda yang menunjukkan bahwa sejumlah anggaran dalam DIPA diblokir atau belum dapat dicairkan, karena pada saat penelaahan RKA-KL belum memenuhi satu atau lebih persyaratan alokasi anggaran. Alasan pemblokiran : a. PHLN yang belum tersedia NPPHLN-nya; b. kegiatan-kegiatan yang dananya dari PHLN yang sudah disetujui sumber dan besaran alokasinya dalam APBN namun naskah perjanjiannya masih dalam proses penyelesaian; c. kegiatan yang belum dilengkapi data pendukung seperti TOR/RAB, SPTJM, hasil kesepakatan dengan DPR dan dokumen pendukung lainnya; d. anggaran untuk satker baru; dan e. kegiatan yang menampung alokasi anggaran untuk keperluan biaya operasional satker baru yang belum mendapat persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara/Meneg PAN. 3. Sisa Anggaran Hasil Penelaahan Dalam hal masih terdapat sisa anggaran dari hasil penelaahan maka sisa anggaran tersebut dialokasikan ke dalam : a. Kegiatan yang sama dengan menambah volume keluaran; b. Kegiatan lain dalam program yang sama dengan menambah volume keluaran; dan c. Cadangan dalam program yang sama yang diblokir. 4. Perubahan SP RKA-K/L terdiri atas : a. perubahan SP RKA-K/L dapat dilakukan kerena adanya perubahan RKA-KL; b. permintaan perubahan SAPSK diajukan oleh kementerian negara/ lembaga kepada DJAPK paling lambat pada akhir Minggu kedua bulan Desember, dengan menjelaskan sebab-sebab terjadinya perubahan RKA-KL disertai dengan persetujuan/rekomendasi DPRRl Komisi mitra kerja kementerian negara/lembaga terkait; 51
c. perubahan tersebut dilaksanakan dengan menerbitkan dokumen SP RKA-K/L. Perubahan yang disampaikan kepada Kementerian Negara/Lembaga dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan; d. dalam hal perubahan SP RKA-K/L menyebabkan perubahan pada RABPP maka RABPP direvisi sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan e. perubahan SP RKA-K/L setelah DIPA disahkan, dilakukan sesuai dengan tata cara revisi DIPAyang berlaku. E. Proses Penelaahan dan Pengesahan DIPA 1. Persiapan Penelaahan DIPA Setelah Peraturan Presiden mengenai rincian APBN ditetapkan, Kementerian Negara/Iembaga menyusun konsep DIPA dan disampaikan ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk memperoleh pengesahan. Untuk keperluan pengesahan DIPA di daerah, Direktorat Jenderal Perbendaharaan menetapkan Daftar Nominatif Anggaran (DNA) sebagai dasar penelaahan Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan. Penelaahan adalah proses pencocokan yang dilakukan oleh Ditjen perbendaharaan /Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan antara DIPA yang diajukan K/L/Satker dengan Peraturan Presiden tentang Rincian APBN/DNA (menurut organisasi, fungsi, sub fungsi, program, kegiatan, sub kegiatan, jenis belanja, serta lokasi kegiatan/sub kegiatan) proses penelaahan konsep DIPA sampai dengan penetapan SP-DIPA harus telah diselesaikan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember. Adapun tujuan penelaahan DIPA adalah untuk menjamin kesesuaian DIPA yang akan ditetapkan dengan dokumen yang menjadi dasar penyusunannya. a. Penelaahan DIPA dan penetapan DNA oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan 1) Penelaahan DIPA a) DIPA yang ditelaah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Pusat meliputi DIPA Satker Pusat dan DIPA Tugas Pembantuan; b) Konsep DIPA disampaikan ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat Pelaksanaan Anggaran; dan c) Penelaahan konsep DIPA dilakukan secara bersama antara Ditjen Perbendaharaan Pusat dengan Kementerian Negara/Lembaga terkait. Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang ditunjuk menetapkan Konsep DIPA. Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan menetapkan SP- DIPA. 2) Penetapan DNA Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat Pelaksanaan Anggaran, menerima Peraturan Presiden tentang Rincian APBN dari Menteri Keuangan c.q Direktorat Jenderal Anggaran selambat-lambatnya akhir bulan November. DNA ditetapkan 52
berdasarkan lokasi kegiatan di daerah. Setelah DNA ditetapkan, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan menyampaikan DNA ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan b. Penelaahan DIPA oleh Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan 1) Jenis DIPA yang ditelaah oleh Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan meliputi DIPA Satker Vertikal dan DIPA Dekonsentrasi; 2) Setelah DNA diterima dari Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan koordinasi dan menyampaikan copy DNA kepada Satker dalam wilayah kerja masing-masing; 3) Kementerian Negara/Lembaga melalui satker vertikal pusat didaerah menyampaikan konsep DIPA dan Satker Perangkat Daerah (SKPD) menyampaikan konsep DIPA Dekonsentrasi kepada Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan 4) Penelaahan konsep DIPA dilakukan secara bersama antara Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan Kementerian Negara/Lembaga c.q Satker/SKPD terkait berlokasi di Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan setempat. c. Dalam pelaksanaan penelaahan konsep DIPA, Kantor Pusat Ditjen perbendaharaan/Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan tidak perlu meneliti kebenaran perhitungan biaya dalam konsep DIPA yang diajukan, karena kebenaran perhitungan biaya dan penggunaan dana dalam konsep DIPA menjadi tanggungjawab sepenuhnya dari PA/KPA. Prosedur penelaahan dan penyusunan DIPA di Pusat diatur sebagai berikut : 1) Setelah Keputusan Presiden tentang rincian APBN diterbitkan dan data Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga (RKA-KL) diterima dari Direktorat Jenderal Anggaran dan Perimbangan Keuangan (DJAPK), Direktorat Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Dit. PA DJPb) segera menghubungi Kementerian Negara/Lembaga untuk segera membuat perincian pelaksanaan anggaran untuk kegiatan yang akan dilaksanakan dan segera menyusun jadwal penelaahan serta menetapkan Petugas Penelaah, Koordinator Penelaah dan Penanggung Jawab Penelaahan. 2) Setelah menerima pemberitahuan tersebut, Kementerian Negara/ Lembaga segera : a) Mengirimkan RKA-KL yang sudah disetujui DPR kepada semua satker didaerah yang dikelompokkan per-unit eselon I per-provinsi; dan b) Melakukan koordinasi dengan unit organisasi di pusat untuk menyusun konsep DIPA yang selanjutnya disampaikan kepada Direktorat Pelaksanaan Anggaran-Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk ditelaah. 53
3) Petugas penelaah Direktorat Pelaksanaan Anggaran-Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan penelaahan DIPA dengan mengacu kepada : a) Alokasi anggaran yang ditetapkan Presiden; dan b) Rencana Kerja dan anggaran Satker pada kementerian negara/lembaga (form 1.5 rincian perhitungan biaya per kegiatan). 4) Petugas penelaah Direktorat Pelaksanaan Anggaran-Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Kementerian Negara/Lembaga melakukan penelaahan semua kegiatan DIPA dan selanjutnya, menyampaikan hasil penelaahannya kepada Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Direktorat Pelaksanaan AnggaranDirektorat Jenderal Perbendaharaan yang berwenang; 5) (Kasubdit) Direktorat Pelaksanaan Anggaran-Direktorat Jenderal Perbendaharaan meneliti dan menilai hasil penelaahan DIPA para petugas penelaahan dan mengembalikan berkas penelaahan jika terdapat kesalahan yang perlu diperbaiki dan apabila benar diparaf; 6) Direktur Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perbendaharaa meneliti dan menilai hasil penelaahan DIPA dan kemudian mengembalikan berkas penelaahan jika terdapat kesalahan yang perlu diperbaiki, apabila benar diteruskan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk ditetapkan; 7) Berdasarkan penetapan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan tersebut, petugas penelaah menyerahkan kepada Kasubdit Dabantek Direktorat Pelaksanaan Anggaran - Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk proses pencetakan net SP DIPA dan menyampaikan disket DIPA kepada Kementerian Negara/ Lembaga untuk net cetak dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. Petugas penelaah/seksi di Direktorat Pelaksanaan Anggaran kemudian meneliti net SP DIPA untuk diteruskan kepada Kasubdit Direktorat Jenderal Pelaklaksanaan AnggaranDirektorat Jenderal Perbendaharaan; 8) Kasubdit Direktorat Pelaksanaan Anggaran-Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan penelitian net SP DIPA untuk diteruskan kepada Direktur Pelaksanaan Anggaran-Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk diteliti dan diteruskan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk ditandatangani; dan 9) Net SP DIPA dan DIPA yang telah ditandatangani dan digandakan kemudian dijilid dan didistribusikan kepada instansi terkait sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Proses Penelaahan DIPA Dekonsentrasi dan Pembantuan Penelaahan DIPA dilakukan secara bersama antara Direktorat Pelaksanaan Anggaran Ditjen Perbendaharaan dengan Kementerian Negara/Lembaga terkait. Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang ditunjuk menetapkan DIPA dan Direktur Jenderal 54
Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan mengesahkan DIPADIPA dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi adalah dokumen pelaksanaan anggaran dalam rangka pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada Instansi Vertikal di wilayah tertentu. Prosedur penelaahan dan penyusunan DIPA di daerah diatur sebagai berikut : a. Setelah Daftar Nominatif Anggaran (DNA) diterima dari Direktorat Perbendaharaan, Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan segera menyampaikan foto copy DNA kepada Kantor Daerah Kementerian Negara/Lembaga atau Satker pelaksana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan untuk menyusun konsep DIPA bagi satker-satker di wilayah kerjanya. Setelah itu, Kepala Kanwil Dierktorat Jenderal Perbendaharaan segera menyusun jadwal penelaahan serta penetapan Petugas Penelaah, Koordinator Penelaah (Kabid PA I dan Kabid PA I I sesuai tugas dan wewenang masing-masing), dan Penanggung jawab Penelaahan; b. Kantor Daerah K/L atau satker pelaksanaan dekonsentasi setelah menerima foto copy DNA dari Kanwil DJPb dan pagu definitif untuk kantor/satker yang bersangkutan dari Kementerian Negara/Lembaga, segera melakukan koordinasi dengan semua satker di wilayah pembinaannya. Kemudian memberitahukan kepada satker-satker dimaksud untuk segera menyusun konsep DIPA yang selanjutnya disampaikan kepada Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan beserta disketnya; c. Petugas penelaah Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan penelaahan DIPA yang diajukan Kantor Daerah Kementeriaan Negara/Lembaga atau Satker pelaksana dekonsentrasi yang mengacu kepada : 1) Daftar Nominatif Anggaran (DNA); dan 2) Fomulir 1.5 Rincian Perhitungan Biaya per-kegiatan untuk Satker pada Kementerian Negara/ Lembaga. d. Petugas penelaah Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Kantor Daerah Kementerian Negara/Lembaga atau satker pelaksana dekonsentrasi melakukan penelaahan semua kegiatan yang tertuang dalam DIPA dan selanjutnya menyampaikan hasil penelaahannya kepada Kepala Bidang Pelaksanaan Anggaran I/I I (Kabid PA 1/11) yang berwenang, dengan melampirkan catatan pembahasan, konsep Surat Pengesahan DIPA/Konsep DIPA dan dokumen pendukung untuk diteliti lebih lanjut; e. Kepala Bidang PA 1/11 Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan meneliti dan menilai hasil penelaahan DIPApada petugas penelaahan dan kemudian mengembalikan berkas penelaahan jika tedapat kesalahan yang perlu diperbaiki, apabila benar diparaf dan selanjutnya disampaikan kepada Kepala Kanwil DJPb selaku Penanggung Jawab Penelaahan; f. Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan meneliti dan menilai hasil penelaahan DIPA dan kemudian mengembalikan berkas penelaahan jika terdapat kesalahan yang pelu diperbaiki, 55
apabila benar disetujui dan ditetapkan; g. Berdasarkan penetapan dari Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan tersebut, Petugas penelaah menyerahkan kepada Bagian Umum untuk proses pencetakan net SP DIPA dan menyampaikan disket DIPA kepada Kantor Daerah Kementerian Negara/Lembaga atau Satker pelaksana dekonsentrasi yang ditunjuk untuk di-net cetak dan ditandatangani. Petugas penelaah/ Seksi di PA kemudian meneliti net SP DIPA untuk diteruskan kepada Kabid PA I/I I; h. Kepala Bidang PA I/II Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan penelitian net SP DIPA untuk diteruskan dan ditandatangani oleh Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan i. Net SP UIPAdan DIPA yang telah ditandatangani dan digandakan kemudian dijilid dan didistibusikan kepada instansi tekait sesuai dengan peraturan yang berlaku. BAGAN AKUN STANDAR (BAS) Bagan Akun Standar (BAS) yaitu daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan, pelaksanaan anggaran, serta pertanggungjawaban laporan keuangan pemerintah pusat. Bagan Akun Standar meliputi kode dan uraian tugas organisasi, fungsi dan sub fungsi, program, kegiatan, dan sub kegiatan, bagian anggaran/unit/Satker, dan kode perkiraan/akun. DAFTAR JENIS BELANJA DAN PENJELASAN AKUN KODE JENIS BELANJA/PENJELASAN AKUN 51 BELANJA PEGAWAI 511111 Belanja Gaji Pokok PNS Pengeluaran untuk pembayaran gaji pokok Pegawai Negeri Sipil. 511119 Belanja Pembulatan Gaji PNS Pengeluaran untuk pembayaran pembulatan gaji pokok Pegawai Negeri Sipil. 511121 Belanja Tunj. Suami/Istri PNS Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan suami/istri PNS. 511122 Belanja Tunj. Anak PNS Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan anak PNS. 511123 Belanja Tunj. Struktural PNS Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan struktural PNS. 511124 Belanja Tunj. Fungsional PNS Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan fungsional PNS. 511125 Belanja Tunj. PPh PNS Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan PPh PNS. 511126 Belanja Tunj. Beras PNS 56
511127 511128
511129 511131 512111 512112
512211 512311 512411
512412
52 521111
Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan beras berbentuk uang maupun natura. Belanja Tunj. Kemahalan PNS Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan kemahalan PNS. Belanja Tunj. Lauk Pauk PNS Pengeluaran untuk pembayaran dana lauk pauk yang diberikan kepada para pegawai negeri sehubungan dengan sifat tugas yang dilaksanakannya (organik dan non organik). Belanja Uang Makan PNS Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan uang makan PNS. Belanja Tunj . Perbaikan Penghasilan PNS Pengeluaran untuk pembayaran tunjangan perbaikan penghasilan PNS. Belanja Uang Honor Tetap Pengeluaran untuk pembayaran honorarium tetap antara lain untuk honorarium pegawai honor. Belanja Uang Honor Tidak Tetap Pengeluaran untuk pembayaran honorarium tidak tetap. Diberikan kepada pegawai yang menjadi anggota Tim pelaksana kegiatan yang dibentuk sesuai dengan Standar Biaya. Belanja Uang Lembur Pengeluaran untuk pembayaran uang lembur termasuk uang makan yang dibayarkan dalam rangka lembur. Belanja Vakasi Pengeluaran untuk pembayaran imbalan untuk penguji atau pemeriksa kertas/jawaban ujian. Belanja Pegawai (Tunj. Khusus/kegiatan) Digunakan untuk pembayaran tunjangan khusus/unjangan dan pembiayaan kepegawaian lainnya di dalam negeri sesuai dengan ketentuan berlaku. Belanja Pegawai Transito Digunakan untuk pengeluaran sebagian belanja pegawai di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga yang dialihkan ke daerah dan kantor-kantor di lingkungan K/L yang dilikuidasi. BELANJA BARANG Belanja Keperluan Perkantoran Pengeluaran untuk membiayai keperluan sehari-hari perkantoran yang secara langsung menunjang kegiatan operasional Kementerian Negara/Lembaga terdiri dari : - Satuan biaya yang dikaitkan dengan jumlah pegawai yaitu pengadaan barang yang habis pakai antara lain pembelian alat-alat tulis , barang cetak, alat-alat rumah tangga, langganan surat kabar/berita/majalah, biaya minum/makanan kecil untuk rapat - Satuan biaya yang tidak dikaitkan dengan jumlah pegawai antara lain biaya Satpam/pengaman kantor, telex, internet, komunikasi khusus diplomat, pengurusan sertifikat tanah, 57
pembayaran PBB
521112 521113
521114
521115 521119
521211
521212
521213 521219
522111
522112
- Pengeluaran untuk membiayai pengadaan/penggantian inventaris yang berhubungan dengan penyelenggaraan administrasi kantor/satker di bawah nilai kapitalisasi. Belanja Pengadaan Bahan Makanan Pengeluaran untuk pengadaan bahan makanan. Belanja untuk Menambah Daya Tahan Tubuh Pengeluaran untuk membiayai pengadaan bahan makanan/minuman/obat-obatan yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan operasional kepada pegawai. Belanja Pengiriman Surat Dinas Pos Pusat Pengeluaran untuk membiayai pengiriman surat menyurat dalam rangka kedinasan yang dibayarkan oleh Kementerian Negara/Lembaga. Honor yang Terkait dengan Operasional Satker Belanja Barang Operasional Lainnya Pengeluaran untuk membiayai pengadaan barang yang tidak dapat ditampung dalam mata anggaran 52111, 521113, 521114 dalam rangka kegiatan operasional Belanja Bahan Pengeluaran yang digunakan untuk pembayaran yang digunakan untuk pembayaran biaya bahan pendukung kegiatan (yang habis dipakai) seperti : - Alat Tulis Kantor (ATK) - Konsumsi/Bahan makanan - Bahan cetakan - Dokumentasi - Spanduk - Biaya fotokopi Yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan non operasional seperti dies natalis, pameran, seminar, pejabat, sosialisasi, rapat dan lain-lain. Belanja Barang Transito Digunakan untuk pengeluaran pembiayaan belanja barang pada kantor-kantor (UPT) di lingkungan Kementerian Negara/Lembaga yang dilikuidasi Honor yang terkait dengan output kegiatan Belanja Barang Non Operasional Lainnya Digunakan untuk pengeluaran yang tidak dapat ditampung dalam mata anggaran 521211 dan 521211 termasuk biayabiaya Crash Program atau digunakan untuk pengadaan barang yang diserahkan ke masyarakat. Belanja Langganan Daya dan Jasa Digunakan untuk pembayaran langganan daya dan jasa seperti listrik, telepon, air, dan gas termasuk untuk pembayaran denda keterlambatan pembayaran langganan daya dan jasa. Belanja Jasa Pos dan Giro 58
522113 522114 522115
522119 523111
523119
523121
523129
523133 523199
Digunakan untuk pembayaran jasa perbendaharaan yang telah dilaksanakan oleh kantor pos diseluruh Indonesia. Belanja Jasa Konsultan Digunakan untuk pembayaran jasa konsultan secara kontraktual termasuk jasa pengacara. Belanja Sewa Digunakan untuk pembayaran sewa (misalnya : sewa kantor/gedung/ruangan atau sewa lainnya). Belanja Jasa Profesi Belanja untuk pembayaran jasa keahlian yang dimiliki dan diberikan kepada pegawai PNS dan non PNS sebagai nara sumber, pembicara, praktisi, pakar dalam kegiatan di luar Direktorat atau Eselon I pegawai yang bersangkutan untuk kepentingan dinas. Belanja Jasa Lainnya Digunakan untuk pembayaran jasa yang tidak bisa ditampung dengan mata anggaran 522113 dan 522114 Belanja Biaya Pemeliharaan Gedung dan Bangunan - Pengeluaran pemeliharaan/perbaikan yang dilaksanakan sesuai dengan Standar Biaya Umum. Dalam rangka mempertahankan gedung dan bangunan kantor dengan tingkat kerusakan kurang dari atau sampai dengan 2% (termasuk cleaning service) . - Pemeliharaan/perawatan halaman/taman gedung/kantor agar berada dalam kondisi semula, yang nilainya tidak memenuhi syarat kapitalisasi suatu aset. Belanja Biaya Pemeliharaan Gedung dan Bangunan Lainnya Pengeluaran untuk membiayai pemeliharaan rumah dinas dan rumah jabatan yan erat kaitannya dengan pelaksanaan tugas para pejabat seperti istana negara, Jabatan Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota/ Mahkamah Agung/Ketua Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi/Keja. Belanja Biaya Pemeliharaan Peralatan dan Mesin Pengeluaran untuk pemeliharaan/perbaikan untuk mempertahankan peralatan dan mesin agar berada dalam kondisi normal yang nilainya tidak memenuhi nilai kapitalisasi. Belanja Biaya Pemeliharaan Peralatan dan Mesin Lainnya Pengeluaran lainnya untuk pemeliharaan/perbaikan untuk mempertahankan peralatan dan mesin agar berada dalam kondisi normal yang nilainya tidak memenuhi nilai kapitalisasi. Belanja Biaya Pemeliharaan Jaringan Pengeluaran untuk pemeliharaan/perbaikan untuk mempertahankan jaringan agar berada dalam kondisi normal. Belanja Biaya Pemeliharaan Lainnya Pengeluaran untuk pemeliharaan aset tetap selain gedung dan bangunan, perlatan dan mesin serta jalan, irigasi dan jaringan agar berada dalam kondisi normal termasuk pemeliharaan tempat ibadah, bangunan bersejarah seperti candi, bangunan 59
peninggalan Belanda. 524111 Belanja Perjalanan Biasa (DN) Pengeluaran untuk perjalanan dinas seperti perjalanan dinas dalam rangka pembinaan/konsultasi , perjalanan dinas dalam rangka pengawasan/pemeriksaan, mutasi pegawai, mutasi pensiun, pengiriman jenasah. 524112 Belanja Perjalanan Tetap (DN) Pengeluaran untuk perjalanan dinas tetap yang dihitung dengan memperhatikan jumlah pejabat yang melaksanakan perjalanan dinas. Pengeluaran oleh kementerian Negara/Lembaga untuk kegiatan pelayanan masyarakat, Contoh perjalanan dinas oleh tenaga penyuluh pertanian. 524119 Belanja Perjalanan Lainnya (DN) Pengeluaran untuk perjalanan lainnya dalam rangka pendukung kegiatan Kementerian Negara/Lembaga yang tidak tertampung di dalam pos belanja perjalanan biasa dan tetap antara lain biaya perjalanan teknis operasional kegiatan. 524211 Belanja Perjalanan Biasa (LN) 524212 Belanja Perjalanan Tetap (LN) 524219 Belanja perjalanan Lainnya (LN) 525111 Belanja Gaji dan Tunjangan (BLU) Pengeluaran untuk pembayaran gaji dan tunjangan pegawai BLU. 525112 Belanja Barang (BLU) Pengeluaran untuk pembelian barang untuk kegiatan operasional dan non operasional BLU. 525113 Belanja Jasa (BLU) Pengeluaran untuk memperoleh jasa untuk kegiatan operasional dan non operasional BLU. 525114 Belanja Pemeliharaan (BLU) Pengeluaran untuk pemeliharaan BMN BLU. 525115 Belanja Perjalanan (BLU) Pengeluaran untuk pembayaran perjalanan dinas pegawai BLU. 525119 Belanja Penyediaan Barang dan Jasa BLU lainnya Pengeluaran untuk keperluan diluar akun 525111, 525112, 525113, 525114 dan 525115 untuk menunjang kegiatan BLU yang bersangkutan. 53 BELANJA MODAL 531111 Belanja Modal Tanah Seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengadaan/ pembelian/ pembebasan penyelesaian, balik nama, pengosongan, penimbunan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat tanah serta pengeluaran-pengeluaran lain yang bersifat administratif sehubungan. 531112 Belanja Modal Pembebasan Tanah Seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pembebasan, balik 60
531113
531114
531115
531116
531117
532111
532112
532113
532114
nama, pengosongan, serta pengeluaran-pengeluaran lain yang bersifat administratif sehubungan dengan perolehan hak dan kewajiban atas tanah pada saat pembebasan/pembayaran ganti rugi secara swakelola. Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah Pengeluaran untuk pembayaran upah tenaga kerja dan honor pengelola teknis pada saat pengadaan/pembelian tanah secara swakelola sampai dengan tanah tersebut siap digunakan/dipakai (swakelola). Belanja Modal Pembuatan Sertifikat Tanah Pengeluaran yang dikeluarkan untuk pembuatan sertifikat tanah pada saat pengadaan/pembelian tanah secara swakelola sampai dengan tanah tersebut siap digunakan/dipakai (swakelola). Belanja Modal Pengurukan dan Pematangan Tanah Pengeluaran yang dilakukan untuk pengurukan/penimbunan, perataan dan pematangan tanah pada saat pengadaan/pembelian tanah secara swakelola sampai dengan tanah tersebut siap digunakan/dipakai (swakelola) Belanja Modal Biaya Pengukuran Tanah Pengeluaran yang dilakukan untuk pengukuran tanah pada saat pengadaan/pembelian tanah secara swakelola sampai dengan tanah tersebut siap digunakan/dipakai (swakelola). Belanja Modal Perjalanan Pengadaan Tanah Pengeluaran yang dilakukan untuk kepentingan perjalanan dinas dalam rangka pengadaan/pembelian tanah secara swakelola sampai dengan tanah tersebut siap digunakan/dipakai (swakelola). Belanja Modal Peralatan dan Mesin Pengeluaran untuk pengadaan peralatan dan mesin yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan antara lain biaya pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut. Belanja Modal Bahan Baku Peralatan dan Mesin Pengeluaran untuk pengadaan bahan baku peralatan dan mesin pada saat pengadaan peralatan dan mesin secara swakelola. Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Peralatan dan Mesin Pengeluaran untuk pembayaran upah tenaga kerja dan honor pengelola teknis pada saat pengadaan peralatan dan mesin secara swakelola sampai dengan peralatan dan mesin siap digunakan. Belanja Modal Sewa Peralatan Mesin Pengeluaran untuk pembayaran sewa ruangan, sewa mobil dan biaya sewa lainnya pada saat pengadaan peralatan dan mesin secara swakelola sampai dengan peralatan dan mesin tersebut 61
siap digunakan. 532115 Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Peralatan dan Mesin Pengeluaran untuk pembayaran biaya perencanaan dan pengawasan pada saat pengadaan peralatan dan mesin secara swakelola sampai dengan peralatan dan mesin tersebut siap digunakan. 532116 Belanja Modal Perijinan Peralatan dan Mesin Pengeluaran untuk pembayaran biaya perijinan yang diperlukan pada saat pengadaan peralatan dan mesin secara swakelola sampai dengan peralatan dan mesin tersebut siap digunakan. 532117 Belanja Modal Pemasangan Peralatan dan Mesin Pengeluaran untuk pembayaran biaya pemasangan dan instalasi pada saat pengadaan peralatan dan mesin secara swakelola sampai dengan peralatan dan mesin tersebut siap digunakan. 532118 Belanja Modal Perjalanan Peralatan dan Mesin Pengeluaran untuk pembayaran biaya perjalanan dalam rangka pengadaan peralatan dan mesin secara swakelola sampai dengan peralatan dan mesin tersebut siap digunakan. 533111 Belanja Modal Gedung dan Bangunan Pengeluaran untuk memperoleh gedung dan bangunan secara kontraktual sampai dengan gedung dan bangunan siap digunakan meliputi biaya pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris dan pajak (kontraktual). 533112 Belanja Modal Bahan Baku Gedung dan Bangunan Pengeluaran untuk pengadaan baku gedung dan bangunan pada saat pengadaan gedung dan bangunan secara swakelola. 533113 Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Gedung dan Bangunan Pengeluaran untuk pembayaran upah tenaga kerja honor dam pengelola teknis pada saat pengadaan gedung dan bangunan secara swakelola sampai dengan gedung dan bangunan siap digunakan. 533114 Belanja Modal Sewa Peralatan Gedung dan Bangunan Pengeluaran untuk pembayaran sewa ruangan, sewa mobil dan biaya sewa lainnya pada saat pengadaan gedung dan bangunan secara swakelola sampai dengan gedung dan bangunan tersebut siap digunakan. 533115 Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Gedung dan Bangunan Pengeluaran untuk pembayaran biaya perencanaan dan pengawasan pada saat pengadaan gedung dan bangunan secara swakelola sampai dengan gedung dan bangunan 62
tersebut siap untuk digunakan. 533116 Belanja Modal Perizinan Gedung dan Bangunan Pengeluaran untuk pembayaran biaya perijinan yang diperlukan pada saat pengadaan gedung dan bangunan secara swakelola sampai dengan gedung dan bangunan tersebut siap digunakan. 533117 Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran Bangunan Lama, Gedung dan Bangunan Pengeluaran untuk pembayaran biaya pengosongan, pembongkaran bangunan lama pada saat pembangunan gedung dan bangunan secara swakelola. 533118 Belanja Modal Perjalanan Gedung dan bangunan Pengeluaran untuk pembayaran biaya perjalanan dalam rangka pengadaan gedung dan bangunan secara swakelola sampai dengan gedung dan bangunan tersebut siap digunakan. 534131 Belanja Modal Jaringan Pengeluaran untuk memperoleh jaringan sampai siap pakai meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biayabiaya lain yang dikeluarkan sampai jaringan tersebut siap pakai. Dalam belanja ini termasuk biaya untuk penambahan dan penggantian yang penting. 534132 Belanja Modal Bahan Baku Jaringan Pengeluaran untuk pengadaan bahan baku jaringan pada saat pengadaan jaringan secara swakelola. 534133 Belanja Modal Upah tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Jaringan Pengeluaran untuk pembayaran upah tenaga kerja dan honor pengelola teknis pada saat pengadaan jaringan secara swakelola sampai dengan jaringan tersebut siap digunakan. 534134 Belanja Modal Sewa Peralatan Jaringan Pengeluaran untuk pembayaran sewa ruangan, sewa mobil dan sewa lainnya pada saat pengadaan jaringan secara swakelola sampai dengan jaringan tersebut siap digunakan. 534135 Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Jaringan Pengeluaran untuk pembayaran biaya perencanaan dan pengawasan pada saat pengadaan jaringan secara swakelola sampai dengan jaringan tersebut siap digunakan. 534136 Belanja Modal Perijinan Jaringan Pengeluaran untuk pembayaran biaya perijinan yang diperlukan pada saat pengadaan jaringan secara swakelola sampai dengan jaringan tersebut siap digunakan. 534138 Belanja Modal Perjalanan Jaringan Pengeluaran untuk pembayaran biaya perjalanan dalam rangka pengadaan jaringan secara swakelola sampai dengan jaringan tersebut siap digunakan 63
535121
533129
535133
535191
536111
- Pengeluaran pemeliharaan/perbaikan yang nilai kerusakan bangunan sesuai Standar Biaya Umum - Pemeliharaan/perawatan gedung/kantor, yang nilainya memenuhi syarat kapitalisasi suatu aset sesuai dengan peraturan menteri keuangan tentang kapitalisasi. Belanja Pemeliharaan Peralatan dan Mesin yang dikapitalisasi Pengeluaran untuk pemeliharaan/perbaikan untuk mempertahankan peralatan dan mesin agar berada dalam kondisi normal yang nilainya memenuhi nilai kapitalisasi sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan. Belanja Biaya Pemeliharaan Peralatan dan Mesin Lainnya yang dikapitalisasi Pengeluaran lainnya untuk pemeliharaan/perbaikan untuk mempertahankan peralatan dan mesin agar berada dalam kondisi normal yang nilai kapitalisasi sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan. Belanja Biaya Pemeliharaan Jaringan yang dikapitalisasi Pengeluaran untuk pemeliharaan/perbaikan untuk mempertahankan jaringan agar berada dalam kondisi normal yang nilainya memenuhi nilai kapitalisasi sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan. Belanja Biaya Pemeliharaan Lainnya yang dikapitalisasi Pengeluaran untuk pemeliharaan aset tetap selain gedung dan bangunan, perlatan dan mesin serta jalan, irigasi dan jaringan agar berada dalam kondisi normal termasuk pemeliharaan tempat ibadah, bangunan bersejarah seperti candi dan bangunan peninggalan Belanda. Belanja Modal Fisik Lainnya Pengeluaran untuk memperoleh modal fisik lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan dalam belanja nmodal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan dan belanja modal non fisik sampai siap dipakai. Termasuk dalam belanja modal.
F. Proses dan Mekanisme Pinjaman dan Hibah Luar Negeri 1. Ketentuan Umum mengenai Pinjaman dan Hibah Kegiatan-kegiatan yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman atau hibah luar negeri seluruhnya dicantumkan dalam RKA-KL yang bersangkutan. Beberapa jenia Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) yaitu : a. Pinjaman Luar Negeri (PLN) Setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/ atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu; b. Hibah Luar Negeri (HLN) Setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/ atau 64
devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali; Kelompok pekerjaan atau kegiatan yang tercantum dalam Naskah Perjanjian Pinjaman/Hibah Luar Negeri. Beberapa contoh kategori/uraian kegiatan dari loan IBRD 3742-IND : 1) Category 1 (Civil Work) adalah jenis kegiatan untuk pekerjaan fisik konstruksi termasuk didalamnya konsultan atas pekerjaan konstruksi tersebut; 2) Category 2 (Equipment and Material) adalah jenis kegiatan untuk melaksanakan pekerjaan pengadaan barang dan peralatan; 3) Category 3 (Training) adalah jenis kegiatan untuk melaksanakan pekerjaan training/pelatihan, workshop, seminar dan lain-lain. Pelaksanaan kegiatan/pekerjaan yang tidak tercantum pada uraian kategori dalam Naskah Perjanjian Pinjaman/Hibah Luar Negeri akan menyebabkan pengeluaran yang Ineligible; dan 4) Category 4 (Incremental Operating Costs) adalah jenis belanja untuk mendukung kegiatan utama yang dibiayai oleh Pinjaman dean Hibah Luar Negeri. Contohnya biaya telekomunikasi, ATK, dan lain-lain. Porsi Persentase Pembiayaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri adalah beban pembiayaan yang dapat disetujui untuk masingmasing kategori oleh Pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PPHLN). Dalam hal porsi pembiayaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri kurang dari 100% maka selisih/kekurangan tersebut dibebankan pada pemerintah RI sebagai dana pendamping; 2. Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) Menurut Asal (Sumbernya) a. Pinjaman atau hibah luar negeri dalam rangka Consultative Group on Indonesia (CGI) 1) Pinjaman atau hibah Bilateral yang berasal dari pemerintah suatu negara anggota yang tergabung dalam CGI : Amerika Serikat, Australia, Belgia, Denmark, Finlandia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Norwegia, Perancis, Selandia Baru, Spanyol, Swis, Swedia atau yang disalurkan melalui Badan/Lembaga yang ditunjuk negara yang bersangkutan. (Contoh Pinjaman Jepang yang disalurkan melalui JBIC); dan 2) Pinjaman atau hibah Multilateral yang berasal dari lembaga/ badan keuangan internasional/regional dimana Indonesia sebagai salah satu anggotanya : IMF, IBRD, ADB, UNDP, OECD, MEE, UNICEF, IFAD. b. Pinjaman atau hibah Luar (PHLN) Negeri diluar CGI 1) Pinjaman atau hibah Bilateral yang berasal dari pemerintah suatu negara yang tergabung dalam CGI, seperti Brunei Investment Agency; dan 2) Pinjaman atau hibah multilateral yang berasal dari badan/ 65
lembaga keuangan internasional maupun regional diluar CGI seperti Asean Japan Developrnent Fund (AJDF). c. Pinjaman atau hibah Luar Negeri yang berasal dari pinjaman badan-badan/lembaga-lembaga keuangan internasional seperti US Exim Bank, Japan Exim Bank, Syndicated Internasional Bank. 3. Pinjaman dan Hibah Luar Negeri/PHLN Menurut Obyek Pembiayaannya Menurut obyek pembiayaannya pinjaman atau hibah luar negeri terbagi atas pinjaman atau hibah kegiatan dan pinjaman atau hibah program. a. Pinjaman atau hibah Kegiatan yaitu penerimaan pembangunan pembangunan seperti pinjaman atau hibah tenaga ahli (expert) yang didatangkan dari luar negeri atau pengiriman tenaga-tenaga Indonesia keluar negeri untuk belajar, seminar, studi perbandingan; dan b. Pinjaman atau hibah Program adalah pinjaman atau hibah luar negeri berbentuk bahan pangan dan devisa tunai yang dapat dirupiahkan (RPLN), hasilnya digunakan untuk pembiayaan kegiatan pembangunan atau pinjaman atau hibah berupa komoditi yang nilai lawan rupiahnya digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan. 4. Pinjaman dan Hibah LN/PHLN Menurut Syarat Pengembaliannya. a. Pinjaman Lunak (Soft Loan) Pinjaman luar negeri dengan persyaratan lunak adalah sebagai berikut : 1) Jangka waktu pengembalian termasuk tenggang waktu 25 tahun atau lebih; 2) Tenggang waktu 7 tahun atau lebih; dan 3) Bunga pinjaman maksimal 3.5% per-tahun Pinjaman ini umumnya berasal dari Negara/Lembaga Keuangan yang tergabung dalam Consultative Group on Indonesia (CGI), baik dalam kerangka bilateral maupun multilateral. b. Pinjaman Kredit Ekspor (Export Credit Facilities) Pinjaman Kredit Ekspor adalah pinjaman yang diberikan oleh negara-negara pengeksport dengan jaminan tertentu (Guarranted Loan) dari pemerintahannya dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor negara yang bersangkutan di satu pihak, dan dipihak lain untuk memenuhi kebutuhan barang yang dibutuhkan negara pengimpor dan karena itu: 1) Fasilitas Kredit Ekspor (FKE) merupakan kredit yang dijamin (Guaranteed Credit) baik oleh pemerintah dari negara pemberi FKE atau lembaga yang ditunjuk untuk keperluan tersebut (misalnya : eksport credit agency seperti COFACE, Hermes dan sebagainya); 2) Bersifat Tied-Loan, yang berarti bagian terbesar dari dana 66
tersebut dipergunakan untuk membeli barang dari negara pemberi FKE; 3) FKE pada dasarnya hanya mencakup maksimum 85% dari nilai impor (foreign content), dan oleh karena itu bagian yang tidak disediakan melalui FKE harus disediakan oleh pemerintah melalui anggaran masing-masing instansi yang bersangkutan, misalnya untuk pembayaran uang mika, bagian kontrak yang tidak disediakan dari FKE dan kegiatan pendukung pelaksanaan kegiatan-kegiatan; 4) FKE digunakan untuk mengimpor barang modal; 5) Maksimum pengembalian antara 8.5 s/d 10 tahun; 6) Tingkat bunga FKE mengacu pada Commercial Interest Reference Rate (CIRR) yang diterbitkan oleh OECD setiap bulan dan berlaku dari tanggal 15 s/d tanggal 14 bulan berikutnya. CIRR bersifat tetap (Fixed); 7) FKE tidak dapat diberikan untuk keperluan pengadaan peralatan militer (militery equipment) dan pengadaan komoditi pertanian (aqrocultural commodities); dan 8) Harus ada alokasi Kredit Ekspor (KE) dari Menko Ekuin. Terdapat 2 (dua) macam skim pendanaan Kredit Ekspor : 1) Buyers Credit Pinjaman Kredit Ekspor yang dananya disediakan oleh Badan/ Lembaga Keuangan di negara pengekspor untuk dipinjamkan kepada negara pengimpor (penerima pinjaman) untuk dibayarkan kepada supplier atas barang/jasa yang diimpor; 2) Supplier Credit Pinjaman Kredit Ekspor yang dananya disediakan oleh Bank kepada Supplier dan selanjutnya Supplier tersebut meminjamkan kepada negara pengimpor (penerima pinjaman) dalam bentuk barang/jasa. c. Pinjaman Komersial Pinjaman yang berasal dari pasar uang internasional dalam bentuk devisa tunai dengan persyaratan komersial, pinjaman komersial pemerintah pada dasarnya digunakan untuk menyangga cadangan devisa dan neraca pembayaran termasuk dalam pinjaman komersial ini antara lain adalah : 1) Obligasi Yaitu surat pengakuan hutang yang diterbitkan pemerintah. Penerbitan obligasi diluar negeri atau dengan nama lain Floating Rate Note (kertas berharga dengan tingkat bunga mengambang); 2) Leasing Leasing/Sewa Beli atau Installment Sale Financing adalah suatu kegiatan dimana peminjam (Indonesia) meminjam uang dari lembaga leasing luar negeri dalam rangka pengadaan barang dari supplier, barang dapat juga berasal dari lembaga leasing tersebut.
67
5. Tata Cara Penarikan Pinjaman/Hibah Luar Negeri Dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan belanja negara, diatur sebagai berikut : a. Pembukaan Letter of Credif (LC) Berdasarkan Letter of Credit (LC) dari Bank Indonesia, Letter of Commitment atau dokumen lain yang disamakan dari Pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri (PPHLN) dan dokumen realisasi L/C, Bank koresponden melaksanakan pembayaran kepada rekanan dan selanjutnya melakukan penagihan kepada PPHLN. L/C diterbitkan berdasarkan Surat Kuasa Pembebanan (SKP) atau surat kuasa membayar beban rekening khusus untuk Penerbitan L/C (SKM-R/K L/C) yang dibuat oleh KPPN Khusus Jakarta VI; b. Pembayaran Langsung (Direct Payment) Pembayaran dengan cara ini dilakukan melalui penarikan dana oleh KPPN Jakarta Khusus Jakarta VI atas permintaan kegiatan dengan mengajukan aplikasi kepada PPHLN untuk membayar langsung kepada rekanan/pihak yang ditunjuk; c. Rekening Khusus (Special Account) Rekening Khusus adalah rekening pemerintah pada Bank Indonesia atau Bank Pemerintah lainnya yang ditujuk Menteri Keuangan yang dibuka untuk menampung dana PPHLN yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan pembangunan. Dana Rekening khusus ini bersifat revolving dengan pengertian dana yang telah digunakan dapat diganti kembali dengan mengajukan aplikasi repleishment kepada pemberi pinjaman; d. Pengganti Pembiayaan Pendahuluan (Reimbursemen). Berdasarkan bukti-bukti pengeluaran pembiayaan pendahuluan dan rincian penggunaan uang serta dokumen sebagaimana di syaratkan PPHLN, KPPN mengajukan aplikasi penarikan dana kepada PPHLN. Selanjutnya PPHLN melakukan penggantian pembayaran; dan e. Penarikan hibah secara langsung dalam bentuk barang dan jasa untuk melaksanakan kegiatan/kegiatan tertentu. Dalam hal ini hibah kepada pemerintah langsung dilaksanakan oleh pemberi hibah atau pihak lain yang ditunjuk oleh pemberi hibah. 6. Persyaratan Pencantuman PHLN dalam DIPA Ketentuan penarikan PHLN berbeda antara yang satu dengan yang lain, maka untuk pencantuman PHLN dalam DIPA harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Loan Agreement untuk menghindari kesalahan dalam pencantuman dana yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan pembayaran. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pencantuman PHLN dalam DIPA sebagai berikut : a. Status Loan Dana PHLN harus memiliki status yang jelas, dalam arti Naskah Perjanjian Pinjaman/Hibah Luar Negeri (NPPHLN) berkenaan sudah ditandatangani dan dinyatakan efektif serta telah diberi kode regester PHLN oleh Direktorat PHLN (Iihat buku register loan);
68
b. Jenis Cara Pembayaran Pencantuman jenis cara pembayaran Pinjaman Luar negeri (PLN) seperti Rekening Khusus (RK), Pembayaran Langsung (PL), Pembukaan Letter of Credit (L/C), dan Penarikan Langsung khusus Hibah pada DIPAagar memperhatikan petunjuk-petunjuk pada Surat Edaran yang mengatur tentang cara-cara pembayaran masing-masing Loan yang diterbitkan oleh Direktorat PHLN ataupun keterangan yang ada dalam Loan Agreement itu sendiri; c. Alokasi Dana Untuk mengalokasikan dana PHLN dalam DIPA perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Jenis kegiatan/pekerjaan yang akan dibiayai harus terdapat dalam uraian katagori dalam NPPHLN; 2) Dana PHLN untuk setiap katagori pengeluaran masih cukup tersedia. Hai ini penting untuk menghindari terjadinya overdrawn/kelebihan penarikan suatu katagori; 3) Porsi dana PHLN sesuai katagori yang telah ditetapkan dalam NPPHLN; dan 4) Khusus PHLN yang penarikannya melalui tata cara L/C, perlu diperhatikan nilai kontrak pekerjaan secara keseluruhan. Hal ini berkaitan dengan pembukaan rekening L/C di Bank Indonesia oleh KPPN khusus Jakarta VI dan Aceh. d. Biaya Administrasi Kegiatan Pengalokasian biaya administrasi kegiatan (AK) untuk kegiatan Pinjaman dan hibah Luar Negeri hendaknya memperhatikan ketentuan yang berlaku; e. Satuan Harga Dalam hal dijumpai besaran Harga Pembiayaan pada kegiatan kegiatan Loan Agreement atau bagian dari Loan Agreement (misal cost table) yang melebihi Harga Satuan Umum (HSU), Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK), dan Billing Rate, maka yang digunakan adalah besaran yang terdapat dalam HSU, HSPK, dan Billing Rate atau ketentua lain yang berlaku; f. Memahami NPHLN Untuk menghindari terjadinya kegiatan-kegiatan yang ineligible maka isi dari Loan Agreement (NPPHLN) dan Staff Appraisal Report (SAP) harus dipahami, terutama mengenai : 1) Porsi beban loan untuk masing-masing kegiatan/kategori; 2) Kegiatan-kegiatan yang dapat dibiayai loan; 3) Clossing date; 4) Lokasi sasaran/cakupan kegiatan; dan 5) Ketentuan loan lainnya jika ada (cara pembayaran, dsb). g. Kegiatan Baru Khusus untuk kegiatan-kegiatan baru yang dananya bersumber dari PHLN namun naskah perjanjiannya masih dalam proses negosiasi, dana pendampingnya dapat disediakan dari APBN dan atau APBD dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1) Adanya perencanaan pembiayaan yang matang; 2) Tersusunnya rencana perolehan tanah dan penempatan kembali 69
penduduk, termasuk rencana pembiayaannya untuk tahun pertama pekerjaan-pekerjaan konstruksi (civil works); 3) Telah disusunnya indikator-indikator untuk menilai tingkat keberhasilan kegiatan dalam rangka monitoring dan evaluasi, termasuk tersedianya database kegiatan; 4) Tersusunnya sistem pengadaan barang/jasa dan manajemen keuangan, termasuk sistem auditnya; 5) Tersusunnya usulan-usulan (proposal) untuk jasa konsultan, dan dokumen-dokumen tender (baik untuk pengadaan barang maupun pekerjaan konstruksi) untuk tahun pertama pelaksanaan kegiatan; dan 6) Pada waktu negosiasi, Project Management Unit (PMU)/Project Implementing Unit (PIU) sudah terbentuk dan telah dilengkapi dengan staff/personalia. Dalam hal ini termasuk rencanarencana kegiatan-kegiatan dan dana persiapan kegiatan. 7. Penyediaan Dana Loan dan Rupiah Pendamping Dalam DIPA a. Umum 1) Pencantuman PHLN dalam DIPA khususnya halaman 1 mengenai "Rincian Pinjaman atau Hibah Luar Negeri" harus dilakukan dengan benar dan lengkap agar dapat memberikan data informasi yang akurat mengenai sumber PHLN, pagu PHLN, perkiraan penarikan, serta dana pendamping yang tersedia; 2) Bagi DIPA yang berpinjaman dan hibah LN yang mempunyai dana pendamping maka loan dan dana pendampingnya hanya disediakan untuk keperluan tahun anggaran dan apabila kegiatan/pekerjaannya harus diselesaikan beberapa tahun (multi years contract) maka kekurangan dananya disediakan pada DIPA tahun berikutnya; 3) Untuk menjamin kelancaran kegiatan yang dibiayai oleh pinjaman/hibah luar negeri, maka pada awal tahun anggaran berikutnya, dapat dilakukan pencairan dana berdasarkan DIPA tahun sebelumnya sementara menunggu penyelesaian DIPA yang menampung alokasi dana luncuran kegiatan tersebut; dan 4) Apabila dana pendamping berasal dari luar APBN, seperti PEMDA (APBD), BUMN, atau dari kontribusi masyarakat dan sebagainya, maka pencantuman dana pendaping dimaksud dalam DIPA cukup dilakukan dengan memberi kode yang telah ditentukan dalam aplikasi DIPA. b. Pencantuman dana PHLN dalam DIPA. Pencantuman dana dalam DIPA untuk kegiatan/kegiatan yang sebagian/seluruhnya dibiayai oleh loan adalah sebagai berikut : 1) Pekerjaan standar sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002, penyusunan SBK dan HSBGN telah dilimpahkan sepenuhnya kepada pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota oleh karena itu pekerjaan kontruksi (gedung,rumah dinas, pagar, dsb) agar mempertimbangkan satuan biaya dimaksud; 70
2) Pekerjaan non standar sebagian atau seluruhnya dibiayai dana PLN, maka dana yang akan disediakan dalam DIPA adalah sebesar nilai konstruksi/pekerjaan sesuai RAB tanpa perlu memasukkan PPN 10 % (sepuluh persen) untuk porsi PLN. Sedangkan untuk porsi rupiah tetap harus memperhitungkan PPN sebesar 10 % (sepuluh persen). Khusus untuk PLN yang dananya bersumber dari IBRD berlaku ketentuan sebagai berikut: a) Apabila porsi IBRD diatas 91 % (sembilan puluh satu persen) maka poesi IBRD yang ditampung dalam DIPA adalah sebesar prosentase dikalikan dengan nilai kontrak netto, biaya tidak termasuk PPN; b) Apabila porsi IBRD sama dengan atau lebih kecil dari 91 % (sembilan puluh satu persen) maka porsi IBRD yang ditampung dalam DIPAdapat/tidak harus sebesar prodentase dikalikan dengan nilai kontrak bruto, biaya termasuk PPN; dan c) Ketentuan Perpajakan dalam Pencantuman PHLN Penyediaan dana dalam DIPA atas kegiatan-kegiatan yang bersumber dana dari PHLN harus mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian dana untuk kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh PHLN dalam DIPA harus mengikuti ketentuan dimaksud antara lain menyebutkan : 1) Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan atas impor barang oleh kontraktor utama, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Pertambahan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang terhitung sejak tanggal 1 April 1995 sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan pemerintah yang seluruh dananya dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri, tidak dipungut; 2) Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan atas impor barang oleh kontraktor utama, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan pemerintah yang sebagian dananya dibiayai dengan hibah atau pinjaman luar negeri, dibebaskan hanya atas bagian dari kegiatan pemerintah yang dananya dibiayai dari hibah atau pinjaman luar negeri; 3) Fasilitas pajak tidak dipungut sebagaimana diuraikan dalam angka a) dan b) diatas hanya berlaku bagi main contractor (kontraktor utama, sedangkan bagi sub kontraktor (apabila pelaksanaan kegiatan disubkontraktorkan) maka fasilitas pajak tidak dipungut menjadi tidak berlaku; dan 4) Pemungutan PPH atas SPM BLN tidak dilakukan melalui pemotongan dalam SPM, tetap wajib pajak/Rekanan yang bersangkutan menyetorkan jumlah pajak terutang sesuai dengan prosentase yang berlaku sebesar jumlah yang tercantum dalam SPP (Surat Penetapan Pajak/SPP) atas dasar kontrak dananya berasal dari Hibah/Pinjaman Luar Negeri. 71
c. Pencantuman Dana Pendamping Penyediaan dana pendaping merupakan salah satu prioritas utama dalam pencantuman alokasi anggaran pembangunan. Oleh karena itu dana pendamping baik porsi maupun non porsi yang telah dialokasikan dalam Satuan 3 (tiga) maupun DIPA tidak dapat digunakan untuk kegiatan selain pendamping. Berkaitan dengan pengalokasian dana pendamping, maka penyediaan dana dalam DIPA mengikuti ketentuan sebagai berikut: 1) Dana kegiatan yang bersumber dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri tidak perlu dialokasikan/disediakan dana untuk PPN dalam DIPA; dan 2) Dana yang bersumber dari Rupiah Murni Pendamping disediakan dana PPN dalam DIPAsebesar 10 % (sepuluh persen) dari Rupiah Murni Pendamping. Perbedaan mengenai dana pendamping yang merupakan porsi dan non porsi dalam DIPA 1) Dana pendamping porsi adalah beban pemerintah untuk menyediakan dana dalam DIPA dengan ketentuan sebagai berikut : a) Porsi alokasi dana tersebut dalam suatu kategori telah ditentukan dalam NPPHLN, misalnya porsi GOI 40 % (empat puluh persen) dan porsi PLN 60 %; dan b) Berpengaruh langsung pada penarikan dana PHLN. 2) Dana pendamping non porsi (Local Cost) adalah beban pemerintah untuk membiayai kewajiban yang ditentukan dalam NPPHLN dengan ketentuan sebagai berikut : a) Porsi dana PLN/hibah pada suatu katagori dalam NPPHLN sebesar 100 % (seratus persen); dan b) Tidak berpengaruh langsung pada penarikan dana PLN namun tetap berpengaruh terhadap penyelesaian pekerjaan kegiatan secara keseluruhan. Contoh : pembangunan gedung sekolah. PLN membiayai pembangunan gedung sedangkan pemerintah membiayai penyediaan tanah. Pembangunan gedung sekolah tidak akan dapat terlaksana apabila tanah belum tersedia, namun penarikan dana untuk pembangunan sekolah tidak tergantung dalam penarikan dana untuk penyediaan tanah. 8. Ketentuan Lain-lain Berkaitan dengan pengalokasian dana pendamping, maka penyediaan dana dalam DIPA mengikuti ketentuan sebagai berikut : a. Loan IBRD yang sudah punya fasilitas Rekening Khusus (R/K) sebagaimana tercantum dalam NPPHLN disalurkan seluruhnya melalui Rekening Khusus. Dengan demikian, Pembayaran Langsung (PL) dan Pembiayaan Pendahuluan (PP) tidak lagi digunakan sebagai tata cara penarikan loan tersebut; b. Rekening Khusus untuk Loan ADB hanya digunakan untuk pembayaran mata uang rupiah, kecuali untuk training dan fellowship yang dibayarkan dengan valas. Sedangkan semua 72
pembayaran valas untuk kegiatan selain training dan fellowship harus dilakukan dengan PL (walaupun dalam Loan Agreement tersedia tata cara rekening khusus yang pembayaraanya melalui KPPN Khusus Jakarta VI); dan c. Penyediaan dana yang bersumber dari PHLN lainnya agar berpedoman pada NPPHLN berkenaan.
73
BAB IV PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN
A. Pelaksanaan Anggaran DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran yang dipersamakan berlaku sebagai dasar pelaksanaan pengeluaran Negara setelah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan selaku BUN. Alokasi dana yang tertuang dalam DIPA merupakan batas tertinggi pengeluaran Negara, sehingga pengeluaran keuangan negara tidak boleh dilaksanakan jika alokasi dananya tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam DIPA. Khusus pelaksanaan pengeluaran negara untuk pembayaran gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji dapat melampaui alokasi dana gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji dalam DIPA, sebelum dilakukan perubahan/revisi DIPA. Agar pelaksanaan DIPA lebih operasional dan sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan, maka Kepala Satuan Kerja selaku KPA setelah menerima DIPA menerbitkan Petunjuk Operasional Kegiatan (POK). POK disusun berdasarkan DIPA dan RKA-KL yang telah disetujui DPR serta ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam pelaksanaan APBN. POK sekurang-kurangnya memuat uraian tentang rincian kegiatan/sub kegiatan, kelompok MAK, MAK, jenis belanja, satuan biaya, volume, jumlah dana, sumber dana, tata cara penarikan dan kantor bayar. Revisi terhadap POK sepanjang tidak merubah DIPA dapat dilakukan oleh Kepala Satker/SKPA. Berdasarkan DIPA dan POK, maka setiap satuan kerja dapat mengajukan Uang Persediaan (UP) untuk membiayai kegiatan operasional kantor sehari-hari yang tidak dapat dilakukan dengan Pembayaran Langsung (LS). Dalam hal UP tidak mencukupi kebutuhan, satuan kerja dapat mengajukan Tambahan Uang Persediaan (TUP). Uang Persediaan merupakan uang muka yang bersifat daur ulang (Revolving). Sedangkan dana TUP hanya digunakan untuk keperluan mendesak dan akan habis digunakan dalam waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan SP2D. Mekanisme pelaksanaan pembayaran APBN selengkapnya sebagaimana tersebut di bawah ini. 1. Pembuatan Komitmen Melalui Perjanjian/Kontrak a. Pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran pada DIPA yang mengakibatkan pengeluaran negara, dilakukan melalui pembuatan komitmen; b. Pembuatan komitmen dilakukan dalam bentuk : 1) Perjanjian/kontrak untuk pengadaan barang/jasa; dan/atau 2) Penetapan keputusan.
