2013, No.646
4
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
www.djpp.kemenkumham.go.id
5
2013, No.646
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, menyatakan bahwa untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Dalam kaitan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah tersebut dan memberikan arah yang tepat dalam penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, perlu disusun suatu petunjuk pelaksanaan untuk penyusunan desain penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. B. MAKSUD DAN TUJUAN Petunjuk pelaksanaan ini dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman atas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) sekaligus menerapkan penyelenggaraan di Unit Kerja Eselon I, Eselon II, Eselon III, dan Eselon IV di lingkungan Kementerian Sosial RI sesuai dengan kondisi dan kompleksitas organisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Pemerintah di Lingkungan Kementerian Sosial RI bertujuan :
Intern
1. Untuk pedoman bagi unsur pimpinan dan seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Sosial RI tentang penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang terdiri dari 5 unsur SPIP yaitu Pelaksanaan Penguatan Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko Kegiatan Satker, Kegiatan Pengendalian, Pengelolaan Informasi dan Komunikasi, dan Pemantauan penyelenggaraan SPIP. 2. Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, laporan keuangan yang dapat dihandalkan, pengamanan aset, dan ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. C. SASARAN Sasaran petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan SPIP pimpinan dan pegawai pada seluruh Unit Kerja Mandiri.
adalah
unsur
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
6
D. RUANG LINGKUP Ruang lingkup petunjuk pelaksanaan adalah penyelenggaraan SPIP yang meliputi kegiatan lingkungan pengendalian, penilaian resiko, pengelolaan informasi dan komunikasi serta pemantauan penyelenggaraan SPIP. E. SISTEMATIKA Sistematika petunjuk pelaksanaan dibagi dalam empat bab. Bab I
Pendahuluan menguraikan Latar Belakang, Maksud dan Tujuan, Sasaran, Ruang Lingkup dan Sistematika.
Bab II
Desain Penyelenggaraan SPIP menguraikan Strategi Penyelenggaraan SPIP yang terdiri dari Unit Penyelenggaraan SPIP, Membangun Kepedulian Tentang Peran Organisasi, Operasionalisasi SPIP sesuai dengan Unit Kerja, Tujuan Penyusunan Desain Penyelenggaraan SPIP, Lingkup Desain Penyelenggaraan SPIP dan Penentuan Prioritas Obyek Penyelenggaraan SPIP. Kemudian diikuti Rencana Kerja menguraikan tentang Penguatan Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko Instansi Pemerintah, Penyelenggaraan Kegiatan Pengendalian, Pengelolaan Informasi dan Komunikasi, dan Pemantauan Tahapan Penyelenggaraan SPIP.
Bab III
Pelaksanaan Penyelenggaraan SPIP menguraikan pelaksanaan dari Rencana Kerja di atas yaitu Penguatan Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko Instansi Pemerintah, Penyelenggaraan Kegiatan Pengendalian, Pengelolaan Informasi dan Komunikasi, dan Pemantauan Tahapan Penyelenggaraan SPIP.
Bab IV
Penutup
www.djpp.kemenkumham.go.id
7
2013, No.646
BAB II DESAIN PENYELENGGARAAN SPIP Dalam rangka penyelenggaraan SPIP, unit kerja perlu menyusun terlebih dahulu Desain Penyelenggaran SPIP dengan memperhatikan karakteristik masingmasing unit kerja yang meliputi organisasi, Sumber Daya Manusia, dan perspektif pengembangannya. Untuk dapat menyusun desain penyelenggaraan dimaksud, pimpinan dan seluruh pegawai yang terlibat harus memahami fungsi organisasi, kemudian mendefinisikan SPIP sesuai fungsi organisasi. Selanjutnya, unit kerja perlu menetapkan tujuan dan manfaat dalam desain penyelenggaraan SPIP termasuk lingkup kerja dan menetapkan prioritas serta strategi pengembangan SPIP. A. STRATEGI PENYELENGGARAAN 1. UNIT PENYELENGGARA SPIP Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintah, sedangkan dalam Pasal 87 Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara menyatakan bahwa semua unsur di lingkungan kementerian wajib menerapkan sistem pengendalian intern di lingkungan masing-masing. Penetapan subyek penyelenggara SPIP dalam ketentuan di atas perlu dijabarkan lebih lanjut sehingga menghasilkan kesamaan persepsi di antara calon penyelenggara SPIP. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu penetapan unit-unit kerja di lingkungan Kementerian Sosial yang memenuhi kriteria wajib menyelenggarakan SPIP. 1) Prinsip dan Tujuan Obyek penyelenggara SPIP adalah unit kerja yang mempunyai kewenangan dalam mengendalikan tugas dan fungsi sesuai dengan siklus kegiatan secara utuh atau unit kerja yang mengelola penggunaan anggaran dalam siklus yang utuh. Sedangkan tujuannya untuk menetapkan unit kerja yang menjadi obyek penyelenggara SPIP di lingkungan Kementerian Sosial. 2) Output Kegiatan Output yang dihasilkan dari langkah ini adalah menentukan unit kerja sebagai penyelenggara SPIP. 3) Langkah Kerja Utama Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah: a. melakukan penetapan dengan kriteria unit mandiri yang akan menjadi obyek penyelenggaraan SPIP.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
8
b. menuangkan hasil langkah kerja utama dalam Kertas Kerja sebagaimana tercantum dalam Format A dan hasilnya disimpulkan dalam Desain Penyelenggaraan SPIP. Dalam hal unit kerja memenuhi salah satu dari kedua kriteria di atas maka unit kerja menjadi unit yang wajib menyelenggarakan SPIP dalam menjalankan kegiatannya baik di tingkat organisasional maupun operasional. 2. MEMBANGUN KEPEDULIAN TENTANG PERAN ORGANISASI Kesadaran setiap pimpinan dan pegawai tentang perannya dalam kehidupan organisasi adalah modal awal yang perlu dikembangkan dalam menyusun strategi penerapan SPIP. Kepedulian tentang peran ini perlu dibangun agar arah pengembangan tujuan organisasi sesuai dengan visi dan misinya. Peran masing-masing pimpinan dan pegawai dapat dinilai melalui tugas dan fungsi organisasi yang secara sadar dijalani oleh pimpinan dan pegawai apakah telah searah dengan tujuan serta visi dan misinya. Dalam menerapkan SPIP diperlukan juga kepedulian pimpinan dan pegawai dalam melakukan evaluasi terhadap tugas dan fungsi organisasi agar selalu berada dalam arah yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra). 1) Prinsip dan Tujuan Untuk mendesain SPIP diperlukan pemahaman terhadap ketatalaksanaan dan ketatausahaan atau proses bisnis unit atau kegiatan dan struktur organisasinya. Sedangkan tujuannya agar para pimpinan dan pegawai memahami tugas dan fungsi organisasi serta pengendaliannya dalam pelaksanaan tugasnya. 2) Output Kegiatan Output yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah ringkasan tugas dan fungsi, ringkasan tentang kegiatan-kegiatan, struktur organisasi serta wujud kepedulian manajemen dari seluruh pimpinan dan pegawai dalam organisasi untuk membangun dan menyelenggarakan SPIP. 3) Langkah Kerja Utama Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut: a. memahami Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial; b. membuat ringkasan tugas dan fungsi pada unit kerja penyelenggara SPIP; c. memahami Peraturan Menteri Sosial Nomor 91 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di lingkungan Kementerian Sosial Republik Indonesia dan Keputusan Menteri Sosial Nomor 61/HUK/2012 tentang Pembentukan Satuan
www.djpp.kemenkumham.go.id
9
2013, No.646
Tugas Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di lingkungan Kementerian Sosial Republik Indonesia; d. memperoleh informasi tentang kondisi pemahaman terhadap SPIP dengan menggunakan Format B-1 dan lingkungan pengendalian dengan Format B-2; e. menyusun informasi tentang pemahaman pimpinan dan pegawai terhadap SPIP berdasarkan Format C butir A; f. menuangkan hasil langkah kerja utama sesuai dengan Format C butir A dan menyimpulkan hasilnya dalam Desain Penyelenggaraan SPIP. 3. OPERASIONALISASI SPIP SESUAI DENGAN UNIT KERJA Agar lebih efektif dan terkendali, pengembangan SPIP perlu dilakukan secara bertahap, menurut prioritas dan ketersediaan sumber daya dalam unit kerja. Oleh karena itu setiap unit kerja penyelenggara SPIP perlu melakukan upaya menerjemahkan definisi SPIP sampai kepada taraf operasional sesuai dengan kegiatan masing-masing unit kerja. 1) Prinsip dan Tujuan Operasionalisasi SPIP harus mempertimbangkan tingkatan kegiatan yaitu pada tingkat strategis, organisasional, dan operasional sesuai dengan konsep yang mendasarinya. Sedangkan tujuannya memberikan gambaran secara nyata tentang konsep SPIP dan mengadaptasikannya ke unit kerja sehingga akan memudahkan operasionalisasi dan komunikasi konsep ke semua pimpinan dan pegawai dalam menerapkan SPIP. 2) Output Kegiatan Output yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah uraian tentang operasionalisasi SPIP dalam unit kerja yang dilengkapi dengan penggambaran SPIP dalam bentuk kubus SPIP dan gambar skema Penyelenggaraan SPIP lainnya. 3) Langkah Kerja Utama Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut: a. mengidentifikasi unit kerja dan kegiatan serta adaptasinya ke kubus SPIP; b. mengidentifikasi unsur-unsur SPIP sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP; c. mengidentifikasi tujuan SPIP yang ingin dicapai dalam unit penyelenggara SPIP; d. menyepakati rumusan atau definisi SPIP sesuai dengan unit kerja yang akan menyelenggarakan SPIP; e. menuangkan hasil langkah kerja utama dalam Kertas Kerja sebagaimana tercantum dalam Format C butir B ; f. mengidentifikasi gambar-gambar lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan SPIP sesuai dengan Format F; dan g. menuangkan hasilnya dalam Desain Penyelenggaraan SPIP.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
10
4. TUJUAN PENYUSUNAN DESAIN PENYELENGGARAAN SPIP Tujuan penyusunan Desain Penyelenggaraan SPIP harus dinyatakan dengan jelas karena akan dijadikan acuan bagi para pimpinan dan pegawai dalam menyelenggarakan SPIP pada unit kerjanya. 1) Tujuan Tujuan penyusunan Desain Penyelenggaraan SPIP adalah untuk merencanakan dan mengarahkan aktivitas pengembangannya dan untuk mengukur keberhasilan penyelenggaraannya. 2) Output Output kegiatan ini adalah uraian yang memuat tujuan penyusunan Desain Penyelenggaraan SPIP, antara lain: a. memberikan dasar pengembangan SPIP secara menyeluruh hingga tercipta keterpaduan antara sub-sub unsurnya (hard control) dan penciptaan kultur pengendalian (soft control) dalam aktivitas seharihari; b. menjadi dasar perencanaan dan penganggaran Penyelenggaraan SPIP; c. menjadi dasar pendokumentasian, pemantauan dan pengukuran kemajuan penyelenggaraan SPIP; dan d. menjadi dasar evaluasi dan pengukuran keberhasilan penyelenggaraan SPIP. 3) Langkah Kerja Utama Langkah kerja utama untuk mendapatkan output dimaksud adalah sebagai berikut: a. mengidentifikasi tujuan suatu kegiatan dikaitkan dengan visi dan misi dalam suatu unit kerja; b. membuat rumusan tujuan atau fokus pengendalian yang paling sesuai dalam unit kerja dengan mengacu pada keempat butir tujuan di atas (efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset, dan ketaatan terhadap peraturan); dan c. menuangkan hasil langkah kerja utama dalam Kertas Kerja sebagaimana tercantum dalam Format C butir C. 5. LINGKUP DESAIN PENYELENGGARAAN SPIP Sesuai karakteristik SPIP, ruang lingkup pengembangan SPIP sangat luas dan terintegrasi dengan kegiatan organisasi sehingga perlu perumusan ruang lingkup secara jelas. 1) Prinsip dan Tujuan Prinsip pokok perumusan lingkup desain penyelenggaraan SPIP berdasarkan analisis lingkungan, rencana kinerja serta kegiatan yang akan dilakukan. Sedangkan tujuannya untuk menentukan area pengendalian intern dan batasan waktu pengembangannya.
