LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B.
PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN
Ketahanan pangan nasional harus dipahami dari tiga aspek, yaitu ketersediaan, distribusi dan akses, serta konsumsi. Ketiga aspek tersebut saling terkait, tidak hanya cukup meningkatkan produksi pangan saja, serta memerlukan upaya pengawalan yang harus dilakukan secara terus menerus. I.
Sisi Ketersediaan
1.
Pemerintah terus mendorong upaya peningkatan produksi pangan pokok lokal, seperti padi/beras, jagung, kedelai, dan pangan hewani lainnya. Produksi bahan pangan utama tersebut sepanjang tahun 2005-2010 menunjukkan tren yang meningkat, yang pada tahun 2010 produksi padi mencapai 65,98 juta ton Gabah Kering Giling (GKG); jagung 17,84 juta ton, kedelai 905 ribu ton, dan daging sapi 435 ribu ton. Khusus untuk padi/beras, dengan jumlah produksi padi nasional sebesar 65,98 juta ton GKG atau sekitar 39,8 juta ton beras, diperkirakan akan mampu memenuhi kebutuhan beras penduduk Indonesia (234,2 juta jiwa) yang mencapai 32,5 juta ton beras. Selanjutnya, untuk mempercepat diversifikasi dan mengembangkan keragaman pangan pokok lokal telah dikembangkan melalui program pengembangan substitusi terigu dengan tepung dari sumber karbohidrat lokal; pengembangan pangan pokok lokal (sagu, sukun, talas, ubi jalar, singkong); dan budidaya komoditas bukan tunggal.
2.
Dengan adanya dampak perubahan iklim yang berpotensi mengganggu/menurunkan produksi pangan utama, berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pangan (antara lain melalui pengembangan varietas unggul), pemanfaatan lahan baru (misalnya lahan pasang surut dan rawa), pengaturan musim tanam, serta bantuan alat-alat dan mesin pertanian untuk penanganan pasca panen (antara lain alat pengering/dryer padi).
3.
Terkait dengan pengembangan varietas baru yang telah dilakukan Pemerintah, pengembangan varietas unggul baru diyakini dapat meningkatkan produksi dan produktivitas secara signifikan dibandingkan input produksi lainnya. Hal ini disebabkan oleh potensi genetik yang dimiliki oleh varietas unggul baru.
4.
Pengembangan varietas unggul baru, seperti varietas Supertoy HL-2 yang dilakukan di dem-area/demonstrasi area (lebih luas dari demplot) melalui kerjasama dengan beberapa pemerintah daerah diharapkan dapat meningkatkan produksi dan produktivitas gabah serta dapat menghemat biaya produksi, terutama input tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena keunggulan yang dimiliki varietas tersebut antara lain adalah cukup ditanam sekali dan dapat dipanen beberapa kali, berbeda dengan varietas padi lainnya yang hanya dapat dipanen sekali.
5.
Hasil dari pelaksanaan dem-area perlu diakui memang kurang menggembirakan. Hal ini disebabkan, antara lain oleh : (1) kurangnya uji multi lokasi dan demplot demplot skala kecil sebelum varietas tersebut dilepas secara luas ke masyarakat/petani; (2) 5
kurangnya penyuluhan dan sosialisasi kepada petani berupa pemahaman/pengetahuan bahwa karena varietas tersebut cukup ditanam sekali, setelah panen perlu dilakukan pemupukan kembali dengan dosis yang memadai dan perlakuan kultur teknis lainnya (ketersediaan air irigasi dan pengendalian hama/penyakit) sesuai yang direkomendasikan; (3) perubahan kebiasaan/budaya menanam padi, dari ”tanam-panen-tanam kembali” menjadi ”sekali tanam dan dapat dipanen beberapa kali” perlu dilakukan secara gradual dengan sistem pendampingan dan penyuluhan yang intensif; dan (4) pelepasan/rilis varietas harus mengikuti prosedur baku, yaitu calon varietas diuji multi lokasi dan di tanam pada beberapa musim (musim hujan dan musim kemarau) untuk memperoleh hasil/produksi yang stabil sesuai potensi genetik. II.
Sisi Distribusi dan Akses
1.