74
c. Penandatanganan perjanjian/kontrak atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa sebagai tindak lanjut atas pelaksanaan lelang dilakukan setelah DIPA tahun anggaran berikutnya disahkan dan berlaku efektif; d. Dalam hal biaya proses pelelangan dalam rangka pengadaan barang/jasa tidak dialokasikan pada tahun anggaran berjalan, biaya proses pelelangan dimaksud dapat dialokasikan pada DIPA tahun anggaran berjalan dengan melakukan revisi DIPA; e. Perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa hanya dapat dibebankan pada DIPA tahun anggaran berkenaan; f. Perjanjian/kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya membebani DIPA lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dilakukan setelah mendapat persetujuan pejabat yang berwenang; dan g. Perjanjian/kontrak atas pengadaan barang/jasa dapat dibiayai sebagian atau seluruhnya dengan rupiah murni dan/atau pinjaman dan/atau hibah. 2. Pembuatan Komitmen Melalui Penetapan Keputusan a. Pembuatan komitmen untuk belanja selain pengadaan barang/jasa ditetapkan melalui keputusan yang mengakibatkan pengeluaran negara antara lain untuk : 1) pelaksanaan belanja pegawai; 2) pelaksanaan perjalanan dinas yang dilaksanakan secara swakelola; 3) pelaksanaan kegiatan swakelola, termasuk pembayaran honorarium kegiatan; atau 4) belanja bantuan sosial yang disalurkan dalam bentuk uang kepada penerima bantuan sosial. b. Penetapan keputusan dilakukan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. 3. Pencatatan Komitmen Melalui Perjanjian/Kontrak a. Perjanjian/kontrak yang pembayarannya akan dilakukan melalui SPM-LS, PPK mencatatkan perjanjian/kontrak yang telah ditandatangani ke dalam suatu sistem yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan; b. Pencatatan perjanjian/kontrak paling kurang meliputi data sebagai berikut : 1) nama dan kode Satker serta uraian fungsi/subfungsi, program, kegiatan, output, dan akun yang digunakan; 2) nomor Surat Pengesahan dan tanggal DIPA; 3) nomor, tanggal, dan nilai perjanjian/kontrak yang telah dibuat oleh Satker; 4) uraian pekerjaan yang diperjanjikan; 5) data penyedia barang/jasa yang tercantum dalam perjanjian/kontrak antara lain nama rekanan, alamat rekanan, NPWP, nama bank, nama, dan nomor rekening penerima pembayaran;
75
6) jangka waktu dan tanggal penyelesaian pekerjaan serta masa pemeliharaan apabila dipersyaratkan; 7) ketentuan sanksi apabila terjadi wanprestasi; 8) addendum perjanjian/kontrak apabila terdapat perubahan data pada perjanjian/kontrak tersebut; dan 9) cara pembayaran dan rencana pelaksanaan pembayaran: a) sekaligus (nilai ............ rencana bulan ......); atau b) secara bertahap (nilai ............ rencana bulan ......). c. Alokasi dana yang sudah tercatat dan terikat dengan perjanjian/kontrak tidak dapat digunakan lagi untuk kebutuhan lain; d. Data perjanjian/kontrak disampaikan kepada KPPN paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah ditandatanganinya perjanjian/kontrak untuk dicatatkan ke dalam Kartu Pengawasan Kontrak sebagaimana tercantum dalam format 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini; dan e. Data perjanjian/kontrak dalam Kartu Pengawasan Kontrak, digunakan untuk menguji kesesuaian tagihan yang tercantum pada SPM meliputi : 1) pihak yang berhak menerima pembayaran; 2) nilai pembayaran; dan 3) jadwal pembayaran. 4. Pencatatan Komitmen Melalui Penetapan Keputusan a. Dalam hal terdapat perubahan data pegawai pada penetapan keputusan yang mengakibatkan pengeluaran negara untuk pelaksanaan belanja pegawai, PPABP mencatat perubahan data pegawai tersebut ke dalam suatu sistem yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. b. Perubahan data pegawai meliputi dokumen yang terkait dengan : 1) Pengangkatan/pemberhentian sebagai calon pegawai negeri; 2) Pengangkatan/pemberhentian sebagai pegawai negeri; 3) Kenaikan/penurunan pangkat; 4) Kenaikan/penurunan gaji berkala; 5) Pengangkatan/pemberhentian dalam jabatan; 6) Mutasi Pindah ke Satker lain; 7) Pegawai baru karena mutasi pindah; 8) Perubahan data keluarga; 9) Data utang kepada negara; dan/atau 10) Pengenaan sanksi kepegawaian. c. Penyampaian daftar perubahan data pegawai, dilaksanakan setelah terlebih dahulu disahkan oleh PPSPM dengan menyertakan ADK; dan d. Daftar perubahan data pegawai digunakan dalam rangka pemutakhiran (updating) data antara KPPN dengan Satker untuk pembayaran belanja pegawai dan untuk menguji kesesuaian dengan tagihan.
76
5. Mekanisme Penyelesaian Tagihan a. Penerima hak mengajukan tagihan kepada negara atas komitmen berdasarkan bukti-bukti yang sah untuk memperoleh pembayaran; b. Atas dasar tagihan, PPK melakukan pengujian; c. Pelaksanaan pembayaran tagihan, dilakukan dengan Pembayaran LS kepada penyedia barang/jasa atau Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya; d. Dalam hal Pembayaran LS tidak dapat dilakukan, pembayaran tagihan kepada penerima hak dilakukan dengan UP; e. Khusus untuk pembayaran komitmen dalam rangka pengadaan barang/jasa berlaku ketentuan sebagai berikut : 1) Pembayaran tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa diterima; 2) Dalam hal pengadaan barang/jasa yang karena sifatnya harus dilakukan pembayaran terlebih dahulu, pembayaran atas beban APBN dapat dilakukan sebelum barang/jasa diterima; dan 3) Pembayaran atas beban APBN sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan setelah penyedia barang/jasa menyampaikan jaminan atas uang pembayaran yang akan dilakukan. f. Pembayaran LS ditujukan kepada : 1) Penyedia barang/jasa atas dasar perjanjian/kontrak; dan 2) Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya untuk keperluan belanja pegawai non gaji induk, pembayaran honorarium, dan perjalanan dinas atas dasar surat keputusan. g. Pembayaran tagihan kepada penyedia barang/jasa, dilaksanakan berdasarkan bukti-bukti yang sah yang meliputi : 1) Bukti perjanjian/kontrak; 2) Referensi Bank yang menunjukkan nama dan nomor rekening penyedia barang/jasa; 3) Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan; 4) Berita Acara Serah Terima Pekerjaan/Barang; 5) Bukti penyelesaian pekerjaan lainnya sesuai ketentuan; 6) Berita Acara Pembayaran; 7) Kuitansi yang telah ditandatangani oleh penyedia barang/jasa dan PPK; 8) Faktur pajak beserta Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah ditandatangani oleh Wajib Pajak/Bendahara Pengeluaran; 9) Jaminan yang dikeluarkan oleh bank umum, perusahaan penjaminan atau perusahaan asuransi sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah; dan/atau 10) Dokumen lain yang dipersyaratkan khususnya untuk perjanjian/kontrak yang dananya sebagian atau seluruhnya bersumber dari pinjaman atau hibah dalam/luar negeri sebagaimana dipersyaratkan dalam naskah perjanjian pinjaman atau hibah dalam/luar negeri bersangkutan. 77
h. Pembayaran tagihan kepada Bendahara Pengeluaran/pihak lainnya dilaksanakan berdasarkan bukti-bukti yang sah, meliputi : 1) Surat Keputusan; 2) Surat Tugas/Surat Perjalanan Dinas; 3) Daftar penerima pembayaran; dan/atau 4) Dokumen pendukung lainnya sesuai ketentuan. i. Dalam hal jaminan yang dikeluarkan oleh bank atau lembaga keuangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i berupa surat jaminan uang muka, jaminan dimaksud dilengkapi dengan Surat Kuasa bermaterai cukup dari PPK kepada Kepala KPPN untuk mencairkan jaminan. 6. Batas Waktu Pengajuan Tagihan a. Tagihan atas pengadaan barang/jasa dan/atau pelaksanaan kegiatan yang membebani APBN diajukan dengan surat tagihan oleh penerima hak kepada PPK paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah timbulnya hak tagih kepada Negara; b. Dalam hal 5 (lima) hari kerja setelah timbulnya hak tagih kepada negara penerima hak belum mengajukan surat tagihan, PPK harus segera memberitahukan secara tertulis kepada penerima hak untuk mengajukan tagihan; c. Dalam hal setelah 5 (lima) hari kerja penerima hak belum mengajukan tagihan, penerima hak pada saat mengajukan tagihan harus memberikan penjelasan secara tertulis kepada PPK atas keterlambatan pengajuan tagihan tersebut; dan d. Dalam hal PPK menolak/mengembalikan tagihan karena dokumen pendukung tagihan tidak lengkap dan benar, PPK harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan/pengembalian tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya surat tagihan. 7. Mekanisme Penerbitan SPP-LS a. Dalam hal pengujian telah memenuhi persyaratan, PPK mengesahkan dokumen tagihan dan menerbitkan SPP yang dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam format 3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini; b. Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran belanja pegawai diatur sebagai berikut : 1) Untuk pembayaran Gaji Induk dilengkapi dengan : a) Daftar Gaji, Rekapitulasi Daftar Gaji, dan Halaman Luar Daftar Gaji yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK; b) Daftar Perubahan data pegawai yang ditandatangani PPABP; c) Daftar Perubahan Potongan; d) Daftar Penerimaan Gaji Bersih pegawai untuk pembayaran gaji yang dilaksanakan secara langsung pada rekening masing-masing pegawai; 78
e) Copy dokumen pendukung perubahan data pegawai yang telah dilegalisasi oleh Kepala Satker/pejabat yang berwenang meliputi Surat Keputusan (SK) terkait dengan pengangkatan Calon Pegawai Negeri, SK Pegawai Negeri, SK Kenaikan Pangkat, Surat Pemberitahuan Kenaikan Gaji Berkala, SK Mutasi Pegawai, SK Menduduki Jabatan, Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas, Surat atau Akta terkait dengan anggota keluarga yang mendapat tunjangan, Surat Keterangan Penghentian Pembayaran (SKPP), dan surat keputusan yang mengakibatkan penurunan gaji, serta SK Pemberian Uang Tunggu sesuai peruntukannya; f) ADK terkait dengan perubahan data pegawai; g) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai perubahan data pegawai; dan h) Surat Setoran Pajak Penghasilan (SSP PPh) Pasal 21. 2) Untuk Pembayaran Gaji Susulan: a) Gaji Susulan yang dibayarkan sebelum gaji pegawai yang bersangkutan masuk dalam Gaji induk, dilengkapi dengan: 1) Daftar Gaji Susulan, Rekapitulasi Daftar Gaji Susulan, dan halaman luar Daftar Gaji Susulan yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK; 2) Daftar perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP; 3) Copy dokumen pendukung perubahan data pegawai yang telah dilegalisasi oleh Kepala Satker/pejabat yang berwenang meliputi SK terkait dengan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri/Pegawai Negeri, SK Mutasi Pegawai, SK terkait Jabatan, Surat Pernyataan Pelantikan, Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas, Surat Keterangan Untuk Mendapatkan Tunjangan Keluarga, Surat atau Akta terkait dengan anggota keluarga yang mendapat tunjangan, dan SKPP sesuai peruntukannya; 4) ADK terkait dengan perubahan data pegawai; 5) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai perubahan data pegawai; dan 6) SSP PPh Pasal 21. b) Gaji Susulan yang dibayarkan setelah gaji pegawai yang bersangkutan masuk dalam Gaji induk, dilengkapi dengan: 1) Daftar Gaji Susulan, Rekapitulasi Daftar Gaji Susulan, dan halaman luar Daftar Gaji Susulan yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK; 2) Daftar perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP; 3) ADK terkait dengan perubahan data pegawai; 79
4) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai perubahan data pegawai; dan 5) SSP PPh Pasal 21. 3) Untuk pembayaran Kekurangan Gaji dilengkapi dengan: a) Daftar Kekurangan Gaji, Rekapitulasi Daftar Kekurangan Gaji, dan halaman luar Daftar Kekurangan Gaji yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK; b) Daftar perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP; c) Copy dokumen pendukung perubahan data pegawai yang telah dilegalisasi oleh Kepala Satker/pejabat yang berwenang meliputi SK terkait dengan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri/Pegawai Negeri, SK Kenaikan Pangkat, Surat Keputusan/Pemberitahuan Kenaikan Gaji Berkala, SK Mutasi Pegawai, SK terkait dengan jabatan, Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas; d) ADK terkait dengan perubahan data pegawai; e) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai perubahan data pegawai; dan f) SSP PPh Pasal 21. 4) Untuk pembayaran Uang Duka Wafat/Tewas, dilengkapi dengan : a) Daftar Perhitungan Uang Duka Wafat/Tewas, Rekapitulasi Daftar Uang Duka Wafat/Tewas, dan halaman luar Daftar Uang Duka Wafat/Tewas yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK; b) Daftar perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP; c) SK Pemberian Uang Duka Wafat/Tewas dari pejabat yang berwenang; d) Surat Keterangan dan Permintaan Tunjangan Kematian/Uang Duka Wafat/Tewas; e) Surat Keterangan Kematian/Visum dari Camat atau Rumah Sakit; f) ADK terkait dengan perubahan data pegawai; dan g) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai perubahan data pegawai. 5) Untuk pembayaran Terusan Penghasilan Gaji dilengkapi dengan : a) Daftar Perhitungan Terusan Penghasilan Gaji, Rekapitulasi Daftar Terusan Penghasilan Gaji, dan halaman luar Daftar Terusan Penghasilan Gaji yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK; b) Daftar perubahan data pegawai yang ditandatangani oleh PPABP; 80
c) Copy dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh Kepala Satker/pejabat yang berwenang berupa Surat Keterangan Kematian dari Camat atau Visum Rumah Sakit untuk pembayaran pertama kali; d) ADK terkait dengan perubahan data pegawai; e) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai perubahan data pegawai; dan f) SSP PPh Pasal 21. 6) Untuk pembayaran Uang Muka Gaji dilengkapi dengan : a) Daftar Perhitungan Uang Muka Gaji, Rekapitulasi Daftar Uang Muka Gaji, dan halaman luar Daftar Uang Muka Gaji yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK; b) Copy dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh Kepala Satker/pejabat yang berwenang berupa SK Mutasi Pindah, Surat Permintaan Uang Muka Gaji, dan Surat Keterangan Untuk Mendapatkan Tunjangan Keluarga; c) ADK terkait dengan perubahan data pegawai; dan d) ADK perhitungan pembayaran Belanja Pegawai sesuai perubahan data pegawai. 7) Untuk pembayaran Uang Lembur dilengkapi dengan : a) Daftar Pembayaran Perhitungan Lembur dan Rekapitulasi Daftar Perhitungan Lembur yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK; b) Surat Perintah Kerja Lembur; c) Daftar Hadir Kerja selama 1 (satu) bulan; d) Daftar Hadir Lembur; dan e) SSP PPh Pasal 21. 8) Untuk pembayaran Uang Makan dilengkapi dengan : a) Daftar Perhitungan Uang Makan yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK; dan b) SSP PPh Pasal 21. 9) Untuk pembayaran Honorarium Tetap/Vakasi dilengkapi dengan : a) Daftar Perhitungan Honorarium/Vakasi yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran, dan KPA/PPK; b) SK dari Pejabat yang berwenang; dan c) SSP PPh Pasal 21. c. Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran : 1) honorarium dilengkapi dengan dokumen pendukung, meliputi: a) Surat Keputusan yang terdapat pernyataan bahwa biaya yang timbul akibat penerbitan surat keputusan dimaksud dibebankan pada DIPA; 81
b) Daftar nominatif penerima honorarium yang memuat paling sedikit nama orang, besaran honorarium, dan nomor rekening masing-masing penerima honorarium yang ditandatangani oleh KPA/PPK dan Bendahara Pengeluaran; c) SSP PPh Pasal 21 yang ditandatangani oleh Bendahara Pengeluaran; dan d) Surat Keputusan sebagaimana dimaksud pada angka (1) dilampirkan pada awal pembayaran dan pada saat terjadi perubahan surat keputusan. 2) langganan daya dan jasa dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa surat tagihan penggunaan daya dan jasa yang sah. 3) perjalanan dinas diatur sebagai berikut : a) perjalanan dinas jabatan yang sudah dilaksanakan, dilampiri : 1) Daftar nominatif perjalanan dinas; dan 2) Dokumen pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas jabatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai perjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap. b) perjalanan dinas jabatan yang belum dilaksanakan, dilampiri daftar nominatif perjalanan dinas; c) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 ditandatangani oleh PPK yang memuat paling kurang informasi mengenai pihak yang melaksanakan perjalanan dinas (nama, pangkat/golongan), tujuan, tanggal keberangkatan, lama perjalanan dinas, dan biaya yang diperlukan untuk masing-masing pejabat; dan d) perjalanan dinas pindah, dilampiri dengan Dokumen pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas pindah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai perjalanan dinas dalam negeri bagi pejabat negara, pegawai negeri, dan pegawai tidak tetap. 4) pembayaran pengadaan tanah, dilampiri: a) Daftar nominatif penerima pembayaran uang ganti kerugian yang memuat paling sedikit nama masingmasing penerima, besaran uang dan nomor rekening masingmasing penerima; b) foto copy bukti kepemilikan tanah; c) bukti pembayaran/kuitansi; d) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) tahun transaksi; e) Pernyataan dari penjual bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa dan tidak sedang dalam agunan; f) Pernyataan dari Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang disengketakan bahwa Pengadilan Negeri tersebut dapat menerima uang penitipan ganti kerugian, dalam hal tanah sengketa; 82
g) Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan atau pejabat yang ditunjuk yang menyatakan bahwa rekening Pengadilan Negeri yang menampung uang titipan tersebut merupakan Rekening Pemerintah Lainnya, dalam hal tanah sengketa; h) Berita acara pelepasan hak atas tanah atau penyerahan tanah; i) SSP PPh final atas pelepasan hak; j) Surat pelepasan hak adat (bila diperlukan); dan k) Dokumen-dokumen lainnya sebagaimana dipersyaratkan dalam peraturan perundangundangan mengenai pengadaan tanah. d. SPP-LS untuk pembayaran belanja pegawai diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 4 (empat) hari kerja setelah dokumen pendukung diterima secara lengkap dan benar; e. SPP-LS untuk pembayaran gaji induk/bulanan diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat tanggal 5 sebelum bulan pembayaran; f. Dalam hal tanggal 5 merupakan hari libur atau hari yang dinyatakan libur, penyampaian SPP-LS kepada PPSPM dilakukan paling lambat pada hari kerja sebelum tanggal 5; g. SPP-LS untuk pembayaran non belanja pegawai diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah dokumen pendukung diterima secara lengkap dan benar dari penerima hak; h. Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran pengadaan barang/jasa atas beban belanja barang, belanja modal, belanja bantuan sosial, dan belanja lain-lain dilengkapi dengan dokumen pendukung; i. Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran belanja bantuan sosial kepada penerima bantuan sosial diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri; dan j. Penerbitan SPP-LS untuk pembayaran belanja pembayaran kewajiban utang, belanja subsidi, belanja hibah, masingmasing diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. 8. Mekanisme Pembayaran dengan UP dan TUP a. UP digunakan untuk keperluan membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker dan membiayai pengeluaran yang tidak dapat dilakukan melalui mekanisme Pembayaran LS; b. UP merupakan uang muka kerja dari Kuasa BUN kepada Bendahara Pengeluaran yang dapat dimintakan penggantiannya (revolving); c. Pembayaran dengan UP yang dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran/BPP kepada 1 (satu) penerima/penyedia barang/jasa paling banyak sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) kecuali untuk pembayaran honorarium dan perjalanan dinas;
83
d. Pada setiap akhir hari kerja, uang tunai yang berasal dari UP yang ada pada Kas Bendahara Pengeluaran/BPP paling banyak sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah); e. UP dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran : 1) Belanja Barang; 2) Belanja Modal; dan 3) Belanja Lain-lain. f. Pembayaran dengan UP oleh Bendahara Pengeluaran/BPP kepada 1 (satu) penerima/penyedia barang/jasa dapat melebihi Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan; g. Bendahara Pengeluaran melakukan penggantian (revolving) UP yang telah digunakan sepanjang dana yang dapat dibayarkan dengan UP masih tersedia dalam DIPA; h. Penggantian UP sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan apabila UP telah dipergunakan paling sedikit 50% (lima puluh persen); i. Untuk Bendahara Pengeluaran yang dibantu oleh beberapa BPP, dalam pengajuan UP ke KPPN harus melampirkan daftar rincian yang menyatakan jumlah uang yang dikelola oleh masing-masing BPP; j. Setiap BPP mengajukan penggantian UP melalui Bendahara Pengeluaran, apabila UP yang dikelolanya telah dipergunakan paling sedikit 50% (lima puluh persen); k. Apabila setelah 2 (dua) bulan sejak SP2D-UP diterbitkan belum dilakukan penyelesaian penggantian UP oleh KPA, maka diberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku berupa pemotongan UP sebesar 25% (dua puluh lima persen); l. KPA mengajukan UP kepada KPPN sebesar kebutuhan operasional Satker dalam 1 (satu) bulan yang direncanakan dibayarkan melalui UP; m. Pemberian UP diberikan paling banyak : 1) Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP sampai dengan Rp900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah); 2) Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP di atas Rp900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah) sampai dengan Rp2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah); 3) Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP di atas Rp2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah) sampai dengan Rp6.000.000.000 (enam miliar rupiah); atau 4) Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) untuk pagu jenis belanja yang bisa dibayarkan melalui UP di atas Rp6.000.000.000 (enam miliar rupiah). n. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas permintaan KPA, dapat memberikan persetujuan UP melampaui 84
o. p.
q.
r.
s. t.
besaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan mempertimbangkan : 1) frekuensi penggantian UP tahun yang lalu lebih dari rata-rata 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan selama 1 (satu) tahun; dan 2) perhitungan kebutuhan penggunaan UP dalam 1 (satu) bulan melampaui besaran UP. KPA dapat mengajukan TUP kepada Kepala KPPN dalam hal sisa UP pada Bendahara Pengeluaran tidak cukup tersedia untuk membiayai kegiatan yang sifatnya mendesak/tidak dapat ditunda. Syarat penggunaan TUP : 1) digunakan dan dipertanggungjawabkan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan; dan 2) tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan pembayaran LS. KPA mengajukan permintaan TUP kepada Kepala KPPN selaku Kuasa BUN disertai : 1) rincian rencana penggunaan TUP; dan 2) surat yang memuat syarat penggunaan TUP dibuat sebagaimana tercantum dalam format 4 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. Dalam hal TUP sebelumnya belum dipertanggungjawabkan seluruhnya dan/atau belum disetor, KPPN dapat menyetujui permintaan TUP berikutnya setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; TUP harus dipertanggungjawabkan dalam waktu 1 (satu) bulan dan dapat dilakukan secara bertahap; dan Sisa TUP yang tidak habis digunakan harus disetor ke Kas Negara paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah batas waktu. Untuk perpanjangan pertanggungjawaban TUP melampaui 1 (satu) bulan, KPA mengajukan permohonan persetujuan kepada Kepala KPPN.
9. Mekanisme Penerbitan SPP-UP a. Berdasarkan rencana kegiatan yang telah disusun, Bendahara Pengeluaran menyampaikan kebutuhan UP kepada PPK; b. Atas dasar kebutuhan UP, PPK menerbitkan SPP-UP untuk pengisian UP yang dilengkapi dengan perhitungan besaran UP sesuai pengajuan dari Bendahara Pengeluaran; c. SPP-UP diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya permintaan UP dari Bendahara Pengeluaran; d. Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pembayaran atas UP berdasarkan surat perintah bayar (SPBy) yang disetujui dan ditandatangani oleh PPK atas nama KPA; e. SPBy dilampiri dengan bukti pengeluaran : 1) kuitansi/bukti pembelian yang telah disahkan PPK beserta faktur pajak dan SSP; dan 2) nota/bukti penerimaan barang/jasa atau dokumen pendukung lainnya yang diperlukan yang telah disahkan PPK. 85
f. g.
h.
i. j. k. l. m. n.
o. p. q.
Dalam hal penyedia barang/jasa tidak mempunyai kuitansi/bukti pembelian, Bendahara Pengeluaran/BPP membuat kuitansi; Berdasarkan SPBy, Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan : 1) pengujian atas SPBy yang meliputi pengujian; dan 2) pemungutan/pemotongan pajak/bukan pajak atas tagihan dalam SPBy yang diajukan dan menyetorkan ke kas negara. Dalam hal pembayaran yang dilakukan Bendahara Pengeluaran merupakan uang muka kerja, SPBy dilampiri : 1) rencana pelaksanaan kegiatan/pembayaran; 2) rincian kebutuhan dana; dan 3) batas waktu pertanggungjawaban penggunaan uang muka kerja, dari penerima uang muka kerja. Atas dasar rencana pelaksanaan kegiatan/pembayaran dan rincian kebutuhan dana, Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pengujian ketersediaan dananya; Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pembayaran atas tagihan dalam SPBy apabila telah memenuhi persyaratan pengujian; Dalam hal pengujian perintah bayar tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan, Bendahara Pengeluaran/BPP harus menolak SPBy yang diajukan; Penerima uang muka kerja harus mempertanggungjawabkan uang muka kerja sesuai batas waktu, berupa bukti pengeluaran; Atas dasar pertanggungjawaban, Bendahara Pengeluaran/BPP melakukan pengujian bukti pengeluaran; Dalam hal sampai batas waktu, penerima uang muka kerja belum menyampaikan bukti pengeluaran, Bendahara Pengeluaran/BPP menyampaikan permintaan tertulis agar penerima uang muka kerja segera mempertanggungjawabkan uang muka kerja. Tembusan permintaan tertulis disampaikan kepada PPK; BPP menyampaikan SPBy beserta bukti pengeluaran kepada Bendahara Pengeluaran; Bendahara Pengeluaran selanjutnya menyampaikan bukti pengeluaran kepada PPK untuk pembuatan SPP GUP/GUP Nihil; dan SPBy dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam format 5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.
10. Mekanisme Penerbitan SPP-GUP a. PPK menerbitkan SPP-GUP untuk pengisian kembali UP; b. Penerbitan SPP-GUP dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut : 1) Daftar Rincian Permintaan Pembayaran; 2) Bukti pengeluaran; dan 3) SSP yang telah dikonfirmasi KPPN. c. Perjanjian/Kontrak beserta faktur pajaknya dilampirkan untuk nilai transaksi yang harus menggunakan perjanjian/Kontrak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah; dan 86
d. SPP-GUP disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah bukti-bukti pendukung diterima secara lengkap dan benar. 11. Mekanisme Penerbitan SPP-GUP Nihil a. Penerbitan SPP-GUP Nihil dilakukan dalam hal : 1) sisa dana pada DIPA yang dapat dibayarkan dengan UP minimal sama dengan besaran UP yang diberikan; 2) sebagai pertanggungjawaban UP yang dilakukan pada akhir tahun anggaran; atau 3) UP tidak diperlukan lagi. b. Penerbitan SPP-GUP Nihil merupakan pengesahan/ pertanggungjawaban UP; c. SPP-GUP Nihil dilengkapi dengan dokumen pendukung; dan d. SPP-GUP Nihil disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah bukti-bukti pendukung diterima secara lengkap dan benar. 12. Mekanisme Penerbitan SPP-TUP/PTUP a. PPK menerbitkan SPP-TUP dan dilengkapi dengan dokumen meliputi : 1) rincian penggunaan dana yang ditandatangani oleh KPA/PPK dan Bendahara Pengeluaran; 2) Surat pernyataan dari KPA/PPK yang menjelaskan hal-hal; dan 3) Surat permohonan TUP yang telah memperoleh persetujuan TUP dari Kepala KPPN. b. SPP-TUP diterbitkan oleh PPK dan disampaikan kepada PPSPM paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya persetujuan TUP dari Kepala KPPN; c. Untuk mengesahkan/mempertanggungjawabkan TUP, PPK menerbitkan SPP-PTUP; d. SPP-PTUP disampaikan kepada PPSPM paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum batas akhir pertanggungjawaban TUP; dan e. Penerbitan SPP-PTUP dilengkapi dokumen pendukung. 13. Mekanisme Pengujian SPP dan Penerbitan SPM a. PPSPM melakukan pemeriksaan dan pengujian SPP beserta dokumen pendukung yang disampaikan oleh PPK; b. Pemeriksaan dan pengujian SPP beserta dokumen pendukung SPP, meliputi : 1) Pengujian; dan 2) Keabsahan dokumen pendukung. c. Dalam hal pemeriksaan dan pengujian SPP beserta dokumen pendukungnya memenuhi ketentuan, PPSPM menerbitkan/ menandatangani SPM; d. Jangka waktu pengujian SPP sampai dengan penerbitan SPMUP/TUP/GUP/PTUP/LS oleh PPSPM diatur sebagai berikut :
87
e.
f. g. h. i. j. k.
l. m.
n.
1) untuk SPP-UP/TUP diselesaikan paling lambat 2 (dua) hari kerja; 2) untuk SPP-GUP diselesaikan paling lambat 4 (empat) hari kerja; 3) untuk SPP-PTUP diselesaikan paling lambat 3 (tiga) hari kerja; dan 4) untuk SPP-LS diselesaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja. Dalam hal PPSPM menolak/mengembalikan SPP karena dokumen pendukung tagihan tidak lengkap dan benar, maka PPSPM harus menyatakan secara tertulis alasan penolakan/pengembalian tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya SPP. Seluruh bukti pengeluaran sebagai dasar pengujian dan penerbitan SPM disimpan oleh PPSPM. Bukti pengeluaran menjadi bahan pemeriksaan bagi aparat pemeriksa internal dan eksternal. Penerbitan SPM oleh PPSPM dilakukan melalui sistem aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. SPM yang diterbitkan melalui sistem aplikasi SPM memuat Personal Identification Number (PIN) PPSPM sebagai tanda tangan elektronik pada ADK SPM dari penerbit SPM yang sah. SPM dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam format 6 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. Dalam penerbitan SPM melalui sistem aplikasi, PPSPM bertanggung jawab atas : 1) keamanan data pada aplikasi SPM; 2) kebenaran SPM dan kesesuaian antara data pada SPM dengan data pada ADK SPM; dan 3) penggunaan Personal Identification Number (PIN) pada ADK SPM. PPSPM menyampaikan SPM-UP/TUP/GUP/GUP Nihil/PTUP/LS dalam rangkap 2 (dua) beserta ADK SPM kepada KPPN; Penyampaian SPM-UP/SPM-TUP/SPM-LS diatur sebagai berikut : 1) Penyampaian SPM-UP dilampiri dengan surat pernyataan dari KPA yang dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam format 7 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini; 2) Penyampaian SPM-TUP dilampiri dengan surat persetujuan pemberian TUP dari Kepala KPPN; dan 3) Penyampaian SPM-LS dilampiri dengan Surat Setoran Pajak (SSP) dan/atau bukti setor lainnya, dan/atau daftar nominatif untuk yang lebih dari 1 (satu) penerima. Khusus untuk penyampaian SPM-LS dalam rangka pembayaran jaminan uang muka atas perjanjian/kontrak, juga dilampiri dengan: 1) Asli surat jaminan uang muka; 2) Asli surat kuasa bematerai cukup dari PPK kepada Kepala KPPN untuk mencairkan jaminan uang muka; dan
88
o. p. q. r.
s. t.
u.
3) Asli konfirmasi tertulis dari pimpinan bank umum, perusahaan penjaminan atau perusahaan asuransi penerbit jaminan uang muka. Khusus untuk penyampaian SPM atas beban pinjaman/hibah luar negeri, juga dilampiri dengan faktur pajak; PPSPM menyampaikan SPM kepada KPPN paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah SPM diterbitkan; SPM-LS untuk pembayaran gaji induk disampaikan kepada KPPN paling lambat tanggal 15 sebelum bulan pembayaran; Dalam hal tanggal 15 merupakan hari libur atau hari yang dinyatakan libur, penyampaian SPM-LS untuk pembayaran gaji induk kepada KPPN dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal 15; Pelaksanaan ketentuan dikecualikan untuk Satker yang kondisi geografis dan transportasinya sulit, dengan memperhitungkan waktu yang dapat dipertanggungjawabkan; Penyampaian SPM kepada KPPN dilakukan oleh petugas pengantar SPM yang sah dan ditetapkan oleh KPA dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Petugas Pengantar SPM menyampaikan SPM beserta dokumen pendukung dan ADK SPM melalui front office Penerimaan SPM pada KPPN; 2) Petugas Pengantar SPM harus menunjukkan Kartu Identitas Petugas Satker (KIPS) pada saat menyampaikan SPM kepada Petugas Front Office; dan 3) Dalam hal SPM tidak dapat disampaikan secara langsung ke KPPN, penyampaian SPM beserta dokumen pendukung dan ADK SPM dapat melalui Kantor Pos/Jasa Pengiriman resmi. Untuk penyampaian SPM melalui kantor pos/jasa pengiriman resmi, KPA terlebih dahulu menyampaikan konfirmasi/ pemberitahuan kepada Kepala KPPN.
14. Pembayaran Pengembalian Penerimaan a. Setiap keterlanjuran setoran ke Kas Negara dan/atau kelebihan penerimaan negara dapat dimintakan pengembaliannya; b. Permintaan pengembalian dapat dilakukan berdasarkan suratsurat bukti setoran yang sah; c. Pembayaran pengembalian keterlanjuran setoran dan/atau kelebihan penerimaan negara harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan utang pada Negara; dan d. Pembayaran pengembalian dilaksanakan berdasarkan mekanisme yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. 15. Koreksi/Ralat, Pembatalan SPP, SPM Dan SP2D a. Koreksi/ralat SPP, SPM, dan SP2D hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan : 1) Perubahan jumlah uang pada SPP, SPM dan SP2D; 2) Sisa pagu anggaran pada DIPA/POK menjadi minus; atau 3) perubahan kode Bagian Anggaran, eselon I, dan Satker. 89
b. Dalam hal diperlukan perubahan kode Bagian Anggaran, eselon I, dan Satker, dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan. c. Koreksi/ralat SPP, SPM, dan SP2D dapat dilakukan untuk : 1) Memperbaiki uraian pengeluaran dan kode BAS selain perubahan kode; 2) pencantuman kode pada SPM yang meliputi kode jenis SPM, cara bayar, tahun anggaran, jenis pembayaran, sifat pembayaran, sumber dana, cara penarikan, nomor register; atau 3) koreksi/ralat penulisan nomor dan nama rekening, nama bank yang tercantum pada SPP, SPM dan SP2D beserta dokumen pendukungnya yang disebabkan terjadinya kegagalan transfer dana. d. Koreksi/ralat SPM dan ADK SPM hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan koreksi/ralat SPM dan ADK SPM secara tertulis dari PPK; e. Koreksi/ralat kode mata anggaran pengeluaran (akun 6 digit) pada ADK SPM dapat dilakukan berdasarkan permintaan koreksi/ralat ADK SPM secara tertulis dari PPK sepanjang tidak mengubah SPM; f. Koreksi/ralat SP2D hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan koreksi SP2D secara tertulis dari PPSPM dengan disertai SPM dan ADK yang telah diperbaiki; g. Pembatalan SPP hanya dapat dilakukan oleh PPK sepanjang SP2D belum diterbitkan; h. Pembatalan SPM hanya dapat dilakukan oleh PPSPM secara tertulis sepanjang SP2D belum diterbitkan; i. Dalam hal SP2D telah diterbitkan dan belum mendebet kas negara, pembatalan SPM dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Perbendaharaan atau pejabat yang ditunjuk; j. Koreksi SP2D atau daftar nominatif untuk penerima lebih dari satu rekening hanya dapat dilakukan oleh Kepala KPPN berdasarkan permintaan KPA; dan k. Pembatalan SP2D tidak dapat dilakukan dalam hal SP2D telah mendebet Kas Negara. 16. Pelaksanaan Pembayaran Pada Akhir Tahun Anggaran a. Dalam kondisi akhir tahun anggaran, batas terakhir pembayaran atas beban APBN dapat dilakukan sebelum tanggal terakhir pada akhir tahun; b. Penetapan batas terakhir pembayaran dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan BUN untuk menyelesaikan administrasi pengelolaan kas Negara; c. Dalam pertanggungjawaban UP/TUP pada akhir tahun anggaran, pengajuan SPM dan SP2D GUP Nihil/PTUP dapat dilakukan melampaui tahun anggaran; dan
90
d. Batas akhir penerbitan SPM GUP Nihil/PTUP ditetapkan dengan mempertimbangkan kelancaran penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. 17. Pelaporan Realisasi Anggaran a. Dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN diperlukan data realisasi APBN, arus kas, neraca, dan catatan atas laporan keuangan. b. Untuk keperluan : 1) Kepala kantor/Satker selaku Unit Akuntansi KPA (UAKPA) setiap bulan harus melakukan rekonsiliasi data realisasi anggaran dengan Kepala KPPN selaku Kuasa BUN; 2) Rekonsiliasi data realisasi anggaran meliputi : a) Data bagian anggaran; b) Eselon I; c) Satker; d) Sumber dana; e) Cara penarikan; f) Program; g) Kegiatan; h) Output; i) Akun 6 digit; j) Tanggal dan nomor SPM/SP2D; dan k) Jumlah rupiah. 3) Hasil rekonsiliasi dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi (BAR), selanjutnya setiap awal bulan : a) Kepala kantor/Satker menyampaikan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Neraca beserta ADK kepada Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran tingkat wilayah (UAPPAW); atau b) Kepala KPPN selaku Kuasa BUN membuat laporan realisasi anggaran, arus kas, dan neraca kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk diproses dan selanjutnya diteruskan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan u.p Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. 4) Untuk laporan keuangan semester dan tahunan, LRA, Neraca dan ADK disertai dengan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). c. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri. 18. Perencanaan Kas Perencanaan kas tidak terlepas dari proses pelaksanaan anggaran. Terlebih pada saat ini dimana pagu anggaran pada DIPA dan jumlah satker yang sangat banyak, sehingga diperlukan perencanaan kas yang akurat untuk memastikan pemerintah tidak mengalami gagal bayar. Perencanaan kas wajib disusun bagi setiap satuan kerja untuk 91
memastikan kebutuhan ketersediaan anggaran yang akan diserap pada periode tertentu. Dengan perencanaan kas yang baik, maka pemerintah C.q. Kementerian Keuangan dapat menyediakan kebutuhan anggaran secara lebih efektif dan efisien serta dapat dihindari terjadinya idle cash. Disamping itu dengan perencanaan kas yang baik maka penumpukan penyerapan anggaran pada akhir tahun anggaran (Bulan Desember) dapat dihindari. a. Jenis-jenis Perencanaan Kas Perencanaan kas terdiri dari perencanaan pengeluaran negara dan perencanaan penerimaan negara. Perencanaan pengeluaran terdiri dari perencanaan pengeluaran bulanan, mingguan dan harian, yang disusun oleh Direktur Jenderal Perbendahraan selaku Kuasa BUN Pusat. Sedangkan Satker berkewajiban menyusun perencanaan penarikan dana baik bulanan, mingguan dan harian untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar perhitungan perencanaan pengeluaran negara. Perencanaan penarikan kas terdiri dari : 1) Perencanaan kas bulanan a) Perkiraan penarikan dana bulanan merupakan perkiraan satu tahun anggaran yang dirinci dalam 12 bulan; b) Disampaikan paling lambat sepuluh hari kerja setelah pengesahan DIPA; dan c) Jika ada perubahan, updating/pemutakhiran disampaikan tiap bulan paling lambat tiga hari kerja sebelum bulan perkiraan. 2) Perencanaan kas mingguan a) Perkiraan penarikan dana mingguan merupakan perkiraan dalam satu bulan yang dirnci dalam empat periode/minggu; b) Disusun tiap dua bulan dan disampaikan paling lambat lima hari kerja sebelum minggu pertama perkiraan; c) Updating / pemutakhiran tiap bulan disampaikan paling lambat dua hari kerja sebelum minggu pertama perkiraan; dan d) Perkiraan mingguan tidak menjadi batas maksimal penarikan dana satker, tetapi jumlah perkiraan mingguan dalam satu bulan harus sama dengan perkiraan penarikan dana bulanan. 3) Perencanaan kas harian : a) Disusun oleh Satker berdasarkan perkiraan nilai SPM yang akan diajukan kepada KPPN selama satu minggu berikutnya; b) Data perkiraan penarikan dana tersebut menggunaakn aplikasi forecasting Satker; c) Satker menyampaikan data perkiraan penarikan dana harian kepada KPPN c.q. Seksi Perbendahaaran dengan cara : · Disampaikan langsung; 92
· ·
Elektronik email; dan Melalui sms.
d) Data perkiraan penarikan dana harian diserahkan ke KPPN dalam bentuk arsip data komputer (ADK dari aplikasi forecasting Satker); e) Penyampaian perkiraan penarikan dana harian oleh Satker dilakukan paling lambat pada hari Kamis Minggu sebelumnya. Dalam hal hari Kamis jatuh pada hari libur maka perkiraan penarikan dana harian disampaikan apda hari sebelumnya paling lambat pukul 15.30 waktu setempat; f) Dalam hal terjadi perubahan perkiraan penarikan dana harian, Satker wajib menyampaikan perubahan/updating kepada KPPN paling lambat satu hari kerja sebelum tanggal penarikan; g) Penyusunan dan penyampaian penarikan dana harian oleh Satker; h) Perkiraan penarikan dana harian merupakan batas penyediaan dana tertinggi yang dapat ditarik oleh Satker; i) Dalam hal terjadi force majure, Satker dapat mengajukan SPM melebihi perkiraan penarikan dana harian atau sesuai dengan kebutuhan setelah mendapat persetujuan dispensasi dari Kepala KPPN; j) Kondisi force majure sebagaimana dimaksud pada huruf i meliputi bencana alam, huru-hara, pemogokan umum, kerusuhan, perang, revolusi, makar, terorisme dan wabah/epidemik; dan k) Surat persetujuan dispensasi sebagaimana dimaksud pada huruf i ditembuskan kepada Direktorat Pengelolaaan Kas Negara dan Kantor Wilayah Direktorat Perbendaharaan Negara. b. Pembinaan Satker Dalam Perencanaan Kas Sekretariat Jenderal c.q. Biro Keuangan dan Perlengkapan berkewajiban melakukan pembinaan berupa sosialisasi atas penggunaan aplikasi forecasting Satker serta melakukan monitoring dan pemantauan atas kepatuhan Satker menggunakan aplikasi forecasting. 19. Pembebanan Anggaran Dalam rangka pelaksanaan kegiatan tugas pokok dan fungsi Satuan Kerja, sebagaimana tersebut pada DIPA dan POK telah ditetapkan beberapa pos anggaran yang terbagi atas Program, Jenis Belanja, dan Kode Akun Pengeluaran. Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. 93
Jenis-jenis Belanja Negara dan Kode Akun Pengeluaran dalam rangka pelaksanaan anggaran lingkup Kementerian Pertanian sebagai berikut: 5 51 511 5111 51111 511111 511119 51112 511121 511122 511123 511124 511125 511126 511127 511128 511129 51113 511131 511132 511133 511134 511135 511136 511137
511138 51114 511141 511142 LN) 511143 511144 LN) 511145 511146 511147
BELANJA NEGARA BELANJA PEGAWAI BELANJA GAJI DAN TUNJANGAN Belanja Gaji dan Tunjangan PNS Belanja Gaji PNS Belanja Gaji Pokok PNS Belanja Pembulatan Gaji PNS Belanja Tunjangan-tunjangan I PNS Belanja Tunjangan Suami/Istri PNS Belanja Tunj. Anak PNS Belanja Tunj. Struktural PNS Belanja Tunj. Fungsional PNS Belanja Tunj. PPh PNS Belanja Tunj. Beras PNS Belanja Tunj. Kemahalan PNS Belanja Tunj. Lauk pauk PNS Belanja Uang Makan PNS Belanja Tunjangan-tunjangan PNS Belanja Tunj Perbaikan Penghasilan PNS Belanja Tunj Cacat PNS Belanja Tunj. Khusus Peralihan PNS Belanja Tunj. Kompensasi Kerja PNS Belanja Tunj. Daerah Terpencil/Sangat Terpencil PNS Belanja Tunj. Guru/Dosen/PNS Yang Dipekerjakan Pada Sekolah/PT Swasta/Badan/Komisi Belanja Tunj. Tugas Belajar Tenaga Pengajar Biasa pada PT untuk mengikuti pendidikan Pasca Sarjana PNS Belanja Tunjangan Khusus Papua PNS Belanja Tunjangan-tunjangan Pegawai Negeri/Staff di Luar Negeri Belanja Tunj. Sewa Rumah PNS (Staff di LN) Belanja Tunj. Restitusi Pengobatan PNS (Staff di Belanja Tunj. Social Security PNS (Staff di LN) Belanja Tunj. Asuransi Kecelakaan PNS (Staff di Belanja Tunj. Penghidupan Luar Negeri untuk Home Staff PNS (Staff di LN) Belanja Tunj. Penghidupan Luar Negeri untuk Lokal Staff PNS (Staff di LN) Belanja Tunj. Lain-lain termasuk uang duka PNS Dalam dan Luar Negeri 94
511149 5115 51151 511511 511512 511513 511519
Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja
512
BELANJA HONORARIUM/LEMBUR TUNJANGAN KHUSUS BELANJA PEGAWAI TRANSITO Belanja Honorarium Belanja Honorarium Belanja Uang Honor Tetap Belanja Lembur Belanja Lembur Belanja Uang Lembur Belanja Vakasi Belanja Vakasi Belanja Vakasi
5121 51211 512111 5122 51221 512211 5123 51231 512311 52 521 5211 52111 521111 521112 521113 521114 521115 521119 5212 52121 521211 521212 521213 521214
Lokal Staff Lainnya Gaji dan Tunjangan Pegawai Non PNS Gaji dan Tunjangan Pegawai Non PNS Gaji Pokok Pegawai Non PNS Tunjangan Pegawa' Non PNS Pembulatan Gaji Pegawai Non PNS Tunjangan Lainnya Non PNS
521219
BELANJA BARANG BELANJA BARANG Belanja Barang Operasional Belanja Barang Operasional Belanja Keperluan Perkantoran Belanja Pengadaan Bahan Makanan Belanja Penambah Daya Tahan Tubuh Belanja Pengiriman Surat Dinas Pos Pusat Belanja Honor Operasional Satuan Kerja Belanja Barang Operasional Lainnya Belanja Barang Non Operasional Belanja Barang Non Operasional Belanja Bahan Belanja Barang Transit° Belanja Honor Output Kegiatan Belanja Karena Rugi Selisih Kurs Uang Persediaan Satker Perwakilan RI/Atase Teknis Belanja Barang Non Operastonal Lainnya
522 5221 52211 522111 522112 522113 522119 52212 522121 52213
BELANJA JASA Belanja Jasa Belanja Langganan Daya dan Jasa Belanja Langganan Listrik Belanja Langganan Telepon Belanja Langganan Air Belanja Langganan Daya dan Jasa Lainnya Belanja Jasa Pos dan Giro Belanja Jasa Pos dan Giro Belanja Jasa Konsultan 95
522131 52214 522141 52215 522151
Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja
523 5231 52311 523111 523119
523131 523132 523133 52319 523199
BELANJA PEMELIHARAAN Belanja Pemeliharaan Belanja Biaya Pemeliharaan Gedung dan Bangunan Belanja Biaya Pemeliharaan Gedung dan Bangunan Belanja Biaya Pemeliharaan Gedung dan Bangunan Lainnya Belanja Biaya Pemeliharaan Peralatan dan Mesin Belanja Biaya Pemeliharaan Peralatan dan Mesin Belanja Biaya Pemeliharaan Peralatan dan Mesin Lainnya Belanja Biaya Pemeliharaan Jalan Irigasi dan Jaringan Betanja Biaya Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Belanja Biaya Pemeliharaan Irigasi Belanja Biaya Pemehharaan Jaringan Belanja Biaya Pemeliharaan Lainnya Belanja Biaya Pemeliharaan Lannya
524 5241 52411 524111 524112 524119 5242 52421 524211 524212 524219
BELANJA PERJALANAN Belanja Perjalanan Dalam Negeri Belanja Perjalanan Dalam Negen Belanja Perjalanan Biasa Belanja Perjalanan Tetap Belanja Perjalanan Lainnya Belanja Perjalanan Luar Negen Belanja Perjalanan Luar Negeri Belanja Perjalanan Biasa - Luar Negeri Belanja Perjalanan Tetap - Luar Negeri Belanja Perjalanan Lainnya - Luar Negeri
525 5251 52511 525111 525112 525113 525114 525115 525116 525119
BELANJA BADAN LAYANAN UMUM (BLU) Belanja Barang BLU Belanja Barang dan Jasa BLU Belanja Gaji dan Tunjangan Belanja Barang Belanja Jasa Belanja Pemeliharaan Belanja Perjalanan Belanja alas Pengelolaan Endowment Fund Belanja Penyediaan Barang dan Jasa BLU Lainnya
531
BELANJA MODAL TANAH
52312 523121 523129 52313
Jasa Konsultan Sewa Sewa Jasa Profesi Jasa Profesi
96
5311 53111 531111 531112 531113 531114 531115 531116 531117 5312 53121 531211 532 5321 53211 532111 532112 532113 532114 532115 532116 532117 532118 53212 532121 5322 53221 532211 533 5331 53311 533111 533112 533113 533114 533115
Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Hibah Belanja Hibah Belanja Hibah
Modal Tanah Modal Tanah Modal Tanah Modal Pembebasan Tanah Modal Pembayaran Honor Tim Tanah Modal Pembuatan Sertifikat Tanah Modal Pengurukan dan Pematangan Tanah Modal Biaya Pengukuran Tanah Modal Perjalanan Pengadaan Tanah Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari Modal Tanah untuk Pencatatan Tanah dari
BELANJA MODAL PERALATAN DAN MESIN Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Bahan Baku Peralatan dan Mesin Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Peralatan dan Mesin Belanja Modal Sewa Peralatan dan Mesin Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Peralatan dan Mesin Belanja Modal Perijinan Peralatan dan Mesin Belanja Modal Pemasangan Peralatan dan Mesin Belanja Modal Perjalanan Peralatan dan Mesin Belanja Penambahan Nilai Peralatan dan Mesin Belanja Penambahan Nilai Peralatan dan Mesin Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan Peralatan dan Mesin dari Hibah Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan Peralatan dan Mesin dan Hibah Belanja Modal Peralatan dan Mesin untuk Pencatatan Peralatan dan Mesin dan Hibah BELANJA MODAL GEDUNG DAN BANGUNAN Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Bahan Baku Gedung dan Bangunan Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Gedung dan Bangunan Belanja Modal Sewa Peralatan Gedung dan Bangunan Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Gedung dan Bangunan 97
533116 533117 533118 53312 533121 5332 53321 533211 534 5341 53411 534111 534112 534113 534114 534115 534116 534117 534118 53412 534121 534122 534123 534124 534125 534126 534127 534128 53413 534131 534132 534133 534134 534135 534136 534137
Belanja Modal Perizinan Gedung dan Bangunan Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran Bangunan Lama Gedung dan Bangunan Belanja Modal Perjalanan Gedung dan Bangunan Belanja Penambahan Nilai Gedung dan Bangunan Belanja Penambahan Nilai Gedung dan Bangunan Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah Belanja Modal Gedung dan Bangunan untuk Pencatatan Gedung dan Bangunan dari Hibah BELANJA MODAL JALAN, IRIGASI DAN JARINGAN Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja Modal Jalan dan Jembalan Belanja Modal Jalan dan Jembatan Belanja Modal Bahan Baku Jalan dan Jembatan Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelota Teknis Jalan dan jembatan Belanja Modal Sewa Peralatan Jalan dan Jembatan Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan Belanja Modal Perijinan Jalan dan Jembatan Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran Bangunan Lama Jalan dan Jembatan Belanja Modal Perjalanan Jalan dan Jembatan Belanja Modal Irigasi Belanja Modal Irigasi Belanja Modal Bahan Baku Irigasi Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Irigasi Belanja Modal Sewa Peralatan Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Irigasi Belanja Modal Penjinan Irigasi Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran Bangunan Lama Irigasi Belanja Modal Perjalanan Irigasi Belanja Modal Jaringan Belanja Modal Jaringan Belanja Modal Bahan Baku Jaringan Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Jaringan Belanja Modal Sewa Peralatan Jaringan Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Jaringan Belanja Modal Perijinan Jaringan Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran 98
534138 536 5361 53611 536111 53612 536121 5362 53621 536211
Bangunan Jaringan Belanja Modal Perjalanan Jaringan BELANJA MODAL LAINNYA Belanja Modal Lainnya Belanja Modal Lainnya Belanja Modal Lainnya Belanja Penambahan Nilai Aset Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya Belanja Penambahan Nilai Aset Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya Belanja Modal Lainnya Untuk Pencatatan Aset Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya Dari Hibah Belanja Modal Lainnya Untuk Pencatatan Aset Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya Dan Hibah Belanja Modal Lainnya Unluk Pencatatan Aset Tetap Lainnya dan/atau Aset Lainnya Dan Hibah
537 5371 53711 537111 537112 537113 537114 537115
BELANJA MODAL BADAN LAYANAN UMUM (BLU) Belanja Modal BLU Belanja Modal BLU Belanja Modal Tanah - BLU Belanja Modal Peralatan dan Mesin - BLU Belanja Modal Gedung dan Bangunan - BLU Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan - BLU Belanja Modal Lainnya – BLU
57 571
BELANJA BANTUAN SOSIAL BELANJA BANTUAN SOSIAL UNTUK REHABILITASI SOSIAL Belanja Bantuan Sosial Untuk Rehabilitasi Sosial Belanja Bantuan Sosial Untuk Rehabilitasi Sosial Belanja Bantuan Sosial Untuk Rehabilitasi Sosial Dalam Bentuk Uang Belanja Bantuan Sosial Untuk Rehabilitasi Sosial Dalam Bentuk Barang/Jasa
5711 57111 571111 571112 572 5721 57211 572111 572112 573 5731
BELANJA BANTUAN SOSIAL UNTUK JAMINAN SOSIAL Belanja Bantuan Sosial Untuk Jaminan Sosial Belanja Bantuan Sosial Untuk Jaminan Sosial Belanja Bantuan Sosial Untuk Jaminan Sosial Dalam Bentuk Uang Belanja Bantuan Sosial Untuk Jaminan Sosial Dalam Bentuk Barang/Jasa BELANJA BANTUAN PEMBERDAYAAN SOSIAL Belanja Bantuan Sosial
SOSIAL Untuk
UNTUK
Pemberdayaan 99
Sosial 57311 Sosial 573111 573112
574 5741 57411 574111 574112 575 5751 57511 575111 575112
Belanja
Bantuan
Sosial
Untuk
Pemberdayaan
Belanja Bantuan Sosial Untuk Sosial Dalam Bentuk Uang Belanja Bantuan Sosial Untuk Sosial Dalam Bentuk Barang/Jasa
Pemberdayaan Pemberdayaan
BELANJA BANTUAN SOSIAL UNTUK PERLINDUNGAN SOSIAL Belanja Bantuan Sosial Untuk Perlindungan Sosial Belanja Bantuan Sosial Untuk Perlindungan Sosial Belanja Bantuan Sosial Untuk Perlindungan Sosial Dalam Bentuk Uang Belanja Bantuan Sosial Untuk Perlindungan Sosial Dalam Bentuk Barang/Jasa BELANJA BANTUAN SOSIAL UNTUK PENANGGULANGAN KEMISKINAN Belanja Bantuan Sosial Untuk Penanggulangan Kemiskinan Belanja Bantuan Sosial Untuk Penanggulangan Kemiskinan Belanja Bantuan Sosial Untuk Penanggulangan Kemiskinan Dalam Bentuk Uang Belanja Bantuan Sosial Untuk Penanggulangan Kemiskinan Dalam Bentuk Barang/Jasa
B. Revisi Anggaran (DIPA) Revisi Anggaran adalah perubahan rincian anggaran belanja pemerintah pusat yang telah ditetapkan berdasarkan APBN dan disahkan dalam DIPA. Oleh karena itu setelah DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran diterima maka KPA/PPK, segera mengambil langkah-langkah persiapan untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan antara lain memeriksa MAK, dan angka-angka jumlah anggaran yang tercantum dalam DIPA dan POK apakah Sub MAK sudah sesuai dengan usulan atau masih terdapat kesalahan, meneliti uraian kegiatan dalam DIPA dan POK apakah sudah cukup lengkap dan jelas, meniliti kembali DIPA dan POK yang telah diterima, apakah nama, NIP dan jabatan KPA, PPSPM dan Bendahara Pengeluaran sudah sesuai dan benar. 1. Ruang Lingkup Revisi Anggaran Ruang lingkup revisi anggaran terdiri dari : a. Perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan pagu anggaran belanja termasuk pergeseran rincian anggaran belanjanya b. perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap; dan/atau 100
c. perubahan/ralat karena kesalahan administrasi. 2. Batasan Revisi Revisi Anggaran dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan pengurangan alokasi anggaran terhadap : a. kebutuhan Biaya Operasional Satker kecuali untuk memenuhi Biaya Operasional pada Satker lain dan dalam peruntukan yang sama; b. alokasi tunjangan profesi guru/dosen dan tunjangan kehormatan profesor kecuali untuk memenuhi tunjangan profesi guru/dosen dan tunjangan kehormatan profesor pada Satker lain; c. kebutuhan pengadaan bahan makanan dan/atau perawatan tahanan untuk tahanan/narapidana kecuali untuk memenuhi kebutuhan pengadaan bahan makanan dan/atau perawatan tahanan untuk tahanan/narapidana pada Satker lain; d. pembayaran berbagai tunggakan; e. Rupiah Murni Pendamping (RMP) sepanjang paket pekerjaan masih berlanjut (ongoing); dan/atau f. paket pekerjaan yang telah dikontrakkan dan/atau direalisasikan dananya sehingga menjadi minus. 3. Optimalisasi Anggaran Optimalisasi anggaran dapat dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Hasil Optimalisasi yang dapat digunakan untuk hal-hal yang bersifat prioritas, mendesak, kedaruratan, atau yang tidak dapat ditunda; b. Sisa Anggaran Swakelola yang dapat digunakan untuk hal-hal yang bersifat prioritas, mendesak, kedaruratan, atau yang tidak dapat ditunda; c. Penggunaan Hasil Optimalisasi dan/atau Sisa Anggaran Swakelola dilaksanakan melalui : 1) pergeseran dalam 1 (satu) Keluaran, 1 (satu) Kegiatan, dan 1 (satu) Satker dan/atau pergeseran antar Keluaran, dalam 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker; 2) pergeseran dalam Keluaran yang sama, dalam Kegiatan yang sama dan antar Satker dan/atau pergeseran antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker; atau 3) Pergeseran antar Kegiatan dalam satu Satker dan/atau Pergeseran antar Kegiatan dan antar Satker. d. Penggunaan Hasil Optimalisasi dan/atau Sisa Anggaran Swakelola harus dilengkapi Surat Pernyataan Penggunaan Hasil Optimalisasi/Sisa Anggaran Swakelola yang ditandatangani oleh KPA. Sedangkan Format Surat Pernyataan Penggunaan Hasil Opstimalisasi/Sisa Anggaran Swakelola tercantum dalam Format 8 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. 4. Perubahan Rincian Anggaran Yang Disebabkan Penambahan Atau Pengurangan Pagu Anggaran Belanja Termasuk Pergeseran Rincian Anggaran Belanjanya a. Kelebihan realisasi PNBP di atas target yang direncanakan dalam APBN merupakan tambahan alokasi anggaran yang dapat digunakan oleh K/L dan bersifat menambah Pagu anggaran belanja; 101
b. Lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN bersifat menambah pagu anggaran belanja; c. Percepatan Penarikan PHLN dan/atau PHDN merupakan optimalisasi pemanfaatan dana yang bersumber dari PHLN dan/atau PHDN yang bersifat menambah pagu anggaran belanja; d. Penerimaan Hibah Luar Negeri (HLN)/Hibah Dalam Negeri (HDN) setelah UndangUndang mengenai APBN; e. Penerimaan hibah langsung dalam bentuk uang merupakan HLN/HDN dalam bentuk uang yang diterima setelah Undang-Undang APBN; f. Penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk Satker BLU merupakan tambahan alokasi anggaran yang dapat digunakan oleh Satker BLU dan bersifat menambah pagu anggaran belanja. Tambahan alokasi anggaran yang dapat digunakan oleh Satker BLU bersumber dari : 1) Realisasi PNBP diatas target direncanakan; dan/atau 2) Penggunaan saldo BLU dari tahun sebelumnya. g. Pengurangan alokasi pinjaman proyek luar negeri bersifat mengurangi pagu anggaran belanja, dilakukan dalam hal : 1) paket Kegiatan/proyek yang didanai dari pinjaman luar negeri telah selesai dilaksanakan, target kinerjanya telah tercapai dan sisa alokasi anggarannya tidak diperlukan lagi; 2) terjadi perubahan penjadwalan pembiayaan (cost table) yang disetujui oleh pemberi Pinjaman; atau 3) adanya pembatalan alokasi pinjaman luar negeri. h. perubahan pagu anggaran pembayaran bunga utang. 5. Perubahan atau Pergeseran Rincian Anggaran Dalam Hal Pagu Anggaran Tetap a. pencairan blokir/tanda bintang (*) yang terdiri atas : 1) penghapusan blokir/tanda bintang (*) karena telah dilengkapinya dokumen pendukung yang dipersyaratkan; dan/atau 2) penghapusan blokir/tanda bintang (*) terhadap Kegiatan yang sudah jelas peruntukannya namun masih terpusat. b. pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian inkracht; c. penggunaan dana Output Cadangan merupakan pemanfaatan kembali alokasi anggaran yang telah dialokasikan dalam RKA-K/L dan belum jelas peruntukannya; d. penambahan/perubahan rumusan kinerja dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja K/L dan/atau menindaklanjuti adanya perubahan tugas fungsi yang terdiri atas : 1) Penambahan/perubahan rumusan Keluaran dapat dilakukan: a) sebagai akibat adanya penyempurnaan rumusan nomenklatur, perubahan tugas fungsi unit dan/atau adanya tambahan penugasan; dan b) sepanjang tidak mengubah pagu anggaran dan tidak mengurangi volume Keluaran Kegiatan Prioritas Nasional dan/atau Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan. 2) Tata cara penambahan/perubahan rumusan Keluaran diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
102
a) usulan penambahan/perubahan rumusan Keluaran diajukan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/ Pejabat Eselon I K/L kepada Direktur Jenderal Anggaran; b) hasil penambahan/perubahan rumusan Keluaran sebagai dasar untuk melakukan perubahan database RKA-K/L/DIPA; dan c) berdasarkan perubahan database RKA-K/L/DIPA menjadi dasar pengajuan revisi RKA-K/L dan revisi DIPA kepada Direktur Jenderal Anggaran. 3) Penambahan/perubahan rumusan selain rumusan Keluaran dapat dilakukan: a) sebagai akibat adanya reorganisasi atau penyempurnaan perumusan nomenklatur antara lain nomenklatur program, indikator kinerja program, kegiatan, indikator kinerja kegiatan, fungsi, perubahan tugas fungsi unit dan/atau adanya tambahan penugasan; dan b) sepanjang tidak mengubah pagu anggaran dan tidak mengurangi volume Keluaran Kegiatan Prioritas Nasional dan/atau Kebijakan Prioritas Pemerintah Yang Telah Ditetapkan. 4) Tata cara penambahan/perubahan rumusan selain rumusan Keluaran diatur dengan ketentuan sebagai berikut : a) usulan penambahan/perubahan rumusan selain rumusan Keluaran diajukan oleh Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I K/L kepada Direktur Jenderal Anggaran dan Deputi Pendanaan Pembangunan Bappenas; b) penambahan/perubahan rumusan selain rumusan Keluaran dapat ditetapkan sepanjang telah disepakati dalam pertemuan tiga pihak antara Kementerian Perencanaan, Kementerian Keuangan, dan K/L yang bersangkutan; c) hasil penambahan/perubahan rumusan selain rumusan Keluaran sebagai dasar untuk melakukan perubahan database RKA-KL/DIPA; dan d) berdasarkan perubahan database RKA-KL/DIPA menjadi dasar pengajuan revisi RKA-K/L dan revisi DIPA kepada Direktur Jenderal Anggaran. e. perubahan komposisi sumber pendanaan dapat dilakukan dalam rangka efisiensi pendanaan dan/atau percepatan pencapaian kinerja sebuah kegiatan. Perubahan komposisi sumber pendanaan dapat dilakukan dalam hal : 1) sumber dana yang direncanakan sulit untuk dipenuhi; 2) terdapat sumber dana lain yang biayanya lebih murah; 3) kegiatan harus segera dilaksanakan; dan/atau 4) adanya perubahan kebijakan Pemerintah. f. pagu anggaran tetap pada level APBN meliputi : 1) pergeseran anggaran dari BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke Bagian Anggaran K/L bersifat insidentil dan menambah pagu anggaran belanja K/L, namun tidak menjadi dasar perhitungan untuk penetapan alokasi anggaran tahun berikutnya; 2) pergeseran antar subbagian anggaran dalam Bagian Anggaran 999 (BA BUN) merupakan pergeseran anggaran yang dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban pemerintah selaku pengelola fiskal. Pergeseran tersebut dilaksanakan hanya untuk subbagian Bagian Anggaran 999 (BA BUN)
103
mengenai belanja meliputi BA 999.02, BA 999.07, BA 999.08 dan BA 999.99; dan/atau g. pagu anggaran tetap pada level Program meliputi : 1) pergeseran anggaran dan penambahan volume Keluaran dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume Keluaran dalam DIPA termasuk dalam rangka addendum kontrak sampai dengan 10 % dari nilai kontrak; 2) pergeseran anggaran dan volume Keluaran tetap; 3) pergeseran antar jenis belanja; 4) pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan biaya operasional; 5) pergeseran anggaran dalam rangka memenuhi kebutuhan selisih kurs merupakan pergeseran anggaran Rupiah karena adanya kekurangan alokasi anggaran untuk pembayaran biaya operasional Satker perwakilan di luar negeri atau pembayaran sebuah kontrak dalam valuta asing sebagai akibat adanya selisih kurs. Pergeseran anggaran tersebut dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a) merupakan selisih antara nilai kurs yang digunakan dalam APBN dengan nilai kurs pada saat transaksi dilakukan; b) selisih tersebut terjadi setelah kontrak ditandatangani; c) pergeseran alokasi anggaran yang dilakukan paling tinggi sebesar nilai kontrak dikalikan dengan selisih kurs sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan d) kebutuhan anggaran untuk memenuhi selisih kurs menggunakan alokasi anggaran K/L yang bersangkutan. 6) pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian tunggakan tahun yang lalu dapat dilakukan sepanjang tidak mengurangi volume Keluaran dalam DIPA. Dalam hal jumlah seluruh tunggakan per DIPA per Satker nilainya Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) ke atas, harus dilampiri hasil verifikasi dari BPKP setempat; 7) pergeseran rincian anggaran untuk Satker BLU yang sumber dananya berasal dari PNBP; 8) pergeseran dalam satu provinsi/kabupaten/kota untuk kegiatan dalam rangka Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama, atau dalam satu provinsi untuk kegiatan dalam rangka Dekonsentrasi dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Unit Eselon I K/L yang memberi penugasan atau pelimpahan; 9) pergeseran anggaran dalam rangka pembukaan kantor baru dapat dilakukan dalam hal ketentuan mengenai pembentukan kantor baru sudah mendapat persetujuan dari Kementerian PAN dan RB, serta dilakukan melalui pergeseran anggaran dari DIPA Petikan Satker Induk ke DIPA Petikan Satker Baru; 10) pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian kegiatan-kegiatan pembangunan infrastruktur serta rehabilitasi dan rekonstruksi bencana alam; dan/atau 11) pergeseran anggaran dalam rangka tanggap darurat bencana.