www.djpp.kemenkumham.go.id
11
2013, No.646
2) Output Output yang dihasilkan dari perumusan lingkup penyelenggaraan SPIP adalah : a. rencana kinerja dan program yang logis untuk mencapai kinerja; b. unit dan kegiatan yang menjadi obyek penyelenggaraan SPIP; dan c. periode waktu penyelenggaraan SPIP. 3) Langkah Kerja Utama Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut: a. mengidentifikasi kegiatan baik pada tingkat organisasional maupun operasional pada unit kerja yang menjadi obyek prioritas penyelenggaraan SPIP; b. menentukan periode waktu/tahun penyelenggaraannya; dan c. menuangkan hasil langkah kerja utama dalam Kertas Kerja sebagaimana tercantum dalam Format C butir D. 6. PENENTUAN PRIORITAS OBYEK PENYELENGGARAAN SPIP Untuk menjamin pencapaian tujuan, unit kerja harus mampu menentukan obyek yang menjadi prioritas dalam penyelenggaraan SPIP sehingga unit kerja dapat mengendalikan risiko-risiko yang menghambat pencapaian tujuan. Sehubungan dengan hal tersebut, unit kerja perlu mengidentifikasi obyek penyelenggaraan SPIP (organisasional dan operasional), menilai risiko makronya secara keseluruhan, dan kemudian menentukan prioritas berdasarkan urutan besarnya risiko makro. 1) Prinsip dan Tujuan Adapun prinsip perumusan dan penentuan prioritas obyek penyelenggaraan SPIP adalah berdasarkan risiko makro yang dominan berdasarkan 12 (dua belas) kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan tujuannya adalah untuk menentukan prioritas penyelenggaraan SPIP sesuai dengan kondisi dan kebutuhan di lingkungan masing-masing unit kerjanya. 2) Output Output yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah obyek prioritas penyelenggaraan SPIP. 3) Langkah Kerja Utama Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut: a. melakukan identifikasi atas unit kerja atau kegiatan yang ada dalam pelaksanaan kegiatan berdasarkan uraian tugas dan fungsinya; b. memberikan penilaian (skor 1-5) pada masing-masing unit atau kegiatan untuk setiap kriteria sebagai berikut: 1) etika, yaitu nilai-nilai yang dituntut dalam melaksanakan suatu pekerjaan meliputi hal-hal yang boleh dan tidak boleh serta hal yang dibenarkan atau tidak dibenarkan;
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
12
2) kompetensi, yaitu kemampuan berupa pengetahuan, keahlian, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas; 3) aset, yaitu aset, sumber daya, atau sub-sub kegiatan yang digunakan/dilibatkan dalam melaksanakan kegiatan; 4) finansial, yaitu pengaruh kondisi finansial secara umum dalam kelancaran pelaksanaan kegiatan; 5) kompetisi, yaitu tingkat kompetisi dalam pelaksanaan tugas dikaitkan dengan perbandingannya dengan kegiatan sejenis yang dilakukan oleh unit lainnya; 6) kerumitan, yaitu tingkat kompleksitas yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan; 7) dampak, yaitu akibat yang ditimbulkan atas suatu kegiatan dikaitkan dengan kinerja instansi pemerintahan secara keseluruhan; 8) komputerisasi, yaitu tingkat komputerisasi yang dituntut dalam melaksanakan kegiatan; 9) penyebaran yaitu tingkat penyebaran secara geografis atas kegiatan yang dilaksanakan; 10) organisasi, yaitu tingkat perubahan organisasi yang dialami dalam hubungannya dengan efektivitas pelaksanaan kegiatan; 11) manajemen, yaitu tingkat pertimbangan manajemen atau dukungan manajemen pelaksanaan kegiatan. Termasuk yang dapat menjadi pertimbangan manajemen adalah kegiatan yang bersifat quick win sehingga mendesak untuk ditingkatkan pengendaliannya; 12) audit yaitu tingkat kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam audit baik oleh auditor eksternal maupun Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP); c. menjumlahkan nilai masing-masing kriteria sehingga diperoleh nilai total atas risiko makro dari masing-masing kegiatan; d. membuat peringkat nilai dengan urutan dari unit atau kegiatan dengan nilai terbesar sampai dengan nilai terkecil; e. menentukan prioritas penyelenggaraan SPIP atas unit atau kegiatan berdasarkan peringkatnya dikaitkan dengan sumber daya yang ada; dan f. menuangkan hasil penilaian dalam kertas kerja sesuai Format E dan menyimpulkan hasilnya dalam Desain Penyelenggaraan SPIP. B. RENCANA KERJA PENYELENGGARAAN SPIP Untuk menilai efektivitas lingkungan pengendalian kita harus mengetahui kelemahan dan suatu pengendalian sehingga dapat kita tentukan area perbaikan (Area of Improvement/AOI). Hal ini tidak hanya menunjuk ke arah infrastruktur atau unsur SPIP yang akan diperbaiki tetapi juga menunjuk ke unit organisasi mana yang akan diperbaiki termasuk mengidentifikasi di dalamnya sub unsur Lingkungan Pengendalian.
www.djpp.kemenkumham.go.id
13
2013, No.646
1. RENCANA KERJA PENGUATAN LINGKUNGAN PENGENDALIAN Unit kerja perlu menyusun suatu rencana kerja untuk menindaklanjuti adanya kelemahan dalam unsur lingkungan pengendalian. Rencana Kerja penguatan lingkungan pengendalian ditentukan sub-sub unsurnya sesuai dengan informasi kelemahan yang diperoleh dari hasil Diagnostic Assessment (DA) lingkungan pengendalian. 1) Rencana Kerja Penegakan Integritas dan Nilai Etika Rencana kerja ini disusun dalam rangka menindaklanjuti adanya kelemahan atau kekurangan atas keberadaan dan keterpenuhan syarat minimal aturan perilaku, serta penerapannya dalam pelaksanaan kegiatan suatu unit kerja. a. Prinsip dan Tujuan Prinsip dari Rencana Kerja Penegakan Integritas dan Nilai Etika didasarkan pada aturan perilaku dan etika bagi pegawai yang diterapkan dan ditegakkan di unit kerja. Sedangkan tujuannya adalah untuk meningkatkan integritas pimpinan dan pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. b. Output Output kegiatan ini adalah adanya penyusunan/penyempurnaan aturan perilaku penegakan aturan perilaku di unit kerja.
Rencana Kerja atau mekanisme
c. Kriteria 1) Adanya Aturan Perilaku berupa Peraturan Menteri Sosial yang berlaku menyeluruh dan berlaku di lingkungan Kementerian dan sudah diterapkan. 2) Pegawai memperlihatkan bahwa ia mengetahui: a) perilaku dapat diterima; b) perilaku tidak dapat diterima; c) hukuman yang akan dikenakan terhadap perilaku yang tidak diterima; dan d) tindakan yang harus dilakukan jika tahu ada sikap perilaku yang tidak diterima. 3) Pegawai menandatangani pernyataaan untuk menerapkan aturan perilaku/pakta integritas secara berkala. 4) Pimpinan melakukan pembinaan dan mendorong terciptanya budaya yang menekankan pentingnya penegakan integritas dan nilai etika. 5) Pegawai melihat adanya dorongan sejawat untuk menerapkan sikap perilaku dan etika yang baik. 6) Pimpinan melakukan tindakan cepat dan tepat segera setelah timbulnya masalah (perilaku tidak etis).
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
14
7) Adanya petunjuk pelaksanaan/mekanisme yang mengatur diperkenankannya melakukan intervensi dan pengabaian atas pengendalian intern. 8) Intervensi atau pengabaian terhadap pengendalian intern didokumentasikan secara lengkap termasuk alasan dan tindakan khusus yang diambil. d. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah: 1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur penegakan integritas dan nilai etika sesuai dengan kriteria di atas dan menentukan ruang lingkup yang sesuai; 2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menganalisis permasalahan etika yang ditemukan di unit kerja baik didapat dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), maupun penilaian efektivitas lingkungan pengendalian; 4) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan penegakan integritas dan nilai etika; dan 5) membuat rencana aksi penyusunan/perbaikan aturan perilaku atau mekanisme penegakan aturan perilaku. 2) Rencana Kerja Peningkatan Komitmen pada Kompetensi Instansi pemerintah memerlukan suatu komitmen dari pimpinan untuk menempatkan atau menugaskan pegawainya sesuai dengan persyaratan kompetensi yang dimiliki masing-masing pegawai, yakni disesuaikan dengan pengetahuan dan keahliannya. a. Prinsip dan Tujuan Prinsip dari Rencana Kerja Peningkatan Komitmen pada Kompetensi didasarkan pada standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi masing-masing posisi di unit kerja. Sedangkan tujuannya adalah untuk menentukan dan menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat. Komitmen terhadap kompetensi ditunjukkan dengan kemauan pimpinan dan pegawai untuk bersama-sama bertanggungjawab dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan instansinya dengan melakukan tugas/jabatan sesuai dengan peran dan fungsinya dengan pengetahuan dan keahliannya. b. Output Output kegiatan ini adalah adanya Rencana Kerja penyusunan standar kompetensi pada masing-masing unit kerja.
www.djpp.kemenkumham.go.id
15
2013, No.646
c. Kriteria 1) Pimpinan sudah menetapkan uraian jabatan, syarat jabatan, dan syarat kompetensi yang dibutuhkan untuk seluruh jabatan/fungsi di lingkungan Kementerian. 2) Adanya mekanisme/proses yang memastikan bahwa pegawai yang terpilih untuk menduduki suatu jabatan telah memiliki kompetensi yang diperlukan. 3) Kompensasi dan kenaikan jabatan/promosi didasarkan pada prestasi dan kinerja. d. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah: 1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur komitmen pada kompetensi sesuai dengan kriteria di atas dan menentukan ruang lingkup yang sesuai; 2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menginventarisasi tugas dan fungsi pada unit kerja; 4) mengidentifikasi kegiatan yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas dan fungsi yang telah diinventarisir; 5) analisis pendidikan, pelatihan, pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang dibutuhkan dari seorang pegawai untuk melaksanakan kegiatan yang diembannya; 6) menetapkan kebijakan terkait standar kompetensi pada masingmasing tugas dan fungsi; 7) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan peningkatan komitmen pada kompetensi; dan 8) membuat rencana aksi penguatan/perbaikan kompetensi pimpinan dan seluruh pegawai. 3) Rencana Kerja Peningkatan Pemahaman Kepemimpinan yang Kondusif Kepemimpinan yang kondusif adalah kepemimpinan yang efektif dalam mengarahkan seluruh sumber daya dan potensi organisasi, termasuk melakukan perubahan dalam rangka mencapai kinerja yang lebih baik. a. Prinsip dan Tujuan Prinsip dari Rencana Kerja Peningkatan Pemahaman Kepemimpinan yang Kondusif didasarkan pada pertimbangan risiko dalam pengambilan keputusan, penerapan manajemen berbasis kinerja, dan pengendalian dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Sedangkan tujuan dari rencana kerja ini adalah untuk menciptakan iklim yang positif dan manajemen yang sehat dalam pelaksanaan kegiatan. b. Output Output kegiatan ini adalah adanya Rencana Kerja pemahaman pimpinan atas pencapaian kinerja yang berbasis risiko.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
16
c. Kriteria 1) Pimpinan sudah melakukan penilaian risiko atas kebijakan yang dibuat untuk pelaksanaan tupoksinya. 2) Seluruh kebijakan yang diambil oleh pimpinan sudah didasarkan pada hasil penilaian risikonya. 3) Pimpinan mendorong Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk melakukan pengawasan intern secara intensif. 4) Pimpinan selalu memberikan respon cepat dan positif terhadap temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 5) Masih terdapat resiko yang belum teridentifikasi. d. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah: 1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur kepemimpinan yang kondusif; 2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menginventarisasi tugas dan fungsi pada unit kerja; 4) mengidentifikasi target kinerja pada masing-masing unit organisasi; 5) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan kepemimpinan yang kondusif; dan 6) menyusun rencana aksi pemberian pemahaman tentang manajemen berbasis kinerja dan risiko dalam unit kerja kepada pimpinan dan pegawai. 4) Rencana Kerja Pembentukan Organisasi sesuai Kebutuhan Struktur organisasi sangat penting karena merupakan infrastruktur dasar bagi instansi pemerintah untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan diharapkan dapat memberikan kepastian ruang gerak bagi seluruh Sumber Daya Manusia yang dimiliki instansi dalam mencapai kinerja yang diharapkan, serta sebagai sarana pendistribusian sumber daya lainnya seperti: peralatan, keuangan, dan informasi. a. Prinsip dan Tujuan Prinsip dari Rencana Kerja Pembentukan Organisasi sesuai Kebutuhan didasarkan pada: 1) adanya struktur organisasi yang tepat sesuai dengan ukuran dan sifat kegiatan instansi pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan; 2) adanya kejelasan wewenang dan tanggung jawab; 3) adanya kejelasan hubungan dan jenjang pelaporan intern; 4) adanya evaluasi dan penyesuaian secara periodik terhadap struktur organisasi sehubungan dengan perubahan lingkungan strategis; dan
www.djpp.kemenkumham.go.id
17
2013, No.646
5) penetapan jumlah pegawai yang sesuai, terutama untuk posisi pimpinan. Adapun tujuannya adalah untuk mendukung tugas dan fungsi dalam rangka mengemban amanah visi dan misi sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra). b. Output Output kegiatan ini adalah adanya Rencana Kerja pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan. c. Kriteria 1) Struktur organisasi telah mengacu pada peraturan perundangundangan yang berlaku. 2) Struktur organisasi yang sesuai kebutuhan dan tugas pokok dan fungsi pembentukan organisasi. 3) Adanya perubahan lingkungan strategis (peraturan, kondisi, reorganisasi). 4) Terlaksananya evaluasi struktur organisasi terhadap perubahan lingkungan strategis. 5) Terdapat kekosongan pimpinan dalam waktu lama (lebih dari 3 bulan) pada struktur organisasi yang ada. 6) Telah dirancang struktur organisasi yang baru terkait perubahan numenklatur. 7) Calon pejabat eselon I, II, III, IV sudah definitif. d. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah: 1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur pembentukan organisasi sesuai kebutuhan dan menentukan ruang lingkup yang sesuai; 2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) mengidentifikasi unit atau kegiatan yang belum mempunyai struktur yang sesuai atau memadai; 4) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan pembentukan organisasi yang sesuai kebutuhan; dan 5) menyusun rencana aksi pembentukan organisasi sesuai dengan kebutuhan. 5) Rencana Kerja Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat oleh setiap unsur manajemen dan pegawai dalam organisasi, akan membuat pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi menjadi lebih lancar dan cepat. Kejelasan delegasi wewenang dan tanggung jawab akan mendorong tercapainya keputusan yang lebih baik dan menghindarkan terjadinya konflik dalam organisasi. Pada akhirnya, hal ini diharapkan akan menimbulkan suasana yang kondusif bagi berjalannya SPIP sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif. Oleh karena
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
18
itu, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab hendaknya ditata secara berjenjang dengan mempertimbangkan tingkatan risiko dari masing-masing pendelegasian dan kapasitas staf yang menerima pendelegasian tersebut. Kewenangan dapat didelegasikan kepada staf di tingkat yang lebih rendah, namun akuntabilitasnya harus terdefinisikan dengan jelas karena tanggung jawab akhir tetap ada pada tangan pimpinan organisasi. a. Prinsip dan Tujuan Prinsip dari Rencana Kerja Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab didasarkan pada: 1) wewenang diberikan kepada pejabat/pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan; 2) pejabat/pegawai yang mendapat wewenang dan tanggung jawab harus memahami bahwa wewenang dan tanggungjawab yang diberikan terkait dengan pihak lain; dan 3) pejabat/pegawai yang mendapat wewenang dan tanggung jawab harus memahami pelaksanaan tanggung jawab dan wewenangnya terkait dengan penerapan sistem pengendalian intern. Adapun tujuannya adalah untuk penyebaran dan pelimpahan tanggung jawab penugasan dalam rangka kemudahan pengendalian mengingat beban dan cakupan kegiatan yang cukup banyak atau luas. b. Output Output kegiatan ini adalah adanya Rencana Kerja pendelegasian kewenangan yang sesuai dengan kebutuhan. c. Kriteria 1) adanya penetapan kepada pegawai untuk melakukan suatu kewenangan atau tanggung jawab (struktur, fungsi, dan administrasi); 2) pegawai yang diberi wewenang dapat menjalankan pekerjaan sesuai dengan batasan tanggung jawab; dan 3) kebijakan telah terlaksana sesuai dengan substansinya. d. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah: 1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur pendelegasian wewenang dan ruang lingkup yang sesuai; 2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menyusun/merevisi peraturan untuk pendelegasian wewenang dan tanggung jawab; 4) melakukan penilaian apakah peraturan/kebijakan tersebut telah dijabarkan lebih lanjut ke dalam Standar Operasional Prosedur
www.djpp.kemenkumham.go.id
19
2013, No.646