Adanya kendala geografis dan cuaca menyebabkan distribusi bahan pangan antar wilayah di Indonesia masih sering terkendala (kurang lancar). Adanya disparitas harga pangan antar wilayah di Indonesia menunjukkan bahwa distribusi pangan masih perlu dibenahi. Pada akhir tahun 2010 terjadi peningkatan harga beras di tingkat konsumen, bahkan pada awal bulan Desember harga beras umum menyentuh level Rp. 9.056,- per kg. Namun demikian, kondisi ini harus dipahami sebagai dampak dari beberapa faktor: a. Mundurnya musim tanam dan panen padi karena pengaruh perubahan iklim. Kondisi ini menyebabkan suplai beras ke pasar menjadi berkurang, sementara pada sisi lain kebutuhan masyarakat terhadap beras meningkat seiring dengan peranyaan Hari Besar Agama. b. Distribusi yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia mengingat keterbatasan transportasi akibat kendala geografis dan cuaca. c. Trend harga beras internasional yang juga meningkat, meskipun masih di bawah harga domestik.
2.
Untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pangan, maka Pemerintah telah melakukan berbagai upaya, di antaranya melalui: (i) pengaturan sistem logistik nasional yang diharapkan mampu memperlancar dan mengurangi biaya distribusi bahan pangan, (ii) melakukan operasi pasar (OP) di seluruh Indonseia, terutama di daerah yang mengalami kenaikan harga cukup tinggi, (iii) meningkatkan dan memperlancar distribusi angkutan pangan pokok, termasuk distribusi Raskin untuk meningkatkan akses mayarakat miskin terhadap pangan utama (beras).
III.
Sisi Konsumsi
1.
Konsumsi memang perlu mendapatkan perhatian mengingat pada tahun 2009 telah terjadi penurunan konsumsi energi, yaitu menjadi 1.928 Kalori per kapita dibandingkan tahun 2008 yang telah mencapai 2.038 Kalori per kapita. Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah masih rendahnya konsumsi energi dari bahan pangan hewani yang jumlahnya masih di bawah 60 persen dari anjuran sebesar 240 Kalori per kapita sehari. Pada tahun 2009, konsumsi energi dari bahan pangan hewani (ikan, daging, telur, dan susu) hanya mencapai 132 Kalori per kapita sehari. 6
2.
Hal yang perlu mendapat perhatian lainnya adalah tingkat konsumsi minyak dan lemak yang sudah berlebihan dan berkecenderungan meningkat. Konsumsi minyak dan lemak telah mencapai sekitar 228 Kalori per kapita sehari, sementara konsumsi yang dianjurkan adalah sebesar 200 Kalori. Konsumsi minyak dan lemak yang berlebihan ditengarai merupakan faktor penyebab meningkatnya prevalensi obes (kegemukan) dan memicu penyakit degeneratif yang terjadi di masyarakat.
3.
Demikian juga untuk konsumsi protein per kapita telah terjadi penurunan dimana pada tahun 2009 tingkat konsumsi protein per kapita turun kembali menjadi 54,4 gram per hari. Penurunan ini di antaranya disebabkan oleh menurunnya tingkat konsumsi sayur-sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan. Hal yang perlu diperhatikan adalah, komposisi protein hewani masih hanya berkisar 23 persen dari total konsumsi protein seluruhnya. Pada tahun tersebut, tingkat konsumsi ikan, daging, serta telur dan susu masing-masing hanya sebesar 7,28; 2,22, dan 2,96 gram per hari.
IV.
PENUTUP Pengamanan aspek-aspek ketahanan pangan tersebut bukan merupakan sesuatu yang statis dalam arti apabila pada tahun tertentu penagaman ketiga aspek sudah terjadi/tercapai tidak tertutup kemugnkinan bahwa pada tahun_tahun tertentu terjadi perkembangan yang bersifat positif (melebihi) atau bahkan negative (menurun/kurang). Dinamika kondisi ketahanan dapat pula terganggu dari adanya factor-faktor di luar yang bersifat fluktuatif (kondisi pasar) maupun yang bersifat anomaly misalnya iklim dan cuaca, yang tidak saja berdampak pada kondisi pertanaman namun juga bencana (banjir, kekeringan). Iklim ekstrim yang terjadi sejak akhir tahun 2010 dan sampai dengan awal tahun 2011 mengakibatkan terganggunya musim tanam rendengan yang menghasilkan panen raya tahun 2011 ini. Meskipun demikian, pemerintah senantiasa menyiapkan langkah-langkah untuk mengamankan berbagai aspek ketahanan pangan tersebut di atas dan menjaga agar dampaknya tidak terlalu memberatkan masyarakat baik masyarakat produsen/petani dan konsumen. Dalam tahun 2011 beberapa langkah jangka pendek yang sedang dilakukan adalah: a. Mengusahakan adanya fleksibilitas dalam pengadaan gabah dan beras dari dalam negeri untuk menolong petani yang kemungkinan kondisi produksinya relative basah karena musim hujan yang tinggi inetnsitasnya. b. Menyiapkan bantuan benih dan pupuk untuk mengganti puso dan sekaligus tetap menjaga momentum musim tanam sehingga produksi padi tahun 2011 dapat teramankan. c. Menyiapkan bantuan pengering dan pengaktifan pengering di gudang-gudang pemerintah yang dikelola Perum Bulog. d. Menyiapkan langkah-langkah yang bersifat jangka menengah untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim terhadap pertanian khususnya pangan.