104
6. Kewenangan dan Tata Cara Revisi Anggaran a. Revisi Anggaran Pada Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) 1) Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Direktorat Jenderal Anggaran meliputi : a) perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan pagu anggaran belanja termasuk pergeseran rincian anggaran belanjanya sebagai akibat adanya : (1) kelebihan realisasi PNBP di atas target yang direncanakan dalam APBN; (2) lanjutan pelaksanaan Kegiatan yang dananya bersumber dari PHLN dan/atau PHDN; (3) percepatan Penarikan PHLN dan/atau PHDN; (4) penerimaan HLN/HDN setelah Undang-Undang mengenai APBN Tahun Anggaran 2013 ditetapkan; (5) pengurangan alokasi pinjaman proyek luar negeri; (6) perubahan pagu anggaran pembayaran Subsidi Energi; dan/atau (7) perubahan pagu anggaran pembayaran bunga utang. b) perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap terdiri atas : (1) pergeseran antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker dan/atau pergeseran antar Kegiatan dan antar Satker; (2) pergeseran anggaran dari BA BUN Pengelolaan Belanja Lainnya (BA 999.08) ke Bagian Anggaran K/L; (3) pergeseran antar subbagian anggaran dalam Bagian Anggaran 999 (BA BUN); (4) perubahan karena pencairan blokir/tanda bintang (*) meliputi: (a) penghapusan blokir/tanda bintang (*) karena telah dilengkapinya dokumen pendukung yang dipersyaratkan; atau (b) penghapusan blokir/tanda bintang (*) terhadap Kegiatan yang sudah jelas peruntukannya namun masih terpusat; (5) pergeseran anggaran dalam rangka penyelesaian inkracht; (6) penggunaan dana Output Cadangan; (7) penambahan/Perubahan Rumusan Kinerja; dan/atau (8) perubahan komposisi sumber pendanaan. c) perubahan/ralat karena kesalahan administrasi meliputi ralat pencantuman volume, jenis, dan satuan Keluaran yang berbeda antara RKA-K/L dan RKP atau hasil kesepakatan DPR-RI dengan Pemerintah. 2) Mekanisme Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a) KPA menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Sekretaris Jenderal/Pejabat Eselon I yang dilampiri dokumen pendukung berupa : (1) Surat Usulan Revisi Anggaran yang dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi); (2) SPTJM yang ditandatangani oleh KPA; (3) ADK RKA-K/L DIPA Revisi;
105
3) 4)
5)
9)
10)
11)
12) 13)
(4) Surat Pernyataan Penggunaan Hasil Optimalisasi/Sisa Anggaran Swakelola dalam hal Revisi Anggaran berasal dari Hasil Optimalisasi/Sisa Anggaran Swakelola; dan/atau (5) dokumen pendukung terkait. b) Sekretaris Jenderal/Pejabat Eselon I meneliti usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen yang disampaikan oleh KPA; c) Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang diajukan oleh KPA mengakibatkan perubahan pagu anggaran, Sekretaris Jenderal/Pejabat Eselon I terlebih dahulu melakukan koordinasi/konsultasi dengan unit Inspektorat Jenderal; d) Berdasarkan hasil koordinasi/konsultasi, Sekretaris Jenderal /Pejabat Eselon I menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran dengan melampirkan dokumen pendukung berupa : (1) Surat Usulan Revisi Anggaran yang dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi); (2) SPTJM yang ditandatangani oleh pejabat Eselon I; (3) ADK RKA-K/L DIPA Revisi Satker; dan (4) SPTJM yang ditandatangani oleh KPA. Direktorat Jenderal Anggaran meneliti usulan Revisi Anggaran serta kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan; Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan tidak sesuai dengan ketentuan, Direktorat Jenderal Anggaran mengeluarkan surat penolakan usulan Revisi Anggaran. Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan dapat disetujui dan tidak mengakibatkan perubahan pagu DIPA Induk, Direktur Anggaran I/Direktur Anggaran II/Direktur Anggaran III menetapkan: a) Revisi DHP RKA-K/L; dan b) surat pengesahan Revisi Anggaran yang dilampiri notifikasi dari sistem. Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan dapat disetujui dan mengakibatkan perubahan pagu DIPA Induk, Direktur Anggaran I/Direktur Anggaran II/Direktur Anggaran III: a) menetapkan Revisi DHP RKA-K/L; dan b) mencetak Revisi DIPA Induk dan disampaikan kepada Sekretaris Jenderal/Sekretaris Utama/Sekretaris/Pejabat Eselon I K/L untuk ditandatangani. Berdasarkan Revisi DIPA Induk yang telah ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal/Pejabat Eselon I, Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan mengesahkan Revisi DIPA Induk dengan menandatangani Revisi SP DIPA Induk. Berdasarkan Revisi DIPA Induk yang telah disahkan oleh Direktur Jenderal Anggaran, Direktur Anggaran I/Direktur Anggaran II/Direktur Anggaran III menetapkan surat pengesahan Revisi Anggaran yang dilampiri notifikasi dari sistem. Proses Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran diselesaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap. Mekanisme Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran dapat dilakukan dengan ketentuan :
106
a) KPA menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Sekretaris Jenderal/Pejabat Eselon I dengan melampirkan dokumen pendukung berupa : (1) Surat Usulan Revisi Anggaran yang dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi); (2) SPTJM yang ditandatangani oleh KPA; (3) ADK RKA-K/L DIPA Revisi; (4) Surat Pernyataan Penggunaan Hasil Optimalisasi/Sisa Anggaran Swakelola dalam hal Revisi Anggaran berasal dari hasil optimalisasi/sisa anggaran swakelola; dan/atau (5) dokumen pendukung terkait. b) Sekretaris Jenderal/Pejabat Eselon I meneliti usulan Revisi Anggaran dan kelengkapan dokumen pendukung dari KPA. c) Berdasarkan hasil penelitian usulan Revisi Anggaran Sekretaris Jenderal/Pejabat Eselon I menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Direktur Jenderal Anggaran yang dilampiri dokumen pendukung berupa : (1) Surat Usulan Revisi Anggaran yang dilampiri matriks perubahan (semula-menjadi); (2) SPTJM yang ditandatangani oleh Pejabat Eselon I; (3) ADK RKA-K/L DIPA Revisi Satker; dan (4) SPTJM yang ditandatangani oleh KPA. Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan dapat disetujui, Direktur Anggaran I/Direktur Anggaran II/Direktur Anggaran III menetapkan : a) Revisi DHP RKA-K/L; dan b) surat pengesahan Revisi Anggaran yang dilampiri notifikasi dari sistem. Proses Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran diselesaikan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap. 14) Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang diajukan oleh K/L memuat substansi yang meliputi kewenangan Direktorat Jenderal Anggaran dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Anggaran memproses/menyelesaikan Revisi Anggaran yang diusulkan. b. Revisi Anggaran Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan 1) Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan meliputi : a) perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan pagu anggaran belanja termasuk pergeseran rincian anggaran belanjanya terdiri atas : (1) penerimaan hibah langsung dalam bentuk uang; dan/atau (2) penggunaan anggaran belanja yang bersumber dari PNBP di atas pagu APBN untuk Satker BLU. b) perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap terdiri atas : (1) pergeseran dalam 1 (satu) Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker; (2) pergeseran antar Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker; dan (3) pergeseran antar Kegiatan dalam 1 (satu) Satker. 107
c) perubahan/ralat karena kesalahan administrasi meliputi : (1) ralat kode akun sesuai kaidah akuntansi sepanjang dalam peruntukan dan sasaran yang sama; (2) ralat kode Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN); (3) perubahan nomenklatur bagian anggaran dan/atau Satker sepanjang kode tetap; (4) ralat kode nomor register PHLN/PHDN; (5) ralat kode kewenangan; (6) ralat kode lokasi; dan/atau (7) ralat cara penarikan PHLN/PHDN. 2) KPA menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dilengkapi dokumen pendukung berupa : a) Surat Usulan Revisi Anggaran yang dilampiri matriks perubahan (semulamenjadi); b) SPTJM yang ditandatangani oleh KPA; dan c) ADK RKA-K/L DIPA Revisi. 3) Dalam hal usulan Revisi Anggaran yang disampaikan dapat disetujui, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan menetapkan surat pengesahan Revisi Anggaran yang dilampiri notifikasi dari sistem, paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap. c. Revisi Anggaran Pada Unit Eselon I 1) Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada Unit Eselon I meliputi: a) pergeseran dalam Keluaran yang sama, Kegiatan yang sama dan antar Satker; b) pergeseran antar Keluaran, Kegiatan yang sama dan antar Satker; dan/atau c) pergeseran antar Kegiatan dan antar Satker. 2) KPA menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Unit Eselon I dilengkapi dokumen pendukung berupa : a) Surat Usulan Revisi Anggaran yang dilampiri matriks perubahan (semulamenjadi). b) SPTJM yang ditandatangani oleh KPA; c) ADK RKA-K/L DIPA Revisi; d) TOR dan RAB; dan e) Surat Pernyataan Penggunaan Hasil Optimalisasi/Sisa Anggaran Swakelola dalam hal Revisi Anggaran berasal dari Hasil Optimalisasi/Sisa Anggaran Swakelola. 3) Unit Eselon I meneliti usulan Revisi Anggaran dan memeriksa kelengkapan dan kebenaran dokumen pendukung yang disampaikan. Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan usulan Revisi Anggaran, Eselon I menyampaikan usulan Revisi Anggaran kepada Direktorat Jenderal Anggaran untuk mendapat pengesahan. d. Revisi Anggaran Pada Tingkat Satker/KPA 1) Revisi Anggaran yang dilaksanakan pada tingkat Satker/KPA merupakan Revisi Anggaran dalam hal pagu anggaran tetap meliputi : 108
a) pergeseran dalam 1 (satu) Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker; dan/atau b) pergeseran antar Keluaran, 1 (satu) Kegiatan dan 1 (satu) Satker. 2) Revisi Anggaran dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : a) dalam hal Revisi Anggaran mengakibatkan perubahan DIPA Petikan, KPA menyampaikan usul Revisi Anggaran kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan; dan b) dalam hal Revisi Anggaran tidak mengakibatkan perubahan DIPA Petikan, KPA mengubah ADK RKA-Satker berkenaan melalui aplikasi RKA-K/L-DIPA, mencetak Petunjuk Operasional Kegiatan (POK), dan KPA menetapkan perubahan POK. e. Revisi Anggaran Yang Memerlukan Persetujuan DPR-RI 1) Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan DPR-RI meliputi: a) tambahan Pinjaman Proyek Luar Negeri/Pinjaman Dalam Negeri baru setelah Undang-Undang mengenai APBN ditetapkan; b) pergeseran anggaran antar Program selain untuk memenuhi kebutuhan Biaya Operasional dan penyelesaian inkracht; c) pergeseran anggaran antar Kegiatan yang tidak berasal dari Hasil Optimalisasi dan/atau Sisa Anggaran Swakelola; d) pergeseran anggaran yang mengakibatkan perubahan Hasil Program; e) penggunaan anggaran yang harus mendapat persetujuan DPR-RI terlebih dahulu; f) pencairan blokir/tanda bintang (*) yang dicantumkan oleh DPR-RI termasuk pencairan blokir yang tidak sesuai dengan rencana peruntukan/penggunaannya; dan/atau g) pergeseran antar provinsi/kabupaten/kota untuk Kegiatan dalam rangka Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama, atau antarprovinsi untuk Kegiatan dalam rangka Dekonsentrasi. 2) Revisi Anggaran yang memerlukan persetujuan DPR-RI diajukan oleh Sekretaris Jenderal/Pejabat Eselon I kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran untuk selanjutnya dimintakan persetujuan dari DPR-RI. 3) Revisi Anggaran ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran setelah mendapat persetujuan DPR-RI. 7. Batas Akhir Penerimaan Usul Revisi Anggaran a. Batas akhir penerimaan usul Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran maupun pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan ditetapkan paling lambat bulan Oktober tahun berjalan. b. Dalam hal Revisi Anggaran berkenaan dengan : 1) Kegiatan yang dananya bersumber dari PLN, HLN, dan HDN serta Pinjaman Dalam Negeri; 2) Kegiatan dalam lingkup BA BUN termasuk pergeseran anggaran dari BA 999.08 ke Bagian Anggaran K/L dan pergeseran antar subbagian anggaran dalam Bagian Anggaran 999 (BA BUN); dan/atau
109
3) Kegiatan-Kegiatan yang membutuhkan data/dokumen yang harus mendapat persetujuan dari unit eksternal K/L seperti persetujuan DPR, persetujuan Menteri Keuangan, hasil audit eksternal, dan sejenisnya. Batas akhir penerimaan usul Revisi Anggaran oleh Direktorat Jenderal Anggaran ditetapkan 5 (lima) hari kerja sebelum batas akhir pengajuan pencairan anggaran sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai langkah-langkah akhir Tahun Anggaran. 8. Penyampaian Pengesahan Revisi Anggaran Penyampaian Pengesahan Revisi Anggaran diatur dengan ketentuan sebagai berikut : a. Pengesahan Revisi Anggaran yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Anggaran, disampaikan kepada KPA yang bersangkutan dan KPPN terkait dan tembusan kepada : 1) Menteri/Pimpinan Lembaga; 2) Ketua Badan Pemeriksa Keuangan; 3) Gubernur; 4) Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Direktur Pelaksanaan Anggaran; dan 5) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan terkait. b. Pengesahan Revisi Anggaran yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, disampaikan kepada KPA yang bersangkutan dan KPPN terkait dan tembusan kepada : 1) Menteri/Pimpinan Lembaga; 2) Ketua Badan Pemeriksa Keuangan; 3) Gubernur; 4) Direktur Jenderal Anggaran; dan 5) Direktur Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dan Direktur Pelaksanaan Anggaran. 9. Pelaporan Revisi Anggaran Kepada DPR-RI a. Setiap Revisi Anggaran yang ditetapkan dalam perubahan DHP RKA-K/L dan DIPA Induk tembusannya disampaikan kepada DPR-RI oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan. b. Seluruh Revisi Anggaran dilaporkan kepada DPR-RI dalam APBN-Perubahan dan/atau Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). c. Revisi Anggaran yang dilaporkan dalam APBN-Perubahan merupakan Revisi Anggaran yang dilakukan sebelum APBN-Perubahan diajukan kepada DPR-RI. d. Revisi Anggaran yang dilaporkan dalam LKPP merupakan seluruh Revisi Anggaran yang dilakukan sepanjang Tahun Anggaran. 10. Ketentuan Lain-Lain a. Dalam hal terdapat paket pekerjaan yang alokasi anggarannya diblokir/dibintang (*) sebagai akibat belum dilengkapi TOR/RAB dan sampai dengan akhir bulan Maret KPA tidak melengkapi dokumen yang dipersyaratkan, alokasi anggaran yang diblokir/dibintang (*) tersebut tidak dapat digunakan sampai dengan akhir Tahun Anggaran.
110
b. Paket pekerjaan yang alokasi anggarannya diblokir/dibintang (*) tidak termasuk paket pekerjaan yang sudah jelas peruntukannya namun pelaksanaannya memerlukan syarat dan kondisi tertentu. c. Dalam hal terdapat pagu minus terkait pembayaran gaji dan tunjangan yang melekat pada gaji untuk Tahun Anggaran berkenaan, pagu minus tersebut harus diselesaikan melalui mekanisme revisi DIPA. Penyelesaian pagu minus diatur dengan ketentuan sebagai berikut : 1) selisih minus dipenuhi melalui pergeseran anggaran dari sisa anggaran pada Satker yang bersangkutan; 2) dalam hal sisa anggaran pada Satker yang bersangkutan tidak mencukupi, selisih minus dipenuhi melalui pergeseran anggaran antar Satker dalam satu Program; Mekanisme penyelesaian pagu minus diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan ketentuan mengikuti tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 1) dalam hal selisih minus tidak dapat dipenuhi melalui pergeseran anggaran antar Satker dalam satu Program, selisih minus dipenuhi melalui pergeseran anggaran antar Program dalam satu bagian anggaran; dan/atau 2) dalam hal selisih minus tidak dapat dipenuhi melalui pergeseran anggaran antar Program dalam satu bagian anggaran, selisih minus dipenuhi melalui BA 999.08. Mekanisme penyelesaian pagu minus diajukan kepada Direktur Jenderal Anggaran dengan ketentuan mengikuti tata cara pengajuan Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Anggaran. Batas akhir penyelesaian pagu minus paling lambat akhir bulan Desember. C. Pertanggungjawaban Pengeluaran Anggaran Pertanggungjawaban keuangan merupakan penyampaian bukti Surat Perintah Membayar (SPM) beserta lampirannya ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), setelah disetujui oleh KPPN dalam bentuk Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), maka pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut telah dinyatakan sah oleh KPPN. Pertanggungjawaban pengeluaran anggaran dapat diatur sebagai berikut: 1. Dokumen bukti pengeluaran Untuk mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran diperlukan tanda bukti pengeluaran yang terdiri atas : a. Kuitansi Kuitansi atau tanda bukti pengeluaran uang, adalah tanda bukti pembayaran terhadap perorangan/pihak ketiga harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1) Kuitansi LS ditujukan kepada PPK dan disebutkan nama Satuan Kerjanya sesuai dengan yang tercantum pada DIPA. 2) Kuitansi LS oleh pihak ketiga/rekanan ditandatangani oleh 111
yang berhak menerima uang dan dibawah tanda tangan harus ditulis nama jelas dan dibubuhi stempel resmi dari badan usaha yang bersangkutan dan setuju dibayar ditandatangani oleh KPA/PPK, sebagaimana tercantum dalam format 9 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini; 3) Kuitansi UP harus ditujukan kepada KPA/PPK dan disebutkan nama Satuan Kerjanya sesuai dengan yang tercantum pada DIPA; 4) Kuitansi UP oleh pihak penerima ditandatangani oleh yang berhak menerima uang dan dibawah tanda tangan harus ditulis nama jelas dan lunas bayar ditandatangani oleh Bendahara Pengeluaran serta setuju dibayar ditandatangani oleh PPK atas nama KPA sebagaimana tercantum dalam format 10 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini; 5) Penulisan dalam kuitansi harus dengan angka dan huruf. Jumlah pembayaran yang ditulis antara angka dengan huruf harus sama; 6) Uraian pembayaran harus singkat dan jelas. Kesalahan penulisan/ejaan tidak menggugurkan keabsahan kuitansi sepanjang tidak mengakibatkan pengertian lain; 7) Kuitansi yang bernilai di atas Rp1.000.000 (satu juta rupiah) bermaterai Rp6.000 (enam ribu rupiah). Sedangkan kuitansi yang bernilai antara Rp250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) sampai dengan Rp1.000.000 (satu juta rupiah) bermaterai sebesar Rp3.000 (tiga ribu rupiah); 8) Ditulis dengan menggunakan mesin tulis/komputer atau ditulis tangan dengan menggunakan bahasa resmi, jelas, mencantumkan tempat dan tanggal penagihan dan tidak ada coretan/tindasan/bekas hapusan pada jumlah baik angka maupun huruf; 9) Bukti pembayaran berupa bon-bon tunai dari toko/pihak ketiga yang nilai pembayarannya kecil dan tidak disertai kuitansi, maka nilai total kumpulan bon-bon tersebut dapat dibuatkan kuitansi induk yang ditandatangani oleh petugas penerima barang dan disahkan oleh Bendahara dan PPK. Nilai masing-masing bon tersebut dibawah Rp250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah), sedangkan nilai kuitansi induk maksimum Rp1.000.000 (satu juta rupiah); 10) Untuk pengendalian internal, maka dibalik kuitansi ditandatangani oleh PUM dan Penanggung Jawab Kegiatan atau Petugas Penerima Barang, apabila kuitansi tersebut merupakan pembelian barang; 11) Kuitansi agar mencantumkan Nomor Pembukuan, Tahun Anggaran, dan Kode Akun Belanja; 12) Apabila jumlah pembayaran pada kuitansi tidak diuraikan, agar dilampiri dengan faktur atau nota atau rincian transaksi; 13) Apabila penagih berhalangan, maka ia dapat memberi kuasa kepada seseorang dari pihak perusahaan bersangkutan dan 112
telah dewasa serta tidak berada di bawah pengampuan, dengan surat kuasa bermeterai yang cukup; 14) Apabila penagih yang berhak menerima tagihan meninggal dunia, maka yang berhak menerima adalah ahli warisnya. Ahli waris dimaksud harus dinyatakan dengan surat keterangan dari pamong praja setempat; dan b. Faktur Faktur sekurang-kurangnya memuat 1) Tanggal pengiriman barang; 2) Nama, Alamat dan NPWP pemesan barang; 3) Uraian jumlah dan jenis barang serta merk dan type/spesifikasi; 4) Rincaian harga satuan dan total harga serta uraian pajak yang ditentukan; 5) Nama, alamat dan NPWP perusahaan pengirim barang; dan 6) Nama terang, jabatan, tanda tangan dan stempel dari perusahaan pengirim barang. c. Bon 1) Bon adalah lembaran yang berisikan rincian dan harga barang dari pihak ketiga yang dibubuhi tanda tangan, nama terang dan stempel perusahaan (bilamana ada) serta tanggal pembelian; dan 2) Bon sebagaimana tersebut di atas, berguna sebagai pendukung kuitansi induk. 3) Dalam rangka pengendalian internal, maka dilembar belakang bon dibubuhi tanda tangan dan nama terang petugas yang melakukan pembelian. d. Dokumen lainnya (Surat Perjalanan Dinas/SPD, Surat Perjanjian/Kontrak, pajak-pajak) Dokumen lainnya baik SPD, surat Perjanjian/Kontrak maupun pajak-pajak mengikuti peraturan yang berlaku. 2. Mekanisme dan Tata Cara Pelaksanaan Pembukuan a. Penatausahaan dan Penyusunan LPJ Kewajiban melakukan penatausahaan dan penyusunan LPJ dilakukan oleh setiap Bendahara Penerima/Pengeluaran pada Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga, termasuk BPP dan Bendahara Pengelola Dana Dekosentrasi dan Dana Tugas Pembantuan. Penatausahaan dan penyusunan LPJ dilakukan atas pengelolaan uang atau Surat berharga dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kewajiban tersebut tidak termasuk bendahara pengeluaran yang menyalurkan dana dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)
113
b. Pembukuan Bendahara Penerima/Pengeluaran Bendahara wajib menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan anggaran satuan kerja yang berada dibawah pengelolaannya. Pembukuan bendahara terdiri dari Buku Kas Umum, Buku Pembantu dan Buku Pengawasan anggaran. Pembukuan dilaksanakan atas dasar dokumen sumber pembukuan bendahara. Pembukuan yang dilakukan oleh bendahara harus dimulai dari Buku Kas Umum selanjutnya pada buku-buku pembantu. Bendahara yang membukukan lebih dari satu DIPA, pembukuannya dilakukan secara terpisah untuk masing-masing DIPA. Adapun pelaksanaanya diatur dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Bendahara penerima membukuan seluruh penerimaan PNBP baik yang disetor langsung oleh wajib setor ke Kas negara maupun yang dipungutnya; 2) Buku Pembantu Bendahara Penerima terdiri dari Buku Pembantu Kas dan Buku Pembantu lainnya sesuai kebutuhan; 3) Bendahara Pengeluaran membukukan penerimaan selain jenis penerimaan PNBP baik yang diperoleh melalui pemotongan pembayaran atau yang disetor langsung oleh wajib setor ke Kas negara; 4) Buku pembantu bendahara pengeluaran sekurang-kurangnya terdiri dari Buku Pembantu Kas, Buku Pembantu UP/TUP, Buku Pembantu LS Bendahara, Buku Pembantu pajak dan buku Pembantu lainnya; 5) Dalam rangka melaksanakan tugasnya, Bendahara Pengeluaran dapat dibantu oleh satu orang pembantu/pegawai atau lebih BPP; 6) Dalam hal bendahara pengeluaran dibantu oleh BPP, Bendahara Pengeluaran wajib menyampaikan daftar rincian jumlah UP yang dikelola oleh masing-masing BPP pada saat pengajuan SPM UP/SPM-TUP ke KPPN; 7) BPP dalam melakukan pembukuan sebatas pada uang yang diterima dari Bendahara Pengeluaran atau yang dikelolannya; 8) LPJ-BPP merupakan dokumen sumber pembukuan bagi Bendahara pengeluaran; dan 9) Pembukuan atas LPJ-BPP dilakukan berdasarkan nilai yang tercantum dalam LPJ-BPP. c. Tata Cara Pencatatan Pembukuan 1) Pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran dapat dilakukan dengan tulis tangan atau komputer; 2) Dalam hal pembukuan dengan menggunakan komputer, bendahara wajib : a) Mencetak Buku Kas Umum dan buku-buku pembantu sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan; dan b) Menatausahakan hasil cetakan Buku Kas Umum dan 114
buku-buku pembantu bulanan yang telah ditandatangani dan diketahui Kuasa PA. 3) Pada akhir tahun anggaran, Buku Kas Umum, buku-buku pembantu dan Buku Pengawas Anggaran wajib ditutup; dan 4) Bagian akhir Buku Kas Umum digunakan untuk catatan hasil pemeriksaan kas. d. Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi 1) KPA wajib melakukan pemeriksaan kas bendahara sekurangkurangnya satu kali dalam satu bulan; 2) Pemeriksaan kas dilakukan untuk meneliti kesesuaian antara saldo buku dan saldo kas; 3) KPA wajib melakukan rekonsiliasi internal antara pembukuan bendahara dan Laporan Keuangan UAKPA sekurangkurangnya satu kali dalam satu bulan sebelum dilakukan rekonsiliasi dengan KPPN; 4) Rekonsiliasi dimaksudkan untuk meneliti kesesuaian antara pembukuan bendahara dan Laporan Keuangan UAKPA dengan menggunakan data sebagai berikut : a) Saldo UP untuk bendahara pengeluaran; b) Kuitansi-kuitansi yang belum di SPM-GU/SP2D kan untuk bendahara pengeluaran; c) SPM-LS kepada bendahara yang belum dibayarkan kepada yang berhak; d) Penerimaan negara yang belum disetor ke Kas Negara berupa Surat Bukti Setor (SBS) untuk bendahara penerimaan; dan e) Realisasi Anggaran. 5) Hasil pemeriksaan kas dan hasil rekonsiliasi harus dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Rekonsiliasi. 6) PPK wajib melakukan pemeriksaan kas BPP sekurangkurangnya satu kali dalam satu bulan; 7) Pemeriksaan kas dilakukan untuk meneliti kesesuaian antara saldo buku dan saldo kas; dan 8) Hasil pemeriksaan kas dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan. e. Laporan Pertanggungjawaban Bendahara 1) Bendahara wajib menyusun LPJ secara bulanan atas uang yang dikelolanya; 2) LPJ disusun berdasarkan Buku Kas Umum, Buku-buku Pembantu dan Buku Pengawas Anggaran yang telah diperiksa dan direkonsiliasi oleh KPA; 3) LPJ wajib disampaikan secara bulanan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja bulan berikutnya disertai salinan Rekening Koran dari bank/pos untuk bulan berkenaan kepada : a) Kepala KPPN yang ditunjuk dalam satuan kerja yang berada dibawah pengelolaannya; b) Menteri/Pimpinan lembaga masing-masing; dan 115
c) Badan Pemeriksa Keuangan. 4) Penyampaian LPJ sebagaimana dimaksud pada point (3) huruf a dalam rangkap 2 (dua) dan dapat disampaikan bersamaan dengan rekonsiliasi Laporan Keuangan UAKPA; 5) Dalam hal LPJ ditolak oleh KPPN karena tidak memenuhi ketentuan LPJ tersebut segera dikembalikan kepada bendahara untuk diperbaiki, selanjutnya dikirimkan kembali ke KPPN selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pengembalian; 6) LPJ-BPP disusun berdasarkan Buku Kas Umum, buku-buku pembantu dan buku pengawas anggaran yang telah diperiksa dan diuji oleh Pejabat Pembuat Komitmen; dan 7) LPJ-BPP disampaikan kepada bendahara pengeluaran secara bulanan paling lambat 5 (lima) hari kerja bulan berikutnya disertai salinan rekening koran dan bank/pos untuk bulan berkenaan. f.
Verifikasi Laporan Pertanggungjawaban 1) KPPN selaku BUN melakukan verifikasi atas LPJ yang disampaikan Bendahara penerimaan/Bendahara pengeluaran; 2) Pelaksanaan verifikasi sebagai dimaksud meliputi kegiatan : a) membandingkan saldo UP yang tertuang dalam LPJ dengan kartu pengawasan kredit anggaran yang berada pada KPPN; b) membandingkan saldo awal yang tertuang dalam LPJ dengan saldo akhir yang tertuang dalam LPJ bulan sebelumnya; c) menguji kebenaran nilai uang di rekening bank yang tercantum dalam LPJ dengan salinan rekening koran bendahara; d) menguji kebenaran perhitungan (penambahan/ pengurangan) pada LPJ; dan e) meneliti kepatuhan bendahara dalam perhitungan pajak dan penyampaian LPJ.
g. Sanksi 1) Dalam hal bendahara belum menyampaikan LPJ kepada KPPN atau tidak menyampaikan kembali LPJ yang ditolak, KPPN dapat mengenakan sanksi berupa penundaan penerbitan SP2D atas SPM-GU/SPM-TUP yang diajukan; 2) Sanksi segaimana pada point (1) tidak membebaskan bendahara dari kewajiban penyampaian LPJ; dan 3) Dalam hal terjadi kerugian negara yang telah mendapat ketetapan sesuai peraturan perundang-undangan maka ketetapan dimaksud dijadikan dokumen sumber pembukuan bendahara. h. Penggantian Bendahara Dalam hal terjadi penggantian bendahara dalam satu periode 116
pembukuan dilakukan pemeriksaan kas dan serah terima yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Kas dan Serah Terima. 3. Pengamanan dan Penyimpanan Uang Negara a. Bendaharawan wajib menyimpan uang dalam brankas; b. Bendaharawan dilarang menyimpan uang dan kertas berharga milik negara dalam lemari atau laci, meja tulis dan sebagainya sekalipun berada dalam ruang kantor, demikian pula dilarang menyimpan di rumah; c. Brankas harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1) Brankas harus tahan api, tidak mudah diangkat/ dipindahkan, mempunyai sebuah kunci asli dan sebuah kunci duplikat (bukan dibuat baru) serta kode rahasia yang hanya boleh diketahui oleh Bendahara sendiri; 2) Kunci duplikat serta kode rahasia brankas dimasukkan ke dalam amplop/sampul tertutup yang disegel dititipkan kepada KPA/PPK disertai dengan Berita Acara Penitipan. Kunci duplikat tidak dibenarkan disimpan di dalam brankas bendahara yang bersangkutan; 3) Bilamana salah satu kunci asli ataupun kunci duplikat hilang, maka KPA/PPK wajib lapor kepada pihak Kepolisian setempat dalam waktu 1 (satu) kali 24 jam; 4) Kunci duplikat dapat digunakan apabila kunci asli hilang. Penggunaan kunci duplikat tersebut harus disertai dengan berita acara pengambilan kunci duplikat; 5) Apabila bendahara meninggal dunia, melarikan diri, gila atau dibawah pengampuan (curatele), amplop yang berisi kunci duplikat dan kode rahasia, diserahkan kepada Tim Ex Officio untuk membuka brankas disaksikan oleh KPA/PPK; dan 6) Bagi bendahara yang belum mempunyai brankas yang memenuhi syarat, harus menitipkan uang, kertas berharga milik negara yang dikelolanya kepada bendahara pada kantor terdekat yang telah memenuhi syarat dimaksud. Penitipan uang tersebut harus disertai dengan bukti penitipan yang dipegang oleh masing-masing pihak yang berkepentingan dengan cara : a) uang dimasukkan ke dalam cash box/amplop tertutup disertai dengan berita acara penitipan; dan b) apabila uang yang dititipkan tidak dalam cash box/amplop tertutup maka harus disertai dengan tanda bukti penitipan (kuitansi) dan harus dibukukan dalam BKU oleh bendahara yang menerima titipan tersebut. D. Perjalanan Dinas Berdasarkan jenisnya Perjalanan Dinas dibagi menjadi 2 yaitu Perjalanan Dinas Jabatan dan Perjalanan Dinas Pindah. Adapun pelaksana Perjalanan Dinas meliputi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap. Pelaksanaan dan pertanggungjawaban 117
perjalanan dinas dilingkungan Kementerian Pertanian diatur sebagai berikut : 1. Prinsip Perjalanan Dinas a. selektif, yaitu hanya untuk kepentingan yang sangat tinggi dan prioritas yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan; b. ketersediaan anggaran dan kesesuaian dengan pencapaian kinerja Kementerian Negara/Lembaga; c. efisiensi penggunaan belanja negara; dan d. akuntabilitas pemberian perintah pelaksanaan Perjalanan Dinas dan pembebanan biaya Perjalanan Dinas. 2. Penggolongan Perjalanan Dinas a. Perjalanan Dinas Jabatan digolongkan menjadi: 1) Perjalanan Dinas Jabatan yang melewati batas Kota; dan 2) Perjalanan Dinas Jabatan yang dilaksanakan di dalam Kota. b. Batas Kota khusus untuk Provinsi DKI Jakarta meliputi kesatuan wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan; c. Perjalanan Dinas Jabatan yang dilaksanakan di dalam Kota, terdiri atas : 1) Perjalanan Dinas Jabatan yang dilaksanakan lebih dari 8 (delapan) jam; dan 2) Perjalanan Dinas Jabatan yang dilaksanakan sampai dengan 8 (delapan) jam. 3. Jenis-jenis Perjalanan Dinas a. pelaksanaan tugas dan fungsi yang melekat pada jabatan; b. mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya; c. pengumandahan (detasering); d. menempuh ujian dinas/ujian jabatan; e. menghadap Majelis Penguji Kesehatan Pegawai Negeri atau menghadap seorang dokter penguji kesehatan yang ditunjuk, untuk mendapatkan surat keterangan dokter tentang kesehatannya guna kepentingan jabatan; f. memperoleh pengobatan berdasarkan surat keterangan dokter karena mendapat cedera pada waktu/karena melakukan tugas; g. mendapatkan pengobatan berdasarkan keputusan Majelis Penguji Kesehatan Pegawai Negeri; h. mengikuti pendidikan setara Diploma/S1/S2/S3; i. mengikuti pendidikan dan pelatihan; j. menjemput/mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah Pejabat Negara/Pegawai Negeri yang meninggal dunia dalam melakukan Perjalanan Dinas; dan 118
k. menjemput/mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah Pejabat Negara/Pegawai Negeri yang meninggal dunia dari Tempat Kedudukan yang terakhir ke Kota tempat pemakaman.
4. Surat Tugas a. perjalanan dinas jabatan oleh pelaksana SPD dilakukan sesuai perintah atasan pelaksana SPD yang tertuang dalam Surat Tugas; b. Surat Tugas dimaksud diterbitkan oleh: 1) Kepala satuan kerja untuk Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan oleh Pelaksana SPD pada satuan kerja berkenaan; 2) Atasan langsung kepala satuan kerja untuk Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan oleh kepala satuan kerja; 3) Pejabat Eselon II untuk Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan oleh Pelaksana SPD dalam lingkup unit eselon II/setingkat unit eselon II berkenaan; atau 4) Menteri/Pimpinan Lembaga/Pejabat Eselon I untuk Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Pejabat Eselon I/ Pejabat Eselon II. c. Kewenangan penerbitan Surat Tugas dapat didelegasikan kepada pejabat satu tingkat dibawah Kepala Satuan Kerja. d. Surat Tugas paling sedikit mencantumkan : 1) Pemberi tugas; 2) Pelaksana tugas; 3) Waktu pelaksanaan tugas; dan 4) Tempat pelaksanaan tugas. e. Perjalanan dinas jabatan di dalam Kota yang dilaksanakan sampai dengan 8 (delapan) jam dapat dilakukan tanpa penerbitan SPD; f. Perjalanan dinas jabatan di dalam Kota yang dilaksanakan sampai dengan 8 (delapan) jam tanpa penerbitan SPD, pembebanan biaya Perjalanan Dinas Jabatan oleh PPK dicantumkan dalam Surat Tugas; dan g. SPD dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam format 11 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. 5. Pejabat Penandatangan Surat Perjalanan Dinas (SPD) Pejabat yang bertanda tangan pada SPD diatur sebagai berikut : a. Berdasarkan atas Surat Tugas, PPK menerbitkan dan menandatangani SPD pada halaman pertama; b. SPD pada halaman 2 baris 1 yaitu kolom keberangkatan dari tempat kedudukan ketempat yang dituju ditandatangani oleh Pejabat yang memberikan tugas. Sedangkan pada baris 2 dan seterusnya yaitu pada kolom kedatangan/tiba dan kolom 119
berangkat (tempat/kegiatan yang dituju) ditandatangani oleh Pejabat setempat; c. Pejabat yang memberikan tugas dimaksud adalah Kepala Satker atau Pejabat yang ditunjuk; d. Pejabat setempat dimaksud adalah Pejabat pada instansi setempat, Panitia Penyelenggara atau Manajer Hotel tempat penyelenggaraan; dan e. Untuk perjalanan dinas yang dibiayai oleh instansi lain, maka penandatanganan SPD pada halaman 2 baris 1 ditandatangani oleh Kepala Satker atau Pejabat yang ditunjuk pada instansi yang membiayai perjalanan dinas tersebut. 6. Komponen biaya SPD Biaya Perjalanan Dinas Jabatan terdiri atas komponen sebagai berikut: a. Uang Harian Uang harian dibayarkan secara lumpsum dan merupakan batas tertinggi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya yang terdiri dari : 1) uang makan; 2) uang transpor lokal; dan 3) uang saku. b. Biaya Transpor Biaya transpor pegawai dibayarkan sesuai dengan Biaya Riil berdasarkan fasilitas transportasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang meliputi : 1) perjalanan dinas dari tempat kedudukan sampai tempat tujuan keberangkatan dan kepulangan termasuk biaya ke terminal bus/ stasiun/ bandara/pelabuhan keberangkatan; 2) retribusi yang dipungut di terminal bus/stasiun/ bandara/pelabuhan keberangkatan dan kepulangan; dan 3) Biaya transpor untuk Perjalanan Dinas yang dibiayai dari instansi lain, maka biaya kepulangannya dapat dibayarkan sama dengan biaya keberangkatan dan tidak perlu didukung oleh bukti tiket dan retribusi. 4) Biaya transpor tidak dapat dibayarkan untuk Perjalanan Dinas dalam kabupaten/kota yang menggunakan kendaraan dinas, sedangkan untuk perjalanan dinas yang melewati batas kota (selain DKI Jakarta) dapat dibayarkan sesuai dengan biaya riil, antara lain untuk pembelian bahan bakar, tol, dan parkir. Apabila bukti-bukti pengeluaran riil tersebut tidak diperoleh, maka dapat dibuatkan pernyataan pengeluaran riil. 5) Biaya taksi perjalanan dinas dibayarkan sesuai dengan standar biaya yang ditetapkan Menteri Keuangan yang 120
meliputi biaya taksi pergi-pulang (PP) dari kantor tempat kedudukan menuju bandara/pelabuhan/terminal/stasiun keberangkatan dan biaya taksi PP dari bandara/pelabuhan/terminal/stasiun kedatangan ketempat tujuan. c. Biaya Penginapan Biaya penginapan dibayarkan sesuai dengan Biaya Riil dan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya dan merupakan biaya yang diperlukan untuk menginap: 1) di hotel; atau 2) di tempat menginap lainnya; dan 3) dalam hal pelaksana SPD tidak menggunakan biaya penginapan, maka biaya penginapan dibayar secara lumpsum sebesar 30% (tiga puluh persen) dari tarif hotel di Kota Tempat Tujuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya d. Uang representasi, dapat diberikan kepada Pejabat Negara, Pejabat Eselon I, dan Pejabat Eselon II selama melakukan Perjalanan Dinas ; e. Sewa kendaraan dalam Kota dapat diberikan kepada Pejabat Negara untuk keperluan pelaksanaan tugas di Tempat Tujuan. Sewa kendaraan sudah termasuk biaya untuk pengemudi, bahan bakar minyak, dan pajak; dan f. Biaya menjemput/mengantar jenazah. Biaya menjemput/ mengantar jenazah meliputi biaya bagi penjemput/pengantar, biaya pemetian dan biaya angkutan jenazah. 7. Tingkat Biaya SPD dan penyetaraan Golongan bagi Pegawai Tidak Tetap a. Biaya Perjalanan Dinas Jabatan, digolongkan dalam 3 (tiga) tingkat, yaitu : 1) Tingkat A untuk Ketua/Wakil Ketua dan Anggota pada Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Menteri, Wakil Menteri, pejabat setingkat Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, Ketua/Wakil Ketua/ Anggota Komisi, Pejabat Eselon I, dan Pejabat Lainnya yang setara; 2) Tingkat B untuk Pejabat Negara Lainnya, Pejabat Eselon II, dan Pejabat Lainnya yang setara; dan 3) Tingkat C untuk Pejabat Eselon III/PNS Golongan IV, Pejabat Eselon IV/PNS Golongan III, PNS Golongan II dan Golongan I. 121
b. Penyetaraan penggolongan untuk Pegawai Tidak Tetap yang melakukan Perjalanan Dinas untuk kepentingan negara diatur sebagai berikut : 1) Lulusan SLTA atau sederajat sampai dengan Diploma III disetarakan dengan Golongan II; 2) Lulusan Strata I, Strata II dan Diploma IV disetarakan dengan Golongan III; dan 3) Lulusan Strata III atau Doktoral disetarakan dengan Golongan IV. 8. Perjalanan Dinas Jabatan dalam rangka mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya (konsinyering) Perjalanan Dinas Jabatan dalam rangka mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya (konsinyering) diatur sebagai berikut : a. dilaksanakan dengan biaya Perjalanan Dinas Jabatan yang ditanggung oleh panitia penyelenggara; b. apabila tidak ditanggung oleh panitia penyelenggara, biaya Perjalanan Dinas Jabatan dimaksud dibebankan pada DIPA satuan kerja Pelaksana SPD; c. panitia penyelenggara menyampaikan pemberitahuan mengenai pembebanan biaya Perjalanan Dinas Jabatan dimaksud dalam surat/undangan mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya. d. kegiatan rapat/pertemuan di luar kantor hanya dapat dilaksanakan sepanjang melibatkan Eselon I lainnya. e. rincian biaya SPD dalam rangka rapat, seminar dan sejenisnya (konsinyering) sesuai dengan ketentuan biaya paket fullboard, fullday atau halfday dengan ketentuan : 1) Akun 521 untuk biaya akomodasi dan konsumsi (paket fullboard, fullday atau halfday) sesuai standar biaya sebagaimana Peraturan Menteri Keuangan; dan 2) Akun 524 untuk biaya selain akomodasi dan konsumsi. Selengkapnya sebagaimana tercantum dalam format 12 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. f. Penambahan jumlah hari bagi pelaksana SPD dan berhak mendapatkan biaya akomodasi dan uang harian secara penuh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : 1) sebanyak 1 (satu) hari sebelum dan/atau 1 (satu) hari sesudah hanya dapat diberikan bagi pelaksana SPD karena adanya kendala transportasi atau daerah terpencil; atau 2) sebanyak 1 (satu) hari sebelum atau 1 (satu) hari sesudah bagi pelaksana SPD dalam hal rapat/pertemuan dimulai sebelum Jam 09.00 waktu setempat atau selesai setelah jam 22.00 waktu setempat.
122
9. Tambahan dan Kelebihan Hari a. Dalam hal jumlah hari Perjalanan Dinas Jabatan melebihi jumlah hari yang ditetapkan dalam Surat Tugas/SPD dan tidak disebabkan oleh kesalahan/ kelalaian Pelaksana SPD dapat diberikan tambahan uang harian, biaya penginapan, uang representasi, dan sewa kendaraan dalam Kota; b. Tambahan uang harian, biaya penginapan, uang representasi, dan sewa kendaraan dalam Kota sebagaimana dimaksud dapat dimintakan kepada PPK untuk mendapat persetujuan dengan melampirkan dokumen berupa : 1) surat keterangan kesalahan/kelalaian dari Syahbandar/ Kepala Bandara/Penyedia Jasa Transportasi Lainnya; dan/atau 2) surat keterangan perpanjangan tugas dari pemberi tugas. c. Tambahan uang harian, biaya penginapan, uang representasi, dan sewa kendaraan dalam Kota tersebut tidak dapat dipertimbangkan untuk perjalanan dinas sebagai berikut : 1) menghadap Majelis Penguji Kesehatan; 2) memperoleh pengobatan berdasarkan surat keterangan; 3) mendapatkan pengobatan berdasarkan keputusan Majelis Penguji Kesehatan Pegawai Negeri; 4) mengikuti pendidikan setara Diploma/S1/S2/S3; 5) mengikuti pendidikan dan pelatihan; 6) menjemput/mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah; dan 7) menjemput/mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah. d. Dalam hal jumlah hari Perjalanan Dinas kurang dari jumlah hari yang ditetapkan dalam SPD, Pelaksana SPD harus mengembalikan kelebihan uang harian, biaya penginapan, uang representasi, dan sewa kendaraan dalam Kota yang telah diterimanya kepada PPK; dan e. Ketentuan pengembalian kelebihan uang harian, biaya penginapan, uang representasi, dan sewa kendaraan dalam Kota tersebut tidak berlaku untuk menjemput/mengantarkan ke tempat pemakaman jenazah. 10. Perjalanan Dinas Pindah a. Perjalanan Dinas Pindah dapat dilaksanakan oleh Pelaksana SPD beserta keluarga yang sah; b. Perjalanan Dinas Pindah dilakukan dalam rangka: 1) Pindah tugas dari Tempat Kedudukan yang lama ke Tempat Tujuan Pindah;
123
2) Pemulangan Pejabat Negara/Pegawai Negeri yang diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun atau mendapat uang tunggu dari Tempat Kedudukan ke Tempat Tujuan menetap; 3) Pemulangan keluarga yang sah dari Pejabat Negara/ Pegawai Negeri yang meninggal dunia dari tempat tugas terakhir ke Tempat Tujuan menetap; 4) Pemulangan Pegawai Tidak Tetap yang diberhentikan karena telah berakhir masa kerjanya dari Tempat Kedudukan ke tempat tujuan menetap, sepanjang diatur dalam perjanjian kerja; 5) Pemulangan keluarga yang sah dari Pegawai Tidak Tetap yang meninggal dunia dari tempat tugas yang terakhir ke tempat tujuan menetap, sepanjang diatur dalam perjanjian kerja; atau 6) Pengembalian Pejabat Negara/Pegawai Negeri yang mendapat uang tunggu dari Tempat Kedudukan ke Tempat Tujuan yang ditentukan untuk dipekerjakan kembali. c. Keluarga yang sah terdiri atas: 1) Isteri/suami yang sah sesuai ketentuan Undang-Undang Perkawinan yang berlaku; 2) Anak kandung, anak tiri, dan anak angkat yang sah menurut hukum yang berumur paling tinggi 25 (dua puluh lima) tahun pada waktu berangkat, belum pernah menikah, dan tidak mempunyai penghasilan sendiri; 3) Anak kandung, anak tiri, dan anak angkat yang sah menurut hukum yang berumur lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun, yang menurut surat keterangan dokter mempunyai cacat yang menjadi sebab ia tidak dapat mempunyai penghasilan sendiri; 4) Anak kandung perempuan, anak tiri perempuan, dan anak angkat perempuan yang sah menurut hukum yang berumur lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun yang tidak bersuami dan tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan 5) Di samping keluarga yang sah, bagi Pegawai Negeri paling rendah golongan IV atau pejabat eselon III diperkenankan pula untuk membawa pembantu rumah tangga sebanyak 1 (satu) orang. Pembantu rumah tangga dimaksud diberikan biaya sesuai tingkat penggolongan untuk Pegawai Negeri Golongan I. d. Biaya Perjalanan Dinas Pindah Komponen biaya Perjalanan Dinas Pindah terdiri atas: 1) Biaya transpor pegawai; 2) Biaya transpor keluarga; 3) Biaya pengepakan dan angkutan barang; dan/atau 4) Uang harian. 124
e. Biaya Perjalanan Dinas Pindah dimaksud dibayarkan secara lumpsum dan merupakan batas tertinggi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya; f. Komponen biaya Perjalanan Dinas Pindah dicantumkan pada Rincian Biaya Perjalanan Dinas sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan; g. Penggolongan tingkat biaya Perjalanan Dinas Pindah mengacu pada tingkat biaya Perjalanan Dinas Jabatan; h. Uang harian Perjalanan Dinas Pindah diberikan untuk pegawai bersangkutan dan masing-masing anggota keluarga yang sah dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Selama 3 (tiga) hari setelah tiba di tempat tujuan pindah/ menetap yang baru; 2) Paling lama 2 (dua) hari untuk tiap kali menunggu sambungan (transit) dalam hal perjalanan tidak dapat dilakukan langsung; 3) Sebanyak jumlah hari tertahan dalam hal pegawai yang bersangkutan jatuh sakit dalam Perjalanan Dinas Pindah, satu dan lain hal menurut keputusan KPA; atau 4) Sebanyak jumlah hari tertahan dalam hal pegawai yang sedang menjalankan Perjalanan Dinas Pindah mendapat perintah dari pejabat yang menerbitkan Surat Tugas untuk melakukan tugas lain guna kepentingan negara. i. Biaya Pengepakan dan Angkutan Barang diatur sebagai berikut : 1) Perhitungan biaya angkutan barang didasarkan pada: a) Satuan biaya yang berlaku sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya; b) Volume barang; dan c) Jarak antara tempat kedudukan dengan tempat tujuan. 2) Jarak antara tempat kedudukan dengan tempat tujuan tersebut ditetapkan menurut daftar jarak resmi atau menurut keterangan resmi dari instansi yang berwenang; 3) Dalam biaya pengepakan dan angkutan barang termasuk untuk bongkar muat dan penggudangan; 4) Biaya pengepakan dan angkutan barang dengan menggunakan angkutan darat diberikan 50% (lima puluh persen) dari satuan biaya sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai Standar Biaya, diberikan dalam hal Perjalanan Dinas Pindah dilakukan dalam jarak: a) Kurang dari 100 (seratus) kilometer di Pulau Jawa/ Madura; atau b) Kurang dari 50 (lima puluh) kilometer di luar Pulau Jawa/Madura.