atau petunjuk pelaksanaan untuk dapat melaksanakan peraturan tersebut; 5) melakukan observasi terhadap pelaksanaan delegasi wewenang dan tanggung jawab; 6) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab; dan 7) membuat rencana aksi perbaikan/penguatan pendelegasian wewenang. 6) Rencana Kerja Penyusunan dan Penerapan Kebijakan yang Sehat Tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia. Penerapan Kebijakan yang Sehat tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia ditujukan bagi terwujudnya penerapan kebijakan manajemen dan praktik pembinaan Sumber Daya Manusia yang sehat, sejak tahap rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai, serta terwujudnya penerapan sistem supervisi kepegawaian yang memadai, yang memungkinkan memperoleh pegawai dengan pengetahuan dan kompetensi, serta memiliki integritas dan etika yang dipersyaratkan untuk dapat melaksanakan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi, pada saat kini maupun pada masa yang akan datang. a. Prinsip dan Tujuan Prinsip dari Rencana Kerja Penyusunan dan Penerapan Kebijakan yang Sehat tentang pembinaan Sumber Daya Manusia adalah: 1) kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan pemberhentian dan pemensiunan pegawai; 2) penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen; dan 3) supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai. Adapun tujuannya adalah terwujudnya penerapan kebijakan manajemen dan praktik pembinaan Sumber Daya Manusia yang sehat, sejak tahap rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai, serta terwujudnya penerapan sistem supervisi kepegawaian yang memadai, yang memungkinkan memperoleh pegawai dengan pengetahuan dan kompetensi yang sesuai. b. Output Output kegiatan ini adalah adanya Rencana Kerja penyusunan/penyempurnaan Kebijakan Pembinaan Sumber Daya Manusia yang sehat. c. Kriteria 1) Adanya kebijakan dan prosedur pembinaan Sumber Daya Manusia dan rekrutmen pegawai. 2) Adanya penelusuran latar belakang pendidikan dan riwayat pegawai dalam setiap proses rekrutmen.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
20
3) Seluruh pegawai yang diterima memiliki integritas dan komitmen tinggi. 4) Adanya kebijakan mengenai sistem penilaian kinerja individual, berikut pendidikan/pelatihan untuk meningkatkan kinerja pegawai. d. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah: 1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur Kebijakan yang Sehat Tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia dan menentukan ruang lingkup yang sesuai; 2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menilai adanya Peraturan atau kebijakan rekrutmen; 4) menyusun mekanisme pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam suatu Standar Operasional Prosedur yang tertulis; 5) mendapatkan informasi adanya pengomunikasian tentang kebijakan dan kompetensi baru dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia; 6) mengidentifikasi tahapan proses pembinaan yang belum dilaksanakan yang terdiri dari tahapan pengomunikasian adanya kompetensi baru, standar dan kriteria rekrutmen, uraian dan persyaratan jabatan, program orientasi bagi pegawai baru, penghargaan atas dasar prestasi kerja serta integritas dan etika, umpan balik, sanksi disiplin, dan pemberhentian yang sesuai dengan ketentuan; 7) melakukan penelusuran terhadap latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen; 8) adanya supervisi periodik yang memadai kepada para pegawai dalam unit kerja; 9) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan Penyusunan dan Penerapan Kebijakan yang Sehat Tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia; dan 10) menyusun rencana aksi untuk memperbaiki Kebijakan Pembinaan Sumber Daya Manusia. 7) Rencana Kerja Perwujudan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang Efektif Berfungsinya peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam mengevaluasi penerapan SPIP secara terpisah di Kementerian Sosial akan sangat mendukung penerapan SPIP yang efektif. Selain melakukan evaluasi, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) juga harus berfungsi sebagai mitra unit kerja dalam membenahi penerapan SPIP. Dalam menjalankan tugasnya tersebut Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) memerlukan dukungan yang memadai atas akses informasi/data/sumber daya, persamaan persepsi dalam penentuan fokus/bidang/sektor ruang lingkup pengawasan, rekomendasi tindak lanjut, dan penilaian kinerja atas pelaksanaannya.
www.djpp.kemenkumham.go.id
21
2013, No.646
a. Prinsip dan Tujuan Prinsip dari Rencana Kerja Perwujudan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang efektif didasarkan pada fungsi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai penguatan efektivitas penerapan SPIP. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengefektifkan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam memberikan sistem peringatan dini (early warning system) atas adanya kemungkinan penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. b. Output Output kegiatan ini adalah adanya rencana kerja evaluasi tentang efektivitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di lingkungan Kementerian. c. Kriteria 1) Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) telah melakukan pengawasan atas seluruh kegiatan di lingkungan Kementerian (aspek keuangan dan kinerja pelayanan). 2) Atas kegiatan yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) telah dibuat laporan hasil pengawasan secara tepat waktu, yaitu setelah melaksanakan tugas pengawasan. 3) Adanya mekanisme audit/ pengawasan bersifat operasional (current audit), sehingga hasil auditnya dapat ditindaklanjuti sesegera mungkin. 4) Permasalahan yang ditemukan saat audit sudah dikomunikasikan dengan pejabat terkait. d. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah: 1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang efektif dan menentukan ruang lingkup yang sesuai; 2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menganalisis permasalahan efektivitas peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang ditemukan di Kementerian baik yang diperoleh dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP); 4) menentukan ruang lingkup perbaikan yang harus dilakukan; 5) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan Perwujudan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang Efektif; dan 6) menyusun rencana aksi penguatan efektivitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
1)
8) Rencana Kerja Penguatan Hubungan Kerja yang Baik dengan Instansi Pemerintah Terkait Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait merupakan hubungan antar instansi pemerintah dalam rangka
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
22
sinkronisasi dan harmonisasi pelaksanaan program dan kegiatan instansi pemerintah. Hubungan kerja yang baik tersebut diciptakan melalui koordinasi dan kerja sama yang konstruktif dan berkesinambungan di antara Instansi Pemerintah. a. Prinsip dan Tujuan Prinsip dari Rencana Kerja Penguatan Hubungan Kerja yang Baik dengan Instansi Pemerintah terkait didasarkan atas pentingnya hubungan kerja yang konstruktif dengan instansi terkait. Sedangkan tujuannya adalah untuk memastikan adanya langkah kerja yang dapat menjaga kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi. b. Output Output kegiatan ini adalah adanya rencana kerja penyusunan/penyempurnaan aturan baku interaksi organisasi dengan instansi terkait antara lain tentang: 1) proses rekonsiliasi data keuangan dan non keuangan; 2) musyawarah perencanaan pembangunan; 3) rapat koordinasi; atau 4) forum komunikasi antar instansi pemerintah terkait. c. Kriteria 1) adanya mekanisme saling uji dengan unit lain di lingkungan Kementerian. 2) dilaksanakannya pembahasan berkala atas pelaporan keuangan dan kinerja setiap unit instansi terkait. 3) dilaksanakannya rekonsiliasi atas data terkait keuangan dan kinerja dengan instansi terkait atas kegiatan lintas sektoral, antara lain: a) dana Dekonsentrasi; dan b) dana Tugas Pembantuan d. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah: 1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait; 2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menganalisis permasalahan hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait yang ditemukan di unit kerja, baik yang didapat dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) maupun penilaian efektivitas lingkungan pengendalian; 4) menentukan ruang lingkup perbaikan yang harus dilakukan unit kerja dalam efektivitas hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait; 5) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan Penguatan Hubungan Kerja yang Baik dengan instansi pemerintah terkait; dan
www.djpp.kemenkumham.go.id
23
2013, No.646
6) membuat rencana aksi penyusunan/perbaikan atau mekanisme hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait. Pelaksanaan langkah kerja penguatan lingkungan pengendalian dituangkan dalam kertas kerja sesuai Format D butir A poin 1 sampai dengan poin 8 dan menyimpulkan hasilnya dalam Desain Penyelenggaraan SPIP. 2. RENCANA KERJA PENILAIAN RISIKO INSTANSI PEMERINTAH Penilaian risiko direncanakan dilakukan pada aktivitas unit kerja baik yang bersifat organisasional maupun operasional berdasarkan prioritas obyek penyelenggaraan SPIP yang telah ditetapkan. 1) Prinsip dan Tujuan Rencana kerja penilaian risiko instansi pemerintah pada prinsipnya dilaksanakan untuk mengidentifikasi pada kemungkinan kejadian yang mempunyai dampak merugikan terhadap pencapaian tujuan. Sedangkan tujuannya adalah untuk mendapatkan peta risiko atas suatu kegiatan yang akan menjadi dasar untuk merumuskan kegiatan pengendaliannya. 2) Prakondisi Penilaian Risiko Prasyarat pelaksanaan penilaian risiko adalah sebagai berikut: a. penetapan kebijakan umum terkait penilaian dan pengendalian risiko di unit kerja; b. pemahaman tentang proses penilaian risiko; dan c. melibatkan pihak-pihak pelaksana kegiatan atau pemilik risiko. 3) Output Kegiatan Output yang dihasilkan dari langkah ini adalah Rencana Kerja Penilaian Risiko pada masing-masing unit kerja. 4) Langkah Kerja Utama Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut: a. mendapatkan arahan pimpinan tentang obyek penilaian risiko berdasarkan obyek prioritas penyelenggaraan SPIP; b. menetapkan jadwal waktu pelaksanaannya; c. menyajikan panduan penyusunan Term of Reference (TOR) kegiatan Penilaian risiko dengan rincian kegiatan antara lain: (1) membentuk tim pelaksana dengan melibatkan fasilitator dari Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP); (2) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) I untuk mengidentifikasi awal risiko dengan melibatkan pejabat penanggung jawab dan/atau pelaksana kegiatan (pemilik risiko) di unit kerja; (3) melakukan identifikasi dan analisis risiko melalui penelitian dokumen, wawancara, dan observasi; (4) merumuskan dan menyimpulkan hasil penilaian risiko; dan
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
24
(5) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) II dalam rangka finalisasi dan sosialisasi hasil penilaian risiko; d. menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) sehubungan dengan tahapan kegiatan di atas; e. menuangkan hasil penilaian dalam kertas kerja sesuai Format D butir B dan menyimpulkan hasilnya dalam Desain Penyelenggaraan SPIP. 3. RENCANA KERJA PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENGENDALIAN Kegiatan pengendalian meliputi kegiatan untuk mengatasi risiko dalam pencapaian tujuan melalui perumusan bentuk-bentuk kegiatan pengendalian yang dituangkan dalam kebijakan/Standar Operasional Prosedur. Rencana Kerja penyelenggaraan kegiatan pengendalian meliputi rumusan tujuan pengendalian risiko atas pencapaian tujuan, prakondisi, prinsip dalam merancang kegiatan pengendalian, dan langkah kerja utama, sebagai berikut: 1) Prinsip dan Tujuan Prinsip dari rencana kerja penyelenggaraan kegiatan pengendalian didasarkan atas pentingnya arahan pimpinan unit kerja untuk mengurangi risiko yang telah diidentifikasi selama proses penilaian risiko. Adapun tujuannya adalah membantu pimpinan unit kerja untuk memastikan dilaksanakannya arahan pimpinan dalam mengurangi risiko yang telah diidentifikasi selama penilaian risiko. 2) Pra Kondisi Atas Pelaksanaan Pengendalian Kondisi yang harus ada dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian adalah sebagai berikut: a. kegiatan pengendalian dilaksanakan atas kegiatan yang telah dilakukan penilaian risiko; dan b. terdapat kebijakan/Standar Operasional Prosedur untuk pelaksanaan kegiatan sebagai dasar penguatan kegiatan pengendalian. 3) Output Kegiatan Output dari kegiatan ini adalah rencana kerja kegiatan pengendalian atas obyek penyelenggaraan SPIP yang telah dilakukan penilaian risikonya. 4) Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut: a. merumuskan kegiatan pengendalian berdasarkan peta risiko yang telah diperoleh; b. menetapkan jadwal waktu pelaksanaannya; c. menyajikan panduan penyusunan Term of Reference (TOR) kegiatan pengendalian dengan rincian kegiatan antara lain:
www.djpp.kemenkumham.go.id
25
2013, No.646
(1) membentuk tim pelaksana; (2) mengidentifikasi kebutuhan kegiatan pengendalian berdasarkan peta risiko yang ada; (3) merumuskan alternatif teknik pengendalian yang dapat mengatasi risiko melalui wawancara, observasi atau studi banding terhadap pengendalian atas kegiatan sejenis; (4) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) I untuk pemilihan alternatif pengendalian atas risiko yang ada dan perumusan prosedur pengendaliannya; (5) membangun prosedur pengendalian dan simulasi penerapannya; (6) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) II dalam rangka finalisasi dan sosialisasi hasil kegiatan pengendalian;dan (7) menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan. d. menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB) sehubungan dengan tahapan kegiatan di atas. e. menuangkan hasil penilaian dalam kertas kerja sesuai Format D butir C dan menyimpulkan hasilnya dalam Desain Penyelenggaraan SPIP. 4. RENCANA KERJA PENGELOLAAN INFORMASI DAN KOMUNIKASI Sesuai dengan tahapan penyelenggaraan SPIP, infrastruktur yang sudah dibangun dalam bentuk kebijakan/Standar Operasional Prosedur yang berbasis risiko perlu diinternalisasikan kepada para pejabat dan pegawai dan diimplementasikan dalam pelaksanaan kegiatannya. 1. Prinsip dan Tujuan Prinsip dari rencana kerja implementasi kebijakan/ Standar Operasional Prosedur berbasis SPIP adalah merencanakan kegiatan implementasi kebijakan dan prosedur yang telah dalam rangka memastikan bahwa kegiatan pengendaliannya dapat mengatasi risiko atas suatu kegiatan. Adapun tujuannya adalah untuk memastikan bahwa infrastruktur pengendalian yang dibangun telah dipahami, diinformasikan, dilaksanakan, dan dimonitor pelaksanaannya. 2. Prakondisi Implementasi Persyaratan yang diharapkan ada dalam implementasi Standar Operasional Prosedur Berbasis SPIP adalah: a. komitmen pimpinan dan pegawai unit kerja untuk meningkatkan kualitas kinerjanya; dan b. terbentuknya lingkungan pengendalian yang kondusif dalam pelaksanaan pengendalian. 3. Output Kegiatan Output yang dihasilkan dari langkah ini adalah rencana kerja implementasi kebijakan/Standar Operasional Prosedur berbasis risiko.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
26
4. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut: a. mendapatkan informasi tentang penyelesaian kebijakan/ Standar Operasional Prosedur Berbasis SPIP; b. menetapkan jadwal pelaksanaannya; c. menyajikan panduan penyusunan Term of Reference (TOR) kegiatan Penilaian risiko dengan rincian kegiatan antara lain: (1) sosialisasi dan pencanangan penerapan Standar Operasional Prosedur berbasis SPIP kepada seluruh pejabat dan pegawai terkait; (2) pendampingan pelaksanaannya; (3) pelaksanaan secara mandiri; dan (4) pemantauan atas kegiatan pelaksanaannya; d. menetapkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) atas kegiatan pemantauan di atas; dan e. menuangkan hasil penilaian dalam kertas kerja sesuai Format D butir D dan menyimpulkan hasilnya dalam Desain Penyelenggaraan SPIP. 5. RENCANA KERJA PEMANTAUAN TAHAPAN PENYELENGARAAN SPIP Untuk memastikan pencapaian tujuan penyelenggaraan SPIP, tujuan penyusunan Rencana Kerja Penerapan SPIP, pengembangan SPIP harus dipantau secara terus menerus. 1. Prinsip dan Tujuan Prinsip dari rencana kerja pemantauan tahapan penyelenggaraan SPIP didasarkan atas adanya informasi hasil pengembangan/penyelenggaraan SPIP pada unit kerja terkait yang meliputi tahap-tahap pemahaman, pemetaan, penetapan kebijakan, penerapan dan pengembangannya. Adapun tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran tentang kemajuan dan efektivitas penyelenggaraan SPIP serta memberikan saran-saran perbaikannya. 2. Prakondisi Pemantauan Persyaratan yang diharapkan ada dalam pengembangan sistem pemantauan penyelenggaraan SPIP ini adalah: a. komitmen manajemen unit kerja untuk mengembangkan sistem pemantauan pengembangan/penyelenggaraan SPIP; dan b. adanya peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam rangka penguatan SPIP.