7
LAMPIRAN DATA PENUNJANG Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Tahun 2005-2010 Thn
Luas Panen (000 ha)
Perkembangan (%)
Produkti vitas (ku/ha)
Perkembang an (%)
Produksi (000 ton)
Perkembang an (%)
0,84 1,01 1,84 4,02 2,15 0,62
54.151 54.455 57.157 60.326 64.399 65.981
0,12 0,56 4,96 5,54 6,75 2,46
2005 11.839 -0,70 45,74 2006 11.786 -0,44 46,20 2007 12.148 3,06 47,05 2008 12.327 1,48 48,94 2009 12.884 4,51 49,99 2010* 13.118 1,82 50,30 Ket : * Angka Sementara Sumber : Website Kementerian Pertanian, 2011 (12 Jan 2011)
Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung Tahun 2005-2010
Tahun 2005 2006 2007 2008
Luas Panen (ha) 3.625.987 3.345.805 3.630.324 4.001.724
Perkem bangan % 8,02 -7,73 8,50 10,23
Produkti vitas (ku/ha)
Perkem bangan %
Produksi (ton)
Perkem bangan %
34,54 34,70 36,60 40,78
3,29 0,46 5,48 11,42
12.523.894 11.609.463 13.287.527 16.317.252
11,57 -7,30 14,45 22,80
2009 4.160.659 3,97 42,37 2010* 4.133.785 -0,65 43,17 Ket : * Angka Sementara Sumber : Website Kementerian Pertanian, 2011 (12 Jan 2011)
3,90 1,89
17.629.748 17.844.676
8,04 1,22
Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai Tahun 2005-2010
Tahun
Luas Panen (ha)
Perkem bangan %
Produkti vitas (ku/ha)
2005 621.541 9,98 13,01 2006 580.534 -6,60 12,88 2007 459.116 -20,91 12,91 2008 590.956 28,72 13,13 2009 722 .791 22,31 13,48 -6,99 2010* 672.242 13,46 Ket : * Angka Sementara Sumber : Website Kementerian Pertanian, 2011 (12 Jan 2011)
Perkem bangan % 1,64 -1,00 0,23 1,70 2,67 -0,15
Produksi (ton) 808.353 747.611 592.534 775.710 974. 512 905.015
Perkem bangan % 11,73 -7,51 -20,74 30,91 25,63 -7,13
8
Tabel 4. Perkembangan Populasi Sapi Potong dan Produksi Daging Sapi Tahun 2005-2010 Tahun
Populasi Sapi Potong (rb ekor)
Perkem bangan (%)
Produksi Daging Sapi (rb ton)
2005 10.569,31 0,35 2006 10.875,13 2,89 2007 11.514,87 5,88 2008 12.256,60 6,44 2009 12.759,84 4,11 2010* 13.632,68 6,84 Ket : * Angka Sementara Sumber : Website Kementerian Pertanian, 2011 (12 Jan 2011)
358,70 395,84 339,47 392,50 409,30 435,20
Perkem bangan (%) (19,86) 10,35 (14,24) 15,62 4,28 6,33
Tabel 5. Perkembangan Harga Rata-rata Komoditas Pangan Dalam Negeri Tahun 2010 Beras Umum Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember* RATA-RATA Sumber Keterangan
Persentase perubahan dari bulan sebelumnya
Myk Grg Curah
Persentase perubahan dari bulan sebelumnya
Gula
Persentase perubahan dari bulan sebelumnya
7495 9207 10661 7721 3.0 9110 -1.1 10488 -1.6 7492 -3.0 9215 1.2 10325 -1.6 7393 -1.3 9238 0.2 10012 -3.0 7403 0.1 9129 -1.2 9836 -1.8 7604 2.7 9084 -0.5 9501 -3.4 8037 5.7 9125 0.5 9669 1.8 8382 4.3 9600 5.2 9708 0.4 8430 0.6 9868 2.8 9841 1.4 8493 0.7 10024 1.6 10217 3.8 8668 2.1 10721 7.0 10419 2.0 9056 4.5 10950 2.1 10414 0.0 8015 1.8 9606 1.6 10091 -0.2 : Rapat Tim Stabilisasi Harga Pangan, dikompilasi dan diolah oleh Dit. Pangan dan Pertanian Bappenas : * Minggu I Desember
9