125
j.
5) Satuan Volume Pengepakan dan Angkutan Barang yang digunakan sebagai dasar perhitungan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan. Perjalanan Dinas Pindah yang dilakukan dalam rangka pindah tugas atas permintaan sendiri tidak diberikan biaya Perjalanan Dinas.
11. Mekanisme Pembayaran Pembayaran biaya Perjalanan Dinas dilakukan melalui mekanisme UP dan/atau mekanisme Pembayaran Langsung (LS). a. Pembayaran biaya Perjalanan Dinas dengan mekanisme LS dilakukan melalui : 1) Perikatan dengan penyedia jasa; 2) Bendahara Pengeluaran; atau 3) Pelaksana SPD. b. Perjalanan Dinas Jabatan yang dilakukan perikatan dengan pihak penyedia jasa meliputi : 1) Perjalanan Dinas Jabatan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi yang melekat pada jabatan; dan 2) Perjalanan Dinas Jabatan dalam rangka mengikuti rapat, seminar dan sejenisnya 12. Kelebihan atau Kekurangan Pembayaran a. Pembayaran biaya Perjalanan Dinas Jabatan dengan mekanisme LS dilakukan melalui transfer dari Kas Negara ke rekening Bendahara Pengeluaran, pihak ketiga atau Pelaksana SPD; b. Dalam hal biaya Perjalanan Dinas Jabatan yang dibayarkan kepada Pelaksana SPD melebihi biaya Perjalanan Dinas Jabatan yang seharusnya dipertanggungjawabkan, kelebihan biaya Perjalanan Dinas Jabatan tersebut harus disetor ke Kas Negara melalui PPK; c. Penyetoran kelebihan pembayaran tersebut dilakukan dengan : 1) menggunakan Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSPB) untuk tahun anggaran berjalan; atau 2) menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) untuk tahun anggaran lalu. d. Dalam hal biaya Perjalanan Dinas Jabatan yang dibayarkan kepada Pelaksana SPD kurang dari yang seharusnya, dapat dimintakan kekurangannya; dan e. Pembayaran kekurangan biaya Perjalanan Dinas Jabatan dimaksud dapat dilakukan melalui mekanisme UP atau LS.
126
13. Pembatalan Perjalanan Dinas a. Dalam hal terjadi pembatalan pelaksanaan Perjalanan Dinas Jabatan, biaya pembatalan dapat dibebankan pada DIPA satuan kerja berkenaan; b. Dokumen yang dilampirkan dalam rangka pembebanan biaya pembatalan, meliputi : 1) Surat Pernyataan Pembatalan Tugas Perjalanan Dinas Jabatan dari atasan Pelaksana SPD, atau paling rendah Pejabat Eselon II bagi Pelaksana SPD di bawah Pejabat Eselon III ke bawah, yang dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan; 2) Surat Pernyataan Pembebanan Biaya Pembatalan Perjalanan Dinas Jabatan yang dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam format 13 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini; 3) Pernyataan/Tanda Bukti Besaran Pengembalian Biaya Transpor dan/atau biaya penginapan dari perusahaan jasa transportasi dan/atau penginapan yang disahkan oleh PPK. c. Biaya pembatalan yang dapat dibebankan pada DIPA satuan kerja tersebut meliputi : 1) biaya pembatalan tiket transportasi atau biaya penginapan; atau 2) sebagian atau seluruh biaya tiket transportasi atau biaya penginapan yang tidak dapat dikembalikan/refund. 14. Pertanggungjawaban Perjalanan Dinas a. Pelaksana SPD melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan selambatnya 5 (lima) hari kerja setelah selesai melakukan perjalanan dinas kepada Pemberi Tugas dan mempertanggungjawabkan biaya perjalanan kepada PPK; b. Laporan hasil kegiatan dibuat berdasarkan Surat Tugas yang memuat sekurang-kurangnya : 1) Nama, NIP, dan Jabatan pelaksana perjalanan dinas; 2) Maksud dan tujuan pelaksanaan perjalanan dinas; 3) Tempat, waktu dan pembebanan biaya perjalanan dinas; 4) Uraian pelaksanaan dan pokok-pokok hasil pelaksanaan; dan 5) Laporan perjalanan dinas yang dilaksanakan oleh lebih dari 1 (satu) orang namun untuk tujuan dan maksud yang sama maka cukup membuat 1 (satu) laporan dengan disertai uraian tugas masing-masing pelaksana SPD. c. Pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas meliputi dokumendokumen sebagai berikut : 1) Surat Tugas yang sah dari atasan pelaksana SPD; 127
2) SPD yang telah ditandatangani PPK dan pejabat ditempat pelaksanaan Perjalanan Dinas; 3) Tiket pesawat, boarding pass, airport tax, retribusi dan bukti pembayaran moda trasportasi lainnya; 4) Daftar Pengeluaran Riil sebagaimana format yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan; 5) Bukti pembayaran yang sah untuk biaya sewa kendaraan dalam kota bagi Pejabat Negara; dan 6) Bukti pembayaran hotel atau tempat menginap lainnya. E. Pengelolaan dan Penertiban Rekening Lingkup Kementerian Pertanian. Sejalan dengan upaya pemerintah terhadap pengelolaan dan penertiban rekening K/L, maka keberadaan rekening pemeirntah dilingkup Kementerian Pertanian perlu dilakukan penartausahaan sesuai dengan ketentuan. 1. Jenis Rekening Pemerintah Jenis rekening yang dapat dibuka oleh Kementerian Pertanian meliputi : a. Rekening Penerimaan Adalah rekening pada bank sentral/bank umum/Kantor pos yang dipergunakan untuk menampung uang pendapatan negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada Kantor/satuan kerja Kementerian Pertanian. b. Rekening Pengeluaran Adalah rekening pada bank sentral/bank umum/Kantor pos yang dipergunakan untuk menampung uang bagi keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada Kantor/satuan kerja Kementerian Pertanian. c. Rekening Lainnya Adalah rekening milik Kementerian Pertanian diluar rekening penerimaan dan rekening pengeluaran. Rekening lainnya dapat dibuka apabila dipergunakan sesuai bidang khusus yang berkaitan dengan bidang tugasnya. Adapun yang dapat dikategorikan sebagai Rekening lainnya yaitu : 1) Rekening Penampungan Sementara Rekening untuk menampung penerimaan sementara untuk tujuan tertentu; 2) Rekening Penampungan Dana Jaminan Rekening yang dipergunakan untuk menampung dana jaminan pihak ketiga yang nantinya akan dikembalikan lagi kepada yang berhak; 3) Rekening Penampungan Dana Titipan Rekening yang dipergunakan untuk menampung dana titipan apabila terjadi kasus hukum yang mengharuskan untuk dilakukan sitaan dana; 4) Rekening Sumbangan dan penerimaan lainnya dari dalam dan luar negeri 128
Rekening yang dipergunakan untuk menampung sumbangan/hibah langsung dalam bentuk uang kas kepada K/L; 5) Rekening operasional BLU Rekening yang dipergunakan untuk menampung seluruh penerimaan dan membayar seluruh pengeluaran BLU yang dananya bersumber dari PNBP BLU pada Bank Umum; 6) Rekening pengelolaan Kas BLU Rekening lainnya pada BLU untuk penempatan idle cash pada Bank Umum yang terkait dengan pengelolaan Kas BLU; dan 7) Rekening Dana Kelolaan BLU Untuk menampung dana antara lain Dana bergulir atau dana yang belum menjadi hak BLU. 2. Pembukaan Rekening Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Kantor/Satker selaku PA/KPA dapat membuka rekening dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : a. nama rekening menggunakan nama instansi; b. rekening dibuka untuk keperluan dinas sesuai dengan bidang khusus yang berkaitan dengan bidang tugasnya; c. rekening dibuka jika benar benar-benar diperlukan; d. pembukaan rekening setelah mendapatkan persetujuan dari Kuasa BUN; e. apabila rekening sudah dibuka terlebih dahulu dari peraturan tentang pengelolaan rekening, agar segera mengajukan permohonan ijin pembukaan rekening kepada Kuasa BUN; dan f. melaporkan rekening yang dikelola sesuai dengan ketentuan. 3. Rekening Penerimaan dan Pengeluaran Prosedur pembukaan Rekening Penerimaan dan/atau Rekening Pengeluaran pada Kementerian Pertanian diatur sebagai berikut : a. Sebelum membuka rekening, Kementerian Negara/Kantor/ Satker menyampaikan permohonan persetujuan pembukaan rekening penerimaan dan/atau pengeluaran sebagaimana tercantum dalam format 14 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini kepada Kepala KPPN mitra kerjanya dengan melampirkan : 1) Fotocopy dokumen pelaksanaan anggara (DIPA); dan 2) Surat pernyataan tentang penggunaan rekening. b. Apabila permohonan tersebut tidak memenuhi ketentuan diatas, Kepala KPPN berwenang menolak untuk memberikan persetujuan; c. Dalam hal Bendahara Pengeluaran dibantu oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP), Kepala KPPN selaku Kuasa BUN didaerah dapat memberikan persetujuan pembukaan rekening BPP; d. Pemberian izin pembukaan rekening BPP didasarkan kepada Surat Keputusan Pengangkatan BPP dan harus sejalan dengan 129
program penerapan Sistem Treasury National Pooling (TNP) pada Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan; dan e. Bank Indonesia/Bank Umum/Kantor Pos wajib menolak permintaan pembukaan rekening oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Kantor/Satuan Kerja selaku PA/KPA tanpa adanya persetujuan tertulis dari Kepala KPPN. 4. Rekening Lainnya Prosedur pembukaan Rekening Lainnya pada Kementerian Pertanian adalah sebagai berikut : a. Surat izin permohonan pembukaan Rekening Lainnya diusulkan oleh Satuan Kerja secara berjenjang kepada Sekretaris Jenderal melalui Eselon I terkait dengan menjelaskan perihal tujuan pembukaan rekening dan sumber dana yang akan ditampung serta menyebutkan jumlah rekening yang akan dibuka, jika permohonan pembukaan rekeningnya lebih dari satu rekening, sebagaimana tercantum dalam format 15 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. b. Surat Permohonan Izin Pembukaan Rekening Lainnya harus dilampiri dengan : 1) Surat Pernyataan Penggunaan Rekening Lainnya yang ditandatangani oleh Kepala Kantor/Satker yang mengajukan permohonan, sebagaimana tercantum dalam format 16 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. 2) Surat perjanjian kesepakatan/MOU atau dokumen lainnya yang disetarakan. c. Berdasarkan atas usulan dari Eselon I terkait, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian mengajukan permintaan izin pembukaan Rekening Lainnnya kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan. d. Satuan Kerja harus melaporkan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pembukaan rekening dengan tembusan disampaikan kepada Sekretaris Jenderal melalui Eselon I terkait sebagaimana tercantum dalam format 17 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. e. Khusus untuk Satker BLU, rekening lainnya dapat dibuka mendahului dari permohonan izin pembukaannya dan harus dilaporkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak rekening dibuka. 5. Pelaporan Rekening Tata cara pelaporan rekening milik Kementerian Pertanian diatur sebagai berikut : a. Menteri/Kepala Kantor/Satuan Kerja selaku PA/KPA wajib melaporkan rekening yang telah dibuka paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pembukaan dengan menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam format 18 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. b. Laporan pembukaan rekening disampaikan kepada : 130
1) Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk PA/KPA yang pembayarannya dilaksanakan oleh Direktorat Pengelolaan Kas Negara. 2) Kepala KPPN untuk PA/KPA yang pembayarannya dilaksanakan oleh KPPN. 3) Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian c.q Kepala Biro Keuangan dan Perlengkapan. c. Rekening yang telah mendapatkan persetujuan dari Kuasa BUN harus dilaporkan dan disajkan dalam daftar lampiran pada Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja bersangkutan. d. Laporan dimaksud disampaikan setiap akhir semester oleh Kepala Kantor/Satuan Kerja perihal rekening pemerintah yang dikelolanya kepada Eselon I yang bersangkutan dengan tembusan disampaikan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian c.q Kepala Biro Keuangan dan Perlengkapan. Format laporan dengan menggunakan form sebagaimana tercantum dalam format 19 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. 6. Penutupan Rekening Rekening lingkup Kementerian Pertanian yang sudah tidak digunakan lagi atau penggunaannya sudah tidak sesuai dengan tujuan pembukaannya harus segera ditutup oleh Menteri/pimpinan lembaga/Satuan kerja dan saldonya dipindahbukukakan ke Rekening kas Umum Negara serta menyampaikan bukti pemindahbukuan ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat Pengelolaan Kas Negara (PKN). Penyetoran/Pemindahbukuan menggunakan kode Akun : 423931 pendapatan dari penutupan rekening. Bendahara Umum Negara (BUN)/Kuasa BUN berwenang menutup Rekening dan memindahbukukan saldonya ke rekening Kas Umum Negara jika : a. Rekening yang tidak lagi digunakan sesuai dengan tujuan pembukaanya, tetapi tidak ditutup oleh Menteri/pimpinan lembaga/Kepala Kantor/Satuan kerja; b. Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Kantor/Satuan Kerja dalam waktu 30 (tiga puluh hari) kerja setelah tanggal pembekuan sementara tidak melaksanakan tindak lanjut atas rekening yang dibekukan. Penutupan dan/atau pemindahbukuan rekening harus dilaporkan kepada : a. Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk PA/KPA yang pembayarannya dilaksanakan oleh Direktorat Pengelolaan Kas Negara; b. Kepala KPPN untuk PA/KPA yang pembayarannya dilaksanakan oleh KPPN setempat; dan c. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian c.q Kepala Biro Keuangan dan perlengkapan. 131
7. Sanksi Bendahara Umum Negara/Kuasa BUN berwenang mengenakan sanksi berupa Pembekuan sementara Rekening dan Penutupan Rekening dalam hal : a. Pembekuan Sementara rekening Bendahara Umum Negara/Kuasa BUN dapat memberikan sanksi berupa Pembekuan Sementara dalam hal : Menteri/pimpinan Lembaga/Kepala Kantor/Satuan Kerja : 1) membuka rekening tanpa persetujuan BUN/Kuasa BUN; 2) Tidak melaporkan pembukaan rekening yang dilakukannya kepada BUN paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pembukaan rekening; 3) Tidak mengajukan permohonan persetujuan kepada BUN/Kuasa BUN atas rekening yang dibuka sebelum berlakunya Undang Undang tentang pengelolaan dan Penertiban rekening; dan 4) Tidak menyajikan rekening yang dikelolanya dalam Laporan Keuangan K/L/Kantor/satuan Kerja. b. Penutupan Rekening Rekening yang telah dibekukan sementara oleh BUN/Kuasa BUN pusat yang tidak mendapatkan respon dari Kementerian Negara/Lembaga sampai batas waktu yang ditentukan akan ditutup dan saldonya dipindahbukuakan ke Rekening Kas Umum Negara. c. Pencabutan Sanksi Pembekuan Sementara rekening Bendahara Umum Negara/Kuasa BUN berwenang mencabut sanksi Pembekuan Sementara dalam hal : 1) Rekening yang dibuka telah memperoleh persetujuan BUN/Kuasa BUN; 2) Menteri/Pimpinan Lembaga telah melaporkan pembukaan rekening BUN/Kuasa BUN; 3) Telah mengajukan permohonan persetujuan kepada BUN/Kuasa BUN atas rekening yang dibuka sebelum berlakunya PMK. Nomor No.57/PMK.05/2007; dan 4) Telah memperbaiki laporan keuangan dengan menyajikan rekening yang dikelolanya dalam Laporan Keuangan K/L/ Kantor/satuan Kerja. Pencabutan sanksi pembekuan sementara rekening dilaksanakan oleh BUN/Kuasa BUN dengan menyampaikan permintaan tertulis kepada bank sentral/Bank umum/Kantor pos dengan tembusan kepada Menteri/pimpinan Lembaga/Kantor/Satuan Kerja bersangkutan 8. Pengelolaan rekening Satuan Kerja BLU Badan Layanan Umum (BLU) merupakan instansi dilingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan keuntungan dan dalam melakukan kegiatanya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Untuk mencapai 132
itu satker BLU diberikan keleluasaan lebih dibanding satker biasa, demikian pula dalam pengelolaan rekening. Jika satker yang menggunakan dana APBN pada umumnya hanya memiliki rekening penerimaan dan pengeluaran, maka untuk satker BLU diperkenankan untuk memiliki 3 (tiga) rekening yaitu : a. Rekening Pengelolaan Kas Rekening ini dipergunakan untuk penempatan idle cash pada bank umum dalam rangka pengelolaan kas BLU. Yang dimaksud dengan idle cash yaitu dana yang sudah menjadi milik BLU yang belum dipergunakan untuk waktu tertentu. BLU pada umumnya menggunakan rekening deposito, karena pada intinya pembukaan rekening ini adalah untuk mendapatkan bunga semaksimal mungkin dari bank umum. b. Rekening Operasional Rekening ini dipergunakan untuk menampung seluruh penerimaan dan membayar seluruh pengeluaran BLU yang dananya bersumber dari PNBP pada bank umum. Pada umumnya satker BLU memiliki cukup banyak rekening operasional baik penerimaan maupun pengeluaran denga alasan untuk mempermudah operasional satker. c. Rekening Dana Kelolaan Rekening ini dipergunakan untuk menampung dana yang tidak dapat dimasukan dalam klasifikasi rekening pengelolaan kas maupun rekening operasional. Biasanya rekening ini menampung dana yang belum menjadi hak BLU, misalnya dana jaminan, dana titipan, dana bergulir dan lain-lain. 9. Tatacara Pembukaan Rekening BLU Rekening BLU yaitu rekening lainnya, oleh karena itu semua ijin rekening BLU dikeluarkan oleh Kuasa Bendahara Umum negara Pusat, yaitu Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat pengelolaan Kas Negara. Oleh karena itu tata cara pembukaan rekening BLU sama dengan Rekening Lainnya.
133
BAB V PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) DAN HIBAH A. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 1. Jenis PNBP dan Kode Akun Pendapatan. Jenis PNBP terdiri atas : a. Penerimaan Umum pada Kementerian Pertanian, terdiri dari: 1) Penerimaan kembali anggaran tahun anggaran lalu (sisa anggaran); 2) Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan Negara; 3) Penerimaan hasil penyewaan barang milik/kekayaan negara; 4) penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro); 5) Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi dan tuntutan perbendaharaan); 6) Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan; dan 7) Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang. b. Penerimaan fungsional yang berlaku pada Kementerian Pertanian, terdiri dari : 1) Penerimaan dari hasil pembibitan ternak dan hijauan makanan ternak; 2) Penerimaan dari penetapan Pendaftaran dan Pengujian Mutu Obat Hewan; 3) Penerimaan dari pendapatan perubahan harga hasil produksi Pusat Veteriner; 4) Penerimaan dari penjualan hasil samping pendidikan dan pelatihan; 5) Penerimaan dari penjualan Embrio Ternak untuk bibit; 6) Penerimaan dari penjualan Obat Hewan, Vaksin dan Semen Beku; 7) Penerimaan dari jasa persewaan fasilitas dan Kerja Sama Operasional; 8) Penerimaan dari jasa Karantina Tumbuhan dan Hewan; 9) Penerimaan dari jasa pelayanan Diagnosa Penyakit Hewan; 10) Penerimaan dari jasa Pemeriksaan Lapangan dan Pengujian Benih Tanaman Pangan; 11) Penerimaan dari jasa pelayanan Teknologi, Penelitian dan Pengembangan; 12) Penerimaan dari penyelenggaraan jasa Pendidikan Pertanian; dan 13) Penerimaan dari Pendapatan Hak dan Perijinan.
134
c. Kode Akun Pendapatan lingkup Kementerian Pertanian meliputi : NO.
KODE AKUN
URAIAN PENDAPATAN PNBP LAINNYA.
I
423
Pendapatan dari Pengelolaan BMN (Pemanfaatan dan Pemindahtanganan) serta Pendapatan dari Penjualan 1
4231
Pendapatan Penjualan Hasil Produksi/Sitaan - Pendapatan Perkebunan
Penjualan
Hasil
Pertanian,
42311 Kehutanan
dan
423111
- Pendapatan Penjualan Hasil Peternakan dan Perikanan
423112
- Pendapatan Penjualan Obat-obatan dan Hasil Farmasi Lainnya
423115
- Pendapatan Penjualan Informasi, Penerbitan, Film, Survey, 423116 Pemetaan & hasil Cetakan lain
2
3
II
- Pendapatan Penjualan Dokumen-dokumen Pelelangan
423117
- Pendapatan Penjualan Lainnya
423119
Pendapatan dari Pemindahtanganan BMN
42312
- Pendapatan dan Penjualan Tanah, Gedung, dan Bangunan
423121
- Pendapatan dan Penjualan Peralatan dan Mesin
423122
- Pendapatan Penjualan Aset Bekas Milik Asing/Cina
423124
- Pendapatan dan Pemindahtanganan BMN Lainnya
423129
Pendapatan dan Pemanfaatan BMN
42314
- Pendapatan Sewa Tanah, Gedung dan Bangunan
423141
- Penapatan Sewa Peralatan dan Mesin
423142
- Pendapatan dan Bangun Guna Serah (BGS)
423147
- Pendapatan dan Bangun Serah Guna (BSG)
423148
- Pendapatan dan Pemanfaatan BMN Lainnya
423149
Pendapatan Jasa 1
Pendapatan Jasa
4232 I
42321
135
NO.
2
-
Pendapatan Hak dan Perijinan.
423214
-
Pendapatan Sensor/Karantina, Pengawasan/Pemeriksaan
423215
-
Pendapatan Jasa Tenaga, Pekerjaan, Informasi, Pelatihan, Teknologi sesuai dengan Tugas dan Fungsi Masing-masing Kementerian dan Pendapatan DJBC
423216
Pendapatan Jasa -
3
III
IV
II
Pendapatan Jasa Lembaga Keuangan ( Jasa Giro )
42322 423221
Pendapatan Jasa Lainnya
42329
-
423291
Pendapatan Jasa Lainnya
Pendapatan Pendidikan
4235
Pendapatan Pendidikan
42351
-
Pendapatan Uang Pendidikan
423511
-
Pendapatan Uang Ujian Masuk, Kenaikan Tingkat dan Akhir Pendidikan
423512
-
Pendapatan Uang Ujian untuk Menjalankan Praktek
423513
-
Pendapatan Pendidikan Lainnya
423519
Pendapatan Denda Pendapatan Denda Keterlambatan Penyelesaian Pekerjaan Pemerintah
VI
KODE AKUN
URAIAN
42375 423752
Pendapatan Lain-lain
4239
Pendapatan dari Penerimaan Kembali Tahun Anggaran Yang Lalu
42391
-
Penerimaan Kembali Belanja Pegawai Pusal TAYL
423911
-
Penerimaan Kembali Belanja Pensiun TAYL
423912
-
Penerimaan Kembali Belanja Lainnya TAYL
423913
-
Penerimaan Kembali Belanja Lainnya Pinjaman Luar Negeri TAYL
423914
-
Penerimaan Kembali Belanja Lainnya Hibah TAYL
423915
-
Penerimaan Kembali Belanja Swadana TAYL
423916 136
NO.
KODE AKUN
URAIAN -
Penerimaan Kembali Transfer Ke Daerah TAYL
423917
Pendapatan Pelunasan Piutang
42392
-
Pendapatan Pelunasan Piutang Non Bendahara
423921
-
Pendapatan Pelunasan Ganti Rugi atas Kerugian yang Didenta Oleh Negara(Masuk TP/TGR) Bendahara
423922
Pendapatan dan Penutupan Rekening -
Pendapatan dan Penutupan Rekening
42393 423931
Pendapatan Lain-lain
42399
-
Penerimaan Kembali Persekot/Uang Muka Gaji
423991
-
Pendapatan Anggaran Lain-lain
423999
PENDAPATAN BADAN LAYANAN UMUM
424
Pendapatan Jasa Layanan Umum
4241
Pendapatan Penyediaan Barang dan Jasa Kepada Masyarakat
42411
1
Pendapatan Jasa Pelayanan Tenaga, Pekerjaan, Informasi, Pelatihan danTeknologi
424113
2
Pendapatan Penyediaan Barang
424118
3
Pendapatan Jasa Penyediaan Barang dan Jasa Lainnya
424119
2. Pengelola PNBP Pada Kementerian Pertanian. Pengelola PNBP yaitu Kepala Kantor/Satker/KPA dan Bendahara Penerimaan serta dapat dibantu oleh Staf Pengelola PNBP. Tugas dan kewenangan dalam pengelolaan PNBP, adalah sebagai berikut: a. Kepala Kantor/Satker/KPA ; 1) Mengusulkan calon Bendahara Penerimaan kepada Menteri Pertanian melalui pimpinan Unit Eselon I yang bersangkutan; 2) Menunjuk/mengangkat Staf Pengelola PNBP (apabila diperlukan); 3) Melaksanakan intensifikasi, ekstensifikasi dan optimalisasi PNBP baik yang bersifat umum maupun fungsional; dan 4) Melakukan pengawasan terhadap Bendahara Penerimaan/Staf Pengelola PNBP. 137
b. Bendahara Penerimaan. 1) Melakukan penagihan-penagihan atas PNBP baik yang bersifat umum maupun fungsional; 2) Menyetorkan PNBP secepatnya ke Rekening Kas Negara; 3) Melakukan monitoring seluruh PNBP baik yang bersifat umum maupun fungsional yang diterima/disetor oleh petugas lain (Bendahara Pengeluaran/Petugas Penyetor) yang ada pada Satker/Unit Pelaksana Teknis yang bersangkutan; 4) Melakukan pembukuan sesuai dengan ketentuan; 5) Melakukan rekonsiliasi internal antara dengan Petugas SAI dan Staf Pengelola PNBP yang dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi setiap bulan yang diketahui oleh Kepala Kantor/Satker/KPA, sebelum dilakukan rekonsiliasi eksternal dengan KPPN. Berita Acara Rekonsiliasi sebagaimana tercantum dalam format 20 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini; dan 6) Membuat dan menyampaikan laporan LPJ PNBP kepada KPPN setempat, Menteri Pertanian dan Badan Pemeriksa Keuangan secara bulanan paling lambat 5 (lima) hari kerja bulan berikutnya disertai salinan rekening koran dari Bank/Pos untuk bulan berkenaan. 3. Penyusunan dan Pengusulan Estimasi/Target PNBP Setiap tahun Satker wajib mengajukan/mengusulkan Target PNBP tahun yang akan datang ke Unit Eselon I terkait untuk selanjutnya Unit Eselon I menyampaikan ke Sekretaris Jenderal c.q. Biro Keuangan dan Perlengkapan. Dokumen usulan target PNBP sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Latar Belakang; b. Visi dan Misi; c. Tugas Pokok dan Fungsi; d. Target dan realisasi PNBP tahun sebelumnya dan prediksi target 1 (satu) tahun yang akan datang yang disusun per Mata Anggaran Penerimaan (MAP) berdasarkan Jenis Penerimaan dan dituangkan dalam aplikasi TRPNBP dan RKAKL/DIPA; e. Rencana Target PNBP disusun berdasarkan Jenis dan Tarif PNBP yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Pertanian dilengkapi dengan rincian satuan volume dari masing-masing Jenis dan Tarif PNBP selama 1 (satu) tahun; f. Usulan Kegiatan yang akan dibiayai dari Dana PNBP untuk tahun yang akan datang harus dilengkapi dengan RAB; 138
g. Besaran pagu pengeluaran dihitung berdasarkan formula (rencana PNBP Penerimaan Fungsional dikalikan besaran Izin Penggunaan PNBP); h. lzin penggunaan PNBP dari Menteri Keuangan merupakan batas tertinggi, oleh karena itu pagu penggunaan ditetapkan berdasarkan RAB dan Output yang akan dicapai; i. Output dan Outcome dari penggunaan PNBP; j. Waktu pengajuan data target Indikatif PNBP dari Satker ke Unit Eselon I paling lambat bulan Desember TA-2 untuk dilakukan penelaahan/penelitian dan penggabungan. Selanjutnya Unit Eselon I mengajukan usulan tersebut ke Sekretaris Jenderal c.q. Biro Keuangan dan Perlengkapan paling lambat bulan Januari TA1 untuk disampaikan ke Menteri Keuangan c.q. Direktorat PNBP; k. Waktu pengajuan data Target Defenitif PNBP dari Satker ke Unit Eselon I paling lambat bulan Februari TA-1 untuk dilakukan penelaahan/penelitian dan penggabungan. Selanjutnya Unit Eselon I mengajukan usulan tersebut ke Sekretaris Jenderal c.q. Biro Keuangan dan Perlengkapan paling lambat bulan Maret TA-1 dan dilakukan penelaahan/penelitian untuk disampaikan ke Menteri Keuangan c.q. Direktorat PNBP paling lambat tanggal 15 Maret; dan l. Pengajuan Revisi Target dan Pagu PNBP dapat dilakukan bila ada kelebihan realisasi PNBP atas Target PNBP yang direncanakan dalam APBN. Kelebihan realisasi PNBP dapat digunakan oleh Satker penghasil sesuai dengan izin penggunaan PNBP yang berlaku dan paling lambat disampaikan ke Menteri Keuangan akhir bulan September tahun berjalan. 4. Tata Cara dan Prosedur Penetapan Tarif PNBP Seluruh pungutan atas jasa layanan kepada masyarakat yang tidak ada dalam Peraturan Pemerintah tentang jenis dan tarif atas jenis PNBP, tidak dapat dipungut sebagai PNBP. Untuk dapat melakukan pemungutan, setiap Satker harus mengajukan terlebih dahulu Usulan Jenis dan Tarif PNBP yang dikehendaki beserta justifikasi/argumentasinya ke Unit Eselon I terkait. Selanjutnya Unit Eselon-I menyampaikan ke Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Cq.Kepala Biro Keuangan dan Perlengkapan untuk dibahas/ditelaah dengan memperhatikan : a. dampak pengenaan terhadap masyarakat dan kegiatan usahanya; b. biaya penyelenggaraan kegiatan pemerintah sehubungan dengan jenis PNBP yang bersangkutan; dan c. aspek keadilan dalam pengenaan beban kepada masyarakat.
139
Hasil dari kompilasi seluruh usulan dari Unit Eselon I tersebut oleh Menteri Pertanian disampaikan ke Menteri Keuangan untuk diproses dan dijadikan dasar penerbitan Peraturan Pemerintah tentang Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian Pertanian. 5. Usulan Izin Penggunaan Dana PNBP Satker penghasil PNBP atas Jenis Penerimaan Fungsional dapat mengusulkan izin penggunaan dan disampaikan secara berjenjang melalui Eselon I yang bersangkutan untuk dilakukan penelitian/ pembahasan dan selanjutnya disampaikan ke Sekretaris Jenderal untuk disampaikan ke Menteri Keuangan melalui Direktorat PNBP untuk dilakukan pembahasan/penelaahan lebih lanjut. Usulan tersebut disampaikan dalam bentuk proposal izin penggunaan dan sekurang-kurangnya memuat : a. latar belakang; b. tujuan penggunaan PNBP; c. tugas dan fungsi; d. kegiatan yang dianggarkan untuk dibiayai oleh instansi pengguna PNBP (disertai dengan rincian anggaran biaya); e. target dan realisasi PNBP selama 3 tahun berjalan; f. tarif atas jenis penerimaan fungsional; g. output dan outcome dari penggunaan PNBP; dan h. usulan besaran izin penggunaan. 6. Pengelolaan PNBP pada Kementerian Pertanian. Pengelolaan PNBP lingkup Kementerian Petanian diatur sebagai berikut : a. Menagih/Memungut/Menerima (Penerimaan Umum dan Fungsional). 1) Cara dan Waktu Pemungutan PNBP. a) cara pemungutan dapat dilakukan langsung/tidak langsung atau dilakukan dengan pemotongan melalui Surat Perintah Membayar (SPM)/Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D); b) pemungutan langsung, dilakukan pada saat penandatanganan perjanjian/kontrak, penyerahan barang/jasa, pelayanan fasilitas atau pada saat-saat tertentu secara berkala atau berdasarkan perjanjian/kontrak yang telah ditentukan; dan c) pemungutan tidak langsung, penyetoran dilakukan oleh pihak Stakeholder (pemangku kepentingan) dan menyampaikan bukti setor berupa SSBP ke Bendahara Penerimaan.
140
2) Bukti Pungutan. Bendahara Penerimaan wajib membuat bukti pungutan pada saat menerima pembayaran dari wajib bayar. Bukti pungutan berupa kuitansi yang lengkap dan jelas, sekurang-kurangnya dibuat rangkap dua : a) lembar pertama untuk wajib bayar; dan b) lembar kedua untuk arsip Bendahara yang bersangkutan. b. Menyimpan Penerimaan PNBP berupa uang tunai yang belum sempat disetor ke rekening Kas Negara dapat disimpan dengan memperhatikan halhal sebagai berikut : 1) menyimpan uang tunai dalam brankas; 2) menyimpan dalam rekening atas nama Instansi pada Bank Pemerintah sampai saat/waktu penyetoran tiba; 3) dilarang menyimpan hasil PNBP : a) dalam penguasaan pribadi; b) lebih dari batas waktu yang ditetapkan; c) atas nama pribadi pada Bank Pemerintah; dan d) pada Bank Swasta atau lembaga keuangan bukan Bank. c. Tata cara penyetoran dan Sanksi. 1) Tata cara penyetoran. Penerimaan Umum dan Fungsional yang diterima oleh Bendahara Penerimaan/Petugas Penyetor, harus disetorkan seluruhnya ke rekening Kas Negara setempat melalui Bank Pemerintah/Bank Persepsi/Giro Pos terdekat dengan menggunakan formulir Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP). Dalam hal penyetoran dilakukan oleh Bendahara Penerimaan, maka SSBP dibuat dalam rangkap 5 (lima), yang diperuntukkan bagi : a) Lembar 1 dan lembar 4 untuk Bendahara Penerimaan; b) Lembar 2 dan lembar 3 untuk KPPN (lembar ke 3 untuk Unit Pengelola PNBP melalui seksi Bank Persepsi/Giro Pos ); dan c) Lembar 5 untuk arsip pada Bank Persepsi/Giro Pos bersangkutan. Bendahara Penerimaan/Petugas Penyetor PNBP menyampaikan SSBP lembar 4 kepada Bendahara Pengeluaran yang selanjutnya digunakan sebagai lampiran SPP. Kegiatan yang dibiayai oleh PNBP Kementerian/Lembaga atau Kantor/Satker wajib segera menyetorkan seluruh saldo PNBP yang masih tersisa pada akhir Tahun Anggaran ke rekening Kas 141
Negara sesuai Akun Pendapatan. Setiap bukti setoran PNBP harus mencantumkan secara jelas : a) Nomor Urut; b) Nama Satker; c) Unit Eselon I; d) Lokasi/Provinsi; e) Jenis Penerimaan; dan f) Mata Anggaran Penerimaan (MAP). Tatacara penyetoran yang berasal dari pengembalian sisa anggaran tahun anggaran yang lalu menggunakan SSBP, sedangkan penyetoran yang berasal dari pengembalian sisa anggaran tahun anggaran berjalan menggunakan Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSPB). 2) Sanksi Apabila Bendahara Penerimaan/Petugas Penyetor lalai/ terlambat menyetor PNBP dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. d. Pembukuan. Pembukuan PNBP dimaksudkan sebagai suatu aktifitas yang berfungsi untuk memberikan informasi tentang penerimaan dan penyetoran yang terdapat pada Satker. Bendahara Penerimaan wajib mempunyai Buku Kas Umum (BKU) dan Buku Pembantu serta wajib melakukan pembukuan terhadap seluruh penerimaan yang diperolehnya. Pembukuan tersebut dapat dilakukan dengan tulis tangan atau komputer. Pencatatan dalam BKU harus didasarkan pada bukti yang lengkap, antara lain untuk pungutan/penerimaan berupa : (1) Surat Bukti Setor, (2) Copy SPM/SP2D dan (3) Bukti-bukti lain. Sedangkan untuk bukti penyetoran meliputi : (1) SSBP dan (2) Nomor Transaksi Bank dan Nomor Tanda Penerimaan Negara (NTPN). Dokumen sumber pembukuan Bendahara Penerimaan, dibukukan dalam Buku Kas Umum dan buku-buku pembantu, sebagai berikut: 1) Target Anggaran atau rencana penerimaan yang tertuang dalam DIPA, dibukukan di sisi debet dan kredit (in-out) pada BKU, dan dicatat sebagai pagu penerimaan pada Buku Pengawasan Anggaran Pendapatan; 2) Surat Bukti Setor (SBS) yang merupakan tanda terima dari Satker/Bendahara Penerimaan kepada wajib setor, dibukukan di sisi debet pada BKU, Buku Pembantu Kas, dan buku pembantu terkait, serta dibukukan secara akumulatif pada 142
3)
4)
5)
6)
kolom mata anggaran berkenan pada Buku Pengawasan Anggaran Pendapatan; SSBP yang dinyatakan sah yang merupakan setoran Bendahara Penerimaan ke Kas Negara sehubungan dengan penerimaan SBS tersebut pada butir 2 di atas, dibukukan di sisi kredit pada BKU, Buku Pembantu Kas, buku pembantu terkait, serta dibukukan sebagai penyetoran pada Buku Pengawasan Anggaran Pendapatan; SSBP yang dinyatakan sah yang merupakan setoran langsung dari wajib setor ke Kas Negara, dibukukan di sisi debet dan sisi kredit (in-out) pada BKU, serta dicatat pada kolom sesuai mata anggaran berkenaan pada Buku Pengawasan Anggaran Pendapatan, dan sekaligus berfungsi sebagai penyetoran pada Buku Pengawasan Anggaran Pendapatan; Pada dasarnya bendahara wajib membukukan dan mempertanggungjawabkan seluruh uang yang diterimanya. Untuk mengantisipasi kemungkinan adanya penerimaan bendahara di luar aktivitas tersebut di atas, pembukuan dilakukan sebagai berikut : a) Bukti penerimaan lainnya dibukukan di sisi debet pada BKU, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu Lain-lain; dan b) SSBP yang dinyatakan sah, yang merupakan setoran atas penerimaan lain-lain, dibukukan di sisi kredit pada BKU, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu Lain-lain. Perbaikan kesalahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a) Mencoret angka yang salah dengan dua garis lurus sehingga tulisan yang semula masih dapat dibaca, kemudian diparaf dan selanjutnya ditulis angka yang benar; b) Terlebih dahulu membukukan kembali (contra pos) pembukuan yang salah dengan mencatat pada sisi penerimaan BKU apabila kesalahan tersebut adalah kesalahan pembukuan penyetoran/pengeluaran, kemudian dilakukan pembukuan yang sebenarnya, demiklian pula sebaliknya; dan c) Membukukan kurang/lebihnya dalam BKU. Cara ini dapat diterapkan apabila kesalahan pembukuan diketahui pada bulan berjalan sebelum BKU ditutup. Tetapi apabila kesalahan pembukuan baru diketahui pada bulan berikutnya setelah BKU ditutup maka cara perbaikannya adalah dengan cara seperti pada poin b).
143
e. Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) PNBP (Umum dan Fungsional). LPJ PNBP dibuat setiap bulan dan disampaikan selambatlambatnya pada tanggal 5 bulan berikutnya. LPJ Bendahara Penerimaan/Petugas Penyetor mencakup dua jenis PNBP (Umum dan Fungsional). Penyampaian LPJ PNBP dilengkapi dengan format sebagaimana tercantum dalam format 21, format 22 dan format 23 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. Masing-masing jenis penerimaan tersebut pada LPJ PNBP harus dilampirkan bukti-bukti pendukung yang antara lain terdiri dari : 1) SSBP Penerimaan Umum dan Fungsional, sebagaimana tercantum dalam format 24 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini; 2) Copy SPM sepanjang penerimaan yang dipotong melalui daftar gaji; 3) Copy Nota Debet dari bank atas jasa giro yang dipindah bukukan; dan 4) Surat Bukti Setor dan bukti-bukti pendukung lainnya. LPJ PNBP selain dibuat secara manual diharuskan juga menginput data realisasi PNBP ke dalam aplikasi TRPNBP. LPJ PNBP Umum dan Fungsional yang dibuat oleh Bendahara Penerimaan/Petugas Penyetor disampaikan kepada : 1) Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian cq. Kepala Biro Keuangan dan Perlengkapan; 2) Pimpinan Unit Eselon-I yang bersangkutan; 3) Kepala KPPN setempat; dan 4) Badan Pemeriksa Keuangan Hal-hal yang perlu mendapat perhatian Bendahara Penerimaan dalam membuat LPJ tersebut diatas adalah sebagai berikut : 1) Apabila dalam suatu bulan tidak terdapat penerimaan/penyetoran maka laporan tetap dibuat dengan laporan " Nihil "; 2) LPJ tidak dibenarkan digabung untuk beberapa bulan, melainkan harus dibuat setiap bulan; 3) Penerimaan dan penyetoran Tahun Anggaran yang lalu tidak dibenarkan dimasukan pada penerimaan/penyetoran Tahun Anggaran berjalan (kas stelsel); dan 4) Bukti setor dan tanda bukti pengeluaran/kuitansi penerimaan harus dicantumkan dengan jelas Jenis Penerimaan, lokasi dan nama dan kode kantor/ Satker yang bersangkutan. 7. Penyelenggaraan Kegiatan Yang Dibiayai PNBP a. Penggunaan PNBP Penggunaan sebagian dana PNBP (Fungsional) dituangkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dengan ketentuan 144
sebagai berikut : 1) DIPA berlaku sebagai Surat Keputusan Otorisasi (SKO), yang merupakan dasar pembayaran; 2) Pengesahan DIPA ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan; 3) DIPA ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal atas nama Menteri/ Ketua Lembaga yang bersangkutan; 4) UP/TUP untuk PNBP diajukan terpisah dari UP/TUP lainnya dan dapat digunakan setelah DIPA diterbitkan; 5) UP dapat diberikan kepada Satker pengguna sebesar 20 % dari pagu dana PNBP pada DIPA maksimal sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah), dengan melampirkan Daftar Realisasi Pendapatan dan Penggunaan dana DIPA (PNBP) tahun anggaran sebelumnya. Apabila UP tidak mencukupi dapat mengajukan TUP sebesar kebutuhan riil satu bulan dengan memperhatikan maksimum pencairan (MP). Kewenangan pemberian TUP mengacu pada ketentuan yang berlaku; 6) Dana yang berasal dari PNBP dapat dicairkan maksimal sesuai formula sebagai berikut : MP = (PPP x JS) - JPS MP = maksimum pencairan dana; PPP = proposal pagu pengeluaran terhadap pendapatan JS = jumlah setoran JPS = Jumlah pencairan dana sebelumnya sampai dengan SPM terakhir yang diterbitkan. 7) Dalam pengajuan SPM-TUP/GUP/LS PNBP ke KPPN, Satker pengguna harus melampirkan Daftar Perhitungan Jumlah MP, sebagaimana tercantum dalam format 25 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini; 8) Pencairan dana harus melampirkan dengan bukti setoran (SSBP) yang telah dikonfirmasikan oleh KPPN; 9) Besaran PPP untuk masing-masing satker pengguna diatur berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku; 10) Besaran pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak boleh melampaui pagu PNBP satker yang bersangkutan dalam DIPA; 11) Pertanggungjawaban penggunaan dana UP/TUP PNBP oleh Kuasa PA, dilakukan dengan mengajukan SPM ke KPPN setempat cukup dengan melampirkan SPTB; 12) Sisa dana PNBP dari Satker pengguna diluar poin (11) yang disetorkan ke rekening kas negara pada akhir tahun anggaran merupakan bagian realisasi penerimaan PNBP tahun anggaran berikutnya dan dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatankegiatan setelah diterima DIPA; 145
13) Sisa UP/TUP dana PNBP sampai akhir tahun anggaran yang tidak disetorkan ke rekening kas negara, akan diperhitungkan pada saat pengajuan pencairan dana UP tahun berikutnya; 14) Uang Persediaan digunakan sesuai dengan rincian yang telah ditetapkan dalam DIPA bersangkutan; dan 15) Pengajuan SPP GUP cukup melampirkan SPTB yang memuat seluruh pengeluaran b. SPP berikutnya diajukan dengan syarat-syarat sebagai berikut : 1) Satker Pengguna PNBP menyampaikan bukti setor atas PNBP yang telah disetor ke Rekening Kas Negara (SSBP) kepada KPPN; dan 2) Jumlah PNBP yang telah disetor harus lebih besar dari uang muka kerja yang telah diterimanya dan cukup untuk menampung SPP yang diajukan atau SP2D yang diterbitkan tidak melampaui dana yang tersedia. c. Mekanisme Pencairan Dana 1) Pagu PNBP yang tercantum di dalam DIPA adalah jumlah tertinggi yang dapat digunakan sepanjang realisasi setoran adalah sama atau lebih tinggi dari target pendapatan. Apabila realisasi setoran ternyata lebih rendah dari target pendapatan, maka pagu pengeluaran harus disesuaikan secara proporsional; 2) Bila Realisasi sudah melampaui target dalam DIPA, maka dapat mengajukan revisi Target dan Penggunaan PNBP; 3) Pencairan dana dilaksanakan dengan mengacu pada ketentuan mengenai Uang Persediaan (UP); dan 4) Besar dana yang dapat dicairkan pada tahap I sebagai uang muka kerja setinggi-tingginya 20% (dua puluh persen) dari pagu Pengeluaran yang tercantum dalam DIPA. d. Tata Cara dan Syarat Pencairan 1) Pencairan dilaksanakan dengan menggunakan sistem Uang Persediaan (UP) yaitu dengan cara Bendahara Pengeluaran menyampaikan SPP Uang Persediaan (SPP UP) dengan dilampiri rencana penggunaan dana per belanja ke KPPN setempat; 2) SPP Uang Persediaan (SPP UP) dilampiri dengan : a) Surat Keputusan penetapan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Bendahara Pengeluaran serta spesimen tandatangan masing-masing; b) Bukti setor atas sisa dana yang tidak digunakan pada tahun anggaran sebelumnya (jika ada); c) Daftar rincian rencana penggunaan yang akan dicairkan; d) Laporan atas dana PNBP yang terlanjur digunakan sebelumnya diterimanya DIPA atau sebelum pengajuan SPP Uang Persediaan jika ada); dan 146
e) Surat pernyataan dari Bendahara Pengeluaran bahwa penggunaan/ pengeluaran dari PNBP Tahun sebelumnya telah seluruhnya dipertanggung jawabkan/diterbitkan SPM/SP2D UP nihil. 3) SPP UP dilampiri dengan a) Bukti setor yang sah (SSBP); b) Rekening Koran dan Laporan Keadaan Kas; c) Daftar penggunaan dana yang dinyatakan dalam Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB); dan d) Daftar rincian penggunaan dana yang akan dicairkan. 4) SPP TU dilampiri dengan : a) Rencana Penggunaan TU; b) Rekening koran terakhir; c) Surat pernyataan bahwa dana tersebut akan habis pada bulan itu dan tidak akan dipergunakan untuk pembayaran yang seharusnya dilaksanakan dengan SPP-LS; d) Bukti setor (SSBP); dan e) Daftar Perhitungan MP. 5) SPP-LS dilampiri dengan dokumen-dokumen sebagaimana diatur didalam Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002. B. Hibah Hibah yaitu setiap penerimaan Negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang, jasa, dan/atau surat berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali yang berasal dari dalam atau luar negeri serta mendapat manfaat secara langsung yang digunakan untuk mendukung tugas dan fungsi Kementerian Pertanian. Adapun penggolongan hibah sebagai berikut : 1. Hibah Dalam Negeri (berdasarkan sumber) adalah sebagai berikut : a. Lembaga Keuangan Dalam Negeri; b. Lembaga Non Keuangan Dalam Negeri; c. Pemerintah Daerah; d. Perusahaan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; e. Lembaga lainnya; dan f. Perorangan. 2. Hibah Luar Negeri (berdasarkan sumber) adalah sebagai berikut : a. Negara asing; b. Lembaga dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa; c. Lembaga Multilateral; d. Lembaga Keuangan asing; e. Lembaga Non Keuangan asing; 147
f. Lembaga Keuangan Nasional yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha diluar wilayah Negara Republik Indonesia; dan g. Perorangan. Pemanfaatan Hibah Prinsip pemanfaatan Hibah Kementerian Pertanian adalah sebagai berikut : 1. Merupakan kegiatan prioritas yang menyentuh kepentingan masyarakat luas serta belum dibiayai dari dana APBN; 2. Adanya prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan antara Kementerian Pertanian dan Pendonor; dan 3. Dilaksanakan melalui mekanisme APBN sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tata Cara Pengelolaan Hibah Langsung Pengelolaan Hibah Langsung terdiri dari Hibah berupa Kas (Tunai) dan Barang/Jasa/Surat Berharga. Untuk hibah berupa Kas prosedurnya sabagai berikut : 1. Pengajuan Permohonan Nomor Register Hibah, 2. Mengusulkan izin Pembukaan Rekening Lainnya yang menampung Hibah, 3. Penyesuaian Pagu DIPA, dan terakhir pengesahan Hibah Langsung ke KPPN. Sedangkan untuk hibah berupa Barang/Jasa/Surat Berharga prosedurnya diatur sebagai berikut : 1. Pengajuan Permohonan Nomor Register Hibah, 2. Pengesahan Pendapatan Hibah Langsung ke DJPU (SP3HL-BJS), dan 3. Pencatatan Hibah Langsung ke KPPN. Prosedur pengurusan hibah selengkapnya sebagaimana diatur berikut ini: 1. Pengajuan Nomor Register a. Sebelum proyek hibah diajukan penomoran registernya, maka Satker harus meneliti kembali untuk memastikan bahwa proyek tersebut merupakan hibah dan bukan merupakan kegiatan kerjasama. b. Pengajuan nomor register diajukan secara berjenjang melalui Eselon I terkait kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian c.q Kepala Pusat Kerjasama Luar Negeri. Selanjutnya usulan tersebut disampaikan kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) c.q Direktur Pinjaman dan Hibah Kementerian Keuangan dengan tembusan ke Direktur Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen Kementerian Keuangan dan Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas. 148
c. Surat pengajuan nomor register harus disertai dokumen pendukungnya, berupa : 1) Grant Agreement (perjanjian hibah) atau dokumen lain yang dipersamakan dan telah ditandatangani kedua belah pihak; 2) Grant Summary (ringkasan hibah), sebagaimana tercantum dalam format 26 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. d. Setelah DJPU memberikan nomor register kepada Kementerian dengan tembusan kepada Ditjen Perbendaharaan (DJPB). Surat permohonan nomor register dan ringkasan hibah. 2. Izin Pembukaan Rekening Hibah Setiap Satker yang memperoleh dana hibah maka harus mengusulkan izin penggunaan rekening. Rekening hibah merupakan rekening lainnya sehingga tata cara pembukaan, penggunaan dan pelaporannya sebagaimana tersebut pada Bab IV. 3. Penyesuaian Pagu Hibah dalam DIPA a. PA/KPA pada K/L melakukan penyesuaian pagu belanja yang bersumber dari hibah langsung dalam bentuk uang dalam DIPA K/L; b. DJPU melakukan penyesuaian pagu Pendapatan Hibah dalam DIPA Bagian Anggaran 999.02 berdasarkan rencana penarikan hibah; c. Penyesuaian pagu belanja dilakukan melalui revisi DIPA yang diajukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan/Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) DJPB untuk disahkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara revisi anggaran; d. Penyesuaian pagu belanja adalah sebesar yang direncanakan akan dilaksanakan sampai dengan akhir tahun anggaran berjalan, paling tinggi sebesar perjanjian hibah atau dokumen yang dipersamakan; dan e. Penyesuaian pagu pendapatan, dilakukan melalui revisi DIPA yang diajukan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk disahkan sesuai ketentuan perundang-undangan. 4. Pengesahan dan Pencatatan Hibah Langsung Dalam Bentuk Uang a. PA/KPA mengajukan SP2HL atas seluruh Pendapatan Hibah Langsung yang bersumber dari luar negeri dalam bentuk uang sebesar yang telah diterima dan belanja yang bersumber dari hibah langsung yang bersumber dari luar negeri sebesar yang telah dibelanjakan pada tahun anggaran berjalan kepada KPPN Khusus Jakarta VI; 149
b. PA/KPA mengajukan SP2HL atas seluruh Pendapatan Hibah Langsung yang bersumber dari dalam negeri dalam bentuk uang sebesar yang telah diterima dan belanja yang bersumber dari hibah langsung yang bersumber dari dalam negeri sebesar yang telah dibelanjakan pada tahun anggaran berjalan kepada KPPN setempat; c. Atas Pendapatan Hibah Langsung bentuk uang dan/atau belanja yang bersumber dari hibah langsung, PA/KPA membuat dan menyampaikan SP2HL ke KPPN dengan dilampiri: copy Rekening atas Rekening Hibah, SPTMHL, SPTJM dan copy surat persetujuan pembukaan rekening untuk pengajuan SP2HL pertama kali; d. Atas dasar SP2HL, KPPN menerbitkan SPHL dalam rangkap 3 (tiga) dengan ketentuan: lembar ke-1 untuk PA/KPA, lembar ke-2 untuk DJPU dengan dilampiri copy SP2HL dan lembar ke-3 untuk pertinggal KPPN; e. Atas dasar SPHL, KPPN membukukan Pendapatan Hibah Langsung dan belanja yang bersumber dari hibah langsung serta saldo kas di K/L dari hibah; f. Atas dasar SPHL yang diterima dari KPPN, DJPU membukukan Pendapatan Hibah Langsung; dan g. Atas dasar SPHL yang diterima dari KPPN, PA/KPA membukukan belanja yang bersumber dari hibah langsung dan saldo kas di K/L dari hibah. 5. Pengesahan dan Pencatatan Hibah Langsung Dalam Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga a. Penandatanganan BAST dan penatausahaan dokumen pendukung lainnya; b. Pengajuan Permohonan nomor register; c. Pengesahan pendapatan hibah langsung bentuk barang/jasa/surat berharga ke DJPU; dan d. Pencatatan hibah langsung bentuk barang/jasa/surat berharga ke KPPN. 6. Pengelolaan Sisa Dana Hibah Mekanisme pengelolaan sisa dana hibah diatur sebagai berikut : a. Sisa Dana Hibah Dikembalikan Kepada Donor 1) Belum pernah dilakukan pengesahan a) Maka pada saat pengajuan pengesahan pendapatan dicatat sebesar nilai nettonya (pendapatan hibah dicantumkan sama dengan jumlah belanja yang bersumber dari hibah yang telah direalisasikan); 150
b) Sisa dana kemudian disetorkan langsung kepada Pemberi Hibah; dan c) Transaksi pengembalian dana Hibah kepada Pemberi Hibah cukup diungkapkan dalam CaLK. 2) Telah dilakukan pengesahan pendapatan a) Satker mengajukan SP4HL kepada KPPN sebesar jumlah yang dikembalikan ke donor dengan dilampiri copy rekening atas Hibah, copy Bukti Transfer kepada Pemberi Hibah, dan SPTJM; dan b) Penerbitan SP4HL disesuaikan dengan tanggal dan tahun pengembalian ke donor. b. Sisa Dana Hibah Setor ke Kas Negara 1) Belum pernah dilakukan pengesahan a) Pada pengajuan SP2HL, pendapatan dicatat sebesar nettonya (pendapatan hibah dicantumkan sama dengan jumlah belanja yang bersumber dari Hibah yang telah direalisasikan); b) Sisa dana hibah disetorkan ke Kas Negara melalui Bank Persepsi dengan SSBP : (1) Kode Akun 431XXX (sama dengan akun pendapatan yang ada di SP2HL); (2) Kode BA.999.02; (3) Kode Satker : 977263; dan (4) Keterangan diisi : penyetoran sisa dana hibah langsung tahun yang lalu. c) SSBP dikirim ke Ditjen Pengelola Utang. 2) Telah dilakukan pengesahan pendapatan. a) Sisa dana hibah disetorkan ke Kas Negara melalui Bank Persepsi dengan SSBP : (1) Kode Akun 431XXX (sama dengan akun pendapatan yang ada di SP2HL); (2) Kode BA.999.02; (3) Kode Satker : 977263; dan (4) Keterangan diisi : penyetoran sisa dana hibah langsung tahun yang lalu. b) SSBP dikirim ke Ditjen Pengelola Utang; c) Kemudian untuk keperluan pembukaan maka Satker wajib membuat SP4HL dengan dilampiri copy SSBP; d) Dokumen SP4HL juga harus disampaikan ke Ditjen Pengelola Utang; dan e) Tahun SSBP sama dengan tahun SP4HL/SP3HL. 151
c. Digunakan Pada Tahun Berikutnya 1) Apabila sisa dana hibah tidak dikembalikan ke Donor dan/atau tidak disetor ke Kas Negara (masih di rekening Kementerian), sisa dana hibah langsung di tahun lalu dapat digunakan pada tahun berikutnya; dan 2) Kementerian agar mengajukan penyesuaian pagu belanja yang bersumber dari hibah pada DIPA pada tahun berikutnya. d. Bila Hibah masih terdapat sisa, maka sisa dana tersebut wajib ditempatkan pada rekening hibah. 7. Pembukuan dan Rekonsiliasi a. Satker membukukan dokumen sumber transaksi keuangan atas : 1) Belanja yang bersumber dari hibah langsung bentuk uang; 2) Saldo kas di Satker dari Hibah; 3) Belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah; dan 4) Belanja modal untuk pencatatan aset tetap dan atau aset lainnya dari hibah b. Satker melakukan rekonsiliasi atas belanja yang bersumber dari hibah dan belanja barang untuk pencatatan persediaan dari hibah, belanja modal untuk pencatatan aset tetap atau aset lainnya dari hibah, pengeluaran pembiayaan untuk pencatatan surat berharga dari hibah dengan KPPN secara Bulanan dan dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi (BAR), sebagaimana tercantum dalam format 27 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini; c. Satker melakukan rekonsiliasi atas penerimaan Hibah dengan pihak donor secara Triwulanan, kemudian BAR tersebut dilaporkan ke Eselon I terkait dan ditembuskan ke Sekretariat Jenderal c.q Biro Keuangan dan Perlengkapan; dan d. K/L melakukan Rekonsiliasi dengan DJPU atas realisasi Pendapatan Hibah Langsung secara Triwulanan. Rekonsiliasi dilakukan dari tingkat UAPA sampai dengan UAKPA. Dalam hal terjadi ketidakcocokan pada saat Rekonsiliasi, kedua belah pihak melakukan penelusuran. 8. Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pendapatan Hibah dalam bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga dan Belanja untuk Pencatatan Barang/Jasa/Surat Berharga dari Hibah merupakan transaksi non Kas sehingga : a. Dilaporkan secara terpisah dengan transaksi Kas di dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA); dan 152
b. Tidak dilaporkan dalam Laporan Arus Kas (LKA) dan/atau Laporan Kas Posisi (LKP). Atas Penerimaan hibah langsung yang diterima pada tahun yang lalu yang belum disahkan pada tahun lalu, maka : a. Apabila kegiatan atas penerimaan hibah tahun yang lalu tersebut telah selesai dan tidak terdapat sisa dana, maka tidak perlu dilakukan pengesahan/pencatatan ke KPPN; b. Apabila dari kegiatan atas penerimaan hibah tersebut menghasilkan Persediaan/Aset Tetap/Aset Lainnya, agar dilaporkan dalam Neraca Satker melalui SIMAK-BMN; c. Apabila kegiatan atas penerimaan hibah tahun yang lalu tersebut belum selesai, yaitu dilanjutkan pada tahun mendatang dan terdapat sisa dana, maka atas sisa dana tersebut diakui sebagai pendapatan hibah tahun selanjutnya dengan : 1) Mengajukan permohonan Nomor Register Hibah; 2) Persetujuan Pembukaan Rekening; 3) Penyesuaian Pagu Belanja; dan 4) Mengesahkan Pendapatan Hibah dan Belanja yang bersumber dari Hibah ke KPPN. d. Agar diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). 9. Sanksi dan Ineligible Berdasarkan Sistem Pengendalian terkait pengelolaan Hibah pada Kementerian adapun sanksi dan dampak terjadinya ineligible terkait pengelolaannya, yaitu : a. Kementerian yang menerima hibah dalam bentuk uang (Kas), dan barang/jasa/surat berharga (non Kas) yang tidak mengajukan register dan/atau pengesahan diberikan sanksi administrasi; b. Hibah yang diterima langsung oleh Kementerian dan tidak dikelola sesuai Peraturan Menteri Keuangan menjadi tanggungjawab penerima hibah; c. Apabila terjadi ineligible atas Pendapatan Hibah yang tidak diajukan register dan/atau pengesahan oleh Kementerian, Negara tidak menanggung atas jumlah ineligible Pendapatan Hibah yang bersangkutan; dan d. Apabila terjadi ineligible atas Pendapatan Hibah yang telah diajukan register dan pengesahan oleh Kementerian, Negara dapat menanggung atas jumlah yang ineligible melalui DIPA Kementerian yang bersangkutan.