www.djpp.kemenkumham.go.id
27
2013, No.646
3. Output Kegiatan Output yang dihasilkan dari langkah ini adalah Rencana Kerja Pemantauan Pengembangan/Penyelenggaraan SPIP pada Unit Kerja. 4. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut: a. mengidentifikasi unit-unit yang menjadi penyelenggara SPIP; b. menetapkan unit-unit yang menjadi prioritas pemantauan kemajuan penyelenggaraannya; c. menetapkan kebutuhan tenaga untuk melaksanakan kegiatan pemantauan; d. menetapkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) atas kegiatan pemantauan di atas; dan e. menuangkan hasil penilaian dalam kertas kerja sesuai Format D butir E dan menyimpulkan hasilnya dalam Desain Penyelenggaraan SPIP.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
28
BAB III PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN SPIP
A. UMUM Untuk memudahkan dan penerapan SPIP yang telah direncanakan perlu dilakukan tahap pelaksanaan SPIP sebagai upaya untuk mengintegrasikan kelima unsur SPIP. Pelaksanaan SPIP dirancang dengan mengikuti tiga tingkatan yaitu tingkat operasioanal, tingkat organisasioal, dan tingkat strategis. Diharapkan dengan adanya pelaksanaan penyelenggaraan dapat mendorong unit-unit kerja di lingkungan Kementerian Sosial untuk dapat mempercepat penyelenggaraan SPIP. B. PELAKSANAAN PENGUATAN LINGKUNGAN PENGENDALIAN Unit kerja perlu menyusun upaya-upaya untuk menindaklanjuti adanya kelemahan dalam unsur lingkungan pengendalian. Pelaksanaan penguatan lingkungan pengendalian ditentukan sub-sub unsurnya sesuai dengan informasi kelemahan yang diperoleh dari hasil Desain penyelenggaraan SPIP khususnya mengenai lingkungan pengendalian. 1. Pelaksanaan Penegakan Integritas dan Nilai Etika Pelaksanaan nilai ini disusun dalam rangka menindaklanjuti adanya kelemahan atau kekurangan atas keberadaan dan keterpenuhan syarat minimal aturan perilaku, serta penerapannya dalam pelaksanaan kegiatan suatu unit kerja. a. Prinsip dan Tujuan Prinsip dari Pelaksanaan Penegakan Integritas dan Nilai Etika didasarkan pada aturan perilaku dan etika bagi pegawai yang diterapkan dan ditegakkan di unit kerja. Sedangkan tujuannya adalah untuk meningkatkan integritas pimpinan dan pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. b. Output Output kegiatan ini adalah adanya sejumlah aturan perilaku atau mekanisme penegakan aturan perilaku pada masing-masing unit kerja di Lingkungan Kementerian Sosial. c. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah: 1) Menyusun Kode etik atau aturan perilaku oleh Kementerian Sosial; 2) Membuat kebijakan tentang penegakan aturan perilaku 3) Membuat kebijakan sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment) pada masing-masing unit kerja;
www.djpp.kemenkumham.go.id
29
2013, No.646
4) Membuat Kebijakan penanganan konflik kepentingan. 5) Membuat majelis kode etik di tingkat Eselon I di Lingkungan Kementerian Sosial. 2. Pelaksanaan Peningkatan Komitmen pada Kompetensi Instansi pemerintah memerlukan suatu komitmen dari pimpinan untuk menempatkan atau menugaskan pegawainya sesuai dengan persyaratan kompetensi yang dimiliki masing-masing pegawai, yakni disesuaikan dengan pengetahuan dan keahliannya. a. Prinsip dan Tujuan Prinsip pelaksanaan Peningkatan Komitmen pada Kompetensi didasarkan pada standar kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi masing-masing posisi di unit kerja. Sedangkan tujuannya adalah untuk menentukan dan menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat. Komitmen terhadap kompetensi ditunjukkan dengan kemauan pimpinan dan pegawai untuk bersama-sama bertanggungjawab dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan instansinya dengan melakukan tugas/jabatan sesuai dengan peran dan fungsinya dengan pengetahuan dan keahliannya. b. Output Output kegiatan ini adalah adanya sejumlah standar operating prosedur (SOP) terhadap standar kompetensi pada masing-masing unit kerja. c. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah: 1) Menyususn standar kompetensi jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2) Memperbaharui database kompetensi pegawai; dan 3) Melakukan pelatihan dan pendidikan yang dapat meningkatkan kompetensi pegawai. 3. Pelaksanaan Peningkatan Pemahaman Kepemimpinan yang Kondusif Kepemimpinan yang kondusif adalah kepemimpinan yang efektif dalam mengarahkan seluruh sumber daya dan potensi organisasi, termasuk melakukan perubahan dalam rangka mencapai kinerja yang lebih baik. a. Prinsip dan Tujuan Prinsip pelaksanaan Peningkatan Pemahaman Kepemimpinan yang Kondusif didasarkan pada pertimbangan risiko dalam pengambilan keputusan, penerapan manajemen berbasis kinerja, dan pengendalian dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Sedangkan tujuannya adalah untuk menciptakan iklim yang positif dan manajemen yang sehat dalam pelaksanaan kegiatan.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
30
b. Output Output kegiatan ini adalah adanya sejumlah standar operating prosedur terhadap pemahaman pimpinan atas pencapaian kinerja yang berbasis risiko. c. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah: 1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur kepemimpinan yang kondusif; 2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menginventarisasi tugas dan fungsi pada unit kerja; 4) mengidentifikasi target kinerja pada masing-masing unit organisasi; 5) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan kepemimpinan yang kondusif; dan 6) menyusun rencana aksi pemberian pemahaman tentang manajemen berbasis kinerja dan risiko dalam unit kerja kepada pimpinan dan pegawai. 4. Pelaksanaan Pembentukan Organisasi sesuai Kebutuhan Struktur organisasi sangat penting karena merupakan infrastruktur dasar bagi instansi pemerintah untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan diharapkan dapat memberikan kepastian ruang gerak bagi seluruh Sumber Daya Manusia yang dimiliki instansi dalam mencapai kinerja yang diharapkan, serta sebagai sarana pendistribusian sumber daya lainnya seperti: peralatan, keuangan, dan informasi. a. Prinsip dan Tujuan Prinsip pelaksanaan Pembentukan Organisasi sesuai Kebutuhan didasarkan pada: 1) adanya struktur organisasi yang tepat sesuai dengan ukuran dan sifat kegiatan instansi pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan; 2) adanya kejelasan wewenang dan tanggung jawab; 3) adanya kejelasan hubungan dan jenjang pelaporan intern; 4) adanya evaluasi dan penyesuaian secara periodik terhadap struktur organisasi sehubungan dengan perubahan lingkungan strategis; dan 5) penetapan jumlah pegawai yang sesuai, terutama untuk posisi pimpinan. Adapun tujuannya adalah untuk mendukung tugas dan fungsi dalam rangka mengemban amanah visi dan misi sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra).
www.djpp.kemenkumham.go.id
31
2013, No.646
b. Output Output kegiatan ini adalah adanya penetapan struktur organisasi kementerian sosial oleh Menteri sosial yang sesuai dengan kebutuhan. c. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah: 1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur pembentukan organisasi sesuai kebutuhan dan menentukan ruang lingkup yang sesuai; 2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) mengidentifikasi unit atau kegiatan yang belum mempunyai struktur yang sesuai atau memadai; 4) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan pembentukan organisasi yang sesuai kebutuhan; dan 5) menyusun rencana aksi pembentukan organisasi sesuai dengan kebutuhan. 5. Pelaksanaan Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat oleh setiap unsur manajemen dan pegawai dalam organisasi, akan membuat pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi menjadi lebih lancar dan cepat. Kejelasan delegasi wewenang dan tanggung jawab akan mendorong tercapainya keputusan yang lebih baik dan menghindarkan terjadinya konflik dalam organisasi. Pada akhirnya, hal ini diharapkan akan menimbulkan suasana yang kondusif bagi berjalannya SPIP sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif. Oleh karena itu, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab hendaknya ditata secara berjenjang dengan mempertimbangkan tingkatan risiko dari masing-masing pendelegasian dan kapasitas staf yang menerima pendelegasian tersebut. Kewenangan dapat didelegasikan kepada staf di tingkat yang lebih rendah, namun akuntabilitasnya harus terdefinisikan dengan jelas karena tanggung jawab akhir tetap ada pada tangan pimpinan organisasi. a. Prinsip dan Tujuan Prinsip dari pelaksanaan Pendelegasian Wewenang dan Tanggung Jawab didasarkan pada: 1) wewenang diberikan kepada pejabat/pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat tanggung jawabnya dalam rangka pencapaian tujuan; 2) pejabat/pegawai yang mendapat wewenang dan tanggung jawab harus memahami bahwa wewenang dan tanggungjawab yang diberikan terkait dengan pihak lain; dan
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
32
3) pejabat/pegawai yang mendapat wewenang dan tanggung jawab harus memahami pelaksanaan tanggung jawab dan wewenangnya terkait dengan penerapan sistem pengendalian intern. Adapun tujuannya adalah untuk penyebaran dan pelimpahan tanggung jawab penugasan dalam rangka kemudahan pengendalian mengingat beban dan cakupan kegiatan yang cukup banyak atau luas. b. Output Output kegiatan ini adalah adanya sejumlah standar operating prosedur tentang pendelegasian kewenangan yang sesuai dengan kebutuhan. c. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah: 1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur pendelegasian wewenang dan ruang lingkup yang sesuai; 2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menyusun/merevisi peraturan untuk pendelegasian wewenang dan tanggung jawab; 4) melakukan penilaian apakah peraturan/kebijakan tersebut telah dijabarkan lebih lanjut ke dalam Standar Operasional Prosedur atau petunjuk pelaksanaan untuk dapat melaksanakan peraturan tersebut; 5) melakukan observasi terhadap pelaksanaan delegasi wewenang dan tanggung jawab; 6) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab; dan 7) membuat rencana aksi perbaikan/penguatan pendelegasian wewenang. 6.