153
10. Lain-Lain a. Untuk Satker Badan Layanan Umum (BLU) : 1) Dalam hal Satker BLU (Badan Layanan Umum) mendapatkan Hibah Uang (Kas) dan/atau Barang/Jasa/Surat Berharga dari pihak ketiga maka diperlakukan sebagai Pendapatan BLU (Kode Akun 424XXX); 2) Atas pendapatan tersebut diajukan revisi DIPA dan disahkan melalui SP3B-BLU baik atas pendapatan maupun belanjanya; dan 3) Pengajuan revisi DIPA BLU untuk Hibah langsung dapat disampaikan melalui Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan dan selanjutnya dilakukan juga penyesuaian pagu belanjanya. b. Dalam rangka percepatan proses pengesahan pendapatan Hibah langsung dalam bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga ke Ditjen Pengelolaan Utang, satker dapat terlebih dahulu mengirimkan SP3HL-BJS ke DJPU melalui saran faximili/e-mail, kemudian mengirimkan berkas aslinya melalui sarana tercepat; c. Terhadap Pendapatan Hibah Langsung dalam bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga yang telah diterima sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191 /PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah serta telah disahkan oleh DJPU, maka tidak diperlukan pengesahan kembali namun Satker tetap menyampaikan MPHL-BJS ke KPPN untuk ditertibkan Persetujuan MPHL-BJS; d. Dalam hal terdapat SP2HL yang diterbitkan dengan menggunakan Aplikasi SPM belum mencantumkan barcode, maka satker agar menerbitkan kembali SP2HL/SP4HL/MPHL-BJS dan menyampaikan kembali dokumen tersebut ke KPPN tanpa disertai ADK; dan e. Dalam rangka efisiensi dan efektifitas proses pengendalian dan akuntabilitas pertanggungjawaban Hibah, maka batasan nilai Hibah Langsung pada Satker-satker lingkup Kementerian Pertanian yang dapat disetujui serendah-rendahnya bernilai Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
154
155
BAB VI TATA CARA PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN A. Organisasi Unit Akuntansi Kementerian Pertanian Dalam pelaksanaan anggaran, setiap kementerian negara/lembaga selaku pengguna anggaran/barang menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan yang meliputi transaksi pendapatan, belanja, aset, utang, dan ekuitas dana, yang berada dalam tanggung jawabnya. Kementerian Pertanian dalam Penyusunan Laporan Keuangan mengacu pada Peraturan yang terkait dengan Laporan Keuangan. Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian memproses transaksi keuangan baik arus uang maupun barang. SAI terdiri atas Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN). Untuk melaksanakan Sistem Akuntansi Instansi, Kementerian Pertanian membentuk unit akuntansi instansi sesuai dengan hirarki organisasi, antara lain: 1. Unit Akuntansi Dalam pelaksanaan sistem akuntansi, Kementerian Pertanian membentuk unit akuntansi keuangan dan unit akuntansi barang ; a. Unit akuntansi keuangan terdiri atas : 1) Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA); 2) Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon I (UAPPA-E1); 3) Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (UAPPA-W); dan 4) Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA). b. Unit akuntansi barang terdiri atas : 1) Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB); 2) Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon I (UAPPB-E1); 3) Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Wilayah (UAPPA-W); dan 4) Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB). 2. Penanggung Jawab Unit Akuntansi Keuangan/Barang a. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran/Barang (UAPA/B) UAPA/B merupakan unit akuntansi pada tingkat Kementerian Pertanian (Pengguna Anggaran/Barang), penanggung jawabnya adalah Menteri Pertanian; b. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Eselon I (UAPPA/B-E1) UAPPA/B-E1 merupakan unit akuntansi pada tingkat Eselon I, penanggung jawabnya adalah pejabat Eselon I lingkup Kementerian Pertanian; c. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Wilayah (UAPPA/B-W) 156
Dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41/Kpts/OT.140/9/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang–Wilayah (UAPPA/B-W), ditetapkan Sekretariat UAPPA/B–W yang merupakan organisasi non struktural berada di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Sekretariat UAPPA/B–W mempunyai tugas, antara lain : membantu penyusunan laporan keuangan konsolidasi dari seluruh satker serta membantu penyusunan dan penyampaian laporan keuangan satker di wilayah kerjanya. Penunjukan BPTP sebagai tempat keberadaan Sekretariat UAPPA/B–W dikarenakan Kementerian Pertanian tidak memiliki Kantor Wilayah (Kanwil) di masing-masing Provinsi; dan d. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran/Barang (UAKPA/B) UAKPA/B merupakan unit akuntansi pada tingkat Satker (KPA/B) yang memiliki wewenang menguasai anggaran/barang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penanggung jawab UAKPA/B adalah Kepala Satker. 3. Struktur Organisasi Unit Akuntansi Dengan adanya pembentukan dan penunjukan unit akuntansi keuangan maupun barang, dalam Peraturan Menteri Pertanian ini merupakan pedoman bagi entitas pelaporan lingkup Kementerian Pertanian dalam pembentukan dan penunjukan unit akuntansi. Pembentukan struktur organisasi unit akuntansi lingkup Kementerian Pertanian, telah disesuaikan dengan struktur organisasi pada K/L atau pemerintah daerah (dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan) yang terdiri atas: a. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran/Barang (UAKPA/B) UAKPA/B merupakan entitas akuntansi yang wajib menyelenggarakan akuntansi pemerintahan dan menyusun laporan keuangan, termasuk laporan BMN di tingkat satker. Secara umum struktur organisasi tingkat satker, sebagai berikut : Kepala Kantor
Kasubag Keuangan/Ver dan Akt/Pejabat yang menangani keuangan
Kasubag TU/Perlengkapan/Pejabat yang menangani barang
Sistem Akuntansi Keuangan
Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara
Gambar Struktur Organisasi Tingkat Satker Pada setiap satker harus mempunyai petugas yang menangani SAK dan SIMAK-BMN yang ditetapkan dengan persyaratan tertentu. Penetapan Petugas SAK dan SIMAK-BMN berdasarkan atas 157
kemampuan dan tidak boleh diganti selama 5 (lima) tahun dan apabila akan dilakukan penggantian, petugas penggantinya harus yang berkompeten serta telah mengikuti pelatihan SAK dan SIMAKBMN. b. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Wilayah (UAPPA/B-W) Struktur organisasi Sekretariat UAPPA/B-W terdiri atas : 1) Kepala Sekretariat dijabat oleh Kepala BPTP; 2) Kepala Tata Usaha Sekretariat dijabat oleh PNS BPTP dengan golongan minimal III/b yang ditunjuk oleh Kepala BPTP setempat; dan 3) Operator dan Verifikator, terdiri dari petugas laporan keuangan dari Dinas/Badan dan UPT Kementerian Pertanian di tingkat Provinsi. Kepala Sekretariat UAPPA/B-W
Kepala Urusan Tata Usaha Sekretariat UAPPA/B-W
Operator & Verifikator Dinas/Badan/UPT Pusat
Operator & Verifikator Dinas/Badan/UPT Pusat
Operator & Verifikator Dinas/Badan/UPT Pusat
Gambar Struktur Organisasi Tingkat UAPPA/B-W
c. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Eselon I (UAPPA/B-E1) Struktur organisasi UAPPA/B-E1 sebagai berikut :
158
Pejabat Eselon I (Sekjen/Irjen/Dirjen/Ka. Badan) Sekretaris Eselon I/Ka. Biro/Pejabat yang ditunjuk Kabag. Ver & Akt/Kabag. Keu & Perlk/Pejabat yang ditunjuk
Kasubag yang membidangi keuangan/ver & akt/Pejabat yang ditunjuk
Kasubag yang menangani barang/perlengkapan/ Pejabat yang ditunjuk
Petugas Keuangan (SAK)
Petugas Barang (SIMAK-BMN)
Gambar Struktur Organisasi Tingkat UAPPA/B-E1 d. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran/Barang (UAPA/B) Pada UAPA/B, Menteri Pertanian selaku Pengguna Anggaran sebagai penanggungjawabnya. Struktur organisasi UAPA/B, sebagai berikut : Menteri Pertanian Sekretaris Jenderal Karo Keuangan dan Perlengkapan
Kabag. Verifikasi dan Akuntansi Kasubag yang membidangi verifikasi dan akuntansi Petugas Keuangan (SAK)
Kabag Perlengkapan Kasubag yang membidangi barang/perlengkapan Petugas Barang (SIMAK-BMN)
Gambar Struktur Organisasi Tingkat UAPA/B 159
B. Kebijakan Akuntansi 1. Unsur Laporan Keuangan a. Laporan Realisasi Anggaran Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi pendapatan dan belanja, yang masing-masing dibandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. Informasi tersebut meliputi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dan selanjutnya berguna bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran. Tujuan standar Laporan Realisasi Anggaran adalah menetapkan dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran pemerintah dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas, sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Penyajian Laporan Realisasi Anggaran yang disusun dan disajikan dengan menggunakan akuntansi berbasis kas. Laporan realisasi anggaran sekurang-kurangnya mencakup pos-pos sebagai berikut : 1) Pendapatan Setiap satker lingkup Kementerian Pertanian yang berpotensi menghasilkan pendapatan harus mencantumkan estimasi pendapatan pada DIPA Satker yang bersangkutan. Aturan selengkapnya sebagaimana tersebut pada buku Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Pertanian. 2) Belanja Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Pengakuan pengeluaran tersebut melalui Bendahara Pengeluaran, dimana terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan. Klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah sebagai berikut : a) Belanja Operasi b) Belanja Modal c) Belanja Lain-lain/Tak Terduga b. Neraca Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi mengenai posisi aset, kewajiban dan ekuitas dana suatu entitas pada suatu waktu tertentu. Akun-akun yang terdapat dalam Neraca di Kementerian Pertanian, selengkapnya sebagaimana tersebut pada buku Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Pertanian. c. Aset Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau 160
dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh baik oleh pemerintah maupun masyarakat serta dapat diukur dalam satuan uang termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 1) Aset Lancar Aset Lancar adalah aset yang diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 bulan sejak tanggal pelaporan. Dapat berupa kas atau setara kas. Aset Lancar, meliputi : a) Kas di Bendahara Pengeluaran Kas di Bendahara Pengeluaran adalah kas yang dikuasai, dikelola dan dibawah tanggung jawab bendahara pengeluaran yang berasal dari sisa uang persediaan (UP) yang belum dipertanggungjawabkan atau disetorkan kembali ke Kas Negara per tanggal neraca. Jumlah uang Kas di Bendahara Pengeluaran yang harus dilaporkan di neraca adalah sisa UP yang terdiri dari uang kas di brankas dan di bank (rekening koran). Jika ada satker yang pada tahun selanjutnya tidak mendapatkan lagi alokasi anggaran (satker dilikuidasi/inaktif), maka satker yang bersangkutan tetap berkewajiban menyetorkan sisa uang Kas di Bendahara Pengeluaran dan membukukannya melalui aplikasi SAI serta melaporkannya ke Wilayah (UAPPA/B-W) dan Eselon I (UAPPA/B-E1) yang mengalokasi anggaran. b) Kas di Bendahara Penerimaan Kas di Bendahara Penerimaan mencakup seluruh kas, baik itu saldo rekening di bank maupun saldo uang tunai, yang berada di bawah tanggung jawab Bendahara Penerimaan yang sumbernya berasal dari pelaksanaan tugas pemerintahan (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Saldo kas ini mencerminkan saldo yang berasal dari pungutan yang sudah diterima oleh Bendahara Penerimaan selaku wajib pungut yang belum disetorkan ke kas negara per tanggal neraca. Jika ada satker yang pada tahun selanjutnya tidak mendapatkan lagi alokasi anggaran (satker dilikuidasi/inaktif), maka satker yang bersangkutan tetap berkewajiban menyetorkan sisa uang Kas di Bendahara Penerimaan dan membukukannya melalui aplikasi SAI serta melaporkannya ke Wilayah (UAPPA/B-W) dan Eselon I (UAPPA/B-E1) yang mengalokasi anggaran. (1) Kas Lainnya dan Setara Kas Jika terdapat Kas yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran selain UP yang belum disetor ke Kas Negara 161
per tanggal neraca, Kas tersebut dimasukkan sebagai Kas Lainnya dan Setara Kas. Kas Lainnya dan Setara Kas diantaranya berasal dari : a) Bunga dan Jasa Giro yang belum disetor ke Kas Negara; b) Pungutan Pajak yang belum disetor ke Kas Negara; c) Pendapatan Hibah langsung yang ditampung dalam rekening Bendahara Pengeluaran; d) Pengembalian Belanja yang belum disetor ke Kas Negara; dan e) Dana pada Rekening Bendahara Pengeluaran yang berasal dari SPM-LS untuk keperluan seperti Honor dan SPD yang belum dibayarkan. (2) Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Apabila Bendahara Penerimaan masih mengelola uang PNBP pada tanggal neraca, maka harus dicatat dan dilaporkan di neraca sebagai akun Kas di Bendahara Penerimaan,dan bila pada tanggal neraca masih ada pendapatan yang masih harus diterima dari pihak ketiga, maka harus dicatat dan dilaporkan di neraca pada akun Piutang PNBP dengan didukung dokumen berupa Surat Penagihan PNBP Yang Belum Dibayar atau Surat Keputusan Kurang Bayar yang ditetapkan oleh KPA. a) Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi (BL TP/TGR) BL TP/TGR merupakan Kerugian Negara yang sudah mempunyai kekuatan hukum untuk melakukan penyetoran ke Kas Negara atau lazim disebut sudah menandatangani Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak (SKTJM). Dilihat dari jangka waktunya adalah kewajiban melakukan penyetoran yang jatuh tempo pada tahun anggaran berjalan dan 1 (satu) tahun ke depan. Piutang karena tuntutan ganti rugi dapat dikelompokkan menurut sumber timbulnya tuntutan ganti rugi : (1) Piutang akibat Tuntutan Ganti Rugi (TGR), yaitu piutang yang timbul karena pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada pegawai negeri bukan bendahara, yang dikenakan oleh pimpinan di lingkup Kementerian Pertanian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (2) Piutang akibat Tuntutan Perbendaharaan (TP), yaitu piutang yang timbul karena pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada bendahara yang dikenakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
162
Pengakuan Peristiwa yang menimbulkan hak tagih berkaitan dengan TP/TGR, harus didukung dengan bukti SKTJM, apabila penyelesaian kerugian negara diselesaikan melalui pengadilan, maka pengakuan piutang ditetapkan oleh instansi yang berwenang setelah diputuskan oleh pengadilan. Tuntutan ganti rugi terhadap pegawai negeri bukan bendahara dilakukan apabila usaha dengan cara damai (SKTJM) tidak berhasil, maka kepada yang bersangkutan segera diterbitkan SK Menteri Pertanian tentang Pembebanan Ganti Rugi. Pengukuran 1. Disajikan sebagai aset lancar dengan akun Bagian lancar TP/TGR, sebesar nilai yang akan jatuh tempo dalam tahun berjalan dan yang akan ditagih dalam 12 (dua belas) bulan ke depan berdasarkan SKTJM yang telah ditetapkan; dan 2. Disajikan sebagai aset lainnya terhadap nilai yang akan dilunasi di atas (dua belas) bulan berikutnya sesuai dengan SKTJM yang telah ditetapkan Informasi yang disajikan : 1. kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penilaian, pengakuan dan pengukuran tagihan TP/TGR; 2. rincian jenis-jenis, saldo menurut umur untuk mengetahui tingkat kolektabilitasnya; 3. penjelasan atas penyelesaian piutang, apakah penagihan masih dikelola oleh satker/Kementerian atau sudah dilimpahkan ke KPKNL; 4. TP/TGR yang masih dalam penyelesaian, baik melalui damai maupun pengadilan; dan 5. Apabila terdapat barang/uang sitaan atau sebagai jaminan harus diungkapkan dalam CaLK Persediaan Secara umum Persediaan adalah merupakan aset yang berwujud yang meliputi : 1. barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional pemerintah; 2. bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi; 3. barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat; dan 4. barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka kegiatan pemerintahan. Persediaan juga mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas. 163
Persediaan dapat meliputi : 1. Barang konsumsi; 2. Amunisi; 3. Bahan untuk pemeliharaan; 4. Suku cadang; 5. Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga; 6. Bahan baku; 7. Barang dalam proses/setengah jadi; 8. Tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat; dan 9. Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat Persediaan untuk tujuan strategis/tujuan berjaga-jaga seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud diakui sebagai persediaan. Hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat antara lain berupa sapi, kuda, benih padi, dan bibit tanaman. Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam neraca, tetapi diungkapkan dalam CaLK. Pengakuan Persediaan Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. Pada setiap akhir semester, persediaan dicatat berdasarkan hasil inventarisasi fisik. Pelaksanaan inventarisasi fisik dapat dilakukan dengan membentuk Tim yang ditetapkan oleh KPA atau dilakukan oleh setiap bagian dalam organisasi. Hasil perhitungan fisik dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Fisik Persediaan di setiap unit bagian dalam organisasi. Berita Acara Pemeriksaan Fisik Persediaan disampaikan kepada petugas SAI untuk selanjutnya diinput di aplikasi Persediaan dan dilampirkan pada Laporan Keuangan tingkat satker. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek swakelola dan dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk konstruksi dalam pengerjaan, tidak dimasukkan sebagai persediaan. Pengukuran Persediaan Persediaan disajikan sebesar : 1. Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi 164
biaya perolehan. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan untuk dijual, seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir; 2. Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya overhead tetap dan variabel yang dialokasikan secara sistematis, yang terjadi dalam proses konversi bahan menjadi persediaan; 3. Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi wajar. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan serta persediaan yang diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan dinilai dengan menggunakan nilai wajar. Pengungkapan Persediaan Persediaan disajikan di neraca sebesar nilai moneternya dan diungkapkan dalam CaLK, berupa : 1. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan; 2. Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat; 3. Kondisi persediaan; dan 4. Hal-hal lain yang perlu diungkapkan berkaitan dengan persediaan, misalnya persediaan yang diperoleh melalui hibah atau rampasan. 2) Aset Tetap Aset Tetap merupakan aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus berwujud dan memenuhi kriteria 1) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan 2) Biaya perolehan dapat diukur secara andal 3) Dimiliki oleh Pemerintah 4) Memenuhi nilai Kapitalisasi 5) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas 6) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. Aset tetap yang sudah tidak digunakan lagi dalam operasional pemerintah karena penghapusan namun belum lunas pembayarannya atau rusak tidak dapat digunakan lagi harus 165
direklasifikasi dikeluarkan dan masuk kedalam akun Aset Lainlain. Aset Tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat didistribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan. Aset Tetap, meliputi : a) Tanah Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan. Tanah yang dimiliki dan/atau dikuasai pemerintah tidak diperlakukan secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan seperti yang diatur pada pernyataan tentang akuntansi aset tetap. Tidak seperti institusi non pemerintah, pemerintah tidak dibatasi satu periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, setelah perolehan awal tanah, pemerintah tidak memerlukan biaya untuk mempertahankan hak atas tanah tersebut. Tanah memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Pernyataan ini Apabila tidak terdapat nilai pasar, entitas dapat menggunakan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) terakhir. Jika terdapat alasan untuk tidak menggunakan NJOP maka dapat digunakan nilai dari perusahaan jasa penilai resmi atau tim penilai yang kompeten (appraisal). Dalam penentuan nilai wajar, perlu dipertimbangkan antara manfaat dan biaya dalam rangka penentuan nilai wajar tersebut. Dalam CaLK, diungkapkan dasar penilaian yang digunakan, informasi penting lainnya sehubungan dengan tanah yang tercantum dalam neraca awal, serta jumlah komitmen untuk akuisisi tanah apabila ada; b) Peralatan dan Mesin Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah pengeluaran yang telah dilakukan untuk memperoleh 166
peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan; c) Gedung dan Bangunan Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak. Jika gedung dan bangunan diperoleh lebih dari satu tahun sebelum tanggal neraca awal, nilai wajar gedung dan bangunan ditentukan dengan menggunakan NJOP terakhir. Jika terdapat alasan untuk tidak menggunakan NJOP, maka dapat digunakan nilai dari perusahaan jasa penilai resmi atau membentuk tim penilai yang kompeten (appraisal). Dalam CaLK, diungkapkan dasar penilaian yang digunakan, informasi penting lainnya sehubungan dengan gedung dan bangunan yang tercantum dalam neraca awal, serta jumlah komitmen untuk akuisisi gedung dan bangunan apabila ada; d) Jalan, Irigasi dan Jaringan Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai dalam CaLK, diungkapkan dasar penilaian yang digunakan, informasi penting lainnya sehubungan dengan jalan, irigasi, dan jaringan yang tercantum dalam neraca awal, serta jumlah komitmen untuk akuisisi jalan, irigasi, dan jaringan apabila ada; e) Aset Tetap Lainnya Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap digunakan. Aset tetap lainnya di neraca antara lain meliputi koleksi perpustakaan/buku dan barang bercorak seni/ budaya/olah raga. Dalam CaLK, diungkapkan dasar penilaian yang digunakan, informasi penting lainnya sehubungan dengan aset tetap lainnya yang tercantum dalam neraca awal, serta jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap lainnya apabila ada. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai; dan
167
f)
Konstruksi Dalam Pengerjaan Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan atau melewati satu periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum selesai tersebut digolongkan dan dilaporkan sebagai konstruks dalam pengerjaan sampai dengan aset tersebut selesai dan siap dipakai. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 08 mengenai Konstruksi dalam Pengerjaan mengatur secara rinci mengenai perlakuan aset dalam penyelesaian, termasuk di dalamnya adalah rincian biaya konstruksi aset tetap baik yang dikerjakan secara swakelola maupun yang dikerjakan oleh kontraktor. Apabila tidak disebutkan lain dalam PSAP ini maka berlaku prinsip dan rincian yang ada pada PSAP 08. Konstruksi dalam Pengerjaan yang sudah selesai dibuat atau dibangun dan telah siap dipakai harus segera direklasifikasikan ke dalam aset tetap. Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses pembangunan, yang pada tanggal neraca belum selesai dibangun seluruhnya. Konstruksi dalam pengerjaan dicatat senilai seluruh biaya yang diakumulasikan sampai dengan tanggal neraca dari semua jenis aset tetap dalam pengerjaan yang belum selesai dibangun. Untuk keperluan neraca awal, dokumen sumber untuk mencatat nilai konstruksi dalam pengerjaan ini adalah akumulasi seluruh nilai SPM yang telah dikeluarkan untuk aset tetap. Dalam CaLK, diungkapkan dasar penilaian yang digunakan, informasi penting lainnya sehubungan dengan aset tetap lainnya yang tercantum dalam neraca awal, serta jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap lainnya apabila ada. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai.
3) Aset Lainnya Aset Lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap dan dana cadangan, sekurang kurangnya meliputi : a) Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR) Tuntutan perbendaharaan merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh bendahara tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas kewajibannya. Tuntutan perbendaharaan dinilai sebesar nilai nominal 168
dalam Surat Keputusan Pembebanan setelah dikurangi dengan setoran yang telah dilakukan oleh bendahara yang bersangkutan ke kas negara. Tuntutan ganti rugi merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap pegawai negeri bukan bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh negara sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas kewajibannya b) Aset Tak Berwujud Aset tak berwujud adalah aset non keuangan yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual. Aset tak berwujud meliputi : (1) Software komputer; (2) Lisensi dan franchise; (3) Hak cipta (copy right), paten, dan hak lainnya; dan (4) Hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang. Lisensi merupakan izin yang diberikan oleh pemegang paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu paten yang diberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu. Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor (penemu) atas hasil invensi (temuan) di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang adalah suatu kajian atau penelitian yang memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial di masa yang akan datang yang dapat diidentifikasi sebagai aset. Apabila hasil kajian tidak dapat diidentifikasi dan tidak memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial maka tidak dapat dikapitalisasi sebagai aset tak berwujud. Aset tak berwujud dinilai sebesar pengeluaran yang terjadi dengan SPM belanja modal non fisik yang melekat pada aset tersebut. Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk menentukan nilai aset tak berwujud adalah SPM untuk belanja modal 169
non fisik (setelah dikurangi dengan biaya-biaya lain yang tidak dapat dikapitalisir). c) Kemitraan dengan Pihak Ketiga Kemitraan dengan Pihak Ketiga merupakan perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegatan yang dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki. Bentuk Kemitraan tersebut antara lain berupa Bangun, Kelola, Serah (BKS) dan Bangun, Serah, Kelola (BSK). BKS adalah suatu bentuk kerjasama berupa pemanfaatan aset pemerintah oleh pihak ketiga, dengan cara pihak ketiga tersebut mendirikan bangunan dan atau sarana lain berikut fasilitasnya serta mendayagunakannya dalam jangka waktu tertentu, untuk kemudian menyerahkan kembali bangunan dan atau sarana lain berikut fasilitasnya kepada pemerintah setelah berakhirnya jangka waktu yang disepakati (masa konsensi). Dalam perjanjian ini pencatatannya dilakukan terpisah oleh masing-masing pihak. BKS dicatat sebesar nilai aset yang diserahkan oleh pemerintah kepada pihak ketiga untuk membangun aset BKS tersebut. Aset dalam BKS ini disajikan terpisah dari Aset Tetap. BSK adalah suatu bentuk kerjasama berupa pemanfaatan aset pemerintah oleh pihak ketiga, dengan cara pihak ketiga tersebut mendirikan bangunan dan atau sarana lain berikut fasilitasnya kemudian menyerahkan aset yang dibangun tersebut kepada pemerintah untuk dikelola sesuai dengan tujuan pembangunan aset tersebut. Penyerahan aset oleh pihak ketiga kepada pemerintah disertai dengna kewajiban pemerintah untuk melakukan pembayaran kepada pihak ketiga. Pembayaran oleh pemerintah ini dapat juga dilakukan secara bagi hasil. BSK dicatat sebesar nilai aset yang diserahkan pemerintah ditambah dengan jumlah aset yang dikeluarkan oleh pihak ketiga untuk membangun aset tersebut. d) Aset Lain lain Aset Lain-Lain digunakan untuk mencatat aset lainnya yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam Aset Tak Berwujud, Tagihan Penjualan Angsuran/Tuntutan Perbendaharaan Tuntutan Ganti Rugi dan Kemitraan dengan Pihak Ketiga. Contoh dari aset lain-lain adalah aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah. Kewajiban Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas atau tanggung jawab untuk bertindak yang terjadi di masa lalu. Kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari kontrak 170
yang mengikat atau peraturan perundang-undangan. Praktik yang terjadi selama ini, pada umumnya kewajiban yang dicatat dalam pembukuan pemerintah hanya utang yang berasal dari pinjaman. Oleh karena itu untuk dapat menyajikan secara lengkap seluruh utang yang dimilikinya, pada saat penyusunan neraca pertama kali pemerintah harus melaksanakan kegiatan inventarisasi atas seluruh utang yang ada pada tanggal neraca tersebut. Penyajian utang pemerintah di neraca diklasifikasikan menjadi kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang. Utang pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik mengenai kewajiban pemerintah. Utang dicatat sebesar nilai nominal. Pada setiap tanggal neraca, utang dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. 4) Kewajiban Jangka Pendek Kewajiban jangka pendek merupakan kewajiban yang diharapkan akan dibayar kembali atau jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal neraca. Kewajiban ini mencakup utang yang berasal dari pinjaman (bagian lancar utang jangka panjang dan utang kepada pihak ketiga), utang bunga, utang perhitungan fihak ketiga (PFK), serta utang jangka pendek lainnya antara lain meliputi 1) Uang Muka dari KPPN sebagai representasi Kas di Bendahara Pengeluaran dan 2) Pendapatan yang Ditangguhkan sebagai representasi dari Kas di Bendahara Penerima. 3) Utang kepada Pihak Ketiga berasal dari kontrak atau perolehan barang/jasa yang belum dibayar sampai dengan tanggal neraca awal. 5) Kewajiban Jangka Panjang Kewajiban jangka panjang merupakan kewajiban yang diharapkan akan dibayar kembali atau jatuh tempo dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal neraca. Kewajiban ini mencakup utang yang berasal dari pinjaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri dan dari penerbitan sekuritas pemerintah. 6) Ekuitas Dana Ekuitas Dana merupakan pos pada neraca pemerintah yang menampung selisih antara aset dan kewajiban pemerintah. Ekuitas Dana, meliputi : a) Ekuitas Dana Lancar Ekuitas Dana Lancar merupakan selisih antara aset lancar dengan kewajiban jangka pendek/lancar. Kelompok Ekuitas Dana Lancar antara lain terdiri dari Saldo Anggaran Lebih (SAL), Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran 171
(SiLPA), Pendapatan yang Ditangguhkan, Cadangan Piutang, Cadangan Persediaan dan Dana yang harus disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek. SAL dan SiLPA merupakan akun lawan yang menampung kas dan setara kas serta investasi jangka pendek. Sedang Pendapatan yang Ditangguhkan adalah akun lawan untuk menampung Kas di Bendahara Penerimaan. Cadangan Piutang adalah akun lawan yang dimaksudkan untuk menampung piutang lancar. Selain itu pada kelompok Aset Lancar terdapat Persediaan. Akun lawan dari persediaan adalah Cadangan Persediaan. Pada sisi kewajiban jangka pendek, selain Utang PFK yang merupakan pengurang SiLPA seperti disebutkan di atas, ada akun kewajiban jangka pendek lainnya. Akun lawan dari kewajiban jangka pendek lainnya ini adalah Dana yang Disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek. Ekuitas Dana Lancar sekurang kurangnya berupa : 1) Cadangan Piutang yang merupakan representasi dari nilai Bagian Lancar Tagiah TP/TGR 2) Cadangan Persediaan yang merupakan representasi dari nilai sisa persediaan. b) Ekuitas Dana Investasi Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya, dikurangi dengan kewajiban jangka panjang. Pos ini terdiri dari: (1) diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang, yang merupakan akun lawan dari Investasi Jangka Panjang; (2) diinvestasikan dalam Aset Tetap, yang merupakan akun lawan dari Aset Tetap; (3) diivestasikan dalam Aset Lainnya, yang merupakan akun lawan Aset Lainnya; dan (4) dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang, yang merupakan akun lawan dari seluruh Utang Jangka Panjang. d. Prosedur Akuntansi untuk Satker yang Dilikuidasi 1) Pengertian Likuidasi Secara istilah akuntansi, likuidasi adalah proses penutupan suatu entitas (bisnis) baik disebabkan kepailitan ataupun hal-hal lainnya. Apabila mengacu pada sektor komersil, prosedur yang harus dilakukan pada saat suatu entitas mengalami likuidasi adalah, melaksanakan prosedur realisasi dan prosedur pembayaran. Prosedur realisasi antara lain melakukan penagihan piutang, menjual persediaan, menjual aset tetap, dan menjual aset lainnya. Prosedur selanjutnya adalah prosedur pembayaran yang dapat dilakukan secara bertahap atau dapat juga dilakukan sekaligus. Pembayaran bertahap dilakukan pada saat uang kas 172
tersedia dari hasil (proses) realisasi, sedangkan pembayaran sekaligus dilakukan pada saat prosedur realisasi sudah dilakukan sepenuhnya. Dalam hal melaksanakan prosedur pembayaran, maka terlebih dahulu dilakukan pembayaran kepada pihak ketiga (hutang). Selanjutnya kelebihan dari hasil prosedur realisasi (umumnya dalam bentuk kas) dibayarkan kepada pemiliknya. Beberapa contoh proses likuidasi yang terjadi pada Satker (satker) di Kementerian Pertanian sebagai berikut : a) Suatu satker ditetapkan untuk tidak lagi beroperasi disebabkan fungsi/tujuan/misi satker dimaksud telah selesai. Contoh pada kasus ini adalah dihentikannya operasi kegiatan dari satker Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan atau sudah tidak dialokasikan lagi anggaran oleh Kementerian Pertanian; b) Suatu satker tertentu dialihkan menjadi satker lain yang baru karena fungsi/misi satker tersebut telah berubah. Contoh proforma kasus ini adalah satker A menjadi satker B; dan c) Suatu satker tertentu digabung dengan satker lainnya. Contoh kasus ini adalah pada satker di Eselon I Badan Karantina Pertanian, yakni satker Stasiun Karantina Hewan dan satker Stasiun Karantina Tumbuhan digabung menjadi satker Stasiun/Balai Karantina Pertanian. 2) Prosedur Akuntansi Pengelolaan keuangan pemerintah dimulai dari proses penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan pertanggungjawaban anggaran. Pada saat satker ditetapkan untuk dilikuidasi, tentunya proses penganggaran akan berhenti dengan sendirinya. Selanjutnya satker tersebut akan memproses dan melaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran sampai dengan transaksi keuangan terakhir, baik transaksi pendapatan dan belanja yang dikelola oleh satker tersebut. Satker juga menjelaskan dalam CaLK bahwa transaksi-transaksi keuangan tersebut merupakan transaksi anggaran/keuangan terakhir sebelum satker dilikuidasi. Sementara itu, aset-aset dari satker yang dilikuidasi sebagaimana dilaporkan pada Neraca periode pelaporan terakhir harus dikembalikan kepada Negara karena prosedur penjualan aset sebagaimana pada proses likuidasi entitas bisnis tidak diperkenankan pada entitas pemerintahan. Proses likuidasi suatu satker dilaksanakan dengan langkahlangkah sebagai berikut : a) Kepala Biro Perencanaan menetapkan dengan Surat Keputusan tentang likuidasi satker masing-masing Eselon I terkait dengan kelengkapan berupa Rekapitulasi DIPA dan daftar nama satker masing-masing Eselon I; b) Kepala Biro Perencanaan mengirim surat pemberitahuan tindak lanjut penyelesaian BMN likuidasi satker kepada Instansi Satker terkait; c) Eselon I menerbitkan Surat Keputusan KPA/B tentang Tim Penanganan likuidasi satker (Tim terdiri dari : KPA/B, 173
d)
e) f)
g)
h)
i) j) k) l)
Operator SIMAK BMN dan SAK baik dari satker Penerima aset maupun Satker yang menyerahkan aset); Tim Penanganan likuidasi satker melakukan verifikasi fisik atas likuidasi satker, baik atas aset Lancar, aset Tetap dan aset Lainnya. Jumlah kuantitas dan kondisi kualitas dari aset tersebut harus sama dengan yang ada pada Laporan Keuangan dan Laporan BMN Satker yang dilikuidasi; Tim Penanganan likuidasi satker membuat Berita Acara Serah Terima (BAST) dan menyelesaikan pertanggungjawaban kas; Tim Penanganan likuidasi satker melakukan serah terima seluruh aset tetap, piutang TP/TGR, dan aset lainnya kepada Satker Kantor Pusat/Kantor Daerah/Dekonsentrasi Provinsi yang membawahi Satker dengan kode likuidasi satker. Serah terima didasari dengan Berita Acara Serah Terima (BAST) antara Satker dengan kode likuidasi satker bersama Satker Kantor Pusat (E1 Pemberi DIPA)/Kantor Daerah/Dekonsentrasi Propinsi; Petugas SIMAK BMN likuidasi satker mencatat aset tetap dan aset lainnya serta persediaan pada aplikasi SIMAK BMN dan Aplikasi Persediaan berupa transfer keluar dan Petugas SAK likuidasi satker mencatat keluar TPTGR pada Aplikasi SAKPA; Petugas SIMAK BMN satker aktif mencatat pada Aplikasi SIMAK BMN dan Aplikasi Persediaan sebagai transaksi transfer masuk sebesar nilai yang dikeluarkan dan Petugas SAK satker aktif mencatat masuk TP-TGR pada Aplikasi SAKPA; Petugas SIMAK BMN satker aktif melakukan pengiriman data SIMAK BMN ke Aplikasi SAKPA pada satker aktif; Petugas SIMAK satker aktif melakukan rekonsiliasi internal dengan Petugas SAK atas persediaan, aset tetap dan aset lainnya; Petugas SIMAK satker aktif melakukan rekonsiliasi eksternal dengan Petugas tingkat Wilayah, Petugas KPKNL atas persediaan, aset tetap dan aset lainnya; dan Petugas SAKPA satker aktif melakukan rekonsiliasi eksternal dengan Petugas tingkat Wilayah, Petugas KPPN atas persediaan, aset tetap dan aset lainnya.
C. Dokumen Sumber Penyusunan Laporan Keuangan 1. Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) a. Laporan Realisasi Anggaran 1) Pagu Anggaran Data pagu anggaran yang diinput melalui aplikasi SAI yaitu data fungsi, sub fungsi, program, kegiatan, sub kegiatan pada DIPA yang sudah disahkan. 2) Realisasi Anggaran Dokumen sumber realisasi dan pelaporan realisasi pendapatan PNBP adalah Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) yang sah 174
menurut peraturan perundangan yang berlaku untuk penyetoran kekurangan ke Kas Negara, sedangkan dokumen sumber realisasi belanja adalah Kwitansi, Faktur, FOB, Kontrak, SPM, SP2D, SPM Pengesahan BLU, SP2D Pengesahan BLU, SSP, SSPB, SP3 untuk pengesahan realisasi hibah, SPHL/SP2HL/SP3HL dan MPHLBJS. b. Neraca 1) Aset Lancar Aset lancar adalah aset yang diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 bulan sejak tanggal pelaporan. a) Kas di Bendahara Pengeluaran Dokumen sumber pelaporan Kas di Bendahara Pengeluaran adalah Laporan Keadaan Kas Bendahara Pengeluaran Berita Acara Pemeriksaan Kas, Rekening Koran akhir bulan, SPM/SP2D penerimaan UP/TUP, SPM/SP2D pengembalian UP/TUP (nihil), BKU, SSBP setoran sisa UP/TUP. Untuk Perjalanan Dinas buktinya adalah Daftar Nominatif Perjalanan Dinas, SPD, Laporan Perjalanan Dinas, Tiket Pesawat, Bill Hotel, Boarding Pass, dan Air Port Tax. b) Kas Lainnya dan Setara Kas Dokumen sumber Kas Lainnya dan Setara Kas adalah Berita Acara Pemeriksaan Kas, Daftar honor/gaji yang belum dibayar, SSP, BKU, Daftar Nominatif Perjalanan Dinas. Saldo akun Kas di Bendahara Pengeluaran ditambah dengan saldo akun Kas Lainnya dan Setara Kas harus sama dengan saldo BKU c) Kas di Bendahara Penerimaan Kas di Bendahara Penerimaan yaitu semua kas berupa uang tunai (on hand) maupun sisa uang di rekening bendahara penerima di Bank yang belum disetor ke kas negara, yang sumbernya berasal dari pelaksanaan tugas pemerintahan berupa PNBP. Dokumen sumber pelaporan kas di bendahara penerima yaitu Rekening Koran, Laporan Keadaan Kas Bendahara Penerima. d) Piutang-Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Pertanian wajib melaksanakan penatausahaan dan akuntansi piutang PNBP yang menjadi tanggungjawabnya, sehingga piutang PNBP dapat disajikan dalam laporan keuangan dengan andal dan tepat waktu. (1) Piutang Bukan Pajak Piutang Bukan Pajak yaitu piutang yang berasal dari penerimaan negara bukan pajak yang belum dilunasi sampai dengan tanggal neraca. Dokumen sumber dalam pelaporan akun ini secara umum sama dengan yang digunakan dalam pencatatan Piutang PNBP (2) Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran merupakan 175
reklasifikasi tagihan penjualan angsuran jangka panjang yang jatuh tempo dalam kurun waktu satu tahun setelah tanggal neraca. Reklasifikasi ini akan mengurangi akun tagihan penjualan angsuran. Dalam Neraca dicatat sebesar nilai nominal tagihan dalam satu tahun, sehingga setiap akhir tahun nilai nominal tersebut harus selalu dihitung ulang. Dokumen sumber dalam pelaporan akun ini sama dengan dokumen sumber pencatatan Piutang PNBP ditambah dengan Risalah Lelang, Kontrak, Perjanjian Kerjasama, Bukti Angsuran/SSBP. (3) Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi (BL TP/TGR) BL TP/TGR merupakan akun aset lancar tagihan atas tuntutan ganti rugi yang sudah memiliki kekuatan hukum atau didukung bukti SKTJM dan merupakan hasil reklasifikasi dari akun Tagihan TP/TGR pada aset lainnya. Dokumen sumber dalam pelaporan akun ini sama dengan pencatatan Piutang PNBP namun perlu ditambah dengan : a) Laporan Hasil Audit (LHA) dari auditor seperti Inspektorat Jederal Kementerian Pertanian, BPKP dan BPK, sebagai dokumen untuk mengidentifikasi nilai TP/TGR; b) SKTJM yang ditandatangani oleh wajib setor dan bermeterai cukup; dan c) SSBP sebagai dokumen realisasi penyetoran untuk penyelesaian TP/TGR yang dinyatakan sah menurut KPPN yaitu ditandatangani oleh penerima setoran dan mempunyai nomor registrasi penyetoran NTPN. (4) Piutang Bukan Pajak Lainnya Piutang Bukan Pajak Lainnya merupakan piutang yang tidak dapat diklasifikasikan kedalam akun TPA dan BL TP/TGR. Pengakuan akun ini tejadi pada saat terbitnya surat pernyataan piutang PNBP. Dokumen sumber dalam pelaporan akun ini merupakan Kontrak, Perjanjian Kerjasama, SSBP sebagai dokumen realisasi penyetoran untuk penyelesaian Piutang Bukan Pajak Lainnya yang dinyatakan sah menurut KPPN yaitu ditandatangani oleh penerima setoran dan mempunyai nomor registrasi penyetoran NTPN. (5) Persediaan Persediaan ini dicatat dan diadministrasi dengan menggunakan perangkat lunak (aplikasi) “Persediaan“ yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan. Dokumen sumber dalam pelaporan akun ini adalah Kartu Persediaan dan Berita Acara Pemeriksaan Fisik atas Persediaan. 176
2) Aset Tetap Dokumen sumber yang digunakan dalam proses pembukuan adalah sebagai berikut : a) Saldo Awal Nota Hasil Kesepakatan antara BPK-RI, Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertanian periode sebelumnya. b) Mutasi, meliputi perolehan, perubahan dan penghapusan. (1) Berita Acara Serah Terima BMN; (2) Dokumen Kepemilikan BMN; (3) Dokumen pengadaan dan/atau pemeliharaan BMN : a) SPM/SP2D; b) Faktur pembelian; c) Kuitansi; d) Surat Keterangan Penyelesaian Pembangunan; e) Surat Perintah Kerja (SPK); dan f) Surat Perjanjian dengan Kontraktor, Surat Perjanjian dengan Konsultan Perencana, Surat Perjanjian dengan Konsultan Pengawas. (4) Dokumen pengelolaan BMN; dan (5) Dokumen lainnya yang sah. c) Saldo Akhir Berita Acara Pemeriksaan Fisik atas Aset Tetap. a) Tanah Dokumen sumber yang digunakan dalam proses pembukuan Tanah secara umum sama dengan dokumen sumber untuk pencatatan Aset Tetap ditambah sertifikat tanah; b) Peralatan dan Mesin Dokumen sumber yang digunakan dalam proses pembukuan Peralatan dan Mesin secara umum sama dengan dokumen sumber untuk pencatatan Aset Tetap; c) Gedung dan Bangunan Dokumen sumber yang digunakan dalam proses pembukuan Gedung dan Bangunan secara umum sama dengan dokumen sumber untuk pencatatan Aset Tetap; d) Jalan, Irigasi dan Jaringan (JIJ) Dokumen sumber yang digunakan dalam proses pembukuan Jalan, Irigasi dan Jaringan secara umum sama dengan dokumen sumber untuk pencatatan Aset Tetap; e) Aset Tetap Lainnya (1) Aset Tetap Dalam Renovasi Aset Tetap Dalam Renovasi tersebut diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai. Apabila aset tersebut sudah tidak digunakan lagi maka akun ini akan berkurang dan diserahkan kepada pemilik gedung dengan cara sebagai berikut :
177
a) Melalui Berita Acara Serah Terima, bila pemilik gedung adalah sesama satker Kementerian Pertanian; b) Mengajukan Hibah kepada Menteri Keuangan untuk kemudian bila sudah disetujui dilakukan serah terima dengan BAST; c) Satker mencatat gedung tersebut dalam SIMAK-BMN apabila pemilik gedung tersebut menghibahkan gedungnya kepada pemerintah; dan d) Satker mencatat tanah dan gedung tersebut dalam SIMAK-BMN apabila pemilik tanah menghibahkannya kepada pemerintah. (2) Aset Tetap Lainnya Akun ini menampung aset diluar aset Tanah, Peralatan dan Mesin, Gedung dan Bangunan, Jalan, Jembatan Irigasi dan Jaringan. Penilaian neraca awal Aset Tetap Lainnya menggunakan nilai wajar jika aset tersebut dibeli pada tangal neraca. Pencatatan harga perolehan karena pembelian baru, dinilai dengan harga perolehan. Dokumen sumber yang digunakan dalam proses pembukuan Aset Tetap Lainnya secara umum sama dengan dokumen sumber untuk pencatatan Aset Tetap. f)
Aset Tetap Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) Dalam pelaksanaan penatausahaan KDP adalah sebagai berikut: 1) Surat Perintah Membayar (SPM), Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), dokumen pendukung seperti kuitansi, faktur, berita acara serah terima, kontrak, berita acara penyelesaian pekerjaan, dan dokumen lain yang dipersamakan; 2) Lembar Analisis SPM (LA-SPM/SP2D); 3) Kartu Konstruksi Dalam Pengerjaan (K-KDP); dan 4) Laporan Konstruksi Dalam Pengerjaan (L-KDP). Satker harus memelihara Kartu KDP (K-KDP) sebagai catatan untuk mengakumulasikan semua biaya pembangunan yang dapat dikapitalisasi, mulai pada awal pembangunan sampai selesai. Apabila dalam UAKPB terdapat lebih dari 1 (satu) bangunan yang sedang dibangun dengan bentuk dan harga pembangunan per unit yang berbeda, maka K-KDP harus dibuat untuk setiap bangunan. Tetapi jika yang dibangun adalah lebih dari 1 (satu) bangunan yang sejenis dengan bentuk dan harga pembangunan yang sama untuk setiap unit, cukup dibuatkan 1 (satu) K-KDP tetapi harus dicantumkan jumlah/banyaknya bangunan yang dibangun. Apabila terdapat 1 (satu) SPM/SP2D yang membiayai lebih dari 1 (satu) jenis KDP maka SPM/SP2D tersebut harus dianalisis berdasarkan dokumen pendukung SPM/SP2D agar diperoleh kepastian aset KDP mana saja yang dibiayai oleh 178
SPM/SP2D tersebut. Hasil analisis tersebut dicantumkan dalam Lembar Analisis SPM/SP2D (LA-SPM/SP2D) sebagai dasar pembuatan K-KDP. Untuk SPM/SP2D yang hanya membiayai 1 (satu) aset KDP tidak perlu dibuatkan LASPM/SP2D kecuali jika hasil analisis menentukan bahwa sebagian nilai SPM/SP2D tersebut tidak dapat dikapitalisasi. Setiap akhir semester / tahun Satker harus membuat L-KDP berdasarkan K-KDP. L-KDP tersebut dibuat sebanyak 3 (tiga) rangkap, yaitu: untuk arsip, dikirim ke level atasnya, dan dikirim ke Satker. UAKPB mengirimkan L-KDP setiap akhir semester/tahun ke unit akuntansi barang level atasnya yaitu UAPPB-W sampai dengan UAPB untuk digunakan sebagai dasar monitoring KDP. UAPB menyampaikan L-KDP tingkat K/L ke Menteri Keuangan c.q. Ditjen. PBN. UAKPB mengirimkan L-KDP setiap akhir semester ke UAKPA untuk digunakan sebagai dasar akuntansi aset KDP. Setelah KDP selesai dibangun dan sudah menjadi aset definitif sebagai barang milik negara, berdasarkan BAST, BAP, K-KDP, dan salinan SPM/SP2D, UAKPB melakukan perekaman Barang Milik Negara melalui Aplikasi SABMN untuk menyusun Laporan Barang Milik Negara. Selain menghasilkan Laporan BMN, proses SIMAK BMN melalui Aplikasi SIMAK BMN juga menghasilkan arsip data komputer (ADK). Lap. BMN dan ADK dibuat sebanyak 3 (tiga) rangkap, yaitu: untuk arsip, dikirim ke level atasnya dan dikirim ke UAKPA. UAKPB mengirimkan Lap. BMN beserta ADKnya ke unit akuntansi barang level atasnya yaitu UAPPB-W sampai dengan UAPB untuk disampaikan ke Menteri Keuangan c.q. DJKN. UAKPB mengirimkan Lap.BMN beserta ADK ke UAKPA untuk digunakan sebagai dasar akuntansi aset KDP. g) Aset Lainnya Akun yang termasuk kelompok aset lainnya adalah : (1) Tagihan Penjualan Angsuran Dokumen sumber dalam pelaporan akun ini adalah : a) Kartu Tagihan Penjualan Angsuran Merupakan kartu yang menunjukkan jumlah Tagihan Penjualan Angsuran, mutasi dan saldo Tagihan Penjualan Angsuran masing-masing debitur. Pencatatan Tagihan Penjualan Angsuran dilakukan pada saat timbulnya hak pemerintah atau adanya kewajiban pihak lain kepada pemerintah. Pencatatan didasarkan atas dokumen sumber yang berasal dari surat ketetapan Tagihan Penjualan Angsuran, bukti setor dan surat penghapusan Tagihan Penjualan Angsuran. Kartu Tagihan Penjualan Angsuran diisi setiap terjadi transaksi; 179
b) Daftar Rekapitulasi Tagihan Penjualan Angsuran Merupakan daftar yang menunjukkan total mutasi dan saldo Tagihan Penjualan Angsuran menurut jenis Tagihan Penjualan Angsurannya. Pencatatan ke dalam Daftar Rekapitulasi Tagihan Penjualan Angsuran dilakukan setiap semester berdasarkan mutasi dalam kartu Tagihan Penjualan Angsuran; c) Daftar Saldo Tagihan Penjualan Angsuran Merupakan daftar yang menunjukkan saldo Tagihan Penjualan Angsuran berdasarkan rekapitulasi masing-masing jenis Tagihan Penjualan Angsuran dan disajikan setiap semester; d) Daftar Umur Tagihan Penjualan Angsuran Merupakan daftar yang menunjukkan pengelompokan Tagihan Penjualan Angsuran yang menunggak (sudah melebihi jangka waktu kredit) berdasarkan Iamanya waktu tunggakannya dan disajikan setiap akhir tahun; e) Daftar Reklasifikasi Saldo Tagihan Penjualan Angsuran Untuk memudahkan reklasifikasi Tagihan Penjualan Angsuran dapat dibuatkan Daftar Reklasifikasi Saldo Tagihan Penjualan Angsuran yang menunjukkan jumlah bagian lancar dan jumlah bagian tidak lancar. Reklasifikasi aset non lancar ke dalam aset lancar dikarenakan jumlah yang direklasifikasi tersebut akan jatuh tempo dalam kurun waktu 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca; dan f) Formulir Jurnal Aset (FJA) Merupakan formulir yang digunakan untuk mencatat penambahan, pengurangan, dan penghapusan nilai aset pada neraca. Datam hal ini adalah nilai aset Tagihan Penjualan Angsuran pada neraca. (2) Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi Dokumen sumber dalam pelaporan akun ini hampir sama dengan pencatatan Tagihan Penjualan Angsuran ditambah dengan : a) Laporan Hasil Audit (LHA) dari auditor Inspektorat Jederal Kementerian Pertanian, BPKP dan BPK, sebagai dokumen untuk mengidentifikasi nilai TP/TGR; b) SKTJM yang ditandatangani oleh wajib setor dan bermeterai cukup; dan
180
c) SSBP sebagai dokumen realisasi penyetoran untuk penyelesaian TP/TGR yang dinyatakan sah menurut KPPN yaitu ditandatangani oleh penerima setoran dan mempunyai nomor registrasi penyetoran NTPN. (3) Kemitraan Dengan Pihak Ketiga Dokumen sumber dalam pelaporan akun ini yaitu kontrak kerjasama dengan pihak ketiga yang bersangkutan. (4) Aset Tak Berwujud Dokumen sumber dalam pelaporan akun ini yaitu SPM/SP2D untuk seluruh belanja yang dikeluarkan untuk pembelian Aset Tak Berwujud atau yang dihasilkan sendiri (setelah dikurangi dengan biaya-biaya lain yang tidak dapat dikapitalisir). (5) Aset Lain-lain Dokumen sumber yang digunakan dalam proses pembukuan Aset Lain-lain secara umum sama dengan dokumen sumber untuk pencatatan Aset Tetap. D. Prosedur Penyusunan Laporan Keuangan 1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Semester I a. LRA Kementerian Pertanian Semester I disusun berdasarkan hasil penggabungan LRA UAPPA-E1 Semester I lingkup Kementerian Pertanian; b. LRA UAPPA-E1 Semester I disusun berdasarkan hasil penggabungan LRA Semester I UAKPA di bawah Eselon I, LRA Semester I UAKPA dengan pola pengelolaan keuangan BLU, LRA Semester I UAPPA-W, dan LRA Semester I UAPPA-W Dekonsentarasi/Tugas Pembantuan Semester I; c. LRA UAPPA-W Semester I disusun berdasarkan hasil penggabungan LRA UAKPA Semester I lingkup wilayah yang bersangkutan; dan d. LRA UAPPA-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Semester I disusun berdasarkan hasil penggabungan LRA UAKPA Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Semester I lingkup wilayah yang bersangkutan. 2. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Tahunan a. LRA Tahunan Kementerian Pertanian disusun berdasarkan hasil penggabungan LRA UAPPA-E1 Tahunan lingkup Kementerian Pertanian; b. LRA Tahunan UAPPA-E1 disusun berdasarkan hasil penggabungan LRA Tahunan UAKPA di bawah eselon I, LRA Tahunan UAKPA dengan pola pengelolaan keuangan BLU, LRA Tahunan UAPPA-W, dan LRA Tahunan UAPPA-W Dekonsentarasi/Tugas Pembantuan; c. LRA UAPPA-W Tahunan disusun berdasarkan hasil penggabungan LRA Tahunan UAKPA lingkup wilayah yang bersangkutan; dan d. LRA Tahunan UAPPA-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan disusun berdasarkan hasil penggabungan LRA Tahunan UAKPA
181
Dekonsentrasi/Tugas bersangkutan.