Pelaksanaan Penyusunan dan Penerapan Kebijakan yang Sehat Tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia Penerapan Kebijakan yang Sehat tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia ditujukan bagi terwujudnya penerapan kebijakan manajemen dan praktik pembinaan Sumber Daya Manusia yang sehat, sejak tahap rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai, serta terwujudnya penerapan sistem supervisi kepegawaian yang memadai, yang memungkinkan memperoleh pegawai dengan pengetahuan dan kompetensi, serta memiliki integritas dan etika yang dipersyaratkan untuk dapat melaksanakan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi, pada saat kini maupun pada masa yang akan datang. a. Prinsip dan Tujuan Prinsip dari pelaksanaan Penyusunan dan Penerapan Kebijakan yang Sehat tentang pembinaan Sumber Daya Manusia adalah: 1) kebijakan dan prosedur sejak rekrutmen sampai dengan pemberhentian dan pemensiunan pegawai;
www.djpp.kemenkumham.go.id
33
2013, No.646
2) penelusuran latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen; dan 3) supervisi periodik yang memadai terhadap pegawai. Adapun tujuannya adalah terwujudnya penerapan kebijakan manajemen dan praktik pembinaan Sumber Daya Manusia yang sehat, sejak tahap rekrutmen sampai dengan pemberhentian pegawai, serta terwujudnya penerapan sistem supervisi kepegawaian yang memadai, yang memungkinkan memperoleh pegawai dengan pengetahuan dan kompetensi yang sesuai. b. Output Output kegiatan ini adalah adanya sejumlah Kebijakan Pembinaan Sumber Daya Manusia yang sehat. c. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah: 1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur Kebijakan yang Sehat Tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia dan menentukan ruang lingkup yang sesuai; 2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menilai adanya Peraturan atau kebijakan rekrutmen; 4) menyusun mekanisme pengelolaan Sumber Daya Manusia dalam suatu Standar Operasional Prosedur yang tertulis; 5) mendapatkan informasi adanya pengomunikasian tentang kebijakan dan kompetensi baru dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia; 6) mengidentifikasi tahapan proses pembinaan yang belum dilaksanakan yang terdiri dari tahapan pengomunikasian adanya kompetensi baru, standar dan kriteria rekrutmen, uraian dan persyaratan jabatan, program orientasi bagi pegawai baru, penghargaan atas dasar prestasi kerja serta integritas dan etika, umpan balik, sanksi disiplin, dan pemberhentian yang sesuai dengan ketentuan; 7) melakukan penelusuran terhadap latar belakang calon pegawai dalam proses rekrutmen; 8) adanya supervisi periodik yang memadai kepada para pegawai dalam unit kerja; 9) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan Penyusunan dan Penerapan Kebijakan yang Sehat Tentang Pembinaan Sumber Daya Manusia; dan 10) menyusun rencana aksi untuk memperbaiki Kebijakan Pembinaan Sumber Daya Manusia. 7. Pelaksanaan Perwujudan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang Efektif Berfungsinya peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam mengevaluasi penerapan SPIP secara terpisah di Kementerian Pariwisata
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
34
dan Ekonomi Kreatif akan sangat mendukung penerapan SPIP yang efektif. Selain melakukan evaluasi, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) juga harus berfungsi sebagai mitra unit kerja dalam membenahi penerapan SPIP. Dalam menjalankan tugasnya tersebut Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) memerlukan dukungan yang memadai atas akses informasi/ data/sumber daya, persamaan persepsi dalam penentuan fokus/bidang/sektor ruang lingkup pengawasan, rekomendasi tindak lanjut, dan penilaian kinerja atas pelaksanaannya. a. Prinsip dan Tujuan Prinsip dari pelaksanaan Perwujudan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang efektif didasarkan pada fungsi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sebagai penguatan efektivitas penerapan SPIP. Sedangkan tujuannya adalah untuk mengefektifkan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam memberikan sistem peringatan dini (early warning system) atas adanya kemungkinan penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. b. Output Output kegiatan ini adalah adanya peran APIP dalam meningkatkan opini WTP terahadap Laporan Keuangan Kementerian Sosial, menciptakan lingkungan kerja yang bebas KKN dan memberikan assurance/konsultansi bagi unit kerja di lingkungan Kementerian Sosial yang memerlukan. c. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah: 1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang efektif dan menentukan ruang lingkup yang sesuai; 2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menganalisis permasalahan efektivitas peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang ditemukan di Kementerian baik yang diperoleh dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP); 4) menentukan ruang lingkup perbaikan yang harus dilakukan; 5) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan Perwujudan Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang Efektif; dan 6) menyusun rencana aksi penguatan efektivitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). 8.
Pelaksanaan Penguatan Hubungan Kerja yang Baik dengan Instansi Pemerintah Terkait Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait merupakan hubungan antar instansi pemerintah dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi pelaksanaan program dan kegiatan instansi pemerintah. Hubungan kerja yang baik tersebut diciptakan
www.djpp.kemenkumham.go.id
35
2013, No.646
melalui koordinasi dan kerja sama yang berkesinambungan di antara Instansi Pemerintah.
konstruktif
dan
a. Prinsip dan Tujuan Prinsip dari pelaksanaan Penguatan Hubungan Kerja dengan Instansi Pemerintah terkait didasarkan atas hubungan kerja yang konstruktif dengan instansi terkait. tujuannya adalah untuk memastikan adanya langkah dapat menjaga kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi.
yang Baik pentingnya Sedangkan kerja yang
b. Output Output kegiatan ini adalah adanya sejumlah kebijakan atau Standar operating prosedur tentang interaksi organisasi dengan instansi terkait antara lain tentang: 1) proses rekonsiliasi data keuangan dan non keuangan; 2) musyawarah perencanaan pembangunan; 3) rapat koordinasi; atau 4) forum komunikasi antar instansi pemerintah terkait. c. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk menghasilkan output ini adalah: 1) menganalisis hasil Diagnostic Assessment (DA) atas sub unsur hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait; 2) mengidentifikasi hasil penilaian risiko yang terkait; 3) menganalisis permasalahan hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait yang ditemukan di unit kerja, baik yang didapat dari hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) maupun penilaian efektivitas lingkungan pengendalian; 4) menentukan ruang lingkup perbaikan yang harus dilakukan unit kerja dalam efektivitas hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait; 5) menentukan kelemahan lingkungan pengendalian yang terkait dengan Penguatan Hubungan Kerja yang Baik dengan instansi pemerintah terkait; dan 6) membuat rencana aksi penyusunan/perbaikan atau mekanisme hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait. Pelaksanaan penguatan lingkungan pengendalian dituangkan dalam kertas kerja sesuai Format D butir A poin 1 sampai dengan poin 8. C. PELAKSANAAN PENILAIAN RISIKO Penilaian risiko diawali dengan penetapan maksud dan tujuan Kementerian Sosial yang jelas dan konsisten baik pada unit kerja dan kegiatan. Penilain risiko terdiri dari dua jenis kegiatan yaitu identifikasi risiko dan analisis risiko. Setiap unit kerja dapat mengidentifikasi secara efisien dan efektif risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan kementerian sosial baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Terhadap risiko yang telah
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
36
diidentifikasi dianalisis untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan. Setiap pimpinan unit kerja dapat merumuskan pendekatan manajemen risiko dan kegiatan pengendalian risiko yang diperlukan untuk memperkecil risiko. 1. Pelaksanaan Identifikasi Risiko Sebagai salah satu unsur penilaian risiko, identifikasi risiko dilakukan untuk menggali kejadian-kejadian dalam pelaksanaan tindakan dan kegiatan dan kegiatan yang mungkin dapat menghambat pencapaian tujuan. a. Prinsip dan Tujuan Pelaksanaan identifikasi risiko di Kementerian Sosial pada prinsipnya menggunakan metodologi yang tepat dan melibatkan para pemilik risiko yang terkait dengan kegiatan yang dinilai risikonya. Sedangkan tujuannya adalah untuk mendapatkan daftar risiko atas suatu kegiatan yang akan menjadi dasar untuk merumuskan kegiatan pengendaliannya. b. Output Kegiatan Output yang dihasilkan dari langkah ini adalah daftar risiko yang memuat informasi tentang peristiwa risiko, pemilik risiko, penyebab risiko, kegiatan pengendalian risiko yang sudah ada dan sisa risiko setiap tindakan atau kegiatan yang dinilai risikonya. c. Langkah Kerja Utama Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut: 1) Libatkan para pihak yang melaksanakan dan terkait dengan jalannya kegiatan yang dinilai risikonya; 2) Pastikan bahwa orang-orang yang terlibat tersebut mempunyai pengetahuan mengenai tujuan kegiatan serta tugas dan fungsi unit kerjanya. 3) Berdasarkan pemahaman tentang tujuan kegiatan (KKPR 1.1), proses bisnis dan pengendaliannya (KKPR 1.2), dan AOI/Temuan audit (KPPR1.3), lakukan identifikasi risiko yang meliputi, peristiwa risiko, pemilik risiko, sumber dan uraian. 2. Pelaksanaan Analisis Risiko Analisis risiko merupakan langkah untuk menentukan nilai dari suatu sisa risiko yang telah diidentifikasi dengan mengukur nilai kemungkinan dan dampaknya. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, suatu sisa risiko dapat ditentukan tingkat dan status risikonya sehingga dapat dihasilkan suatu informasi untuk menciptakan desain pengendaliannya.
www.djpp.kemenkumham.go.id
37
2013, No.646
a. Prinsip dan Tujuan Pelaksanaan Analisis Risiko di Kementerian Sosial pada prinsipnya menggunakan metodologi yang tepat dan melibatkan para pemilik risiko yang terkait dengan kegiatan yang dinilai risikonya. Sedangkan tujuannya adalah untuk mendapatkan daftar risiko atas suatu kegiatan yang akan menjadi dasar untuk merumuskan kegiatan pengendaliannya. b. Output Kegiatan Output yang dihasilkan dari langkah ini adalah status dan peta risiko. Status risiko adalah suatu daftar yang memuat tentang sisa risiko, referensi dan nilai kemungkinan, referensi dan nilai dampaknya, serta tingkat dan penjelasannya sesuai dengan urutan mulai dari sisa risiko dengan tingkat risiko terbesar sampai dengan tingkat risiko terkecil. Peta risiko adalah suatu penggambaran dari masing-masing sisa risiko secara visual sesuai dengan nilainya dalam matrik peta risiko sehingga akan diperoleh informasi pada area mana sisa risiko tersebut berbeda. c. Langkah Kerja Utama Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut: 1) Libatkan para pihak yang melaksanakan dan terkait denganjalannya kegiatan yang dinilai risikonya; 2) Pastikan bahwa orang-orang yang terlibat tersebut mempunyai pengetahuan mengenai tujuan kegiatan serta tugas dan fungsi unit kerjanya. 3) Berdasarkan pemahaman tentang tujuan kegiatan (KKPR 1.1), proses bisni dan pengendaliannya (KKPR 1.2), dan AOI/Temuan audit (KPPR1.3), lakukan identifikasi risiko yang meliputi, peristiwa risiko, pemilik risiko, sumber dan uraian D. PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENGENDALIAN Kegiatan pengendalian meliputi kegiatan untuk pengelolaan risiko dalam kebijakan dan SOP untuk masing-masing sub unsur kegiatan pengendalian, serta mengintegrasikannya dalam bentuk kebijakan dan SOP proses operasional dalam setiap unit kerja. 1. Pelaksanaan Review Kinerja a. Prinsip dan Tujuan Prinsip dari Review atas Kinerja Kementerian Sosial adalah proses penelaahan capaian kinerja, dengan cara membandingkan kinerja dengan tolok ukur kinerja yang telah ditetapkan, mereviu laporan kegiatan, dan menganalisis capaian kinerja. Tolok ukur dimaksud dapat berupa target, anggaran, prakiraan, dan/atau kinerja periode yang lalu.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
38
Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui kesesuaian antara hasil kinerja keuangan, anggaran, dan operasional dengan output kegiatan. b. Output Kegiatan Output Review Kinerja adalah Kebijakan dan Prosedur Standar Pelaksanaan (KSOP) kegiatan utama yang memuat proses review kinerja. c. Langkah Kerja Langkah kerja utama yang harus dilakukan dalam menguji dan menyusun substansi yang ada di dalam aturan (kebijakan) dan SOP adalah sebagai berikut: 1) Mendapatkan data input kegiatan (misal: dana, waktu) dan target kinerja (misal: volume, tenggat waktu laporan, persentase prosedur yang dilaksanakan dan substansi kinerja lainnya). 2) Mendapatkan tolok ukur kinerja, yaitu target, anggaran, prakiraan, dan/atau kinerja periode yang lalu (berlaku untuk tindakan manajerial yang lingkupnya organisasional). 3) Memastikan bahwa tolok ukur kinerja adalah sah dan telah ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah (berlaku untuk tindakan manajerial yang lingkupnya organisasional). 4) Bersamaan atau segera setelah pelaksanaan kegiatan, mencatat atau merekam data: (1) Input [dana (Rp) dan waktu (HP/OH)] yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan. (2) Kinerja berupa output kegiatan (volume dan ukuran kinerja lainnya). 5) Atasan pelaksana (pemilik proses) mereview validitas data Kinerja dengan memperhatikan sumber data, kelengkapan dan ketepatan waktu perekaman. 6) Menyimpulkan apakah kinerja kegiatan mencapai mencapai tolok ukurnya (berlaku untuk tindakan manajerial yang lingkupnya organisasional). 7) Mengidentifikasi dan mencatat penyebab jika tidak tercapai (berlaku untuk tindakan manajerial yang lingkupnya organisasional). 8) Merumuskan rencana aksi dan/atau melaksanakan segera aksi korektif (berlaku untuk tindakan manajerial yang lingkupnya organisasional). 9) Mendokumentasikan pelaksanaan dan hasil review kinerja. 2. Pelaksanaan Pembinaan SDM a. Prinsip dan Tujuan Prinsip Pembinaan SDM dilakukan dengan mengkomunikasi-kan misi, tujuan, nilai, dan strategi pencapaian tujuan organisasi kepada pegawai, serta pemberdayaan SDM agar kompeten dan mampu melaksanakan kegiatan dan strategi pencapaian tujuan
www.djpp.kemenkumham.go.id
39
2013, No.646
serta pemberian penghargaan (reward) bagi pegawai yang berkontribusi mencapai tujuan organisasi Pembinaan SDM bertujuan untuk: (a) meningkatkan kontribusi pegawai dalam capaian kinerja organisasi; (b) mengurangi kemungkinan terjadinya risiko – risiko yang disebabkan oleh SDM yang kurang kompeten, termasuk perilaku yang tidak mendukung efisiensi, efektivitas dan ketaatan pada ketentuan; (c) mendukung pengembangan karier pegawai melalui penyediaan evaluasi dan umpan balik tingkat kompetensi dan kinerja pegawai. b. Output Kegiatan Output pelaksanaan pembinaan SDM adalah rumusan KSOP kegiatan utama yang memuat pembinaan sumber daya manusia di tingkat operasional, tingkat organisasi dan tingkat strategis. c. Langkah Kerja 1) Mendapatkan rumusan visi, misi, tujuan organisasi 2) Mengaitkan rumusan misi dan tujuan organisasi dengan dan sasaran kegiatan untuk setiap penugasan. 3) Menganalisis kesenjangan kompetensi (pengetahuan, keterampilan/keahlian dan perilaku) pelaksanaan kegiatan. 4) Komunikasikan hasil evaluasi kepegawaian dan berikan umpan balik kepada pembina kepegawaian. 3. Pelaksanaan Pengendalian atas Pengelolaan Sistem Informasi a. Prinsip dan Tujuan Prinsip pelaksanaan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi adalah keakurasian input/output, jejak transaksi, keseragaman pemrosesan transaksi, potensi kesalahan dan penyimpangan pegawai untuk mengakses data atau mengubah data, tanpa meninggalkan bukti fisik yang kasat mata. Tujuan pelaksanaan pengendalian atas pengelolaan sistem informasi adalah untuk meningkatkan akurasi input, proses dan output data kegiatan dan meningkatkan keamanan data. b. Output Kegiatan Output kegiatan pelaksanaan pengendalian pengelolaan sistem informasi adalah menghasilkan Kebijakan dan Standar operating prosedur atas kegiatan utama yang memuat pengendalian atas pengelolaan sistem informasi. c. Langkah Kerja 1) Untuk tingkat strategis, khususnya bagi organisasi atau administrator sistem informasi seperti pusat informasi, terapkan langkah keja pengendalian umum dan pengendalian aplikasi. 2) Untuk tingkat organisasi langkah-langkah yang dilakukan untuk pengendalian atas pengelolaan sistem informasi (pengendalian otorisasi, pengendalian kelengkapan,pengendalian akurasi).
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
40
4. Pelaksanaan Pengendalian Fisik atas aset a. Prinsip dan Tujuan Pengendalian fisik atas aset prinsipnya adalah tindakan untuk memastikan bahwa aset tersedia saat pelaksanaan kegiatan atau tidak ada hambatan yang berarti saat akan digunakan. Tujuannya adalah agar aset tersebut aman dari risiko hilang, rusak, atau digunakan oleh pihak lain tanpa hak. b. Output Kegiatan Output kegiatan ini berupa kebijakan dan standar operating prosedur kegiatan utama yang memuat proses pengamanan fisik atas aset. c. Langkah Kerja Tingkat Organisasional 1) Memastikan kelengkapan dan status kepemilikan 2) Memastikan pihak penanggung jawab fisik aset 3) Memastikan adanya label identitas aset. Tingkat operasional 1) Membuat daftar aset yang harus diamankan fisiknya untuk digunakan pada suatu kegiatan. 2) Memastikan pihak penanggung jawab fisik aset. 3) Memastikan pihak penanggung jawab fisik aset memahami prosedur khusus pengamanan fisik aset. 5. Pelaksanaan Penetapan dan Review atas indikator dan ukuran kinerja a. Prinsip dan Tujuan Pelaksanaan penetapan dan reviu atas indikator dan ukurn kinerja pada prinsipnya adanya keselarasan indikator kinerja ke kinerja di atasnya. Tujuannya menciptakan alat ukur pencapaian suatu tujuan dan kegiatan serta mengevaluasi dan memantau kineja instansi pemerintah. b. Output Kegiatan Output perencanaan penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja adalah kebijakan dan SOP kegiatan utama yang memuat penetapan dan review atas indikator dan ukuran kinerja kegiatan. c. Langkah Kerja 1) Memastikan terdapat kebijakan penetapan indikator dalam bentuk surat keputusan pimpinan 2) Memastikan indikator kinerja kegiatan telah SMART 3) Memastikan indikator kinerja kegiatan selaras dengan indikator organisasional dan indikator strategis. 4) Memastikan bahwa di tingkat kegiatan sudah ada penetapan prioritas pencapaian kinerja. 5) Mengusulkan rumusan indikator kegiatan, jika ada
www.djpp.kemenkumham.go.id
41
2013, No.646
6. Pelaksanaan Pemisahan Fungsi a. Prinsip dan Tujuan Pemisahan fungsi prinsipnya memisahkan fungsi otorisasi, persetujuan, pemrosesan dan pencatatan, pembayaran dan penerimaan dana, penyimpangan dan penanganan aset atas kejadian /Transaksi. b. Output Kegiatan Output pelaksanaan pemisahan fungsi adalah kebijakan dan SOP kegiatan utama yang memuat pemisahan fungsi sebagai alat pengendali. c. Langkah Kerja 1) Mengidentifikasi pejabat yang berwenang melaksanaan fungsi otoritasi, persetujuan, pemrosesan dan pencatatan. 2) Memastikan adanya otorisasi pelaksanaan. 3) Memastikan pencatatan pelaksanaan kegiatan. 4) Memastikan otorisasi, pencatatan dan pelaporan penggunaan dana, SDM dan aset dalam pelaksanaan kegiatan. 5) Memastikan masing-masing pejabat dimaksud adalah orang yang berbeda atau tidak mempunyai hubungan kekerabatan. 7. Pelaksanaan Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting a. Prinsip dan Tujuan Pelaksanaan otorisasi kegiatan pada prinsipnya untuk meyakini hanya transasksi dan kejadian sah saja yang dijalankan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan manajemen.Tujuannya untuk menghindari penyalahgunaan wewenang atas transaksi/kejadian yang penting. b. Output Kegiatan Output kegiatan otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting brupa kebijakan dan SOP kegiatan utama yang memuat otorisasi atas transaksi dan kejadian penting. c. Langkah Kerja 1) Memastikan adanya pejabat yang berwenang menetapkan batasan tentang transaksi dan kejadian penting dan kondisi 2) Memastikan bahwa pejabat yang berwenang telah menetapkan prosedur otorisasi tentang transaksi dan kejadian penting. 3) Memastikan bahwa prosedur otorisasi mudah diakses oleh semua pegawai. 4) Memastikan bahwa pejabat yang menerima otorisasi adalah pejabat yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 8. Pelaksanaan Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
42
a. Prinsip dan Tujuan Pelaksanaan pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi pada prinsipnya pencatatan yang didukung dengan bukti yang valid, andal dan relevan serta diklasifikasikan dengan tepat. Tujuannya adalah untuk menciptakan klasifikasi dan pencatatan yang tepat, menjaga tetap relevan, bernilai dan berguna untuk menjamin tersedianya informasi yang relevan dan terpercaya. b. Output Kegiatan Output kegiatan ini berupa kebijakan dan SOP yang memuat pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian. c. Langkah Kerja 1) Memastikan bahwa pejabat yang berwenang menetapkan batasan tentang transaksi dan kejadian penting dan kondisi dan syarat otorisasi. 2) Memastikan bahwa pejabat yang berwenang menetapkan batasan tentang transaksi dan kejadian penting terkait dengan kebijakan akuntansi keuangan dan pengelolaan aset. 3) Memastikan bahwa mata anggaran kegiatan konsisten dengan kegiatannya. 4) Memastikan bahwa realisasi kegiatan konsisten dengan mata anggaran kegiatan. 5) Memastikan bahwa pejabat yang berwenang membuat kebijakan tentang batas waktu pencatatan. 9. Pelaksanaan pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya a. Prinsip dan Tujuan Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya pada prinsipnya memberikan hak dan tanggungjawab kepada petugas tertentu, penggunaan formulir/catatan pemakaian, serta penunjukan petugas tertentu untuk melakukan penyimpanan, pencatatan dan pemindahan sumber daya. Tujuannya adalah mengurangi risiko penggunaan tanpa otorisasi atau kehilangan aset negara dan mengurangi peluang bagi petugas terkait untuk manipulasi. b. Output Kegiatan Output kegiatan ini adalah kebijakan dan SOP yang memuat pembatasan dan pencatatan akses atas sumber daya sebagai alat pengendalian. c. Langkah Kerja 1) Memastikan adanya identifikasi sumber daya dan pencatatannya yang diperlukan/digunakan oleh instansi pemerintah. 2) Memastikan adanya identifikasi tingkat pembatasan akses yang diperlukan untuk setiap jenis sumber daya dan pencatatanya. 3) Memastikan adanya review penetapan pembatasan akses penggunaan sumber daya dan pencatatanya.
www.djpp.kemenkumham.go.id
43
2013, No.646
4) Memastikan adanya kebijakan tertulis dan prosedur tertulis pembatasan akses atas jenis-jenis sumber daya tertentu dan pencatatanya. 10. Pelaksanaan Akuntabilitas dan Pencatatan penggunaan sumber Daya a. Prinsip dan Tujuan Pelaksanaan akuntabilitas dan pencatatan penggunaan sumber daya pada prinsipnya menyiapkan seorang penerima mandat dalam suatu unit organisasi untuk memberikan jawaban bahwa sumber daya yang dikuasainya dikelola dalam rangka pencapaian tujuan. Tujuannya adalah terwujudnya pertanggungjawaban atas sumber daya dan tersedianya umpan balik bagi perbaikan. b. Output Kegiatan Output kegiatannya berupa kebijakan dan SOP yang memuat kewajiban berakuntabilitas dan pencatatan penggunaan sumber daya. c. Langkah Kerja 1) Memastikan bahwa pejabat yang berwenang telah menetapkan batasan (definisi) tentang sumber daya yang diselenggarakan akuntabilitasnya. 2) Memastikan bahwa pejabat yang berwenang telah menetapkan: petugas penyimpan sumber daya, dan petugas pencatat sumber daya. 3) Melaksanakan pembandingan berkala antara sumber daya dengan pencatatan. 4) Menyiapkan laporan untuk memberikan akuntabilitas yang memadai bahwa sumber daya telah diguanakan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. 11. Pelaksanaan dokumentasi SPIP dan transaksi a. Prinsip dan Tujuan Pelaksanaan dokumentasi SPIP dan transaksi pada prinsipnya dilaksanakan secara lengkap dan akurat untuk memfasilitas penelusuran transaksi, kejadian, dan informasi terkait, sejak tahap otorisasi, inisiasi, pemrosesan, sampai dengan penyelesaian. Tujuannya untuk meningkatkan keandalan dari pengendalian intern karena terpeliharanya konsistensi dan pemenuhan kriteria kebutuhan pengendalian oleh siapapun yang ditugaskan untuk melaksanakannya. b. Output kegiatan Output kegiatannya berupa kebijakn dan SOP yang memuat proses dokumentasi atas SPIP dan transaksi. c. Langka Kerja 1) Memastikan adanya kebijakan administratif pendokumentasian SPIP di tingkat kegiatan.
dan
pedoman
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
44
2) Memastikan adanya kebijakan tentang pedoman akuntansi yang dapat memfasilitasi penelusuran transaksi, kejadian, dan informasi terkait, sejak tahap otorisasi, inisiasi, pemrosesan, sampai dengan penyelesaian kegiatan. 3) Memastikan pimpinan isntansi pemerintah memiliki, mengelola, memelihara, dan secara berkala memutakhirkan dokumentasi yang mencakup seluruh SPI. 4) Memastikan adanya kebijakan dan strategi unit kerja untuk memantau penyelenggaraan SPIP dan mengevaluasi efektivitas pencapaian tujuan SPIP. E. PELAKSANAAN INFORMASI DAN KOMUNIKASI Penerapan unsur informasi akan dianggap berhasil apabila telah mampu menjaring informasi yang relevan dan dapat diandalkan, baik berupa informasi keuangan maupun nonkeuangan. Komunikasi yang efektif menggambarkan bagaimana pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan lancar dan adanya layanan prima kepada masyarakat pengguna jasa. 1. Informasi a. Prinsip dan Tujuan Informasi merupakan unsur penting dalam pengendalian intern karena menjadi sarana untuk mengomunikasikan pengendalian yang telah yang telah diterapakan b. Output Kegiatan Informasi sudah diidentifikasi, diperoleh, dan didistribusikan kepada pihak yang berhak dengan rincian yang memadai, bentuk dan waktu yang tepat c. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut: 1) Investigasi Sistem. Dalam tahap ini perlu dikaji perlunya teknologi informasi dalam menyediakan solusi sistem informasi yang sesuai dengan pencapaian tujuan. Untuk itu diperlukan studi kelayakan, baik organisasional, ekonomi, teknis, maupun operasional. 2) Analisis Sistem. Merupakan studi mendalam mengenai informasi yang dibutuhkan oleh pemakai akhir dengan hasil persyaratan fungsional yang digunakan sebagai dasar untuk rancangan sistem informasi yang baru. Analisis sistem terdiri dari analisis organisasional, analisis sistem yang ada dan analisis persyaratan fungsional. 3) Rancangan Sistem. Terdiri dari kegiatan rancangan yang menghasilkan spesifikasi sistem yang memenuhi persyaratan fungsional yang dikembangkan dalam proses analisis sistem. 4) Pengembangan pemakai akhir. Pada tahap pemakai akhir, jika diperlukan, satgas dapat berkonsultasi dalam mengembangkanaplikasi.