Pembantuan
lingkup
wilayah
yang
3. Neraca per 30 Juni 2XX1 a. Neraca Kementerian Pertanian per 30 Juni 2XX1 berdasarkan hasil penggabungan neraca UAPPA-E1 per 30 Juni; b. Neraca UAPPA-E1 per 30 Juni 2XX1 disusun berdasarkan hasil penggabungan neraca UAKPA di bawah eselon I, LRA UAKPA dengan pola pengelolaan keuangan BLU, Neraca UAPPA-W, dan neraca UAPPA-W dekonsentrasi/tugas pembantuan per 30 Juni; c. Neraca UAPPA-W per 30 Juni 2XX1 disusun berdasarkan hasil penggabungan neraca UAKPA per 30 Juni; dan d. Neraca UAPPA-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan per 30 Juni 2XX1 disusun berdasarkan hasil penggabungan neraca UAKPA Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan per 30 Juni. 4. Neraca per 31 Desember 2XX1 a. Neraca Kementerian Pertanian per 31 Desember 2XX1 disusun berdasarkan hasil penggabungan neraca UAPPA-E1 per 31 Desember; b. Neraca UAPPA-E1 per 31 Desember 2XX1 disusun berdasarkan hasil penggabungan Neraca UAKPA di bawah eselon I, LRA UAKPA dengan pola pengelolaan keuangan BLU, Neraca UAPPA-W, dan neraca UAPPA-W dekonsentrasi/tugas pembantuan per 31 Desember; c. Neraca UAPPA-W per 31 Desember 2XX1 disusun berdasarkan hasil penggabungan Neraca UAKPA per 31 Desember; dan d. Neraca UAPPA-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan per 31 Desember 2XX1 disusun berdasarkan hasil penggabungan Neraca UAKPA Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan per 31 Desember. E. Perekaman, Verifikasi Biro Keuangan dan Perlengkapan serta Rekonsiliasi 1. Tingkat Satker (UAKPA)/UAKPA Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan a. Perekaman dokumen sumber berupa : 1) Dokumen Estimasi Pendapatan yang Dialokasikan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), DIPA Luncuran, serta Lampiran RKAKL Bagian C (uraian anggaran pendapatan per akun pendapatan); 2) Dokumen penerimaan anggaran : Dokumen sumber penerimaan anggaran adalah Bukti Penerimaan Negara (BPN) yang disertai dengan : a) Surat Setoran Pajak (SSP)/dokumen sejenis; b) Surat Setoran Bea Cukai (SSBC)/dokumen sejenis; c) Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP); d) Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSPB); e) Surat Tanda Setoran (STS); dan/atau f) Dokumen penerimaan lainnya yang dipersamakan. 3) Dokumen pelaksanaan anggaran : a) Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA); 182
b) Revisi DIPA; c) DIPA Luncuran; d) Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) atau RKAKL; e) Revisi POK atau RKAKL; f) Surat Kuasa Pengguna Anggaran (SKPA); dan/atau g) Dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang dipersamakan. 4) Dokumen pengeluaran anggaran : a) Surat Perintah Membayar (SPM) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D); b) Surat Perintah Pengesahan dan Pembukuan (SP3); dan c) Dokumen pengeluaran anggaran lainnya yang dipersamakan. 5) Proses perekaman tersebut menghasilkan register transaksi untuk diverifikasi dengan dokumen sumbernya, sehingga seluruh transaksi dipastikan sudah diproses sesuai dengan dokumen sumber yang ada. Disamping itu, petugas akuntansi keuangan melakukan penerimaan ADK dalam bentuk jurnal transaksi BMN. Selanjutnya dilakukan proses posting untuk menghasilkan buku besar; 6) Laporan keuangan beserta ADK dikirim ke KPPN untuk dilakukan rekonsiliasi dengan data yang ada di KPPN. Hasil rekonsiliasi dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi (BAR). BAR tersebut akan menjadi salah satu dokumen dalam rekonsiliasi antara UAPPA-W dengan Kanwil Ditjen Perbendaharaan; 7) Setiap bulan UAKPA melakukan pengiriman ADK, LRA, dan neraca ke tingkat UAPPA-W dan UAPPA-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan berikut BAR. Sedangkan untuk UAKPA kantor pusat hanya melakukan pengiriman ke UAPPA-E1; 8) UAKPA yang ditunjuk sebagai UAPPA-W, pada saat rekonsiliasi dengan KPPN untuk bulan Mei, Agustus, November 2XX1 dan Februari 2XX2, harus melampirkan BAR UAPPA-W hasil rekonsiliasi dengan Kanwil Ditjen Perbendaharaan; 9) Apabila UAPPA-W belum terbentuk pada Dinas Pemerintah Daerah maka UAKPA Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan menyampaikan Laporan Realisasi Anggaran, Neraca ke UAPPA-E1 beserta ADK sesuai jadwal penyampaian; 10) Pengenaan sanksi bagi UAKPA dan UAKPA Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan diatur dalam Peraturan Dirjen Perbendaharaan nomor Per-19/PB/2008; dan 11) Setiap semester UAKPA menyusun Laporan Keuangan lengkap. Laporan Keuangan tersebut disampaikan ke UAPPA-W/UAPPA-E1 disertai dengan Pernyataan Tanggung Jawab yang ditandatangani oleh KPA/kepala satker. 2. Tingkat Wilayah (UAPPA-W)/UAPPA-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan a. laporan keuangan tingkat wilayah (UAPPA-W) adalah laporan keuangan hasil penggabungan ADK tingkat Satker (UAKPA) lingkup wilayah yang bersangkutan;
183
b. setiap bulan UAPPA-W dan UAPPA-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan melakukan pengiriman ADK, LRA, dan Neraca ke tingkat UAPPA-E1 untuk dilakukan penggabungan dan setiap triwulan disertai dengan BAR; c. laporan keuangan tingkat wilayah (UAPPA-W) beserta ADK setiap triwulan harus dikirim ke Kanwil Ditjen Perbendaharaan untuk dilakukan proses rekonsiliasi dengan data yang ada di Kanwil Ditjen Perbendaharaan. BAR pada tingkat Satker dengan KPPN dapat digunakan sebagai salah satu bahan rekonsiliasi antara UAPPA-W dengan Kanwil Ditjen Perbendaharaan; d. UAPPA-W dan UAPPA-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan melakukan penelusuran jika terdapat perbedaan data pada proses rekonsiliasi. Apabila terjadi kesalahan pada Satker, UAPPA-W meminta Satker terkait untuk mengoreksi dan melakukan pengiriman ulang. Selanjutnya UAPPA-W dan UAPPA-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan melakukan penggabungan ulang dan melakukan pengiriman ke UAPPA-E1; e. pengenaan sanksi bagi UAPPA-W dan UAPPA-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan diatur dalam Peraturan Dirjen Perbendaharaan nomor Per-19/PB/2008; dan f. setiap semester UAPPA-W dan UAPPA-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan menyusun Laporan Keuangan lengkap untuk kemudian disampaikan ke UAPPA-E1 disertai dengan Pernyataan Tanggung Jawab yang ditandatangani oleh penanggung jawab UAPPA-W dan ditembuskan ke UAPA. 3. Tingkat Eselon I (UAPPA-E1) a. laporan keuangan tingkat eselon I (UAPPA-E1) adalah laporan keuangan hasil penggabungan laporan keuangan tingkat Satker (UAKPA) di bawah eselon 1 dan laporan keuangan tingkat wilayah (UAPPA-W)/UAPPA-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan, lingkup eselon I yang bersangkutan, termasuk Satker yang menggunakan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU); b. setiap bulan UAPPA-E1 melakukan pengiriman ADK, LRA, dan Neraca ke tingkat UAPA untuk dilakukan penggabungan; c. UAPPA-E1 dapat melakukan rekonsiliasi dengan Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan. Berita Acara Rekonsiliasi tingkat UAKPA Satker pusat dan/atau UAPPA-W dapat dijadikan salah satu bahan rekonsiliasi dengan Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan; d. UAPPA-E1 melakukan penelusuran jika terdapat perbedaan data hasil proses rekonsiliasi. Apabila terdapat kesalahan, UAPPA-E1 menyampaikan kepada UAKPA melalui UAPPA-W terkait untuk melakukan perbaikan dan mengirim ulang data perbaikan secara berjenjang. Selanjutnya UAPPA-E1 melakukan penggabungan ulang dan melakukan penggiriman ke UAPA; dan e. setiap semester UAPPA-E1 menyusun Laporan Keuangan lengkap untuk kemudian disampaikan ke UAPA disertai dengan Pernyataan
184
Tanggung Jawab yang ditandatangani oleh penanggung jawab UAPPA-E1. 4. Tingkat Kementerian Pertanian (UAPA) a. laporan keuangan tingkat Kementerian Pertanian (UAPA) adalah laporan keuangan hasil penggabungan laporan keuangan eselon I (UAPPA-E1) lingkup Kementerian Pertanian yang bersangkutan; b. setiap triwulan UAPA melakukan penggiriman ADK, LRA dan neraca kepada Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan; c. UAPA melakukan rekonsiliasi dengan Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan setiap akhir semester. BAR tingkat UAKPA Satker pusat dan/atau UAPPAW/UAPPA-E1 dapat dijadikan salah satu bahan rekonsiliasi dengan Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan; d. UAPA melakukan penelusuran jika terdapat perbedaan data pada proses rekonsiliasi. Apabila terdapat kesalahan, UAPA menyampaikan kepada UAKPA melalui UAPPA-E1 terkait untuk melakukan perbaikan dan mengirim ulang data perbaikan secara berjenjang. Selanjutnya UAPA melakukan penggabungan dan rekonsiliasi ulang dengan Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan; dan e. setiap semester UAPA menyusun Laporan Keuangan lengkap. Laporan Keuangan tersebut disampaikan ke Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan disertai dengan Pernyataan Telah Direviu yang ditandatangani oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian serta Pernyataan Tanggung Jawab yang ditandatangani oleh Menteri Pertanian. F. Rekonsiliasi SAK dan SIMAK-BMN 1. Rekonsiliasi antara SAK dan SIMAK-BMN meliputi : persediaan, aset tetap (tanah, gedung & Bangunan, Peralatan dan Mesin, Jalan, Irigasi dan Jaringan, aset tetap lainnya, konstruksi dalam pengerjaan) dan aset lain-lain (aset tak berwujud dan aset tetap yang tidak digunakan dalam operasional pemerintah); 2. Satker wajib melakukan pemutakhiran data dan rekonsiliasi data BMN setiap semester dengan KPKNL diwilayah kerjanya. Data yang disampaikan ke KPKNL adalah ADK dan Hard copy Laporan Barang Kuasa Pengguna Barang yang telah direkonsiliasi dengan SAK; 3. Nilai persediaan, Aset Tetap, Aset Tetap Lainnya, dan Aset lain-lain yang tersaji neraca harus sama dengan nilai BMN intrakomtabel yang tersaji dalam Laporan Barang Pengguna; 4. Hasil rekonsiliasi dituangkan dalam Berita Acara Pemutakhiran Data dan Rekonsiliasi Data BMN Tingkat Satker (BA.PDRDB). Copy Berita Acara PDRDB dilampirkan dalam Laporan Keuangan Semesteran beserta ADK nya untuk selanjutnya disampaikan ke Sekretariat Wilayah dan Eselon I yang mengalokasikan anggaran;
185
5. Jika hasil rekonsiliasi masih terdapat selisih antara realisasi belanja modal dengan mutasi tambah aset tetap dari pembelian, harus disajikan dalam BA.PDRDB dan didukung dengan pernyataan dari KPA tentang apa yang menyebabkan perbedaan tersebut, apakah dari kesalahan penganggaran (pengadaan aset tetap untuk operasional satker dibebankan pada belanja barang/belanja social) atau pengadaan aset tetap dari non APBN. Selisih pencatatan aset tetap dijelaskan dalam CaLK; 6. UAKPA, menyampaikan laporan BMN, Catatan atas Laporan BMN, dan BA.PDRDB kepada KPPN setiap semester; 7. UAPPA/B-W/Sekretariat UAPPA/B-W wajib melaksanakan rekonsiliasi data BMN dengan kanwil DJKN setiap semester, dengan menyerahkan Laporan Barang Pengguna Wilayah beserta ADK. Hasil rekonsiliasi data BMN dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi Data BMN tingkat Wilayah (BA.RDB-W); 8. Jika hasil rekonsiliasi masih terdapat selisih antara realisasi belanja modal dengan mutasi tambah aset tetap dari pembelian, harus disajikan dalam BA. RDB dengan penjelasan apa yang menyebabkan perbedaan tersebut, apakah dari kesalahan penganggaran (pengadaan aset tetap untuk operasional satker dibebankan pada belanja barang/belanja sosial) atau pengadaan aset tetap dari non APBN. Selisih pencatatan aset tetap dijelaskan dalam CaLK pada Laporan Keuangan tingkat Wilayah; 9. Nilai persediaan, Aset Tetap, Aset tetap Lainnya, dan Aset Lain-lain yang tersaji neraca tingkat wilayah harus sama dengan nilai BMN Intrakomtabel yang tersaji dalam laporan Barang Pengguna Wilayah; 10. UAPB wajib melaksanakan rekonsiliasi BMN dengan Kantor pusat DJKN setiap semester, dengan menyerahkan Laporan Barang Pengguna beserta ADK. Hasil rekonsiliasi dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi Data BMN Tingkat Pusat (BA.RDB-P); 11. Nilai Persediaan, Aset Tetap, aset Tetap lainnya, dan Aset Lain-lain yang tersaji neraca harus sama dengan nilai BMN Intrakomptabel yang tersaji dalam Laporan barang Pengguna; 12. Jika hasil rekonsiliasi masih terdapat selisih antara realisasi belanja modal dengan mutasi tambah aset tetap dari pembelian, harus disajikan dalam BA.RDB-P dengan penjelasan apa yang menyebabkan perbedaan tersebut, apakah dari kesalahan penganggaran (pengadaan). a. Dalam Penyajian Laporan Keuangan Kementerian Pertanian wajib melakukan rekonsiliasi dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Rekonsiliasi Laporan Keuangan tingkat UAKPA dilakukan dengan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setiap bulan; 2) Rekonsiliasi Laporan Keuangan tingkat UAPPA-W dilakukan dengan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan setiap triwulan; 3) Rekonsiliasi Laporan Keuangan tingkat UAPPA-E1 dilakukan dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuanan setiap Semester; dan
186
4) Rekonsiliasi Laporan Keuangan tingkat UAPA dilakukan dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan setiap Semester. b. Pedoman rekonsiliasi laporan barang diatur lebih lanjut dengan peraturan bersama Direktur Jenderal Perbendaharaan dan Direktur Jenderal Kekayaan Negara. G. Waktu Penyampaian Laporan Keuangan Laporan Keuangan Kementerian Pertanian disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan, dengan ketentuan sebagai berikut : 1. LRA Triwulan I dan Neraca per 31 Maret selambat-lambatnya tanggal 9 Mei tahun anggaran berjalan; 2. LRA semester I dan Neraca per 30 Juni, dan CaLK selambat-lambatnya tanggal 26 Juli tahun anggaran berjalan; 3. LRA Triwulan III dan Neraca per 30 September selambat-lambatnya tanggal 9 November tahun anggaran berjalan; dan 4. LRA Tahunan dan Neraca per 31 Desember, dan CaLK selambatlambatnya tanggal terakhir di bulan Februari setelah tahun anggaran berakhir. Untuk memenuhi target penyampaian laporan keuangan di atas, disampaikan jadual pengiriman laporan dari tingkat Satker (UAKPA) sampai dengan tingkat Kementerian Pertanian (UAPA). H.Lain - Lain Pendukung Laporan Keuangan Hal lain yang perlu diperhatikan untuk kelengkapan pengungkapan (full disclosure) dan keakuratan data laporan keuangan, yaitu : 1. Kementerian Pertanian yang menggunakan anggaran pembiayaan dan perhitungan (BA 999.07 Subsidi dan BA 999.08 Belanja Lain-lain) disamping menyampaikan laporan keuangan Bagian Anggaran 018 juga menyampaikan laporan keuangan bagian anggaran pembiayaan dan perhitungan yang digunakan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Anggaran dengan tembusan Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan; 2. Kementerian Pertanian yang memiliki satker BLU harus melampirkan Laporan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) yang disajikan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan; dan 3. Kementerian Pertanian menyampaikan Laporan Keuangan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebanyak 3 (tiga) set disertai softcopy laporan keuangan tersebut yang berupa data pengiriman (beserta Register Pengirimannya), back up, dan CaLK. I. Isi CaLK Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca Kementerian Pertanian disertai dengan penjelasan atas laporan yang memuat : 1. Penjelasan Umum a. Dasar Hukum; b. Kebijakan Teknis; c. Pendekatan Penyusunan Laporan Keuangan; dan 187
d. Kebijakan Akuntansi. 2. Penjelasan atas Pos-pos Laporan Realisasi Anggaran a. Penjelasan Umum LRA; b. Penjelasan Per Pos LRA; dan c. Catatan Penting/Pengungkapan Lainnya. 3. Penjelasan atas Pos-pos Neraca a. Posisi Keuangan secara umum; b. Penjelasan Per Pos Neraca; dan c. Catatan Penting/Pengungkapan Lainnya 4. Informasi tambahan bila diperlukan J. Pos–Pos Laporan Keuangan Pos-Pos Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca Kementerian Pertanian setidak-tidaknya meliputi : 1. Pos-Pos Laporan Realisasi Anggaran a. Pendapatan Untuk pendapatan di Kementerian Pertanian hanya berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak b. Belanja Negara : Belanja, terdiri atas : 1) Belanja Pegawai; 2) Belanja Barang; 3) Belanja Modal; 4) Belanja Subsidi; 5) Belanja Bantuan Sosial; dan 6) Belanja Lain-lain Untuk jenis belanja poin (d) dan (f) merupakan alokasi belanja Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan, yakni : BA 999.07 (Belanja Subsidi) dan BA 999.08 (Belanja Lain-lain). Sedangkan jenis belanja poin (a), (b), (c) dan (e) merupakan alokasi belanja BA 018 (Kementerian Pertanian). 2. Pos-Pos Neraca : a. Aset Lancar terdiri atas : 1) Kas dan Setara Kas a) Kas di Bendahara Pengeluaran; b) Kas di Bendahara Penerimaan; c) Kas Lainnya di Bendahara Pengeluaran; dan d) Kas pada Badan Layanan Umum. 2) Piutang : a) Piutang Pajak; b) Piutang Bukan Pajak; c) Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran; d) Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi; e) Uang Muka Belanja; f) Piutang; g) Piutang dari Kegiatan Operasional BLU; dan h) Piutang dari Kegiatan Non Operasional BLU. 3) Investasi Jangka Pendek : 188
Investasi Jangka Pendek BLU. 4) Persediaan a) Persediaan; dan b) Persediaan BLU. 3. Investasi Jangka Panjang : a. Investasi Non Permanen 1) Investasi Non Permanen BLU; dan 2) Investasi Permanen b. Investasi Permanen BLU; c. Aset Tetap : 1) Tanah; 2) Peralatan dan Mesin; 3) Gedung dan Bangunan; 4) Jalan, Irigasi dan Jaringan; 5) Aset Tetap Lainnya; 6) Konstruksi Dalam Pengerjaan; 7) Tanah BLU; 8) Peralatan dan Mesin BLU; 9) Gedung dan Bangunan BLU; 10) Jalan, Irigasi dan Jaringan BLU; 11) Aset Tetap Lainnya BLU; dan 12) Konstruksi Dalam Pengerjaan BLU. d. Aset Lainnya : 1) Tagihan Penjualan Angsuran; 2) Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi; 3) Tagihan Penjualan Angsuran BLU; 4) Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi BLU; 5) Kemitraan dengan Pihak Ketiga; 6) Aset Tak Berwujud; 7) Aset Tak Berwujud BLU; 8) Aset Lain-lain; dan 9) Aset Lain-lain BLU. 5) Kewajiban Jangka Pendek : 1) Utang Kepada Pihak Ketiga; 2) Uang Muka dari KPPN; 3) Pendapatan yang Ditangguhkan; dan 4) Utang Kepada KUN. 6) Ekuitas Dana Lancar : 1) Cadangan Piutang; 2) Cadangan Persediaan; 3) Pendapatan Yang Ditangguhkan; dan 4) Dana yang harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek 7) Ekuitas Dana Investasi : 1) Diinvestasikan dalam Aset Tetap; 2) Diinvestasikan dalam Aset Lainnya; dan 3) Dana yang harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang
189
K. Jadwal Laporan Keuangan Laporan Keuangan Kementerian Pertanian yang harus disusun, direkonsiliasi dan disampaikan oleh tingkat Satker, tingkat Wilayah, tingkat Eselon I dan tingkat Kementerian setiap bulanan, semesteran dan tahunan.
190
L. Penyusunan Laporan Barang Milik Negara 191
Transaksi BMN diproses melalui Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) yang merupakan subsistem dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI). 1. Jenis dan Periode Pelaporan BMN Jenis laporan yang harus disampaikan dan periode penyampaian diatur sebagai berikut : a. Tingkat UAKPB ke tingkat UAKPA Periode Pelaporan No. Uraian Bulanan Semesteran Tahunan 1 ADK X Laporan Barang 2 Kuasa Pengguna X X Intrakomtabel Laporan Barang 3 Kuasa Pengguna X X Ekstrakomtabel Laporan Kuasa 4 Pengguna-Konstruksi X X Dalam Pekerjaan Laporan Kuasa 5 X X Pengguna-Persediaan Laporan Kuasa 6 Pengguna-Aset Tak X X Berwujud Catatan atas Laporan 7 X X BMN (CaLBMN) b. Tingkat UAKPB/UAKPB Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan ke tingkat KPKNL dalam rangka rekonsiliasi : Periode Pelaporan No. Uraian Semesteran Tahunan 1 ADK X Laporan Barang Kuasa 2 X X Pengguna (LBKP) 3 CaLBMN X X c. Tingkat UAKPB ke tingkat UAPPB-W/UAPPB-E1 Periode Pelaporan No. Uraian Semesteran Tahunan 1 ADK X Laporan Barang Kuasa 2 X X Pengguna (LBKP) 3 Laporan Kondisi Barang (LKB) X 4 CaLBMN X X d. Tingkat UAKPB UAPPB-E1 No.
Dekonsentrasi/Tugas Uraian
Pembantuan
ke
tingkat
Periode Pelaporan 192
1 2 3 4
ADK Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP) Laporan Kondisi Barang (LKB) CaLBMN
Semesteran X
Tahunan -
X
X
X
X X
e. Tingkat UAPPB-W/UAPPB-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan ke tingkat UAPPB-E1 Periode Pelaporan No. Uraian Semesteran Tahunan 1 ADK X Laporan Barang Pembantu 2 X X Pengguna Wilayah (LBPPW) 3 Laporan Kondisi Barang (LKB) X 4 CaLBMN X X f. Tingkat UAPPB-W/UAPPB-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan ke tingkat Kanwil Ditjen Kekayaan Negara dalam rangka rekonsiliasi : Periode Pelaporan No. Uraian Semesteran Tahunan 1 ADK X Laporan Barang Pembantu 2 X X Pengguna Wilayah (LBPPW) 3 CaLBMN X X g. Tingkat UAPPB-E1 ke tingkat UAPB No.
Uraian
1
ADK Laporan Barang Pembantu Pengguna Eselon I (LBPPE1) Laporan Kondisi Barang (LKB) CaLBMN
2 3 4
Periode Pelaporan Semesteran Tahunan X X
X
X
X X
h. Tingkat UAPPB-E1 ke tingkat Ditjen Kekayaan Negara dalam rangka rekonsiliasi : Periode Pelaporan No. Uraian Semesteran Tahunan 1 ADK X 2 LBPPE1 X X 3 Laporan Kondisi Barang (LKB) X 4 CaLBMN X X i. Tingkat UAPB ke Ditjen Kekayaan Negara Periode Pelaporan No. Uraian Semesteran Tahunan 1 ADK X 2 Laporan Barang Pengguna (LPB) X X 193
3 4
Laporan Kondisi Barang (LKB) CaLBMN
X
X X
2. Ketentuan Penyusunan Laporan Barang Milik Negara a. Laporan Barang Milik Negara Semesteran 1) Laporan Barang Pengguna Semester I dan Semester II disusun berdasarkan hasil penggabungan Laporan Barang Pembantu Pengguna Eselon I Semester I dan Semester II; 2) Laporan Barang Pembantu Pengguna Eselon I Semester I dan Semester II disusun berdasarkan hasil penggabungan Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah/Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan dan Laporan Barang Kuasa Pengguna satker kantor pusat Semester I dan Semester II; 3) Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah Semester I dan Semester II disusun berdasarkan hasil penggabungan Laporan Barang Kuasa Pengguna Satker kantor daerah Semester I dan Semester II; 4) Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah Dekonsentrasi/ Tugas Pembantuan Semester I dan Semester II disusun berdasarkan hasil penggabungan Laporan Barang Kuasa Pengguna Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Semester I dan Semester II; 5) Laporan Barang Kuasa Pengguna Semester I dan Semester II disusun berdasarkan proses perekaman transaksi barang Semester I dan Semester II termasuk saldo awal; 6) Laporan Barang Kuasa Pengguna Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Semester I dan Semester II disusun berdasarkan proses perekaman transaksi barang Semester I dan Semester II termasuk saldo awal yang dananya bersumber dari Dana Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan; dan 7) UAKPB yang memiliki UAPKPB menggabungkan Laporan Barang Kuasa Pembantu Pengguna Semester I dan Semester II untuk menghasilkan Laporan Barang Pengguna Semester I dan Semester II. b. Laporan Barang Milik Negara Tahunan 1) Laporan Barang Pengguna Tahunan disusun berdasarkan hasil penggabungan Laporan Barang Pembantu Pengguna Eselon 1 Tahunan; 2) Laporan Barang Pembantu Pengguna Eselon I Tahunan disusun berdasarkan hasil penggabungan Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah/Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan dan Laporan Barang Kuasa Pengguna satker pusat; 3) Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah Tahunan disusun berdasarkan hasil penggabungan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan;
194
4) Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah Dekonsentrasi/ Tugas Pembantuan Tahunan disusun berdasarkan hasil penggabungan Laporan Barang Kuasa Pengguna Dekonsentrasi/ Tugas Pembantuan Tahunan; 5) Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan disusun berdasarkan akumulasi saldo awal, mutasi tambah tahun anggaran berjalan, dan mutasi berkurang tahun anggaran berjalan; 6) Laporan Barang Kuasa Pengguna Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan Tahunan disusun berdasarkan akumulasi saldo awal, mutasi tambah tahun anggaran berjalan, dan mutasi berkurang tahun anggaran berjalan; dan 7) UAKPB yang memiliki UAPKPB menggabungkan Laporan Barang Kuasa Pembantu Pengguna Tahunan untuk menghasilkan Laporan Barang Pengguna Tahunan. c. Hal lain yang perlu diperhatikan untuk kelengkapan pengungkapan (full disclosure) dan keakuratan data laporan BMN, yaitu : 1) Penggunaan anggaran pembiayaan dan perhitungan BA 999.07 (Belanja Subsidi) dan BA 999.08 (Belanja Lain-lain) yang menghasilkan BMN dilaporkan dalam neraca bagian anggaran pembiayaan dan perhitungan Kementerian Pertanian; dan 2) Dalam rangka meyakini keandalan data persediaan, setiap akhir semester UAKPB melakukan opname fisik barang persediaan. 3. Verifikasi dan Validasi Data Barang Milik Negara a. Tingkat Satker (UAKPB) Petugas akuntansi memproses dokumen sumber transaksi BMN untuk menghasilkan data transaksi BMN, Laporan Barang Kuasa Pengguna, Laporan Barang Kuasa Pengguna Barang Bersejarah, Laporan Barang Kuasa Pengguna Barang Persediaan, Laporan Barang Kuasa Pengguna Konstruksi Dalam Pengerjaan, Laporan Kondisi Barang, Kartu Identitas Barang, Daftar Barang Ruangan, dan Daftar Barang Lainnya. Register Transaksi Harian diverifikasi dengan dokumen sumber, untuk memastikan bahwa seluruh transaksi sudah diproses sesuai dengan dokumen sumber yang ada. Laporan Barang Kuasa Pengguna beserta ADK setiap semester dan tahunan dikirim ke tingkat UAPPBW/UAPPB-E1 untuk dilakukan penggabungan data. Petugas akuntansi memproses hasil penertiban aset yang dilaksanakan oleh tim penertiban aset dengan melakukan koreksi nilai melalui transaksi perubahan nilai koreksi tim penertiban aset. Koreksi yang dilakukan tidak akan merubah posisi aset didalam laporan barang kuasa pengguna, yaitu jika sebelum penertiban, aset tersebut mempunyai nilai diatas kapitalisasi (intrakomptabel) dan setelah dilakukan penertiban, aset tersebut mempunyai nilai dibawah kapitalisasi (ekstrakomptabel) tetap akan terlaporkan dalam laporan barang kuasa pengguna intrakomptabel atau sebaliknya. Transaksi Perolehan melalui Transfer masuk dan Hibah masuk tidak menjadikan BMN tersebut secara otomatis tercatat kedalam laporan 195
barang kuasa pengguna intrakomptabel, tetapi BMN tersebut akan tercatat sesuai dengan nilai perolehannya (nilai kapitalisasi). UAKPB Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan menyampaikan LBKP beserta ADK ke UAPPB-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan setiap semester dan tahunan. Untuk menjaga keandalan Laporan Barang dan Laporan Keuangan, UAKPB bersama UAKPA melakukan rekonsiliasi internal; b. Tingkat Wilayah (UAPPB-W) Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah divalidasi dengan Laporan Barang Kuasa Pengguna di lingkup UAPPB-W yang bersangkutan. Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan divalidasi dengan Laporan Barang Kuasa Pengguna Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan di lingkup UAPPB-W yang bersangkutan. Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah beserta ADK setiap semester dan tahunan disampaikan ke tingkat eselon I (UAPPB-E1) dan Kanwil Ditjen Kekayaan Negara di wilayah masingmasing. Penyampaian Laporan Barang oleh UAPPB-W Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan tidak perlu disertai ADK. Untuk menjaga keandalan Laporan Barang dan Laporan Keuangan, UAPPB-W bersama UAPPA-W melakukan rekonsiliasi internal; c. Tingkat Eselon I (UAPPB-E1) Laporan Barang Pembantu Pengguna Eselon I (UAPPB-E1) divalidasi dengan Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah (UAPPB-W) di lingkupnya dan juga Laporan Barang tingkat UAKPB di lingkup UAPPB-E1 yang bersangkutan, termasuk dana dekonsentrasi/tugas pembantuan yang disalurkan melalui propinsi/kabupaten/kota. Laporan Barang tingkat eselon I beserta ADK setiap semester dan tahunan disampaikan ke Kementerian Pertanian (UAPB). Untuk menjaga keandalan Laporan Barang dan Laporan Keuangan, UAPPB-E1 bersama UAPPA-E1 melakukan rekonsiliasi internal; dan d. Tingkat Kementerian Pertanian (UAPB) Laporan Barang tingkat Kementerian Pertanian (UAPB) divalidasi dengan Laporan Barang Eselon I (UAPPB-E1) di lingkupnya. Untuk menjaga keandalan Laporan Barang dan Laporan Keuangan, UAPB bersama UAPA melakukan rekonsiliasi internal. Setiap semester Kementerian Pertanian melakukan rekonsiliasi dengan Ditjen Kekayaan Negara, serta menyampaikan Laporan Barang Pengguna beserta ADK kepada Menteri Keuangan c.q. Dirjen Kekayaan Negara setiap semester dan tahunan. 4. Waktu Penyampaian Laporan Barang Milik Negara Kementerian Pertanian menyampaikan Laporan Barang Pengguna kepada Menteri Keuangan c.q. Dirjen Kekayaan Negara, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Laporan Barang Pengguna Semester I disampaikan selambatlambatnya pada tanggal 20 Juli tahun anggaran berjalan;
196
b. Laporan Barang Pengguna Semester II disampaikan selambatlambatnya pada tanggal 4 Februari setelah tahun anggaran berakhir; dan c. Laporan Barang Pengguna dan Laporan Kondisi Barang (LKB) selambat-lambatnya pada tanggal 14 Februari setelah tahun anggaran berakhir. 5. Rincian Laporan Barang Milik Negara a. Laporan Barang Pengguna yang harus disampaikan adalah sebagai berikut : 1) Laporan Barang Pengguna Semesteran No. Nama Laporan 1 Laporan Barang Pengguna Intrakomptabel per Kelompok Barang Kementerian Pertanian – Semesteran 2 Laporan Barang-Barang Bersejarah per Kelompok Barang Kementerian Pertanian – Semesteran 3 Laporan Persediaan Kementerian Pertanian – Semesteran 2) Laporan Barang Pengguna Tahunan No. Nama Laporan 1 Laporan Barang Pengguna Intrakomptabel per Kelompok Barang Kementerian Pertanian – Semesteran 2 Laporan Barang-Barang Bersejarah per Kelompok Barang Kementerian Pertanian – Semesteran 3 Laporan Kondisi Barang Kementerian Pertanian – Tahunan 4 Laporan Kondisi Barang – Barang Bersejarah Kementerian Pertanian – Tahunan b. Laporan Barang Pembantu Pengguna Eselon I yang harus disampaikan adalah sebagai berikut: 1) Laporan Barang Semesteran No. Nama Laporan 1 Laporan Barang Pembantu Pengguna Intrakomptabel per Kelompok Barang Eselon I – Semesteran 2 Laporan Barang-Barang Bersejarah per Kelompok Barang Eselon I – Semesteran 3 Laporan Persediaan Eselon I – Semesteran 2) Laporan Barang Tahunan No. Nama Laporan 1 Laporan Barang Pembantu Pengguna Intrakomptabel per Kelompok Barang Eselon I – Tahunan 2 Laporan Barang-Barang Bersejarah per Kelompok Barang Eselon I – Tahunan 3 Laporan Kondisi Barang Eselon I – Tahunan 4 Laporan Kondisi Barang – Barang Bersejarah Eselon ITahunan
197
c. Laporan Barang wilayah yang harus disampaikan adalah sebagai berikut : 1) Laporan Barang Semesteran No. Nama Laporan 1 Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah Intrakomptabel per Sub Kelompok Barang Wilayah – Semesteran 2 Laporan Barang-Barang Bersejarah per Sub Kelompok Barang Wilayah – Semesteran 3 Laporan Persediaan Wilayah – Semesteran 2) Laporan Barang Tahunan No. Nama Laporan 1 Laporan Barang Pembantu Pengguna Wilayah Intrakomptabel per Sub Kelompok Barang Wilayah – Tahunan 2 Laporan Barang-Barang Bersejarah per Sub Kelompok Barang Wilayah – Tahunan 3 Laporan Kondisi Barang Wilayah – Tahunan 4 Laporan Kondisi Barang – Barang Bersejarah Wilayah – Tahunan d. Laporan Barang Satker yang harus disampaikan adalah sebagai berikut : 1) Laporan Barang Tahunan No. Nama Laporan 1 Laporan Barang Kuasa Pengguna Intrakomptabel per Subsub Kelompok Barang Satker – Tahunan 2 Laporan Barang-Barang Bersejarah per Sub-sub Kelompok Barang Satker – Tahunan 3 Laporan Kondisi Barang Satker – Tahunan 4 Laporan Kondisi Barang – Barang Bersejarah Satker – Tahunan 2) Laporan Barang Semesteran No. Nama Laporan 1 Laporan Barang Kuasa Pengguna Intrakomptabel per Subsub Kelompok Barang Satker – Semesteran 2 Laporan Barang-Barang Bersejarah per Sub-sub Kelompok Barang Satker – Semesteran 3 Laporan Persediaan Satker – Semesteran M. Tata Cara Penyajian Informasi Pendapatan dan Belanja Secara Akrual Pada Laporan Keuangan Kementerian Pertanian 1. Pendapatan yang Masih Harus Diterima Dalam penyajian informasi pendapatan secara akrual, realisasi 198
pendapatan secara kas tahun berjalan harus disesuaikan yaitu dengan cara : a. menambahkan pendapatan yang masih harus diterima pada tahun anggaran berjalan (piutang pada tahun berjalan); dan/atau b. menambahkan pendapatan yang telah diterima oleh bendahara penerimaan K/L, namun belum disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara (pendapatan ditangguhkan); dan/atau c. mengurangkan pendapatan yang masih harus diterima pada tahun anggaran yang lalu (piutang pada tahun lalu) yang telah diterima pada tahun anggaran berjalan. Dokumen sumber yang digunakan untuk mencatat PNBP yang masih harus diterima, contohnya adalah sebagai berikut: 2) Surat Ketetapan PNBP; 3) Risalah lelang dan tanda penerimaan uang hasil lelang; 4) Perjanjian Bersama (PB) dan Penetapan Jumlah Piutang Negara (PJPN); 5) Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM); 6) Surat Ketetapan Pengadilan; 7) Kontrak/Perjanjian Pinjam Meminjam yang memuat tingkat bunga dan periode pembayaran bunga dan dokumen lain yang dipersamakan; dan 8) Dokumen lainnya yang dipersamakan. 2. Pendapatan Diterima di Muka Pada neraca, pendapatan diterima di muka disajikan sebagai kewajiban jangka pendek. Dalam penyajian informasi pendapatan secara akrual, realisasi pendapatan secara kas tahun berjalan harus disesuaikan yaitu dengan cara: a. mengurangkan pendapatan diterima di muka pada tahun berjalan; dan/atau b. menambahkan pendapatan diterima di muka pada tahun lalu yang barang/jasa/ pelayanannya dilaksanakan pada tahun berjalan. 3. Belanja yang Masih Harus Dibayar Belanja yang Masih Harus Dibayar adalah kewajiban yang timbul akibat hak atas barang/jasa yang telah diterima dan dinikmati dan/atau perjanjian komitmen yang dilakukan oleh K/L/pemerintah, namun sampai akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/pelunasan/realisasi atas hak/ perjanjian/komitmen tersebut. Dari pengertian di atas, Belanja yang Masih Harus Dibayar dapat dibagi menjadi dua, yaitu : a. kewajiban yang timbul akibat hak atas barang/jasa yang telah diterima K/L, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/pelunasan atas hak tersebut kepada pegawai dan/atau pihak ketiga selaku penyedia barang/jasa. Termasuk dalam hal ini adalah kewajiban kepada pegawai dan barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya; dan 199
b. kewajiban yang timbul akibat perjanjian/komitmen yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan peraturan yang ada, seperti Belanja Subsidi, Belanja Bantuan Sosial, dan Transfer ke Daerah, namun sampai pada akhir periode pelaporan belumndilakukan realisasi atas perjanjian komitmen tersebut kepada pihak ketiga. Dalam hal ini mengatur kewajiban satu arah dari pemerintah tanpa ada hak atas barang/jasa yang diterima. Pada neraca, belanja yang masih harus dibayar disajikan sebagai kewajiban jangka pendek. Dalam penyajian informasi belanja secara akrual, belanja secara kas tahun berjalan harus disesuaikan yaitu dengan cara: a. menambahkan belanja yang masih harus dibayar yang terutang pada tahun berjalan; dan/atau b. mengurangkan belanja yang masih harus dibayar pada tahun lalu yang telah dibayarkan pada tahun berjalan. Jenis transaksi belanja yang masih harus dibayar terdiri dari : a. Belanja Pegawai yang Masih Harus Dibayar Belanja Pegawai Yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pegawai, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan yang diberikan kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNl/Polri, dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan sampai dengan saat penyusunan laporan kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/pelunasan/realisasi atas hak/perjanjian/komitmen tersebut. Dokumen sumber yang terkait adalah Surat Keputusan Kenaikan Pangkat Pegawai atau Surat Keputusan Kenaikan Gaji Berkala Pegawai; b. Belanja Barang yang Masih Harus Dibayar Terdiri atas : 2) Belanja Barang/Jasa yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh K/L/pemerintah untuk membiayai keperluan kantor sehari-hari, pengadaan barang yang habis pakai seperti alat tulis kantor, pengadaan/penggantian inventaris kantor, langganan daya dan jasa, lain-lain pengeluaran untuk membiayai pekerjaan yang sifatnya non-fisik dan secara langsung menunjang tugas pokok dan fungsi K/L, pengadaan inventaris kantor yang nilainya tidak memenuhi syarat nilai kapitalisasi minimum yang diatur oleh pemerintah pusat/daerah dan pengeluaran jasa nonfisik seperti pengeluaran untuk biaya pelatihan dan penelitian, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/pelunasan/ realisasi atas hak/perjanjian/komitmen tersebut. Dokumen sumber yang terkait berupa tagihan dari penyedia barang/jasa, Surat Keputusan Pembentukan Tim, Berita 200
Acara Serah Terima (BAST) barang/jasa dan dokumen pendukung lainnya; 3) Belanja Pemeliharaan yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh K/L/pemerintah yang dimaksudkan untuk mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada ke dalam kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/pelunasan/realisasi atas hak/perjanjian/ komitmen tersebut. Dokumen sumber yang terkait berupa tagihan dari penyedia barang/jasa, BAST barang/jasa dan dokumen pendukung lainnya; dan 4) Belanja Perjalanan yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh K/L/pemerintah yang dilakukan untuk membiayai perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi, dan jabatan, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/pelunasan/realisasi atas hak/perjanjian/komitmen tersebut. Dokumen sumber yang terkait berupa Surat Perjalanan Dinas (SPD), Surat Tugas dan dokumen pendukung lainnya. c. Belanja Modal yang Masih Harus Dibayar Belanja Modal yang Masih Harus Dibayar yaitu kewajiban yang timbul akibat hak atas pengeluaran anggaran yang dilakukan oleh kementerian negara/ lembaga/pemerintah untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi, namun sampai pada akhir periode pelaporan belum dilakukan pembayaran/pelunasan/realisasi atas hak/perjanjian/ komitmen tersebut. Dokumen sumber yang digunakan adalah kontrak/SPK, BAST barang/jasa, tagihan dari penyedian barang/jasa, dan dokumen pendukung lainnya. 4. Belanja Dibayar di Muka Belanja Dibayar di Muka merupakan pengeluaran Satker/pemerintah yang telah dibayarkan dari Rekening Kas Umum Negara dan membebani pagu anggaran, namun barang/jasa/fasilitas dari pihak ketiga belum diterima/dinikmati Satker/pemerintah. Beban Dibayar di Muka diakui ketika pemerintah mempunyai hak klaim untuk mendapatkan atau manfaat ekonomi lainnya dari entitas lain telah atau tetap masih terpenuhi, dan nilai klaim tersebut dapat diukur atau diestimasi. Dengan kata lain, Belanja Dibayar di Muka timbul karena pemerintah telah melakukan pembayaran atas barang/jasa kepada pihak ketiga yang barangnya/manfaatnya masih akan diterima pada periode berikutnya. Pada neraca, Belanja Dibayar di Muka disajikan sebagai piutang. Dalam penyajian informasi belanja secara akrual, belanja secara kas tahun berjalan harus disesuaikan yaitu dengan cara : a. menambahkan belanja dibayar di muka pada tahun lalu yang barang/jasa/pelayanannya dinikmati pada tahun berjalan; dan b. mengurangkan belanja dibayar di muka pada tahun berjalan. 201
N. Penyisihan Piutang Tidak Tertagih 1. Penggolongan Kualitas Penyisihan Piutang Penggolongan kualitas piutang merupakan salah satu dasar untuk menentukan besaran tarif penyisihan piutang. Penilaian kualitas piutang dilakukan dengan mempertimbangkan jatuh tempo dan perkembangan upaya penagihan yang dilakukan oleh pemerintah. Kualitas piutang didasarkan pada kondisi piutang pada tanggal pelaporan. Kualitas piutang ditetapkan dalam 4 (empat) golongan, yaitu: kuatitas lancar, kualitas kurang lancar. kuatitas diragukan, dan kualitas macet. Penggolangan kualitas piutang PNBP sebagai berikut : a. Kualitas Lancar Apabila belum dilakukan pelunasan sampai dengan tanggal jatuh tempo yang ditetapkan; b. Kualitas Kurang Lancar Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama tidak dilakukan pelunasan; c. Kualitas Diragukan Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua tidak dilakukan pelunasan; dan d. Kualitas Macet 1) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga tidak dilakukan pelunasan; atau 2) Piutang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat Kekayaan Negara. 2. Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih K/L wajib membentuk Penyisihan Piutang tidak Tertagih balk yang umum maupun yang khusus. Penyisihan piutang tidak Tertagih ditentukan sebagai berikut : a. Penyisihan piutang tidak tertagih yang umum ditetapkan paling sedikit 5%o (lima permil) dari piutang yang memiliki kualitas lancar. b. Penyisihan piutang tidak tertagih khusus ditetapkan sebagai berikut: 1) 10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan; 2) 50% (lima puluh persen) dan piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan; dan 3) 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan. Nilai agunan atau barang sitaan mungkin sama, kurang, atau lebih dari nilai piutangnya. Agunan atau barang sitaan yang nilainya melebihi saldo piutangnya diperhitungkan sama dengan sisa piutang. Dengan demikian nilai piutang setelah dikurangi nilai agunan atau nilai barang sitaan tidak akan minus, paling rendah nol. Hal ini menunjukkan bahwa piutang yang memiliki nilai agunan atau nilai 202
barang sitaan sama dengan atau lebih dari nilai piutangnya dianggap terbebas dari risiko tidak tertagih. Prosentase penyisihan piutang tidak tertagih ditetapkan berdasarkan kualitas piutang pada tanggal pelaporan dengan mengabaikan prosentase penyisihan piutang tidak tertagih periode pelaporan sebelumnya. Dengan demikian. penyisihan piutang tidak tertagih ditetapkan setiap semester berdasarkan kondisi kualitas piutang pada saat itu dan tidak dilakukan akumulasi atas penyisihan piutang sebagaimana diperlakukan dalam penyusutan aset tetap.
Mulai
Data Piutang
Menilai Kualitas Piutang
Piutang yg Kualitasnya Menurun?