www.djpp.kemenkumham.go.id
45
2013, No.646
5) Perolehan hardware, software dan layanan sistem informasi. Unit Kerja dapat meminta rekanan untuk menyajikan penawarandan proposal berdasarkan spesifikasi sistem yang dikembangkan pada tahap rancangan pengembangan sistem. 2. Komunikasi yang Efektif a. Prinsip dan Tujuan Komunikasi yang baik memungkinkan seluruh pimpinan dan pegawai di lingkungan Kementerian Sosial dapat melaksanakan tugas-tugas mereka dengan baik serta aspek pengendalian penting yang terkait dapat berjalan secara mamadai. b. Output Kegiatan Komunikasi diselenggarakan secara efektif, meliputi segala arah, mengalir dari atas ke bawah, dari bawah ke atas, ke samping dan lintas unit organisasi, serta mencakup seluruh komponen dan struktur organisasi untuk mendapatkan umpan balik. c. Langkah Kerja Langkah kerja utama untuk mendapatkan output tersebut adalah sebagai berikut: 1) Menyusun kebijakan, prosedur, mekanisme tentang komunikasi internal yang efektif yaitu pimpinan harus memastikan terjalinnya komunikasi internal yang efektif, dengan memperhatikan indikator keberhasilan penerapan, dengan langkah-langkah : (1) Pimpinan senantiasa memberikan arahan yang jelas kepada seluruh tingkatan organisasi; (2) Tugas yang diberikan kepada pegawai senantiasa dikomunikasikan dengan jelas; (3) Mengomunikasikan hal-hal yang tidak diharapkan terjadi dalam pelaksanaan tugas serta sikap perilaku yang dapat/tidak dapat diterima dan konsekuensinya kepada pegawai; (4) Pimpinan menyediakan dan menjamin kelancaran saluran komunikasi dan informasi ke seluruh bagian dengan lancar; (5) Pegawai senantiasa diberi pengetahuan adanya saluran informasi formal jika jalur informasi normal gagal digunakan; (6) Pegawai senantiasa diberi jaminan tidak akan ada tindakan balas dendam (reprisal) jika melaporkan informasi yang negatif perilaku yang tidak benar, atau penyimpangan oleh pegawai; 2) Menyusun kebijakan, prosedur, mekanisme tentang komunikasi eksternal yang efektif, harus memperhatikan parameter sebagai berikut : (1) Penyediaan saluran komunikasi yang terbuka dan efektif (2) Menginformasikan kode etik seperti melarang pemberian komisi (3) Pengendalian intern telah berfungsi (4) Pengaduan, keluhan dan pertanyaan ditindaklanjuti dengan baik (5) Rekomendasi dari APIP ditindaklanjuti dengan tuntas (6) Komunikasi dengan badan legislatif Sebagaimana formulir terlampir
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
46
F. PELAKSANAAN PEMANTAUAN TAHAPAN PENYELENGARAAN SPIP Untuk memastikan pencapaian tujuan penyelenggaraan SPIP, pengembangan SPIP harus dipantau secara terus menerus. Pengukuran kemajuan realisasi rencana tindak dilakukan baik dalam tahap persiapan maupun tahap penyelenggaraan SPIP. 1. Pemantauan Berkelanjutan a. Prinsip dan Tujuan Pemantauan Pengembangan SPIP merupakan alat bagi manajemen mengelola pengembangan dan penyelenggaraan SPIP, termasuk bagi Satuan Tugas (Satgas) Penyelenggaraan SPIP. Pemantauan diarahkan pada hal-hal yang dibutuhkan oleh manajemen dalam suatu pengembangan fisik suatu sebagai parameter pengembangan SPIP, yaitu terutama pada output dari rencana tindak di masing-masing tahapan pengembangan SPIP. b. Output Kegiatan Sebagai wujud akuntabilitas dari kegiatan pemantauan perkembangan SPIP, Unit Kerja wajib menyampaikan Laporan Triwulanan (Form PP-3) kepada Penanggung Jawab Penyelenggaran SPIP. Laporan Triwulanan pemantauan perkembangan SPIP wajib disertai dengan Form PP-2 sebagai lampiran dari laporan. c. Langkah Kerja Pemantauan tahapan pengembangan SPIP dilakukan, sebagai berikut: 1) Tahap Persiapan Dalam tahap Persiapan akan terdapat enam parameter yang dipantau yaitu Sosialisasi Penerapan SPIP, Pembentukan Satgas, Penetapan Peraturan Menteri atau Peraturan Kepala tentang Penyelenggaraan SPIP, Workshop Pedoman SPIP dan Diagnostic Assesment SPIP, serta Pendidikan dan Pelatihan SPIP. a) Sosialisasi Penerapan SPIP Pemantauan Sosialisasi Penerapan SPIP merupakan parameter pamahaman secara umum mengenai SPIP. Parameter ini akan diwakili oleh porsi pegawai Unit Kerja yang telah mengikuti sosialisasi SPIP. Ukuran yang diterapkan dalam memantau parameter sosialisasi adalah persentase pegawai Unit Kerja yang telah mengikuti sosialisasi penerapan SPIP. b) Pembentukan Satuan Tugas SPIP Pemantauan Pembentukan Satuan Tugas SPIP merupakan parameter tentang telah adanya organisasi (adhoc) yang bertanggung jawab mengembangkan SPIP pada unitnya. Ukuran yang diterapkan dalam memantau parameter Pembentukan Satgas SPIP adalah Eksistensi Surat keputusan Pembentukan Satgas SPIP di Unit Kerja. c) Penerbitan Peraturan Menteri tentang Pengembangan SPIP Pemantauan Peraturan Menteri tentang Pengembangan
SPIP
www.djpp.kemenkumham.go.id
47
2013, No.646
merupakan parameter komitmen Pimpinan dalam pengembangan SPIP. Ukuran yang ditetapkan dalam memantau Peraturan Menteri tentang Pengembangan SPIP adalah Peraturan Menteri itu sendiri. d) Pendidikan dan Pelatihan SPIP Pemantauan Pendidikan dan Pelatihan SPIP merupakan parameter kecukupan modal pengembangan bagi Satgas SPIP. Ukuran yang diterapkan dalam memantau Pendidikan dan Pelatihan SPIP adalah dari persentase anggota Satgas SPIP Unit Kerja yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan SPIP. e) Workshop Pedoman Pemantauan Workshop Pedoman merupakan parameter bekal dan modal bagi pengembangan SPIP berdasarkan tahapan yang akan diuraikan dalam rencana tindak. Ukuran yang diterapkan dalam memantau Workshop Pedoman adalah realisasi kegiatan Workshop Pedoman. 2) Tahap Penyelenggaraan SPIP Dalam tahap Penyelenggaraan akan terdapat enam parameter yang dipantau yaitu Penyusunan Grand Design SPIP, Penguatan Lingkungan Pengendalian, Penilaian Risiko (Identifikasi dan Analisis Risiko), Penyelenggaraan Aktivitas Pengendalian, Penyelenggaraan Informasi dan Komunikasi, Penyelenggaraan Pemantauan. a) Penyusunan Desain Penyelenggaraan SPIP Pemantauan Penyusunan Grand Design SPIP merupakan parameter guidance atau pedoman untuk pengembangan detail dan penerapan selanjutnya. Ukuran yang diterapkan dalam memantau Penyusunan Desain Penyelenggaraan SPIP adalah Surat Keputusan (SK) Menteri tentang penetapan Desain Perkembangan Penyelenggaraan SPIP pada Unit Kerja. b) Penguatan Lingkungan Pengendalian Pemantauan Penguatan Lingkungan Pengendalian merupakan paremeter pondasi dari penerapan SPIP agar memiliki dasar pijakan yang kuat untuk pengembangannya. Ukuran Penguatan Lingkungan Pengendalian adalah dilaksanakannya parameter atau rencana tindak penguatan (Areas of Improvement atau AOI) berkaitan dengan Lingkungan Pengendalian antara lain sebagai berikut: (a) Penegakan integritas dan nilai etika Pemantauan penegakan integritas dan nilai etika merupakan parameter diterapkannya nilai-nilai etika yang menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk pengembangan SPIP. Ukuran yang diterapkan dalam memantau penegakan integritas dan nilai etika adalah:
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
48
• • • • •
Eksistensi Aturan perilaku; Penetapan role model keteladanan untuk aturan perilaku; Penegakan disiplin kehadiran; Eksistensi aturan penyusunan laporan pengabaian pengendalian; Eksistensi aturan jika ada kebijakan tidak etis.
(b) Pemeliharaan komitmen terhadap kompetensi Pemantauan pemeliharaan komitmen terhadap kompetensi merupakan parameter keteguhan Unit Kerja untuk tetap mempertahankan kompetensi setiap jajarannya dalam pelaksanann tugas. Ukuran yang diterapkan dalam memantau Pemeliharaan komitmen terhadap kompetensi adalah : • Eksistensi analisis tugas/uraian jabatan dan peran. • Eksistensi standar (persyaratan minimal) jabatan dan peran. • Eksistensi pelaksanaan/pengembangan SDM untuk jabatan dan peran. Eksistensi fit and proper test dalam pengusulan pejabat. (c) Kepemimpinan yang kondusif Pemantauan kepemimpinan yang kondusif merupakan parameter tercapainya Unit Kerja yang efektif dan efisien. Ukuran yang diterapkan dalam memantau kepemimpinan yang kondusif adalah: • Penerapan manajemen modern (tapkin dan renja). • Pemanfaatan tapkin dan renja tahunan sebagai pedoman kerja . • Pemanfaatan sistem informasi sebagai alat kendali dalam pengertian responsif terhadap laporan periodik yang dibuat. •
Penyelenggaraan keuangan).
laporan
akuntabilitas
(kinerja
dan
(d) Struktur organisasi sesuai kebutuhan Pemantauan struktur organisasi sesuai kebutuhan merupakan parameter pengendalian Unit Kerja dalam mewujudkan struktur dan kewenangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ukuran yang diterapkan dalam memantau struktur organisasi sesuai kebutuhan adalah: • Kelompok kerja (pokja), dalam pengertian semakin banyak jumlah pokja berarti struktur organisasi yang ada belum sesuai dengan kebutuhan.
www.djpp.kemenkumham.go.id
49
•
•
2013, No.646
PPK di luar struktur, dalam pengertian jika terjadi demikian berarti struktur organisasi yang ada belum sesuai dengan kebutuhan. Pengukuran tersebut merupakan pengukuran negatif. Jika, Satgas/Pimpinan PPK semakin banyak, maka kondisi struktur organisasi masih belum efektif dan efisien.
(e) Pendelegasian wewenang Pemantauan pendelegasian wewenang merupakan parameter efektivitas pendelegasian kewenangan dan tanggung jawab kepada pegawai oleh pimpinan Unit Kerja. Ukuran yang diterapkan adalah eksistensi aturan pendelegasian kewenangan. (f) Pembinaan SDM berpeduli visi dan misi Pemantauan pembinaan SDM berpeduli visi dan misi merupakan parameter efektivitas pembinaan SDM di Unit Kerja yang peduli terhadap visi dan misi Unit Kerja. Ukuran yang diterapkan dalam memantau pembinaan SDM berpeduli visi dan misi adalah: • Eksistensi peta kebutuhan SDM sesuai visi dan misi bagi tingkat entitas dan sesuai lingkup tugas unit bagi tingkat kegiatan. • Eksistensi panduan penilaian penugasan SDM sesuai visi, misi bagi tingkat entitas dan sesuai lingkup tugas unit bagi tingkat kegiatan. • Eksistensi korelasi kinerja berupa pencapaian visi, misi/lingkup tugas dengan pemberian reward berupa promosi/penghargaan. (g) Peningkatan efektivitas APIP Pemantauan peningkatan efektivitas APIP merupakan parameter penguatan fondasi pengendalian intern di Unit Kerja. Ukuran yang diterapkan dalam peningkatan efektivitas APIP adalah: • Eksistensi laporan hasil pengawasan bagi perbaikan program/peningkatan kinerja • Eksistensi telaah sejawat untuk memastikan kualitas hasil pengawasan. (h) Pembinaan hubungan kerja dengan instansi pemerintah lain Pemantauan pembinaan hubungan kerja dengan instansi pemerintah lain merupakan parameter terciptanya hubungan yang harmonis sebagai fondasi SPIP. Ukuran yang diterapkan dalam memantau parameter pembinaan hubungan kerja dengan instansi pemerintah lain adalah ketersediaan dana kegiatan tepat waktu, dalam arti hubungan kerja yang baik dengan instansi lain memungkinkan dana yang diperlukan untuk kegiatan tersedia tepat pada waktunya
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
50
c) Penilaian Risiko (Identifikasi dan Analisis Risiko) Pemantauan Penilaian Risiko dilakukan terhadap tiga level manajemen, yaitu: (a) Level Strategik Pemantauan penilaian risiko level strategik didasarkan pada telah dilaksanakannya penilaian risiko pada level strategik. Ukuran yang diterapkan dalam memantau penilaian risiko pada level strategik adalah prioritas kegiatan sesuai dengan Desain Penyelenggaraan SPIP level strategik. (b) Level Organisasional Pemantauan penilaian risiko level organisasional didasarkan pada telah dilaksanakannya penilaian risiko pada level organisasional. Ukuran yang diterapkan dalam memantau penilaian risiko pada level organisasional adalah prioritas kegiatan sesuai dengan desain penyelenggaran SPIP level organisasional. (c) Level Operasional Pemantauan penilaian risiko level operasional didasarkan pada telah dilaksanakannya penilaian risiko pada level operasional. Ukuran yang diterapkan dalam memantau penilaian risiko pada level operasional adalah prioritas kegiatan sesuai dengan desain penyelenggaran SPIP level operasional. d) Penyelenggaraan Kegiatan Pengendalian Pemantauan penyelenggaraan kegiatan pengendalian dilakukan terhadap tiga level manajemen, yaitu: (a) Level Strategik Pemantauan Penyelenggaraan Kegiatan Pengendalian level strategik merupakan prasyarat efektivitas pengendalian dan penanganan risiko pada level strategik. Ukuran yang diterapkan dalam memantau penyelenggaraan kegiatan pengendalian level strategik adalah prioritas kegiatan sesuai dengan hasil dari penilaian risiko pada level strategik. (b) Level Organisasional Pemantauan Penyelenggaraan Kegiatan Pengendalian level organisasional merupakan prasyarat efektivitas pengendalian dan penanganan risiko oleh level organisasional. Ukuran yang diterapkan dalam memantau penyelenggaraan kegiatan pengendalian level organisasional adalah prioritas kegiatan sesuai dengan hasil dari penilaian risiko pada level organisasional.
www.djpp.kemenkumham.go.id
51
2013, No.646
(c) Level Operasional Pemantauan penyelenggaraan kegiatan pengendalian level operasional merupakan prasyarat efektivitas pengendalian dan penanganan risiko oleh level operasional. Ukuran yang diterapkan dalam memantau penyelenggaraan kegiatan pengendalian level operasional adalah prioritas kegiatan sesuai dengan hasil dari penilaian risiko pada level operasional. e) Penyelenggaraan Informasi dan Komunikasi. Pemantauan terhadap penyelenggaraan informasi dan komunikasi dilakukan terhadap tiga parameter, yaitu: (a) Analisis Informasi SPIP Pemantauan terhadap Analisis Informasi SPIP merupakan parameter efektivitas sistem informasi yang ada untuk mengetahui apakah sistem yang ada mampu menyediakan informasi yang dibutuhkan. Ukuran yang diterapkan dalam memantau Analisis Informasi SPIP adalah: • Analisis Informasi Kinerja SPIP • Analisis Kebutuhan Stakeholder • Analisis Efektivitas Sistem Informasi yang Ada (b) Pengembangan Sistem Informasi SPIP Pemantauan Pengembangan Sistem Informasi SPIP merupakan parameter desain sistem informasi yang dikembangkan sehingga mampu menyajikan secara lebih teknis informasi yang dibutuhkan stakeholders sebagaimana tertuang dalam analisis informasi SPIP. Ukuran yang diterapkan dalam memantau Implementasi Sistem SPIP adalah: • Penyusunan Desain Sistem Informasi SPIP • Pengembangan Sistem Informasi SPIP • Penyusunan SOP Sistem Informasi SPIP (c) Implementasi Sistem SPIP Pemantauan Implementasi Sistem SPIP merupakan parameter pengukuran capaian kinerja dan penggunaan sumber daya termasuk risiko yang melekat di dalamnya, sebagai bahan untuk mengendalikan kinerja dan risiko tersebut. Ukuran yang diterapkan dalam memantau Implementasi Sistem SPIP adalah: • Sarana dan Bentuk Komunikasi • Pelaporan Informasi Kinerja SPIP
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
52
f) Pemantauan Pemantauan terhadap unsur Pemantauan SPIP dilakukan sebagai pengujian efektivitas penyelenggaraan SPI sekaligus menjadi indikator efektivitas pencapaian tujuan Unit Kerja. Pemantauan dilakukan dengan parameter sebagai berikut: (a) Pelaksanaan Control Self Assessment (CSA) Pelaksanaan Control Self Assessment (CSA) merupakan parameter evaluasi mandiri terhadap pencapaian efektivitas pelaksanaan SPIP dilakukan oleh setiap unit risk yang terlibat, melalui pembuatan checklist/daftar simak terhadap pelaksanaan dan pencapaian setiap unsur SPI. Ukuran yang diterapkan dalam pelaksanaan Control Self Assessment (CSA) adalah pembuatan dan pengisian daftar simak menyangkut proses evaluasi mulai dari faktor-faktor yang dievaluasi, indikasi kekuatan pengendalian yang sudah dilaksanakan, indikasi kelemahan pengendalian yang masih memerlukan perbaikan dan pemberian nilai (skor) dan pencapaian masingmasing unsur SPIP. (b) Evaluasi Perkembangan SPIP Evaluasi Perkembangan SPIP merupakan parameter evaluasi eksternal yang dilakukan oleh suatu Tim Evaluasi SPI dari Pembina SPIP atau BPK RI sesuai dengan masalah evaluasi. Masalah evaluasi biasanya didapatkan dari pelaporan yang dihasilkan oleh Laporan Pemantauan atau hal lain yang diidentifikasi mengganggu tercapainya tujuan. Ukuran yang diterapkan dalam pelaksanaan evaluasi pengembangan SPIP adalah evaluasi terpisah dengan metodologi evaluasi yang ditentukan oleh tim evaluator. (c) Pengukuran Tingkat Maturitas SPIP Pemantauan terhadap pelaksanaan pengukuran Tingkat Maturitas (Maturity Level) SPIP merupakan parameter pengukuran terhadap keandalan SPIP. Pengukuran Maturity Level dilakukan baik di tingkat Unit Kerja. Ukuran yang diterapkan dalam Penngukuran Tingkat Maturitas SPIP adalah Eksistensi Laporan Pengukuran Tingkat Maturitas SPIP. d. Tata Cara Pengukuran Paramater Perkembangan SPIP Untuk memberikan keseragaman tentang Pengukuran Parameter Perkembangan SPIP, keseluruhan parameter terkait digabungkan dalam suatu Kertas Kerja Pemantauan dengan format sebagaimana disajikan dalam Lampiran 1 sampai Lampiran 6. Kertas Kerja Pemantauan tersebut dibuat untuk penghitungan dua hal yaitu (1) menghitung capaian kemajuan penerapan SPIP di tingkat Unit Kerja dan (2) menghitung capaian kemajuan penyelenggaraan SPIP di tingkat Kementerian. Capaian kemajuan penerapan di tingkat Unit Kerja
www.djpp.kemenkumham.go.id
53
2013, No.646
diukur berdasarkan akumulasi capaian tertimbang dalam Kertas Kerja Matriks Pemantauan Perkembangan/ Penyelenggaraan SPIP (Form PP1); sedangkan capaian kemajuan di tingkat Kementerian (Form PP-4) dihitung berdasarkan akumulasi capaian kemajuan penyelenggaraan SPIP di tingkat Unit Kerja (Form PP-2). Untuk menentukan capaian kemajuan penyelenggaraan SPIP baik di tingkat Unit Kerja maupun di tingkat Kementerian, setiap komponen rencana tindak diberikan bobot. Besaran bobot sangat ditentukan pada besaran prioritas dan nilai kontribusi setiap tahapan penyelenggaraan SPIP dalam pencapaian keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Diyakini besaran bobot ini dapat berbeda bagi suatu Unit Kerja maupun Kementerian, namun harus ditentukan berdasarkan pertimbangan proporsional dan profesional. Dengan asumsi bahwa perkembangan SPIP paling tidak telah melewati tahapan penyusunan Desain Penyelenggaraan (DP) SPIP Unit Kerja, seluruh rencana tindak pegembangan SPIP Unit Kerja telah dapat diidentifikasi dalam Kertas Kerja Pemantauan Pengembangan SPIP dengan format sebagaimana disajikan dalam lampiran 1 (Lihat Form PP-1). Tatacara Pengisian Form dua dimensi (baris dan kolom) tersebut dalam Lampiran. e. Laporan Pemantauan 1) Materi Laporan Materi yang dilaporkan adalah seluruh pelaksanaan langkahlangkah dalam penyelenggaraan SPIP mulai dari persiapan, penyelenggaraan, sampai dengan pemantauan. Laporan tersebut memuat informasi antara lain: (1) Pelaksanaan kegiatan Dalam hal ini dijelaskan semua tahapan penyelenggaraan SPIP, mulai dari tahap persiapan dan penyelenggaraan. (2) Hambatan Kegiatan Disini dijelaskan hambatan pelaksanaan kegiatan bila ditemukan hambatan yang menyebabkan tidak tercapainya target kegiatan penyelenggaraan SPIP. (3) Rencana Tindak Pemberian saran diberikan dalam kaitan adanya ditemukan hambatan pelaksanaan kegiatan yang sekaligus merupakan pemecahan masalah agar tidak terulang kembali kejadian yang serupa. 2) Sistematika Laporan (1) Laporan Triwulanan Laporan Triwulanan dibuat dalam bentuk surat, disini dilaporkan kemajuan pelaksanaan SPIP selama satu triwulan (Form PP-3 untuk Unit Kerja dan Form PP-5 untuk Kementerian), yaitu halhal yang memuat:
www.djpp.kemenkumham.go.id
2013, No.646
54
• •
Dasar Hukum dan Tujuan Pelaporan Narasi Rencana tindak yang telah dilaksanakan dan yang belum dilaksanakan, hambatan serta saran pemecahannya. • Lampiran berupa tabel pelaksanaan SPIP selama triwulan pelaporan. (2) Laporan Tahunan Laporan Tahunan dibuat dalam bentuk surat (Form PP-6), berisi uraian kemajuan pelaksanaan penyelenggaraan SPIP pada tahun bersangkutan, yaitu memuat: • Pendahuluan berupa Dasar Hukum, Tujuan Pelaporan, dan Ruang Lingkup • Uraian tentang Penyelenggaraan SPIP yang memuat rencana tindak yang telah dan belum dapat dilaksanakan, hambatan penyelenggaraan SPIP dan saran pemecahannya • Rencana Aksi Tahun berikutnya dan usulan kepada pimpinan unit kerja. • Lampiran Pada bagian ini dilampirkan data-data detil yang biasanya tidak tepat dituangkan dalam badan laporan. 2. Evaluasi Terpisah a. Prinsip dan Tujuan Evaluasi terpisah merupakan kegiatan membandingkan pelaksanaan SPIP dengan standar yang telah ditentukan dalam daftar uji atau instrumen lain. Tujuannya adalah untuk menilai sistem kinerja tersebut apakah sudah berjalan sebagaimana mestinya. Dengan adanya evaluasi terpisah diharapkan dapat mengidentifikasi kelemahan dari pengendalian yang dirumuskan oleh manajemen. b. Output Kegiatan Evaluasi terpisah dapat menghasilkan: (a) Informasi yang akurat dan terpercaya untuk mengambil keputusan (b) Dipenuhinya ketentuan yang berlaku (c) Tercapainya tujuan instansi pemerintah. c. Langkah Kerja Pemantauan tahapan pengembangan SPIP dilakukan, sebagai berikut: 1) Dalam menetapkan ruang lingkup dan frekuensi pelaksanaan evaluasi terpisah perlu mempertimbangkan hasil penilaian risiko, efektivitas pemantauan berkelanjutan, perubahan yang signifikan dalam rencana dan strategi manajemen, perubahan organisasi, operasi serta proses keuangan; 2) Evaluasi terpisah dilakukan dengan menggunakan metodologi yang logis dan dilaksanakan oleh pegawai yang memiliki keahlian tertentu yang dipersyaratkan, serta melibatkan APIP atau Auditor Ekstern; 3) Bila dilaksanakan oleh APIP maka APIP tersebut harus memiliki sumber daya, kemampuan dan independensi yang memadai.
www.djpp.kemenkumham.go.id
55
2013, No.646
BAB IV PENUTUP Desain Penyelenggaraan SPIP sebagai dokumen perencanaan satu organisasi berbeda dengan organisasi yang lain, baik dari sisi Sumber Daya Manusia, geografis, teknologi yang digunakan, maupun ukuran dan lingkup tugas dan fungsi masing-masing organisasi, menjadikan penyelenggaraan SPIP harus didesain sesuai kebutuhan organisasi yang bersangkutan. Oleh karenanya desain penyelenggaraan SPIP dari suatu unit kerja tidak dapat serta merta diterapkan pada unit kerja lainnya. Penyusunan Desain Penyelenggaran SPIP membutuhkan dukungan dari berbagai macam kompetensi dan keahlian. Internal Auditor sebagai pendorong dalam penyelenggaraan SPIP di suatu organisasi memiliki keterbatasan. Kompetensi utama internal auditor hanya meliputi bidang manajemen risiko, pengendalian, dan governance, padahal kompetensi dan keahlian lain diperlukan dalam melakukan desain penyelenggaraan SPIP. Penyelenggaraan SPIP berkembang sesuai perkembangan dan kompleksitas organisasi Kementerian Sosial. Untuk itu, unit kerja yang mengembangkan SPIP perlu memperhatikan manfaat biaya pengembangan SPIP, generalisasi desain penyelenggaraan SPIP, dan keterbatasan kompetensi auditor dalam penguatan penyelenggaraan SPIP. Dalam hal internal auditor menjumpai kondisi yang memerlukan kompetensi atau keahlian lain (seperti Manajemen Sumber Daya Manusia, Penyusunan SOTK, Analisis Jabatan dan sebagainya) maka harus dipastikan tenaga ahli lain dilibatkan sesuai dengan kompetensi dan keahlian masing-masing. Hal penting dalam pelaksanaan penyelenggaraan SPIP adalah adanya komitmen dari pimpinan organisasi (tone at the top) dan keterlibatan seluruh pegawai untuk menyelenggarakan SPIP di unit kerjanya. Komitmen dari pimpinan diwujudkan dalam bentuk penyediaan Sumber Daya Manusia yang memadai, pemanfaatan teknologi, pendanaan, serta pemantauan terhadap aktivitas pengembangan penyelenggaraan SPIP. Sementara keterlibatan pegawai diwujudkan dengan memahami dan menginternalisasikan pengendalian dalam pelaksanaan tugasnya.
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,
SALIM SEGAF AL JUFRI
www.djpp.kemenkumham.go.id