Penyisihan Khusus sesuai Kualitas yang Baru
Kualitas Piutang KURANG LANCAR Kualitas Piutang LANCAR Kualitas Piutang DIRAGUKAN
PENYISIHAN UMUM 0,5% Kualitas Piutang MACET
Penyisihan Khusus 10%
Penyisihan Khusus 50%
Penyisihan Khusus 100%
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih
Selesai
Gambar Bagan Alur Pembentukan Penyisihan Piutang Tak Tertagih
203
3. Nilai Agunan dan Barang Sitaan Nilai agunan atau barang sitaan dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan penyisihan piutang tidak tertagih dengan besaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Nilai agunan atau barang sitaan bersumber dari nilai yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Apabila sumber nilai agunan atau barang sitaan tersebut tidak diperoleh, agunan atau barang sitaan tidak diperhitungkan sebagai faktor pengurang penyisihan piutang tidak tertagih. Menteri Keuangan cq. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara berwenang melakukan penilaian kembali atas nilai agunan dan/atau barang sitaan yang telah diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan penyisihan piutang tidak tertagih apabila K/L tidak memenuhi ketentuan. Ketentuan mengenai penilaian agunan atau barang sitaan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan penyisihan piutang tidak tertagih dilaksanakan secara bertahap dalam 5 (lima) tahun sejak 2010. Jadi, untuk piutang yang tidak dalam kategori golongan lancar. nilai piutang yang akan diperhitungkan untuk membentuk penyisihan piutang tidak tertagih adalah setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai barang sitaan yang dapat diperhitungkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk mempermudah pembentukan penyisihan piutang tidak tertagih entitas perlu membuat Kartu Penyisihan Piutang tidak Tertagih (terlampir). Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut ini diberikan ilustrasi sebagai berikut : Ilustrasi 1 Satker ABC memiliki piutang PNBP senilai Rp 75 juta yang sudah menunggak 2 bulan dan telah diterbitkan surat tagihan pertama pada bulan November 2011. Agunan berupa tanah dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) dengan NJOP Rp 50 juta. Maka perhitungan pembentukan penyisihan piutang tidak tertagih per 31 Desember 2011 adalah sebagai berikut: Nilai piutang yang akan dibuat penyisihannya: 75 juta — (50% x Rp 50 juta) = Rp 50 juta Kualitas piutang: kualitas kurang lancar Prosentase penyisihan piutang tidak tertagih: 10% Penyisihan piutang tidak tertagih = 10% x Rp 50 juta = Rp 5 juta Ilustrasi 2 Satker DEF pada tanggal 31 Desember 2010 memiliki piutang yang sudah dikelompokkan berdasarkan kualitas piutang beserta agunannya seperti berikut ini :
204
Nama
Lancar
Kurang
Diragukan
Macet
Lancar Nilai
10.000.000,00
1.500.000,00 750.000,00
250.000,00
Piutang Agunan
Nilai
Tanah dengan Honda Astrea -
Tanah Tanpa
Hak
Grand Tahun
Hak
Tanggungan
1998
Tanggungan
8.000.000,00
2.500.000,00
0
6.000.000,00
Agunan
Besarnya penyisihan piutang tak tertagih akan dihitung sebagai berikut: Nama
Lancar
Kurang Lancar
Diragukan
Macet
Nilai Piutang
10.000.000,00
1.500.000,00
750.000,00
250.000,00
Agunan
Tanah
Honda
Astrea
-
Tanah
Hak
Grand
Tahun
Tanggungan
1998
8.000.000,00
2.500.000,00
0
6.000.000,00
0
=50%
0
=60%X6.000.000,00
Nilai Agunan Nilai
Agunan
yg
dengan
diperhitungkan
Tanpa
Hak
Tanggungan
X2.500.000,00
3.600.000,00
=1.250.000,00
Karena>250.000 Maka = 250.000
Dasar Pengenaan
10.000.000,00
250.000,00
750.000,00
0
% Penyisihan
0.5 %
10 %
50 %
100 %
Penyisihan (Rp)
50.000,00
25.000,00
375.000,00
0
4. Restrukturisasi Piutang Kementerian Pertanian dapat melakukan restrukturisasi piutang terhadap debitor sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dengan pertimbangan debitor mengalami kesulitan pembayaran dan/atau debitor memiliki prospek usaha yang balk dan diperkirakan mampu rnemenuhi kewajiban setelah dilakukan restrukturisasi. Cakupan restrukturisasi meliputi pemberian keringanan hutang,persetujuan angsuran, atau persetujuan penundaan pembayaran Jadi, restrukturisasi piutang dimaksudkan untuk memaksimalkan potensi penerimaan negara. Restrukturisasi piutang dapat menyebabkan peningkatan kualitas piutang. Perubahan kualitas piutang setelah persetujuan restrukturisasi dapat diubah oleh K/L adalah sebagai berikut: 205
=
a. setinggi-tingginya kualitas kurang lancar untuk piutang yang sebelum restrukturisasi memiliki kualitas diragukan atau kualitas macet; dan b. tidak berubah. apabila piutang yang sebelum rmemiliki kualitas kurang lancar. Apabila kewajiban yang ditentukan dalam restrukturisasi tidak dipenuhi oleh debitor. Maka kualitas piutang yang telah diubah, dinilai kembali seolah-olah tidak terdapat restrukturisasi. O.Akun Penyisihan Piutang Tidak Tertagih 1. Penyisihan Piutang Jangka Pendek Akun Uraian 116 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih — Piutang Jangka Pendek 1161 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih — Piutang Pajak 11611 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih — Piutang Pajak 116117 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih — Piutang Pajak Lainnya 1162 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih — Piutang Bukan Pajak 11621 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih — Piutang Bukan Pajak 116211 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih — Piutang PNBP 116212 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih — Piutang Lainnya 1164 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih — Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi 11641 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih — Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi 116411 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih — Bagian Lancar Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi 1166 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih — Piutang dari Kegiatan Operasional BLU 11661 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih — Piutang BLU Penyedia Barang dan Jasa 116611 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih — Piutang BLU Pelayanan Kesehatan 116612 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih — Piutang BLU Pelayanan Pendidikan 116613 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih — Piutang BLU 206
Penunjang Konstruksi 116614 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang KU Penyedia Jasa Telekomunikasi 116619 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang BLU Penyedia Barang dan Jasa Lainnya 11669 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang Operasional Lainnya BLU 116691 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang dari Kegiatan Operasional Lainnya BLU 1167 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang dari Kegiatan Non Operasional BLU 11671 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang Sewa BLU 116711 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang Sewa Tanah BLU 116712 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang Sewa Gedung BLU 116713 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang Sewa Ruangan BLU 116714 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang Sewa Peralatan dan Mesin BLU 116719 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang Sewa Lainnya BLU 11672 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang dari Penjualan Aset BLU 116721 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang dari Penjualan Aset Tetap BLU 116722 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang dari Penjualan Aset Lainnya BLU 11679 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang Non Operasional Lainnya BLU 116791 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang dari Kegiatan Non Operasional Lainnya BLU 2. Penyisihan Piutang Jangka Panjang/Aset Lainnya Akun Uraian 155 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Piutang Jangka Panjang 1552 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Tagihan Tuntutan PerbendaharaanfTuntutan Ganti Rugi 15521 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi 155211 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih – Tuntutan Perbendaharaan/ Tuntutan Ganti Rugi 1554 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi BLU 15541 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Tagihan 207
Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi BLU 155411 Penyisihan Piutang Tidak Tertagih - Tagihan Tuntutan Perbendaharaan Tuntutan Ganti Rugi BLU P. Jurnal Standar 1. Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih Jurnal pembentukan penyisihan piutang tidak tertagih dilakukan pada setiap tanggal neraca. yaitu semesteran dan tahunan. Jurnal dibuat berdasarkan hasil perhitungan penyisihan piutang tidak tertagih untuk setiap jenis piutang berdasarkan kondisi nyata kualitas piutang pada tanggal pelaporan. Jurnal penyisihan piutang tidak tertagih dicatat dengan menggunakan akun sesuai dengan akun piutang terkait. Jurnal standar pembentukan penyisihan piutang tidak tertagih dikelompokkan menurut jatuh tempo piutang. Untuk piutang jangka pendek pembentukan penyisihan piutang tidak tertagih adalah dengan mendebet ekuitas dana lancar dan mengkredit akun penyisihan piutang tidak tertagih sebagai berikut : Dr
31131X
Cadangan Piutang
Cr
116XXX
Penyisihan Piutang tidak TertagihPiutang Jangka Pendek
XXXXX XXXXX
Sedangkan untuk Satker badan layanan umum (BLU) jurnalnya adalah sebagai berikut : Dr 31132X Cadangan Piutang BLU XXXXX Cr
116XXX
Penyisihan Piutang tidak TertagihPiutang Jangka Pendek
XXXXX
Untuk piutang jangka panjang pembentukan penyisihan piutang tidak tertagih adalah dengan mendebet akun diinvestasikan dalam aset lainnya dan mengkredit akun penyisihan piutang tidak tertagih sebagai berikut : Dr 32131X Diinvestasikan dalam Aset Lainnya XXXXX Cr
155XXX
Penyisihan Piutang tidak TertagihPiutang Jangka Panjang
XXXXX
Sedangkan untuk Satker BLU jurnalnya adalah sebagai berikut : Dr
32132X
Cr
155XXX
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya-BLU Penyisihan Piutang tidak TertagihPiutang Jangka Panjang
XXXXX XXXXX
2. Penyesuaian Penyisihan Piutang Tidak Tertagih Pada tanggal pelaporan berikutnya K/L melakukan evaluasi terhadap perkembangan kualitas piutang yang dimilikinya. Apabila kualitas 208
piutang masih sarna, maka tidak perlu dilakukan jurnal penyesuaian cukup diungkapkan di dalam CaLK. Apabila kualitas piutang menurun, maka dilakukan penambahan terhadap nilai penyisihan piutang tidak tertagih sebesar selisih antara angka yang seharusnya disajikan dalam neraca dengan saldo awal dengan jurnal sebagai berikut : a. Jurnal penambahan nilai penyisihan piutang tidak tertagih untuk piutang jangka pendek : Dr 31131X Cadangan Piutang XXXXX Cr
116XXX
Penyisihan Piutang tidak TertagihPiutang Jangka Pendek
XXXXX
b. Jurnal penambahan riilai penyisihan piutang tidak tertagih untuk piutang jangka pendek satker BLU : Dr 31132X Cadangan Piutang BLU XXXXX Cr
116XXX
Penyisihan Piutang tidak TertagihPiutang Jangka Pendek
XXXXX
c. Jurnal penambahan nilai penyisihan piutang tidak tertagih untuk piutang jangka panjang : Dr 32131X Diinvestasikan dalam Aset Lainnya XXXXX Cr
155XXX
Penyisihan Piutang tidak TertagihPiutang Jangka Panjang
XXXXX
d. Sedangkan untuk Satker BLU jurnalnya adalah sebagai berikut : Diinvestasikan dalam Aset XXXXX Dr 32132X Lainnya-BLU Cr 155XXX Penyisihan Piutang tidak TertagihXXXXX Piutang Jangka Panjang Sebaliknya, apabila kualitas piutang meningkat misalnya akibat restrukturisasi, maka dilakukan pengurangan terhadap nilai penyisihan piutang tidak tertagih sebesar selisih antara angka yang seharusnya disajikan dalam neraca dengan saldo awal dengan jurnal sebagai berikut : a. Jurnal pengurangan nilai penyisihan piutang tidak tertagih untuk piutang jangka pendek : Dr 116XXX Penyisihan Piutang tidak Tertagih- XXXXX Piutang Jangka Pendek Cr 31131X Cadangan Piutang XXXXX
209
b. Jurnal pengurangan nilai penyisihan piutang tidak tertagih untuk piutang jangka pendek satker BLU : Dr 116XXX Penyisihan Piutang tidak Tertagih- XXXXX Piutang Jangka Pendek Cr 31132X Cadangan Piutang BLU XXXXX c. Jurnal pengurangan nilai penyisihan piutang tidak tertagih untuk piutang jangka panjang : Dr 155XXX Penyisihan Piutang tidak Tertagih- XXXXX Piutang Jangka Panjang Cr 32132X Diinvestasikan dalam Aset Lainnya XXXXX d. Sedangkan untuk Satker BLU jurnalnya adalah sebagai berikut : Dr 155XXX Penyisihan Piutang tidak Tertagih- XXXXX Piutang Jangka Panjang Diinvestasikan dalam Aset Cr 32132X XXXXX Lainnya-BLU 3. Penghapusbukuan Piutang Berdasarkan keputusan instansi yang berwenang dapat dilakukan penghapusbukuan terhadap piutang pemerintah. Penghapusbukuan piutang tidak selalu diikuti oleh penghapus tagihan piutang. Oleh karena itu piutang yang sudah dihapusbukukan tetapi tetap diupayakan penagihannya perlu ditatausahakan secara ekstrakomptabel dan diungkapkan di dalam CaLK. Piutang yang sudah dihapusbukukan harus dieliminasi dari neraca. Perlakuan akuntansi penghapusan piutang dilakukan dengan cara mengurangi akun Piutang dan akun Penyisihan Piutang Tidak Tertagih sebesar jumlah yang tercantum dalam surat keputusan sebagai berikut : XXXXX
31131X
Penyisihan Piutang tidak TertagihPiutang Jangka Pendek Cadangan Piutang
Dr
31131X
Cadangan Piutang
XXXXX
Cr
113XXX
Piutang
Dr
116XXX
Cr
XXXXX
XXXXX
Sedangkan jurnal penghapusbukuan untuk Satker BLU : Dr 116XXX Penyisihan Piutang tidak Tertagih- XXXXX Piutang Jangka Pendek Cr 31132X Cadangan Piutang- BLU Dr
31132X
Cadangan Piutang BLU
XXXXX
XXXXX
210
Cr
113XXX
Piutang
XXXXX
Untuk piutang jangka panjang atau aset lainnya jurnalnya adalah sebagai berikut : Dr 32131X Diinvestasikan dalam Aset Lainnya XXXXX Cr
155XXX
Penyisihan Piutang tidak TertagihPiutang Jangka Panjang
Dr
32132X
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
Cr
155XXX
Penyisihan Piutang tidak TertagihPiutang Jangka Panjang
XXXXX
XXXXX XXXXX
Sedangkan untuk Satker BLU jurnalnya adalah sebagai berikut : Dr 155XXX Penyisihan Piutang tidak Tertagih- XXXXX Piutang Jangka Panjang-BLU Diinvestasikan dalam Aset Cr 32132X XXXXX Lainnya-BLU Dr
31132X
Cr
1556XX
Diinvestasikan dalam Lainnya-BLU Aset Lainnya -BLU
Aset
XXXXX XXXXX
211
BAB VII Pengendalian dan Pengawasan
A. Pengendalian Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara, pimpinan unit kerja lingkup Kementerian Pertanian melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Pengendalian dimaksud dilaksanakan berpedoman pada Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan Peraturan Menteri Pertanian nomor 23/Permentan/OT.140/5/2009 tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian Intern. Pelaksanaan SPI di lakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pimpinan instansi melakukan sosialisasi SPI kepada seluruh pegawai dilingkup instansinya; 2. Pimpinan instansi menyusun Pedoman Teknis SPI untuk unit kerjanya serta SPI kegiatan startegis di unit kerjanya. 3. Seluruh jajaran pimpinan melaksanakan SPI sesuai pedoman teknis yang telah disusun, yang meliputi 5 (lima) unsur yaitu : a. Lingkungan Pengendalian. Pimpinan wajib mengkondisikan lingkungan pengendalian yg menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk menerapkan SPI dilingkungan kerjanya melalui; 1) Penegakan integritas dan nilai etika; 2) Komitment terhadap kompetensi; 3) Kepemimpinan yang kondusif; 4) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan; 5) Pendelegasian wewenang dan tanggungjawab yang tepat; dan 6) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia. b. Penilaian Risiko. Pimpinan instansi wajib melakukan penilaian resiko, melalui : 1) Identifikasi risiko yang dilakukan dengan menilai titik kritis kemungkinan terjadinya penyimpangan dari setiap tahap kegiatan. 2) Analisa risiko yang dilakukann dengan mencari sebab dan akibat dari titik kritis yang telah diidentifikasi. c. Kegiatan Pengendalian. Pimpinan instansi wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi instansinya. Sesuai dengan PP Nomor 60 tahun 2008 terdapat 11 kegiatan 212
pengendalian, selanjutnya agar dipilih yang paling sesuai untuk dapat mengendalikan kegiatan di instansi masing-masing. Kegiatan pengendalian tersebut meliputi : 1) Reviu atas kinerja instansi; 2) Pembinaan atas sumber daya manusia; 3) Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi; 4) Pengendalian atas fisik asset; 5) penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja; 6) pemisahan fungsi; 7) otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting; 8) pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian; 9) pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya; 10) akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan 11) dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern dan transaksi kejadian penting. d. Informasi dan komunikasi Pimpinan Instansi wajib mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. 1) Identifikasi dan mencatat informasi, yang terkait dengan instansinya meliputi informasi capaian kinerja fisik dan keuangan, produksi dan produktivitas, sarana dan prasarana; 2) Menyelenggarakan komunikasi yang efektif, dengan memanfaatkan sarana komunikasi (laporan, telepon, email, faksimili) sehingga informasi dapat diterima tepat waktu; dan 3) Mengelola, mengembangkan dan memperbarui sistem informasi secara terus-menerus. e. Pemantauan Pimpinan instansi wajib melakukan pemantauan Sistem Pengendalian Intern, melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya. 1) Pemantauan berkelanjutan dilakukan melalui : a) Laporan rutin (bulanan, triwulan, semester, tahunan) disesuaikan dengan kebutuhan organisasi/kegiatan; b) Supervisi rutin sesuai kebutuhan; dan c) Pembandingan dan rekonsilisasi apabila diperlukan. 2) Evaluasi terpisah Evaluasi terpisah yaitu evaluasi yang dilakukan oleh pihak lain dilakukan oleh aparat pengawasan intern (Itjentan) atau pihak eksternal pemerintah seperti perguruan tinggi. Evaluasi terpisah dapat dilakukan oleh Satlak-PI instansi yang bersangkutan untuk mengevaluasi penerapan SPI.
213
3) Tindaklanjut rekomendasi hasil audit Rekomendasi hasil audit harus segera diselesaikan dan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit. 4. Pimpinan instansi membentuk Tim Satuan Pelaksana Pengendalian Intern (Satlak PI) yang bertugas mengevaluasi, menilai dan mereviu pelaksanaan SPI oleh jajaran pimpinan di unit kerjanya; 5. Satlak PI melaksanakan tugasnya atas perintah pimpinan instansi sesuai kebutuhan; dan 6. Satlak PI melaporkan pelaksanaan SPI diunit kerjanya sesuai ketentuan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23/Permentan/OT.140/5/2009 tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian Intern. B. Pengawasan Pengawasan merupakan salah satu unsur penting dalam rangka peningkatan pendayagunaan aparatur negara dalam pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pernbangunan menuju terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Pengawasan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu : 1. Pengawasan Fungsional (Wasnal) Pengawasan fungsional merupakan kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Lembaga/Badan/Unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian, pengusutan dan penilaian. Pengawasan fungsional bertujuan disamping terciptanya sasaran organisasi serta ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku juga bertujuan untuk menilai apakah sistem pengendalian intern telah berjalan sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bersangkutan. Pengawasan fungsional dilakukan oleh : a. Pengawasan lnternal Kementerian Pertanian a. Inspektorat Jenderal Pengawasan Intern Kementerian Pertanian dilakukan oleh Inspektorat Jenderal selaku pengawas intern ditingkat Kementerian yang berada langsung dibawah Menteri Pertanian. Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 61/Permentan/ OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Kementerian. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi : a) Penyiapan perumusan kebijakan pengawasan fungsional; b) Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c) Pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat Jenderal. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 Inspektorat Jenderal melakukan pengawasan fungsional 214
terhadap pelaksanaan tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan di bidangnya. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal, meliputi semua aspek pengelolaan dan pelaksanaan anggaran satuan kerja yaitu (1) Persiapan dan perencanaan kegiatan; (2) Pengorganisasian; (3) Kegiatan tugas pokok; (4) Pelaksanaan pengurusan administrasi keuangan, perlengkapan dan ketatausahaan; (5) Penyelenggaraan pengawasan melekat; (6) Efisiensi dan kehematan; (7) Pencapaian rencana, program dan pencapaian tujuan fungsional; (8) Pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan; dan (9) Akuntabilitas kinerja instansi/unit kerja. Dalam rangka melaksanakan pengawasan Inspektorat Jenderal menetapkan kebijakan pengawasan yang diimplementasikan melalui kegiatan antara lain, audit kinerja, audit investigasi, pengawalan dan evaluasi kegiatan strategis. (a) Audit Kinerja Audit kinerja bertujuan untuk menilai kinerja Satker atau Unit Kerja melalui Indikator efisiensi, efektifitas, ekonomis dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Audit kinerja yang dilakukan sesuai Program Kerja Pemeriksaan Tahunan (PKPT). Audit kinerja dilaksanakan secara reguler dan dilakukan melalui pendekatan komprehensif maupun operasional terhadap : (1) Pemanfaatan dan pemeliharaan sumberdaya sarana dan prasarana; (2) Efektifitas hasil dari pemanfaatan sumberdaya sarana dan prasarana; dan (3) Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam mendukung penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi. (b) Audit Investigasi Audit investigasi bertujuan untuk memperoleh kejelasan atau kebenaran suatu informasi adanya indikasi tindak KKN. Audit Investigasi dilaksanakan atas pertimbangan khusus dan dilaksanakan secara insidentil. Audit Investigasi didasarkan atas : (1) Laporan Pengaduan Masyarakat; (2) Pendalaman terhadap Hasil Audit Kinerja; (3) Instruksi Pimpinan; dan (4) Atas Permintaan dari satuan Unit Kerja tertentu
215
(c) Pengawalan Kegiatan Strategis Kegiatan pengawalan bertujuan agar kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Pengawalan dilakukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko yang kemungkinan terjadi di auditan, sehingga diharapkan dari pengawalan ini dapat memberikan rekomendasi perbaikan lebih dini (early warning) serta meminimalisasikan timbulnya inefisiensi dan inefektifitas dalam penggunaan anggaran; dan (d) Evaluasi Kegiatan Strategis Evaluasi kegiatan startegis bertujuan untuk melakukan penilaian secara komprehensif terhadap kegiatan strategis Unit Eselon I lingkup Kementerian Pertanian. Evaluasi dilakukan terhadap kegiatan yang berdampak nasional dan bernilai strategis serta mempunyai alokasi anggaran yang cukup besar. Kegiatan yang dievaluasi mencakup aspek teknis dan administrasi dengan menggunakan metodologi dan analisis statistik. b. Pengawasan Eksternal Kementerian. 1) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan aparat pengawasan fungsional eksternal pemerintah yang dibentuk dan ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang mempunyai tugas : a) memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara; b) memeriksa semua pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD), kekayaan negara dan dana-dana lain yang bersumber dari pembiayaan pemerintah; dan c) memberikan Rekomendasi atas Laporan Hasil Pemeriksaan. Selain tugas tersebut di atas, berdasarkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 2 Tahun 2010, BPK melakukan Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK. Dalam pemantauan tersebut BPK menelaah jawaban atau penjelasan yang diterima dari Pejabat untuk menentukan apakah tindak lanjut telah dilakukan. Hasil penelaahan diklasifikasikan sebagai berikut : a) tindak lanjut telah sesuai dengan rekomensdasi; b) tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi; c) rekomendasi belum ditindalanjuti; atau d) rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti.
216
Apabila hasil penelaahan menunjukan klasifikasi tindak lanjut telah sesuai dengan rekomendasi atau rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti maka tanggung jawab administratif Pejabat untuk untuk menindaklanjuti rekomendasi dianggap selesai. Sedangkan apabila hasil penelaahan menunjukan klasifikasi tindak lanjut belum sesuai dengan rekomendasi atau rekomendasi belum ditindaklanjuti, maka BPK dapat melakukan pembahasan dengan Pejabat tersebut dan hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan dan dilampiri dengan Resume Pembahasan. Pejabat melakukan tindak lanjut atas hasil yang tertuang dalam Berita Acara dan Resume Pembahasan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari rekomendasi tetap tidak ditindaklanjuti, BPK dapat melaporkan kepada instansi yang berwenang. Selanjutnya BPK juga berwenang meminta keterangan kepada orang/badan/instansi pemerintah atau swasta sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang. b. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu: a) pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan; b) perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan; c) koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPKP; d) pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan pengawasan keuangan dan pembangunan; dan e) penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga. BPKP dalam menyelenggarakan fungsinya mempunyai kewenangan : a) penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya; b) perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro; c) penetapan system informasi di bidangnya; 217
d) pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidangnya; e) penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidangnya; dan f) kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu : (1) memasuki semua kantor, bengkel, gudang, bangunan, tempat-tempat penimbunan dan sebagainya; (2) meneliti semua catatan, data elektronik, dokumen, buku perhitungan, surat-surat bukti, notulen rapat panitia dan sejenisnya, hasil survei laporan-laporan pengelolaan dan surat-surat lainnya yang diperlukan dalam pengawasan; (3) melakukan pengawasan kas, surat-surat berharga, gudang persediaan dan lain-lain; dan (4) meminta keterangan tentang tindak lanjut hasil pengawasan baik hasil pengawasan BPKP sendiri, maupun hasil pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan dan lembaga pengawasan lainnya. 2. Pengawasan Legislatif Pengawasan legislatif adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap pemerintah pusat dan daerah sesuai tugas, wewenang dan haknya. a. Dewan Perwakilan Rakyat melakukan pengawasan legislatif atas pelaksanaan tugas pemerintah; b. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi melakukan pengawasan legislatif atas pelaksanaan kebijakan Daerah Provinsi; c. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota melakukan pengawasan legislatif atas pelaksanaan kebijakan Daerah Kabupaten/Kota; dan d. Pengawasan legislatif dilakukan oleh Fraksi-fraksi, Komisikomisi dan alat kelengkapan lainnya antara lain dilakukan melalui rapat dengar pendapat, peninjauan terhadap kegiatan Pemerintah dan Pemda. Gubernur melakukan pengawasan fungsional : a. Gubernur selaku Kepala Daerah Otonom melakukan pengawasan fungsional atas kegiatan Pemerintahan Propinsi; b. Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat melakukan pengawasan fungsional terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten dan Kota sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan; dan
218
c. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada angka (1) dan angka (2) dilaksanakan oleh Badan/Lembaga Pengawasan Daerah Propinsi. Bupati dan Walikota melakukan pengawasan fungsional atas kegiatan Pemerintah Kabupaten dan Kota. Pengawasan dilaksanakan oleh Badan/ Lembaga Pengawas Daerah Kabupaten/Kota. 3. Pengawasan Masyarakat (Wasmas) Pengawasan Masyarakat (Wasmas) adalah pengawasan yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan melalui : a. pemberian informasi adanya indikasi terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di lingkungan Pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat; dan b. penyampaian pendapat dan saran mengenai perbaikan, penyempurnaan baik preventif maupun represif atas masalah yang disampaikan. Instansi/Lembaga pemerintah yang menerima pengaduan masyarakat wajib menanggapi pengaduan tersebut yang subtansinya mengandung kadar pengawasan sesuai ketentuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/118/M.PAN/8/2004. Hasil pengawasan masyarakat disampaikan kepada pejabat yang berwenang dan atau instansi yang terkait. Masyarakat berhak memperoleh informasi perkembangan penyelesaian masalah yang diadukan kepada pejabat yang berwenang dan atau instansi yang terkait. C. Laporan Hasil Audit (LHA) Rekomendasi temuan hasil pemeriksaan yang tercantum dalam LHA khususnya yang menyangkut kerugian negara adalah final dan penyelesaiannya harus dengan penyetoran/penggantian. LHA digunakan untuk : 1. Pengambilan tindakan korektif terhadap instansi/satker yang diperiksa; 2. Penyusunan/perbaikan perencanaan yang akan datang; 3. Mencegah terjadinya kesalahan yang sama untuk waktu yang akan dating; 4. Bahan masukan/informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam bentuk laporan tertulis; dan 5. Bahan pembuatan Penerbitan Keputusan Menteri Pertanian tentang Pembebanan Ganti Rugi atas Kerugian Negara kepada yang bersangkutan. Laporan Hasil Audit (LHA) disampaikan kepada Pimpinan Satker/Unit Eselon I sebagai penanggungjawab program dengan tembusan kepada: 1. Badan Pemeriksa Keuangan; 219
2. Menteri Pertanian; 3. Gubernur (untuk LHA Provinsi/Kabupaten); 4. Bupati (untuk LHA Kabupaten); dan 5. Auditan. Laporan pemeriksaan harus merniliki nilai manfaat untuk pimpinan maupun pihak yang diperiksa, sehingga harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Isinya harus akurat dan obyektif artinya berdasarkan fakta, buktibukti pendukung yang kuat serta relevan, kompeten, material dan cukup (rekomacu); 2. Dibuat segera setelah selesai pekerjaan pemeriksaan; 3. Memuat ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan; 4. Memuat temuan dengan unsur kondisi, kriteria, sebab, akibat, kesimpulan pemeriksaan serta saran-saran perbaikan secara konstruktif; dan 5. Mengungkapkan hal-hal yang masih merupakan masalah yang belum diselesaikan. D. Tindak Lanjut Laporan Hasil Audit Dalam rangka meningkatkan efektifitas pengawasan dan menunjang terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), maka setiap temuan hasil pengawasan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) maupun Pengawas Ekstern Pemerintah, wajib ditindaklanjuti secara konsisten oleh unit kerja/atasan langsung sebagai penanggungjawab kegiatan. Tindaklanjut hasil pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah maupun Ekstern Pemerintah sangat diperlukan dalam rangka memperbaiki manajemen pemerintahan antara lain aspek kelembagaan, ketatalaksanaan dan SDM aparatur, serta dasar penilaian kinerja pimpinan unit kerja agar suatu temuan yang sama tidak terulang kembali. Penyelesaian tindak lanjut tersebut tidak menghapuskan tuntutan pidana.. 1. Untuk efektifitasnya tindak lanjut hasil pengawasan, diinstruksikan: a. Kepada pimpinan Satker di lingkungan Kementerian Pertanian menindaklanjuti setiap saran/rekomendasi yang tertuang dalam laporan hasil pengawasan; dan b. Setiap Satker yang lalai dalam tindak lanjut hasil pengawasan dapat dikenakan sangksi sesuai ketentuan yang berlaku, dan dapat dijadikan salah satu dasar penilaian kepemimpinan (DP3) serta bahan pertimbangan dalam pramosi jabatan. 2. Jenis-jenis Tindak lanjut pengawasan Fungsional a. Tindakan administrative sesuai peraturan perundang-undangan dibidang kepegawaian, termasuk penerapan hukum disiplin sesuai Peraturan Pemerintah, Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil; 220
b. Tindakan Tuntutan/gugatan perdata, antara lain : 1) Tuntutan ganti rugi/penyetoran kembali (bagi pegawai negeri bukan bendahara); 2) Tuntutan Perbendaharaan (bagi bendahara); dan 3) Tuntutan perdata berupa pengenaan denda, ganti rugi dan lain-lain. c. Tindakan pengaduan tindak pidana dengan menyerahkan perkaranya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam hal terdapat indikasi tindak pidana umum, atau Kepala Kejaksaan Republik Indonesia dalam hal terdapat indikasi tindak pidana khusus, seperti korupsi dan lain sebagainya; dan d. Tindakan penyempurnaan Aparatur Pemerintah di bidang kelembagaan, kepegawaian dan ketatalaksanaan. 3. Penanganan tindak lanjut a. Pihak yang langsung mendapat saran/rekomendasi sehubungan dengan hasil pengawasan aparat fungsional pemerintah wajib melaksanakan tindak lanjut hasil pengawasan tersebut; b. Setiap pimpinan satker lingkup Kementerian Pertanian berkewajiban memfasilitasi kelancaran pelaksanaan tindak lanjut dilingkup unit kerjanya; dan c. Inspektorat Jenderal selaku unit pengawasan intern Kementerian melakukan: 1) Inventarisasi, memantau, memeriksa dan mencatat perkembangan tindak lanjut hasil pengawasan secara berkesinambungan; 2) Terhadap temuan yang merugikan keuangan negara/daerah agar dilaporkan kepada Pimpinan unit kerja dan berkoordinasi dengan Aparat Penegak Hukum (Kejaksaan dan Kepolisian) dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan 3) Menyampaikan laporan pelaksanaan tindak lanjut dimaksud kepada Menteri Pertanian dengan tembusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan). 4. Pemutakhiran Data. Pengertian pemutakhiran data adalah kegiatan untuk memperbaharui keterangan atau bahan nyata berupa data akhir mengenai temuan pemeriksaan yang sudah dan belum ditindaklanjuti yang dapat dijadikan dasar kajian atau penyelesaian tindak lanjut hasil pengawasan. Ruang lingkup pemutahiran data diarahkan pada penyelesaian temuan hasil pemeriksaan baik pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal maupun oleh aparat pengawas fungsional lainnya (BPK-RI dan BPKP) dengan skala prioritas terhadap tunggakan kerugian negara dengan pertimbangan cukup besar dan telah lebih dari 2 bulan belum ada penyelesaian. Prosedur kerja pemutakhiran data :
221
a. Pelaksanaan pemutakhiran data dilakukan oleh Sekretariat Inspektorat Jenderal dan dalam hal dipandang perlu dapat mengikutsertakan auditor fungsional; b. Supervisor adalah pejabat Eselon II, sedangkan Ketua Tim yaitu pejabat Eselon III atau Eselon IV yang ditunjuk; c. Pelaksanaan pemutakhiran data baik dari pusat maupun daerah dilaksanakan bersama-sama antara Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian dengan Biro Keuangan dan Perlengkapan Kementerian Pertanian beserta Unit Eselon I yang bersangkutan serta Sekretariat Jenderal; dan d. Pemutakhiran Data atas LHA Inspektorat Jenderal dilakukan sebagai berikut : 1) Di Pusat. a) Dilakukan pertemuan dengan Inspektorat Jenderal, Unit Eselon I yang terkait dan Biro Keuangan dan Perlengkapan Kementerian Pertanian untuk memperbaharui data temuan.; b) Dibahas temuan/saran yang sulit untuk ditindaklanjuti, untuk memutuskan tindakan yang akan dilaksanakan; dan c) Dibuat berita acara hasil pemutakhiran data yang ditandatangani oleh Sekretaris Inspektorat Jenderal, Biro Keuangan dan Perlengkapan serta wakil dari Unit Eselon I. 2) Di Daerah (Provinsi) a) Tim Pemutakhiran Data Pusat melakukan pembahasan dan diskusi dengan pimpinan unit kerja/satker untuk mengetahui sejauhmana rekomendasi yang telah disampaikan telah ditindaklanjuti; b) Mengumpulkan temuan/saran yang belum ditindaklanjuti untuk mengetahui adanya hambatan dalam pelaksanaan tindak lanjut dan kurangnya perhatian pimpinan dalam melaksanakan tindaklanjut; c) Mengkaji lebih lanjut temuan yang telah ditindaklanjuti; d) Tindak lanjut yang dilakukan harus sesuai dengan saran/ temuan dan dianggap selesai apabila didukung dengan bukti pendukung yang lengkap dan sah menurut hukum seperti bukti setoran ke kas negara ; e) Tindaklanjut yang dilakukan hanya menyelesaikan sebagian saran/temuan. Terhadap hal demikian maka perlu diketahui lebih lanjut hambatan dan penyebabnya; dan f) Mengumpulkan data pendukung secara lengkap dan sah sebagai bahan penyelesaian lebih lanjut atas temuan tersebut.
222
E. Pemutakhiran Data Atas LHA BPKP dan BPK-Rl 1. Di Pusat a. LHA BPKP 1) Inspektorat Jenderal menyelenggarakan pertemuan forum Pemutakhiran Data dengan BPKP dan Eselon I yang masih mempunyai tunggakan temuan yang belum diselesaikan serta dihadiri pula dari Biro Keuangan dan Perlengkapan; dan 2) Berita Acara Hasil Pemutakhiran Data ditandatangani oleh wakil BPKP dan Sekretaris Inspektorat Jenderal dan wakil dari Unit Eselon I. b. LHA BPK-RI 1) BPK-RI mengirimkan bahan Pra Pemutakhiran Tindak Lanjut (PTL) kepada Inspektorat Jenderal; 2) Inspektorat Jenderal menyiapkan bahan-bahan untuk dilakukan pembahasan dengan BPK-RI dan Unit Eselon I serta Biro Keuangan dan Perlengkapan; dan 3) Berita acara Hasil Pemutakhiran Data, ditandatangani oleh Sekretaris Inspektorat Jenderal dan BPK-RI serta wakil dari Unit Eselon I. 2. Di Daerah (Provinsi) a. melakukan konfirmasi kepada BPKP setempat untuk mengetahui perkembangan tindak laniutnya; b. melakukan konfirmasi terhadap temuan yang belum selesai kepada obyek pemeriksaan untuk mengetahui hambatan yang dihadapi; dan c. mengumpulkan data pendukung secara lengkap dan sah sebagai bahan penyelesaian lebih lanjut atas temuan tesebut. 3. Lain - lain Petugas pemutakhiran data tidak diperkenankan : a. mengubah isi temuan/saran sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan; b. membuat pernyataan yang tidak sesuai dengan temuan dan tidak didukung dengan data yang akurat; c. membuat kebijaksanaan atas temuan tanpa persetujuan Inspektur yang bersangkutan; d. memberikan janji penyelesaian temuan diluar kewenangannya; dan e. melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan tugas pokoknya. Status penyelesaian temuan kerugian negara secara umum dibagi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu : a. Tuntas Temuan hasil pemeriksaan dikatakan tuntas apabila seluruh temuan telah ditindaklanjuti oleh auditan atau pihak ketiga sesuai dengan saran, dan untuk kasus kerugian negara dianggap tuntas apabila didukung dengan bukti pendukung yang lengkap 223
dan sah menurut hukum, seperti bukti setoran ke kas Negara; b. Dalam proses Temuan hasil pemeriksaan dikatakan dalam proses apabila sebagian dari temuan telah ditindaklanjuti dan sebagian belum ditindaklanjuti atau disanggah oleh auditan atau oleh pihak ketiga; dan c. Pending Temuan hasil pemeriksaan dikatakan pending apabila seluruh temuan belum ditindaklanjuti atau disanggah oleh auditan atau pihak ketiga. Sehubungan dengan itu terhadap temuan temuan yang dipending dan merupakan kasus kerugian negara maka langkah selanjutnya Inspektorat Jenderal Departemen Pertanian dan dalam jangka waktu paling lambat 7 hari harus menyerahkan kepada Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian cq. Biro Keuangan dan Perlengkapan untuk melakukan penyelesaian lebih lanjut, dan disertai dengan datadata pendukung yang pasti atas temuan kasus kerugian negara tersebut. F. Verifikasi oleh Biro Keuangan dan Perlengkapan Biro Keuangan dan Perlengkapan melakukan verifikasi pelaksanaan anggaran dengan tindakan pengujian dan penelaahan atas kebenaran pertanggungjawaban (akuntabilitas) pengurusan keuangan negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil verifikasi Biro Keuangan dan Perlengkapan berupa Nota Hasil Verifikasi (NHV) disampaikan kepada pejabat yang berwenang untuk mendapat pengesahan. Tujuan verifikasi agar tercipta tertib administrasi keuangan yang berhasil guna dan tepat guna sebagai umpan balik bagi pimpinan dalam mengevaluasi pelaksanaan kegiatan agar dapat membuat suatu keputusan yang cepat, tepat dan berguna bagi penyempurnaan dimasa mendatang. Dokumen keuangan yang diverifikasi oleh Biro Keuangan dan Perlengkapan yaitu : 1. POK; 2. SPM dan SSBP beserta lampirannya berupa tanda bukti pembayaran beserta data dan bukti pendukungnya; 3. Laporan Pertanggungjawaban Bendahara; 4. Laporan/SPJ PNBP; dan 5. Dokumen lainnya yang diperlukan. Biro Keuangan dan Perlengkapan secara fungsional melakukan verifikasi ke kantor/satuan kerja yang bersangkutan. Dalam melakukan pengujian/verifikasi terhadap bukti pengeluaran, perlu ditinjau dari beberapa segi yaitu : 1. Dari segi "teknik" anggaran menurut ketentuan perundangundangan yang berlaku (wetmatigheid) : a. Apakah dana untuk membayar tagihan pada pelaksanaan itu tersedia dalam DIPA/POK; b. Apakah dana tersebut cukup tersedia. 224
2. Dari segi maksud/tujuan pengeluaran (doelmatigheid) : a. Apakah maksud/tujuan telah sesuai dengan apa yang direncanakan sebagaimana tertera dalam DIPA/POK; b. Pengujian kemungkinan adanya pemborosan pemborosan. 3. Dari segi "kebenaran formal" menurut haknya (rechmatigheid) : a. Apakah secara formal pihak penagih berhak untuk menagih kepada satuan kerja (KPA/PPK); b. Apakah surat-surat bukti serta data pendukung telah memenuhi persyaratan yakni dari segi ketelitian, ketepatan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
225
BAB VIII PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA
Kerugian Negara merupakan kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Menurut bentuk dan jenisnya, kerugian negara dapat dibedakan sebagai berikut : a. Yang dapat dituntut. 1) Kerugian negara akibat kelalaian bendahara (Tuntutan Perbendaharaan); 2) Kerugian negara akibat perbuatan pegawai negeri bukan bendahara (Tuntutan Ganti Rugi); dan 3) Kerugian negara akibat perbuatan pihak ketiga/swasta (Buku III KUH Perdata pasal 1365). b. Yang tidak dapat dituntut. 1) Akibat perbuatan diluar kesalahan/kelalaian bendahara atau pegawai negeri bukan bendahara seperti perampokan, kerusuhan dan sejenisnya; dan 2) Bencana alam (force majeure) seperti banjir, kebakaran, gempa dan sejenisnya. Kepala Satker selaku KPA selaku penanggung jawab pengelolaan anggaran/ barang wajib melaporkan ke Menteri Pertanian secara berjenjang tentang terjadinya kerugian negara di lingkungan unit kerjanya tanpa menunggu hasil pemeriksaan pengawas fungsional maupun hasil pelaksanaan pengawasan melekat dalam jangka waktu paling lambat 7 hari sejak diketahui terjadinya kerugian negara. Tembusan atas Laporan adanya indikasi Kerugian Negara tersebut disampaikan kepada : 1. Badan Pemeriksa Keuangan; 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian; 3. Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian; dan 4. Pimpinan Unit Eselon I yang bersangkutan; Apabila dalam kasus kerugian negara tersebut terdapat unsur pidana, Kepala Satker/KPA segera melaporkan kepada pihak Kepolisian setempat untuk pidana umum dan kepada Kejaksaan bila mengandung unsur pidana khusus. A. Pengorganisasian Kerugian Negara 1) Ditingkat Kementerian Pertanian, Penatausahaan kerugian negara dilaksanakan oleh Tim Penyelesaian Kerugian Negara (TPKN) yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pertanian dengan Susunan Keanggotaan sebagai berikut : Pengarah : 1.Sekretaris Jenderal 2.Inspektur Jenderal 226
Ketua
: 1.Kepala Biro Keuangan dan Perlengkapan 2.Sekretaris Inspektorat Jenderal Sekretaris : 1.Kepala Bagian Perbendaharaan dan PNBP 2.Kepala Bagian Data dan Pemantauan Laporan Hasil Audit (Itjen) Anggota : Pejabat Eselon III dari masing-masing Eselon I lingkup Kementerian Pertanian yang terkait dengan Penyelesaian Kerugian Negara. Pejabat Eselon IV lingkup Bagian Perbendaharaan dan PNBP. Tugas dan tanggung jawab TPKN yaitu : a) menginventarisasi kasus kerugian negara lingkup Kementerian Pertanian; b) menghitung/menaksir atas kejadian kerugian negara (apabila diminta); c) mengumpulkan dan melakukan verifikasi bukti-bukti pendukung atas kejadian kerugian negara (apabila diminta); d) melakukan koordinasi dengan Instansi terkait dalam rangka penyelesaian kerugian negara lingkup Kementerian Pertanian; e) memberikan pertimbangan kepada pimpinan Kementerian Pertanian mengenai langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam proses penyelesaian kasus kerugian negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku; f) melakukan advokasi dan mediasi pembentukan UPP di tingkat Eselon I; g) melakukan pembinaan terhadap UPP di tingkat Eselon I dan tingkat satker; h) menyampaikan laporan hasil penyelesaian kerugian negara kepada pimpinan Kementerian Pertanian; dan i) dapat menunjuk pembantu TPKN untuk melakukan tugas-tugas kesekretariatan. 2) Ditingkat Eselon I : Sekretaris Jenderal/Inspektur Jenderal/Direktur Jenderal/Kepala Badan menetapkan Unit Penatausahaan Piutang dengan susunan sebagai berikut : a) Unit Operasional beranggotakan dari Bagian Evaluasi dan Pelaporan atau Bagian Keuangan dan Perlengkapan atau Bagian Umum pada Badan Litbang atau Bagian Perbendaharaan dan PNBP pada Sekretariat Jenderal; b) Unit Administrasi beranggotakan dari Bagian Evaluasi dan Pelaporan atau Bagian Keuangan dan Perlengkapan atau Bagian Umum pada Badan Litbang atau Bagian Perbendaharaan dan PNBP pada Sekretariat Jenderal; c) Unit Pembukuan beranggotakan dari Bagian Keuangan dan Perlengkapan atau Bagian Umum pada Badan Litbang atau Bagian Akuntansi dan Verifikasi pada Sekretariat Jenderal; dan d) Sedangkan pada Inspektorat Jenderal seluruh UPP beranggotakan dari Bagian Data dan Pemantauan Laporan Hasil Audit. 227
Tugas dan tanggung jawab UPP ditingkat Eselon I yaitu : a) melakukan advokasi dan mediasi pembentukan UPP pada Satker yang menjadi tanggungjawabnya; b) melakukan pembinaan terhadap UPP di Satker yang menjadi tanggung jawabnya; c) menyampaikan laporan secara berkala kepada TPKN Kementerian Pertanian; d) menyusun dan menyajikan Laporan Piutang Bukan Pajak pada Laporan Keuangan Tingkat Eselon I; e) melakukan koordinasi dan rekonsiliasi Data Kerugian Negara lingkup Eselon I dengan Aparat Pengawas Fungsional terkait melalui Sekretariat Jenderal; f) menyusun dan menyampaikan perkembangan Data Debitur Piutang Bukan Pajak kepada Kementerian Keuangan melalui Sekretariat Jenderal setiap semester; g) mengkoordinasikan seluruh tugas dan tanggungjawab UPP pada tingkat Satker yang menjadi tanggungjawabnya; dan h) mengkoordinasikan pembuatan kelengkapan data pendukung piutang PNBP antara lain SKTJM, Agunan dan SSBP 3) Ditingkat Satker (UPT Vertikal dan SKPD Pengelola Dana Tugas Pembantuan/Dekonsentrasi) : Pada satker UPT vertikal, Kepala Badan/Balai menetapkan Unit Pengelola Piutang dengan susunan sebagai berikut : a) Unit Operasional beranggotakan dari Bagian yang membidangi Evaluasi dan Pelaporan atau Keuangan; b) Unit Administrasi beranggotakan dari Bagian yang membidangi Evaluasi dan Pelaporan atau Keuangan; dan c) Unit Pembukuan beranggotakan dari Bagian yang membidangi Penyusunan Laporan Keuangan. Pada SKPD pengelola dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, Kepala Dinas/Badan/Kantor menetapkan Unit Pengelola Piutang dengan susunan sebagai berikut : a) Unit Operasional beranggotakan dari Bagian yang membidangi Evaluasi dan Pelaporan atau Keuangan; b) Unit Administrasi beranggotakan dari Bagian yang membidangi Evaluasi dan Pelaporan atau Keuangan; dan c) Unit Pembukuan beranggotakan dari Bagian yang membidangi Penyusunan Laporan Keuangan. Tugas dan tanggung jawab UPP di tingkat Satker yaitu ; a) Unit Operasional bertugas : (1) menyelesaikan Surat Pernyataan Piutang; (2) membuat Surat Penagihan Piutang; (3) menyelenggarakan pengawasan terhadap jalannya pembayaran penagihan piutang PNBP; (4) membuat Surat Peringatan terhadap pihak terutang yang lalai;
228
(5)
membuat Surat Pemindahan Penagihan Piutang PNBP terhadap terutang yang pindah satuan kerjanya; (6) membuat Surat Keterangan Tanda Lunas (SKTL) terhadap piutang yang telah dilunasi oleh pihak terutang bersangkutan; (7) mengirimkan Surat Tagihan kepada petugas administrasi dan petugas pembukuan; (8) membuat surat tentang penyerahan pengurusan piutang yang tidak tertagih kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara c.q. Kantor Pelayanan Kekayaan dan Lelang Negara (KPKNL) setempat; (9) membuat usulan penghapusan piutang setelah memperoleh pernyataan Piutang; dan (10) melakukan penilaian/taksiran atas kerugian negara akibat kerusakan/kehilangan atas Aset Negara/Barang Milik Negara. b) Unit Administrasi bertugas : (1) menerima dokumen surat penagihan piutang; (2) mengagendakan surat/dokumen yang masuk maupun yang harus dikirim kepada pihak terutang; (3) membuat surat pengantar; (4) meneruskan dokumen tanggapan pihak terutang ke Unit/Petugas Operasional; dan (5) mengirimkan bukti setor kepada Unit Pembukuan. c) Unit Pembukuan bertugas : (1) menerbitkan dan melakukan pencatatan piutang ke dalam Kartu Piutang berdasarkan dokumen-dokumen transaksi; (2) melakukan pencatatan piutang sewa rumah negara; (3) membuat daftar rekapitulasi piutang; (4) membuat daftar umur piutang dan reklasifikasi piutang; (5) membuat daftar saldo piutang triwulanan; (6) membuat penyisihan piutang tidak tertagih ke dalam kartu penyisihan piutang tidak tertagih; dan (7) mengarsipkan dokumen. Masing-masing Unit Operasional, Unit Administrasi dan Unit Pembukuan dapat dilaksanakan oleh satu atau beberapa petugas sesuai dengan ukuran organisasi atau jumlah transaksi yang ditangani. Surat Keputusan yang diterbitkan oleh Kepala Satuan Kerja tersebut tidak terikat dengan tahun anggaran. B. Penatausahaan Kerugian Negara Penatausahaan Kerugian Negara lingkup Kementerian Pertanian diawali dari pencatatan dokumen sumber, pengelolaan piutang, tindak lanjut serta pelaporan. 1. Pencatatan Kerugian Negara Pencatatan Kerugian Negara dilakukan berdasarkan dokumen sumber sebagai berikut :
229
a. Laporan Hasil Audit (LHA) Aparat Pengawas Fungsional; Setiap LHA yang memuat adanya unsur Kerugian Negara, harus menjelaskan dengan pasti tentang : 1) besarnya jumlah kerugian yang diderita oleh negara; 2) tingkat kesalahan/kelalaian pegawai yang akan dituntut; dan 3) identitas pelaku yang bertanggungjawab atas terjadinya Kerugian Negara. b. Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM); Setiap LHA yang memuat adanya unsur Kerugian Negara, harus disertakan SKTJM. Apabila SKTJM tidak diperoleh maka Kepala Kantor/Satker mengusulkan kepada Menteri Pertanian melalui Eselon I yang bersangkutan untuk diterbitkan Surat Keputusan Pembebanan Ganti Rugi (SK-TGR); c. Berita Acara Hasil Pemeriksaan oleh Tim atas kejadian kehilangan Barang Milik Negara (BMN); Setiap kerugian Negara akibat kehilangan BMN, maka Kepala Kantor/Satker membentuk Tim Pemeriksa. Tim Pemeriksa beranggotakan dari Bagian yang membidangi Keuangan dan atau Perlengkapan. Apabila diperlukan dapat melibatkan TPKN. Hasil kerja Tim Pemeriksa dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang memuat : 1) Besaran nilai taksiran kerugian negara yang didasarkan atas harga pasar yang berlaku pada saat kejadian; 2) Menyimpulkan “lalai atau tidak lalai” atas hilangnya BMN. Form Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana tercantum dalam format 28 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. 2. Pengelolaan Piutang Kerugian Negara (Piutang KN) Piutang sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 1 Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-85/PB/2011 yaitu uang yang menjadi hak pemerintah atau kewajiban pihak lain kepada pemerintah sebagai akibat penyerahan uang, barang dan atau jasa oleh pemerintah akibat lainnya berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Piutang yang berasal dari kejadian Kerugian Negara yang didukung dengan dokumen SKTJM dan SK-TGR dan pembayarannya dilakukan melalui angsuran maka harus dikelola sesuai dengan ketentuan mengenai piutang Negara. Pengelolaan piutang KN di tingkat Satker dilaksanakan oleh masingmasing Unit pada UPP sesuai dengan tugas pokoknya. Untuk meningkatkan efektifitas dan tertib pengelolaan piutang, maka piutang KN lingkup Kementerian Pertanian diatur sebagai berikut: a. Pencatatan, pengelolaan dan pembukuan Setiap terjadinya piutang KN pada suatu Satker maka dilakukan pencatatan, pengelolaan dan pembukuan oleh masing-masing Unit pada UPP sesuai dengan tugas pokoknya;
230
b. Penagihan Piutang KN Setiap piutang KN yang melewati jatuh tempo pembayaran, maka Kepala Satuan Kerja wajib menerbitkan Surat Penagihan yang selanjutnya disebut SPn dengan ketentuan : 1) SPn Pertama diterbitkan paling lambat 3(tiga) hari kerja setelah jatuh tempo kewajiban pembayaran piutang KN belum diselesaikan; 2) SPn Kedua diterbitkan apabila kewajiban pembayaran piutang KN 1(satu) bulan setelah terbitnya SPn Pertama belum diselesaikan; 3) SPn Ketiga diterbitkan apabila kewajiban pembayaran piutang KN 1(satu) bulan setelah terbitnya SPn Kedua belum dapat diselesaikan; 4) Apabila SPn Pertama atau Kedua telah diterbitkan dan debitur telah melakukan pembayaran, maka apabila debitur menunggak kembali maka diterbitkan kembali SPn Pertama demikian dan seterusnya; dan 5) Batas waktu penyelesaian Piutang KN selain Bendahara paling lambat selama 2 tahun. Format SPn Pertama, SPn Kedua dan SPn Ketiga sebagaimana tercantum dalam format 29, format 30 dan format 31 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. c. Pengaturan SPn Dimasa Transisi Bahwa sehubungan dengan Piutang KN lingkup Kementerian Pertanian yang terjadi sebelum peraturan ini diterbitkan, dimana setiap kejadian Piutang KN belum diterbitkan SPn atau dokumen sumber (SKTJM) tidak ada batas waktunya, maka SPn dimasa transisi diatur sebagai berikut: 1) 3 (tiga) hari setelah jatuh tempo Piutang KN sebagaimana tersebut pada SKTJM maka dianggap sebagai SPn kesatu; 2) 1 (satu) bulan setelah jatuh tempo Piutang KN sebagaimana tersebut pada SKJM maka dianggap SPn kedua; 3) 2 (dua) bulan setelah jatuh tempo Piutang KN sebagaimana tersebut pada SKTJM maka dianggap sebagai SPn ketiga; dan 4) Apabila SKTJM tidak menyebutkan batas waktu, maka jatuh tempo SKTJM dihitung selama 2 (dua) tahun. Sedangkan apabila SKTJM tidak menyebutkan tanggal penerbitan, maka ditetapkan sesuai dengan tanggal LHA atau dokumen lain yang disetarakan. d. Pemindahan Piutang KN 1) Pegawai Negeri yang mutasi dan memiliki tunggakan/kewajiban membayar utang kepada negara, maka pengurusan penagihan piutangnya dipindahkan ke satuan kerja baru dengan diterbitkan Surat Pemindahan Penagihan Piutang oleh Unit Operasional Satuan Kerja Lama. Format Surat Pemindahan 231
Penagihan Piutang PNBP sebagaimana tercantum dalam format 32 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini; 2) Pegawai Negeri yang memasuki batas usia pensiun dan masih memiliki tunggakan/kewajiban membayar utang kepada negara, pelunasan piutang dilakukan paling lambat sebelum pembayaran gaji terakhir pegawai bersangkutan, apabila piutang tersebut tidak dapat dilunasi, dapat dilakukan dengan cara pemotongan pembayaran pensiun atau disetor sendiri oleh pegawai bersangkutan; e. Penerbitan Surat Keterangan Tanda Lunas (SKTL) Setiap penyelesaian/pelunasan piutang KN yang pembayarannya dilakukan tidak sekaligus atau angsuran, Satker wajib menerbitkan SKTL. Tata cara penerbitan SKTL diatur sebagai berikut : 1) Petugas Unit Pembukuan melakukan konfirmasi kebenaran setoran piutang KN apabila terdapat setoran yang belum dikonfirmasi ke KPPN; 2) Petugas Unit Pembukuan memberitahukan kepada petugas Unit Operasional atas piutang KN yang telah lunas dilampiri dengan : a) Asli dokumen transaksi; b) Hasil konfirmasi; dan c) Kartu Piutang. 3) Petugas Unit Operasional melakukan pengujian dengan cara membandingkan dokumen transaksi, hasil konfirmasi, dan catatan pada Kartu Piutang termasuk pengenaan denda apabila terjadi keterlambatan pembayaran piutang; 4) Dalam hal terdapat perbedaan pencatatan data antara kartu piutang dengan hasil konfirmasi, data yang dipergunakan adalah data pembayaran berdasarkan konfirmasi; 5) Berdasarkan dokumen transaksi, hasil konfirmasi dan Kartu Piutang, petugas Unit Operasional menerbitkan SKTL yang ditandatangani oleh Kepala Satuan Kerja; 6) SKTL dibuat rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan : a) Lembar pertama disampaikan kepada yang bersangkutan; b) Lembar kedua disampaikan kepada Kepala Satuan Kerja; c) Lembar ketiga disampaikan kepasa Eselon I yang bersangkutan; d) Lembar keempat disampaikan kepada Inspektorat Jenderal; dan e) Lembar kelima disampaikan kepada Sekretariat Jenderal c.q Biro Keuangan dan Perlengkapan. Format SKTL sebagaimana tercantum dalam format 33 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini.
232
3. Penyelesaian Kerugian Negara Setiap kejadian Kerugian Negara hasil LHA Aparat Pengawas Fungsional, maka Kepala Kantor/Satker wajib menindaklanjuti rekomendasi setelah LHA diterima. Tindak lanjut atas rekomendasi dapat berupa jawaban atau penjelasan atas pelaksanaan tindaklanjut dan disampaikan paling lambat 60 hari setelah diterimanya LHA. Apabila dalam jangka waktu 60 hari Kepala Kantor/Satker tidak menindaklanjuti rekomendasi tanpa adanya alasan yang sah, maka Aparat Pengawas Fungsional dapat melaporkan kepada Instansi yang berwenang. a. Tujuan penyelesaian kerugian negara : 1) Untuk menegakkan disiplin dan tanggungjawab akuntabilitas pegawai negeri sebagai pelaksana pembangunan dan pengelola keuangan negara; 2) Untuk mendapatkan penggantian kerugian yang telah diderita oleh negara yang sekaligus meningkatkan PNBP; dan 3) Untuk tertib administrasi keuangan negara. b. Penyelesaian kerugian negara 1) Penyelesaian secara sukarela (damai) Setiap kerugian negara yang sudah pasti jumlahnya sebagai akibat dari kesalahan/kelalaian bendahara dalam melaksanakan tugasnya atau karena kesalahan/kelalaian pegawai negeri bukan bendahara dalam mengurus keuangan negara dapat diselesaikan dengan cara damai yakni tanpa suatu proses tuntutan perbendaharaan atau tuntutan ganti rugi yang diupayakan sesegera mungkin atau paling lambat 24 bulan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Bukan Bendahara dan 40 hari bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) selaku Bendahara. Penyelesaian secara damai tersebut dapat dilakukan dengan cara : a) Pembuatan Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak (SKTJM) disertai dengan jaminan yang kuat berupa barang tidak bergerak atau barang berharga lainnya disertai Surat Kuasa untuk menjualnya; b) Penyetoran kerugian negara dapat langsung disetorkan ke Kas Negara melalui Bank Pemerintah atau Kantor Pos. Bukti setoran tersebut merupakan tanda bukti angsuran atau pelunasan penggantian kerugian negara. Penggantian kerugian negara dimaksud merupakan PNBP Kementerian Pertanian yang harus dibukukan dan dilaporkan oleh bendahara penerima. Asli bukti setoran disimpan oleh yang bersangkutan dan copy bukti setor disampaikan kepada: (1) Kepala Kantor/Satker; (2) Eselon I yang bersangkutan; (3) Inspektorat Jenderal; dan (4) Sekretariat Jenderal c.q Biro Keuangan dan Perlengkapan.
233
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan SKTJM adalah adanya jaminan yang memadai yang diatur sebagai berikut : a) Kesediaan mengangsur melalui pemotongan gaji setiap bulan disertai surat kuasa pemotongan gaji maksimal sebesar 50 % dari gaji bersih Bendahara atau PNS bukan Bendahara; b) Barang-barang tidak bergerak disertai surat atau dokumen ke pemilikan yang tidak dapat ditarik kembali selama kerugian negara belum diganti seluruhnya serta disertai Surat Kuasa untuk menjualnya. Surat atau dokumen tersebut diserahkan dan disimpan oleh kepala kantor atau Unit Operasional; Adapun ketentuan besaran nilai jaminan adalah sebagai berikut : (1) 100 % (seratus persen) berupa surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, garansi Bank, tabungan dan deposito yang diblokir pada Bank, emas dan logam mulia; (2) 80 % (delapan puluh persen) dari nilai hak tanggungan atas tanah bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) berikut bangunan diatasnya; (3) 60 % (enam puluh persen) dari NJOP atas SHM atau SHGB, atau hak pakai, berikut bangunan diatasnya yang tidak diikat dengan hak tanggungan; (4) 50 % (lima puluh persen) dari NJOP atas tanah dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti kepemilikan non sertifikat lainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) terakhir; (5) 50 % (lima puluh persen) dari nilai jaminan fidusia atas kendaraan bermotor; dan (6) Agunan selain tersebut diatas dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. c) Barang-barang jaminan harus tidak dalam sengketa. SKTJM merupakan pernyataan/pengakuan yang tidak dapat ditarik kembali sebagaimana tercantum dalam format 34 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. 2) Tuntutan Perbendaharaan (TP). TP diberlakukan kepada PNS selaku bendahara melalui tahapan sebagai berikut: a) Keputusan Pembebanan Kerugian Negara Sementara oleh Menteri Pertanian dilakukan apabila SKTJM tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian negara, maka Menteri menetapkan Pembebanan Penggantian Kerugian Negara kepada yang bersangkutan, 234
sebagaimana tercantum dalam format 35 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini; b) Penerbitan Surat Keputusan Penetapan Batas Waktu (SK PBW) oleh BPK-RI dilakukan apabila : (1) BPK-RI tidak menerima Laporan Hasil Verifikasi Kerugian Negara dari pimpinan instansi; (2) Berdasarkan pemberitahuan pimpinan instansi tentang pelaksanaan SKTJM, ternyata Bendahara tidak menindaklanjuti SKTJM; (3) SK PBW disampaikan kepada Bendahara melalui atasan langsung Bendahara atau Kepala Kantor/Satuan Kerja dengan tembusan kepada pimpinan instansi dengan tanda terima dari Bendahara; dan (4) Tanda terima dari Bendahara disampaikan kepada BPKRI oleh atasan langsung Bendahara atau Kepala Kantor/Satuan Kerja selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak SK PBW diterima Bendahara. c) Penetapan Pembebanan Kerugian Negara oleh BPK-RI Apabila dalam batas waktu yang ditetapkan dalam SK-PBW yang ditetapkan, bendahara tidak mengajukan keberatan/pembelaan diri, atau telah mengajukan suatu pembelaan diri tetapi ditolak dan SKTJM telah melampaui batas waktu 40 hari, maka BPK-RI menerbitkan Surat Keputusan Pembebanan Kerugian Negara. 3) Tuntutan Ganti Rugi (TGR) TGR terhadap Pegawai Negeri Sipil bukan bendahara dilakukan apabila usaha dengan cara damai (SKTJM) tidak berhasil. Mekanisme atau proses penyelesaian ganti kerugian negara terhadap pegawai negeri bukan bendahara adalah sebagai berikut : a) Usulan TGR disampaikan oleh Kepala Satker kepada Menteri Pertanian melalui Eselon I yang bersangkutan dengan disertai LHA yang mengungkapkan adanya kepastian nilai Kerugian Negara dan jelas pelakunya; b) Pejabat Eselon I meneliti usulan Kepala Kantor/Satker dan meneruskan kepada Menteri Pertanian up. Sekretaris Jenderal selaku Pengarah TPKN untuk diterbitkan SK-TGR; c) Bila Menteri cq. Sekretaris Jenderal berkeyakinan perlu dilakukan TGR sesuai hasil penelitian TPKN, maka diterbitkan Surat Keputusan Pembebanan Ganti Rugi Atas Kerugian Negara (SK-TGR); d) Sekretaris Jenderal menyampaikan SK-TGR kepada Kepala Kantor/Satker melalui Eselon I yang bersangkutan; e) Tanda terima SK-TGR dibuat oleh Kepala Kantor/Satker dengan mencantumkan tanggal penerimaan; dan f) Pembayaran/penyelesaian atas SK-TGR tersebut dapat dilakukan secara angsuran paling lama 24 bulan sejak 235
diterimanya SK-TGR, sebagaimana format 36 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. 4) Tuntutan Ganti Rugi Kepada Pihak Ketiga Secara umum penyelesaian Kerugian Negara yang dilakukan oleh Pihak Ketiga dapat dilakukan dengan cara damai melalui pembuatan SKTJM dan disertai dengan jaminan yang memadai. Besaran jaminan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun apabila upaya damai tidak tercapai, maka penyelesaian Kerugian Negara terhadap Pihak Ketiga dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 1365 KUH Perdata dan ketentuan perundang-undangan lainnya untuk menjamin kepentingan negara. Kerugian Negara oleh Pihak Ketiga dapat berupa : a) Denda akibat keterlambatan penyelesaian pekerjaan sesuai jadwal waktu yang telah ditetapkan dalam surat perjanjian; b) Denda akibat tidak melaksanakan pekerjaan/penyerahan barang, baik sebagian maupun seluruhnya (wanprestasi) berdasarkan pasal 123 dan seterusnya KUH Perdata; c) Kelebihan pembayaran; d) Pemberian uang muka kerja yang tidak diperhitungkan kembali; dan e) Pemborong tidak bertanggung jawab atas tindakan/perbuatan orang-orang yang dipekerjakannya yang dapat menimbulkan kerugian bagi negara sesuai ps.1613 KUH Perdata; Tindakan yang dapat dilakukan jika terjadi Kerugian Negara yang dilakukan oleh pihak ketiga antara lain : a) Memerintahkan kepada yang bersangkutan untuk segera mengganti kerugian tersebut (tunai/angsuran); b) Langsung melakukan pemotongan pembebanan/ kompensasi atas pembayaran pada termin berikutnya jika ada; c) Diselesaikan melalui pengadilan negeri dalam perkara perdata; d) Diselesaikan melalui peradilan arbitrase; dan e) Diselesaikan melalui peradilan pidana khusus. C. Pelimpahan/Penyerahan Piutang Kepada KPKNL Bilamana sampai dengan jatuh tempo pembayaran Piutang KN setelah diterbitkan SPn Ketiga, Pihak terutang belum melakukan pembayaran, maka Kepala Satuan Kerja agar melimpahkan/menyerahkan pengurusan piutang kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) c.q Panitia Urusan Piutang Negara. Adapun prinsip penyerahan piutang kepada KPKNL adalah : 1) dikategorikan sebagai piutang negara macet, 2) upaya maksimal telah ditempuh oleh penyerah piutang dan 3) adanya kepastian jumlah hutang dan tersedia data dan dokumen yang lengkap dan jelas serta 4) adanya jaminan yang memadai. Selengkapnya proses penyerahan piutang KN sebagaimana bagan berikut : 236
Bagan Alur Penyerahan Piutang KN kepada KPKNL/PUPN DITERIMA MULAI SURAT PENERIMAAN PENGURUSAN PIUTANG NEGARA (SP3N)
SURAT PENYERAHAN
PENELITIAN KPKNL
ADANYA & BESARNYA PASTI ?
PANGGILAN pertama dan terakhir dan /atau Pengumuman panggilan
Y
Y MEMENUHI PANGGILAN?
MENGAKUI /SEPAKAT PERNYATAAN BERSAMA (PB)
TIDAK MENGAKUI JUMLAH HUTANG MENGAKUI JML HTG TAPI MENOLAK TANDA TANGAN
PEMBAYARAN
T LUNAS?
Y
SELESAI
T T PEMERIKSAAN PSBDT
T SURAT PENOLAKAN
Y
SANGGUP MEMBAYAR?
LUNAS?
Y
Y
T
LAKU?
T
PENETAPAN JUMLAH PIUTANG NEGARA (PJPN)``
SURAT PAKSA
SITA
LELANG SPPBS
D. Penghapusan Piutang KN. Penghapusan Piutang KN terdiri dari dua jenis yaitu penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak. Penghapusan secara bersyarat adalah menghapuskan piutang KN dari pembukuan pemerintah Pusat tanpa menghapuskan hak tagih negara, sedangkan penghapusan secara mutlak adalah dengan menghapuskan hak tagih negara. 1. Penghapusan Secara Bersyarat Usul Penghapusan Secara Bersyarat atas Piutang KN disampaikan secara tertulis dan dilampiri dengan dokumen : a. Daftar Nominatif Penanggung Utang; Daftar Nominatif sekurang-kurangnya memuat tentang : 1) identitas para Penanggung Utang yang meliputi nama dan alamat; 2) sisa utang masing-masing Penanggung Utang yang akan dihapuskan; 3) tanggal jatuh tempo dan tanggal penyerahan pengurusan piutang kepada PUPN setempat; 4) tanggal dinyatakan sebagai PSBDT oleh PUPN, dalam hal Piutang KN telah dinyatakan sebagai PSBDT, atau tanggal persetujuan penarikan pengurusan dan tanggal pernyataan pengurusan piutang selesai dari PUPN dalam hal pengurusan Piutang KN telah ditarik dari PUPN; dan 5) keterangan tentang keberadaan dan kemampuan Penanggung Utang, keberadaan dan kondisi barang jaminan, dan/atau keterangan lain yang terkait.
237
b. Piutang Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT); Piutang KN ditetapkan sebagai PSBDT, dalam hal masih terdapat sisa piutang, namun: 1) Penanggung Hutang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan atau tidak diketahui tempat tinggalnya; 2) Barang Jaminan tidak ada, telah terjual, ditebus, atau tidak lagi mempunyai nilai ekonomis; dan 3) Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada butir (b) ditentukan berdasarkan Laporan Penilaian bahwa barang jaminan mempunyai nilai jual yang rendah atau sama sekali tidak mempunyai nilai jual. c. Surat Rekomendasi dari BPK-RI Setiap kerugian negara yang berupa TGR maka usulan penghapusannya harus dilengkapi dengan Surat Rekomendasi BPK-RI. Prosedur Penghapusan Piutang Negara Secara Bersyarat
Usul Penghapusan Piutang Negara dari Menteri/ Pimpinan Lembaga
1. 2. 3.
Daftar nominatif Penanggung Hutang Surat PSBDT dari PUPN Cabang Surat Rekomendasi penghapusan dari BPK dalam hal piutang tuntutan ganti rugi
Menteri/Pimpinan Lembaga yang mengajukan usul
Menkeu melalui Dirjen KN / Presiden R.I. melalui Menkeu
Penelitian oleh DJKN
Penetapan Penghapusan Secara Bersyarat
2. Penghapusan Secara Mutlak Penghapusan secara mutlak diajukan setelah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak penetapan Penghapusan Secara Bersyarat dan dilampiri dengan : a. daftar nominatif Penanggung Utang; b. surat penetapan Penghapusan Secara Bersyarat atas piutang yang diusulkan untuk dihapuskan secara mutlak; dan c. surat keterangan dari Aparat/Pejabat yang berwenang menyatakan bahwa Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan sisa kewajibannya.
238
P r o s ed u r P e n g h a p u sa n P i u t an g N e g a ra S ec a r a M u t la k
1. 2. U s ul P e n g h a p u sa n P i u ta n g N e g ar a d a ri M e n te r i / P im pi n a n Le m b a ga
3.
D a ft ar n o m in a ti f S K P en g h a p us a n S ec a ra B e r sya r at S u ra t k e te r a n g a n d a r i A p a ra t /P e ja b a t b e r we n an g a ta s ke t id a km a m p u a n d e bi t o r
M e nte ri/P im p in a n L em ba g a y a n g m en g aju k a n u su l
M en k eu m e la lu i D irje n K N / Pre sid en R .I . m e la lu i M en ke u
P e n e lit ian o le h D J K N
P e ne ta pa n P e n gh a p u s a n S e c ara M u tla k
E. Kelengkapan Dokumen Kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam proses penyelesaian kerugian negara sebagai berikut : 1. Tuntutan Perbendaharaan (TP) dapat berupa : a. LHA Aparat Pengawasan Fungsional yang mengungkapkan terjadinya kerugian negara; b. Berita acara pemeriksaan kas dan register penutupan kas yang menyatakan adanya ketekoran kas/jumlah kerugian yang pasti; c. SK Pembebanan Sementara oleh Menteri Pertanian; d. Copy bukti pembayaran angsuran atas kerugian negara tersebut dari bendaharawan yang bersangkutan yang dilegalisasi oleh atasan langsungnya (kalau ada); dan e. Data lainnya yang berkaitan dengan kerugian negara. 2. Tuntutan Ganti Rugi (TGR) : a. LHA yang mengungkapkan adanya kerugian negara; b. Usulan TGR dari Kepala Satker yang disertai hasil kajian dan telaahan; c. Usulan TGR dari Pejabat Eselon I yang bersangkutan yang disertai hasil kajian dan telaahan; dan d. Copy bukti pembayaran yang telah dilegalisasi (bila ada). 3. Tuntutan kepada pihak ketiga. a. Surat Perjanjian atau surat-surat lain sebagai dasar adanya tuntutan sesuai pasal 1365 KUH Perdata; b. LHA yang menerangkan adanya kerugian Negara; c. Bukti-bukti pendukung misalnya : kwitansi/tanda penerimaan pembayaran; d. Surat teguran untuk pengembalian/pembayaran; e. Surat bermeterai yang menyatakan kesanggupan untuk mengembalikan / membayar dari pihak ketiga (bila ada); dan f. Bukti pembayaran angsuran atau potongan pembayaran (bila ada). 239
4. Force Majeure a. surat keterangan tentang adanya bencana alam dari pihak yang berwenang/pamong praja setempat serendah-rendahnya camat; b. keputusan kepala kantor satuan kerja tentang pembentukan tim pemeriksa yang beranggotakan dari Bagian Keuangan dan/atau Perlengkapan; dan c. LHA yang menyatakan terjadinya bencana alam disertai penetapan jumlah kerugian negara. 5. Pelimpahan/Penyerahan Piutang Kepada KPKNL a. surat pemberitahuan dari Penyerah Piutang kepada Penanggung Hutang bahwa pengurusan Piutang KN diserahkan kepada PUPN; b. fotokopi LHA atas kejadian kerugian negara; c. fotokopi Surat Penagihan (SPn) Pertama, Kedua dan Ketiga; d. fotokopi bukti pemilikan dan pengikatan Barang Jaminan; e. fotokopi Surat Kuasa Menjual atas jaminan (kalau ada); f. fotokopi akta pendirian perusahaan, pengumuman akta pendirian perusahaan dalam Tambahan Berita Negara beserta akta perubahannya, tanda pengenal/pendaftaran perusahaan, dan/atau identitas lainnya berupa fotokopi izin usaha, Izin Mendirikan Bangunan, dan/atau surat-surat izin lainnya (bagi Pihak Ketiga); dan g. fotokopi kartu identitas diri Penanggung Hutang dan/atau Penjamin Hutang. F. Kadaluwarsa Piutang KN Kadaluwarsa Piutang KN dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu : 1. Kadaluwarsa tuntutan ganti rugi ditetapkan 5 (lima) tahun sejak diketahui kerugian negara dan 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian negara; 2. Kadaluwarsa tanggung jawab ahli waris 3 (tiga) tahun sejak Keputusan Pengadilan Negeri yang menetapkan pengampuan kepada Bendahara, PNS, atau pejabat lain tidak ada pemberitahuan adanya kerugian negara 3 (tiga) tahun sejak bendahara, PNS, Pejabat lain, meninggal dunia, melarikan diri dan ahli waris tidak diberitahu adanya kerugian negara. Batas waktu tanggung jawab ahli waris apabila yang berlaku adalah hukum perdata maka terdapat tiga kemungkinan yaitu : 1. Ahli waris bertanggung jawab atas kekurangan sepenuhnya, dalam hal ahli waris menerima warisan tanpa syarat; 2. Ahli waris bertanggung jawab atas kekurangan uang sampai jumlah yang sama besarnya dengan yang diterima dari warisannya; dan 3. Ahli waris sama sekali tidak bertanggung jawab atas kekurangan, dalam hal yang bersangkutan telah menolak warisan. Apabila pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris bersedia mengganti kerugian negara secara sukarela, maka yang bersangkutan membuat dan menandatangani Surat Pernyataan bersedia mengganti kerugian negara sebagai pengganti SKTJM. 240
Nilai kerugian yang dapat dibebankan kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris terbatas pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya yang berasal dari negara.
241
BAB IX ARSIP KEUANGAN
Arsip keuangan merupakan arsip yang berkaitan dengan pengelolaan arsip keuangan/fiskal yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Pengelolaan arsip keuangan meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan. Jangka waktu penyimpanan arsip keuangan berdasarkan jadwal retensi arsip. Jadwal retensi arsip keuangan adalah daftar yang berisi jenis arsip keuangan berserta jangka waktu penyimpananya sesuai dengan nilai kegunaannya dan dipakai sebagai pedoman penyusutan arsip keuangan. A. Jenis-Jenis Arsip Keuangan 1. Dokumen Penyusunan Anggaran Pendapatan Negara (APBN) a. Ketetapan Pagu Indikatif/Pagu Sementara; b. Ketatapan Pagu Definitif; c. Rencana Kerja Anggaran (RKA) Lembaga Negara dan Badan Pemerintah (LNBP); d. Daftar isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan revisinya; e. Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) dan revisinya; f. Ketentuan/peraturan yang menyangkut Pelaksanaan, Pentatausahaan dan Pertanggungjawaban Anggaran; dan g. Target Penerimaan Negara Bukan Pajak. 2. Dokumen Pelaksanaan Anggaran a. Pendapatan (1) Surat Setoran Pajak (SSP); (2) Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP); (3) Bukti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); (4) Penerimaan Sisa Anggaran Lebih dan saldo Kas atau Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSPB); dan (5) Pengelolaan Barang Milik Negara. b. Belanja (1) Dokumen Pelaksanaan Pengadaan Barang habis pakai beserta data pendukungnya a.l : - Dokumen uang muka dan data pendukung; - Penagihan/invoice, kwitansi pembayaran, faktur pajak, bukti penerimaan kas/Bank beserta data pendukungnya antara lain : copy faktur pajak, nota kredit, dan lain-lain; - berita acara penyelesaian pekerjaan/serah terima barang; dan - Surat Permintaan Pembayaran (SPP)/Surat Perintah Membayar (SPM)/Surat Perintah Pencarian Dana (SP2D) beserta lampirannya. (2) Dokumen Pelaksanaan Pengadaan Inventaris beserta data 242
pendukungnya antara lain : - Dokumen uang muka dan data pendukung; - Penagihan/invoice, kwitansi pembayaran, faktur pajak, bukti penerimaan kas/Bank beserta data pendukungnya antara lain : copy faktur pajak, nota kredit, dan lain-lain; - berita acara penyelesaian pekerjaan/serah terima barang; dan - Surat Permintaan Pembayaran (SPP)/Surat Perintah Membayar (SPM)/Surat Perintah Pencarian Dana (SP2D) beserta lampirannya. (3) Dokumen Pelaksanaan Pengadaan Jasa beserta data pendukungnya antara lain : - Dokumen uang muka dan data pendukung; - Penagihan/invoice, kwitansi pembayaran, faktur pajak, bukti penerimaan kas/Bank beserta data pendukungnya antara lain : copy faktur pajak, nota kredit, dan lain-lain; - berita acara penyelesaian pekerjaan/serah terima barang; dan - Surat Permintaan Pembayaran (SPP)/Surat Perintah Membayar (SPM)/Surat Perintah Pencarian Dana (SP2D) beserta lampirannya. (4) Surat Perintah Pembayaran (SPP) dan lampirannya : - SPP-GU; - SPP-DU/TU; - ABT Rutin; dan - SPP-LS. (5) Pembukuan Anggaran yaitu : - Buku Kas Umum (BKU); - Buku Kas Pembantu (BKP); - Buku/Kartu Pengawasan Kredit Anggaran; dan - Rekening Koran Bank. (6) Daftar Gaji/Kartu Gaji (7) Laporan Arus Kas - Berita Acara Pemeriksaan; - Kas/Register Penutupan Kas; - Laporan Pendapatan Negara; dan - Laporan Keadaan Kredit Anggaran (LKKA). (8) Laporan keuangan tahunan terdiri dari : - Laporan Realisasi Anggaran (LRA); - Neraca; dan - Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK). 3. Sistem Akuntansi Instansi a. Berita Acara Rekonsiliasi; b. Daftar Transaksi (DT), Pengeluaran (PK), Penerimaan (PN), Dokumen Sumber (DS), Bukti Jurnal (BJ), Surat Tanda Setor (STS), Surat Setor Bukan Pajak (SSBP), Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), SPM dalam daftar ringkasan pengembalian dan potongan dari pengeluaran (SPDR);
243
c. Listing (Daftar rekaman penerimaan) Buku Temuan dan Tindakan lain (SAI); d. Laporan Realisasi bulanan SAI; dan e. Laporan realisasi triwulan SAI (Sistem Akuntansi Instansi) dari Unit Akuntansi Wilayah (UAW) dan gabungan semua UAW/Unit Akuntansi Kantor Pusat Instansi (UAKPI). 4. Dokumen Pertanggungjawaban Keuangan Negara a. Berita Acara Rekonsiliasi; b. Hasil Pengawasan dan Pemeriksaan internal; c. Laporan Aparat Pemeriksa Fungsional - LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan); - MHP (Memorandum Hasil Pemeriksaan); dan - Tindak Lanjut/Tanggapan LHP. d. Dokumen Penyelesaian Keuangan Negara : - LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan); - MHP (Memorandum Hasil Pemeriksaan); dan - Tindak Lanjut/ Tanggapan LHP. 5. Dokumen Pengelolaan Barang Milik Negara a. Pembinaan Pengelolaan BMN; b. Penggunaan/ Pemanfaatan; c. Pengamanan dan Pemeliharaan; d. Penghapusan; dan e. Pemindahtanganan. B. Pengelolaan Arsip 1. Penataan Arsip Keuangan Penataan arsip atau pemberkasan arsip (filing system) pada dasarnya merupakan cara pengaturan dan penyimpanan arsip secara logis dan sistematis. Salah satu sistem yang dapat diterapkan di dalam penataan arsip yaitu sistem pemberkasan berdasarkan subyek. Pemberkasan arsip berdasarkan subyek menggunakan Pola Klasifikasi sebagai dasar penataan arsip. Sebagai hasil dari kegiatan penataan arsip adalah tersusunnya Daftar Arsip (DA) dan tertatanya arsip sesuai dengan DA. Kegiatan penataan arsip dalam rangka penyusutan adalah kegiatan menata arsip- arsip in-aktif yang akan ditentukan jangka waktu simpan dan batas akhirnya. Sehingga pengelompokan arsip tidak dilakukan lembar per lembar seperti arsip aktif, melainkan setiap kelompok/berkas arsip. Kegiatan ini disebut pemberkasan arsip. Pengelompokan arsip dalam unit-unit informasi sesuai dengan series arsipnya merupakan salah satu tahapan dalam kegiatan penataan arsip. 2. Jangka Waktu Penyimpanan Arsip Keuangan Jangka waktu penyimpanan arsip keuangan bagi Lembaga-Lembaga Negara dan Badan-Badan Pemerintah berdasarkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2007 tentang Jadwal Retensi Arsip Keuangan adalah sebagai berikut :
244
Jangka Waktu Simpan (Retensi) No
A 1
Jenis Dokumen / Arsip
Penyusunan Anggaran Pendapatan Negara (APBN) Ketetapan Pagu Indikatif/ Pagu Sementara
2
Ketetapan Pagu Definitif
3
Rencana Kerja Anggaran (RKA) Lembaga Negara dan Badan Pemerintah (LNBP) Daftar isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), dan revisinya Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) dan revisinya Ketentuan/ peraturan yang menyangkut Pelaksanaan, Pentatausahaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Target Penerimaan Negara Bukan Pajak
4 5 6
7 B 1
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan a Surat Setoran Pajak (SSP) b
Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP)
c
Bukti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Penerimaan Sisa Anggaran Lebih dan saldo Kas atau Surat Setoran Pengembalian Belanja (SSPB) Belanja a Dokumen Pelaksanaan Pengadaan Barang habis pakai beserta data pendukungnya a.l. : d
2
Aktif
Inaktif
Keterangan
1 tahun setelah anggaran berakhir 1 tahun setelah anggaran berakhir 1 tahun setelah anggaran berakhir 1 tahun setelah anggaran berakhir 1 tahun setelah diperbaharui 1 tahun setelah anggaran berakhir
4 tahun
Musnah
4 tahun
Permanen
4 tahun
Dinilai Kembali
4 tahun
Dinilai Kembali
4 tahun
Dinilai Kembali Permanen
1 tahun setelah UU LKKP diundangkan
9 tahun
Dinilai Kembali
1 tahun setelah UU LKPP diundangkan 1 tahun setelah UU LKPP diundangkan 1 tahun setelah UU LKPP diundangkan 1 tahun setelah UU LKPP diundangkan
9 tahun
Dinilai kembali
9 tahun
Dinilai kembali
9 tahun
Dinilai kembali
9 tahun
Musnah
1 tahun setelah serah terima barang
4 tahun
Musnah
4 tahun
- Dokumen uang muka dan data pendukung - Penagihan/ invoice, kwitansi pembayaran, 245
faktur pajak, bukti penerimaan kas/ Bank beserta data pendukungnya a.l : copy faktur pajak, nota kredit, dll - berita acara penyelesaian pekerjaan/ serah terima barang - Surat Permintaan Pembayaran (SPP)/ Surat Perintah Membayar (SPM)/ Surat Perintah Pencarian Dana (SP2D) beserta lampirannya
b
Dokumen Pelaksanaan Pengadaan Inventaris beserta data pendukungnya a.l. :
1 tahun setelah serah terima barang
5 tahun
Dinilai kembali
Dokumen Pelaksanaan Pengadaan Jasa beserta data pendukungnya a.l. :
1 tahun setelah serah terima barang
5 tahun setelah dan kewajibannya habis
Dinilai kembali
- Dokumen uang muka dan data pendukung - Penagihan/ invoice, kwitansi pembayaran, faktur pajak, bukti penerimaan kas/ Bank beserta data pendukungnya a.l : copy faktur pajak, nota kredit, dll - berita acara penyelesaian pekerjaan/ serah terima barang - Surat Permintaan Pembayaran (SPP)/ Surat Perintah Membayar (SPM)/ Surat Perintah Pencarian Dana (SP2D) beserta lampirannya
c
- Dokumen uang muka dan data pendukung - Penagihan/ invoice, kwitansi pembayaran, faktur pajak, bukti penerimaan kas/ Bank beserta data pendukungnya a.l : copy faktur pajak, nota kredit, dll - berita acara penyelesaian pekerjaan/ serah terima barang - Surat Permintaan Pembayaran (SPP)/ Surat
246
Perintah Membayar (SPM)/ Surat Perintah Pencarian Dana (SP2D) beserta lampirannya
d
Surat Perintah Pembayaran (SPP) dan lampirannya :
1 tahun setelah UU LKPP diundangkan
5 tahun
Musnah
Pembukuan Anggaran yaitu :
1 tahun setelah UU LKPP diundangkan
9 tahun
Dinilai Kembali
f
Daftar Gaji/Kartu Gaji
3 tahun
Musnah
g
Penggunaan Dana Pemerintah RI untuk Kontribusi/Iuran pada Badan atau organisasi Internasional Laporan Arus Kas : - Berita Acara Pemeriksaan - Kas/Register Penutupan Kas - Laporan Pendapatan Negara - Laporan Keadaan Kredit Anggaran (LKKA)
1 tahun setelah UU LKPP diundangkan 1 tahun setelah UU LKPP diundangkan
9 tahun
Permanen
1 tahun setelah tahun anggaran berakhir
9 tahun
Musnah
1 tahun setelah UU LKPP diundangkan
5 tahun
Permanen
2 tahun setelah UU LKPP diundangkan 1 tahun setelah UU LKPP diundangkan 1 tahun setelah UU LKPP
1 tahun
Musnah
9 tahun
Dinilai Kembali
9 tahun
Dinilai Kembali
-
e
SPP-GU SPP-DU/TU ABT Rutin SPP-LS
- Buku Kas Umum (BKU) - Buku Kas Pembantu (BKP) - Buku/Kartu Pengawasan Kredit Anggaran - Rekening Koran Bank
h
i
j
Bulanan/Triwulan/Seme steran Laporan keuangan tahunan terdiri dari : - Laporan Realisasi Anggaran (LRA) - Neraca - Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Data rekening BUN
k
Dokumen penyertaan modal pemerintah
l
Hutang Negara
247
diundangkan C 1
Sistem Akuntansi Instansi (SAI) Manual Implementasi Sistem Akuntansi Instansi (SAI)
2
Berita Acara Rekonsiliasi
3
Daftar Transaksi (DT), Pengeluaran (PK), Penerimaan (PN), Dokumen Sumber (DS), Bukti Jurnal (BJ), Surat Tanda Setor (STS), Surat Setor Bukan Pajak (SSBP), Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), SPM dalam daftar ringkasan pengembalian dan potongan dari pengeluaran (SPDR) Listing (Daftar rekaman penerimaan) Buku Temuan dan Tindakan lain (SAI) Laporan Realisasi bulanan SAI
4 5 6
D 1
2 3
Laporan realisasi triwulan SAI (Sistem Akuntansi Instansi) dari Unit Akuntansi Wilayah (UAW) dan gabungan semua UAW/Unit Akuntansi Kantor Pusat Instansi (UAKPI) Pertanggungjawaban Keuangan Negara Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Hasil Pengawasan dan Pemeriksaan internal Laporan Aparat Pemeriksa Fungsional : -
4
LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) MHP (Memorandum Hasil Pemeriksaan) Tindak Lanjut/Tanggapan LHP
Dokumen Penyelesaian Keuangan Negara : -
Tuntutan Perbendaharaan
1 tahun setelah ketentuan/ peraturan diperbaharui 1 tahun setelah anggaran berakhir 1 tahun setelah anggaran berakhir
2 tahun
Permanen
5 tahun
Musnah
5 tahun
Musnah
2 tahun setelah UU LKPP diundangkan 1 tahun setelah UU LKPP diundangkan 1 tahun setelah UU LKPP diundangkan
2 tahun
Musnah
2 tahun
Musnah
2 tahun
Musnah
2 tahun setelah ditidaklanjuti
5 tahun
Dinilai kembali
2 tahun setelah ditidaklanjuti 2 tahun setelah ditidaklanjuti
5 tahun
Dinilai kembali Dinilai kembali
5 tahun setelah kasus mendapat
2 tahun hak dan kewajiban
5 tahun
Dinilai kembali
248
keputusan hukum yang tetap
habissetelah
1
Pengelolaan Barang Milik Negara Pembinaan Pengelolaan BMN
1 tahun
4 tahun
Musnah
2
Penggunaan/Pemanfaatan
1 tahun
4 tahun
Musnah
3
1 tahun
4 tahun
Musnah
4
Pengamanan dan Pemeliharaan Penghapusan
1 tahun
4 tahun
Musnah
5
Pemindahtanganan
1 tahun
4 tahun
Musnah
-
E
Tuntutan Ganti Rugi
C. Penyusutan Arsip Pelaksanaan penyusutan arsip di lingkup Kementerian Pertanian dilakukan atas dasar pertimbangan efisiensi dan efektivitas kerja. Peraturan perundangan yang secara yuridis formal mengatur tentang pelaksanaan penyusutan arsip keuangan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2000 tentang Pedoman Penyusutan Arsip Pada Lembaga-Lembaga Negara dan Badan-Badan Pemerintah, serta Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2007 Tentang Jadwal Retensi Arsip Keuangan. Penyusutan Arsip adalah kegiatan pengurangan arsip melalui pemindahan arsip in-aktif di unit kerja pengolah ke unit kearsipan, pemusnahan arsip yang tidak bernilai guna dan atau habis jangka simpannya dan penyerahan arsip statis ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) atau ke Arsip Daerah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pemindahan arsip inaktif dilaksanakan melalui kegiatan : a. Penyeleksian arsip in-aktif; b. pembuatan daftar arsip in-aktif yang akan dipindahkan; dan c. Penataan arsip in-aktif yang akan dipindahkan. Pelaksanaan pemindahan arsip in-aktif dilakukan dengan penandatanganan berita acara dan dilampiri daftar arsip yang akan dipindahkan. Berita acara pemindahan arsip in-aktif ditandatangani oleh pimpinan unit pengolah dan pimpinan unit kearsipan. Pemusnahan arsip dilakukan terhadap arsip yang: a. tidak memiliki nilai guna; b. telah habis retensinya dan berketerangan dimusnahkan berdasarkan JRA; c. tidak ada peraturan perundang--undangan yang melarang; dan d. tidak berkaitan dengan penyelesaian proses suatu perkara. Prosedur pemusnahan arsip sesuai dengan ketentuan peraturan peruandang-undangan adalah sebagai berikut : a. pembentukan panitia penilai arsip; 249
b. penyeleksian arsip berdasarkan ketentuan yang berlaku; c. pembuatan daftar arsip usul musnah oleh arsiparis di unit kearsipan; d. penilaian oleh panitia penilai arsip; e. permintaan persetujuan dari pimpinan pencipta arsip; f. penetapan arsip yang akan dimusnahkan; dan g. pelaksanaaan pemusnahan: (1) dilakukan secara total sehingga fisik dan informasi arsip musnah dan tidak dapat dikenali; (2) disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) pejabat dari unit hukum dan/atau pengawasan dari lingkungan pencipta arsip yang bersangkutan; dan (3) disertai penandatanganan berita acara yang memuat daftar arsip yang dimusnahkan. Pembentukan panitia penilai arsip ditetapkan oleh pimpinan pencipta arsip. Panitia penilai arsip bertugas untuk melakukan penilaian arsip yang akan dimusnahkan. Panitia penilai arsip sekurang--kurangnya memenuhi unsur: a. pimpinan unit kearsipan sebagai ketua merangkap anggota; b. pimpinan unit pengolah yang arsipnya akan dimusnahkan sebagai anggota; dan c. arsiparis sebagai anggota. Pemusnahan arsip di lingkungan lembaga negara ditetapkan oleh pimpinan lembaga negara setelah mendapat: a. pertimbangan tertulis dari panitia penilai arsip; dan b. persetujuan tertulis dari Kepala ANRI. Khusus untuk arsip keuangan yang akan diusulkan musnah harus mendapatkan pertimbangan tertulis dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemusnahan arsip dilakukan secara total sehingga tidak dikenal lagi baik fisik maupun informasinya. Pemusnahan dapat dilakukan dengan cara : - Pembakaran; - Pencacahan; - Penggunaan Bahan Kimia; dan - Cara-cara lain yang memenuhi kriteria yang disebut dengan istilah musnah.
250
BAB X PENUTUP Pedoman Administrasi Keuangan Kementerian Pertanian ini diharapkan menjadi salah satu acuan bagi Pejabat Pengelola Keuangan lingkup Kementerian Pertanian, dalam memahami dan mengimplementasikan berbagai perubahan perundang-undangan di bidang keuangan negara, sehingga pada akhirnya penyelenggaraan pertanggungjawaban keuangan negara di lingkungan Kementerian Pertanian menjadi lebih tertib, efektif, efisien dan akuntabel, serta taat pada peraturan perundang-undangan, sehingga tercipta good governance dan clean goverment. MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
251
format 1 SURAT KETERANGAN PERGANTIAN SEMENTARA PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN Nomor :………… Yang bertandatangan dibawah ini menerangkan bahwa sehubungan dengan Cuti/mengikuti Diklat/ ………………………………………………. Nama NIP Jabatan Satker
: : : :
……………………………… ……………………………… PPK/PP-SPM/Bendahara ...........................................
Dengan ini saya menugaskan/menunjuk Nama NIP
: ……………………………… : ………………………………
Sebagai (PPK/PP-SPM/Bendahara) selama ....... hari (dari tanggal .............. sampai dengan ...................) Demikian Keterangan ini dibuat untuk dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. ........., (tanggal/bulan/tahun) Kepala Kantor/Satker/KPA
Nama .................................... NIP …………………………........ Tembusan kepada yth : 1. Kepala KPPN……….. 2. 3.
252
format 2
253
format 3
254
255
256
format 4
257
format 5
258
format 6
259
260
261
262
263
264
265
format 7
266
format 8
267
268
format 9
269
format 10
270
format 11
FormatSPD Halaman1
PadaKeteranganlain-laindicantumkan Nomordantanggal SuratTugas
271
FormatSPD Halaman2
UntukPDJ yangbiayanya dibebankan pada DIPA Pelaksana SPD ditandatangani oleh Kepala Satker atau Pejabat yang ditunjuk pada instansi Pelaksana SPD
UntukPDJ yangbiayanya dibebankan pada DIPA Satker Penyelenggara, tidak perlu ditandatangani oleh Kepala Satker atau Pejabat yang ditunjuk atau Atasan Pelaksana SPD
272
format 12
RINCIAN BIAYA PERJALANAN DINAS JABATAN UNTUK MENGIKUTI KEGIATAN RAPAT, SEMINAR, DAN SEJENISNYA DI LUAR KANTOR PENYELENGGARA (HOTEL/TEMPAT LAIN) Komponen Biaya Perjalanan Dinas
Uang Saku Paket Uang Saku Paket Uang Transpor Biaya Fullboard Fullday/Halfday Pegawai Penginapan
Uang Harian 1)
I. MELEWATI BATAS KOTA 1. Peserta 2. Panitia/Operator 3. Narasumber
v 3) v 3) -
-
v2 v2 v2
v v v
v v v
II. DALAM KOTA LEBIH DARI 8JAM 1. Peserta 2. Panitia/Operator 3. Narasumber
v 3) v 3) -
v 3) v 3) -
v v v
v 4) v 4) v 4)
v v v
-
v 3) v 3) -
v v v
-
-
III. DALAM KOTA SAMPAI DENGAN 8 JAM 1. Peserta 2. Panitia/Operator 3. Narasumber 1
v 1)
UangHarian diberikan 1(satu) hari padasaat kedatangan dan1 (satu) haripadasaat kepulangan.
2
v 2)
3
v 3)
Biaya transpor kepulangan Pelaksana SPD dalam rangka mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya dapat dibayarkan sebesar biaya transpor kedatangan tanpa menyertakan buktipengeluaran transpor kepulangan. Uang Saku Fullboard/Fullday/Halfday diberikan sesuai denganpaket rapat, seminar,dan sejenisnyayangdiatur dalam Standar Biaya.
4
v 4)
5
UangSakuFullboard/Fullday/Halfday mengikutiketentuanyangdiatur dalam Standar Biaya.
6
UangTranspor Pegawai diberikansepanjang tidak menggunakankendaraandinas, disertaidengan surat tugas, dantidak bersifat rutin.
Biaya Penginapan diberikan apabila memerlukan waktuuntuk menginap 1 (satu) hari padasaat kedatangand an/atau 1 (satu) haripada saat kepulangan.
273
RINCIANBIAYAPERJALANANDINAS JABATANUNTUKMENGIKUTI KEGIATANRAPAT, SEMINAR, DANSEJENISNYA DI DALAMKANTOR(RUANGRAPAT/AULIA/SERBAGUNADAN SEJENISNYA) Uang Saku Rapat
UangHarian
Uang Transpor Pegawai
Biaya Penginapan
-
v -
v 1) v 1)
v v
II. DALAM KOTALEBIH DARI 8JAM 1. Peserta 2. Panitia/Operator 3. Narasumber
v 2) -
-
v 3) v 3)
v 4) v 4)
III. DALAMKOTASAMPAI DENGAN 8 JAM 1. Peserta 2. Panitia/Operator 3. Narasumber
v 2) -
-
v 3) v 3)
-
Komponen Biaya Perjalanan Dinas I. MELEWATI BATAS KOTA 1. Peserta 2. Panitia/Operator 3. Narasumber
1. v 1)
Biaya transpor kepulangan Pelaksana SPD dalam rangka mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya dapat dibayarkansebesar biayatranspor kedatangan tanpamenyertakanbukti pengeluarantransporkepulangan.
2. v 2)
UangSakuRapat diberikanuntuk rapat di luar jamkerjasesuai ketentuanyangdiatur dalamstandar biaya.
3. v 3)
Uang Transpor Pegawai diberikan sesuai Biaya Riil. Dalam hal tidak diperoleh bukti pengeluaran riil, diberikan berupabiayatranspor kegiatandalamkotayangdibayarkan secara lumsumsesuai standar biaya. BiayaPenginapandiberikanapabilaterdapat kesulitantransportasi sehinggamemerlukanwaktuuntuk menginap.
4. v 4)
5. UangTranspor Pegawai diberikansepanjang tidak menggunakan kendaraandinas, disertai dengan surat tugas, dan tidak bersifat rutinsertatidak diberikankepadaPelaksanaSPDyangmelakukanrapat dalamkomplekperkantoranyangsama
274
format 13
275
276
format 14 Nomor Sifat Lampiran Perihal
: …....…………./201 ……..,………..201... : ……………… : ……………… : Permohonan Persetujuan Pembukaan Rekening.
Kepada Yth. Sekretaris Jenderal cq. Kepala Biro Keuangan dan Perlengkapan Kementerian Pertanian di Jakarta
Menunjuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 57/PMK.05/2007 tentang Pengelolaan Rekening Milik Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/ Satuan Kerja, dengan ini kami mengajukan permohonan persetujuan pembukaan rekening lainnya pada Kantor/Satuan Kerja untuk keperluan menampung uang...................................... (diuraikan berdasarkan kebutuhan yang benar-benar diperlukan pada kantor/satuan kerja sesuai dengan bidang tugasnya) Demikian disampaikan untuk dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Atas kerjasamanya yang baik diucapkan terima kasih.
Kepala Kantor/ Satuan Kerja
Nama ............................ NIP……………..............
277
format 15 Nomor Sifat Lampiran Perihal
: ……………./201... : ……………… : ……………… : Permohonan Persetujuan Pembukaan Rekening Lainnya
Yth. Direktur Jenderal/Kepala Badan di Jakarta
……..,………..201...
………………..
Menunjuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 57/PMK.05/2007 tentang Pengelolaan Rekening Milik Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/ Satuan Kerja, dengan ini kami mengajukan permohonan persetujuan pembukaan rekening lainnya pada Kantor/Satuan Kerja untuk keperluan menampung …………………………….. (diuraikan berdasarkan kebutuhan yang benar-benar diperlukan pada kantor/satuan kerja sesuai dengan bidang tugasnya) Demikian disampaikan untuk dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Atas kerjasamanya yang baik diucapkan terima kasih.
Kepala Kantor/Satuan Kerja
Nama ............................. NIP .................................. *Usulan dari tingkat unit kerja kepada Eselon I terkait
278
format 16 Nomor Sifat Lampiran Perihal
: ……………./201.... ………..,………..201... : ……………… : ……………… : Permohonan Persetujuan Pembukaan Rekening Lainnya
Yth. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian di Jakarta
Menunjuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 57/PMK.05/2007 tentang Pengelolaan Rekening Milik Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/ Satuan Kerja, dengan ini kami mengajukan permohonan persetujuan pembukaan rekening lainnya pada Kantor/Satuan Kerja untuk keperluan menampung …………………………….. (diuraikan berdasarkan kebutuhan yang benar-benar diperlukan pada kantor/satuan kerja sesuai dengan bidang tugasnya) Demikian disampaikan untuk dapat dimaklumi. Direktur Jenderal/Kepala Badan
Nama ...................... NIP ……………… *Usulan dari Eselon I kepada Sekretaris Jenderal
279
format 17 Nomor Sifat Lampiran Perihal
: ……………./201 ..... ………,…….201… : ……………… : ……………… : Pernyataan Penggunaan Rekening.
Yth. Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan di Jakarta
Menunjuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 57/PMK.05/2007 tentang Pengelolaan Rekening Milik Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/ Satuan Kerja, dengan ini kami menyatakan dengan sungguh-sungguh untuk menggunakan rekening yang dibuka atas nama jabatan yaitu rekening lainnya pada Kantor/Satuan Kerja untuk keperluan menampung …………………………….. (diuraikan berdasarkan kebutuhan yang benar-benar diperlukan pada kantor/satuan kerja sesuai dengan bidang tugasnya) Demikian disampaikan untuk dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Atas kerjasamanya yang baik diucapkan terima kasih.
Kepala Kantor/Satker
Nama ........................... NIP ………………….
280
format 18 Nomor Sifat Lampiran Perihal
: ……………./201... : ……………… : ……………… : Laporan Pembukaan Rekening
……..,………..201...
Yth. Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan di Jakarta
Menunjuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 57/PMK.05/2007 tentang Pengelolaan Rekening Milik Kementerian Negara/Lembaga/Kantor/ Satuan Kerja, dengan ini dilaporkan bahwa, berdasarkan Surat Persetujuan Menteri Keuangan tanggal................1) Nomor.................2) kami telah melakukan pembukaan rekening lainnya pada Kantor/Satker dengan nomor rekening.................3) untuk keperluan menampung …………………………….. (diuraikan berdasarkan kebutuhan yang benar-benar diperlukan pada kantor/satuan kerja sesuai dengan bidang tugasnya) Demikian disampaikan untuk dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Atas kerjasamanya yang baik diucapkan terima kasih. Kepala Kantor/ Satuan Kerja
Nama ............................. NIP …………………...
281
format 19 DAFTAR REKENING KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA/KANTOR/SATUAN KERJA
NO
KANTOR/ SATKER
KEMENTERIAN NEGARA/LBG
BA-Es.I
JENIS REK. (GIRO/ DEPOSITO)
NOMOR REKENING
NAMA REKENING
REK.ATAS NAMA
BANK/ KANTOR POS
SALDO
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
...............,.....................201...... Kepala Kantor/Satker
Nama ............................... NIP ..............................
282
format 20 (kop)
BERITA ACARA REKONSILIASI NOMOR : . Pada hari ini ….. tanggal… (terbilang)…. bulan… (terbilang)... tahun… (terbilang) telah diselenggarakan rekonsiliasi realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), pada Satker…...... Dengan hasil Rekonsiliasi sebagai berikut :
No.
MAP/Jenis Penerimaan
Bendahara Penerimaan
Hasil Rekonsiliasi Petugas Penghasil PNBP
Petugas SAI
Ket
1. 2. 3. dst Total Hasil kesepakatan ini dituangkan dalam Berita Acara Rekonsiliasi, dan untuk selanjutnya harus dicantumkan sebagai Bahan Penyusunan Laporan Keuangan. Yang melakukan Rekonsiliasi : 1. Bendahara Penerimaan
1. ............................
2. Petugas Penghasil PNBP
2. ............................
3. Petugas SAI
3. ........................... Mengetahui, Kuasa Pengguna Anggaran
Nama........................................ NIP............................................
283
format 21 Nomor : ……………,………… Lampiran : ..................... Perihal : Penyampaian Laporan Penerimaan SPJ PNBP Bulan
Kepada Yth. Bapak Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Up. Kepala Biro Keuangan dan Perlengkapan di JAKARTA Bersama ini disampaikan laporan SPJ Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Umum dan Fungsional unit Kerja ………………….……..untuk Bulan…………….. TA………………………..yang mencakup jumlah sebagai berikut : - Penerimaan Umum - Penerimaan Fungsional Jumlah
Rp…………………… Rp…………………… Rp…………………………
Dengan dilampiri bukti penyetoran SSBP ( copy terlampir ) Demikian kami sampaikan atas perhatian Bapak diucapkan terima kasih.
Mengetahui, Atasan Langsung Bendahara Penerimaan,
Bendahara Penerimaan
………………………….. NIP
………………………… NIP
Tembusan Kepada Yth. Sekretaris Ditjen / Badan (dilampiri tanda bukti )
284
format 22
285
format 23
286
format 24
287
288
format 25
289
RINGKASAN HIBAH (GRANT SUMMARY)
format 26
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Hibah/Grant : Nilai Hibah/Grant : Mata Uang : Nomor Hibah/Grant : Nomor Referensi Lain : Tanggal Penandatanganan : Kementerian/Lembaga Penerima/Executing Agency : Kode Satker : Implementing Agency/Beneficiary dan Kode Saker (bisa lebih dari satu) a. Nama : b. Alamat : c. Kode Satker : d. Nomor Telepon/Faximile : e. E-mail : 9. Donor/Pemberi Hibah a. Negara : b. Alamat : c. Nomor Telepon/Faximilie : d. E-mail : 10. Sumber Pembiayaan ð Lembaga Multilateral ð Lembaga Bilateral : ð Lembaga Swasta ð Perorangan ð Lainnya 11. Jenis Pembiayaan(Grant Purpose): 12. Jenis Hibah ð Terencana ð Langsung : 13. Penarikan Hibah a. Tatacara Penarikan : ð PP ð L/C ð PL ð Reksus b. Rencana Penarikan/Disbursement Plan: No Penarikan Tgl/Bln/Thn Nilai 1. I 2. II 3. III 4. IV 5. V 6. Dan seterusnya c. Diterushibahkan No 1. 2. 14. Sektor Pembiayaan 15. Lokasi/Alokasi Proyek No 1. 2.
: Kepada
Nilai
: : Lokasi
Alokasi
16. Tanggal Efektif/Effektive Date : Tanggal Bulan Tahun 17. Tanggal Batas Waktu Pengefektifan/ Date Effektive Limit : Tanggal Bulan Tahun 18. Tanggal Batas Penarikan/ Closing Date : Tanggal Bulan Tahun 19. Tanggal Penutupan Rekenig/ Date of Closing Account : Tanggal Bulan Tahun 290
20. Biaya No Uraian 1. Jenis Biaya 2. Besar Biaya 3. Jatuh Tempo
: I
II
III
IV
V
21. Ketentuan Pengiriman NoD : ð Ada ð Tidak Ada 22. Persyaratan Pengelekukan/ Conditions Precedent for Effectiveness : 23. Nomor Registrasi Grant/Hibah : (Diisi oleh Direktorat EAS) 24. DMFAS Grant ID : (Diisi oleh Direktorat EAS) Tempat, tanggal, bulan, tahun Jabatan
Nama NIP.
291
format 27
format 28 BERITA ACARA HASIL PEMERIKSAAN BARANG MILIK NEGARA (BMN) YANG HILANG Nomor : …………………. Pada hari ini.............. tanggal.................. bulan............... tahun................ kami yang bertanda tangan dibawah ini : 292
NO. 1 2 3 4 5
N A M A
NIP
JABATAN DALAM TIM
Selaku Tim Pemeriksa yang dibentuk dengan Surat Keputusan Kepala ……Nomor …………. Tanggal ………………. telah melaksanakan pemeriksaan atas terjadinya kehilangan Barang Milik Negara (BMN) baik secara administrasi maupun teknis milik Kantor ……………………………. Dengan rincian hasil pemeriksaan terlampir. Selanjutnya kami menyimpulkan bahwa : 1. Nilai harga taksiran atas BMN tersebut sebesar Rp....................(...................rupiah); 2. Hilangnya BMN tersebut disebabkan karena “lalai/tidak lalai” Sebagai bahan pendukung terlampir disampaikan : (1) perhitungan harga taksiran, (2) kronologis kejadian, (3) surat tanda lapor kehilangan BMN dari Kepolisian, dan (4) data pendukung lainnya. Demikian Berita Acara Pemeriksaan ini dibuat sesuai dengan keadaan sebenarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Dibuat di
: ………………
Pada tanggal :………………. Tim Pemeriksa 1. …………………..... 2. ……………………. 3. ……………………. 4. ……………………. 5. …………………….
293
format 29
294
295
format 30 KEMENTERIAN PERTANIAN SATUAN KERJA ........(1)........... Nomor : (2) Lampiran : (3) Hal : (4) Yth. (5) Di........ PENAGIHAN KEDUA Menunjuk Surat Penagihan (SPn) yang kami terbitkan tanggal .......... (6)........ No.......(7)........ dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut : 1. Menurut penatausahaan piutang PNBP kami, sampai saat ini Saudara belum melakukan pelunasan/pembayaran atas piutang PNBP sebesar Rp.......(8).....(....(9)......) sesuai dengan tanggal jatuh tempo penagihan kami sebagaimana tercantum dalam Surat Penagihan (SPn). 2. Oleh karena itu diminta agas Saudara melunasi/membayar tagihan tersebut, ditambah denda sebesar Rp......(10).....(....(11).........) dengan menyetorkan ke kas negara pada Bank/Pos Persepso paling lambat tanggal ........(12)......, dengan mencantumkan tanggal dan nomor Surat Penagihan Kedua pada bukti setor berkenaan. 3. Apabila Saudara telah melakukan penyetoran, diminta agar fotocopy bukti setor berkenaan disampaikan kepada kami. Demikian agar maklum. Kepala Satuan Kerja .........(13)........... Tembusan : 1. Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian 2. Biro Keuangan dan Perlengkapan Kementerian Pertanian 3. Eselon I terkait 4. Pertinggal sebagai arsip.
296
297
format 31 KEMENTERIAN PERTANIAN SATUAN KERJA ........(1)........... Nomor : (2) Lampiran : (3) Hal : (4) Yth. (5) Di........ PENAGIHAN KETIGA Menunjuk Surat Penagihan (SPn) yang kami terbitkan tanggal .......... (6)........ No.......(7)........ dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut : 1. Atas penagihan tersebut di atas, telah kami sampaikan kepada Saudara Surat Penagihan Kedua tanggal ............ No.......... (8) 2. Menurut penatausahaan piutang PNBP kami, sampai saat ini Saudara belum melakukan pelunasan/pembayaran atas piutang PNBP sebesar Rp.......(9).....(....(10)......) sesuai dengan tanggal jatuh tempo penagihan kami sebagaimana tercantum dalam Surat Penagihan Kedua tersebut. 3. Oleh karena itu diminta agas Saudara melunasi/membayar tagihan tersebut, ditambah denda sebesar Rp......(11).....(....(12).........) dengan menyetorkan ke kas negara pada Bank/Pos Persepso paling lambat tanggal ........(13)......, dengan mencantumkan tanggal dan nomor Surat Penagihan Kedua pada bukti setor berkenaan. 4. Apabila Saudara telah melakukan penyetoran, diminta agar fotocopy bukti setor berkenaan disampaikan kepada kami. Demikian agar maklum. Kepala Satuan Kerja .........(14)........... Tembusan : 1. Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian 2. Biro Keuangan dan Perlengkapan Kementerian Pertanian 3. Eselon I terkait 4. Pertinggal sebagai arsip.
298
299
format 32
300
301
format 33 KEMENTERIAN PERTANIAN SATUAN KERJA ...... (1) ..... .................... (2) ........................... SURAT KETERANGAN TANDA LUNAS No. : ............................... Kepala Satuan Kerja .......(3) ......., dengan ini menerangkan bahwa utang ...... (4)..... atas nama ........(5) .............., dengan rincian : ........................................... : ............................................ (6) ........................................... : ............................................ ............................................ : ............................................ ............................................ : ............................................ ............................................ : ............................................ Sebesar : Rp..........(7).......................... (..............(8).....................................................) Yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan ............................. (9) .................. tanggal ........(10) ...... No. .........(11)........... dan/atau Surat Perjanjian tanggal .........(12) .......... No.........(13)........... serta yang ditagih dengan Surat Penagihan (SPn) tanggal ..............(14)...... No........ (15)...... telah dibayar lunas. Kepala Satuan Kerja
............(16)................
302
303
format 34 SURAT KETERANGAN TANGGUNG JAWAB MUTLAK (SKTJM) Yang bertanda tangan dibawah ini Nama : ………………………..…………. Jabatan : …………………………………… Nama Satker : ..…………………………………. Kode Satker : ............................................ Alamat Kantor : ………………………………...... Kab/Kota dan Provinsi : ............................................ Alamat Rumah : …(sesuai KTP/SIM yang masih berlaku) No.Telp :……………… (kantor)……………… (rumah) Menerangkan dengan tidak akan menarik kembali, bahwa saya bertanggungjawab atas kerugian Negara/kekurangan perbendaharaan*) sebesar Rp………………............(……………...............................dengan huruf) yang bersumber dari DIPA Tahun……….yaitu kerugian/kekurangan yang disebabkan karena : (kelalaian saya berupa menghilangkan BMN, melakukan kegiatan fiktif, melakukan kelebihan pembayaran kepada Pihak Ketiga, menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi, kas tekor atau lainnya...............................................*), sesuai LHP (Itjen/BPKP/BPK*) Nomor............Tanggal............, atau Laporan Lainnya....................)* Selanjutnya kerugian Negara tersebut akan saya bayar dengan cara : 1. Menyetorkan langsung ke Kantor Kas Negara atau melalui pemotongan gaji setiap bulan sebesar Rp………........selama............bulan, terhitung mulai bulan ............... tahun ............... 2. Copy tanda bukti setor SSBP akan saya sampaikan kepada Kepala Satker, Inspektorat Jenderal dan Sekretariat Jenderal cq Biro Keuangan dan Perlengkapan, serta Eselon I terkait. Sedangkan SSBP asli sebagai pertinggal saya selaku pembuat SKTJM. 3. Memberikan agunan berupa............................................beserta surat kuasa untuk menjualnya apabila pada jangka waktu tersebut saya belum bisa membayar dengan lunas. Demikian Surat Keterangan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. ............................ ttd, meterai Rp. 6.000 ............................. Nama Jelas *) coret yang tidak diperlukan Saksi-saksi :1.(nama)....................... 2.(nama).......................
format 35 304
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TENTANG PEMBEBANAN PENGGANTIAN SEMENTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Jenderal/Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) No………tanggal……telah……terjadi penyimpangan pengurusan keuangan negara sehingga negara menderita kerugian sebesar Rp……(………dengan huruf) yang menjadi tanggungjawab Sdr……….Bendahara pada Kantor....................... b. bahwa yang bersangkutan telah/belum membuat Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) pada tanggal…………. c. bahwa………………………… d. bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas dan untuk menjamin kepentingan Negara, bendahara tersebut perlu dibebani penggantian sementara. Mengingat
: 1.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor47, Tambahan Lembaran Negara Nomor4286); 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355); 3.Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4400); 4. Keputusan Presiden Nomor 89/M Tahun 2005 tentang Pengangkatan Pejabat eselon I di lingkungan Departemen Pertanian; 5. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4214) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 92, tambahan Lembaran Negara Nomor4418); 6. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu ; 7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang 305
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; 8. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Terhadap Bendahara; 9. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK; 10. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 telah ditetapkan organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. MEMUTUSKAN : Menetapkan : Keputusan Menteri Pertanian tentang Pembebanan Kerugian Negara Sementara . KESATU : Membebani penggantian Kerugian Negara Sementara terhadap Saudara.............selaku Bendahara pada Kantor/Badan/Dinas................sebesar Rp....................(dengan huruf) KEDUA : Menugaskan kepada Saudara..............................selaku Ketua TPKN di..................untuk menagih dan meminta kepada Saudara....................agar menyetor ke kas negara sejumlah Kerugian Negara tersebut. KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : MENTERI PERTANIAN
SUSWONO Tembusan disampaikan kepada Yth 1. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI); 2. Menteri Keuangan ; 3. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian; 4. Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian; 5. Direktur Jenderal/Kepala Badan terkait; 6. Kepala Dinas/Badan/Kantor terkait; 7. Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setempat; 8. Yang bersangkutan; 9. Arsip.
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :
format 36
306
TENTANG PEMBEBANAN GANTI RUGI ATAS KERUGIAN NEGARA ATAS NAMA SAUDARA........................................... PEGAWAI PADA SETJEN/ITJEN/DITJEN/BADAN....................KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN, Menimbang
: a. bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Jenderal/Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) No……tanggal……telah…...terjadi penyimpangan pengurusan keuangan negara sehingga negara menderita kerugian sebesar Rp…(…………dengan huruf) yang menjadi tanggungjawab Sdr……….pegawai pada Kantor................................ b. bahwa yang bersangkutan telah/belum membuat Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) pada tanggal…………. c. bahwa………………………… d. bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas dan untuk menjamin kepentingan Negara, yang bersangkutan tersebut perlu dikenakan Pembebanan Ganti Rugi kepada negara;
Mengingat
: 1.
2.
3.
4.
5.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286); Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355); Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran negara Nomor 4400); Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Nomor 4609) juncto Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4855); Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 307
4212), juncto Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4418); 6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Pertanian; 7. Peraturan Presiden Nomor 157/M Tahun 2010 tentang Pengangkatan Pejabat Eselon I dilingkungan Kementerian Pertanian; 8. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Terhadap Bendahara; 9. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK; 10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara; 11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata kerja Kementerian Pertanian; Memperhatikan
Menetapkan KESATU
: 1. Surat Usulan Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan......... Kementerian Pertanian Nomor..............tanggal..........; 2. Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) Saudara............tanggal..................................; MEMUTUSKAN : : : Membebankan kepada Sdr.……NIP……..Pegawai pada…………, Ganti Rugi kepada negara sebesar Rp…………. (dengan huruf) dengan cara menyetorkan ke Kantor Kas Negara setempat.
KEDUA
: Kepada Bendahara Pengeluaran Satker ............... agar melakukan pemotongan gaji Saudara ……....... selama……bulan terhitung sejak diterimanya Keputusan ini.
KETIGA
: Pembayaran/penyelesaian atas diktum Kesatu dapat dilakukan secara angsuran paling lambat 24 bulan sejak diterimanya SK Pembebanan.
KEEMPAT
: Keputusan ini ditetapkan.
mulai
berlaku
pada
pada
tanggal
308
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal a.n. MENTERI PERTANIAN SEKRETARIS JENDERAL
HARI PRIYONO NIP. 19581214 198403 1 002 Tembusan Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 7. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI); 8. Menteri Keuangan ; 9. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian; 10. Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian; 11. Direktur Jenderal/Kepala Badan terkait; 12. Kepala Dinas/Badan/Kantor terkait; 13. Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setempat; 14. Yang bersangkutan; 15. Arsip.
309